Tuesday, June 30, 2020

Tips Semua Au Pair di Denmark Tinggal di Basement?|Fashion Style

Ada cerita lucu dan sedikitoffensive tentang tempat tinggal au pair di Denmark yang sebenarnya baru juga saya sadari.

Suatu hari saat saya dan teman-teman sedang makan malam di restoran, beberapa di antara kami ada yang menyinggung soal mengapa banyak sekali orang Denmark yang berlibur ke Thailand. Lalu seorang teman nyeletuk, "selain murah, biasanya mereka mencari perempuan. Satu lagi tuh, Filipina."

"Oh ya? Kenapa?" tanya saya pura-pura bego.

"Soalnya banyak pria Denmark yang bosan dan kesulitan cari perempuan disini. Kamu tahu kan, cewek-cewek Denmark sulitnya bukan main."

"Oh iya tuh, Filipina. Banyak yang liburan kesana, terus pulangnya bawa suvenir cewek-cewek Filipina untuk disimpan di-basement jadi au pair," kata seorang teman cowok lain secara santai.

"Ah, kamar kamu juga bukannya di basement ya?" tanya Ieva, teman cewek asal Latvia, yang saat itu di samping saya sembari nyengir kuda.

"Biiippp! Biiipp! Biiiippp!!" kata Dan, seorang teman cowok, tiba-tiba memperingatkan sesuatu. "Man, it's so offensive. She's an au pair," lanjutnya sambil melihat ke arah saya.

Teman cowok tadi yang memang sebenarnya tidak tahu saya au pair, jadi kelabakan dan tidak enak sendiri. Mukanya dari yang nyengar-nyengir jadi berubah tidak nyaman. Sebenarnya si cowok ini juga baru saya kenal hari itu dari si Dan.

"Tapi dia bukan orang Filipina kok. Dia orang Prancis. Tapi meskipun dia tinggal dibasement, si keluarganya ini memang punya rumah yang super besar," ralat si cowok mencoba untuk tidak menyinggung saya lebih jauh.

Sebenarnya tidak ada kata-kata dia yang bermaksud menyinggung saya dan au pair lainnya. Tapi memang, kata-kata "jadi suvenir di-basement" cukup membuat saya bertanya-tanya. Saya tidak banyak memiliki teman au pair di Denmark, namun dari dua orang teman yang pernah saya kunjungi rumah keluarga angkatnya, kamar mereka memang juga berada di basement.

Suatu kali, saya juga berkesempatan mengunjungi rumah seorang teman au pair yang baru saya kenal dan bertemu dengan teman au pair dia yang lainnya. Entah memang kebetulan atau tidak, 90% dari mereka mengatakan kalau kamar mereka juga berada di basement.

Sebenarnya kamar saya yang berada di basement serasa apartemen pribadi karena memiliki dapur, kamar mandi, hingga ruang gym sendiri. Privasi pun rasanya lebih terjaga karena serasa tinggal di goa. Lalu entah kenapa, sama seperti kamar teman-teman au pair lainnya, kamar tidur yang ada di basement biasanya lebih besar dari kamar utama dan kamar anak-anak si keluarga angkat.

Saya tidak menemukan ada yang salah dari kamar-kamar ini. Tapi memang iya, mengapa justru hampir semua kamar au pair di Denmark berada di bawah tanah?

Hingga satu hari, Vicky, teman Indonesia saya mengatakan kalau sebenarnya ilegal memiliki kamar tidur di basement.

"Iya, Nin. Jadi keluarga aku ini ngomong, kalau sebenarnya basement tidak layak dijadikan kamar tidur. Di Denmark, kamar tidur yang berada di bawah tanah ilegal dan kalaupun ingin menjadikan basement sebagai kamar tidur, si keluarga ini mesti melapor dan membayar pajak properti lebih tinggi."

"Tapi kenapa ilegal ya? Bukannya kita disediakan ruangan pribadi dan kamar mandi sendiri?"

"Iya, memang. Tapi bayangkan saja, bawah tanah jadi kamar tidur? Sebenarnya kurang layak kan? Meskipun sudah diberi heater ataupun semua perabotan, tapi jatuhnya tetap saja tidak layak. Intinya si keluarga angkat harus melapor dulu dan membayar pajak mahal kalau ingin ada orang yang mendiami bawah tanah sebagai kamar tidur," tambahnya lagi.

Dari pengalaman ini, saya juga memperhatikan bahwa rumah-rumah di Denmark memang kebanyakan memiliki ruangan lain di bawah tanah. Karena temperatur suhu yang lembab, ruang bawah tanah justru sering digunakan sebagai ruang penyimpanan wine ataupun tempat cuci dan jemur pakaian.

Kalau pun ingin menambahkan ruangan tidur di bawah tanah, beberapa kebijakan harus diterapkan saat membangun ruangan tersebut. Seperti contohnya memiliki jendela yang cukup besar untuk memungkin si penghuni dapat keluar jika terjadi kebakaran, lalu juga memiliki ventilasi yang baik sebagai pertukaran udara, ataupun space yang luas agar tidak pengap.

Saya pribadi cukup bahagia dengan kamar bawah tanah yang sudah saya tempati hampir dua tahun ini. Meskipun, cukup banyak juga teman-teman non au pair yang sedikit lucu ketika tahu saya tinggal di bawah tanah. Secara keseluruhan, kamar saya cukup luas, jendelanya juga besar, kamar mandi hanya selemparan batu dari kamar tidur, hingga ruang nonton tv sangat luas yang sangat jarang dipakai keluarga ini.

Satu hal, menurut saya keberadaan jendela menjadi remarkable krusial mengingat keadaan temperatur di bawah tanah yang kadang terlalu lembab. Minusnya, ruangan bawah tanah bisa jadi sangat berdebu dibandingkan ruangan lainnya.

Satu cerita pendek lain, karena berada di bawah tanah, biasanya pipa-pipa yang berada di ruangan atas tersambung di plafon ruangan bawah tanah. Karena saat itu pipa wastafel air di dapur atas sedang ada masalah, akhirnya keluarga saya memanggil tukang pipa untuk membersihkan sisa makanan yang menyumbat. Sialnya, entah apa yang terjadi, saat si tukang sedang menyedot pipa, kamar saya justru kebanjiran air dari lantai atas. Merembesnya dari mana? Dari plafon dan lelampuan! Karena insiden ini, saya mesti rela mengungsi dulu di ruang television selama satu bulan sebelum akhirnya kamar saya benar-benar siap untuk dihuni kembali.

So, what do you watched? Is it nonetheless unlawful to have our very own area and massive privacy?

No comments:

Post a Comment