Showing posts with label Cerita di Norwegia. Show all posts
Showing posts with label Cerita di Norwegia. Show all posts

Monday, June 22, 2020

Tips Mengurus Aplikasi Izin Tinggal Au Pair Norwegia|Fashion Style

UPDATE 14 DESEMBER 2019!! (Mohon baca catatan kaki di bawah)

Setelah memutuskan untuk jadi au pair lagi di Norwegia , bagian yang paling penting dan menarik selanjutnya adalah proses aplikasi visa dan surat izin tinggal. Berbeda dengan aplikasi visa au pair Belgia dan izin tinggal Denmark , persiapan dokumen ke Norwegia menurut saya adalah yang termudah dan simpel.

Tanpa harus legalisasi dokumen dan terjemah ini itu, semua dokumen bisa diakses secara on line. Penyerahan berkas pun tidak harus ke Jakarta seperti halnya pembuatan visa negara lainnya. Selain melalui VFS Global di Jakarta, dokumen dapat diserahkan langsung ke Konsulat Jenderal Norwegia di Medan atau Denpasar.

Bosan selalu bolak-balik Jakarta untuk mengurus visa, saya akhirnya memilih terbang ke Denpasar sekalian mengunjungi teman dan jalan-jalan. Asiknya, karena lagi-lagi ketemu keluarga angkat via Energy Au Pair, semua dokumen yang dibutuhkan sudah diarahkan langsung oleh pihak agensi via email. Jika ketemu keluarga angkat tanpa agensi pun, semua dokumen yang diperlukan dengan mudah bisa diakses via website UDI .

Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan:

1. Biaya visa

Karena semua dokumen harus diakses through on line, au pair diwajibkan untuk membayar uang aplikasi sebesar 3200 NOK* saat registrasi di internet site UDI. Untuk sistem pembayaran, hanya bisa dilakukan menggunakan kartu kredit dan debit. Kalau memang tidak ada kartu kredit atau debit, coba saja diskusi ke keluarga angkat untuk minta dibayari dulu. Saya juga melakukan hal yang sama ke keluarga angkat di Oslo dan dengan sigap mereka senang hati membantu. Tak jarang juga, lho, keluarga angkat di Norwegia bersedia membayari biaya aplikasi ini secara gratis.

2. Terjemahan dokumen

Di bagian checklist dokumen, sebenarnya tidak ada syarat dokumen terjemahan ke bahasa Inggris atau Norwegia. Tapi untuk jaga-jaga, boleh juga menambahkan ijazah ataupun akte kelahiran yang sudah diterjemahkan. Meskipun tidak ada dalam persyaratan, saya menambahkan dua dokumen tersebut sebagai pelengkap.

Three. Surat kuasa

Saat melakukan registrasi online dan sudah terkonfirmasi, ada dua dokumen yang akan dikirimkan ke email; nota pembayaran dan surat kuasa. Jika tidak menggunakan jasa agensi saat bertemu dengan keluarga angkat, surat kuasa bisa dikosongkan. Atau bisa juga diganti dengan data host family agar mereka juga ikut dikabari sejauh mana proses aplikasi kita.

Four. Dokumen yang diperlukan

Setelah registrasi online, kita bisa mendapatkan checklist dokumen yang harus kita persiapkan. Beberapa dokumen yang tidak disertakan di dalam checklist juga ikut saya sertakan berdasarkan saran dari Energy Au Pair.

  • Paspor yang masa berlakunya lebih dari 12-24 bulan. Kalau seandainya kita berencana tinggal di Norwegia selama 24 bulan, namun paspor akan expired 18 bulan ke depan, maka UDI hanya bisa menyetujui masa tinggal kita hingga 15 bulan saja. Jika ingin memperpanjang kontrak hingga pas 24 bulan, kita harus mengganti paspor dulu saat di Norwegia dan membuat aplikasi perpanjangan permit baru.
  • Fotokopi data diri paspor dan semua halaman yang sudah ada cap imigrasi
  • Cover letter dari application portal yang sudah ditandatangani
  • 2 Lembar foto terbaru berlatar belakang putih ukuran 3.5 x 4.5 cm
  • Surat kontrak pertukaran budaya yang ditandatangani kedua belah pihak. Tanda tangan host family tidak harus asli atau boleh salinan dari email.
  • Sertifikat lulus kursus bagi host family
  • Fotokopi data diri paspor host parents
  • Checklist UDI yang sudah diisi dan ditandatangani
  • Power of Attorney
  • Nota pembayaran biaya aplikasi
  • Fotokopi terjemahan akte kelahiran (opsional)
  • Fotokopi terjemahan ijazah pendidikan terakhir (opsional)

Dokumen tambahan:

  • Kalau kita akan tinggal dengan single parent, si ibu atau ayah asuh harus menyertakan dokumen yang menerangkan seberapa persen hak mereka terkait hak asuh anak.
  • Kalau host family memiliki au pair yang sekarang tinggal dengan mereka, sertakan surat pernyataan dari host family yang menerangkan kapan kontrak au pair tersebut selesai.
  • Kalau kita apply di negara bukan Indonesia, harap menyertakan juga fotokopi ID card yang berlaku 6 bulan terakhir di negara kita berdomisili.

Lihat kan, semua dokumen bisa disiapkan dengan mudah tanpa harus terjemah ataupun dilegalisasi dulu. Lalu setelah semua dokumen lengkap, selanjutnya adalah menyerahkan ke bagian konsuler atau visa application center untuk diproses. Berikut tempat di Indonesia yang menerima aplikasi*:

VFS Schengen Visa Application Center (JAKARTA)

Alamat: Kuningan City Mall 1st Floor Jl. Prof. DR. Satrio Kav. 18, Setiabudi, Kuningan, Jakarta

Telpon: +62 21-3041-8705

Email: information.Nrid@vfshelpline.Com

Note: Tidak perlu membuat janji temu untuk menyerahkan dokumen

Konsulat Jenderal Norwegia (BALI)

Alamat: Segara Village Hotel Jl. Segara Ayu, Sanur, Bali

Telpon: +62 361-2822-23

Email: norwegianconsulatebali@yahoo.Com

Note: Jam buka hanya dua kali seminggu (Selasa & Kamis 10.00-13.00). Tidak perlu membuat janji temu, namun disarankan untuk menghubungi konsulat via email atau telpon untuk mengonfirmasi kedatangan.

Konsulat Jenderal Norwegia (MEDAN)

Alamat: Jl. Dewa Ruci No. 38, Medan

Telpon: +62 61-457-0012

Email: grace_i_lee@yahoo.com

Note: Sila membuat janji temu terlebih dahulu sebelum menyerahkan dokumen

Hari Selasa, ditemani Anggi, seorang karib mantan au pair di Belgia, kami bermotor menuju kawasan Sanur dan berhenti di hotel Segara Village yang sangat dekat dengan pantai. Dari patung Kencana di depan, lokasi Konjen Norwegia berada di belakang patung persis di sebelah kanan. Bangunan yang seukuran kamar hotel itu terlihat disulap jadi kantor konsulat bergabung dengan Konsulat Jenderal Swedia dan Finlandia.

Saat kami datang, pintu kantor ditutup sedikit rapat hingga saya dan Anggi sedikit ragu mengetuk. Seorang petugas konsulat, Ibu Marie-Louise, sedang berbicara serius dengan cowok bule yang setelahnya saya yakin adalah orang Swedia.

Setelah menunggu sekitar 20 menitan di luar, si ibu membuka pintu dan mempersilakan saya masuk. Beberapa pertanyaan sederhana sempat ditanyakan dalam bahasa Indonesia fasih, seperti tujuan membuat visa, sudah pernah ke Eropa atau belum, dan pertanyaan pendek tentang profil keluarga angkat. Karena si ibu sudah mahir sekali berbahasa Indonesia, tidak perlu repot-repot bicara bahasa Inggris.

Si ibu mengecek lembar demi lembar dokumen saya dengan sangat hati-hati. Tidak ada yang perlu saya lakukan selain duduk mantap. Ketika semua dokumen selesai dicek, si ibu mengatakan kalau ada tambahan biaya senilai 50 ribu rupiah yang harus dibayar sebagai ongkos kirim dokumen ke Kedubes Norwegia di Jakarta. Konsulat hanya menerima uang tunai, jadi harap disiapkan terlebih dahulu karena mesin ATM agak jauh dari hotel.

Karena akan diproses di Jakarta, Ibu Marie-Louise memberikan opsi jika paspornya sudah selesai ingin diambil di Jakarta atau Bali. Saya jawab saja, di Bali.

That's it! Proses pengecekan dokumen oleh petugas konsulat berlangsung kurang dari 10 menit. Tidak ada proses interview resmi ataupun biometrik. Setelah menyerahkan uang ongkos kirim, saya langsung pamit.

Satu minggu setelahnya, saya sedikit bingung kenapa belum ada email konfirmasi dari UDI yang mengatakan kalau aplikasi saya sudah diterima. Harusnya, setelah dokumen diserahkan ke VFS ataupun konsulat, beberapa hari kemudian akan ada email dari UDI yang menyatakan aplikasi sudah mereka terima dan sedang diproses.

Ragu, saya pun menelpon Kedubes Norwegia di Jakarta untuk menanyakan status aplikasi saya. Karena bagian visa hanya dibuka Senin-Kamis jam 14.00-16.00, saya harus menelpon pihak kedubes dua kali.

Seorang petugas mengangkat telpon saya dan mengatakan kalau mereka belum menerima berkas aplikasi dari Bali. Huhu. Padahal sudah seminggu, tapi dokumen saya belum dikirimkan. Pihak kedubes di Jakarta hanya menyuruh untuk bersabar, karena biasanya dokumen dari konsulat akan dikirimkan bersamaan dengan dokumen lainnya. Lagipula, saat saya datang ke Bali, minggu tersebut memang sedang libur Galungan dan Kuningan. Mungkin karena itulah dokumen saya tertahan disana lebih lama.

Empat minggu setelah menyerahkan dokumen di Denpasar, saya baru dapat konfirmasi email dari UDI yang menyatakan kalau aplikasi saya sudah mereka terima. Tahap selanjutnya adalah menunggu mereka memproses aplikasi lalu membuat keputusan. I still have another 4 weeks. Semoga kabar visa saya sudah bisa diketahui sebelum awal tahun. Soalnya sedikit deg-degan karena di Eropa akan libur panjang Natal dan Tahun Baru.

Catatan:

Cerita di atas merupakan pengalaman mengurus aplikasi di konsulat jenderal di Bali, Indonesia. Mungkin proses sedikit akan berbeda jika mengurus aplikasi di luar Indonesia ataupun di luar Bali. Contohnya, akan ada tambahan biaya servis sebesar 200 ribu Rupiah jika menyerahkan dokumen via VFS di Jakarta.

*UPDATE!!*

Per 1 Januari 2020, biaya aplikasi au pair yang di-submit (termasuk jika ganti keluarga) akan naik jadi 8400 NOK atau sekitar 13 jutaan. Nominal yang wow sekali kan ya? Coba bicarakan ke host family kalau bisa menanggung setengah biaya tersebut demi kelancaran visa.

Per 1 April 2019, uang saku au pair di Norwegia naik jadi 5900 NOK sebelum pajak. Uang saku ini sifatnya mengikuti peraturan imigrasi UDI. Jadi meskipun au pair sudah tanda tangan kontrak dan menyetujui uang saku minimum seperti tahun lalu, per April harus ikut naik sesuai keputusan UDI.

Cerita saya di atas merupakan pengalaman di tahun 2017, yang mana beberapa persyaratan tidak berlaku lagi. Per 1 Agustus 2019, semua dokumen yang masuk (visa atau izin tinggal) HANYA BISA DIANTARKAN LEWAT VFS DI JAKARTA karena konsulat jenderal tidak menerima lagi segala permohonan. Semua aplikasi yang masuk ke VFS akan diantarkan ke Kedubes Norwegia di Bangkok untuk diteruskan ke UDI.

Sunday, June 21, 2020

Tips Hah, Jadi Au Pair Lagi?!|Fashion Style

"Mau sampai kapan?"

"Belum wisuda juga jadi pengasuh anak, Nin?"

"Gils! Kuat deh jij!"

Begitu tanggapan beberapa orang teman setelah tahu rencana saya untuk jadi au pair lagi di Norwegia. Tak tanggung-tanggung, langsung teken kontrak selama dua tahun!

Saya sebenarnya sudah eneg jadi au pair. Bukan apa, pekerjaan yang statis menyangkut anak-anak dan rumah tangga, membuat saya sebenarnya sudah menyerah di tahun ketiga. Setelah melewati tahun pertama di Belgia dan dua tahun di Denmark, kadang saya terus-terusan berpikir, apalagi yang akan saya cari di Eropa. Pengalaman, sudah. Jalan-jalan, sudah tiap bulan. Uang, sudah lumayan untuk tabungan. Lalu?

Keputusan untuk jadi au pair lagi ini pun sebenarnya tidak ada dalam rencana besar saya sebelumnya. Karena beberapa orang teman ada yang sudah menetap di Bali, saya sudah mantap sekali ingin menyusul mereka dan mencari kerja saja di Pulau Dewata. Belum tahu ingin kerja apa, tapi setidaknya di pikiran saya sudah tidak ada lagi keinginan untuk stay di Eropa.

Tiket ke Denpasar dari Palembang pun hampir saja saya book meskipun masih tinggal di Denmark. Niat saya saat itu memang sudah kuat untuk settle down di negara sendiri. Toh, saya tetap percaya diri dengan kemampuan yang sudah saya miliki.

Tiga minggu sebelum pulang ke Indonesia, saya iseng-iseng mengaktifkan kembali profil au pair di Energy Au Pair. Tidak hanya itu, saya juga mencoba mengirimkan beberapa cv ke perusahaan penerbangan di Timur Tengah diluar pekerjaan menjadi pramugari. Seperti para pencari kerja umumnya, semua cv saya ditolak.

Mengingat profil di Energy Au Pair juga sudah aktif kembali, setiap minggu setidaknya ada 8 hingga 10 profil keluarga angkat yang dikirimkan ke saya. Dasar memang niatnya tidak ingin jadi au pair lagi, hampir semua profil pun saya tolak. Total lebih dari 20 profil keluarga angkat, saya hanya tertarik dengan 6 keluarga.

Lucunya, dari 6 profil itu pun, hanya 2 keluarga yang juga tertarik pada saya. Hingga akhirnya, cuma satu keluarga yang benar-benar ingin interview via Skype. Dang! What should I do?! Bukankah niat saya hanya iseng?

"Just do your best, Nin," kata Adel, seorang teman au pair.

"Jangan kepedean dulu. Ini baru tahap wawancara. Tidak usah banyak ekspektasi dan be yourself saja," saran Anggi, seorang teman mantan au pair yang menetap di Bali, ketika tahu saya mulai ketar-ketir.

Singkat cerita, si ibu yang kala itu mewawancarai saya, sangat terkesan dan ingin secepatnya mengundang saya ke Oslo. Padahal seminggu lagi adalah jadwal keberangkatan saya ke Indonesia. Tapi si keluarga ini tetap kekeuh ingin mengundang untuk satu malam sekalian berkenalan dengan anak, anjing bernama Pia, serta au pair mereka yang sekarang.

Menurut saya, keluarga yang sangat niat mendatangkan calon au pair ke rumah mereka, sudah bisa dipastikan akan menerima au pair tersebut. Meskipun perasaan saat itu masih kalut, tapi tetap saya penuhi saja undangan mereka ke Oslo. Gratis juga ini, sekalian jalan-jalan. Soal diterima atau ditolak, bisa dilihat nanti.

Lalu, benar saja, setelah menginap di rumah mereka dan esok paginya diajak minum kopi di kafe,....

"Nin, my husband and I already talked last night, we like you blablablaaa..."

Nah lho!

"Just take your time to think first. Semua keputusan ada di kamu, tapi kita sangat berharap kalau kamu bisa menjadi bagian dari keluarga kami tahun depan," kata si ibu menutup obrolan di bandara siang itu.

Satu minggu setelah pulang dari Indonesia, akhirnya saya mantap memutuskan untuk menjadi bagian dari keluarga mereka. Sejujurnya, tawaran dari keluarga di Oslo ini cukup menggiurkan. Bukan hanya soal uang saku, tapi juga pengalaman yang akan mereka hadiahkan. Anak dan anjing mereka yang lucu dan jinak, lokasi rumah yang berada di sentral kota, serta kelembutan keluarga ini, membuat saya juga menyukai mereka.

Memang, lagi-lagi saya akan berkutat dengan urusan anak dan rumah tangga, lagi-lagi saya akan jauh dari keluarga, lagi-lagi saya akan kesepian dan terpaksa harus mengulang bersosialisasi dengan teman baru. Namun, selagi masih muda, saya rasa, kembali ke Eropa bukanlah hal yang akan sia-sia.

Then again, the decision has made. Semoga ini yang terbaik.

Thursday, June 18, 2020

Tips Permohonan Pinjam Paspor di Kedubes Norwegia|Fashion Style

Setelah 9 minggu menyerahkan aplikasi visa au pair di Konsulat Jenderal Norwegia di Denpasar, saya belum mendengar keputusan apapun dari kedubes di Jakarta. Padahal menurut website UDI, normalnya keputusan visa akan dikeluarkan setelah 8 minggu dokumen diserahkan.

Ada perasaan deg-degan menunggu karena sebenarnya saya sudah memiliki rencana travelling ke Cina sebelum menuju Oslo. Si paspor sudah harus saya kantongi guna mengurus visa Cina di awal tahun. Tiket sudah dibeli, semua dokumen sudah siap, hanya menunggu si paspor saja. Gawat juga kan kalau saya gagal berangkat ke Cina hanya karena menunggu keputusan visa Norwegia yang belumgranted.

Bingung harus bagaimana, saya hubungi pihak UDI di Norwegia, Konjen di Denpasar, serta kedubes di Jakarta.

Pertama, saya email pihak UDI untuk menanyakan kira-kira kapan keputusan visa saya keluar. Dua hari kemudian, email saya dibalas dengan menyatakan bahwa mereka tidak menjamin visa saya bisa keluar sebelum pertengahan Januari. Jadi kata mereka, aplikasi saya baru terdaftar di Jakarta 3 minggu setelah handed dokumen di Denpasar.

Bagian ini sempat membuat saya kesal. Jadi ternyata, dokumen saya baru benar-benar sampai di kedutaan 3 minggu setelah saya serahkan di Denpasar. Satu minggu di-pending karena hari libur Galungan, lalu 2 minggu pending karena katanya masih di kurir pengiriman. How could be that long?!

Oke, setelah dari UDI, saya email pihak konjen di Denpasar untuk menanyakan kira-kira paspor saya bisa dipinjam dulu kah selagi menunggu keputusan. Kata si petugas, hal tersebut harus saya tanyakan langsung ke kedutaan karena dokumen saya sudah berada disana.

Dari Denpasar, saya telpon kedubes di Jakarta untuk menanyakan peminjaman paspor ini. Lalu, tanpa memberi jawaban, saya dilempar ke VFS Global untuk menanyakan masalah tersebut. Sempat bingung, saya telpon juga VFS Global.

"Sebenarnya bisa. Mbak langsung buat surat permohonan pinjam paspor saja ke kedutaannya, karena semua tergantung di kedutaan berapa lama bisa meminjamkan paspornya," kata si mbak dari VFS ramah.

Karena tidak apply visa dari VFS, akhirnya lagi-lagi saya harus menelpon kedubes antara jam 2-4 siang tertuju ke bagian visa.

"Of course! Tentu saja boleh pinjam. Sebenarnya paspor tidak perlu di-keep sama kedutaan sih ya. Jadi tergantung Ibu apakah mau keep sendiri atau dititip disini selama proses. Soalnya kita melihat kalau sepertinya aplikasi Ibu memang belum ada jawaban dari Norwegia. Buat saja surat pinjam paspor atau kalau memang ingin diwakilkan, surat kuasa wajib dilampirkan ya," jelas si ibu bagian visa tegas dan ramah.

Thank God! Saya lega. Ternyata paspor memang boleh dipinjam dulu.

Dua hari kemudian, saya menerima telpon dari kedubes soal peminjaman paspor ini. Kata mereka, karena kemarin saya submit via Denpasar, harusnya paspor akan dikembalikan lagi kesana. Atau, saya juga boleh mengambil langsung ke kedutaan di jam kerja.

Karena saya tidak tinggal di Denpasar pun di Jakarta, akhirnya si mbak menjelaskan lagi kalau saya juga boleh menyuruh orang mengambilkan paspor disertai dengan surat kuasa berbahasa Inggris. Untuk waktu peminjaman paspor pun tidak dibatasi, sesuai dengan keperluan si pemilik saja. Setelah paspor selesai digunakan, paspor sila dikembalikan melalui konsulat jenderal atau langsung diantarkan ke kedutaan.

"Tapi saya tinggal di Palembang, Mbak. Memang domisili saya disini sih. Apa memungkinkan kalau saya kirim langsung saja ke Jakarta kalau sudah selesai pakai paspornya?"

"Sebenarnya kita tidak terima direct dari applicant sih. Memang seharusnya Ibu serahkan kembali ke Denpasar, tempat pas pertama kali submit. Tapi kalau memang domisilinya disana, ya sudah, tidak masalah juga."

Oke, done! Jadi kesimpulannya, pinjam paspor di kedutaan selama proses menunggu visa itu possible. Apalagi kalau waktu tunggunya lebih dari satu bulan. Namun tentu saja, kembali lagi ke kebijakan masing-masing kedutaan besar. Ada baiknya semua pertanyaan dan uneg-uneg ditanyakan langsung visa telpon ke kedutaan besar bersangkutan agar lebih jelas.

**UPDATE!!!!**

Per 1 Agustus 2019, semua aplikasi yang masuk (visa atau izin tinggal Norwegia) dari Indonesia, hanya bisa diantarkan lewat VFS Jakarta. Aplikasi akan diantarkan langsung ke Kedubes Norwegia di Bangkok untuk diteruskan ke UDI. Kalau butuh paspor disela-sela waktu tunggu, harap sertakan SURAT PERMOHONAN dirangkap ke dalam berkas aplikasi.

Wednesday, June 17, 2020

Tips Izin Tinggal Norwegia Saya Akhirnya Granted!|Fashion Style

February brings perennials after a long halt!

Sure, February brings the good news. Setelah akhirnya harus menunggu lebih dari 3 bulan, kabar mengenai izin tinggal Norwegia saya granted juga.

Dua kali mengurus aplikasi au pair di dua negara, baru sekalinya ini saya merasa was-was, deg-degan, plus mesti merepotkan banyak orang. Sayangnya, karena keputusan dari UDI baru diterima  awal Februari, saya dan keluarga di Oslo harus menunggu lebih lama lagi sebelum visa Norwegia betul-betul tertempel di paspor. Padahal kemarin harusnya awal Februari sudah harus ke Oslo.

Tips dari saya, tidak usah apply via Konsulat Jenderal Norwegia di Denpasar dan Medan. Demi menghemat waktu dan biaya, akan lebih baik kalau langsung apply saja via VFS Global di Jakarta. Karena tidak perlu syarat biometrik, dokumen bisa dikirimkan ke kantor mereka dan langsung bisa diproses.

Jujur saja, saya sangat menyesal harus mengurus dokumen di Denpasar dulu. Proses menunggunya panjang sekali. Belum lagi kantor disana hanya buka dua kali seminggu. Duh!

Begini proses dan catatan kecil saya hingga granted:

31 Oktober - Menyerahkan dokumen ke Denpasar

8 November - Katanya dokumen saya baru dikirimkan ke Jakarta

22 November - Dokumen saya baru diterima kedubes dan diregistrasi

29 November - Dapat email dari UDI kalau aplikasi saya sudah diterima dan sedang menunggu untuk diproses

22 Januari - Dapat email dari UDI kalau aplikasi saya belum selesai diproses

31 Januari - Residence permit saya granted

Dari penjelasan UDI, aplikasi saya baru terhitung "diterima" ketika Kedubes Norwegia meregistrasi di sistem mereka. Jadi 3 minggu sebelumnya dari saya menyerahkan di Denpasar is totally useless alias sama sekali tidak dihitung.

Kalau mau dihitung, dari kedubes di Jakarta menerima aplikasi saya hingga residence permit granted, memang memerlukan waktu 2 bulanan. Kata petugas UDI, aplikasi saya sebenarnya bisa selesai tepat waktu (22 Januari). Tapi karena dipotong hari libur Natal & Tahun Baru serta sempat kekurangan staf, makanya mereka butuh waktu satu minggu lebih lama.

Anyway, meskipun sudah granted, tapi visa saya belum bisa dicetak karena paspor belum dikembalikan ke kedubes setelah dipinjam dulu. Karena kedubes di Jakarta tidak mau bertanggungjawab atas kehilangan paspor, plus data saya terekam di Denpasar, saya tidak boleh direct post si paspor ke kedubes. Mereka menyarankan saya datang sendiri ke kedubes untuk mengembalikan paspor, atau sila kirim kembali ke Denpasar biar staf disana yang akan mengirim ke Jakarta.

To be perfectly honest, saya tidak percaya lagi dengan hitungan waktu kerja di Denpasar. Jam buka yang tidak fleksibel membuat saya ketar-ketir kalau harus berurusan lagi dengan mereka. Bisa-bisa visa baru sampai di tangan 2 minggu kemudian.

Mau tidak mau, saya merepotkan beberapa teman di Jakarta yang bersedia mengembalikan dan mengambil paspor saya kembali. Seriously, it takes much more time, effort, and money! Tapi mau bagaimana lagi, beginilah nasib anak Palembang yang apply di Denpasar, tapi semua tanggung jawab dan urusan ada di Jakarta.

Catatan:

Kalau ada yang tanya beda izin tinggal dan visa itu apa, begini penjelasannya! Jadi izin tinggal itu dikeluarkan oleh imigrasi Norwegia, sementara visa dikeluarkan oleh Kedubes Norwegia. Visa baru bisa dikeluarkan kalau kedubes menerima keputusan dari Norwegia bahwa izin tinggal sudah granted. Visa dicetak sebagai alat masuk Schengen Area, sementara keputusan izin tinggal dari UDI digunakan untuk membuat ID card setibanya di Norwegia.

Setelah izin tinggal disetujui oleh UDI, lalu kebetulan host family juga sudah membelikan tiket dan tahu kapan akan tiba di Norwegia, ada baiknya segera booking janji biometrik di kantor polisi terdekat. Normalnya, au pair bisa membuat janji temu maksimal 7 hari setelah tiba di Norwegia. Tapi karena kantor polisi sering penuh, booking in advance sangat dianjurkan agar kartu ID kita cepat selesai. Proses booking janji temu bisa dilakukan melalui aplikasi portal yang sebelumnya digunakan saat membuat aplikasi ( https://selfservice.udi.no/ ).

UPDATE!

Per tanggal 1 Januari 2018, biaya aplikasi izin tinggal jangka panjang ke Norwegia naik jadi 5300 NOK (>9 juta) yang sepenuhnya merupakan kewajiban au pair. Kalau memang ingin jadi au pair di Norwegia, coba tunggu hingga Oktober 2018. Setiap satu atau dua tahun sekali, biasanya pemerintah Norwegia akan menaikkan pocket money au pair sebanding dengan biaya aplikasi. Siapa tahu kan, akhir tahun ini duit saku au pair di Norwegia bisa naik jadi 7000 NOK (sebelum pajak).

Tips Hijrah ke Luar Negeri Itu Melelahkan|Fashion Style

Muncul perasaan sedih, haru, namun bercampur bahagia ketika pesawat Thai Airways yang saya tumpangi mendarat di Bandara Oslo-Gardermoen. Bahagia karena akhirnya perjalanan panjang nan melelahkan selesai juga. Haru karena bisa mendapat kesempatan kembali lagi ke Eropa. Tapi juga sedih karena lagi-lagi meninggalkan keluarga dan teman-teman terdekat di Indonesia.

Ini kali ketiganya saya pindah dan tinggal di Eropa. Setelah drama visa Norwegia dan paspor yang cukup menyita waktu, tenaga, dan biaya, akhirnya semua terbayarkan karena bisa mendapatkan izin tinggal selama 2 tahun di negara terbahagia di dunia ini (2017).

Dalam waktu three tahun terakhir, saya bersyukur bisa mendapat kesempatan tinggal di 3 negara Eropa plus jalan-jalan ke banyak tempat. Tapi dalam waktu 3 tahun juga, saya sudah 5 kali mengepak barang untuk pindah dan pulang. Kalau ada yang mengatakan saya beruntung, tentu saya harus lebih banyak bersyukur.

Namun kalau ada yang bertanya lebih jauh tentang perasaan saya, sejujurnya saya depresi. Moving abroad is stressful and tiring! Jangankan pindah negara, bayangkan saja kalian harus pindah sekolah selama 3 kali dalam kurun waktu 3 tahun. It's no fun anymore, isn't it?

Oke, tidak hanya saya au pair yang pindah ke banyak negara dalam waktu beberapa tahun. Banyak juga teman au pair yang selesai di Belanda, lalu pindah ke Belgia, tanpa pulang dulu ke Indonesia. Culture clash pasti ada, meskipun kedua negara tersebut sama-sama di Eropa. Tapi coba saja jika harus bolak-balik pindahan dulu dari Indonesia, the culture never stops shocking me!

Mengapa?

1. Belajar bahasa dan budaya baru lagi

Learning language is tough and needs a strong commitment. Saya tahu bahwa belajar bahasa apapun memang tidak akan pernah sia-sia. Tapi bagaimana kalau pembelajaran yang sedang ditekuni terpaksa terhenti hanya karena harus pulang?

Bisa dikatakan, sampai sekarang level bahasa saya nanggung, alias masih disitu-situ aja. Sempat belajar bahasa Prancis, tapi hanya baby talk atau frase paling dasar saja. Belajar bahasa Belanda, eh tahunya malah sedikit terpakai karena di rumah kebanyakan pakai bahasa Inggris.

Sampai di Denmark, belajar bahasa baru lagi. Saat saya sedang serius menekuni bahasa tersebut, akhirnya saya mesti puas saja stop di Modul 4 karena memang sudah habis kontrak dan harus pulang ke Indonesia.

Pindah lagi ke Norwegia, mesti ulang belajar bahasa baru karena memang perlu.Then, it starts again from the basic!Walaupun bahasa Denmark dan Norwegia sedikit mirip, tapi aksen dan pengucapannya super beda.

Banyak belajar, tapi skill nanggung. That's me.

2. Cari teman baru lagi

Mencari teman di Skandinavia lebih sulit ketimbang mencari teman di Eropa Barat. Contohnya, orang-orang Belgia cenderung lebih suka basa-basi dan terbuka ketimbang para penduduk Skandinavia. Teman asli Belgia saya memang tidak banyak, namun setidaknya mereka lebih mudah diajak ngobrol saat baru pertama kenal.

Tinggal dua tahun di Denmark, saya sudah cukup banyak berkenalan dengan orang baru dan akhirnya bisa dijadikan teman nongkrong saat akhir pekan. Mencari para teman ini pun tidak mudah. Saya harus aktif di banyak acara, volunteering, ikut meet up, ataupun sekedar memenuhi undangan dari kenalan lainnya dulu.

Bertemu dengan orang baru pun tidak secepatnya langsung menjadikan mereka teman. Ada banyak pengalaman yang membuat saya harus datang ke acara, haha hehe dengan orang baru, lalu pulangnya tetap sendiri tanpa menyambung silaturahim dengan mereka. Yah namanya juga cocok-cocokkan.

Lalu setelah mendapat teman yang nyaman di Denmark dan Belgia, saya harus kembali memulai frase mencari teman di Norwegia yang pastinya butuh waktu. Kadang, pindah-pindah tempat tinggal bukannya menambah teman, namun kehilangan yang sudah ada.

3. Keliling dan mengenal daerah baru lagi

Entah kenapa, setibanya di Oslo, akhir pekan saya berjalan sangat datar. Berbeda saat baru tiba di Brussels dan Kopenhagen, keinginan untuk menjelajah tempat baru rasanya begitu membuncah. Sepanjang jalan mengitari kota selalu membawa perasaan bahagia dan penasaran. Ada apa lagi ya di sudut sana? Kafe mana lagi ya yang oke untuk nongkrong? Tempat pemberhentian selanjutnya diman aya? Daftar kunjungan yang wajib saya datangi rasanya sudah panjang.

Akhir pekan lalu, saya hanya jalan-jalan 10 menit di kota lalu pulang. Everything still looks the same as two years back I was here. Nothing new.

Oslo memang tidak terlalu berbeda dengan banyak ibukota di Eropa. Turis, museum, kafe, bar, tempat selfie, dan salju. Oslo juga sebenarnya tidak baru, karena saya pernah important ke kota ini. Lama-lama main di sentral, eh kok, bosan juga ya?

4. Mempelajari sistem kependudukan dan transportasi publik lagi

Tiba di Oslo, tidak membuat saya serta merta langsung menjadi bagian penduduk Norwegia. Ada banyak sekali hal yang harus lakukan agar bisa mendapatkan hak yang sama dengan penduduk lokal.

Sebelum pindah ke tempat baru, biasanya saya lakukan riset mini dulu sebagai bahan perkenalan dengan negara yang akan saya tempati. Dari cara membeli tiket kereta, diskon untuk anak muda, kartu telepon, buka akun bank, hingga pajak, biasanya saya pelajari satu-satu. Hal ini rutin saya lakukan agar tidak kaget dan setidaknya mengerti sedikit tentang sistem di negara yang akan saya tempati.

Menjadi orang baru lagi tidak gampang. Kita harus dituntut untuk lebih banyak tahu dan belajar, bukan hanya having fun.

5. Berkencan dengan cowok baru lagi

Bagi yang masih jomblo, pindah ke negara baru bisa berarti tantangan baru. Cowok Belgia tentu saja berbeda dengan cowok Denmark. Pun begitu dengan cowok Norwegia yang katanya sangat suka alam dan kegiatan luar ruangan.

Tidak hanya cari teman baru yang melelahkan, namun juga berkencan . Saya yang bukan ekspert, tapi mantan serial dater ini, rasanya terlalu malas jika harus berkenalan dan berkencan dengan banyak cowok baru lagi.

Girls, modern dating is so overwhelming. Kamu kenalan lewat online, ketemuan, baper, berharap lebih, eh lalu si bule menghilang. Begitu saja terus sampai lelah atau akhirnya menemukan yang terbaik. Anyway, it always takes time to find the right one. But, I give up already.

Kata orang, sesuatu yang baru itu terlihat lebih menarik dan menyenangkan. Tapi entah mengapa, pindahan kali ini justru membuat saya sedikit menutup diri dan malas-malasan. Saat saya curhat hal ini ke adik, saya dibuat jleb dengan komentar singkat dia, "who've decided?"

Iya. Ini yang sudah saya putuskan. Inilah resiko yang harus saya hadapi ketika mulai nyaman di satu tempat, lalu harus pindah lagi ke tempat baru.

It's just started. It's only the beginning. Daripada saya mengeluh terus, lebih baik tetap berpikiran positif bahwa akan selalu ada kejutan menarik di setiap tempat yang pernah saya tinggali. Oslo might be boring, but my life could not be!

Yes. Welcome to Norway!

Tuesday, June 16, 2020

Tips Mengintip Khasnya Kabin Keluarga Norwegia di Hemsedal|Fashion Style

Tapi daripada mengeluh terus-terusan, saya sebenarnya beruntung dan bersyukur bisa diajak jalan ke Hemsedal yang merupakan Scandinavian Alps-nya Eropa. Cerita sedikit tentang keluarga baru saya ini, mereka punya three tempat tinggal di Norwegia.

Satu rumah di Oslo, satu di Tjøme, dan satu kabin di Hemsedal. Bisa dikatakan, mereka jarang sekali menghabiskan akhir pekan di Oslo. What to do in Oslo? It's boring anyway.

Makanya kalau on duty, saya mesti ikut mereka pindah dari satu rumah ke rumah lainnya. Hemsedal sangat terkenal dengan landaian ski dan pegunungannya yang jadi daya tarik turis se-Eropa. Tapi karena travelling kali ini dalam rangka kerja, jadinya saya belum bisa mencoba berseluncur di gunung.

Tidak semua orang Norwegia memiliki kabin. Apalagi kebanyakan kabin hanya ditempati saat liburan saja oleh si pemilik. Kata host dad saya, hanya sekitar 20% penduduk Norwegia yang memiliki summer atau winter cabin disini.

Keluarga saya yang sekarang super aktif dan sangat betah di luar rumah. Mereka bisa saja hanya menghabiskan waktu untuk berolahraga berjam-jam meskipun cuaca sedang dingin-dinginnya. Karena sama-sama suka ski, makanya punya satu kabin keluarga di Hemsedal merupakan hal wajib. Sebenarnya kabin ini punya host dad saya sebelum bertemu dengan si emak. Si emak juga punya kabin keluarga, tapi sudah dijual katanya.

Kabin yang sekarang sudah berusia 10 tahun dan dibangun sendiri oleh si bapak tanpa bantuan finansial dari keluarganya. Meskipun alam masih menyediakan lahan, tapi membangun dan memiliki properti sendiri di Norwegia tidak murah. Makanya si bapak betul-betul bangga selalu bisa singgah ke Hemsedal dan menginap di kabin pribadinya.

Yang menarik dari kabin ini, semua ruangan, interior, dan perabotan terlihat khas Norwegia sekali. Walaupun ukuran kabin tidak terlalu besar, tapi kesan nyaman langsung terasa saat masuk ke ruangan.

Saya juga suka dengan penambahan karpet bergaya vintage yang mempermanis ruangan. Bukannya terkesan membosankan, justru karpet ini menampilkan kesan energetik khas penduduk Norwegia yang tidak pernah bosan berada di luar ruangan.

Masuk ke ruangan utama sebenarnya membuat saya sedih karena banyaknya hewan liar yang berhasil diburu dan dijadikan pajangan. Selain kucing hutan, si bapak juga mengoleksi pajangan kepala rusa besar, beruang, kelinci, burung, serta kepala kijang.

Sebenarnya pas. Karena kabin ini letaknya di hutan, makanya hewan-hewan yang dijadikan pajangan pun rata-rata hewan liar hasil buruan. FYI, beruang yang dijadikan pajangan sebenarnya hasil perburuan kakak host dad saya yang memang seorang huntsman. Dapatnya bukan di Norwegia, tapi Kanada. Sengaja tidak saya abadikan karena kasihan melihat si beruang kecil.

Pun jangan berharap menemukan fake leather di kabin ini karena semuanya asli! Mulai dari selimut berbulu hewan, bantal,seat covers, sofa, jaket, kaos kaki, hingga sepatu, terbuat dari kulit hewan berkualitas tinggi.

Ini juga salah satu tipikal kabin di Norwegia, sangat suka mengoleksi bulu hewan yang sudah diawetkan. Hampir semua sofa dan tempat duduk di kabin biasanya dilapisi kulit dan bulu hewan untuk menambah kehangatan.

Dibandingkan dengan orang Indonesia yang lebih suka memakai perabotan plastik, kabin di Norwegia lebih banyak menggunakan perabotan masak kayu yang menambah kesan natural dan elegan. Plus, bunga segar sebagai pemanis di Paskah yang masih bersalju.

Satu lagi yang saya suka dengan orang Norwegia, mereka tidak sengaja melupakan sejarah keluarga. Banyak sekali foto, perabotan masak, buku, pajangan, atau alat ski di kabin ini yang sebenarnya hasil turun temurun dari keluarga si bapak. Sebenarnya barang-barang tersebut tidak terbuat dari bahan berharga, seperti emas atau perak. Namun karena selalu diturunkan dari nenek moyang, makanya sebisa mungkin dijaga dan tetap dipakai hingga generasi selanjutnya.

Senapan berburu yang pernah dipakai oleh kakek si bapak dulu pun masih dipajang apik di kabin ini. Ada lagi satu mangkuk turun temurun yang katanya berasal dari abad 18 juga masih tetap dipakai sampai sekarang.

Di Indonesia, barang seperti ini mungkin hanya akan masuk lemari kaca saja ya?

Sekali lagi, saya sangat bersyukur bisa diajak business trip ke Hemsedal dan melihat alam yang luar biasa cantiknya. Menghirup udara sejuk pegunungan, minum air gunung langsung dari keran, hingga melihat betapa indahnya 'musim semi' saat salju masih menutupi sebagian besar wilayah ini. Bayangkan kalau saya harus kesini sendiri, pun sepertinya tidak masuk dalam waiting list.

Oke, mungkin kali ini saya belum bisa mencoba olahraga ski di Hemsedal, tapi bersantai di teras rumah sambil menyeruput hangatnya cokelat panas selagi memandang jauh pegunungan bersalju bukanlah hal yang sia-sia.

Do you like this post? Semoga bisa menambah inspirasi untuk desain interior di rumah kalian ya!

Monday, June 15, 2020

Tips Minggu-minggu Awal Tinggal di Norwegia|Fashion Style

Akhir musim dingin menyambut saya saat baru tiba di Oslo. Lagi-lagi, saya harus menjadi penduduk sementara di Norwegia selama dua tahun ke depan. Sama halnya seperti minggu-minggu awal di Denmark dan Belgia , kali ini saya pun harus bolak-balik banyak tempat hanya untuk membuat status kependudukan saya diakui oleh negara.

Kalau sudah diakui, saya pun otomatis akan mendapatkan hak yang sama dengan penduduk asli, contohnya perawatan gratis dari rumah sakit. Tapi sebelum mendapatkan banyak kemudahan dan keuntungan dari Norwegia, the first few weeks would be so tiring and long!

1. Pengambilan facts biometrik di kantor polisi

Sesampainya di Norwegia, dalam 7 hari ke depan kita diwajibkan datang ke kantor polisi terdekat. Hal ini bertujuan untuk pengambilan data biometrik seperti sidik jari, tanda tangan, dan foto diri, yang akan digunakan pada residence permit atau kartu identitas.

Perlu dicatat bahwa sebelum datang ke kantor polisi, wajib buat janji temu dulu! Masuk ke portal UDI, sign in dengan username dan kata sandi yang kita pakai saat submit aplikasi visa. Lalu klik menu 'Booking Appointment'.

Kantor polisi biasanya sangat sibuk dan kadang fully booked hingga kita harus menunggu lama. Saran saya, saat visa sudah granted dan tahu kapan akan tiba di Norwegia, sesegera mungkin buat janji temu lewat UDI. Lebih cepat lebih baik karena tanpa kartu identitas ini, memulai proses selanjutnya akan lebih lama.

Datanglah ke kantor polisi tepat waktu. Pengambilan biometrik sendiri sebenarnya hanya sekitar 5-10 menit saja. Kalau semua oke, residence permit atau ID card akan dikirimkan ke alamat rumah setelah10 hari kerja.

PENTING!!!!

Sebelum si kartu dikirimkan ke rumah, ada baiknya minta host family menempelkan nama kita di kotak pos. Tukang pos di Norwegia tidak akan menaruh surat yang tidak tertera nama kita di kotak pos orang lain.

Kasus saya, si kartu benar-benar tidak sampai ke rumah malah dikembalikan lagi kantor polisi. Saya sudah menunggu selama three minggu hingga akhirnya menghubungi pihak UDI. Kata mereka, saya harus menghubungi kantor polisi di tempat saya mengambil statistics biometrik.

Betul saja, kartu saya ternyata dikembalikan lagi ke kantor polisi tersebut dan saya harus datang mengambil kartunya sendiri. Di Oslo, loket pengambilan kartu dibuka hanya Selasa jam 1-2 siang dan Kamis jam 10-eleven pagi.

2. Tes TBC

Karena Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat kerentanan TBC sangat tinggi, semua penduduk yang datang langsung dari Indonesia wajib tes TBC terlebih dahulu. Tenang saja, tes ini hanya formalitas yang diwajibkan oleh pemerintah Norwegia untuk melindungi warga negaranya dari virus TBC bawaan pendatang.

Setelah pengambilan facts biometrik di kantor polisi, kita akan diberikan kertas yang melampirkan daftar klinik terdekat dari tempat tinggal. Beberapa klinik mewajibkan membuat janji temu terlebih dahulu, tapi banyak juga yang boleh langsung datang di jam-jam tertentu. Jangan lupa bawa paspor sebagai identitas diri!

Saya waktu itu ke klinik di Frogner yang ternyata datang untuk mengambil surat rujukan saja. Surat rujukan dan paspor harus dibawa kembali ke Ullevaal University Hospital di Oslo untuk mendapatkan tes. Sebelum ke rumah sakit, saya hubungi pihak RS dan bikin janji temu lagi.

Tes TBC ini gratis dan hanya memerlukan waktu 30 menit untuk pengambilan darah dan rontgen. Hasil tes baru bisa diketahuisekitar satu minggu kemudian. Hasil tes katanya tidak akan dikirimkan ke rumah, tapi bisa diketahui via telepon dengan pihak rumah sakit. Meskipun katanya tidak akan dikirim, tapi sekitar 4 minggu kemudian, saya tetap menerima surat dari rumah sakit tentang hasil tes saya yang semuanya normal.

Ngomong-ngomong, seperti yang saya katakan di atas, tes ini hanya formalitas saja. Hasil tes tidak akan mempengaruhi keputusan UDI dan polisi untuk mengeluarkan izin tinggal kita. Plus, kita juga tidak perlu melaporkan kembali ke UDI tentang hasil tes ini. Kalaupun hasil tes positif dan kita dinyatakan mengidap TBC, pihak rumah sakit akan memberikan perawatan lebih lanjut setiap satu  atau enam bulan sekali.

3. Lapor diri ke kantor pajak

Kalau kartu identitas warna pink sudah di tangan, secepat mungkin langsung datang ke Skattetaten (The Norwegian Tax Administration) untuk mendapatkan personal number atau Norwegian National Registry number yang berguna untuk membuka akun bank. Kita bisa datang langsung ke Skattetaten dan mengisi formulir 'Pindah ke Oslo'  yang sudah disediakan di tempat, atau bisa juga mem buat janji temuterlebih dahulu dan membawa formulir yang sudah dicetak dan diisi dari rumah.

Sila ambil nomor antrian dan tunggu sampai nomor kita dipanggil di loket. Bagi yang sudah membuat janji temu, nomor antrian kita akan dipanggil lebih cepat sesuai pilihan waktu yang kita sepakati. Dokumen yang dibawa ke loket hanya paspor, kartu identitas warna pink, dan formulir notifikasi 'Pindah ke Oslo'.

Normalnya, surat yang berisi personal number akan dikirimkan ke rumah 4-6 minggu kemudian. Fødselsnummer atau personal number yang tertera di surat notifikasi kita gunakan saat mendaftarkan diri kembali ke Skattetaten untuk mendapatkan rincian 'kartu pajak' yang harus dibayar setiap bulannya.

If you get onto this step, you are almost done. Setidaknya, berbahagialah!

4. Buka akun bank

Di Norwegia, uang tunai sangatlah langka, sensitif, dan sedikit sekali orang yang menggunakannya untuk pembayaran. Hampir semua toko dan alat pembayaran menggunakan kartu debit atau kartu kredit. Membeli tiket transportasi pun lebih mudah jika kita memiliki akun bank dan langsung bayar thru online.

Bad side-nya, sebagai au pair baru yang belum memiliki akun bank, mau tidak mau uang bulanan kita akan diberi berbentuk cashwhich is so annoying of handling the change. Makanya setelah mendapatkan personal number atau fødselsnummer, segera buka akun bank karena faktanya, proses di bank juga termasuk super lama. Apalagi kabarnya pihak bank Norwegia sering memperlambat proses buka akun bagi pendatang internasional.

Ada dua pilihan untuk membuka akun financial institution di Norwegia; daftar on-line through BankID atau datang langsung ke salah satu cabang bank yang kita pilih.

BankID adalah token yang bisa digunakan untuk membuka akun bank mana saja di Norwegia. Untuk mendapatkan BankID ini, kita harus masuk ke portal salah satu bank dan request BankID yang akan dikirimkan ke kantor pos terdekat. Untuk mengambil BankID di kantor pos, kita juga harus membawa paspor sebagai data diri.

Beberapa bank ada yang memperbolehkan kita datang langsung ke kantor mereka sekalian memproses BankID ini, sementara ada juga yang bisa dengan mudah kita lakukan secara online. Pendaftaran via online ini diproses dengan mengirimkan dokumen via email, kita cetak, tanda tangani, scanned, lalu kirim kembali ke mereka.

Saya sempat melakukan riset untuk memilih bank Norwegia yang menawarkan kartu debit atau kartu kredit tanpa biaya tahunan. Beberapa nama besar seperti Nordea, DNB, atau Skandia memiliki banyak cabang di Norwegia tapi sayangnya menetapkan biaya tahunan sebesar 250-three hundred NOK. Plus, beberapa financial institution besar juga menetapkan biaya tarik tunai di dalam dan luar negeri sebesar 10-40 NOK. Lumayan sekali kan?

Pilihan financial institution di bawah ini menurut saya paling pas untuk au pair atau anak muda yang risih kalau uang sakunya pun harus terpotong setiap tahunnya.

1. Danske Bank 'UNG Konto'

Cocok untuk anak muda berusia 18-27 tahun yang tertarik memiliki kartu debit atau kredit plus asuransi perjalanan. Gratis biaya tahunan, gratis tarik tunai, dan gratis biaya transaksi menggunakan SEPA di Eropa. Kita juga bisa menambahkan foto di kartu, free of charge.

2. OBOS Banken 'Ung Medlem'

Gratis biaya tahunan, tarik tunai, dan menawarkan biaya potongan keseluruhan yang paling kecil. Non-client dikenai biayakartu 250 NOK in step with tahun.

3. KLP Banken 'Medlem i KLP'

Seluruh customer KLP yang membuka akun bank tidak akan dikenai biaya tahunan kartu debit atau kredit. Tanpa harus mendatangi cabang mereka, KLP memberikan kemudahan apply via online saja dan kartu akan dikirimkan 7 hari setelah aplikasi kita disetujui.

4. Grong Sparebank 'Ung Voksen'

Bagi anak muda berusia di bawah 33 tahun, financial institution ini juga menawarkan free of charge biaya tahunan. Yang ingin mendesain sendiri foto diri di kartu, sangat memungkinkan dengan biaya tambahan one hundred NOK.

Sebenarnya, beberapa bank besar seperti DNB juga menawarkan gratis biaya administrasi tahunan bagi anak muda di bawah 33 tahun yang berstatus pelajar. Kalau kamu statusnya pelajar, just be happy karena akan dapat banyak potongan.

Bagi yang suka travelling dan sering menggunakan pesawat Norwegian, boleh coba buka kartu kredit (gratis biaya tahunan) di Bank Norwegian yang akan berbuah cash points setiap kali belanja.

Tuesday, June 2, 2020

Tips Repotnya Buka Akun Bank di Norwegia|Fashion Style

Akhirnya saya sampai juga disini! Setelah drama akun financial institution berakhir, saya bisa bernapas ordinary layaknya imigran yang sudah lama tinggal di Norwegia.

Baru sekali ini saya mengalami kendala punya akun bank di Eropa. Di Belgia, saya hanya perlu datang ke bank dua kali lalu seminggu kemudian langsung dapat kartu ATM. Begitu pula saat di Denmark, Louise hanya menelpon pihak Bank Nykredit, lalu saya dikirimkan berkas-berkas yang perlu ditandatangani dan dikirim ulang. Et voila.. sekitar 3 minggu kemudian, saya sudah punya kartu debit plus NemID.

Di Norwegia, jangan harap mendapatkan kemudahan sebagai pendatang. Norwegia memang sangat ketat mengawasi aliran dana penduduk aslinya, apalagi imigran. Sebagai pendatang yang ingin memiliki akun bank, pemerintah sedikit mempersulit dengan cara meminta banyak dokumen sebelum dianalisa keabsahannya. Dua bulan lalu, dua orang ekspatriat yang tinggal di Norwegia bahkan membuat riset sederhana di Facebook tentang sulitnya membuka akun financial institution disini.

Episode datang ke financial institution

Berawal dari postingan sebelumnya tentang Minggu-minggu Awal di Norwegia , saya tertarik membuka akun bank di Danske dan KLP karena dua bank ini gratis biaya administrasi tahunan. Iseng-iseng daftar di situs mereka, sekitar beberapa hari kemudian dua SMS masuk mengatakan kalau saya harus mengambil surat notifikasi dari Danske dan KLP di kantor pos.

Tidak tahu isi suratnya apa, tapi penerima wajib datang ke kantor pos membawa paspor. Iya, paspor. Bahkan sampai harus membawa paspor untuk menerima surat dari financial institution. Fungsinya sebagai identitas imigran, katanya.

Sepuluh kaliscanning, petugas kantor pos tampaknya kelelahan karena paspor saya ternyata tidak bisa dibaca. Sayangnya mereka tidak bisa memberikan saya surat tersebut tanpa scanned paspor di sistem, meskipun saya sudah punya residence permit. Dang! Saya akhirnya disuruh datang sendiri ke Danske Bank untuk pengecekan data.

Kantor Danske Bank di Oslo ada dua, satu di Majorstuen dan satu lagi di Aker Brygge.  Karena kantor cabang di Majorstuen lebih dekat dengan rumah, saya memilih kesini. Saat datang, saya disambut jutek oleh petugasnya. Tidak seperti di Indonesia yang ada mbak-mbak cantik rapih di meja customer service, disini saya hanya dilayani oleh mas-mas berwajah asimetris di meja resepsionis. Sialnya lagi, karena lupa membawa satu dokumen penting, saya terpaksa pulang.

Malas dengan muka jutek si mas-mas tadi, di hari yang sama saya mengambil dokumen dan memilih menuju kantor pusat di Aker Brygge. Untungnya saat datang, kantor lagi sepi. Saya langsung ditangani oleh customer service yang tua dan ternyata tidak ramah juga.

Sama halnya dengan petugas kantor pos, si ibu customer service berusaha scanning paspor saya berulang kali di mesin, tapi nihil. Beliau berkali-kali mengelap dan memperbaiki sisi depan halaman identitas paspor, namun tetap saja error.

"Maybe it is too glossy," katanya.

Duhh, Bu, lipgloss kali ahh glossy.

Si ibu akhirnya menyerah juga dan menyalahkan paspor saya. Katanya, karena paspor saya bukan e-paspor makanya mesin mereka tidak bisa membaca. Lha?!

"You know what, jalan satu-satunya adalah kamu ganti ke e-paspor. Semuanya akan mudah kalau kamu sudah ganti," tambah si ibu lagi.

Iya, mudah, kalau saya tinggal di samping kantor imigrasi yang menerbitkan e-paspor. Masalahnya, e-paspor baru diterbitkan di Jakarta saja. Ya masa, Bu, saya harus mahal-mahal kembali ke Indonesia demi e-paspor 600 ribu rupiah?

"I cannot. E-paspor itu versi baru, Bu. Bahkan KBRI sini pun masih mengeluarkan paspor biasa. So, what else you can do?"

Karena saya tidak bisa mengubah keadaan, si ibu akhirnya sepakat menerima aplikasi permohonan, lalu saya disuruh menunggu hingga aplikasi disetujui. Kabarnya, kartu debit akan dikirimkan sekitar 1 minggu kemudian, namun kenyataannya sampai sekarang saya belum juga menerima.

Ngomong-ngomong, karena bukan e-paspor, si ibu juga mengatakan kalau saya tidak bisa mengakses online banking. Untuk mengakses Nettbank, diperlukan BankID atau token atau kode yang memperbolehkan user masuk ke akun bank. Tanpa online banking, artinya saya tidak bisa mengecek saldo, riwayat transaksi, atau kirim uang. Rese kan?!

Saat di Danske Bank, saya juga sebenarnya bersebelahan dengan satu customer dari Pakistan. Sama seperti saya, si ibu customer service satu lagi juga menjelaskan ke doi kalau dia tidak bisa mengakses online banking karena paspornya tidak ada chip (e-paspor).

Oke, saya tinggalkan dulu kisah si Danske yang menyebalkan. Saran saya, jangan buka akun di Danske! Jangan!

Episode e-paspor

Karena penasaran dengan "e-paspor dan BankID" ini, saya hubungi pihak KLP Bank untuk mendapatkan konfirmasi. Mungkin saja gagal di Danske, tapi berhasil di KLP. Saya bicara via telepon dengan customer service-nya yang ternyata lebih ramah dan mau membantu.

"Oh no, that is actually true. Kamu harus punya e-paspor baru bisa dapat BankID."

"Lho, peraturan sejak kapan itu? Kenapa orang-orang sebelum saya bisa dapat BankID?"

"Iya, ini BankID-nya sendiri yang bekerja sama dengan beberapa financial institution untuk membuat regulasi baru seperti ini. Saya rasa peraturan ini pun masih sangat baru, sekitar 2 bulan lalu kalo tidak salah. Maaf ya, kami hanya financial institution berbasis on line, jadi kamu memang harus punya BankID untuk membuka akun di tempat kami."

"What do you think about other banks? Apa semua bank tidak bisa menerima paspor biasa? Apa mereka tidak bisa scanning semua paspor tanpa chip?"

"Saya juga kurang tahu, tapi coba kamu hubungi bank-bank besar yang customers-nya kebanyakan imigran seperti DNB. Situs mereka pun pakai bahasa Inggris, jadi mungkin mereka bisa memproses BankID kalau kamu buka akun disana."

Oke, terima kasih.Done, Norway!

Di rumah, saya jelaskan ke Ida tentang pengalaman hari itu. Ida hanya geleng-geleng kepala dengan kelakuan petugas Danske Bank yang menurut dia kurang profesional dan tidak ramah. Tahu saya kesulitan dengan sistem perbankan di Norwegia, Ida langsung menghubungi pihak Danske Bank dan meminta konfirmasi tentang kasus saya.

"They cannot say to you like that!" kata Ida geram, saat saya katakan kalau si ibu di Danske tidak bisa memberikan BankID hanya karena saya tidak punya e-paspor.

Setelah menghubungi pihak Danske Bank dan kecewa dengan jawaban petugasnya, Ida langsung menawarkan opsi jika saya mau buka akun di Nordea. Duh, Nordea paling mahal biaya tahunannya! Tapi karena keluarga ini memang semuanya pakai Nordea, saya akhirnya menyerah dengan Nordea dan berharap mereka bisa menawarkan solusi.

Asal kalian tahu, bank di Norwegia berbeda dengan bank di Indonesia yang kebanyakan hanya cari customer. Di Norwegia, buka akun bank bagi pendatang tidak gampang dan bahkan harus mengantri. Jadi aplikasi kita masuk, lalu harus mengantri lagi untuk disetujui. Waktu mengantri ini tentunya tergantung berapa banyak pemohon yang sudah mendahului kita. Normalnya bisa sampai 2 hingga 4 bulanan. Crazy, huh?!

Saya akui, Ida benar-benar tipe host mom yang sangat cekatan dan betul-betul ingin menolong. Karena termasuk elite customer di Nordea, Ida sampai memiliki konsultan keuangan pribadi di bank ini. Penasaran apakah kasus saya bisa ditangani, Ida langsung menelpon konsultan pribadinya dan meminta mereka memberikan solusi.

"They will help you, Nin. It is NOT necessary to have a chip in a passport just to get the BankID! Kamu daftar saja di Nordea. Nanti konsultan saya akan berusaha menaikkan aplikasi kamu ke paling atas agar kamu cepat bisa dapat kartu bank," kata Ida mantap.

Betul saja, karena jasa dan status sebagai "elite customer" Ida, saya langsung mendapatkan konfirmasi dari Nordea satu hari setelah mendaftar. Saya hanya perlu datang ke kantor pusat dan membawa dokumen seperti paspor, residence permit, surat konfirmasi personal number dari UDI, serta kontrak au pair.

Info lagi, buka akun bank di Nordea juga tidak gampang dan lama. Sebelum konfirmasi dari pihak bank, pemohon harus membuat janji temu dulu dengan bank consultant. Setelah membuat janji temu, pemohon juga harus sabar menunggu hingga aplikasi mereka disetujui. Saya, satu minggu setelah mendaftar langsung dapat kartu debit! Sekali lagi, atas jasa nama besar dan status Ida di Nordea memang.

Episode BankID

Tapi jangan salah, drama baru juga berlanjut. Setelah menyerahkan semua dokumen penting ke kantor Nordea, saya diminta datang kembali karena ada masalah pada scanned paspor. Duh!

Betul, paspor saya lagi-lagi tidak bisa di-scan oleh staf Nordea yang muda dan cantik jelita itu. Anyway, para staf wanita di Nordea kantor pusat sungguh berbeda dengan di Danske. Di Nordea, beberapa mbak-mbaknya masih muda, aktif, cantik, plus ramah-ramah.

Karena bingung juga kenapa paspor saya susah dibaca, si mbak ini sampai meminta KTP Indonesia saya untuk di-scan. Padahal si mbak tau KTP saya masih edisi lama.

Lalu.... Lagi-lagi gagal!

Sama halnya dengan Danske, mbak Nordea ini juga menyarankan saya untuk ganti e-paspor agar mempermudah proses mendapatkan BankID. Tapi tentu saja, dengan nada yang lebih ramah.

Kembali ke rumah, saya mengadu lagi ke Ida. Sumpah, saya bukannya manja. Tapi saya sudah sangat kesal dengan sistem perbankan di Norwegia yang mengharuskan saya mondar-mandir tanpa kejelasan. Sama seperti saya, Ida yang juga memantau case ini dibuat super geram. Beliau lagi-lagi menghubungi konsultan pribadinya dan sedikit mengadu.

Beberapa hari kemudian, saya menerima email dari mbak Nordea yang mengatakan kalau mereka bisa membuatkan BankID. Nah!! Syaratnya, saya harus melampirkan surat keterangan dari Kedutaan Besar Indonesia di Norwegia tentang error production dan legalized copy paspor saya.

Ya sudah, saya turuti. Sekalian foremost ke kedubes dan lapor diri, saya minta surat keterangan tersebut dengan petugas KBRI Oslo. Enaknya, KBRI Oslo hanya 13 menit jalan kaki dari rumah. Jadi setelah surat selesai, saya bisa langsung datang kembali ke Nordea dan menyerahkan dokumen tersebut.

Empat hari kemudian, mbak Nordea yang dari awal melayani pembuatan akun saya mengirimkan electronic mail lain berisi notifikasi yang mengatakan kalau akhirnya BankID saya sudah aktif. Hoooore!!!

Intinya BankID menjadi hal yang superb penting karena sifatnya sangat private dan rahasia. Tahu token bank yang seperti kalkulator? Iya, token bank pin rahasia kita = BankID.

Cara mengakses online banking di Norwegia pun sedikit ribet. Di  Indonesia, Belgia, atau Denmark, saya hanya perlu username dan password saja. Di Norwegia, saya butuh personal ID, kode dari token (pincode untuk token), serta password pribadi Nettbank. Pfft!

Saya paham mengapa BankID fungsinya sangat penting di Norwegia. Ibarat tanda tangan, BankID adalah digital signature yang digunakan untuk mengakses jenis transaksi apapun berhubungan dengan keuangan kita di bank.

Yang saya tahu, pemohon tanpa e-paspor tahun-tahun sebelumnya tidak pernah punya masalah seperti ini. Mereka dengan sukses mendapatkan kartu debit dan BankID meskipun harus menunggu lama. Tapi tentu saja saya mendengar cerita buruk lain dari para imigran yang juga merasa dipersulit untuk mendapatkan BankID ini.

This is Norway 2018. Welcome!

Sunday, May 24, 2020

Tips 4 Alasan Saya Lanjut Kuliah Master di Norwegia|Fashion Style

" Kuliah S2? Nanti dulu! " kata saya dua tahun lalu.

Di postingan tersebut juga dituliskan beberapa alasan yang mendasari saya belum ingin lanjut kuliah lagi. Salah satunya adalah karena kuliah itu melelahkan. Tahun depan sudah pas 5 tahun saya menjajakan kaki di Eropa dan tinggal di rumah keluarga angkat sebagai au pair. Tapi semakin lama jadi au pair, saya merasa mengalami brain dead karena salah satu hal yang saya rindukan selama ini adalah berpikir kritis ala mahasiswa.

Meskipun masih terus rutin datang ke kelas bahasa, namun materi pelajarannya tidaklah seintensitas pembelajaran akademik di kampus. Lagipula, kelas bahasa tersebut hanya 2-3 kali seminggu. Awalnya sangat termotivasi, tapi lama-lama bosan juga karena tantangannya sebatasdaily life talking yang masih sering bernego dengan English.

Lanjut kuliah di luar negeri juga bukan cita-cita baru kemarin sore. Saya memang berniat ingin kuliah lagi, namun selalu terkendala urusan biaya dan kemampuan bahasa Inggris. Peluang mengatasi biaya salah satunya memang harus ikut program beasiswa. Tapi sayangnya saya sudah minder duluan karena merasa tidak terlalu kompetitif menghadapi pesaing lain. Bahasa lainnya; tidak cukup pintar.

Setelah berhasil mengantongi sertifikat IELTS yang nilainya memenuhi syarat pendaftaran, kesempatan daftar ke universitas asing makin luas. Sampai akhirnya saya mantap ingin lanjut kuliah lagi di Norwegia. Pertanyaannya, mengapa Norwegia?

1. Bebas biaya kuliah

Di Eropa, setahu saya hanya ada 3 negara yang menggratiskan biaya kuliah bagi mahasiswa internasional, yaitu Jerman, Norwegia, dan Finlandia. Saya dulunya sangat berharap bisa lanjut kuliah di Aalto University. Namun sayangnya, Finlandia tidak lagi menggratiskan biaya kuliah untuk mahasiswa non-Eropa sejak musim gugur 2017 lalu.

Saya juga tidak berniat lanjut belajar di Jerman karena mungkin sudah terlalu sering mendengar cerita pelajar disana. Lalu pilihan terakhirnya memang Norwegia karena kebetulan saya masih tinggal disini.

Meskipun biaya kuliah di Norwegia digratiskan di semua universitas negeri, namun mahasiswa tetap harus membayar uang semester sebesar 600-850 NOK.

*10 NOK = 1 Euro

2. Kuliah sekalian kerja

Alasan lainnya mengapa saya memilih Norwegia adalah karena berniat kuliah di sisa akhir kontrak au pair. Jadi daripada mesti pulang dulu ke Indonesia, saya meminta izin kehost family jika boleh studi sekalian kerja di sisa 5 bulan akhir kontrak. Ternyata host mom menyambut baik ide ini meskipun sedikit skeptis apakah saya masih bisa sefleksibel sekarang kalau sudah fokus kuliah.

"That is still a great plan anyway, Nin! You have to go for it!" kata host mom saya bersemangat.

Karena keluarga angkat saya tinggal di Oslo, artinya saya hanya bisa daftar ke kampus yang ada di sekitaran Oslo saja. Tapi sebetulnya tidak masalah juga karena tinggal di ibukota lebih memudahkan akses kemana pun.

Three. Ada jalan

Di Norwegia juga ada kelonggaran batas waktu pendaftaran bagi pendaftar asing yang memiliki izin tinggal disini. Syaratnya, izin tinggal tersebut bersifat permanen atau dapat diperbarui. Kalau mahasiswa internasional biasanya hanya memiliki deadline di bulan Desember atau Januari, penduduk Norwegia bisa mendaftar sampai pertengahan April untuk perkuliahan semester musim gugur.

Kebetulan saat ini saya sudah memiliki residence permit au pair sampai 2020. Setelah menghubungi pihak UDI yang mengurusi imigrasi, mereka mengatakan kalau saya boleh kuliah sekalian au pairing memakai permit yang sama. Kalau au pairpermit yang sekarang hampir habis, saya harus segera mengajukan student permit 2-3 bulan sebelumnya.

Pertanyaan lainnya tentu saja masalah biaya hidup sehari-hari. Biaya kuliah boleh gratis, tapi biaya hidup di Norwegia  terkenal sangat tinggi. Gambaran kasarnya, mahasiswa asing sedikitnya harus mengantongi 10.000 NOK atau sekitar 17 juta rupiah per bulan. Pihak imigrasi UDI juga menekankan bahwa untuk mendapatkan student permit, mahasiswa asing harus memiliki dana minimal 116.369 (sampai Juni 2019) NOK di rekening atas nama pribadi, tidak boleh disponsori kecuali beasiswa.

Beruntungnya, biaya ini tidak harus serta merta berupa tabungan tapi boleh juga kombinasi dana pinjaman dari pemerintah atau surat kontrak kerja paruh waktu. FYI, mahasiswa asing di Norwegia diizinkan bekerja paruh waktu 20 jam per minggu. Contohnya saya hanya punya dana 35.000 NOK di tabungan, tapi sudah mengantongi surat kontrak kerja yang gajinya selama 1 tahun adalah 90.000 NOK, artinya saya bisa mengajukan study permit karena total biaya hidup sudah tertutupi sampai setahun ke depan.

Masalah biaya ini juga sudah saya diskusikan dengan host family dan mereka mau membantu untuk memberikan saya pekerjaan paruh waktu. Karena mereka berpikir untuk tetap menyewa nanny, sepertinya saya masih boleh bekerja disini sampai setahun berikutnya. Bagaimana kalau mereka berubah pikiran?

Artinya saya tetap harus menunjukkan bukti ke UDI bahwa saya mampu membiayai kehidupan sehari-hari. Saya masih berusaha menabung sebanyak-banyak mungkin sekarang ini. Entah berapa pun itu, rencananya ingin pinjam uang ibu saya dulu untuk menutupi sisanya saja. Lolos dapat study permit, baru saya kembalikan lagi uangnya dan mencoba mencari pekerjaan paruh waktu lain di luar. Tapi sejujurnya, saya tidak yakin memilih jalan ini karena paham soal keterbatasan finansial sang ibu juga.

Kalau kalian berniat kuliah di Norwegia pakai biaya sendiri, silakan baca informasi detailnya di situs UDI . Di situs tersebut juga disebutkan bahwa mahasiswa asing harus memiliki tempat tinggal di Norwegia yang dibuktikan dengan surat kontrak atau pernyataan dari pemilik kos. Karena tahun depan kamar saya akan dirombak jadi kantor baru, makanya saya tidak bisa tinggal lebih lama dengan keluarga yang sekarang. Lagipula saya butuh privasi lebih karena bukan au pair mereka lagi. Perihal ini juga sempat saya bicarakan ke teman yang tinggal di Oslo dan doi sepakat untuksharing costapartemen kalau memang saya bisa studi disini.

4. Belajar bahasa lebih lama

Kalau ada negara di Eropa yang saya ingin tinggali lebih lama, itu adalah Denmark atau Norwegia. Mengapa, karena dua negara ini adalah negara terlama di Eropa yang pernah saya tinggali dan paling saya kenali bahasa dan kebudayaannya. Kuliah di Denmark sangat mahal, makanya saya belum mampu lanjut kesana. Sayang juga, karena sebetulnya saya masih sangat ingin belajar bahasa Denmark .

Opsi studi di Norwegia tentu saja menjadi sangat rasional dan masuk akal. Saya berpikir, kalau berkesempatan studi Master selama 2 tahun, artinya total saya tinggal disini menjadi 4 tahun. I just wonder, am I still (this) bad at talking Norwegian after 4 years? Mungkin saja saya makin bersemangat ingin lancar bahasa lokal karena bisa jadi modal untuk mencari pekerjaan selepas lulus kuliah.

So, ini planning saya di awal tahun ini! Apapun keputusannya, saya berharap yang terbaik saja. Kalau memang jalan ini belum mulus, I would move to Plan B because it could be back home.

Langkah berikutnya:

Daftar kuliah di kampus Norwegia

Sunday, May 17, 2020

Tips Road Trip Impian ke Pulau Lofoten, Norwegia|Fashion Style

Sudah lama sebetulnya saya merencanakan ingin road trip ke Pulau Lofoten. Dulu inginnya ke Norwegia Utara bersama Michi—yang belum tahu siapa itu Michi, baca cerita saya disini ! Lalu karena sadar rencana tersebut hanya angan-angan belaka, saya lempar lagi rencana ini ke teman-teman au pair Indonesia di Denmark. Seorang au pair sudah mengantongi SIM Eropa dan sering antar-jemput host kids-nya, jadi saya anggap bisa diandalkan untuk jadi sopir 😛. Rencana sudah dibuat cukup matang sampai menghitung harga ongkosnya juga. Lagi-lagi, rencana tinggalah rencana.

Tahun ini, saya akhirnya bisa mewujudkan trip impian lewat darat ke Lofoten! Beruntung, seorang cowok Norwegia, sebut saja Mumu, secara spontan menawari saya perjalanan ke Lofoten melihat midnight sun.Rencana ini juga akhirnya bukan hanya wacana, meskipun sudah direncanakan Desember tahun lalu. (Next time mungkin saya akan sedikit cerita siapa itu Mumu)

Mengapa Lofoten?

Popularitas Lofoten naik drastis beberapa tahun ke belakang sejak seorang fotografer memamerken jepretan fotonya di Instagram. Banyak orang akhirnya penasaran dimana pulau cantik itu berada, hingga di tahun 2017, lebih dari 1 juta pengunjung memadati pulau ini setiap tahun. Padahal penduduk asli Lofoten sendiri tidak lebih dari 25 ribu jiwa. Puncak keramaian turis biasanya dimulai akhir Juni hingga pertengahan Agustus tepat saat liburan sekolah. Kami cukup beruntung datang kesini di awal Juni sebelum libur sekolah musim panas. Sudah terlihat beberapa rombongan turis memang, terutama dari Jerman dan Amerika, namun kebanyakan para lansia yang berjalan sambil menggendong kamera mereka.

Dimulai dari Oslo, kami menyusuri beberapa kawasan Norwegia Utara, sebelum berlabuh di Lofoten. Saya juga tidak sendirian merancang trip kali ini karena Mumu berinisiatif mengganti rute untuk mengunjungi banyak tempat. Beruntungnya lagi, Mumu sudah beberapa kali mengunjungi Lofoten karena ini juga kampung halaman neneknya. Perjalanan jadinya lebih mudah karena selain sudah tahu beberapa tempat, sebagai native, Mumu tidak kesulitan membaca rute, menemukan rules, dan berkomunikasi dengan warga setempat.

Svolv?R

Trip kami dimulai dari Svolv?R menuju ke ujung selatan pulau. Dari Skutvik, kami naik feri selama 1 jam 50 menit menuju wilayah administrasi sekaligus ibukota Pulau Lofoten ini. Meskipun lebih jauh mengemudi ke utara, namun biaya feri dari Skutvik ke Lofoten lebih murah dan cepat ketimbang dari Bodø.

Svolv?R is an amazing place! Salah satu desa tercantik di Lofoten ini menawarkan pemandangan luar biasa pegunungan, pantai, serta kabin nelayan (Rorbua) khas berwarna merah atau oker sebagai ciri utama Pulau Lofoten. FYI, Pulau Lofoten dulunya adalah kampung nelayan terbesar di Norwegia. Tak heran mengapa akan ditemukan banyak sekali kabin berwarna merah di sisi perairan yang jadi daya tarik Lofoten hingga saat ini.

Selain tempatnya yang cantik, Svolv?R juga seringkali dipenuhi turis saat musim panas karena menyediakan banyak restoran internasional beratmosfir hangat ala pedesaan yang cukup modern. Herannya, meskipun Lofoten adalah desa nelayan, sulit sekali menemukan restoran seafood di Svolv?R.

Kabelv?G

Tidak seperti tetangganya, banyak turis yang seringkali mengabaikan tempat ini. Satu-satunya tempat cantik di Kabelv?G yang kami singgahi adalah Pantai Rørvik. Beruntung karena bukan peak season, berjalan mengitari pantai jadi sangat tenang karena hanya tiga atau lima turis saja yang mampir untuk berfoto, lalu pergi.

Pasirnya putih bersih dan airnya biru jernih bergradasi. Cocok sekali untuk bersantai sekaligus berenang kalau airnya tidak terlalu dingin. Di sisi pantai juga disediakan selang air bersih untuk membilas dan minum.

Henningsv?R

Kata Mumu, Henningsv?R adalah desa yang wajib dikunjungi kalau datang ke Lofoten. Sama seperti Svolv?R, kebanyakan turis biasanya akan memadati desa ini saat musim panas. Pilihan tempat makan dan hiking paths menjadikan daya tarik lain bagi pengunjung.

Selain kabin nelayan yang berwarna merah, satu hal lagi yang pasti akan kita temui di pulau ini, jemuran ikan kod yang diasinkan. Mirip jemuran ikan asin di Indonesia, tapi di Norwegia ikannya digantung di kayu-kayu yang tinggi. Saya sebetulnya sudah melihat piramida jemuran ikan yang dikeringkan di Svolv?R, tapi di Henningsv?R ternyata jumlahnya lebih banyak. Jemuran ikan kod yang tergantung tak jauh dari pesisir pantai tidak hanya badan utuh, tapi juga jemuran kepalanya ikut diasinkan.

Sebelum memasuki pusat desa, kami juga melewati danau berwarna hijau permata yang cantiknya bukan essential! Mata betul-betul dimanjakan oleh segarnya air laut dengan latar belakang bukit bebatuan di sepanjang pulau.

Stamsund

Dari Henningsv?R, kami melipir ke Stamsund, desa neneknya Mumu. He was definitely going back to his childhood. Kami sekalian mampir ke rumah tinggal neneknya yang beberapa tahun lalu sudah dijual. Meskipun tak banyak yang bisa dilihat, tapi makan siang di restoran favorit Mumu di Stamsund semakin membuat kami malas berpindah.

Disini juga saya menemani Mumu memancing di laut lepas sampai dapat 4 ikan Batubara untuk lauk makan malam. It was so fun! Baru 1 menit melempar umpan, Mumu sudah berhasil menjerat ikan berukuran sedang.

Eggum

Kalau winter ada aurora borealis yang biasanya sering 'diburu' pendatang di Lofoten, maka summer ada midnight sun. Karena masuk lingkar arktik, wilayah Norwegia Utara selalu terang benderang karena matahari bersinar selama 24 jam saat musim panas. Sunset biasanya akan dimulai pukul 12 lalu bersinar kembali jam 1 pagi.

Untuk menyaksikan midnight sun, Eggum adalah salah satu tempat terbaik yang sering juga dijadikan camping spot. Sayangnya karena saat itu angin terlalu kencang dan menjadikan malam makin dingin, maka kami batalkan melihat midnight sun disini. Kata Mumu, midnight sun sama kerennya dengan aurora borealis karena matahari hanya menggantung di langit tanpa tenggelam. Pergerakkan matahari yang turun sebentar lalu naik lagi merupakan fenomena alam luar biasa untuk diabadikan.

Leknes

Kami sebetulnya tidak memasukkan Leknes ke daftar kunjungan di Lofoten. Tadinya ingin hiking sepanjang 2 km menuju Pantai Kvalvika sekalian mendirikan tenda, namun celakanya paha Mumu teriris pisau cukup dalam saat pendakian. Mau tidak mau kami harus turun dan menuju rumah sakit terdekat untuk menjahit luka Mumu.

Sepulang dari rumah sakit jam 2.30 pagi, kami sepakat menuju Pantai Haukland untuk bermalam di dalam mobil saja. Saat libur musim panas, tempat ini katanya penuh ramai oleh turis yang berkunjung atau beristirahat mendirikan tenda dan memarkir campervan. Terusan pantai ini adalah Uttakleiv yang sama populernya dan selalu penuh oleh turis.

Meski tidak jadi melihat keindahan Pantai Kvalvika yang bersembunyi di balik bukit, namun Haukland tidak kalah kerennya. Garis pantainya cukup panjang untuk berjalan-jalan sehingga katanya juga, pantai ini mirip seperti yang ada di Seychelles.

Reine

Foto-foto Lofoten yang ada di net kemungkinan besar diambil di Reine dengan latar belakang gunung tinggi menjulang dengan kabin nelayannya di sisi gunung. Desa di wilayah selatan Lofoten ini juga jadi salah satu destinasi terbaik dan terfavorit saya. Reine menggabungkan dua kawasan; rumah untuk orang lokal dan kabin nelayan yang selalu disewakan bagi turis. Karena sangat dekat dengan Moskenes, banyak juga para pendatang yang berlabuh dari Bod? Memulai petualangannya di Lofoten dari sini.

?

Di alfabet Norwegia, ? adalah huruf terakhir dan juga desa paling ujung di Pulau Lofoten. Tidak banyak yang bisa dilakukan di tempat ini selain hiking dan memancing. Karena sedang tidak berangin, saya dan Mumu sepakat memancing lagi di sisi laut. Baru 15 menit memancing, Mumu sudah menjerat 4 ikan Batubara yang ternyata lebih besar dari di Stamsund!

"It is easier to fish in the ocean karena ikannya lebih banyak dari air tawar," katanya.

Tak heran mengapa pesona Pulau Lofoten begitu tenar bagi para turis, internasional maupun lokal. Sepanjang jalan saya melihat bukit dan gunung kokoh dikelilingi laut yang menenangkan perasaan. Bunga katun dan kuning nan lembut menambah kesan damai di sekeliling pulau. Saya yang biasanya hanya melihat hutan berpohon besar di Norwegia Selatan, merasa beruntung bisa merasakan vegetasi lain di Utara.

Inilah Norwegia yang selama ini saya bayangkan saat musim panas; desa yang hijau dikelilingi bangunan berwarna-warni yang menambah kesan ceria. Kebanyakan rumah yang bermaterial kayu seperti rumah nenek-nenek semakin membawa memori zaman dulu. Sederhana namun syahdu. (Cek postingan ini untuk tahu berapa saya dan Mumu menghabiskan uang selama liburan!)

Saturday, May 16, 2020

Tips Your New Bucket List: Melintasi Lingkar Arktik!|Fashion Style

Naik balon udara di Cappadocia? Berfoto di depan Menara Pisa di Roma? Melihat theNorthern Lights di Abisko? Bungee jumping di Christchurch? Apalagi destinasi favorit dan aktifitas impian yang ada di bucket list mu?

Saya dari dulu memang sangat terobsesi dengan negara dingin di kutub utara. Kalau lagi belajar geografi atau fisika astronomi, selalu tertarik menyimak kehidupan orang-orang Eskimo yang tinggal di dekat kutub dan perbedaan musimnya yang sangat ekstrim dari Indonesia. Beruntung sekarang saya tinggal di Norwegia, negara di Utara Eropa yang cukup dekat dengan kutub utara. Beberapa minggu lalu pun saya akhirnya bisa mencoret satu lagi aktifitas di bucket list; melintasi Lingkar Arktik!

Ada 2 garis melingkar tak kasat mata yang melintasi dua kutub di bumi, Lingkar Arktik di utara dan Lingkar Antartika di selatan. Di utara, Lingkar Arktik hanya melintasi sedikit negara seperti Norwegia (Saltfjellet), Swedia (Jokkmokk), Finlandia (Rovaniemi), Rusia (Murmansk), Amerika Serikat (Alaska), Kanada (Dempster Highway), Greenland (Sisimiut), dan Islandia (Grimsey Island). Lingkar Arktik ini menandai bahwa kawasan tersebut menjadi 'kingdom of light' saat musim panas karena matahari bersinar selama 24 jam, dan juga saat musim dingin karena sangat identik dengan the Northern Lights (Aurora Borealis). Musim dingin di kawasan Lingkar Arktik bisa menjadi sangat ekstrim dengan gelap yang panjang dan suhu yang selalu di bawah 0° C.

Selain ada di dalambucket list, melintasi Lingkar Arktik merupakan pengalaman berharga bagi saya yang hanyatraveller musiman danfirst-time explorer ini. Apalagi tidak setiap tahun saya bisa jalan-jalan ke Eropa Utara lewat darat.

Meskipun tidak pernah sama setiap tahun, tapi in step with Juni 2019 ditetapkan bahwa Lingkar Arktik berada di sixty six?33' Lintang Utara. Karena ekstrimnya temperatur dan lingkungan, diketahui hanya four juta orang yang bermukim di kawasan Lingkar Arktik hingga saat ini. Pemerintah Rusia bahkan memberikan upah minimum yang sangat tinggi bagi para penduduk yang mendiami kawasan di Lingkar Arktik.

Untuk melintasi Lingkar Arktik, kita hanya bisa melakukannya lewat darat dengan mobil atau kereta, dan lewat laut dengan naik kapal. Lingkar Arktik biasanya ditandai dengan sebuah monumen dan crains atau tumpukkan batu di sekelilingnya.

Di Norwegia, Lingkar Arktik melewati kawasan Saltfjellet yang memisahkan bagian Helgeland dan Salten. Bisa dibilang, lingkar ini juga memisahkan hampir setengah wilayah Norwegia. Dengan overall 40% wilayah yang berada di Lingkar Arktik, Norwegia memiliki banyak variasi alam yang luar biasa indah, dari jurang, gunung kokoh yang terjal sampai fjord yang tenang, gletser, dan juga kampung nelayan yang tenteram.

Untuk melintasi Lingkar Arktik di Norwegia ini, pengunjung dari Oslo hanya mengambil rute E6 sekitar 1 jam-an dari Mo i Rana. Biasanya pengunjung yang melintasi Lingkar Arktik juga bagian dari road trip atau tur ke Norwegia Utara.

Di sini Lingkar Arktik tidak hanya ditandai dengan monumen, tapi juga Arctic Circle Center yang dibangun tahun 1990 bersamaan selesainya jalan tol E6 yang melintasi gunung Saltfjellet. Di dalamnya kita bisa menemukan kafe, bioskop, exhibition center, serta toko suvenir yang menjual banyak barang khas Norwegia Utara.

Kalau kebetulan lagi lapar dan ada uang lebih, coba sekalian mencicipi makanan khas gunung di Norwegia; apapun yang berbau hasil buruan seperti rusa, kijang, atau babi hutan. Makan di kafetaria ini pun bisa dijadikan bucket list tambahan kalau mampir kesini. Karena Arctic Circle Center tutup saat musim dingin, sangat direkomendasikan datang di musim panas.

Jika malas makan makanan berat, coba saja duduk sebentar di dalam kafe sambil menyesap kopi dan makan wafel. Wafel di Norwegia lebih sering disajikan agak dingin dan berbentuk lembaran, bukan seperti wafel di Belgia yang tebal. Harga selembar wafel 40 NOK dan dimakan dengan krim plus selai stroberi atau raspberi.

Toko suvenir di Arctic Circle Center boleh juga jadi tujuan terakhir sebelum pergi sekalian cuci mata. Saya kira yang akan beli tidak banyak, tapi ternyata hampir tiap turis yang datang pasti keluar membawa buah tangan. Di Norwegia ini, tiap toko suvenir tidak pernah menjual barang yang sama. Barang yang dijual biasanya berkaitan dengan sejarah dan landmark tempat tersebut. Di toko ini saya menemukan banyak sekali suvenir lucu yang memang disesuaikan dengan Lingkar Arktik.

Tempelan kulkas atau gantungan kunci bentuknya macam-macam dan tidak pasaran. Mata saya sudah terfokus pada tempelan kulkas berbentuk makhluk lucu nan fluffy seharga 59 NOK per buah di atas. Hewannya macam-macam dari mulai domba, kijang, anjing, tikus, hingga rusa. Karena semuanya lucu-lucu dan sulit memilih mana yang harus dibeli, Mumu, cowok Norwegia yang pergi bersama saya road trip, menyuruh mengambil saja dua-duanya. Anyway, kebetulan saat itu Mumu yang membayar sekalian saya dihadiahi scarf bermotif Fair Isle karena kelupaan bawa dari rumah.

Rekomendasi untuk kalian yang berencana road trip ke Norwegia Utara saat musim panas; jangan lupa mampir ke Arctic Circle Center, berfoto di monumen Lingkar Arktik, mencicipi menu fast food khas gunung, serta membawa suvenir lucu sebagai pertanda pernah melintasi Lingkar Arktik yang jauh dari Indonesia ini! Bagi yang tertarik mengabadikan pengalaman selain dengan foto, kita juga bisa mendapatkan sertifikat digital"I have crossed the Arctic Circle" secara gratis dari sini .