Showing posts with label cowok Eropa. Show all posts
Showing posts with label cowok Eropa. Show all posts

Wednesday, July 1, 2020

Tips Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa|Fashion Style

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;)

Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka.

Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head!

Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan.

Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagian dari stereotipe itu.So, ladies, you want to know more? Enjoy!

The monotonous northerners

Kalau kamu memang mengidolakan cowok-cowok berotot, bertato-tapi-kyut, berambut pirang, bermata biru, dan stylish, liriklah para cowok di bagian utara Eropa. Para cowok ini kebanyakan pandai di bidang teknologi dan desain. They're undoubtedly uber creative and charming!

Sayangnya, cowok-cowok Nordik terkenal super garing saat merayu lawan jenis. Mereka tipikal cowok membosankan yang tidak akan bisa jadi sosok gentleman a la drama idaman cewek. Jangan heran kalau kebanyakan dari mereka jarang sekali SMS atau textingan. Mereka sebenarnya adalah cowok mandiri yang akan memberi kita space yang begitu luas dan tidak akan pernah mencecar pertanyaan songong semacam "lagi apa?" atau "sudah makan belom?" setiap hari.

Karena persamaan hak dan derajat antara pria dan wanita di negara mereka, para cowok Nordik juga tidak membeli perhatian wanita dengan makan malam romantis, bunga, ataupun banjiran ungkapan cinta. Mereka juga cukup berhati-hati melangkah dan memutuskan apakah suatu hubungan itu hanya sebatas kencan, friend with benefits, atau serious relationship.

Tapi karena persamaan derajat ini, para cowok Nordik biasanya sudah terbiasa membantu urusan rumah tangga semisal mencuci piring, memasak, hingga mengurus anak. Mereka memang bukan tipe gentleman yang kita cari, tapi mungkin justru mereka lah, para cowok mandiri yang kita butuhkan. They will take care of you, be honest, and respect you to the fullest.

Lucunya, tak jarang lho, para cowok Nordik merasa jiwa gentleman mereka terkubur sehingga mencari pasangan di wilayah lain. Mereka menganggap, para cewek Eropa Utara terlalu sulit dimengerti, banyak ekspektasi, dan sok mandiri.

Warriors from the West

Bukan pengagum cowok-cowok pirang? Mungkin kamu akan jatuh cinta dengan sosok feminin-maskulin cowok Prancis, talkative Germans, dan the hot brunette Belgian and Dutch guys!

Saya juga suka cowok-cowok berambut brunette yang super kece dan ganteng seperti Michael Fassbender ataupun Clément Sibony. They are so damn hot, huh? Ehe.

Cowok-cowok Eropa Barat biasanya sangat mumpuni di bidang teknologi dan sains. Jangan heran kalau kebanyakan para cowok ini hanya sibuk dengan gadget canggih dan buku-buku pintar mereka. Tidak seperti cowok Nordik yang sedikit dingin dan tertutup, para cowok di Eropa Barat biasanya lebih terbuka, adventurous, dan menyenangkan.

Saat para cowok Barat sudah berhasil mendekati cewek, mereka adalah tipe pejantan tangguh yang akan mengejar si cewek dimana pun kapan pun. Mereka juga tidak malu menunjukkan sisi maskulin dengan menawarkan tumpangan, membayari makan, ataupun mengunjungi negara asal si cewek kalau memang sedang LDR.

Meskipunhumourless dan pemalu di awal, tapi cowok Eropa Barat termasuk salah satu the greatest lovers. Lucunya, banyak juga anggapan, cowok-cowok ini super perhitungan dengan uang mereka. They could count every single thing they've (not yet) spent.

Casanovas stay within the south

Saya mengelompokkan para cowok Spanyol, Portugal, dan Italia sebagai Casanova. Apa yang menarik dari mereka? Macho, tukang gombal, ahli menebar kata-kata cinta, dan tentu saja, ganteng alami! Cek deretan pemain bola dari Spanyol dan Portugal kalau belum juga percaya! ;)

Entah kenapa, imej cowok-cowok playboy tetap saja menempel ke para makhluk Adam ini. Mereka memang terkenal jenaka, sangat terbuka, bersahabat, dan ramah terhadap orang baru. Tidak seperti cowok-cowok Eropa Barat, para Casanova juga pede saat mendekati para cewek. They're so confident and have a ball!

Karena terlatih untuk menghargai dan memperlakukan cewek dengan baik, para Casanova biasanya tahu bagaimana bersikap layaknya gentleman. Mereka terkenal agresif dalam menunjukkan rasa cinta terhadap pasangan, bersedia membayari makan saat kencan, dan tidak malu memberikan bunga meskipun belum jadian.

Tapi, jangan harap mendapatkan posisi pertama di hati para Casanova ini. Nyatanya, mereka tetap menempatkan ibu mereka di urutan pertama. Karena harga sewa yang mahal di negara mereka, banyak juga para cowok yang masih tinggal dengan orang tua meskipun di atas usia 25 tahun. Hal ini juga yang membuat para cowok ini sangat dekat dengan keluarga mereka.

Saat para cowok Nordik bersikap hati-hati dan jujur dengan perkataan mereka, para Casanova justru bisa saja terlalu lebay dan membual. You have to make sure that you ARE the one.

In the center of cuteness

Salahkan saya lagi jika harus memasukkan deretan cowok Balkan dan negara-negara Eropa Tengah seperti Republik Ceko, Slovenia, atau Kroasia, di daftar ini. Sangat sulit membagi-bagi wilayah Eropa secara geografis.

Kalau kamu ingin melihat perpaduan hidung Timur Tengah, kulit Eropa Utara, dan keseksian Eropa Barat, kamu harus berlabuh di hati para cowok Balkan!They are so good looking creatures!

Saya pernah bertemu dengan seorang cowok Bosnia muslim yang saat itu sedang membenari lampu di rumah keluarga Denmark ini. Mukanya putih bersih bersipu merah karena hawa dingin. Badannya tinggi tegap, senyumnya manis, dan wanginya—alamak—jadimelting!

Eh serius, ini cowok pakai parfum merk apa ya? Saat dia lewat, seruangan dipenuhi wangi si dia. Di dinding bekas dia bersandar pun, masih ketempelan parfumnya! *Ini penting tapi lupakan ya.*

Cowok-cowok Albania, Austria, Republik Ceko, atau Kroasia memang tidak se-macho para cowok Eropa Selatan, tapi mereka adalah para cowok yang akan membuat para cewek meleleh karena terlalu cute.

Selain memiliki muka perpaduan dari wilayah Eropa di sekitarnya, para cowok Eropa Tengah juga sangat pemalu, lho. Anehnya, mereka tidak akan malu mabuk dan sok jadi lelaki saat bersama teman. Namun, mendadak jadi sok misterius tapi sebenarnya malu ketika berhadapan dengan lawan jenis.

Meskipun para cowok ini bisa jadi sangat cerewet, terbuka, dan senang bercanda, tapi entah kenapa mereka kebanyakan lebih memilih pasangan dari kultur yang sama. Yah!

The humblest easterners

Apakah cowok-cowok dari timur Eropa belum terdeteksi radar? Then it has to be! Faktanya, mereka adalah para true gentleman dibandingkan cowok Eropa mana pun!

Oke, secara penampilan, cowok-cowok Eropa Timur memang tidak se-stylish cowok Eropa Utara. Tapi jangan salah, cowok-cowok ini juga kebanyakan mengerti teknologi dan sains. Banyak cowok dari Romania, Latvia, Polandia, atau Lithuania yang saya temui bekerja di bidang IT bahkan arsitektur.

Tapi karena sering mendapatkan imej negatif soal bangsa gipsy yang hobi mencuri, penduduk Eropa Timur banyak dinilai sebelah mata oleh penduduk Eropa lain. Makanya, para cowok Eropa Timur yang saya temui, biasanya akan lebih banyak berkicau tentang pekerjaan dan sekolah. Mereka tidak ingin dicap bodoh oleh bangsa lain, jadi topik soal hot job dan cool university adalah yang sering dibicarakan.

Pada umumnya, cowok-cowok Eropa Timur sangat rendah hati, tidak terlalu peduli dengan tren terbaru, dan cukup hati-hati saat mendekati cewek. Mereka tidak akan pernah seagresif para Casanova ataupun seniat cowok dari Barat. Tapi nyatanya, mereka tetap bisa menunjukkan sisi maskulin dan menjadi gentleman yang seperti para cewek inginkan.

Kalau cowok-cowok Eropa lain masih ingin memikirkan karir dan masa depan, para cowok Timur justru tidak takut pada komitmen dan pernikahan. Lucunya, entah kenapa saya merasa cowok-cowok Eropa Timur kadang terlalu jujur terhadap perasaan mereka ke lawan jenis. Tidak terlalu misterius dan terkesan mudah ditebak, layaknya cara pendekatan cowok-cowok Indonesia.

Dibandingkan wilayah Eropa lain, para cowok Timur juga termasuk yang paling religius. Meskipun tidak ingin mengaku sebagai orang yang keluar masuk gereja tiap minggu, tapi sedari kecil mereka sudah ditanamkan untuk mempercayai sesuatu Yang Besar di alam ini. Superb!

Nah, kalian sendiri, lebih suka cowok Eropa bagian mana? ;)

Sunday, May 31, 2020

Tips Bunny, Bukan Cowok Impresif|Fashion Style

Jumat malam, ceritanya saya sedang ngidam makan Kebab. Entah apa alasannya, saya terbayang-bayang daging domba empuk dan enak dibungkus dengan roti dan salad. Tahu Bunny hampir selalu available, saya menghubungi doi yang unsurprisingly memang sedang free. Friday night, jauh-jauh ke Kopenhagen cuma cari Kebab.

Karena rumahnya Bunny tak jauh dari Nørrebro, kami sepakat mencari kedai Kebab yang masih buka hingga tengah malam di sekitar situ. Banyak sebetulnya. Apalagi distrik ini termasuk daerah ghetto yang paling banyak imigran Muslim. Kedai Kebab dan supermarket halal dimana-mana. Tapi sekali ini saya minta tolong Bunny menemukan tempat terenak, bukan kedai 'abal-abal'.

Entah kalian ya, tapi menurut saya Kebab di Denmark paling enak. Apalagi kedai yang ada di Lyngby, legendaris sekali! Kenapa saya katakan enak, karena saya pernah mencoba yang 'asli' di Turki tapi hambar. Di Jerman, hanya menang besar tapi biasa aja. Di Oslo, apalagi! Mahal tapi mengecewakan.

Kebab di Denmark rasanya berbeda. Kalau kalian bisa memilih kedai terbaik, dagingnya lebih empuk dan berasa. Rotinya juga homemade dan saladnya selalu segar. Plus, tambahan yang tidak saya temukan dimana pun—bahkan di negara asalnya, sambal mangkok yang selalu tersedia di meja makan! Kalau tidak ada, tanyakan ke kasir karena biasanya disimpan di kulkas. Sambalnya merah dan berminyak, tapi lumayan pedas dan bisa menambah cita rasa si Kebab.

Pulang dari makan Kebab, saya mampir ke rumahnya Bunny menumpang tidur. Sengaja memang ingin menginap, karena besoknya juga libur.

Saat itu doi masih menyewa tempat di Bispebjerg. Hanya berupa studio mini yang super sederhana.  Tapi namanya juga lelaki ya, studionya berantakan minta ampun! Saat saya datang kesana, piring kotor masih di wastafel, baju kotor dan baju bersih tidak ada bedanya, lantainya berdebu, plus kasurnya acak-acakan.

Ini cowok gengsinya dimana?? Bersihkan dulu kek ini kamar sebelum saya mampir. Vakum dulu kek lantainya.

Meskipun terlihat berantakan, tapi Bunny sebetulnya tipe cowok yang rapih dalam berpakaian. Pertama kali ketemu saat kencan pertama pun, doi tetap memakai kemeja hitam panjang saat musim panas. Di beberapa kencan berikutnya, doi juga tidak pernah pakai pakaian jenis lain selain kemeja. Lalu saya baru tahu kalau hampir ninety% isi lemarinya memang kemeja.

Tidak seperti para cowok lainnya yang punya banyak jenis pakaian dari kaos oblong sampai jas, Bunny hanya punya kemeja. Titik. Sepuluh persen isi lemarinya juga hanya baju-baju musim dingin berwarna hitam. Those are what he likes. Tapi jangan salah, meskipun rumah si Bunny hanya studio sederhana, tapi doi kalau belanja memang beli kualitas. Isi lemarinya pun meskipun diskonan, harganya masih di atas 1000 DKK.

Jam 2 pagi, saya pamit tidur. Meskipun Bunny hanya punya satu ranjang ukuran dobel, tapi doi cukup respek tetap pakai kaos dan kolor saat saya disana.

"I am used to sleeping naked," katanya.

"Please not tonight. Ngomong-ngomong, kamu punya bantal lain tidak ya? Kenapa cuma satu?" tanya saya sambil celingak-celinguk mengecek tiap sudut ranjangnya.

"I only have one."

. . .

"So how could your ex sleep before, if you only have one pillow?!"

"Hmmm.. dulu mantan saya tidur di coat tebal itu sih," katanya sambil menunjuk mantel tebal tergantung di dekat pintu. "You can have that if you want. It's thick and useful as a pillow. I will take it for you."

What an initiative!Saya dikasih lipatan mantel. What a host and date! Bunny terlihat santai dan pede sekali hanya memberi si teman kencan mantel untuk dijadikan bantal. Bunny kok sengsara sekali ya? Itu mantan pacarnya cuma dikasih bantal saat tinggal bareng, kok ya betah-betah saja?

"Well, you can have mine," katanya setengah tidak ikhlas melihat saya yang tiba-tiba manyun.

To be honest, saya tidak tertarik tidur di bantal Bunny. Saya hargai sikap gentleman-nya yang mau meminjami saya si bantal kesayangan. Tapi bantalnya seperti tidak berbentuk lagi. Lembut-lembut minta dibuang yang kapuknya sudah mulai menyatu ke bagian kanan dan kiri saja.

Kesal dan tidak tahu harus bagaimana, akhirnya saya menyerah tidak tidur pakai bantal malam itu. Mantel tebal si Bunny tidak nyaman dijadikan bantal karena wol-nya bikin gatal.

Esok-esoknya, saya sampai harus beli bantal murahan sendiri di Netto kalau ingin menginap di tempat Bunny. Itu cowok ya, hidupnya apa adanya sekali. Why don't try to impress me once in his lifetime?!

Anyway, sekarang si Bunny sudah pindah ke tempat yang sedikiiiit lebih besar dari studio lamanya. Sedihnya, baru 5 bulan tinggal disitu doi seperti tidak bahagia karena si apartemen dekat sekali dengan jalan raya. Katanya dia sampai harus pasang earplugs dan masker mata sebelum tidur agar terhindar dari polusi suara setiap malam. Bunny is not a spoiled guy as long as it's quite cheap and close to his workplace. Karena dia tahu, cari apartemen di Kopenhagen susahnya bukan main apalagi di tengah kota.

Would you like to date this kind of Scandinavian guy , girls?

Thursday, May 28, 2020

Tips Dari Kencan Jadi Teman|Fashion Style

Kalau kamu berpikir fungsionline dating di Eropa hanya untuk cari pacar , gebetan, atau teman tidur, then think again. Seorang kenalan saya malah mendapatkan pekerjaan dari cowok yang dikenalnya lewat OK Cupid. Saya, ketimbang mencari pacar, malah lebih memanfaatkan online dating sebagai wadah mencari teman jalan.

Dari awal main OK Cupid dan Tinder, saya memang sudah tidak ada niat mencari pasangan. Mengapa, karena pertama kali menggunakan OK Cupid saat itu posisinya saya sedang di Belgia. Beberapa bulan kemudian, saya sadar harus pulang ke Indonesia. Jadi daripada capek-capek memikirkan para si bule Belgia itu dan memutuskan LDR, saya lebih memilih untuk mencari pengalaman jalan saja dengan mereka.

Cari teman via online dating sebetulnya mengkhinati tujuan utama online dating itu sendiri. But, actually it worked!

Adalah Michi (saya memanggilnya), cowok Belgia yang saya temui 4 tahun lalu di Tinder. Michi 100% bukan tipe saya. Tapi karena memang saat itu tidak berniat cari pacar, saya swipe right saja semua profil cowok yang ada 'bio'-nya. No bio? No swipe right! Saya tidak perlu yang ganteng, karena tujuannya memang hanya cari teman mengobrol. Ujungnya, saya juga yang kelelahan membalas pesan yang masuk.

FYI, cowok Belgia lebih gampang diajak cerita dan ketemuan. Mereka juga tipikal cowok easy going yang isi otaknya tidak melulu soal selangkangan. Kalau memang tujuan beberapa cowok hanya mencari teman tidur, biasanya di kencan pertama mereka sudah jujur ke kalian. Sisanya, cowok Belgia adalah tipe pemalu-tapi-pede yang selalu berusaha untuk mengenal mu lebih jauh. Cowok Belgia itu ibarat buah persik yang lunak di luar, keras di dalam. Artinya, mereka sangat mudah membuka diri dan berteman dengan siapa pun, tapi kamu akan sedikit kesulitan untuk memahami isi hati mereka.

Pertemuan pertama saya dan Michi jauh dari kata mainstream. Kami tidak bertemu di kafe, restoran, ataupun taman. Saya juga sedikit canggung menyebut pertemuan pertama ini "dating" karena faktanya, saya mengajak doi road tripping!

Entah kenapa saya percaya saja dengan cowok ini setelah mengobrol nonstop sekitar 4 harian lewat texting. Saya tidak menemukan gelagat Michi yang hanya cari teman tidur. Bahasanya pun sangat sopan dan grammar-nya bagus. Bosan di rumah sendirian dan malas dengan atmosfir Antwerp atau Ghent yang begitu-begitu saja, saya mengajak Michi jalan ke tempat lain yang ternyata diiyakan oleh dia. Saya usul ide road trip, Michi pun tak ragu mengiyakan lagi. Wahh, pas sekali!

Tujuan kami saat itu sebetulnya Belgia Selatan. Tapi setelah memikirkan ongkos bensin dan waktunya, akhirnya kami sepakat menuju Aachen, Jerman. Tak tanggung-tanggung, saya mengajak seorang teman, Alin, agar perjalanan kali ini ongkosnya bisa dibagi. Entahlah apa ini menyebutnya, yang jelas kami seperti butuh tumpangan dan sopir saja. It was definitely not a hitchhike because we paid for it.

Then, there we were! Saya, Michi, dan Alin jalan ke Aachen dan mengobrol santai di mobil. Tidak ada rasa canggung sedikit pun karena saya dan Alin merasa sudah mengenal lama cowok ini. Michi adalah cowok Kristen taat yang setiap minggu rajin datang ke gereja. Seperti para bule taat lainnya, Michi juga menghindari seks sebelum menikah, no hard party, dan sebisa mungkin mengurangi alkohol. Teman saya, Gita, sampai menjuluki Michi "Si Bule Soleh". Mungkin gara-gara hal ini juga, Michi sangat sulit menemukan pasangan di Belgia. Bahkan menurut pengakuannya, hampir 98% cewek yang Matched dengannya di Tinder hanyalah Bot iklan! Poor you, Michi!

Setelah pertemuan pertama kami ke Aachen, saya tetap in contact dengan Michi karena saya tahu, he is a good guy. Saya lupa kemana kami bertemu selanjutnya, tapi di satu pertemuan lain, Michi adalah seorang malaikat penolong.

Suatu hari, saya dan Anggi, teman au pair Indonesia, berniat travelling ke Italia. Penerbangan kami saat itu dari Bandara Charleroi yang letaknya 111 km dari Ghent. Maklum, bandara tempat pesawat murah memang lokasinya jauh di selatan Belgia. Karena pesawat akan berangkat jam 7 pagi, kami harus menumpang bus transfer dari Ghent sekitar jam setengah 4 pagi. Sialnya, saya dan Anggi salah tempat menunggu hingga kami ketinggalan bus!

Kami sebetulnya sangat kecewa. Apalagi saya merasa bersalah karena saya lah yang menuntun Anggi ke tempat menunggu yang salah. Kalau gagal ke bandara, artinya kami harus membatalkan jalan-jalan yang sudah direncanakan sejak lama ini.

Kami sudah bertanya ke pihak taksi Stasiun Ghent berapa tarif menuju Charleroi. Harganya mahal sekali, sekitar €100. Sudah ditawar mati-matian, si sopir bersedia dibayar €80 saja tapi pakai cash. Anggi sebetulnya mau-mau saja, tapi uang tunai yang dia punya tidak cukup.

Tidak kehilangan ide, Anggi berusaha menelpon pacarnya karena siapa tahu si pacar mau repot-repot datang, menjemput ke Ghent, dan mengantar ke Charleroi. Tapi ia batalkan karena ingat si pacar ini barusan mengantarnya ketemu saya dan paginya doi juga harus kerja. Kasihan juga kalau harus disuruh bolak-balik lagi.

"Nin, telpon gebetan kamu!" kata Anggi tiba-tiba.

"What?!"

* Jadi ceritanya, kami pernah ingin menghadiri shalat Idul Fitri bersama di KBRI Brussels. Karena bangun kesiangan, kami dipastikan akan telat datang kalau harus menggunakan bus. Belum lagi Belgia sedang diguyur hujan deras pagi itu. Ujung-ujungnya saya terpaksa menelpon Kenneth, bapak-bapak yang sempat flirting dengan saya di TK si host kid,untuk minta diantar! Dang, I felt like a whore! Saya sebetulnya tahu bapak itu sudah punya pacar dan anak, tapi Anggi tetap memaksa saya menelponnya karena siapa tahu si Kenneth mau. Ternyata betul, Kenneth bersedia mengantar kami pagi itu. Tak tanggung-tanggung, si anak juga dibawa di kursi belakang. *

"Iya, tapi siapa yang mau bangun dan mengangkat telpon jam 4 pagi begini?!" kata saya pesimis.

"Duh, coba saja! Siapa tahu ada yang mau," Anggi tetap optimis, meskipun mukanya juga sudah pasrah.

Oke, saya coba! Percobaan pertama adalah menghubungi Sibren, cowok cute yang saya kencani pertama kali di Belgia. Sebetulnya saya sudah ingin menghindari doi, tapi saat itu lagi urgent. Untungnya Sibren tidak mengangkat.

Selanjutnya adalah Ken, cowok yang pernah memainkan piano untuk saya di Laarne. Tidak aktif!

Steven...

"Duh, tapi si Steven ini yang waktu itu mau main sosor, lalu saya tolak mentah-mentah. Mana mau dia angkat telpon," batin saya saat itu.

Well, the last guy.... Michi!

...

Diangkaaaat!

"Michi!!!!! Finally you pick up my call!" kata saya heboh tanpa memikirkan Michi yang masih setengah sadar di seberang sana.

Saat itu saya dan Anggi bergantian mencoba memberi penjelasan ke Michi tentang kondisi kami. Michi tentu langsung menolak mentah-mentah dan menyuruh kami naik taksi saja ke bandara. Sudah kami jelaskan, mahal.

"Well, Nin, kamu kan tahu saya tinggal dimana. Kalau saya harus menjemput kalian ke Ghent dulu, akan memakan waktu sekitar 1 jam. Lalu dari Ghent ke Charleroi, makan waktu lebih dari 1 jam lagi. Kalau dihitung-hitung, kalian tidak akan sempat juga boarding."

Again, kami tidak berhenti memohon karena dia satu-satunya cowok yang mau mengangkat telpon di pagi buta. Kami tetap merasa kalau nasib travelling kami ada di tangan Michi. Tapi lagi-lagi ditolak! Meskipun kami sudah berusaha mati-matian menawarkan akan bayar ongkos bensin dobel, Michi tetap bergeming.

Kami tahu saat itu kami sangat egois. Membangunkan para gebetan Tinder jam 4 pagi hanya untuk dijemput dan minta antar ke bandara bukanlah ide yang jenius. But well, at least we have tried.

Jam setengah 5 pagi, kami sudah pasrah saja dan mulai membuat rencana baru kalau memang gagal jalan-jalan ke Italia. Lalu, tiba-tiba ponsel saya berdering...

"Nin, if there is nothing you can do, I am available now!"

Michi!! That was HIM!

"I will be ready in 10-15 minutes and pick you up in Ghent. I will try my best to be in Charleroi before 7," katanya lagi.

Michi, you were THE real hero! Michi betul-betul datang menjemput kami ke Ghent dan berlalu dengan mobilnya menuju Charleroi. Meskipun waktu kami sampai di bandara sangat mepet sekali, but we made it!

"Karena saat itu saya sudah wide awake gara-gara kalian menelpon. Mencoba tidur lagi tidak bisa. Jadi ya sudahlah, saya akhirnya berpikir untuk menelpon kamu lagi dan menanyakan keadaan," kata Michi saat ditanya alasannya mengapa ingin datang dan mengantar kami ke bandara.

Entahlah alasannya memang karena berniat baik ingin mengantar kami, atau hanya tergiur dengan uang bensin dobel yang akan diberikan. Tapi kalaupun karena uang, kami sebetulnya hanya membayar Michi €27 saat itu karena doi tidak mau dibayar lebih. Whatever the reason was, kami sangat berhutang budi dengan Michi karena sudah mengantarkan kami sampai Italia. Saya tak pernah tahu cowok mana lagi yang bersedia dibangunkan jam 4 pagi dan disuruh antar jemput kesana kemari. To be noted, Michi ini posisinya saat itu belum jadi teman dan masih gebetan ala-ala.

Sejak pertemuan itu, Michi sering kali saya ajak bertemu dan dikenalkan dengan teman saya lainnya di Belgia. Doi juga secara tak langsung menjadi teman kami semua. Kadang di-bully, kadang juga disayang. Though he is a bit weird, tapi ada banyak hal yang membuat saya tidak bisa melupakan Michi. Selain sudah jadi penolong, tapi doi juga cowok positif yang tidak akan bergosip di belakang mu, cowok genuine, mandiri, dan bisa diandalkan saat kamu butuh bantuan. Tapi, jangan sesekali membahas uang dengan Michi karena doi super perhitungan dan pelitnya bukan main!

We met on Tinder, however we ended up as accurate pals. By now.

Monday, May 25, 2020

Tips Cowok Norwegia di Online Dating|Fashion Style

Saya tidak pernah berpikir untuk kembali berkencan dan mencari teman jalan lagi di Norwegia. Terakhir kali menggunakan situs kencan adalah tahun lalu, saat masih di Denmark. Ketika saya masih jadi serial dater, lalu lelah sendiri sampai akhirnya bertemu seseorang yang menurut saya 'the one'. Sayangnya karena saat itu tahu harus LDR, kami sama-sama sepakat untuk putus hubungan.

Sedih, patah hati, lalu malas mencari lagi, karena menurut saya cowok Eropa Utara itu rata-ratauntouchable dan sangat tertutup. Makanya saat bertemu si the one, saya tidak tertarik mengenal cowok mana pun lagi.

Asal kalian tahu, mencari cowok yang kalian mau di Eropa Utara itu susah. Berbeda halnya jika kalian ke Barat, mungkin sudah jadi bahan rebutan alias mudah saja mendapatkan pasangan. Mengapa, karena cowok Barat lebih terbuka, berani, dan penasaran dengan identitas kalian. Asal dari mana, lagi apa di negara mereka, sudah berapa lama? Pokoknya mudah diajak diskusi dan jalan.

Kali ini giliran cerita tentang cowok Norwegia yang saya kenal via online dating. Sama seperti para cowok Skandinavia lainnya, mereka bukanlah orang yang mudah didekati dan terkesan memiliki batas dengan non-Norwegian. Kadang mereka sendiri tidak punya keberanian menyapa duluan meski sudah sama-sama matched, karena terlalu malu, takut ditolak, atau sangat menghargai perempuan.

1. They are SO similar

Saya memandangi foto-foto cowok Norwegia yang saya lihat di beberapa situs kencan. Semuanya begitu mirip; dari bentuk mukanya yang panjang-panjang, badannya yang diakui tinggi semampai, perutnya kotak-kotak, jenggotan, badan bertato, sampai gayanya yang sporty dan fancy.

Satu lagi yang pasaran, hobi mereka yang sangat suka berada di luar ruangan. Dari banyaknya foto-foto yang dipajang, setidaknya 3 atau 4 dari foto tersebut selalu memamerkan kegiatan outdoor saat ski, memancing, travelling, racing, hunting, trekking, hingga memanjat tebing. Kembali ke konsep "friluftsliv" atau kecintaan terhadap alam, membuat kegiatan outdoor jadi budaya tersendiri bagi orang Norwegia.

Dari sini juga saya tahu bahwa cowok Norwegia itu bisa berubah jadi sangat maskulin dan sporty saat di luar ruangan, tapi bisa juga fancy dan bersahaja ketika menghadiri private party. Lagi-lagi gayanya pun mirip; super rapi dengan kemeja, dasi kupu-kupu, hingga jas. Fakta ini selalu terlihat ketika host family saya mengadakan pesta kecil-kecilan di rumah. Para tamu cowok yang datang gayanya seperti ingin menghadiri gala.

2. They don't do online dating. But if they do, they want something serious.

Meskipun banyak cowok Norwegia yang berharap mendapatkan pasangan via online dating, tapi hanya sebagian kecil dari mereka yang aktif mencari cinta. Kebanyakan hanya mendaftar, sebulan dua bulan bosan sendiri, lalu meninggalkan semua harapan. Lagipula, orang Norwegia sebetulnya masih berharap bertemu pasangan dengan cara tradisional; dari keluarga, teman dekat, ataupun kenalan langsung in real life.

Karena hampir semua cowok Norwegia juga family-oriented, mereka lebih dulu memikirkan kapan harus punya anak ketimbang kapan nikah. Jadi kalau para cowok Norwegia ini serius mencari pasangan, bisa jadi doi juga ingin kalian serius menjadi ibu untuk anak-anaknya kelak. Untuk memiliki anak dan menikah ini pun tidak mudah. Cowok-cowok di atas usia 35 biasanya lebih siap untuk membangun rumah tangga dan mengurus anak ketimbang cowok-cowok muda yang masih ingin hura-hura dan pamer bodi.

Cowok Norwegia juga bukan tipikal orang yang ingin buang-buang waktu dengan banyak orang jika memang sudah ketemu satu yang cocok. Artinya, mereka hanya akan berkencan dengan satu cewek di waktu yang sama sebelum akhirnya memutuskan bertemu yang lain jika memang tidak ada kecocokkan.

Three. Seberapa mirip kalian?

Entah siapa yang lebih membosankan, para cowok Norwegia ini, apa kita yang kadang merasa tidak tertarik sama sekali dengan hutan dan pegunungan. Seperti yang saya katakan di poin pertama, cowok Norwegia hobinya sama; suka alam dan terus aktif di luar ruangan. Makanya bisa dipastikan doi setidaknya ingin punya satu hobi atau gaya hidup yang sama dengan si pacar.

Ngopi-ngopi di kafe, makan di restoran, atau datang ke museum, mungkin justru akan terdengar membosankan untuk mereka. Weekend di Oslo bisa jadi mimpi buruk kalau kalian ingin merasakan kehidupan malamnya. Mengapa, karena banyak bar kalem yang sepi pengunjung. Bukan karena tidak laku, tapi karena kebanyakan anak muda yang tinggal di Oslo melipir ke kabin di luar kota sejak dari Jumat malam.

Bisa dibayangkan kalau kita tipikal cewek kota yang suka hingar bingar metropolitan, mungkin akan kesulitan menerima perbedaan lifestyleini. Saya suka alam, tertarik juga mencoba olahraga luar ruangan, tapi saya selalu merasa tidak akan betah dengan gaya hidup demikian. Saya tidak bisa ski, boro-boro ingin ikut hunting di hutan. Jadi kalau tertarik dengan cowok Norwegia, setidaknya kalian harus benar-benar yakin bisa betah berlama-lama berada di luar ruangan dan bersedia mendengar cerita mereka soal ski championships. Cozy bagi orang Norwegia itu bukan menyesap cokelat hangat lalu meringkuk di dekat perapian, tapi keluar ruangan, menghirup udara segar, sambil menikmati segala aktifitas yang alam sudah sediakan. Tidak bisa ski, setidaknya suka olahraga atau berminatjogging keluar meskipun temperatur sedang minus.

Oh ya satu lagi, cowok Norwegia rata-rata sudah punya anak alias hewan peliharaan yang didominasi anjing. Anjing-anjing ini dirawat sejak kecil, makanya sudah dianggap anak sendiri. Pastikan dulu kalau kalian tidak anti dengan si guguk karena akan melukai hati doi kalau terang-terangan merasa jijik dan takut akut.

4. Older than their age

Sorry to say, tapi cowok Norwegia kebanyakan memang terlihat tua dari umur aslinya. Saya sedikit kaget ketika melihat banyak cowok usia 25 ke atas sudah mulai plontos dan lebih mirip usia 35-an. Belum lagi karena rambut dan jenggot yang kebanyakan pirang, membuat rona muka mereka terlihat makin tua.

Saya sampai berpikir, kalau jalan dengan cowok umur 28 mungkin bisa dikira jalan dengan om-om usia forty five-an. Sudah posturnya tinggi semampai, gayanya rapi aduhai, mukanya juga sedikit boros. Tapi sekali lagi, masalah fisik memang sangat relatif. Lucunya, cowok 20-an yang mukanya terlihat boros di awal justru akan awet tua saat usia mereka menginjak 50-an.

Menurut pendapat saya, sangat sulit memenangkan hati cowok Norwegia di negara asalnya jika kita orang asing. Cowok Norwegia punya standar tersendiri siapa yang akan mereka jadikan pacar. Masalah status juga sedikit menjadi perhatian jika mereka adalah cowok-cowok mapan berusia matang. Cowok hi-educated tentu saja mencari pasangan yang sama pintarnya. Cowok yang sudah punya posisi bagus juga akan berpikiran untuk mencari pacar yang memiliki pekerjaan stabil.

Jika ingin memberikan penilaian subjektif, cowok Swedia yang terkesan pemalu justru lebih open menjalin hubungan dengan gadis asing. Makanya tidak heran, cewek Asia yang saya lihat di Oslo ini rata-rata pasangannya cowok Swedia, pendatang lain, atau pun asli Norwegia yang usianya mendekati usia bapak saya.

Friday, May 22, 2020

Tips Pacaran, Siapa yang Bayar?|Fashion Style

Saya cukup jengah mendengar beberapa komplain dari para au pair pencari cinta yang saya temui di Eropa. Urusan cinta mereka memang bukan urusan saya. Terserah mereka ingin mencari cowok dari belahan dunia mana pun. Tapi please, be independent, Girls!

Siang ini saya lagi-lagi mendengar keluhan yang sama dari seorang teman yang membandingkan pacarnya dengan pacar au pair Filipina . Entah kenapa, si teman ini merasa gadis Filipina yang dikenalnya selalu beruntung dan bisa dengan mudah saja mendapatkan pacar. Tak hanya sampai disitu, si au pair Filipina ini juga bisa membujuk pacarnya untuk menikahi doi sebelum masa kontrak berakhir. Betul-betul cerdik memanfaatkan kesempatan untuk menjamin permit tinggal tanpa harus pulang dulu ke negaranya.

Satu lagi yang membuat teman saya ini iri, pacar si Filipina tersebut dengan royalnya juga menggelontorkan sejumlah uang untuk membiayai semua biayatravelling ke negara asal si cewek. Lalu nasib si teman saya ini, boro-boro dibayari urusan travelling dan diajak nikah, ditraktir makan di restoran pun jarang.

"Kok mereka itu beruntung sekali ya? Sudah ketemu cowoknya mudah, langsung diajak nikah, dibayari ini itu pula!" keluh teman saya ini.

Sebetulnya tidak hanya au pair Filipina saja yang menurut saya punya karakteristik seeking a (established) white guy for a better life.Satu orang teman au pair Indonesia bahkan punya seleranya sendiri terhadap cowok asing yang akan dia kencani atau pacari. Yang pasti bukan pelajar dan umurnya harus di atas 35 karena dinilai sudah mapan. Tapi ya betul saja, doi memang bisa jalan-jalan gratis ke Swiss dan beberapa negara di Eropa karena si pacar yang membayari. Kamu iri? Jangan!

Ini Eropa, bukan Asia. Cowok Eropa tentu saja berbeda dengan cowok Asia yang selalu dituntut untuk terus-terusan punya modal saat berkencan. Tidak juga semua cowok Eropa berusia matang punya modal yang sama layaknya pacar teman saya tersebut.

Okelah, cowok Selatan dan Timur Eropa mungkin tipikal cowok dominan yang sedikit konservatif dan biasanya merekalah yang selalu membayari. Tapi kalau kamu ke Utara dan Barat Eropa, jangan harap akan menemukan kultur yang sama. Saya pernah membahas tentang budaya kencan di Skandinavia yang sering kali membuat para cewek asing syok, terutama soal siapa yang bayar saat berkencan. Dua orang teman mengatakan kalau opini saya salah karena beberapa cowok membayari mereka habis-habisan saat kencan. Bahasa lainnya; tidak perhitungan dan tidak pelit.

Girls, tunggu sampai kalian pacaran! The table now turns!

Cowok Eropa itu tidak semuanya kaya raya dan mau membagi uangnya hanya untuk kebutuhan mu. Mereka lebih menyukai cewek-cewek independen yang setidaknya bisa berbagi pengeluaran meskipun sedikit. Contohnya, kalau si pacar sudah membayari makan malam yang harganya ?70, bolehlah kita membayari minum setelahnya meskipun hanya ?30.

Urusan sharing bills ini bisa juga berganti-ganti. Mungkin weekend ini si pacar yang mentraktir kita makan, lalu minggu depannya kita gantian membayari tiket nonton. Trust me, he would appreciate that!

Sebetulnya tidak semua au pair yang saya kenal manja dan terlalu bergantung dengan pacar bulenya. Ada juga yang sedikit feminis dan gengsi kalau si cowok terus-terusan membayari. Saya berteman dengan mantan au pair yang cerita kalau dia dulunya sering membayari makan saat pacaran dan pernah mengeluarkan kocek ?One hundred fifty untuk taksi pulang karena si pacar belum gajian.

Si teman ini juga tidak masalah membayar kamar lodge sebesar ?100 per malam, meskipun si pacar hanya bisa membayari tiket bus seharga ?20 saja saat mereka liburan ke Paris. Padahal si pacar ini punya pekerjaan yang cukup oke di perusahaan telekomunikasi. Tapi karena saat itu momennya memang si pacar belum ada uang, tapi teman saya memaksa jalan, makanya mau tidak mau teman saya yang menanggung.

Teman-teman au pair lain juga mengaku akan berbagi pengeluaran dengan pacar, terutama saat liburan. Seorang teman pernah cerita punya mantan pacar Belgia yang perhitungannya minta ampun, sampai harus pas 50:50. Padahal teman saya ini dulunya masih pelajar dan si pacar sudah bekerja. Ingin bernego 70:30 saja rasanya tidak mau.

Saya sendiri, kencan di awal-awal keseringan cowoklah yang membayari. Tapi kalau memang sedang punya uang atau baru gajian, ya apa salahnya juga gantian mentraktir. Apalagi kalau sudah pacaran dan tinggal bersama, menurut saya sharing bills is a must! Percayalah, para cowok Eropa ini sebetulnya sangat hepi kalau kita ingin berbagi. Most of themunderstand how limited our pocket money is and I believe every penny helps.

Lagipula, kalau memang ingin cari yang mapan dan langsung menerima kita apa adanya, silakan lirik saja abah-abah atau aki-aki kesepian yang siap menikahi mu bulan depan! Bermimpi punya pacar muda, kaya raya, tampan, royal terhadap uang jajan, mau membantu mengurus anak atau rumah, dan siap mencintai mu apa adanya? Tentu saja tidak mudah, Girls!

Friday, May 15, 2020

Tips Finding My Thor|Fashion Style

"Nin, have you found your Thor?" tanya Michi kepo beberapa waktu lalu.

Thor, dalam mitologi Nordik kuno adalah seorang Dewa Petir, anak dari Dewa Odin dan Raksasa Jord. Di dalam Marvel Comics, Thor disebut berasal dari Asgard yang merupakan wilayah bagian Troms di Norwegia Utara. Karena saat itu sedang hebohnya film trilogi Thor di bioskop, Michi mungkin ingin mengaitkan dengan progresskisah percintaan saya di Norwegia.

Sebetulnya saya lagi malas membahas soal personal, apalagi yang berhubungan dengan lelaki. Tapi karena berulang kali menyebut namanya di postingan terdahulu , tak ada salahnya saya perkenalkan cowok Norwegia yang saya panggil Mumu ini. Kalau di Denmark saya pernah cerita soal Bunny , cerita saya di Norwegia mungkin tak akan pernah lepas dari Mumu.

Mumu adalah cowok yang saya kenal Desember 2018 lalu via Tinder. Yayaya.. online dating lagi. (Coba baca disini kenapa ujung-ujungnya bule lagi bule lagi!) Sebetulnya, saya juga sudah lelah dengan dating scene di Eropa dan lama berusaha menarik diri dari episode kencan lainnya. Satu hari, karena penasaran dengan karakter cowok Norwegiasekilas di dunia maya, saya unduh kembali lagi aplikasi ini sebagai riset singkat. Baru sehari dibuka, saya rasanya minder melihat profil cowok-cowok Oslo yang hampir semuanya out of my league.

Bukan apa, host family saya ini juga pasangan muda yang kehidupan sosialnya luar biasa luas. Banyak teman dekat mereka yang sering saya perhatikan punya gaya hampir sama; mapan, profesional, dan keren! Seragam ternyata dengan cowok-cowok asli Norwegia yang saya lihat di Tinder karena gaya hidupnya tak jauh dari alam dan olahraga mahal. Semua profil cowok-cowok muda Oslo ini pasti tak pernah absen dari foto-foto kegiatan luar ruangan yang memamerkan gaya hidup ala friluftsliv atau dekat dengan alam. Tak hanya cowok lokal, cowok asing pun seperti punya syarat yang sama untuk ikut pamer kegiatan outdoor kalau tak ingin dicap membosankan oleh cewek lokal.

Me, as a lazy Indonesian, boro-boro bisa ski, jalan kaki saja baru tahan kalau hanya terpaksa. Apalagi saya mendengar bahwa strata sosial di kota-kota besar di Norwegia ini begitu terasa. Cowok mapan nan sukses, pastinya juga mencari pendamping yang setidaknya punya hobi seragam atau pekerjaan bagus. Karena selain pendamping, orang-orang Norwegia juga berusaha mencari networking yang luas. Lha saya, dari hobi saja sudah tak sama, apalagi karir. Jadinya minder sendiri kan.

Hari ke-5 buka Tinder, keseragaman yang ada terasa membosankan. Hampir saja saya hapus aplikasi kencan ini, sampai akhirnya berlabuh ke profil cowok berfoto dua biji yang tak ada sisi-sisi Norwegianya sama sekali. Profilnya pakai bahasa lokal hanya tertulis "mencari keseriusan" dan dua foto selfie tanpa latar belakang lautan, gunung, atau Pegunungan Alpen. Penasaran juga apakah orang ini hanya imigran Eropa lain ataukah memang wujud dari sebuah ketidakseragaman yang sering saya lihat di Tinder.

Karena tidak ingin langsung swipe, saya tutup dulu aplikasi Tinder dan buka lagi besoknya. Eh, profil dia masih disana. Swipe left, but he seemed nice (yet nerd). Hmmm.. I am not a perfect woman either. Swipe right then!

Aaaaannnddd.... Here we are now!

Dia asli orang Norwegia. Setelah 8 bulan kenal, saya tak menyesal dengan ketidakseragamannya karena merasahe is the sweetest guy I have ever met in Europe!Doi bisa saja tiba-tiba membawakan bunga tanpa diminta, melakukan banyak hal atas inisiatif sendiri, serta membaca kode murahan saya yang kebanyakan cowok tak peka.

Doi memang bukan tipikal the real Norwegian yang tergila-gila dengan olahraga mahal. Sure, dia bisa ski, karena memang itu bakat alami orang Norwegia. Tapi Mumu tidak seperti teman-teman host family saya yang hampir semua olahraga dilakoni; mulai dari berlayar sampai main golf. Doi cowok kampung yang gaya hidupnya malah lebih mirip orang Denmark; santai dan lebih menikmati quality time bersama orang terdekat. Ketimbang menekuni olahraga tertentu, Mumu lebih tertarik dengan sejarah dan penemuan tua. Tak heran mengapa doi tak keberatan diajak ke museum sampai membeli metal detector demi hobinya menemukan koin-koin tua di bawah tanah. Karena kesederhanaannya inilah, saya merasa tak terdoktrin untuk jadi sporty dan aktif layaknya orang-orang lokal demi menemukan pasangan lewat media daring.

Seperti cowok-cowok Norwegia juga pada umumnya, Mumu adalah family man yang sangat memprioritaskan keluarga di atas segalanya. Doi juga pecinta binatang yang tidak akan berani membunuh lebah sekali pun. Saya lagi-lagi serasa bertemu the softest guy ever! Satu lagi, Mumu ini sangat pintar bersih-bersih. Seperti punya OCD, bisa dibilang! Cara menyusun dishwasher ada tekniknya. Cara melipat baju ada seninya. Cara mengelap debu pun harus ada etikanya. He's better than all of us, I bet!

Saya tahu Mumu menjadi spesial karena saya sudah malas mengenal cowok lain dan menghapus Tinder beberapa minggu setelahnya. He's more than a special one, karena dia juga adalah teman di waktu senggang.