Showing posts with label naik pesawat. Show all posts
Showing posts with label naik pesawat. Show all posts

Tuesday, July 14, 2020

Tips Ternyata Emirates!|Fashion Style

Sebulan sebelum keberangkatan, bahkan sebelum tahu kapan Louise akan membelikan tiket, saya sudah hunting duluan kira-kira maskapai apa yang saya harapkan. Dari daftar Skyscanner, saya selalui menemui Thai Airlines memiliki tarif terendah untuk keberangkatan ke Kopenhagen di awal September. Disusul Aeroflot, maskapai asal Rusia yang saya tidak pernah mendengar sebelumnya.

Saya selalu berharap semoga saja akan terbang lagi dengan pesawat asal Timur Tengah seperti Qatar Airways, Emirates, atau Etihad. Kenapa pesawat Timur Tengah, karena selain bagasinya muat 30kg, makanannya halal, di bandaranya disediakan mushola, dan sudah terkenal memiliki reputasi yang sangat baik di dunia penerbangan. Pesawat Eropa seperti Lufthansa atau KLM memang biasanya mahal, namun yang saya tahu mereka hanya menampung bagasi hingga 23 kg saja. Duh, saya sangat yakin barang yang akan saya bawa memang mendekati 30 kg nantinya!

Selain itu, naik maskapai Timur Tengah menuju Eropa biasanya akan transit dulu menunggu penerbangan berikutnya. Artinya kalau waktu tempuh menuju Eropa bisa sampai 15 jam (di luar waktu transit), 8 jam menuju ke salah satu kota di Timur Tengah, lalu 7 jamnya menuju Eropa. Saya pernah naik pesawat selama 15 jam nonstop dari Amsterdam ke Jakarta dengan Garuda Indonesia dan terus terang saja saya kurang nyaman berada di pesawat selama itu.

Dua minggu kemudian, akhirnya Louise mengirimkan email rekomendasi maskapai apa yang sepertinya akan saya gunakan. Mereka menawarkan Emirates dengan waktu transit 3 jam di Dubai. Saya memang tidak betah lama-lama berada di bandara sendirian. Padahal, kalaupun saya mau jalan-jalan sebentar di Dubai, saya bisa saja menawarkan opsi transit yang lebih lama. Saat itu opsi transit terlama bisa nine hingga thirteen jam.

Luckily, Louise juga menawarkan untuk membayari tiket pesawat dari Palembang ke Jakarta. Karena ibu saya dan si bungsu ingin mengantarkan sampai Jakarta, akhirnya kami sepakat terbang bersama Sriwijaya Air saja, dilanjutkan naik free shuttle bus ke Terminal 2. Kalau tidak ingin repot naik shuttle bus, silakan menggunakan maskapai Garuda Indonesia yang juga akan tiba di Terminal 2.

Bus switch free of charge ini dapat ditemui di depan bagian informasi di dekat gerbang keberangkatan di Bandara Soekarno Hatta. Busnya memang tidak terlalu besar, tapi seorang "kernet" tetap akan membantu menaruh koper besar kita di bagasi seandainya dalam bus sudah penuh. Tapi tenang saja, bus akan datang tiap 10 hingga 20 menit sekali.

Maskapai dari Timur Tengah biasanya akan berangkat dini hari dari Jakarta. Tidak perlu repot membawa jaket tebal ke dalam pesawat, karena biasanya sudah disediakan selimut oleh pihak maskapai. Berbeda dengan Qatar Airways yang menyiapkan selimut, masker mata, penutup telinga, dan kaus kaki, saya hanya mendapatkan selimut saja saat terbang bersama Emirates.

Lama penerbangan hingga 15 jam, memastikan kita akan mendapatkan dua kali jatah makan besar selain snack. Para awak kabin biasanya akan memberikan menu makanan yang dapat dipilih saat di pesawat. Tapi karena sedikit membatasi pilihan makanan, akhirnya saya reservasi duluan through website sebelum keberangkatan.

Kalau memang sedang diet, ada banyak pilihan makanan yang dapat dipesan sesuai program diet kita. Karena berangkat dini hari, perut saya biasanya sudah menolak diberi makanan terlalu berat. Saya pun memilih menu vegetarian menuju Dubai, lalu menuseafood menuju Kopenhagen. Enaknya reservasi via website, makanan yang saya pesan diantarkan terlebih dahulu oleh awak kabinnya mau dimanapun tempat duduk kita. Jadi tidak perlu didatangi langsung sembari antri menunggu penumpang yang lain.

Saat tiba di Dubai pun, saya tidak bisa lihat toko kanan kiri terlalu lama karena nyatanya 3 jam bukanlah waktu yang panjang. Menuju terminal connection flight, saya harus antri menunggu kereta, dilanjutkan naik lift ke arah terminal yang tepat. Belum sampai sejam saya duduk di ruang tunggu, penumpang ternyata sudah bisa naik ke pesawat diantar oleh bus sebelumnya.What a long journey!

Jam 13.10 CEST, saya sampai di bandara internasional Kopenhagen, mengambil bagasi, lalu keluar bandara menemui Louise dan Brian yang sudah berada di garis depan menyambut saya.

"Welcome to Denmark! Welcome to Copenhagen!", kata Louise hangat sambil memeluk saya diikuti oleh Brian.

Saturday, June 27, 2020

Tips Menunggangi Air France A380 Kelas Premium Economy ke Shanghai|Fashion Style

Berniat ingin liburan, merayakan ulang tahun, sekalian mengunjungi adik saya di Cina, saya memang sudah memantau tiket Air France tiga bulan sebelum keberangkatan. Selain karena jadwal dan waktu transit yang cukup nyaman, saya juga sebenarnya penasaran ingin mencoba kursi Premium Economy-nya dari Paris atau Shanghai, mengingat lama penerbangan lebih dari 10 jam.

Tahu ingin mengunjungi si adik, kakak saya di Palembang (lagi-lagi) mendukung penuh dengan membelikan tiket pulang pergi Turkish Airlines kelas Ekonomi. Beruntung sudah memegang tiket dua bulan sebelum keberangkatan, saya lega dan petantang-petenteng saja sekalian mengurus visa di Kopenhagen.

Sialnya, satu hari sebelum keberangkatan tiket saya dibatalkan oleh pihak Turkish Airlines gara-gara masalah verifikasi kartu kredit yang dipakai oleh kakak saya. Karena sedang berada di luar kota, beliau sulit sekali dihubungi. Akhirnya mau tidak mau saya beli tiket baru 20 jam sebelum keberangkatan! Untung, harga tiketnya masih terhitung murah dan sama saja seperti tiga bulan lalu.

Maskapai termurah adalah pesawat pulang-pergi naik Air France dan KLM. Ya sudah, langsung saja saya reserving saat itu juga di Economy Class. Lagi-lagi sial, saat test-in online dan ingin memilih kursi, pilihan saya begitu minim. Antara tetap pada pilihan kursi yang diberikan, 92C, yang notabene ada di tengah-tengah, atau membeli kursi baru yang harganya lebih mahal.

Karena tidak minat membeli kursi, saya akhirnya tinggalkan saja pilihan ke random seat itu. Jujur saja, saya yang terbang sendirian ini bukan penikmat bangku tengah. Tapi mau bagaimana lagi, opsi ini berlaku pada penerbangan saya dari Paris ke Shanghai.

1. Rejeki tidak kemana

Saat mengoper bagasi di Kastrup Airport, konter Air France terlihat sangat sepi. Saya dilayani oleh seorang petugas yang dari awal sampai selesai hanya berbicara bahasa Denmark.

"Oke. Ini boarding pass kamu. Silakan ke atas ya lewat jalur Fast Track," katanya sambil mengecek boarding pass saya .

Hah, Fast Track?

"Oh, tunggu tunggu. Bentar, saya baca dulu," ralatnya lagi. "Ah, maaf. Saya tidak melihat ada ketentuannya disini. Berarti mau tidak mau kamu mesti lewat jalur normal pas security border."

"Iya. It's okay.Sama sekali tidak ada masalah."

"Tapi itu koper kamu sudah saya kasih label Priority kok."

Hah, label Priority?

Saya masih bingung tapi mengangguk-angguk saja dengan apa yang dia bicarakan. Saat memegang boarding pass, sekali lagi saya mengecek tempat duduk di semua penerbangan. Oh wait, ada yang berubah! Kursi saya dari Paris menuju Shanghai dialihkan ke 85K. Mata saya menelusuri kolom terakhir boarding pass yang menerangkan kalau saya sudah di-upgrade ke Premium Economy. Pantas!

Yippie!! Rejeki memang tidak akan kemana. I was on cloud nine! Is this my early present?

Setelah mendarat, saya cepat-cepat keluar pesawat karena hanya memiliki waktu transit di Paris sekitar 45 menitan (pesawat dari Kopenhagen di-delay) dan langsung menuju imigrasi. Karena pesawat dari Paris memang terbang larut malam, beruntung sekali tidak ada yang mengantri di immigration border. Petugas imigrasi Paris pun tidak terlalu bawel dan langsung saja mengecap paspor saya.

Saat tiba di gate keberangkatan, ternyata pesawat sudah boarding dan banyak orang yang sudah mulai masuk pesawat. Beruntungnya kelas Premium Economy, selain mendapatkan label Priority untuk koper, penumpang di kelas ini juga mendapat prioritas boarding yang sama seperti First dan Business Class. Sayangnya, belum ada akses gratis ke living room bagi penumpang kelas Premium Economy Air France.

2. On board

Saya baru tahu thru seatguru.Com, kalau pesawat yang akan digunakan dari Paris ke Shanghai malam itu adalah jenis Airbus A380 jumbo double-decker. Kursi saya berada di dek atas berdekatan dengan Business Class dan beberapa kelas Economy di bagian belakang. Sementara di dek bawah adalah deretan First Class dan ratusan kursi kelas Economy lainnya.

Saat menimang ingin memesan tiket Air France tiga bulan lalu, sebenarnya saya sudah mulai mencari tahu seperti apa kabin Premium Economy Air France lewat internet. Kelas Premium Economy berada di kabin kecil di tengah-tengah kelas Bisnis dan Ekonomi. Susunan kursi berdimensi 2-3-2 yang hanya berjumlah five baris.

Kabin antara Business dan Economy Class juga dipisahkan oleh tirai. Tapi karena kabin begitu kecil, suasana privat lebih terasa. Kursi saya pun terlihat lebih nyaman dari kelas Ekonomi, namun tidak bisa dibaringkan sampai 180° seperti kursi Bisnis. Selain lebih besar dan terdapat sandaran kaki, air mineral ukuran kecil juga sudah disediakan di dekat layar monitor. Di sisi kursi juga terdapat fasilitas premium tambahan yang lumayan lengkap seperti headphone, lampu baca, colokan USB, bantal, remote, dan selimut.

Penerbangan dari Paris ke Shanghai malam itu ternyata begitu ramai. Kalau dihitung-hitung, hampir 90% penumpangnya adalah orang Cina yang ingin pulang kampung. Teman duduk saya pun adalah seorang lelaki usia 30 tahunan, muka Cina, tapi sepertinya lahir dan besar di Prancis. Dari ketemu sampai berpisah, saya selalu diajak bicara bahasa Prancis. Thanks to my French lesson! Setidaknya saya tidak bisu-bisu amat hanya menjawab non atau mérci.

3. Goodie bag Air France

Sebelum pesawat lepas landas, seorang pramugara membagikan daftar menu makanan dan amenities kit kepada semua penumpang di kelas Premium Economy. Saya pikir, penumpang di kelas Ekonomi juga ikut kebagian, seperti halnya di Qatar Airways. Tapi saat saya menoleh ke belakang, ternyata pouch lucu berlis merah atau kuning ini hanya dibagikan bagi penumpang di kabin Premium Economy.

Sepertinya Air France baru saja mengganti desain pouch mereka. Terakhir kali saya membaca review seorang penumpang, pouch yang dibagikan justru lebih lucu. Terlepas dari masalah desain, isi pouch Air France juga lumayan lengkap, dari sarung headphone, sikat gigi dan odol, masker mata, penutup telinga, dan kaos kaki panjang berwarna biru tua. Lumayan, bisa jadi suvenir untuk diri sendiri.

4. In-flight leisure

Menurut saya, hiburan di layar reveal Air France cukup lengkap dan menarik selama perjalanan. Bagian yang paling saya suka adalah video saat menerangkan tentang keselamatan di dalam pesawat. Video yang ditayangkan begitu apik dan khas Parisian sekali. Tidak seperti video kaku lainnya, Air France menayangkan 6 version cewek sebagai pemandu keselamatan.

Lucunya, fashion yang digunakan pun sungguh khas Parisian yang hobi memakai kaos garis-garis, rok A-line selutut, flat shoes, dan lipstik merah. Tingkah para model ini pun sungguh centil dan sangat memanjakan mata. Saya tidak melihat ada satu penumpang pun yang tidak terkesima menyimak video keselamatan sampai akhir.

Karena pesawat memang berangkat tengah malam, mata saya sudah tidak kuat menyimak hiburan yang ada di layar monitor. Setelah selesai menyikat gigi dan kembali ke kursi, akhirnya saya pasang headphone dan menyetel lagu Bruno Mars keras-keras sekalian menemani saya terlelap.

Five. Makanan

Sesaat setelah dibagikan menu makanan sebelum pesawat lepas landas, saya sudah tahu makanan apa yang akan saya pesan. Karena berangkat ke Shanghai, menu makanan pun terbagi jadi dua gaya, Chinese dan French fashion. Walaupun menu makanan Chinese fashion lebih menarik, tapi terpaksa saya urungkan karena menyajikan daging babi. Hiks.

Untuk makan malam kali ini, pilihan saya akhirnya jatuh ke masakan ala Prancis-Timur Tengah, nasi kari ayam. Lidah saya sebenarnya tidak terlalu rewel di dalam pesawat. Dinner kali ini lumayan enak, kecuali kuenya. Karena cukup lapar, saya menghabiskan nasi kari ayam dan side dish-nya yang menurut saya juara, salad udang. Sebagai tambahan, saya memesan white wine. Sementara teman sebangku saya memesan red wine yang pas dengan pork rice-nya.

Keesokan harinya, sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Shanghai, kami kembali disajikan menu makan pagi. Menu hari itu adalah omelette dan creamy spinach dengan tambahan roti, kopi, atau teh.

Overall:

Saya termasuk beruntung bisa di-upgrade ke kursi Premium Economy gratis, karena pesawat hari itu memang kebetulan lagi penuh. Meskipun review yang saya baca selalu pro dan kontra, tapi untuk keseluruhan, kelas Premium Economy Air France cukup worth it. Mengingat lama penerbangan yang panjang, saya rasa tidak ada salahnya menambah beberapa Krona demi kenyamanan.

Terlepas dari masalah tambahan biaya, saya cukup bahagia dengan kursi top class mereka. Meskipun, saya tetap tidak bisa tidur nyenyak karena kursi tidak bisa bersandar terlalu rendah. Akhirnya saya mesti gonta-gonti posisi tidur dan jalan-jalan kesana kemari demi melancarkan peredaran darah.

Oh ya, karena terbang dari Kopenhagen, pesawat saya menuju Paris sama sekali tidak ada masalah kecuali di-delay selama 20 menit. Saya ditempatkan di kursi 10D di dekat pintu keluar dan memungkinkan kaki saya mendapatkan banyak space yang longgar.

Karena Air France termasuk salah satu maskapai terbesar di Eropa, mereka juga menyediakan makanan dan minuman free of charge kepada semua penumpang. Dengan waktu tempuh ke Paris yang hanya 1jam 55 menit, saya memilih sandwich vegetarian sebagai bahan kunyahan malam itu.

Tuesday, May 19, 2020

Tips Jangan Bawa Banyak Barang ke Eropa!|Fashion Style

Yang berencana datang ke Eropa untuk tinggal cukup lama, bersiaplah mengemas barang bawaan sesimpel dan seringan mungkin! Beberapa maskapai penerbangan internasional mulai menetapkan peraturan baru dalam menyusutkan berat bagasi yang boleh dibawa di awal tahun ini. Artinya, kalau kita adalah calon au pair yang akan tinggal 12-24 bulan di Eropa, siap-siap untuk tidak bisa membawa bahan makanan atau pakaian yang banyak dari Indonesia!

Salah satu maskapai Timur Tengah favorit saya, Emirates , pun ikut menyusutkan berat bagasi per Februari 2019. Thai Airways, maskapai internasional yang sering bolak-balik Eropa dan terkenal berharga cukup terjangkau juga tidak lagi bersikap royal dengan penumpang kelas ekonomi.

Jujur saja, satu hal yang paling membuat saya stres pra dan pasca au pair adalah packing! Dulu masih sedikit nyaman karena bagasi kelas ekonomi gratis 30 kg. Bahkan ada beberapa maskapai yang membolehkan berat maksimumnya sampai 32 kg malah. Itu pun juga mesti mencari akal agar barang saya muat di koper plus tidak overweight. Bayangkan, datang dari Indonesia mungkin masih sedikit ringan, tapi pulangnya bisa sangat menyiksa. Saya sampai harus membuang banyak sekali baju sebelum pulang hanya karena koper sudah keberatan.

Bagi yang belum tahu replace terbaru soal ketetapan bagasi di 2019, silakan cek tabel di bawah ini. Tabel dibuat berdasarkan maskapai internasional yang paling sering melayani rute antara Indonesia dan Eropa, serta kelas yang sering dipilih penumpang;

Tips dari saya:

1. Bawalah baju secukupnya dari Indonesia. Datang di musim panas akan menguntungkan karena baju yang kita pakai di Indonesia sangat berguna di temperatur Eropa. Tapi jika harus datang di musim dingin , sebaiknya bawa saja baju-baju panjang dan 1 jaket tebal multifungsi yang bisa dipakai setidaknya saat awal-awal kedatangan. FYI, musim panas di Eropa Selatan dan Utara juga berbeda. Di Utara, jangan harap menemukan matahari seterik dan seintens di Selatan. Baca tulisan saya tentang bagaimana cara bertahan diri dari dinginnya Eropa disini.

2. Jangan takut tidak ketemu Indomie atau bahan makanan Asia lainnya, karena toko Asia di Eropa itu ada dimana-mana, terutama kota-kota besar. Memang tidak semua toko menjual bahan makanan Indonesia secara lengkap, tapi kalau harus memilih, saya lebih membawa obat-obatan ketimbang bahan makanan. Jika ingin sekali, boleh lah membawa bahan makanan favorit berukuran kecil.

3. Jangan katakan IYA dulu kalau ada yang ingin minta titip ini itu dari Indonesia. Think about ourselves first! Ini koper kita, barang-barang kita juga masih banyak yang harus dikemas, lagipula kita juga yang repot membawanya dari rumah ke Eropa. Jadi kalau ada yang ingin menitip ini itu sampai harus menyita space yang begitu banyak, lupakan! Jujur saja, meskipun itu teman sendiri!

4. Tapi kalau memang harus dimintai tolong membelikan atau membawakan ini itu, jangan ragu untuk menagih komisi space koper sebesar €10 per kilonya di luar harga makanan mereka!It's nothing ketimbang mereka sendiri yang harus pulang ke Indonesia!Ini bukan perhitungan atau matre, tapi repotnya itu yang mahal. Kecuali kamu memang ikhlas, silakan.

5. Belajar packing lightly dengan membaca postingan saya disini . Penggunaan space maker itu betul-betul membantu, lho!

6. Living simply alias jangan kebanyakan gaya di Eropa. Kalau harus pulang ke Indonesia setelah 1-2 tahun, belilah baju sedikit namun berkualitas meskipun harganya sedikit mahal. Fast fashion di Eropa itu kencang sekali, murah-murah, dan seringkali menggoda untuk belanja. Kecuali siap membuang banyak baju di akhir kontrak au pair, then.. take the risk!

7. Jangan pesan tiket ekonomi! Kalau belum mampu upgrade, mungkin tertarik untuk membeli ekstra bagasi saja?

Have a secure flight to Europe!