Showing posts with label apa itu au pair. Show all posts
Showing posts with label apa itu au pair. Show all posts

Monday, June 15, 2020

Tips Au Pair: Cewek Muda Serba Bisa|Fashion Style

Suatu hari, seorang cewek muda Indonesia memiliki niat dan mimpi besar melihat dunia tapi terkendala biaya. Dia tahu betul dirinya bukan orang kaya, pun bukan orang pintar yang bisa sekolah tinggi ke Eropa lewat bantuan beasiswa. Benua biru ini masih ada dalam waiting list-nya, hingga suatu ketika dia menemukan satu jalan ke Eropa dengan menjadi au pair.

Tentu saja au pair bisa mengantarkannya menuju benua biru tanpa butuh dana besar. Namun, au pair yang sejatinya cultural exchange tidak segampang sledding di atas salju tanpa perlu usaha maksimum.

Si cewek muda ini sebetulnya tidak tahu bahwa dunia menyenangkan au pair justru bisa berbuah rasa sakit hati yang menimbulkan rasa trauma. Si cewek muda ini pun belum tahu kalau au pair bersifat sama-sama menguntungkan. You get Europe, they get a clean house.

Au pair memang bisa mewujudkan mimpi mu ke Eropa dan melihat dunia, tapi kamu juga harus tahu bahwa ada hal yang harus kamu tukar dari mimpi mu itu. There is no such a free thing!

Kalau ada yang mengatakan kita datang jauh-jauh ke Eropa hanya untuk jadi pembantu, please shut their mouth up! Au pair itu cewek muda luar biasa yang memiliki fleksibilitas tinggi dan energi pantang kendur!

Karena au pair itu juga...

1. Petugas bersih-bersih

Dari mulai vacuuming, mengepel, lap kaca, buang sampah, dan bersih-bersih dapur yang sampai ada kadar kebersihan sendiri-sendiri di tiap rumah, lho! Jangan remehkan bersih-bersih ini, karena kalau keluarga kamu termasuk super perfeksionis, ada sehelai rambut jatuh di lantai bisa saja disuruh vakum ulang.

2. Asisten rumah tangga

Karena au pair adalah asisten di rumah, kamu dirasa lebih tahu dimana letak barang-barang si keluarga yang kadang kamu sendiri juga tidak pernah melihatnya. Dimana kaos kaki si ini, dimana chargeran si emak, dimana kamu letakkan si piring, dimana kamu taruh baju yang gambarnya itu. Well, you have a big responsibility of their house!

Three. Koki

Beberapa keluarga biasanya mewajibkan au pair menyiapkan makan malam setiap hari. Saya contohnya. Tahu kan kalau selera orang Eropa dan Asia itu tidak sama? Banyak juga au pair yang sebenarnya tidak pintar memasak untuk orang lain. Saya lagi contohnya.

Kalau kamu suka memasak, ya silakan. Bad side-nya, kamu yang potong bahan, kamu yang masak, kamu juga yang beres-beres setelah makan malam. See, you are even more than a cook!

Four. Supir

Teman saya jadi supir si host kids setiap hari karena memang dia diwajibkan antar jemput anak ke sekolah, tempat kursus, atau melakukan aktifitas lainnya. Bagi dia, antar jemput anak itu cukup melelahkan dan membosankan. Apalagi dia tahu, selain merangkap jadi supir, dia kadang juga mesti belanja dan membawa barang belanjaan masuk dan keluar mobil lagi.

Five. Nanny

Para au pair sebetulnya tidak memiliki basic training sebagai pengasuh bayi dan anak, tapi mereka belajar dari pengalaman mengasuh anak si keluarga yang masih balita. This is not easy, girls. Ganti popok, menimang, hingga memandikan balita butuh fokus yang ekstra. Faktanya tidak semua au pair bisa mentolerir bau eek si bayi atau muntahan anak.

6. Petugas kebersihan hotel

Selain tukang bersih-bersih rumah, kamu juga lebih mirip petugas kebersihan resort yang mesti membersihkan rest room, susun baju, menyetrika, dan mengganti sprei setiap minggunya.

7. Guru TK

Sebagai au pair, kita juga dituntut untuk selalu tersenyum ria setiap hari. Bermain bersama, menggambar, menyanyi, berdansa, membuat sesuatu dari kertas, pokoknya harus selalu aktif setiap waktu. Jangan biarkan anak-anak sibuk dengan iPad atau tontonan saja.

Seriously, I'm fed up somehow! Karena setiap hari ketemu host kids, wajar jika kebanyakan au pair bosan, jenuh, eneg, dan tidak mood bermain dengan si anak. I want to choke my host kids sometime! Hah!

8. Pengasuh bagi penyandang cacat

Tidak semua keluarga memiliki anak normal. Beberapa keluarga juga ada yang concern memiliki au pair untuk anaknya yang disability dan butuh perhatian khusus. Lalu, kamu pikir ini gampang? No way! Kamu harus bantu dia makan, menyuapi, menggendong, atau memandikan si anak. Mengasuh anak berkebutuhan khusus sama dengan mengurus bayi, it takes full of attention and timing.

9. Anak SMP

Sekali lagi, karena kamu tinggal dengan keluarga angkat, kamu harus menjaga sikap agar selalu terlihat seperti anak baik-baik di rumah. Kadang ada saja keluarga yang mengunci pintu hingga jam 10 malam dan tidak membiarkan au pairnya masuk kalau pulang kemalaman. Atau kamu juga harus minta izin dulu jika ada teman yang ingin menginap dan masak-masak. Lalu minta izin lagi setiap keluar rumah, lalu kadang minta izin lagi bolehkah mengambil makanan di kulkas.

10. Kakak tertua

You are the boss! Tapi ini juga salah satu tanggung jawab kamu yang mesti mengingatkan si anak untuk tidur, stop bermain iPad, menjadwalkan waktu nonton TV, ataupun menjaga si anak kalau sedang sakit. Kamu adalah tangan ketiga yang membantu mengawasi anak jika orang tua mereka sedang tidak di rumah. Plus, menjaga dan mengajak anjing jalan jika dibutuhkan.

Eleven. Keluarga

Well, after all, a great host family would be so happy having you as their family. Mereka adalah keluarga yang melindungi, memperhatikan, dan juga peduli dengan waktu libur dan kehidupan kamu selama tinggal di rumah mereka. But wait! Keluarga itu harusnya tidak banyak meminta kan ya? Ya itu, jangan banyak minta meskipun kamu dituntut untuk selalu fleksibel dengan waktu, inisiatif, dan tenaga.

Saat kencan dengan seorang cowok, doi nanya kenapa saya mau jadi au pair. Dia bahkan menilai au pair tidak lebih dari cheap labour semata. Doi sebenarnya tidak berusaha menjelekkan profesi saya sebagai au pair. Hanya saja dia miris dengan banyaknya tugas au pair yang merangkap sebagai "apapun", namun hanya diganti dengan pocket money yang kecil dan tempat tinggal.

He is obviously right, but in another case, he is also wrong. Kita jadi au pair bukan untuk uang. Kita menukarkan mimpi datang ke Eropa, dapat tempat tinggal, makan enak, hingga bisa menabung, karena kita juga paham tidak ada sesuatu yang gratis. Tidak usah terlalu memikirkan uang yang sedikit, kalau memang sudah dihadiahihost family yang baik.

Just be proud eventually you're coming to Europe!

Tips Persiapan Wawancara dengan Calon Host Family|Fashion Style

So, setelah akhirnya mencari host family ke banyak situs dan ternyata matching, kamu dihubungi kembali untuk seleksi wawancara dengan si keluarga. Bahagia? Pasti! Setidaknya, bersyukurlah ternyata profil mu berhasil dilirik oleh si keluarga angkat.

Bagi saya, sesi wawancara dengan host family selalu membuat nervous.Meskipun wawancara dilakukan via Skype, tapi tetap saja, saya tidak ingin tiba-tiba blank dan tidak tahu harus bicara apa dengan si calon keluarga.

Sebenarnya wawancara dengan calon keluarga angkat tidaklah setegang bicara dengan calon atasan di perusahaan besar. Obrolan biasanya terkesan lebih santai dan dimulai dengan proses kenalan. Tapi tetap saja, kita harus serius dan inilah waktunya 'menjual' diri kita di hadapan si keluarga agar diterima menjadi au pair mereka.

Ingat ya, kamu bukanlah satu-satunya calon au pair yang host family wawancarai. Saingan akan lebih berat kalau si keluarga mencari au pair dari seluruh negara. Agar tidak tertatih-tatih saat mengobrol dengan si keluarga, coba persiapkan hal berikut agar kamu lebih percaya diri di kamera.

1. Pelajari profil calon keluarga angkat

Baca lagi tentang profil si keluarga angkat. Umur, pekerjaan orang tua, nama anak dan usia mereka, serta apa saja ekspektasi si keluarga terhadap au pair nanti. Biasanya saat wawancara, si ibu dan/atau ayah angkat akan memperkenalkan diri mereka kembali secara singkat. Mereka juga akan menjelaskan lagi rutinitas, hobi, dan hal-hal mendasar tentang ekspektasi mereka ke kamu.

2. Catat pertanyaan yang menyangkut isi profil

Beberapa keluarga ada yang secara gamblang menuliskan panjang lebar apa ekspektasi mereka lewat profil. Namun ada juga keluarga yang hanya menuliskan sedikit detail, namun diperjelas kembali saat sesi wawancara.

Cari kembali pertanyaan yang kira-kira akan kamu tanyakan dan berhubungan dengan isi profil si keluarga. Contohnya, apakah tempat tinggal mereka jauh dari kota besar, perlu kah kamu menyetrika pakaian, atau apakah mereka pernah punya au pair sebelumnya. Kadang pertanyaan ini akan dijelaskan sendiri oleh si keluarga saat perkenalan.

3. Siapkan 2-four pertanyaan tambahan

Kalau memang ini wawancara pertama mu dengan si keluarga, jangan dulu menanyakan hal-hal yang bersifat meminta. Contohnya, soal tiket pesawat, biaya visa, biaya kursus, atau keadaan kamar.

Tanyakanlah hal-hal yang bersifat netral dan tetap menunjukkan ketertarikan mu dengan keluarga mereka. Contohnya, apakah kamu libur saat akhir pekan, apakah transportasi dari tempat tinggal si keluarga mudah dijangkau, apakah anak-anak mereka sosial, atau tanya juga apakah mereka memberikan mu waktu longgar untuk ke gereja atau kursus.

That's it!

Pertanyaan lainnya semacam tiket pesawat atau biaya kursus, bisa kamu tanyakan di email tambahan atau ketika kamu benar-benar yakin kalau host family juga tertarik setelah wawancara. Jika di wawancara pertama saja kamu sudah banyak minta ini itu, takutnya si keluarga malah berubah pikiran dan justru kamulah yang banyak ekspektasi.

4. Buat draft kasar tentang diri sendiri dan motivasi mu

Selain memperkenalkan diri mereka, si calon keluarga pasti ingin mendengar juga cerita singkat tentang kamu. Sekali lagi, jangan kebanyakan perkenalan dan straight to the point. Sebutkan saja umur, tempat tinggal yang sekarang, pendidikan terakhir, serta pengalaman kerja.

Kalau memang tidak ada pengalaman kerja sebelumnya, katakan saja kalau kamu memiliki ketertarikan dengan anak-anak dan budaya asing. Hal ini juga yang memotivasi kamu untuk jadi au pair di negara mereka. Meskipun ini akan jadi au pair pertama mu, tetaplah percaya diri dengan meyakinkan host family kalau pengalaman mu dengan anak-anak sudah terlatih saat mengasuh adik, sepupu, atau keponakan.

Siapkan juga dua atau empat kalimat yang menerangkan alasan kamu ingin jadi au pair di negara tersebut. Be specific ya, di negara tempat tinggal keluarga yang sedang mewawancarai mu! Mungkin kamu tertarik dengan arsitektur, bahasanya, makanan mereka, atau keinginan kamu yang ingin lanjut studi selepas au pair. Minimalisir kata-kata yang hanya ingin 'jalan-jalan' saja.

5. Atur nada bicara dan latih bahasa asing mu

Hampir semua keluarga angkat menggunakan bahasa Inggris saat sesi wawancara. Namun tidak jarang juga ada keluarga yang lebih nyaman menggunakan bahasa ibu mereka seperti bahasa Jerman atau Prancis. Meskipun kamu merasa cukup lancar bicara bahasa asing ini, tetaplah berlatih sebentar untuk mengutarakan maksud dan motivasi mu ke mereka.

Jangan mencatat semua yang ingin dikatakan, karena akan terkesan kamu tidak lancar berbahasa asing dan hanya membaca saja. Kalau memang tidak terlalu lancar bahasa Inggris, katakan di awal kalau kamu sedikit kesulitan bicara bahasa ini. Then, you need to speak slowly.

Tidak usah terlalu buru-buru saat bicara dengan calon keluarga dan bicaralah dengan intonasi yang jelas. Meskipun sifatnya santai, kamu tetap harus serius dan profesional.

6. Tersenyumlah senatural mungkin

Sebisa mungkin hindari ekspresi datar dan berlatihlah untuk tetap tersenyum saat sesi wawancara. Raut muka serius menandakan kamu bukanlah orang yang terbuka. Banyak cengengesan juga tidak baik karena kamu seperti essential-fundamental. Senyumlah senatural mungkin dan bersikaplah ramah bahkan saat pertama kali memulai percakapan.

Sapa mereka dengan antusias, "Hi... How are you?" atau bisa juga sekalian sebut nama mereka, "Hi Emily, how are you?"

Karena mereka adalah calon keluarga mu nanti, tidak usah panggil Madam atau Mister/Sir. Panggil nama mereka dan anggaplah si keluarga seperti teman mu sendiri.

Wawancara pertama dengan host family mungkin tidak akan menentukan nasib mu menjadi bagian dari keluarga mereka nanti. Tapi berusaha untuk mempersiapkan banyak hal terlebih dahulu setidaknya membuat kamu lebih siap mental dan belajar bersikap profesionaldengan orang asing.

Tenang saja, sebelum melangkah cantik keliling Eropa, saya dulu juga sempat ditolak berkali-kali oleh si keluarga angkat. Padahal saya memiliki pengalaman jadi au pair sebelumnya, lho. Teman saya, belum pernah jadi au pair, langsung diterima setelah satu kali wawancara dengan host family-nya. Jadi, punya pengalaman atau tidak, sebenarnya juga tidak menjamin apakah kamu bisa langsung mencuri hati keluarga angkat saat wawancara.

Saran saya, minta kontak au pair lama si keluarga (kalau memang ada) untuk referensi dan langsung saja tolak host family yang menanyakan apakah kamu punya pengalaman cleaning atau jadi domestic helper sebelumnya. Tipe keluarga seperti ini biasanya akan menaruh ekspektasi bersih-bersih berlebih bagi si calon au pair. Mereka sebenarnya bukan cari au pair, tapi pengganti cleaning lady.

Good success!

Sunday, June 14, 2020

Tips 7 Tips Agar Host Family Melirik Profil Mu|Fashion Style

Membuat profil au pair yang bagus adalah satu hal yang mesti selalu di-improve. Saya ingat betul pertama kali membuat profil di Au Pair World, saya meminta bantuan seorang teman untuk mengoreksi apakah profil saya sudah bagus atau belum. Karena tahu dia pernah pengalaman jadi au pair 2 kali sebelumnya, saya percaya kalau si teman ini setidaknya tahu mana tulisan yang bagus atau tidak.

Betul saja, dia menilai profil saya terlalu etnosentris dan blak-blakan jual mahal. Saya terlalu terpusat pada diri sendiri, tanpa memikirkan si calon keluarga yang membaca. Padahal harusnya profil berfungsi sebagai CV yang memungkinkan host family tahu siapa kita dan motivasi kita jadi au pair.

Tiga kali jadi au pair dan harus menulis profil, saya akhirnya bertemu juga dengan keluarga angkat yang mau meng-hire saya jadi au pair mereka. Tentu saja, tidak semudah itu. Ibaratnya cari kerja, saya juga banyak mengalami penolakan terlebih dahulu meskipun sudah pernah menjadi au pair sebelumnya.

Di postingan tentang pencarian keluarga angkat , saya sudah menuliskan beberapa tips bagaimana menuliskan profil yang menarik di situs pencarian au pair. Berikut saya ulas kembali beberapa tips untuk kalian yang mungkin masih juga bingung bagaimana menuliskan profil yang bagus.Just bear in mind, profil yang bagus tidak akan langsung mengantarkan kamu ke Eropa. Tapi setidaknya, jadikanlah goal agar calon keluarga melirik profil mu dan tertarik untuk mengenal mu lebih jauh.

1. Background kamu

Kalau harus menulis profil tanpa format asli dari agensi atau situs di internet, boleh mulai memperkenalkan diri secara singkat seperti;

"Halo, nama saya Nin, usia 23 tahun, dan berasal dari Palembang, Indonesia."

Tapi kalau memang nama dan umur kamu sudah terlihat jelas di situs tersebut, contohnya Au Pair World, tidak perlu menuliskan identitas kembali. Langsung saja to the point;

"Halo, saya Nin (cukup nama panggilan), berasal dari Palembang, Indonesia, dan sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir di Universitas X."

Calon host family ingin langsung tahu apa yang sedang kamu lakukan sekarang, seperti pekerjaan atau pendidikan terakhir. Ketimbang harus bertele-tele menuliskan semuanya dalam kalimat yang panjang, mungkin bisa ditulis seperti ini;

"Saya sekarang masih kuliah di kampus X dan mengambil jurusan Farmasi."

"Saya bekerja di TK Anak Bangsa sebagai guru TK selama 3 tahun."

"Sekarang saya masih bekerja di Perusahaan Indah Karya sebagai Akuntan selama 1 tahun."

"Sekarang saya masih tinggal di Berlin sebagai au pair dan kontrak saya akan selesai Juli 2018."

2. What do you do in your spare time?

Selain sibuk bekerja atau sekolah, host family juga ingin tahu, apa yang senang kamu lakukan saat sedang tidak dikerjar deadline kantor atau kampus. Hobi atau kegiatan favorit mu setidaknya sedikit menguak "who you are".

"Selain sibuk kuliah, saya sangat suka renang, mamanggang kue, ataupun hiking."

"Meskipun pekerjaan saya hampir 24/7, tapi saya juga suka melakukan aktifitas lain seperti menggambar atau membaca buku. Buku terakhir yang saya baca berjudul X dan isinya sangat menginspirasi kehidupan saya sekarang."

"Sejak tinggal di Amsterdam, saya jadi sangat suka bersepeda keliling kota setiap akhir pekan sekalian mengunjungi banyak hidden gems yang ternyata tidak semua orang tahu."

Tell them that you are an active person, an interesting girl with bunch of hobbies! Kalau memang suka menonton film, let them know what is your favourite one! Jadi tidak hanya menyebutkan apa yang kamu suka, tapi juga beri keluarga angkat clue kalau kamu banyak mendapatkan manfaat atau ide dari hobi mu itu.

Three. Pengalaman dengan anak-anak

Karena au pair tugasnya lebih relevan ke anak-anak (bukan cleaning, normalnya), maka host family harus tahu juga seberapa lama jam terbang mu meng-handle anak kecil. Jangan takut kalau belum pernah jadi au pair sebelumnya, karena kamu tetap bisa menjual potensi saat mengasuh keponakan.

"Karena sudah bekerja selama 3 tahun di SD 31, saya memiliki tanggung jawab besar untuk mengajar anak-anak membaca dan berhitung."

"Saya memang belum pernah menjadi au pair sebelumnya, tapi pekerjaan sebagai freelance babysitter yang sering saya lakukan membuat saya cukup dekat dengan anak-anak dan dunia mereka."

"Meskipun ini akan menjadi au pair pertama saya, tapi saya yakin dengan kemampuan mengasuh anak-anak sejak beberapa tahun lalu. Banyak om dan tante yang percaya menitipkan anak mereka ke saya saat mereka bekerja. Karena pekerjaan ini, saya pun mengerti bagaimana caranya menidurkan anak, bermain dengan mereka, ataupun memandikan si kecil."

"Karena pengalaman saya menjadi au pair selama satu tahun di Paris, saya pun sudah cukup familiar dengan gaya hidup orang Eropa dan anak-anak mereka."

Tell them more about your experience! Kalau memang pernah bekerja menjadi seorang guru, jelaskan apa yang membuat mereka merasa yakin kalau kamulah au pair yang mereka cari. Apa value yang kamu pelajari selama menjadi seorang guru dan membuat mu bisa mengaplikasikannya ke kehidupan internasional au pair.

Jika kamu memang sering mengasuh keponakan, "jual lagi" diri kamu di dalam profil dan jelaskan kalau kamu tipikal orang yang bisa mengatasi stres hanya karena tangisan anak kecil.

Perlu diingat, anak-anak Australia atau Eropa berbeda dengan anak-anak di Indonesia. Anak kecil di negara Barat sudah dibudayakan untuk mandiri, sementara anak kecil di Indonesia lebih haus perhatian dan pelayanan. Umur 2 tahun di Eropa sudah bisa makan sendiri, sementara di Indonesia, masih harus kejar-kejaran saat menyuapi makan.

4. Motivasi ingin jadi au pair

Ini juga jadi bagian yang paling krusial bagi para calon keluarga untuk tahu apa motivasi mu menjadi au pair. Sekedar jalan-jalan kah, cari pacar bule kah, cari duit kah, cari visa tinggal saja kah, atau lebih dari itu?

Kalau kamu memuat profil di situs au pair Skandinavia, tentu saja kamu harus menuliskan apa alasan kamu ingin jadi au pair di Eropa Utara. Apa yang paling mendasari mimpi mu untuk kesana. Jangan hanya tuliskan ingin jalan-jalan saja, karena au pair bukanlah holiday for free!

Jika harus menulis profil di situs pencarian au pair umum, tulis saja alasan mendasar untuk menjadi au pair. Ingin bertemu teman internasional atau selalu penasaran dengan kuliner khas sana, mungkin?

Tulis juga apa kira-kira pelajaran yang bisa kamu dapatkan dari menjadi seorang au pair. Apa yang bisa membuat hidup mu lebih berarti jika bisa tinggal di Eropa atau Australia. What do you gain by being an au pair?

Kalau kamu sekarang sedang bekerja di Indonesia, apa alasan mu ingin berhenti dan apa yang membuat mu yakin au pair adalah langkah yang tepat. Sama halnya jika kamu sekarang adalah mahasiswa tingkat akhir, mengapa kamu ingin jadi au pair selepas lulus?

Be specific dan tolong juga hindari minta dikasihani seperti profil gadis-gadis Filipina ;

"I need to make cash due to the fact I want to ship my sisters to highschool."

"My father is only a farmer, so I must make extra cash to assist my own family."

Salah? Tentu saja tidak. Banyak sekali profil seperti itu, terutama dari Filipina. That's their own choice, of course! Tapi tentu saja, impian kita ke Eropa bukan hanya cari duit, toh? Jangan samakan mimpi kita dengan para mbak TKI yang berjuang bagi keluarga dan devisa negara. Kita berbeda!

5.Make it simple

Biasanya hanya karena ingin terlihat serius dan panjang, kita lalu menuliskan semua hal di satu profil. Sejujurnya, it is so annoying and boring just to read it. Treat you profile as your CV. Buatlah sesimpel mungkin, tapi memuat seluruh poin terpenting.

Sekali lagi, kalau calon keluarga tertarik ke kamu, mereka pasti ingin mengenal mu lebih jauh dan bisa jadi akan diajak interview. Jadi daripada menulis cerita super panjang soal keluarga mu, just keep it simple by just talking about yourself.

You get my go with the flow?

6. Pasang foto terbaik

Saya berhasil menjadi au pair di keluarga Denmark karena foto-foto yang ada di profil saya. Host dad saya , Brian, juga menggarisbawahi kalau foto adalah bagian terpenting agar host family tahu kamu orang seperti apa.

"We liked your profile because you smiled a lot with the kids," kata Brian.

Contohnya dari 5 foto terbaik yang akan dipajang, usahakan 4 di antaranya adalah foto kamu dan anak-anak. Satunya lagi adalah foto mu dan keluarga atau teman terbaik. Boleh saja pasang swafoto jika memang saat itu kamu sedang melakukan hobi. Contohnya, foto sedang menunggang kuda, foto saat berkunjung ke Bromo, atau foto sedang menjahit baju.

Seperti kata Brian, keep smiling. Ayo, mulai pajang foto terbaik mu tersenyum ceria saat bermain dengan host kids atau keponakan di rumah!

7. Make it personal

Beberapa situs pencarian au pair, contohnya Au Pair World, memungkinkan kamu untuk menyapa calon host family duluan lewat profil mereka. Dibandingkan harus copy-paste tiap pesan ke para keluarga ini, ada baiknya kamu baca dulu profil mereka baik-baik lalu baru tulis pesan secara personal.

"Halo Martha (panggil nama depan mereka), saya sangat tertarik menjadi au pair di Belgia dan saya lihat kalau profil kamu sangat menarik. Kamu punya 2 anak yang umurnya masih kecil dan kebetulan saya pernah mengasuh anak di umur segitu. Kalau tidak keberatan, boleh cek profil saya kembali dan saya sangat berharap bisa mengenal keluarga mu lebih jauh."

Poin plus jika kamu bisa menuliskan opening line dengan bahasa lokal yang keluarga tersebut gunakan. Boleh saja, lho, menarik perhatian keluarga angkat lewat bahasa Prancis atau Jerman yang sudah kamu kuasai sedikit-sedikit.

Buat keluarga angkat tahu kalau kamu adalah kandidat tepat yang mereka cari. Seperti yang saya sebutkan di atas, mungkin kamu belum menemukan host family yang kamu cari hanya karena sudah mengikuti poin-poin saya di atas. Tapi berbahagialah kalau setidaknya kamu mendapatkan respon baik dari calon keluarga. Bukankah memang itu tujuan awal kita?

Sudah mendapatkan respon positif dan ternyata host family ingin lanjut ke proses wawancara? Baca cerita saya sebelumnya tentang persiapan sebelum interview agar kamu tidak terlalu grogi!

Good luck, girls!

Tips Beda Host Dad, Beda Cerita|Fashion Style

Host family itu unik. Mereka punya gaya hidup, karakter, serta membawa pengalaman yang berbeda pula untuk au pairnya.

Tiga tahun lebih jadi au pair di Eropa, saya sudah tinggal dengan 4 keluarga yang semuanya membawa cerita baru dalam hidup saya. Meskipun saya lebih banyak berinteraksi dengan si emak dan anak-anaknya, namun si bapak sebenarnya juga punya cerita yang menarik.

Empat host dad saya memiliki latar belakang dan pekerjaan yang tak sama. Tinggal bersama mereka membuat saya tidak luput dari pengamatan mengenai kebiasaan si bapak-bapak ini di rumah, mulai dari gaya hidup hingga fashion.

Let me introduce the daddies!

1. Keluarga Maroko

Pertama kali jadi au pair, saya tinggal dengan pasangan keluarga Maroko yang lahir dan besar di Belgia. Saya memang tidak lama tinggal dengan mereka. Setelah satu bulan tinggal bersama, akhirnya saya memutuskan putus kontrak namun tetap terus tinggal sesuai perjanjian yang sudah disepakati. Pun begitu, saya dan mereka tetap say goodbye dengan cara yang baik lima bulan kemudian.

Si bapak, Idriss, usianya saat itu sekitar 36 tahun. Pekerjaannya sebagai guru IT di salah satu sekolah menegah membuatnya tidak sesibuk si istri. Dibanding istrinya yang terlihat lebih intelektual, Idriss juga tidak terlalu fasih berbahasa Inggris dan Belanda?Meskipun tinggal di Belgia. Sehari-hari si bapak hanya berkomunikasi dengan bahasa Prancis ke anak-anaknya. Kalau pun harus menjelaskan sesuatu ke saya dalam bahasa Inggris, Idriss seperti kesulitan menafsirkan makna yang dimaksud.

Hobi si bapak ini important Playstation. Kadang kalau mesti jaga anak, Idriss menaruh si bayi di kursi goyang lalu menggunakan ujung jari kakinya untuk menggoyangkan si kursi. Tanpa membuat anak menangis karena nyaman di kursi goyang, mata dan jari tangannya tetap fokus essential Playstation. Saking seriusnya primary, Idriss sampai kadang teriak-teriak sendiri di ruang tengah.

Karena mereka keluarga muslim, Idriss selalu menyapa saya dengan "Assalamua'laikum" setiap pagi. Saya juga cukup kaget di awal-awal dengan kebiasaan bangun tidur Idriss yang baru melek jam 8 atau 9-an saat weekdays. Kalau sedang libur atau akhir pekan, Idriss baru bangun jam 11-an lalu langsung menuju dapur mengambil sarapan.

Meskipun si bapak Maroko ini sering teriak dan omongannya cenderung kasar ke anak-anaknya, tapi beliau pintar masak. Si istri saja sampai mengakui kalau Idriss sudah pegang pisau dapur, makanan apapun akan terasa enak. Agree!

2. Keluarga Belgia

Host dad saya yang kedua bernama Koenrad. Usianya saat itu hampir 40 tahun. Pun begitu, mukanya masih kelihatan ganteng dan bugar. Maklum, dia lebih suka naik sepeda ke kantor ketimbang naik mobil.

Berbeda dengan para French speakersdi Walloon, si bapak jangkung yang tinggal di utara Belgia ini fasih berbahasa Belanda, Inggris, dan Prancis. Beliau juga cinta mati sama istrinya, lho! I can see it. Maklum, mereka menikah saat Koenrad berumur 27 tahun dan si istri 24 tahun. Cukup muda untuk ukuran orang Eropa.

Dibandingkan si istri yangquirky dancasual, Koenrad lebih rapih danstylish. Dia juga tidak takut memakai celana hijau, kuning, atau merah tua ke kantor.

Host family saya ini juga termasuk orang kreatif, sukses, namun super sibuk. Selain punya bisnis student housing di Belgia, Koenrad dan si istri tidak ragu membangun sebuah hostel baru di Ghent dari hasil renovasi gedung legendaris di pusat kota. Waktu saya disana, hostel mereka baru dibangun sekitar satu tahunan. Hebatnya, hostel tersebut sudah menjadi salah satu hostel butik berinterior terkeren di dunia! Sudah sering masuk majalah sampai dibukukan malah.

Selain mengurus bisnis properti, saya sebenarnya tidak paham dengan jam kerja pasangan ini. Pagi, jam 9-an kerja. Pulang hanya di jam makan malam. Sekitar jam eight-an keluar lagi sampai tengah malam. Alasannya ya tetap kerja. Luar biasa! Tidak heran kalau Koenrad dan istrinya mendapat penghargaan sebagai salah satu pebisnis muda tersukses di Belgia tahun 2013.

Mungkin karena merasa sudah sukses di usia muda, entah kenapa saya juga kurang suka dengan idealisme Koenrad. Mereka sebenarnya tergolong keluarga yang punya banyak duit, tapi terkesan pelit dan irit. Penampilan mereka biasa saja. Mobil pun tak seberapa, bahkan mirip angkutan kota. Ya bagus memang, hidup sederhana. Tapi saya pernah diceramahi gara-gara mengatur suhu ruangan yang terlampau panas.

Alasannya karena global warming, padahal menurut saya hanya karena tagihan listrik yang takut membengkak. Si bapak sampai menjelaskan soal efek pemanasan global layaknya saya anak SD yang tidak tahu apa-apa.

"You can wear jumper or more sweaters if you still feel cold," saran dia saat itu.

Meh!

Three. Keluarga Denmark

Perkenalkan host dad saya yang ketiga, Brian. Si bapak pemilik perusahaan alat gym di Denmark yang jago masak, urus anak, dan hobi buang duit. Usianya sekarang sekitar 45 tahun. Tapi karena pandai merawat diri dan suka work out, si bapak masih terlihat ganteng di usianya yang sudah di atas 40 tahun.

Pertama kali ketemu Brian, saya sudah bisa merasakan aura bossy-nya dia. Pernah saya telat bangun pas baru awal-awal tinggal di rumah mereka, langsung dimarahi saat itu juga.  "For me, time is so important!" katanya.

Gara-gara aura bossy-nya Brian, saya kadang merasa segan dan juga takut kalau tiba-tiba kena panggil. Well, apalagi ini? Salah apalagi? Untunglah setelah hidup bersama selama beberapa bulan, Brian terlihat lebih kalem dan menganggap saya seperti keluarga.

Brian termasuk bapak yang unik. Sebelum sibuk dengan pekerjaan, beliau katanya pecinta berat film. Dalam seminggu, dia bisa datang ke bioskop 2-four kali. Karena suka sekali menonton, tiap ruangan dan kamar pasti dipasang TV. Lucunya, TV disejajarkan dengan luas dinding dimana TV tersebut dipasang. Kalau dindingnya lebar, si TV pun akan dipasang yang besar. Kalau dindingnya kecil, TV juga dipilih yang sedikit kecil.

Di kamar host kid saya pun ada 2 TV yang dipasang sejajar dengan tingkatan tempat tidur. Satu tingkat tempat tidur, satu TV terpasang. Pokoknya dibuat senyaman mungkin. Padahal, saking sibuknya mereka, menonton pun jarang. Sekalinya menonton, hanya acara anak-anak.

Soal makanan, Brian juga punya taste yang sangat tinggi. Si bapak ini tidak suka kalau bahan makanan yang akan dimasak terlihat layu atau sudah terlalu lama di kulkas. Pun soal penyajian makanan, bagi Brian, warna itu sangat penting. "Usahakan ada warna merah atau hijau di tiap penyajian," katanya saat itu.

Karena terlalu strict soal kesegaran sayuran ini, kadang saya merasa sayang dengan banyaknya bahan makanan yang dibuang padahal masih sangat bagus. Pisang yang kecoklatan sedikit, langsung dibuang. Salad yang baru dua hari di kulkas, buang! Daun bawang yang baru dipakai setengah, sisanya buang!

"Well, I could buy it more. No worry," katanya santai.

Bukannya apa, kalau saya tipe orang yang suka makan, mungkin sudah gendut makan sisa bahan makanan di rumah mereka. Sayangnya, saya pun terlalu picky soal makanan dan cepat kenyang.

Meskipun hobi buang-buang bahan makanan, Brian sebenarnya sangat pintar memasak. Saya pun tidak ragu dengan skill masak beliau. Dibandingkan mengganti popok anak, Brian lebih suka pegang panci. Tahun kedua, saat si kembar beranjak besar, tugas memasak saya akhirnya dia yang pegang. He feels happier though.

Karena tahu kaya, Brian juga tidak ragu buang-buang uang. Di rumah sudah terparkir dua mobil, masih menambah satu mobil sport. Padahal garasi saja pas-pasan.

Si bapak satu ini juga hobi beli sepatu olahraga untuk menunjang aktifitas gym-nya. Selain itu, tak terhitung lagi berapa banyak kemeja yang sering dia beli versus yang sering dia pakai. Saya lho yang repot menyetrika.

Meskipun karakter alaminyabossy dan emosional, tapi Brian sangat menghargai equality di dalam rumah tangga. Jam 6 pagi si bapak bangun, sarapan, lalu nge-gym dulu sebelum berangkat ke kantor. Jam 5 sore Brian pulang, langsung masak, lalu tetap setia pula mendongeng sebelum anak tidur. Plus, memandikan anak kalo dibutuhkan. Tengah malamnya, saat si kembar merengek, Brian juga yang bangun dan membuatkan susu. Begitu saja terus alurnya selama 2 tahun saya disana.

Beruntunglah si istri yang mendapatkan suami macam Brian ini. Sudah ganteng, mapan, kaya, stylish, rajin olahraga, jago masak, plus tidak ragu membantu mengurus anak. Bravo!

Four. Keluarga Norwegia

Bapak yang keempat ini bernama Lasse. Umurnya juga hampir sama dengan Brian, sekitar 45 tahun. Saat tahu pekerjaan Lasse, saya sebenarnya cukup kaget. He is a painter alias tukang cat!

Jangan salah, sektor pertukangan di Norwegia menempati peringkat teratas dengan gaji tertinggi, lho! Lasse sebenarnya mengelola perusahaan keluarga yang dia sendiri sebagai bosnya. Perusahaan jasa pengecatan ini sudah dia bangun sekitar 8 tahun lalu dan memiliki 5 pegawai sampai sekarang. Meskipun punya perusahaan, dia juga ikut andil dalam proses pengecatan.

Berbeda dengan tiga host dad saya lainnya, Lasse termasuk yang super cerewet dan paling hobi mengobrol. Tiap melihat muka saya, selalu saja ada yang dibicarakan. Padahal obrolannya kadang tidak penting, hanya masalah cuaca atau sampah. Kadang obrolan yang pernah dibahas, diulang lagi.

Di mobil, saat kami harus menempuh perjalanan selama three jam ke Hemsedal, mulutnya tidak berhenti bercerita. Tidak cukup mengobrol dengan saya, si bapak ini menelpon temannya dan haha hehe sambil menyetir. Selesai dengan si teman satu, lanjut lagi telepon teman satunya. Semua selesai, lalu kembali lagi ke saya.

Tapi di luar sifat cerewetnya,  Lasse termasuk orang yang down to earth dan sangat hangat—kalau sudah kenal. Saya paling suka senyum Lasse yang terlihat sangat genuine dan bersahabat. Tidak ada aura bos sama sekali.

Meskipun fasih berbahasa Inggris, tapi logat Norwegianya masih sangat kental. Pun dengan karakternya, the true Norwegian man! Selain hobi ski dan being outdoor, si bapak juga maniak olahraga lainnya. Dari marathon, ski jumping, renang, golf, sampai berburu pun pernah dilakoni. Super pas dengan si istri yang juga mantan atlit berkuda.

Berlawanan dengan Brian, Lasse malah tidak suka buang-buang makanan. Tanpa harus membawa makanan bercita rasa tinggi di rumah, Lasse sebisa mungkin menghabiskan apa yang tersedia di kulkas ketimbang harus membeli lagi dan lagi.

Tipikal lelaki Skandinavia, Lasse juga sangat menghargai equality di dalam rumah tangga. Si bapak ini tidak segan berbagi tugas mengurus anak dengan istrinya, memisahkan laundry, hingga memasak. Beliau juga paling care dengan istrinya yang kadang butuh "me time".

Di usianya yang baru 30 tahun, Lasse sudah bisa membangun kabin sendiri di Hemsedal dengan uang hasil keringatnya tanpa bantuan finansial orang tua sedikit pun.

Sebenarnya kalau ingin dibahas satu per satu, setiap host dad harus mendapat satu tempat postingan di blog ini. Cerita mereka di rumah sebenarnya lebih unik ketimbang apa yang saya ungkapkan di atas. Dari mereka juga saya bisa belajar banyak hal. Contohnya si Brian yang ternyata lebih pandai menyetrika dibanding saya!

Bisa disimpulkan bahwa para suami Eropa lebih cekatan dan tidak segan membantu pekerjaan rumah. Istri tidak lagi berprofesi layaknya pembantu, namun memungkinkan juga untuk bekerja dan membantu finansial keluarga. Tiap host dad saya punya kesibukan masing-masing, tapi sekembalinya ke rumah, mereka tetaplah seorang ayah dan suami yang baik bagi istri dan anak-anaknya. Take a bow untuk para bapak ini!

Kalian sendiri, ada cerita unik apa dari host dad?

Monday, June 1, 2020

Tips Gaji Au Pair, Sepadan kah?|Fashion Style

Dikarenakan perlakuan host family yang suka semena-mena terhadap au pair, banyak gadis muda asing terpaksa harus bekerja overtime. Sayangnya, sifat mean keluarga angkat ini membuat au pair bekerja lebih lama dari kontrak, tapi tetap dibayar denganpocket money minimum. Unfair?

Iya. Pergeseran makna au pair yang disamaratakan dengan pembantu internasional murah, tentunya membuat banyak pihak merasa program pertukaran budaya ini tak lain hanyalah perbudakan. Kerja berjam-jam namun hanya dibayar 450 Euro, misalnya.

Tapi tunggu dulu, tidak semua host family memperlakukan au pair dengan tidak adil. Banyak keluarga yang sangat patuh terhadap regulasi dan mau menghadiahi au pair mereka dengan pengalaman berharga. Makanya sebelum bicara soal gaji kecil atau cheap labour, mari kita bahas lagi program au pair ini.

Apa itu au pair?

Au pair adalah gadis muda internasional berusia 18-30 tahun yang datang ke negara asing, tinggal bersama keluarga angkat, dan "bekerja" sebagai domestic helper atau asisten rumah tangga. Tujuan utama program ini sebenarnya pertukaran budaya selama au pair tinggal dengan host family. Sebagai ganti akomodasi dan makan "gratis", au pair membantu pekerjaan rumah tangga ringan dan mengasuh anak keluarga tersebut selama 4-6 jam per hari.

Pertukaran budaya seperti apa?

Seorang au pair mengeluh ke saya karena pekerjaan rumah tangga dia lebih banyak ketimbang exchange culture-nya. Saya tanya, pertukaran budaya seperti apa yang dia inginkan? Dia bingung.

Bagi saya, pertukaran budaya itu sama dengan integrasi dan transisi ke kehidupan modern Eropa. Selama tinggal dengan host family, kita diajak untuk mengenal kebiasaan keluarga lokal, makan makanan khas lokal, melihat parenting style mereka, serta ikut merayakan tradisi Natal yang berbeda-beda di tiap negara.

Satu lagi, kalau host family bersedia membayari saya kursus bahasa lokal, artinya mereka sudah berupaya mengenalkan bahasa mereka agar saya secepatnya bisa berintergrasi dengan negara tersebut.

Yang saya tahu, pertukaran budaya memang begitulah sifatnya. Kalau kamu ikut program exchange culture di salah satu tempat kursus di Indonesia, untuk mendapatkan pengalaman seperti ini tidak gratis. Justru kitalah yang harus membayar ke penyelenggara tersebut agar dicarikan host family dan bisa tinggal untuk jangka waktu maksimum 3 bulan.

Kewajiban au pair

Karena host family sudah menyediakan tempat tinggal, makan, uang kursus, serta beberapa fasilitas lainnya secara gratis, au pair wajib membantu pekerjaan rumah tangga yang sifatnya ringan seperti vakum lantai, mengepel, lap debu, ganti sprei, bersih-bersih WC, cuci piring (di mesin), cuci baju (di mesin), masak, mengasuh anak, antar-jemput anak, dan pekerjaanbasiclainnya.

Host family yang baik tidak akan memanfaatkan au pair mereka dengan mudah hanya karena sudah membayar mahal. Di beberapa negara, contohnya Denmark, au pair dianggap bukanlah sebuah pekerjaan melainkan program pertukaran budaya ataustudy-internship. Karena sifatnya tidakfull time dan fleksibel, au pair bisa disamakan dengan pelajar yang bekerja paruh waktu selama 20-35 jam per minggu.

Gaji au pair kecil

Karena banyak negara yang tidak menganggap au pair sebagai pekerjaan, maka uang yang diberikan host family pun bukan dinamakan gaji, tapi uang saku atau uang jajan bulanan. Uang saku ini memang terlihat kecil, tapi sejujurnya cukup dan sudah disesuaikan dengan biaya hidup di negara tersebut.

Di Belgia, saya menerima 450 Euro perbulan. Di Denmark tahun 2015, 4000 DKK (sebelum pajak). Sementara di Norwegia, saya menerima 5600 NOK (sebelum pajak).

What?! Hanya 4000 DKK per bulan? Memangnya cukup?

Orang awam harus tahu, 4000 DKK (2015) bagi au pair di Denmark sejujurnya cukup! Di Skandinavia, au pair juga diwajibkan membayar pajak yang akan dipotong dari uang saku bulanan. Karena harus bayar pajak pula, saya hanya mendapatkan sekitar 3400 DKK per bulan. Tahun lalu, teman saya menerima 4150 DKK bersih tanpa potong pajak karena sudah ditanggung pihak keluarga.

Hanya 3400 DKK per bulan lalu kerja selama 6 jam?! Kamu cheap labour! Harusnya pekerjaan dihitung per jam.

All-in

Orang awam tahunya au pair di Denmark hanya menerima uang saku 4250 DKK per bulan (2018). Bagi mereka, uang saku tersebut jauuuuh dari kata cukup karena harusnya host family membayar lebih.

Oke, sekarang begini, mari kita lihat lagi syarat jadi au pair. Perlu gelar kah? Perlu skill yang mumpuni kah? Perlu bahasa asing berlevel advanced kah? Tidak kan?

Bisa dikatakan, au pair itu pekerjaan part-time yang statusnya kita samakan dengan unskilled job. Karena saya pernah tinggal di Belgia, saya contohkan dari negara ini. Au pair disini menerima 450 Euro per bulan tanpa pajak.

Di Belgia, pekerjaan uneducated seperti cleaning, babysitting, pelayan, atau bartender biasanya dibayar 10 Euro per jam. Peraturan di Belgia memperbolehkan au pair bekerja selama 20 jam per minggu atau sama dengan 80 jam per bulan. Karena kadang mestiovertime, katakan saja 90 - 100 jam. Artinya, au pair "harusnya" dibayar 900 - 1200 Euro per bulan atau setara dengan gajiunskilled job lainnya di atas.

Tapi, kita harus ingat, pekerjaan seperti cleaning lady atau pelayan kafe itu live-out alias mereka tidak tinggal dengan host family. Artinya, dari gaji 900 - 1200 Euro per bulan itu mereka tetap harus sewa apartemen, beli bahan makanan, bayar transportasi, tabungan untuk jalan-jalan, hingga harus bayar pajak sendiri.

Di Belgia, untuk menyewa satu kamar kecil saja sangat sulit dan tidak murah. Kalau kamu pelajar, satu kamar di student housing tanpa kamar mandi dalam paling murah disewakan sekitar 450 Euro per bulan. Sementara kamar dengan kamar mandi pribadi disewakan > 650 Euro per bulan. Tentu saja student housing ini disediakan dengan fasilitas basic dan berukuran kecil. Banyak pelajar asing di Eropa harus mengirit uang jajan hanya untuk makan, jalan-jalan, dan biaya hidup lainnya.

Au pair di Belgia; bebas dari akomodasi, makan, plus pajak. Enaknya lagi, host family saya dulu bersedia membayari tiket bulanan angkutan umum plus tagihan telepon. Jadi 450 Euro per bulan itu murni untuk saya sepenuhnya tanpa harus berpikir ingin makan apa malam nanti. Host family saya dulu kebetulan tidak pelit soal makanan, jadi saya bisa seenaknya ambil roti, cokelat, susu, daging, atau salmon di kulkas.

Jadi kalau kamu berpikir uang saku au pair itu super kecil, sebaiknya pikir lagi. Karena sesungguhnya uang saku tersebut bersih untuk memenuhi kebutuhan pribadi kita seperti belanja pakaian,travelling, eat out, nonton, atau tabungan. Jangan lupa juga untuk menambahi fasilitas lain yang diberikan host family seperti phone bills, monthly ticket, atau uang kursus yang tidak perlu kita bayar tiap bulan. Kadang saya berpikir, kehidupan au pair di Eropa itu lebih mewah ketimbang para pelajar asing.

Then again, semuanya kembali ke gaya hidup.

Di Denmark, gajinya terlihat besar, namun akan sakit hati juga kalau tiap bulan selalu potong pajak. Biaya hidup juga mempengaruhi uang saku au pair di tiap negara. Contohnya Jerman yang hanya 270 Euro according to bulan, tapi Norwegia bisa dua kali lipatnya. Tentu saja, karena hidup di Norwegia apa-apa mahal.

Seorang kenalan saya, pekerja paruh waktu di Denmark, bergaji sekitar 15.000 DKK consistent with bulan (sebelum pajak). Mungkin kita melihatnya besar, 30 juta! Tapi ternyata sisa duit doi hanya sekitar 2500 - 4000 DKK saja per bulan setelah potong sana-sini. Belum lagi doi harus mengirit untuk tidak makan yang mahal-mahal dan biasanya harus membeli bahan makanan diskonan.

Sama dengan pocket money au pair kan, uang saku pribadi yang tersisa?

Tapi kenapa di Australia gaji au pair lebih besar? Dibayarnya in keeping with minggu pula!

Well, visa yang dipakai ke Australia itu berlaku untuk semua orang, mau pekerjaannya au pair atau pemetik buah. Orang Indonesia bisa pakai Working Holiday Visa (WHV) ke Australia tanpa jadi au pair sekali pun. Karena tidak ada peraturan khusus untuk au pair, gaji mingguan bagi pemegang WHV dipatok sekitar 200-250 AUD per minggu atau 650 AUD (live-out) tergantung sektor pekerjannya.

Live comfortably

Jadi au pair itu sebetulnya membosankan, tapi super nyaman. Kamar disediakan dengan fasilitas bagus; ranjang besar, kamar luas, tv, dan kamar mandi pribadi. Belum lagi kalau mendapatkan host family super baik yang mau membayari tiket, pajak, dan tagihan bulanan. Kurang nyaman apalagi?

Hidup dengan orang itu tidak nyaman!

Tentu saja! Tapi apa kamu kira host family nyaman dengan adanya orang asing di rumah mereka? Tentu saja tidak. Mereka juga harus berdamai dengan ego sendiri yang membiarkan orang lain tinggal dan mondar-mandir di rumah, mengambil makanan apapun dari kulkas, hingga mengundang banyak teman untuk masak bersama. Host family mesti menanggalkan privasi mereka, namun di sisi lain tetap harus menghargai privasi au pair.

Banyak juga para pelajar atau anak muda lain yang harus menyewa kamar kecil di satu apartemen dan tinggal dengan orang lain. Tentu saja mereka tetap harus menanamkan rasarespect saat memakai kamar mandi atau dapur bersama.

Mari kita sisihkan sejenak beberapahost family gila yang hanya butuh tukang bersih-bersih semata. Kalau kamu memang lucky mendapatkan keluarga baik yang bersedia memberikan fasilitas mewah dan uang tambahan saat kamu harus bekerja overtime, cherish them! Au pair itu bukan cheap labour atau pembantu murahan ya. We earn a lot of experience and so little money. Tapi kita juga bisa bersenang-senang dan jalan-jalan keliling Eropa tanpa duit orang tua.

So, what do you think? Apa uang saku au pair masih terdengar sangat kecil bagi kamu?

Friday, May 29, 2020

Tips Mitos dan Fakta Au Pair di Skandinavia|Fashion Style

Sebenarnya saya tidak berminat jadi au pair di Denmark sebelumnya. Tujuan kedua saya setelah Belgia adalah Prancis, negara kuliner, seni, dan budaya. Saya memang suka seni dan sempat belajar bahasa Prancis, makanya sayang sekali kalau kemampuan bahasa saya tidak sempat terasah.

Gagal di Prancis, saya mencoba peruntungan di negara Skandinavia. Waktu itu sebetulnya saya ingin ke Swedia, tapi malah mendapatkan keluarga angkat di Denmark . Jujur saja, saya tidak pernah tahu bagaimana membaca Copenhagendalam bahasa Inggris dengan benar sebelum mengajukan visa ke VFS Global di Jakarta.

Saat itu terpampang layar besar di depan meja customer service yang memperkenalkan kota Kopenhagen dan alam Denmark yang tidak pernah saya tahu sebelumnya. Saya juga baru tahu kalau Kopenhagen mirip Amsterdam yang terdapat kanal di tengah kota. Sebelum wawancara di kedubes pun, saya bingung apa trademark negara Denmark dan apa yang menarik dari tempat ini. Saya sampai harus searching dulu tentang Kopenhagen sebelum nanti ditanya, what do you know about Denmark?

Beberapa buku travelling yang saya baca juga tidak terlalu menonjolkan keindahan Denmark, kecuali Swedia dan Norwegia. Terbukti kan, kalau sebetulnya Denmark tidak terkenal di Indonesia. Banyak masyarakat yang malah menyamakan Denmark dengan Jerman saking tidak tahu letak negara ini dimana. Orang Indonesia yang datang kesana jadi au pair juga jumlahnya sangat sedikit ketimbang Jerman dan Belanda.

Hebatnya, sekarang malah banyak orang Indonesia semakin tahu Eropa Utara dan berminat jadi au pair di salah satu negaranya. Terutama negara di Skandinavia yang terdiri dari Denmark, Norwegia, dan Swedia. Tiga tahun lalu saat pertama kali ke Denmark, saya tidak banyak menemukan au pair Indonesia. Saya yakin pasti ada, tapi jumlahnya hanya beberapa dan pastinya tersebar di beberapa kota.

Sekarang, au pair Indonesia makin banyak yang ingin ke Skandinavia. Namun ada beberapa mitos yang saya dengar tentang Skandinavia dan membuat saya ingin mengoreksinya disini.

Mitos 1: Bisa menabung dari uang saku

Banyak! Banyak sekali anggapan tentang uang saku di Skandinavia lebih tinggi dari negara lainnya hingga membuat au pair di negara ini sangat beruntung. Gara-gara terbujuk uang saku yang dianggap besar, makanya banyak au pair lain yang ingin secepatnya mencari keluarga angkat dan tinggal di sini.

Girls, uang saku sudah diatur sesuai biaya hidup di negara tersebut. Mungkin kamu melihat uang saku di Norwegia sungguh besar, 5600 NOK (2018) per bulan atau sama dengan €580. Tapi jangan lupa juga, Norwegia adalah salah satu negara termahal di Eropa. Uang tersebut belum dipotong pajak yang bisa mencapai 800 NOK per bulan. Belum lagi transportasi bulanan sampai 750 NOK kalau mobilitas kamu cukup tinggi.

Negara di Skandinavia memang menawarkan uang saku yang kelihatan lumayan, tapi biaya hidupnya juga lebih besar ketimbang Eropa Barat. Kalau memang ingin menabung, silakan sebisa mungkin mengatur keuanganagar tidak terlalu boros setiap bulan. Uang saku au pair sangatlah standar dan jarang sekali akan bertambah, kecuali ada kesepakatan suplemen tambahan dari keluarga angkat atau black job. Kalau kamu berpikir uang saku au pair di Skandinavia bisa menutupi kuliah lanjutan dan biaya hidupmu di Eropa nanti, think! Think again!

Pernah saya katakan juga, belajarlah dari para cewek Filipina kalau ingin banyak menabung dengan cara yang hard core. Contohnya di Denmark, dari uang saku 4250 DKK per bulan, mereka menabung hingga 3500-4000 DKK di kampung halaman. Dari tabungan tersebut, mereka bisa sampai membangun rumah dan membiayai adik sekolah, lho!

Saran saya, kalau memang berniat menabung, tujuan utama justru bukan Denmark atau Norwegia. Berlabuhlah ke Belgia atau Luksemburg yang bebas pajak , uang saku tinggi, plus biaya hidupnya yang tidak semahal Skandinavia.

Mitos 2: Melihat aurora borealis

Saya tahu, salah satu mimpi terbesar au pair Indonesia yang ingin ke Eropa Utara adalah melihat aurora borealis, thenorthern lights, atau sang cahaya utara saat musim dingin. That's also one of my dreams indeed. Saya juga belum sempat melihat si aurora karena keduluan mabok laut saat di Islandia .

Tapi, melihat aurora itu butuh perjuangan dan mahal. Kalau kamu berencana tinggal di Kopenhagen, jangan harap bisa melihat secercah aurora saat musim dingin. Aurora hanya bisa dijumpai di langit cerah nan jauh di ujung utara Eropa. Untuk kesana tentunya tidak murah dan harus merencanakan datang di waktu yang tepat. Kecuali kamu tinggal di bagian ujung utara Swedia atau Norwegia, melihat aurora saat musim dingin bukanlah impian yang mudah.

Menabunglah, lalu persiapkan waktu yang tepat untuk memburu aurora. Dua orang teman saya sengaja datang jauh-jauh dan mahal ke Troms?, Norwegia, untuk melihat pemandangan nan magis ini. Dari waktu satu minggu disana, mereka hanya bisa melihat aurora satu hari saja.

Intinya, kamu tidak harus tinggal di Skandinavia dulu untuk melihat aurora borealis. Kalau pun ingin melihat pemandangan ini di sepanjang musim dingin, carilah keluarga angkat yang tinggal di pedesaan nan jauh di Eropa Utara. Resikonya, kamu harus merelakan jiwa sosial dan modern-day karena desa-desa di ujung utara Eropa biasanya masih konvensional.

Mitos 3: Batu loncatan kuliah

Banyak calon au pair Indonesia yang melihat Skandinavia sebagai peluang untuk lanjut sekolah ke negara impian. Alasannya, karena mengurus visa ke Skandinavia lebih mudah ketimbang harus ke Jerman atau Austria, misalnya. Dari Skandinavia, biasanya si au pair akan lanjut sekolah ke negara impian yang biaya kuliahnya lebih murah dari Eropa Utara.

Saya tidak tahu niat awal kalian bagaimana. Tapi menurut saya, kalau memang sudah berniat lanjut kuliah di Jerman, sebaiknya mulailah dari negara yang penduduknya berbahasa Jerman. Meskipun harus menunjukkan sertifikat bahasa, tapi setidaknya itulah modal awal yang memang harus kita miliki jika ingin kuliah murah.

Tidak memiliki sertifikat bahasa? Ya berlatih dan belajarlah lebih dulu. Jadi au pair di Skandinavia selama dua atau tiga tahun, lalu ke Jerman dan ujung-ujungnya ingin lanjut sekolah disana, bukankah akan buang-buang waktu?

Banyak teman saya yang golnya lanjut kuliah di Belgia, jadi negara pilihan pertama dia Belanda. Ada juga yang ingin kuliah di Austria, lalu negara utamanya Jerman. Terlihat lebih relevan, hemat waktu yang hanya 2 tahun, lalu straight melamar kuliah, kan?

Kalau kamu merasa ingin menghabiskan waktu di Skandinavia dulu, silakan saja. Setahu saya, jarang sekali ada au pair yang mandiri langsung lanjut kuliah di Swedia, Denmark, atau Norwegia, tanpa bantuan sponsor. Saran lain, boleh saja mengabaikan kursus bahasa Nordik, lalu memilih belajar bahasa Belanda atau Jerman di negara Skandinavia. Jatuhnya memang cheating karena kamu tidak belajar bahasa lokal , tapi kalau memang serius belajar bahasa lain, ya why not?

Terlepas dari mitos yang pernah saya dengar, sebaiknya kalian berpikir ulang untuk jadi au pair disini. Jadi au pair di Skandinavia itu abu-abu. Kamu kadang bingung membedakan batas antara 'ikhlas karena keluarga' dan 'profesional karena menerima bayaran'.

Fakta 1: Au pair = cleaning lady

Saya pernah cerita kalau au pair itu adalah gadis muda serba bisa . Kalau kamu tahunya au pair adalah culture exchanging, mata kamu akan terbuka lebar setelah datang ke Skandinavia.

Sudah jadi rahasia umum kalau au pair di Skandinavia itu tidak ada bedanya dengan tukang bersih-bersih. Yes, I speak the truth! Saya tahu keluarga mean itu ada dimana-mana, tidak hanya di Skandinavia. Tapi saya merasa, mindset keluarga di Denmark dan Norwegia lebih melihat praktik au pair ini sebagai pengganti nanny dan cleaning lady saja. Wajarlah, sewa cleaning lady di Denmark dan Norwegia memang mahal sekali.

Di Eropa Barat, kebanyakan keluarga angkat punya cleaning lady dan biasanya au pair hanya kebagian tugas dominan mengasuh anak saja. Saya memang sempat bermasalah dengan keluarga di Belgia, tapi dua keluarga saya disana semuanya mempunyai cleaning lady. Dua malah! Meskipun karakter mereka yang super bossy dan tidak adil, tapi saya tidak pernah disuruh mengganti sprei atau menyetrika pakaian segunung.

Di Skandinavia, jangan harap menemukan keluarga seroyal itu! Tugas menumpuk mulai dari jaga anak sampai membersihkan kaca. Belum lagi sifat sebagian orang-orang Skandinavia yang kadang close-minded dan menganggap Asia Tenggara hanyalah land of maids! Belum lagi di Swedia banyak keluarga imigran Arab atau India yang charming, tapi juga menyiapkan jadwal berlebih untuk kamu. Siap-siap kebagian tugas beraneka rupa dan bersiaplah pula untuk enggan mengatakan tidak.

Karena seringnya bekerja lembur dan banyak au pair yang diperlakukan tidak adil, di awal tahun 2018 sempat ada diskusi tentang pelarangan au pair non-EU untuk datang ke Denmark. Tidak seperti Swiss yang tegas untuk menghapus pemberian visa au pair pada gadis-gadis non-EU, Denmark menimbang kasus tersebut dan di awal bulan Juli memutuskan untuk tetap membuka kesempatan bagi au pair non-EU datang ke negara mereka.

Padahal saya berharap praktik au pair non-EU ini bisa segera dilaksanakan mengingat banyak keluarga Skandinavia yang tak henti-hentinya menindas au pair mereka. Memangnya mudah mengatakan 'tidak' ke keluarga angkat?! Belum apa-apa, kita malah langsung ditendang tanpa notifikasi dulu.

Fakta 2: Lapak Filipina

Saya sebetulnya sudah diwanti-wanti oleh seorang teman sewaktu di Belgia, "jangan datang ke Denmark, itu lapaknya orang Filipina!"

Kedengarannya lucu, tapi Denmark dan Norwegia memang rumah kedua orang Filipina! Gara-gara populasi mereka yang kebanyakan ini juga, saya sangat skeptis dengan bangsa mereka. Saya mengenal satu atau dua orang teman Filipina yang memang baik. Tapi kalau sudah berkumpul dengan komplotan mereka, tetap saja kembali ke orang Filipina yang kelakuannya norak dan nosy.

Saya mungkin terlalu rasis. Norak bagi saya belum tentu norak bagi mereka. Tapi kelakuan mereka yang norak itu juga membawa imej jelek terhadap au pair Asia di Skandinavia. Semua au pair non-Filipino juga tahu, imej 'au pair = pembantu' di Skandinavia itu sebetulnya didapatkan dari orang Filipina yang mau disuruh kerja apa saja asal dapat uang.

Niat utama mereka jadi au pair itu 90% hanya karena uang, bukan bagian pertukaran budaya. Kebanyakan au pair Filipina ini juga 'lulusan' pembantu profesional dari Singapura atau Hongkong. Makanya mereka ahli mengurus pekerjaan rumah dan sangat patuh dengan keluarga angkat.

Tujuan asli au pair yang harusnya pertukaran budaya pun akhirnya rusak oleh beberapa komplotan Filipina ini. Mereka sampai mengelabui syarat utama au pair yang tidak boleh memiliki anak dan menikah. Banyak sekali au pair Filipina yang saya kenal memang tidak menikah, tapi anaknya banyak!

Sebalnya, imej au pair Indonesia yang bermuka mirip mereka pun kena imbas. Tanpa harus bertanya lebih dulu, orang di Denmark dan Norwegia langsung saja menebak kalau gadis muda dengan muka melayu seperti kita, asalnya pasti dari Filipina dan bekerja sebagai au pair. Saya tidak malu dengan fame au pair-nya. Tapi saya sebal kalau dianggap gadis Asia miskin yang hanya datang ke Skandinavia untuk jadi pembantu dan memanfaatkan cowok lokal untuk dapat izin tinggal.

Satu cowok Islandia close-minded yang pernah saya temui sampai berkata, "orang Asia yang datang ke Eropa itu hanya ada dua, super kaya atau super pintar (karena beasiswa)."

Maksudnya, selain itu, pasti datang ke Eropa sebagai tukang bersih-bersih. Memang sialan!

Imej 'direndahkan' seperti ini herannya hanya saya dapat di Skandinavia. Di Belgia, hampir semua orang tidak tahu apa itu au pair. Saat tahu pun, mereka sangat terbuka dan tidak memandang rendah pekerjaan ini. Plusnya lagi, yang jadi au pair di Belgia tidak hanya dari Filipina, tapi merata dari semua negara non-EU.

Lalu akhirnya saya paham, orang Filipina memilih datang ke Skandinavia karena syarat visanya remarkable mudah dan agensinya dimana-mana. Berbeda dengan Belgia atau Jerman yang syaratnya bejibun plus kemungkinan dapat visa kecil. Jadi kalau kamu malas disangka orang Filipina yang berprofesi sebagai pembantu, datanglah ke negara bersyarat banyak seperti Jerman, Austria, Belgia, atau Prancis!

Fakta three: Malas belajar bahasa

Kecuali kamu tidak berniat tinggal lama di Skandinavia, belajar bahasa Nordik akan terkesan buang-buang waktu. Di Denmark, semua keluarga angkat diwajibkan membayar sejumlah uang muka untuk biaya kursus bahasa Denmark bagi para au pair. Dengan pembayaran di awal ini, diharapkan au pair akan serius belajar bahasa hingga 24 bulan ke depan. Sementara di Norwegia , keluarga angkat berkewajiban menyiapkan dana hingga 8400 NOK per tahun untuk biaya kursus dan suplemen belajar.

Di Swedia, biaya kursus bahasa bagi au pair gratis, namun hanya dikhususkan untuk au pair saja. Kalau ingin mengambil kelas bahasa di tempat yang lebih bonafit, au pair atau keluarga angkat harus membayar uang penuh. Sayangnya, meskipun gratis, namun banyak saja au pair yang tidak ingin belajar bahasa dan memilih berdiam diri di rumah. Meskipun keluarga angkat banyak yang bersedia mendukung para au pair untuk ikut kursus, mungkin tidak sampai 5% au pair di Skandinavia yang mau datang dan serius belajar hingga akhir masa au pair mereka. Kebanyakan hanya serius di awal dan puas sampai level A1 saja.

Saya tahu, tidak ada pembelajaran yang sia-sia memang. Apalagi kalau kita tekun dan berniat menguasai satu bahasa asing lain. Saya pribadi hanya menjadikan sekolah bahasa sebagai tempat mencari teman dan bertukar pikiran dengan para imigran lainnya. Belajar bahasa Denmark selama dua tahun belum tentu membuat saya langsung fasih dan mengerti bahasa Nordik lainnya. Meskipun bahasa Nordik mirip-mirip (kecuali Finlandia), tapi belajar juga butuh waktu.

Lain halnya dengan bahasa Belanda, Prancis, Jerman, atau Rusia yang bisa dipakai hampir di semua penjuru Eropa, tidak ada orang yang benar-benar berniat belajar bahasa Nordik kecuali akan tinggal lebih dari 2 tahun. Mengingat hampir semua angkatan di Skandinavia sangat lancar berbahasa Inggris, membuat banyak imigran jadi manja dan nyaman berkomunikasi tanpa harus belajar bahasa lokal.

Skandinavia memang indah. The crisp air, soothing forest, great public transportation service, or hot blond guys would definitely seduce you! Boleh saja mencicipi tinggal dan jalan-jalan di negara mahal ini, tapi tetaplah bersiap dengan semua pengalaman buruk yang bisa menghantui masa au pair mu. Scandinavian host families won't be easy.

Saran dari saya, kalau memang ini adalah pengalaman pertama mu jadi au pair, jangan pernah memilih Denmark atau Norwegia. I bet, you are still naive and afraid of facing a cross-cultural communication. Pilihlah Swedia yang masa au pairnya hanya satu tahun dan kebanyakan orang Swedia juga sudah terbuka dengan imigran. Atau, jadikanlah Denmark dan Norwegia sebagai negara kedua jika kamu memang ingin tinggal di Skandinavia. To be perfectly honest, I am so happy opted for Belgium as my first host country.

How about you? Are Scandinavian international locations your utopian dream?

Wednesday, May 27, 2020

Tips First Time Au Pair, Ke Negara Mana?|Fashion Style

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud.

Sangat sedikithost family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia.

Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia;

  1. Australia (lewat Working Holiday Visa )
  2. Austria
  3. Amerika Serikat (Yes, it's possible! Baca serba-serbinya disini! )
  4. Belanda
  5. Belgia
  6. Denmark
  7. Finlandia
  8. Islandia
  9. Jerman
  10. Luksemburg
  11. Norwegia
  12. Prancis
  13. Swedia

Karena bingung dengan tujuan mereka, banyak email masuk dari para calon au pair baru yang menanyakan negara mana yang pas bagi first time au pair. Saya sebetulnya sudah pernah membahas ini di postingan Tips Pencarian Keluarga Angkat . Jika kamu tertarik, silakan baca postingan tersebut untuk lebih tahu plus dan minus negara tujuan, menurut pendapat saya.

Saya juga sempat menjabarkan Guide Bagi Calon Au Pair tentang negara terbaik berdasarkan uang saku dan jam kerja. Tolong jangan tanya lagi tentang kesempatan au pair ke Inggris, Spanyol, Italia, ataupun Irlandia, karena regulasinya tidak berlaku bagi pemegang paspor Indonesia. Kalau kamu memang berniat tinggal kesana, disarankan menggunakan visa pelajar dengan tujuan studi.

Ada 13 negara yang bisa dipilih berdasarkan minat, bakat, dan tujuan utama. Saya sarankan untuk memilih setidaknya 4 negara favorit agar kesempatan mendapatkan host family lebih besar. Jumlah keluarga yang membutuhkan au pair di Prancis tentu saja lebih banyak daripada di Luksemburg. Jadi daripada hanya fokus dengan satu atau dua pilihan negara, silakan buat daftar negara yang paling menarik minat kamu.

Perlu diingat juga, tiap negara memiliki regulasi umur tertentu bagi calon au pair. Di Belgia, maksimum umur au pair hanya sampai 25 tahun. Sementara Prancis, Belanda, Finlandia, dan Swedia memungkinkan sampai umur 30 tahun. Tiap negara juga sangat strict dengan peraturan yang hanya menerima first time au pair ke negara mereka, contohnya Swedia dan Finlandia.

Sekarang kembali lagi ke tujuan awal kamu jadi au pair untuk apa? Hanya untuk pengalaman saja kah, memperlancar bahasa kah, alasan kabur dari Indonesia kah, atau hanya pure jalan-jalan?

Kalau usia kamu masih di bawah 25 tahun, saya sarankan sebaiknya memilih Belgia sebagai negara pertama. Mengapa, karena negara ini ada di tengah-tengah Eropa yang memungkinkan kamu travelling dengan mudah ke negara tetangga lainnya. Selain itu uang sakunya cukup tinggi, tanpa pajak, dan waktu kerjanya hanya 20 jam per minggu (on paper). Urusan visanya memang sangat ribet. Tapi karena keribetan itulah, perjuangan kamu pertama kali ke Eropa jauh lebih terasa!

Negara terpopuler lainnya bagi au pair Indonesia adalah Belanda. Jadi kalau kamu ingin mudah mendapatkan makanan Indonesia atau penasaran dengan si tulip dan kincir angin, bisa juga memilih negara ini sebagai pilihan pertama. Jumlah keluarga yang mencari au pair pun lebih banyak dan kesempatan kamu bisa semakin besar.

Kalau ingin memperlancar bahasa asing, bisa langsung ke Jerman, Austria, atau Prancis. Jerman dan Austria mewajibkan calon au pair memiliki sertifikat bahasa terlebih dahulu. Jadi setidaknya kamu sudah memiliki modal dasar lalu tinggal mengasahnya saja di negara tujuan. Kedua negara ini hanya menerima au pair maksimum 26-27 tahun, so get your chance before too late!

Tertarik ke Eropa Utara? Silakan baca dulu postingan saya tentang Mitos dan Fakta Au Pair di Skandinavia sebelum kamu kaget dengan treatment kebanyakan keluarga angkat disana. Saingan mendapatkan keluarga lebih tinggi karena kebanyakan host family di Utara lebih mencari au pair Filipina. Tapi kalau memang sangat tertarik kesini dan ini adalah pengalaman pertama kamu, pilihlah Swedia yang lebih toleran dengan pendatang.

Setelah mantap memilih three-four negara tujuan, perjuangan paling panjang adalah mencari keluarga angkat. Kadang peruntungan kamu tidak memihak di negara favorit, tapi di pilihan terakhir. Tujuan utama saya dulu Prancis, tapi malah mendapatkan keluarga di Denmark.

Saran saya yang paling utama tentunya jangan malas mencari keluarga angkat di banyak situs. Keluarga di Eropa Utara terkenal tak mau rugi untuk mengambil au pair langsung dari Indonesia karena malas dengan lamanya pengurusan visa dan ongkos tiket yang mahal. Tapi banyak juga keluarga yang mau mencari sendiri dan tak segan membayar mahal au pair untuk didatangkan langsung dari negara asal. Kalau hanya mengandalkan satu situs saja, kesempatan bertemu keluarga seperti ini sangat kecil.

Saya dulu harus menunggu 5 bulan penantian, sebelum akhirnya berlabuh di Belgia. Sementara saat ke Denmark, saya mesti melewati 7 kali penolakan dahulu. Padahal posisinya sudah wawancara dan tinggal menunggu keputusan, lho. Jadi kalau kamu belum juga menemukan keluarga, jangan menyerah ya! Jangan juga terpaku dengan profil keluarga yang hanya mencari au pair dari negara Asia lain, contoh Filipina atau Vietnam saja. Pasang muka tembok dan tetap kirimkan pesan yang menyatakan kamu tertarik menjadi au pair mereka. My friend has tried this and it worked!

Baca juga tips dari saya bagaimana membuat profil yang bagus agar host family tertarik dengan apa yang kamu tulis! Sudah mendapatkan positive replies lalu diajak interview? Baca tulisan saya selanjutnya bagaimana mempersiapkan diri sebelum proses wawancara agar kamu tidak terlalu grogi.

Meskipun saya tidak boleh menggeneralisasi, tapi ada 10 Tipe Host Family yang Sebaiknya Kamu Mesti Pertimbangkan Kembali kalau kebetulan mendapatkan positive reply dari mereka. Tak ada yang bisa menebak bagaimana keluarga tersebut akan memperlakukan kamu nantinya. Tapi bagi saya, Keluarga Arab is a big no no setelah punya masalah dengan mereka di Belgia.

Whoaaa.. I have written so many blog posts! Jadi, jangan malas juga membaca sebagai bahan referensi! Good luck ☺️

Referensi lain:

10 Alasan Mengapa Kamu Harus Jadi Au Pair di Usia 20-an

Apa Motivasi Para Gadis Muda Jadi Au Pair?

Jadi Au Pair ke Irlandia, Spanyol, dan Italia

Tuesday, May 26, 2020

Tips Jadi Au Pair ke Amerika? Bisa!|Fashion Style

Dari dulu saya tidak pernah berani merekomendasikan Amerika Serikat sebagai negara tujuan au pair Indonesia karena syarat visanya yang tidak mudah. Selain itu, saya juga jarang sekali mendengar ada au pair Indonesia yang datang langsung dari Indonesia untuk jadi au pair kesana. Ada buku Keliling Amerika Ala Au Pair yang ditulis oleh Ariane O. Putri di tahun 2014 sempat membahas pengalamannya jadi au pair di Amerika selama 2 tahun. Tapi saya belum sempat membaca bukunya, jadi tidak tahu apa saja rintangan dalam mengurus visa kesana.

Saya sendiri sebetulnya tidak terlalu tertarik datang ke Amerika Serikat karena miskin budaya dan bahasa. Tapi banyak sekali pembaca weblog saya yang ternyata berminat ke Amerika dan berulang kali bertanya apakah bisa jadi au pair kesana. Beberapa tulisan lawas saya secara tegas menyatakan kalau pemegang paspor Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Amerika karena tidak berkualifikasi.

Dulu saya berpikir, untuk datang ke Amerika kita harus menunjuk salah satu dari 15 agensi resmi au pair yang sudah dipercaya. Sayangnya, banyak sekali agensi yang tidak melayani orang Indonesia karena proses visanya yang cukup sulit. Di sisi lain, kebanyakan agensi tersebut hanya menerima orang-orang Eropa, Filipina, ataupun Thailand. Tapi setelah saya mencoba mencari tahu satu in keeping with satu agensi tersebut, ternyata ada angin segar untuk pemegang paspor hijau. Kabar baiknya, kita bisa jadi au pair ke Amerika lewat visa J-1!

Sebelum menjelaskan terlalu jauh, berikut saya jabarkan dulu serba-serbi au pair di Amerika Serikat:

1. Berusia 18-26 tahun

2. Memiliki pengalaman di bidang childcare sebelumnya, seperti menjadi guru TK, nanny, babysitter, ataupun au pair. Wajib memiliki pengalaman kerja mengasuh bayi minimal 200 jam jika tertarik menjadi au pair bagi host kids berusia di bawah 2 tahun. Beberapa agensi bahkan mengharuskan calon au pair memberikan 2-3 referensi untuk mendeskripsikan performa saat mengasuh anak-anak.

3. Bersedia melampirkan SKCK dan surat keterangan sehat dari dokter.

4. Bisa menyetir dan memiliki SIM Internasional. Karena wilayah di Amerika jauh-jauh dan transportasi umumnya tidak sebaik di Eropa, makanya kebanyakan host family menginginkan au pair mereka bisa menyetir.

Five. Uang saku yang didapatkan in step with minggu US$195,75 (belum dipotong pajak).

6. Waktu kerja maksimal forty five jam/minggu dan tidak lebih dari 10 jam/hari.

7. Mendapatkan jatah libur berbayar selama 2 minggu/tahun.

8. Full support tiket pesawat dari Indonesia ke Amerika dari host family.

9. Mendapatkan uang kursus sebesar US$500 dari host family untuk belajar tentang budaya, sejarah, geologi, politik, dan seni Amerika. Kursus ini sifatnya wajib karena au pair diharuskan memenuhi 6 kredit studi selama program au pairnya.

10. Au pair bersedia menanggung biaya visa J-1 sebesar US$160.

11. Bersedia menjalani orientasi dan training minimum 32 jam dari Local Childcare Coordinator saat tiba di Amerika.

12. Berkesempatan memperpanjang visa sampai dengan 2 tahun dengan pilihan masa penambahan 6, nine, atau 12 bulan.

Untuk bisa datang ke Amerika dan jadi au pair, kita tidak bisa langsung mencari keluarga di situs-situs umum seperti Au Pair World. Yang harus kita lakukan adalah mendaftar dulu ke 15 agensi terpercaya yang sudah ditunjuk oleh pemerintah Amerika. Untuk melihat daftarnya, silakan lihat di Designated Sponsor Organizations.

Karena banyaknya penipuan yang sering terjadi di Amerika, makanya agensi ini ditunjuk untuk menyeleksi dulu keluarga atau au pair mana yang jujur dan bersih. Perlu digaris bawahi, kalau tidak semua agensi bisa menerima orang Indonesia. Dari 15 agensi yang sudah saya baca regulasinya satu per satu, hanya ada 2 agensi di Amerika yang possible bagi au pair Indonesia, yaitu Agent Au Pair dan Expert Au Pair .

Tidak seperti di Eropa yang hampir semua biaya agensi ditanggung oleh keluarga, di Amerika calon au pair harus bersedia juga menanggung biaya servis agensi yang jumlahnya tidak sedikit. Seperti Agent Au Pair yang menawarkan biaya US$800-1500 atau Expert Au Pair yang menawarkan US$1000 bagi calon au pair dari Indonesia. Biaya tersebut wajib dibayarkan setelah au pair menerima visa J-1.

Jadi prosesnya, kita daftar ke agensi, diwawancara, lalu pihak agensi akan mempertemukan kita dengan keluarga terpercaya yang sudah diseleksi juga. Kalau kita dan pihak keluarga sudah sepakat, pihak agensi akan membantu membuatkan surat sponsor yang harus dilampirkan saat pengurusan visa J-1.

Untuk melihat syarat membuat visa J-1, silakan dibaca di situs imigrasi Kedutaan Besar Amerika Serikat . Referensi lain untuk melihat deskripsi J-1 Exchange Visitor Visa, baca selengkapnya di J-1 Au Pair Program . Kalau sudah siap untuk membuat visa, kita harus mengisi formulir dulu lewat online di Consular Electronic Application Center . Tapi tenang saja soal step terakhir ini, pihak agensi akan menjelaskan lebih rinci ke calon au pair dalam melengkapi persyaratan dokumen sebelum membuat aplikasi online.

Menurut saya, kalau kamu memiliki tabungan minimal 20 juta dan sangat berniat ke Amerika lewat program au pair, just go for it! Akan ada pengalaman baru yang bisa didapat dan dipelajari dimana pun berada. Apalagi Amerika memiliki keberagaman ras yang luas dan membuatnya menjadi salah satu tempat terbaik untuk ditinggali.

**Sehubungan dengan BANYAKNYA kasus penipuan dari agensi dan calon keluarga angkat di Amerika, ada baiknya kamu lebih waspada terhadap oknum-oknum yang meminta uang SEBELUM visa J-1 di tangan. Silakan baca postingan saya disini sebagai referensi.

Tuesday, May 19, 2020

Tips Kerja Sampingan Au Pair|Fashion Style

Sejak di Belgia, sebetulnya saya sudah mendengar cerita dari seorang teman kalau para au pair Filipina terkenal sangat pintar cari uang di Eropa. Cari uang ini maksudnya adalah cari kerja tambahan di sela-sela waktu au pair dengan menjadi cleaning lady. Pekerjaan ini biasanya didapat lewat mulut ke mulut, situs pencarian kerja, atau turun temurun dari teman.

Di Belgia dulu praktik blackwork seperti ini sangat tidak lazim karena adanya pengawasan yang ketat dari pihak kepolisian Belgia serta minimnya niat au pair lain untuk cari uang tambahan. Namun setelah sampai Denmark, saya baru sadar bahwablackwork di kalangan au pair memang benar adanya. Tidak hanya satu dua orang, tapi banyak!

Tidak ingin munafik, saya dulu juga sempat kerja tambahan dengan bantu bersih-bersih bed & breakfast (B&B) kakaknya host mom di Belgia. Sebetulnya pekerjaan itu bukan saya cari, tapi ditawari. Kebetulan yang sering bantu-bantu disitu saya kenal dan doi langsung menawari kalau saya sedang free. Kerjaannya membersihkan B&B sekitar 4 kamar dan dibayar €10 per jam. Lumayan kan?

Tapi setelah dua kali kerja disana, saya menyerah. Mengapa, karena standar kebersihannya tinggi sekali. Maklum, yang dibersihkan memang B&B berstandar hampir sama dengan hotel berbintang. Tiap sudut harus dibersihkan secara detail dan kinclong. Belum lagi sabun dan lap yang digunakan berbeda-beda untuk setiap perabotan. Makin pusinglah saya sampai harus 3-4 kali bolak-balik membersihkan kaca yang tidak pernah shiny. Di Indonesia biasanya hanya pakai 1 lap dan sabun cair, beres. To be noted, saya bukan cewek manja dan pemalas yang tidak pernah bersih-bersih di rumah.

Meskipun awalnya bangga juga bisa pulang mengantongi €30-50 sekali kerja, namun saya putuskan untuk tidak akan pernah lagi kerja tambahan begini. Saya datang ke Eropa jauh-jauh bukan untuk cari uang sampai harus bersih-bersih selevel ini. Tenaga saya juga sudah digunakan untuk mengurus anak-anak dan rumah 1 keluarga, jadi tidak berminat untuk kerja yang sama di tempat lain lagi. Lagipula kerjaan ini sebetulnya ilegal, karena au pair memang dilarang bekerja tambahan di luar rumah host family.

Jadi apakah cari uang seperti ini salah?

Tidak juga. Sebetulnya ada beberapa teman au pair saya yang cari uang saku tambahan dengan membantu babysitting anak kenalan atau yang memang sengaja sekali minta dicarikan kerjaan sebagai cleaning lady. Tidak main-main, seorang teman ada yang bisa mengumpulkan uang sampai 4000 SEK per bulan hanya dengan jadi cleaning lady. Ada juga cerita lain yang katanya, kakaknya dulu bisa mengumpulkan sampai €500 per bulan di Belanda diluar tambahan uang saku au pairnya. Motifnya pun tidak hanya mencari uang semata, tapi juga karena justru tidak ada kerjaan di rumah.

Seorang teman dari Thailand mengaku hanya bekerja 2 minggu per bulan di keluarganya yang single dad. Wajar jika dia mengisi waktu dengan nyambi sebagai cleaning lady di Denmark lalu uangnya digunakan untuk foya-foya. Disisi lain, ada juga teman saya yang memang niat mencari banyak keluarga yang rumahnya ingin dibersihkan karena tujuannya ingin mengumpulkan uang. Tabungannya bukan digunakan untuk foya-foya tapi ke bayar hutang, tambahan uang kuliah, ataupun hanya tidak puas dengan pocket money yang diberikan host family.

That's their choice and they have accepted their own risks. Tapi menurut saya, harus diingat lagi kemarin jadi au pair untuk apa. Hanya untuk earning money kah di negara orang? Kalau iya, berarti au pair bukan jalan yang tepat karena pocket money memang bukanlah gaji yang harus kita terima. Uang tersebut hanya berupa uang saku yang sudah distandarisasi setiap negara setara dengan uang jajan anak sekolah di negara tersebut. Ingat lagi kalau kita dapat tempat tinggal, akomodasi, uang kursus, serta fasilitas lain yang sebetulnya host family sudah mengeluarkan biaya lebih banyak. Coba baca postingan saya tentang uang saku au pair untuk tahu apakah sesungguhnya uang yang kita terima itu betul-betul sedikit atau justru cukup! Atau jangan-jangan justru kita sendiri yang tidak bisa mengatur keuangan karena gaya hidup yang salah.

Again ya, that's totally "n ot" wrong kalau kalian ingin cari blackwork. Silakan saja, apalagi di Skandinavia yang orang-orangnya kebanyakan malas bersih-bersih. Yang salah menurut saya, kalau kita terlalu bangga dengan cara tersebut hingga terkesan jadi money-oriented. Bear in mind that people would see you differently. Beberapa keluarga angkat berpendapat bahwa au pair Asia yang datang ke negaranya bertujuan hanya untuk cari uang, bukan pengalaman. Jangan sampai karena asik kerja dan dapat uang lebih banyak, kita jadi lupa travelling dan bersenang-senang.

Kalau memang harus cari blackwork, please do it stealthy. Jika diperlukan, silakan juga diskusi dengan keluarga angkat lebih dulu apakah mereka tidak keberatan kalau kita cari paid job di luar. Tidak lucu kalau kita dideportasi hanya karena ketahuan kerja ilegal di luar kontrak au pair dan host family harus didenda karena membiarkan hal tersebut.

Thursday, May 14, 2020

Tips Berapa Usia yang Tepat Mulai Au Pair?|Fashion Style

Lima tahun lalu, saya memulai petualangan pertama di Eropa dengan menjadi au pair di Belgia . Dulu masih banyak yang belum tahu program pertukaran budaya ini. Kalau pun tahu, biasanya informasi lebih cepat menyebar di kota-kota besar di Indonesia. Sementara saya, anak daerah, tidak pernah tahu apa itu au pair sebelum menemukan situs Au Pair World tanpa sengaja.

Saat itu usia saya 22 tahun dan masih berstatus mahasiswi semester akhir di Universitas Sriwijaya. Bisa dikatakan, karena au pair ini juga saya makin semangat mengerjakan skripsi dan ingin segera wisuda. Kontrak au pair pertama saya dimulai Maret 2014 dan saya mengejar wisuda di bulan Januari di tahun yang sama. Terima kasih teman-teman almamater atas dukungannya!

I was so lucky knowing au pair program in a perfect time! Saat itu saya memang belum ingin cari kerja dan muak dengan bangku kuliah. Makanya program ini seperti membuka lembaran dan tantangan baru dalam hidup saya dalam mengisi gap year setelah lulus. Sekarang, setelah 5 tahun tinggal di Eropa dan statusnya masih jadi au pair, saya tidak pernah menyesal pernah memulainya di usia yang tepat.

Menurut pendapat saya, jenjang usia yang paling tepat jadi au pair pertama kali adalah 20-24 tahun. Meskipun syarat umur au pair antara 18-30 tahun (tergantung negara masing-masing), namun memulai au pair di usia late 20s juga cukup riskan. Mengapa, karena kalau kita ada masalah dengan host family dan harus ganti keluarga saat sudah overaged, aplikasi kita akan ditolak dan mau tidak harus segera angkat kaki dari negara tersebut.

Alasan saya yang lain, di usia 20-24 tahun ini kebanyakan dari kita sudah lulus kuliah atau SMA dan memiliki pengalaman kerja. Yang saya tahu, banyak keluarga Eropa lebih mempertimbangkan au pairearly to mid 20s dibandingkan anak-anak baru lulus SMA. Selain tidak ada pengalaman yang signifikan, abege tua biasanya dianggap lebih emosian dan labil.

Sementara bagi host family yang punya anak bayi, kebanyakan mencari calon au pair >24 tahun yang dianggap cukup dewasa jadi orang tua ketiga dan mampu menghadapi ketidakstabilan emosi anak kecil. Saya merasa, di jenjang usia 20-24 tahun ini juga, kita bisa lebih matang memikirkan strategi ke depannya seperti apa. Ingin lanjut au pair beberapa kali lagi kah, ingin lanjut kuliah, atau ingin pulang ke Indonesia untuk cari kerja.

Beberapa teman saya yang baru mulai jadi au pair di usia late 20s kebanyakan merasa menyesal mengapa baru tahu au pair di usia segitu. Selain kesempatan jadi au pair di banyak negara semakin kecil, planning yang direncanakan setelahnya pun kurang matang. Mengapa, karena kebanyakan au pair tidak hanya cukup setahun tinggal di Eropa. Ada perasaan "ketagihan" ingin coba jadi au pair lagi di negara lain.

Tapi, tidak ada kata terlambat. Apalagi informasi umum tentang au pair ini memang tidak mudah didapat kecuali kalian digging sendiri. Belum lagi alasan terbesar lain adalah terhambatnya izin orang tua . Kalau baru tahu au pair saat usia 28 dan kebetulan memang ada host family yang tertarik, just go for it!You ARE still young anyway! Baca juga postingan saya ini mengapa kamu harus coba jadi au pair di usia 20-an!

Saran saya, bagi yang tertarik jadi au pair setelah lulus SMA, coba tahan dulu untuk cari kerja selama 2-3 tahun di Indonesia. Lumayan, pengalaman ini bisa memperbagus CV dan membuktikan ke calon host family bahwa kamu adalah orang yang independen dan bertanggungjawab. Kalau belum dapat pekerjaan, coba juga sekalian kursus bahasa baru yang negaranya ingin kamu kunjungi. Siapa tahu, selepas au pair kamu bisa cari kerja atau lanjut kuliah S1 di Eropa.

Yang sudah punya karir bagus di Indonesia, jangan juga sampai salah langkah. Foto-foto traveling keren ala au pair yang kalian lihat di media sosial itu hanyalah kamuflase belaka. Kenyataannya, au pair itu harus bisa jadi cewek serba bisa dan fleksibel mulai dari jemput anak sampai ngosek WC yang tidak mungkin ditampilkan di media sosial. Yakinlah, au pair is not a fairytale. Cerita buruk di dalamnya juga banyak, apalagi kalau sial dapat keluarga angkat yang jahat. Kalau penasaran ingin tinggal di luar negeri, mungkin bisa pilih homestay ketimbang jadi au pair. Takutnya, sudah melepaskan karir yang bagus tapi baru merasa kalau au pair bukanlah hal yang kamu cari. Please do A LOT of research before starting!

Bagi yang baru tahu au pair belakangan ini dan hampir mendekati usia 30 tahun, that's totally okay to start looking for your potential host families! Ada banyak negara yang masih membuka kesempatan au pair sampai usia 30 tahun, yang penting belum menikah dan punya anak. Bingung ingin kemana? Coba baca referensi saya disini ! Baca juga 7 tips ini agar profil kamu dilirik calon keluarga!

Being an au pair is (definitely) the easiest way to fly you to Europe, yet the hardest way to figure out what to do next !

Tuesday, May 12, 2020

Tips Rangkuman: Step-by-step Jadi Au Pair (PENTING!)|Fashion Style

Halo kalian, para anak muda Indonesia yang tertarik jadi au pair untuk pertama kalinya, kamu masuk ke laman yang tepat! Sejak pindah ke Belgia 5 tahun lalu, saya memang sudah gencar bercerita tentang pengalaman jadi au pair di banyak negara. Tak hanya soal manis-manisnya saja, tapi juga pahit ketir hidup sebagai personal assistant di rumah nativehost family.

Lama-lama saya sadar bahwa anak muda Indonesia yang ingin 'kabur' ke luar negeri semakin banyak. Impian para milenials pun sekarang tak hanya bisa keliling Eropa, tapi juga mencari kesempatan untuk tinggal lama di sini. Ketika peluang lanjut sekolah bukan mimpi yang mudah diraih, lalu software au pair pun mulai dilirik.

Tapi tahukah kalian bahwa yang ingin jadi au pair tambah banyak setaip tahunnya?! Terbukti di tahun 2014 saat saya jadi au pair di Belgia, hampir semua au pair Indonesia yang tinggal di sana saya kenal. Jumlahnya pun bisa dihitung dengan jari karena komunitas au pair Indonesia hanya itu-itu saja. Saat pindah ke Denmark setahun berikutnya, jumlah au pair Indonesia di sana juga tak sampai 10 orang. Namun secepat kilat beranak pinak menjadi puluhan orang dua tahun kemudian. Terbukti bahwa mimpi untuk tinggal di luar negeri memang semakin mudah diraih.

Bagi kalian yang tertarik jadi au pair juga, berikut saya beri panduan langkah apa saja yang harus dilakukan! Saya menyertakan banyak sekali tautan di bawah ini untuk kalian baca saat santai :)

1. Baca, baca, baca!!!!

You know nothing by just asking! Problem utama yang sering saya temui dari calon au pair baru adalah mereka lebih banyak bertanya daripada membaca. Bisa jadi malas, bisa jadi juga cari cara praktis. Tapi, impian tidak akan mudah diraih kalau hanya bergantung dari satu atau dua orang! We—para au pair senior ini—are not 100% available for you either!

Jadi, saran saya yang pertama tentu saja; buka web browser di ponsel atau laptop kamu, lalu mulai carilah informasi yang terkait soal au pair ini! Percayalah, saya dulu juga mulai dari 0. Tak banyak yang bisa ditanya hingga semua informasi harus dicari sendiri.

Cari dulu referensi semua au pair senior yang ada di net karena sekarang sudah banyak yang mau berbagi informasi lewat blog dan vlog. Baca dan tonton semua platform mereka dan telusuri apa yang mereka lakukan di negara tersebut. Blog Art och Lingua ini sebetulnya BANYAK sekali memuat cerita saya dari mulai au pair sampai sekarang, dari cerita au pair, mengurus visa, sampai cerita cinta.

Referensi:

Hal yang harus kamu ketahui sebelum memutuskan jadi au pair

10 alasan kenapa kamu harus jadi au pair

Apa para motivasi anak muda jadi au pair?

Guide au pair: mulai dari mana?

Usia yang tepat mulai au pair pertama kali

Setelah tahu apa itu au pair, yakinkan dulu diri kamu apakah au pair ini memang hal yang selama ini kamu cari. Pahami juga bahwa tinggal di luar negeri dengan jadi au pair itu ada enak dan tidaknya. Dari dulu saya tidak percaya cerita bahagia au pair yang selalu terpampang di internet. They are all lying! Faktanya, minusnya jadi au pair juga banyak! Makanya ini PR kalian untuk menemukan informasi yang berimbang soal plus dan minusnya jadi au pair. No worry, internet is a great resource!

Referensi:

Enaknya jadi au pair

Au pair: cewek muda serba bisa

Au pair: tukang masak keluarga

2. Tentukan negara tujuan dan jangan ngeyel

Problem kedua yang sering temui dari banyaknya pesan yang masuk lewat blog saya adalah; para calon au pair yang terlalu asik pilah-pilih negara ini itu dan tak tahu bahwa pemegang paspor Indonesia tak bisa kesana. Been there before! Saya dulu juga sama saja, memilih Selandia Baru sebagai negara prioritas hanya gara-gara ingin tinggal di salah satu negara tercantik di dunia. Padahal pemilik paspor Indonesia tak memenuhi regulasi untuk datang ke Selandia Baru jadi au pair.

Lama-lama cari informasi, saya tahu bahwa ada banyak negara di Eropa yang peluangnya lebih besar ketimbang repot-repot ke Selandia Baru. Kamu juga harus tahu, meskipun Jerman dan Belanda adalah dua negara yang paling sering terekspos program au pairnya, tapi ada beberapa negara lain yang juga bisa kamu coba!

Referensi:

First time au pair: ke negara mana?

Jadi au pair ke Amerika? Bisa!

Au pair ke Irlandia, Spanyol, Italia, dan Inggris

Denmark, negara terburuk bagi au pair

Mitos dan fakta au pair di Skandinavia

Kenapa jadi au pair di Denmark?

PR selanjutnya setelah tahu negara mana yang ingin kamu kunjungi adalah mengecek semua hak dan kewajiban kamu di negara tersebut. Tidak ada peraturan negara yang sama meskipun mereka sama-sama berada di Eropa! Jangan samakan regulasi di Jerman dan di Prancis, karena bahasanya saja sudah berbeda. Makanya jangan malas untuk menggali informasi penting tentang uang saku, maksimum jam kerja, durasi au pair berapa lama, pajak, tiket pesawat, bahasa yang digunakan, hingga hari libur.

Carinya dimana? Buka postingan ini sebagai referensi lain:

Pencarian keluarga angkat tanpa lelah (2)

Guide untuk calon au pair

Pajak di Denmark

Gaji au pair, sepadan kah?

Three. Cari keluarga angkat

Sudah paham tentang peraturan tiap negara serta hak & kewajiban au pair di sana? Langkah kamu selanjutnya adalah mencari keluarga angkat! To be honest, this is going to be your hardest part! Mengapa, karena banyak calon au pair yang juga sering mengeluh ke saya tentang betapa susahnya cari keluarga. No wonder, luck juga sangat berpengaruh di sini. Belum lagi saingan kita semua au pair di dunia, terutama Filipina.

Baca referensi saya berikut sebagai pedoman kamu menemukan host family impian! Ini penting sekali karena beberapa calon au pair juga sempat kena penipuan hanya karena terlalu percaya profil tak masuk akal.

Referensi:

Pencarian keluarga angkat tanpa lelah

Calon au pair, waspada penipuan!

Guide untuk calon au pair

Keluarga Arab, pikir lagi!

10 tipe keluarga yang mesti kamu pertimbangkan kembali

Pakai agensi atau mandiri?

7 tips agar keluarga asuh melirik profil mu

Gadis Filipina vs gadis Indonesia di Eropa

Selain itu, menurut saya, para calon au pair juga harus mempersiapkan diri untuk hal yang tak diinginkan, seperti contohnya ketika ada masalah dengan host family.

Referensi:

Keluarga baru, masalah baru

Saat au pair bermasalah dengan keluarga

4. Wawancara dan diskusi

Sudah menemukanhost family yang juga tertarik, lalu saatnya diwawancara? SELAMAT! Itu artinya profil kamu cukup menarik perhatian. Percayalah, saingan kamu sebetulnya banyak, lho!

Meskipun wawancaranya via Skype atau FaceTime dan terkesan lebih informal ketimbang interview kerja di kantoran, tapi bukan berarti kamu tak perlu persiapan. Saya juga sudah pernah menulis artikel tentang persiapan wawancara dengan host family yang bisa dibaca. Yang paling penting, speak your mind! Tanyakan apa yang ingin kamu tanyakan, jangan sungkan dan tak perlu memikirkan kesopanan. FYI, orang Eropa itu tak seperti orang Asia yang mudah tersinggung. Lebih baik straightforward daripada kamu mati penasaran.

Kalau memang tak semua hal bisa disampaikan face-to-face, kamu juga bisa menuliskan follow-up email lagi ke mereka tentang pertanyaan yang masih mengganjal. Jangan lupa juga untuk selalufollow up keputusan mereka apakah akan meng-hire kamu atau tidak. Satu sampai 10 hari adalah waktu yang tepat untuk menunggu keputusan, tapi lebih dari sana, asumsikan saja si calon keluarga tak memilih kamu. Selagi menunggu decision, jangan putus asa untuk terus cari keluarga lainnya.

5. Izin orang tua

Sebetulnya di antara semua step yang saya sebutkan di sini, restu orang tua bisa jadi masalah terberat yang akan memutus jalan mu sampai akhir. Apalagi program au pair ini bisa disalahartikan oleh orang Indonesia yang memang kebanyakan melihat hal dari satu sisi saja.

Karena malas memberi tahu orang-orang di sekeliling mereka karena takut dicap TKW, banyak juga au pair yang berbohong tentang tujuan mereka ke Eropa. Alasannya simpel, hanya agar bisa diizinkan ke luar negeri.

Tapi dari dulu saya selalu jujur ke keluarga bahwa niat saya ke Eropa memang ingin jadi au pair. Tak mudah menjelaskan ke mereka meskipun kalimatnya sudah saya rangkai sebagus mungkin. Ujung-ujungnya tetap saja saya dicap "jauh-jauh datang ke Eropa hanya untuk jadi pembantu".

Silakan baca cerita saya di sini kalau kamu ingin tahu proses meminta izin orang tua ke luar negeri tanpa terkesan seperti TKI. I knooow it would be hard, tapi tak ada salahnya mencoba jujur. Namun sebetulnya kembali lagi ke kalian, mau jujur atau tidak, silakan. Asal bertanggung jawab dan jangan sampai membuat repot semua keluarga hanya karena mereka tak tahu status kita yang sebenarnya di sini.

6. Mempersiapkan dokumen

Setelah semua proses di atas, kamu akhirnya bisa deal dengan host family dan saatnya menyiapkan semua dokumen untuk pembuatan visa danresidence permit au pair. Horreee! Meskipun happy sudah sampai di tahap ini, tapi kamu harus tahu bahwa pengurusan dokumen bisa jadi proses yang paling melelahkan setelah pencarian host family.

Mengapa, karena tiap negara punya peraturan yang berbeda-beda pula. Ini juga PR lain untuk kamu mencari tahu semua dokumen yang dibutuhkan saat pengajuan aplikasi. Saya sangat menyarankan pakai web browser kalian untuk masuk ke;

  • Situs AuPair World , mencari tahu regulasi setiap negara di dunia secara singkat. Dari situs ini juga biasanya kamu langsung diarahkan menuju ke banyak tautan lain yang berhubungan dengan imigrasi di negara tersebut.
  • Kalau malas pakai situs di atas, kamu boleh cari informasi terlebih dahulu secara mandiri lewat kata kunci di Google. Biasanya kamu juga langsung bisa mendapatkan tulisan atau vlog dari au pair terdahulu yang membagikan pengalamannya saat mengurus visa.
  • Situs lain yang berguna adalah situs kedutaan besar negara tersebut di Indonesia. Buka laman imigrasi mereka dan cari informasi kekonsuleran. Dari situs tersebut juga kita diarahkan menuju situs imigrasi lain yang informasinya berkenaan dengan semua masalah keimigrasian.
  • Cari informasi pengurusan visa lewat situs agensi visa di Indonesia, contohnya VFS atau TLS-Contact.
  • Jangan terpaku pada penelusuran berbahasa Indonesia saja, karena banyak informasi lebih mudah ditemukan lewat bahasa Inggris. Jangan malas juga mengaktifkan penerjemah otomatis di browser kita untuk langsung menerjemahkan situs yang kebetulan dipublikasikan dalam bahasa lokal.

Saat proses ini, jangan tutup juga kemungkinan untuk bertanya ke para senior au pair yang sudah kamu kenal sebelumnya. Boleh juga meninggalkan pesan di kolom komentar blog, IG, atau kanal YouTube untuk bertanya informasi lebih jelasnya. Yang pasti, jangan sampai bertanya masalah basic yang sebetulnya bisa kamu cari tahu sendiri tanpa harus bertanya kesana-sini.

Referensi:

Beda visa dan residence permit

7. Being familiarized with your host countries!

Selagi menunggu keputusan visa atau residence permit yang bisa memakan waktu berbulan-bulan, saya betul-betul sarankan juga kepada calon au pair untuk mengenali negara yang akan di tinggali. Menurut saya ini jadi penting agar kita tidak kaget tiba di lingkungan baru yang semuanya terasa sangat berbeda dengan Indonesia.

Persiapan ini juga sangat berguna kalau kita memang tak punya kenalan atau teman di negara tujuan. Being alone is suck, tapi being unprepared lebih buruk lagi!

  • Cari tahu cuaca dan temperatur rata-rata negara tersebut selama satu tahun. Tinggal di Norwegia tentu saja tidak sama dengal tinggal di Jerman. Tinggal di Utara Prancis pun tak sama dengan Selatan Prancis. Dengan mengetahui kondisi cuaca seperti ini, membuat kita lebih well-prepared dengan baju yang akan dikemas nantinya.
  • Cek juga soal biaya hidup. Para calon au pair baru kebanyakan punya pertanyaan sama; berapa uang yang harus dibawa untuk survive di satu bulan pertama di negara tujuan. Biasanya di bulan pertama ini host family belum memberi kita uang saku, makanya kita harus bertahan dulu untuk jajan di luar. Okelah, tidak perlu memikirkan soal makan di rumah dan akomodasi. Tapi setidaknya kamu punya bayangan kira-kira berapa yang harus dibawa setibanya di sana. Yang pasti, tidak perlu juga menyamakan standar kita dengan orang lain karena awal-awal saya di Denmark pun, saya hanya bawa 1 juta Rupiah!
  • Sistem transportasi bisa jadi sangat ribet di awal-awal kedatangan! Banyak au pair baru yang kesulitan beradaptasi dan kebingungan cara beli tiket bagaimana, sementara mereka juga belum punya kartu debit! Well, if you have prepared beforehand, this problem would be less daunting! Cari tahu tentang sistem transportasi di negara tersebut, cara beli tiketnya bagaimana, ada diskon kah untuk anak muda, serta jadwal bus atau kereta dari rumah host family nanti.
  • Kartu telepon, pajak, dan bank adalah hal yang mesti kamu pikirkan selanjutnya. Okelah, kita masih buta dengan semua hal di negara tersebut. Bisa jadi juga berpikir bahwa host family bisa membantu dalam semua hal di awal kedatangan. Tapi faktanya, kebanyakan au pair yang baru tiba di sini kebingungan karena host family mereka terlalu sibuk mengurusi semua post-arrival au pair dan akhirnya si au pair harus mengurus semua hal sendirian. Jadi daripada terlalu lama menunggu host family pasang aksi, mengetahui seluk beluk hal-hal praktikal bisa menghemat waktu. Contohnya, kamu tinggal minta tolong belikan host family SIM card baru operator XYZ karena kamu sudah tahu bahwa tarifnya lebih murah. Atau kamu juga bisa langsung datang ke bank ABC karena setelah kamu telusuri, bank ini punya bunga yang lumayan tinggi dan bebas biaya administrasi tahunan bagi anak muda.
  • Selanjutnya adalah cek kursus bahasa! Beberapa au pair ada yang sudah sempat berdiskusi dengan host family tentang sekolah bahasa yang akan mereka datangi. Namun tak jarang juga, sampai sini au pair malah ditelantarkan terlalu lama tak ke sekolah bahasa hanya karena host family (lagi-lagi) terlalu sibuk kerja. Jadi daripada semuanya harus menunggu keluarga, buka browser kamu lalu ketik kata kunci "sekolah bahasa xxx di kota yyy"! Meskipun tidak 100% sekolah tersebut yang akan kamu tuju, setidaknya kamu ada gambaran mengenai sistem sekolah bahasa yang ada di negara tersebut.
  • Cek peluang kerja dan tempat kuliah! Tak jarang beberapa au pair ada yang sudah tahu ingin kemana bahkan sebelum memulai au pairnya. This is great! Karena kamu sudah tahu apa yang kamu mau.
  • Cari kenalan atau networking. Awal mula saya jadi au pair, saya sudah menghubungi 1 au pair yang saya kenal di Belgia untuk jaga-jaga. Fortunately, dari blog walking dan komentar blog juga saya banyak mendapatkan kenalan. Hey, these people don't have to be your future close friends. Tapi punya orang yang dikenal setibanya di negara tujuan setidaknya bisa mengurangi kekhawatiran. Kalau tak mau punya kenalan au pair, boleh juga hubungi PPI di negara tujuan dan bertukar kontak dengan para pelajar Indonesia di sana.

Referensi:

Cari kerja di Eropa

Rencana setelah au pair

Hijrah ke luar negeri itu melelahkan

8. Packing time!

Kembali ke subpoin pertama dari poin di atas; dengan mengetahui kondisi cuaca di negara yang akan kamu tinggali, kita jadi lebih siap mempersiapkan barang bawaan nantinya.

Cek postingan berikut sebagai referensi mengemas barang saat pindah ke luar negeri:

Saat-saat terdepresi: packing time!

Menata isi bagasi ke luar negeri

Jangan bawa banyak barang ke Eropa

7 pelajaran fashion dari gadis Eropa

Bertahan dari dinginnya Eropa

Skincare favorit di segala musim

9. Beradaptasi

Finally, you are here, in a place where you have dreamt of living in!! Minggu-minggu pertama akan jadi masa yang menggembirakan bahkan menakutkan. You are living your dream, but at the same, living at someone else's place. Semuanya terasa baru dan kamu pun masih berusaha sadar dari mimpi.

Well, congratulations! Tapi hidup mu masih akan terus berlanjut ke depannya. It's time to face the reality dan melihat kesempatan di negara yang sudah bisa kamu tinggali. Step selanjutnya tentu saja lebih ke masalah teknis seperti lapor diri ke KBRI, menghubungi kenalan atau teman yang sudah sempat kamu tahu, lalu jangan lupa juga cek event seru di kota kamu tinggal. Nothing special? Main ke supermarket dan farmer market juga seru, lho! Please don't limit yourself dari semua orang karena kita tak akan pernah tahu masalah apa yang akan kita hadapi ke depannya. Having people beside is a huge advantage!

Referensi:

6 cara dapat uang tambahan selama jadi au pair

Dilema au pair: jalan-jalan atau menabung

4 cara mengembangkan diri sebagai au pair

Mengatur keuangan au pair

Teman internasional vs teman Indonesia

Hal yang harus dihindari antar au pair

Good luck for your au pair time!!