Showing posts with label cowok Norwegia. Show all posts
Showing posts with label cowok Norwegia. Show all posts

Monday, May 25, 2020

Tips Cowok Norwegia di Online Dating|Fashion Style

Saya tidak pernah berpikir untuk kembali berkencan dan mencari teman jalan lagi di Norwegia. Terakhir kali menggunakan situs kencan adalah tahun lalu, saat masih di Denmark. Ketika saya masih jadi serial dater, lalu lelah sendiri sampai akhirnya bertemu seseorang yang menurut saya 'the one'. Sayangnya karena saat itu tahu harus LDR, kami sama-sama sepakat untuk putus hubungan.

Sedih, patah hati, lalu malas mencari lagi, karena menurut saya cowok Eropa Utara itu rata-ratauntouchable dan sangat tertutup. Makanya saat bertemu si the one, saya tidak tertarik mengenal cowok mana pun lagi.

Asal kalian tahu, mencari cowok yang kalian mau di Eropa Utara itu susah. Berbeda halnya jika kalian ke Barat, mungkin sudah jadi bahan rebutan alias mudah saja mendapatkan pasangan. Mengapa, karena cowok Barat lebih terbuka, berani, dan penasaran dengan identitas kalian. Asal dari mana, lagi apa di negara mereka, sudah berapa lama? Pokoknya mudah diajak diskusi dan jalan.

Kali ini giliran cerita tentang cowok Norwegia yang saya kenal via online dating. Sama seperti para cowok Skandinavia lainnya, mereka bukanlah orang yang mudah didekati dan terkesan memiliki batas dengan non-Norwegian. Kadang mereka sendiri tidak punya keberanian menyapa duluan meski sudah sama-sama matched, karena terlalu malu, takut ditolak, atau sangat menghargai perempuan.

1. They are SO similar

Saya memandangi foto-foto cowok Norwegia yang saya lihat di beberapa situs kencan. Semuanya begitu mirip; dari bentuk mukanya yang panjang-panjang, badannya yang diakui tinggi semampai, perutnya kotak-kotak, jenggotan, badan bertato, sampai gayanya yang sporty dan fancy.

Satu lagi yang pasaran, hobi mereka yang sangat suka berada di luar ruangan. Dari banyaknya foto-foto yang dipajang, setidaknya 3 atau 4 dari foto tersebut selalu memamerkan kegiatan outdoor saat ski, memancing, travelling, racing, hunting, trekking, hingga memanjat tebing. Kembali ke konsep "friluftsliv" atau kecintaan terhadap alam, membuat kegiatan outdoor jadi budaya tersendiri bagi orang Norwegia.

Dari sini juga saya tahu bahwa cowok Norwegia itu bisa berubah jadi sangat maskulin dan sporty saat di luar ruangan, tapi bisa juga fancy dan bersahaja ketika menghadiri private party. Lagi-lagi gayanya pun mirip; super rapi dengan kemeja, dasi kupu-kupu, hingga jas. Fakta ini selalu terlihat ketika host family saya mengadakan pesta kecil-kecilan di rumah. Para tamu cowok yang datang gayanya seperti ingin menghadiri gala.

2. They don't do online dating. But if they do, they want something serious.

Meskipun banyak cowok Norwegia yang berharap mendapatkan pasangan via online dating, tapi hanya sebagian kecil dari mereka yang aktif mencari cinta. Kebanyakan hanya mendaftar, sebulan dua bulan bosan sendiri, lalu meninggalkan semua harapan. Lagipula, orang Norwegia sebetulnya masih berharap bertemu pasangan dengan cara tradisional; dari keluarga, teman dekat, ataupun kenalan langsung in real life.

Karena hampir semua cowok Norwegia juga family-oriented, mereka lebih dulu memikirkan kapan harus punya anak ketimbang kapan nikah. Jadi kalau para cowok Norwegia ini serius mencari pasangan, bisa jadi doi juga ingin kalian serius menjadi ibu untuk anak-anaknya kelak. Untuk memiliki anak dan menikah ini pun tidak mudah. Cowok-cowok di atas usia 35 biasanya lebih siap untuk membangun rumah tangga dan mengurus anak ketimbang cowok-cowok muda yang masih ingin hura-hura dan pamer bodi.

Cowok Norwegia juga bukan tipikal orang yang ingin buang-buang waktu dengan banyak orang jika memang sudah ketemu satu yang cocok. Artinya, mereka hanya akan berkencan dengan satu cewek di waktu yang sama sebelum akhirnya memutuskan bertemu yang lain jika memang tidak ada kecocokkan.

Three. Seberapa mirip kalian?

Entah siapa yang lebih membosankan, para cowok Norwegia ini, apa kita yang kadang merasa tidak tertarik sama sekali dengan hutan dan pegunungan. Seperti yang saya katakan di poin pertama, cowok Norwegia hobinya sama; suka alam dan terus aktif di luar ruangan. Makanya bisa dipastikan doi setidaknya ingin punya satu hobi atau gaya hidup yang sama dengan si pacar.

Ngopi-ngopi di kafe, makan di restoran, atau datang ke museum, mungkin justru akan terdengar membosankan untuk mereka. Weekend di Oslo bisa jadi mimpi buruk kalau kalian ingin merasakan kehidupan malamnya. Mengapa, karena banyak bar kalem yang sepi pengunjung. Bukan karena tidak laku, tapi karena kebanyakan anak muda yang tinggal di Oslo melipir ke kabin di luar kota sejak dari Jumat malam.

Bisa dibayangkan kalau kita tipikal cewek kota yang suka hingar bingar metropolitan, mungkin akan kesulitan menerima perbedaan lifestyleini. Saya suka alam, tertarik juga mencoba olahraga luar ruangan, tapi saya selalu merasa tidak akan betah dengan gaya hidup demikian. Saya tidak bisa ski, boro-boro ingin ikut hunting di hutan. Jadi kalau tertarik dengan cowok Norwegia, setidaknya kalian harus benar-benar yakin bisa betah berlama-lama berada di luar ruangan dan bersedia mendengar cerita mereka soal ski championships. Cozy bagi orang Norwegia itu bukan menyesap cokelat hangat lalu meringkuk di dekat perapian, tapi keluar ruangan, menghirup udara segar, sambil menikmati segala aktifitas yang alam sudah sediakan. Tidak bisa ski, setidaknya suka olahraga atau berminatjogging keluar meskipun temperatur sedang minus.

Oh ya satu lagi, cowok Norwegia rata-rata sudah punya anak alias hewan peliharaan yang didominasi anjing. Anjing-anjing ini dirawat sejak kecil, makanya sudah dianggap anak sendiri. Pastikan dulu kalau kalian tidak anti dengan si guguk karena akan melukai hati doi kalau terang-terangan merasa jijik dan takut akut.

4. Older than their age

Sorry to say, tapi cowok Norwegia kebanyakan memang terlihat tua dari umur aslinya. Saya sedikit kaget ketika melihat banyak cowok usia 25 ke atas sudah mulai plontos dan lebih mirip usia 35-an. Belum lagi karena rambut dan jenggot yang kebanyakan pirang, membuat rona muka mereka terlihat makin tua.

Saya sampai berpikir, kalau jalan dengan cowok umur 28 mungkin bisa dikira jalan dengan om-om usia forty five-an. Sudah posturnya tinggi semampai, gayanya rapi aduhai, mukanya juga sedikit boros. Tapi sekali lagi, masalah fisik memang sangat relatif. Lucunya, cowok 20-an yang mukanya terlihat boros di awal justru akan awet tua saat usia mereka menginjak 50-an.

Menurut pendapat saya, sangat sulit memenangkan hati cowok Norwegia di negara asalnya jika kita orang asing. Cowok Norwegia punya standar tersendiri siapa yang akan mereka jadikan pacar. Masalah status juga sedikit menjadi perhatian jika mereka adalah cowok-cowok mapan berusia matang. Cowok hi-educated tentu saja mencari pasangan yang sama pintarnya. Cowok yang sudah punya posisi bagus juga akan berpikiran untuk mencari pacar yang memiliki pekerjaan stabil.

Jika ingin memberikan penilaian subjektif, cowok Swedia yang terkesan pemalu justru lebih open menjalin hubungan dengan gadis asing. Makanya tidak heran, cewek Asia yang saya lihat di Oslo ini rata-rata pasangannya cowok Swedia, pendatang lain, atau pun asli Norwegia yang usianya mendekati usia bapak saya.

Friday, May 15, 2020

Tips Finding My Thor|Fashion Style

"Nin, have you found your Thor?" tanya Michi kepo beberapa waktu lalu.

Thor, dalam mitologi Nordik kuno adalah seorang Dewa Petir, anak dari Dewa Odin dan Raksasa Jord. Di dalam Marvel Comics, Thor disebut berasal dari Asgard yang merupakan wilayah bagian Troms di Norwegia Utara. Karena saat itu sedang hebohnya film trilogi Thor di bioskop, Michi mungkin ingin mengaitkan dengan progresskisah percintaan saya di Norwegia.

Sebetulnya saya lagi malas membahas soal personal, apalagi yang berhubungan dengan lelaki. Tapi karena berulang kali menyebut namanya di postingan terdahulu , tak ada salahnya saya perkenalkan cowok Norwegia yang saya panggil Mumu ini. Kalau di Denmark saya pernah cerita soal Bunny , cerita saya di Norwegia mungkin tak akan pernah lepas dari Mumu.

Mumu adalah cowok yang saya kenal Desember 2018 lalu via Tinder. Yayaya.. online dating lagi. (Coba baca disini kenapa ujung-ujungnya bule lagi bule lagi!) Sebetulnya, saya juga sudah lelah dengan dating scene di Eropa dan lama berusaha menarik diri dari episode kencan lainnya. Satu hari, karena penasaran dengan karakter cowok Norwegiasekilas di dunia maya, saya unduh kembali lagi aplikasi ini sebagai riset singkat. Baru sehari dibuka, saya rasanya minder melihat profil cowok-cowok Oslo yang hampir semuanya out of my league.

Bukan apa, host family saya ini juga pasangan muda yang kehidupan sosialnya luar biasa luas. Banyak teman dekat mereka yang sering saya perhatikan punya gaya hampir sama; mapan, profesional, dan keren! Seragam ternyata dengan cowok-cowok asli Norwegia yang saya lihat di Tinder karena gaya hidupnya tak jauh dari alam dan olahraga mahal. Semua profil cowok-cowok muda Oslo ini pasti tak pernah absen dari foto-foto kegiatan luar ruangan yang memamerkan gaya hidup ala friluftsliv atau dekat dengan alam. Tak hanya cowok lokal, cowok asing pun seperti punya syarat yang sama untuk ikut pamer kegiatan outdoor kalau tak ingin dicap membosankan oleh cewek lokal.

Me, as a lazy Indonesian, boro-boro bisa ski, jalan kaki saja baru tahan kalau hanya terpaksa. Apalagi saya mendengar bahwa strata sosial di kota-kota besar di Norwegia ini begitu terasa. Cowok mapan nan sukses, pastinya juga mencari pendamping yang setidaknya punya hobi seragam atau pekerjaan bagus. Karena selain pendamping, orang-orang Norwegia juga berusaha mencari networking yang luas. Lha saya, dari hobi saja sudah tak sama, apalagi karir. Jadinya minder sendiri kan.

Hari ke-5 buka Tinder, keseragaman yang ada terasa membosankan. Hampir saja saya hapus aplikasi kencan ini, sampai akhirnya berlabuh ke profil cowok berfoto dua biji yang tak ada sisi-sisi Norwegianya sama sekali. Profilnya pakai bahasa lokal hanya tertulis "mencari keseriusan" dan dua foto selfie tanpa latar belakang lautan, gunung, atau Pegunungan Alpen. Penasaran juga apakah orang ini hanya imigran Eropa lain ataukah memang wujud dari sebuah ketidakseragaman yang sering saya lihat di Tinder.

Karena tidak ingin langsung swipe, saya tutup dulu aplikasi Tinder dan buka lagi besoknya. Eh, profil dia masih disana. Swipe left, but he seemed nice (yet nerd). Hmmm.. I am not a perfect woman either. Swipe right then!

Aaaaannnddd.... Here we are now!

Dia asli orang Norwegia. Setelah 8 bulan kenal, saya tak menyesal dengan ketidakseragamannya karena merasahe is the sweetest guy I have ever met in Europe!Doi bisa saja tiba-tiba membawakan bunga tanpa diminta, melakukan banyak hal atas inisiatif sendiri, serta membaca kode murahan saya yang kebanyakan cowok tak peka.

Doi memang bukan tipikal the real Norwegian yang tergila-gila dengan olahraga mahal. Sure, dia bisa ski, karena memang itu bakat alami orang Norwegia. Tapi Mumu tidak seperti teman-teman host family saya yang hampir semua olahraga dilakoni; mulai dari berlayar sampai main golf. Doi cowok kampung yang gaya hidupnya malah lebih mirip orang Denmark; santai dan lebih menikmati quality time bersama orang terdekat. Ketimbang menekuni olahraga tertentu, Mumu lebih tertarik dengan sejarah dan penemuan tua. Tak heran mengapa doi tak keberatan diajak ke museum sampai membeli metal detector demi hobinya menemukan koin-koin tua di bawah tanah. Karena kesederhanaannya inilah, saya merasa tak terdoktrin untuk jadi sporty dan aktif layaknya orang-orang lokal demi menemukan pasangan lewat media daring.

Seperti cowok-cowok Norwegia juga pada umumnya, Mumu adalah family man yang sangat memprioritaskan keluarga di atas segalanya. Doi juga pecinta binatang yang tidak akan berani membunuh lebah sekali pun. Saya lagi-lagi serasa bertemu the softest guy ever! Satu lagi, Mumu ini sangat pintar bersih-bersih. Seperti punya OCD, bisa dibilang! Cara menyusun dishwasher ada tekniknya. Cara melipat baju ada seninya. Cara mengelap debu pun harus ada etikanya. He's better than all of us, I bet!

Saya tahu Mumu menjadi spesial karena saya sudah malas mengenal cowok lain dan menghapus Tinder beberapa minggu setelahnya. He's more than a special one, karena dia juga adalah teman di waktu senggang.