Showing posts with label denmark. Show all posts
Showing posts with label denmark. Show all posts

Thursday, July 16, 2020

Tips Mengurus Izin Tinggal Au Pair Denmark|Fashion Style

Berbeda dengan Belgia yang harus melampirkan surat izin kerja (work permit) terlebih dahulu sebelum mengajukan visa, au pair di Denmark bukanlah dianggap sebuah pekerjaan. Untuk mendapatkan visa jangka panjang Denmark, yang harus kita lampirkan adalah surat pengajuan izin tinggal (residence permit) au pair yang berlaku 12 hingga 24 bulan.

Karena saya dan Louise bertemu melalui salah satu internet site au pair Skandinavia, Energy Au Pair, maka dokumen-dokumen yang kami butuhkan sudah diurus oleh pihak agensi. Tidak ada banyak perbedaan jika au pair dan calon keluarga angkat mengurus dokumen tanpa melalui agensi. Yang harus diperhatikan sebelum mengajukan aplikasi visa, hendaknya au pair memastikan apakah calon keluarga angkat bersedia membayar biaya servis pada Danish Immigration Service di Denmark seharga 2400 DKK.

Umumnya, au pairlah yang harus membayar biaya tersebut. Namun dari pihak agensi biasanya akan memberikan tanggung jawab penuh kepada calon keluarga angkat untuk membayar biaya imigrasi ini di Denmark. Kenapa biaya imigrasi sangat penting, karena slip pembayaran resmi dari calon keluarga angkat wajib dilampirkan saat mengajukan visa jangka panjang.

Setelah menyatakan kesepakatan dengan calon keluarga angkat, pihak agensi akan mengirimkan e-mail berisi dokumen yang harus disiapkan serta prosedur pengajuan visa. Berikut dokumen-dokumen yang harus kita siapkan:

1. Surat kontrak antara kita dan calon keluarga angkat. Surat kontrak sekitar 26 halaman ini harus benar-benar teliti saat proses pengisiannya. Ada beberapa poin yang harus kita isi, ada juga yang harus dikosongkan. Karena saat itu calon keluarga angkat saya sudah mengisi duluan, saya hanya perlu mengisi bagian yang diperlukan dan membubuhkan tanda tangan di beberapa halaman;

2. Paspor asli;

three. Fotokopi sampul, halaman biodata, dan seluruh isi paspor yang sudah berisi stempel;

four. Fotokopi ijazah terakhir yang sudah diterjemahkan;

five. Fotokopi akte kelahiran yang sudah diterjemahkan;

6. Surat kuasa (Power of Attorney) dari agensi. Surat ini tidak diperlukan jika au pair dan calon keluarga angkat bertemu tanpa bantuan agensi;

7. Slip pembayaran Case Order ID resmi di Danish Immigration Service oleh calon keluarga angkat;

eight. Foto terbaru berukuran 3.5cm x four.5cm berlatar belakang putih 1 lembar.

PERHATIAN!!!!

Saya membuat visa Denmark ini di tahun 2015, saat semua kontrak kerja masih diisi manual. Mulai tahun 2017, terdapat dua cara pengisian pengisian kontrak kerja; bisa online atau manual. Bagi yang mengisi form secara manual, dokumen dapat diunggah secara langsung melalui situs application portal Danish Agency for International Recruitment and Integration (SIRI).

Berikut cara apply visa Denmark dan dokumen yang harus dipersiapkan (UPDATE 2018):

1. Membuat case order ID

Case ID ini sama dengan biaya aplikasi au pair yang harus kita buat di situs SIRI. Cara membuatnya sangat mudah dan boleh diisi sendiri atau diwakilkan oleh calon keluarga. Sila buat Case ID ke situs berikutdi bagian "Create case order ID".

2. Membayar biaya aplikasi

Setelah membuat case order ID, kamu akan menerima email yang berisi kode dari SIRI sebagai identitas aplikasi. Tahap selanjutnya adalah masuk kembali ke situs SIRI , lihat bagian "Pay the fee", masukkan kode case order ID tersebut, lalu bayar biaya aplikasi sebesar 2755 DKK (tahun 2018). NEED TO KNOW , keluarga angkat tidak berwajiban membayar biaya aplikasi ini! Menurut situs Energy Au Pair, keluarga angkat disarankan membayar biaya aplikasi karena au pair juga harus membayar biaya visa di negara asal. Namun semuanya kembali lagi ke kesepakatan kamu dan keluarga angkat, apakah mereka bersedia menanggung biaya aplikasi.

Three. Cetak slip pembayaran biaya aplikasi

Setelah keluarga angkat atau kamu membayar biaya di atas, kamu akan menerima konfirmasi pembayaran via email. Konfirmasi pembayaran ini dikirim tanpa attachment, jadi silakan cetak isi email tersebut sebagai kelengkapan dokumen.

4. Fotokopi atau scanned copy sampul paspor, biodata, serta seluruh isi lembaran paspor yang kosong ataupun berisi dari depan ke belakang

Yes, you read it right! Dari sampul paspor hijau sampai halaman identitas paling belakang difotokopi secara lengkap, yang berisi maupun kosong.

5. Fotokopi ijazah pendidikan terakhir yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris

Kalau ijazah kamu twin bahasa (Indonesia/Inggris), tidak usah diterjemahkan kembali. Bagi yang menerjemahkan ijazah ke bahasa Inggris, disarankan untuk menerjemahkan ke penerjemah tersumpah merujuk ke situs SIRI.

6. Fotokopi akte kelahiran yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris

Sama seperti halnya ijazah, kalau akte kelahiran kamu sudah twin bahasa, tidak usah diterjemahkan kembali.

7. Mengisi kontrak kerja secara online atau manual

Di tahun 2015, saya dan keluarga mengisi surat kontrak kerja secara manual. Mereka mengisi bagian mereka dahulu, lalu di-scan ke saya untuk saya isi dan ditanda tangani yang bagian saya. Tidak ada masalah kalau kontrak kerja tersebut bukan yang asli.

Kalau kamu ingin mengisi secara manual , kontrak kerja dapat dicetak langsung di situs SIRI , bagian "Complete the application form". Klik bagian tersebut, lalu lihat bagian bawah "Printable application forms". Ada dua pilihan unduhan form, bisa PDF atau Word. Bentuk Word bisa kamu isi langsung sebelum dicetak. Tapi bentuk PDF mesti kamu cetak dahulu lalu isi pakai pena. Jika keluarga angkat lebih tertarik menggunakan cara ini, sila mereka mengisi bagian mereka dulu di Part 2 dan 3, lalu kalau sudah selesai, mereka harus scanned kembali form tersebut untuk kamu isi dan lengkapi.

Cara lainnya adalah mengisi kontrak kerja secara online . Kontrak kerja dapat diubah ke bahasa Inggris kalau kamu bingung. Sila masuk ke situs berikut , lalu lihat di bagian paling bawah halaman. Ada pertanyaan "siapa kamu?", keluarga angkat atau applicant (au pair). Sila pilih "au pair", lalu klik "Næste" (next). Karena kamu harus masuk dengan menggunakan reference number dan password, sila tanyakan kepada keluarga angkat saat mereka sudah selesai mengisi bagian mereka. Saat semua bagian sudah terisi lengkap, kamu harus mencetak kembali form yang sudah diisi online ini untuk ditandatangani dan disertakan saat mengurus visa.

CATATAN!

Saat pengisian form secara online, kamu boleh mengisi, simpan, isi lagi, lalu simpan, sampai formulir betul-betul terisi lengkap. Perlu diperhatikan juga waktu pengisian formulir hanya 30 hari. Setelah batas tersebut, data kamu akan hangus dan harus mengisi ulang.

Selain itu, dalam waktu dua minggu setelah formulir berhasil di-submit, kamu WAJIB datang ke VFS Global untuk menyerahkan dokumen dan mengambil data biometrik. Kalau dalam waktu 2 minggu setelah submit formulir kamu tidak juga datang ke VFS, aplikasi kamu akan ditolak sepenuhnya oleh imigrasi Denmark. Imbasnya, kamuharus mendaftar dan membayar ulang biaya aplikasi serta mengajukan surat banding (jika diperlukan). So, atur waktu kamu sebaik-baiknya sebelum mantap datang ke VFS.

Setelah semua dokumen siap, silahkan datang ke:

Danish Visa Application Center

Kuningan City Mall Lantai 2

Jalan Prof. DR. Satrio Kav. 18

Jakarta 12950

Website: www.Vfsglobal.Com/Denmark/Indonesia

Email: infodenmark.Indo@vfshelpline.Com

Jadwal Aplikasi: 8.00 - 12.00 dan 13.00 - 15.00 (Senin-Jumat) Kecuali Hari Raya/Libur

Loket pengajuan aplikasi Denmark sendiri berada dalam satu ruangan dengan loket pengajuan aplikasi Italia, Norwegia, Swedia, yang tergabung dalam VFS Global. Untuk mengumpulkan persyaratan dokumen jangka panjang, pemohon tidak perlu membuat janji temu terlebih dahulu (tahun 2015).

Tahun 2018, VFS tidak lagi menerima pemohon tanpa booking janji temu terlebih dahulu. Agar waktu kunjungan mu lebih maksimal, silakan buat janji temu 7-14 hari sebelum datang ke VFS lewat situs mereka disini. Setelah membuat janji temu, jangan lupa juga mencetak bukti konfirmasi untuk dibawa ke VFS.

Setelah pemeriksaan kecil sebelum masuk ruangan dan menonaktifkan segala macam gadget, petugas akan memberikan nomor antrian. Setelah sampai giliran kita, petugas loket akan memeriksa kembali dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Kalau semuanya sudah lengkap, pemohon bisa langsung membayar biaya visa.

Saat mengajukan aplikasi visa (Juni 2015), biaya yang harus saya keluarkan totalnya Rp. 3.320.000 dengan rincian:

Biaya visa au pair                 Rp. 2.880.000

Biaya layanan VFS Global   Rp.    390.000

Biaya kurir (tambahan)         Rp.      50.000

VFS tidak menerima pembayaran dengan kartu kredit/debit ya, jadi silakan siapkan uang tunai sebelumnya. Karena saya tinggal di Palembang dan tidak mungkin kembali ke Jakarta beberapa bulan kemudian hanya untuk mengambil paspor, maka saya menggunakan layanan tambahan kirim paspor ke rumah yang biaya kirimnya sendiri tergantung daerah tinggal pemohon.

Setelah proses pembayaran, petugas loket akan mempersilakan kita kembali menunggu antrian pengambilan statistics biometrik. Proses ini berupa pengambilan sidik jari dan foto yang hanya berlangsung 5 menit. Semuanya selesai dan kita boleh pulang.

Selanjutnya adalah proses wawancara di Kedutaan Besar Denmark yang letaknya masih di Kuningan (tidak jauh dari Mall Ambassador). Untuk proses wawancara di Kedutaan Besar Denmark, pemohon harus membuat janji temu terlebih dahulu via telepon. Sayangnya karena saya datang Jumat siang saat mengajukan aplikasi visa, janji temu baru bisa dilakukan hari Senin pagi. Saat ditelepon, Ibu Wita, staf Kedubes Denmark, mengatakan kalau wawancara baru bisa dilakukan hari Selasa jam 9 pagi.

Kedutaan Besar Denmark

Menara Rajawali, twenty fifth Floor

Jl. DR Ide Anak Agung Gde Agung

Kawasan Mega KuninganJakarta 12950

Tel  +62 (21) 576 1478Fax +62 (21) 576 1535

Website: http://indonesien.Um.Dk

Email: jktamb@um.Dk

Jam kerja: 8.00 - 16.00 (Senin - Kamis) & 8.00 - 13.00 (Jumat)

Karena wawancaranya pagi, saya langsung membawa tas tangan berisi pakaian kotor ke Kedubes. Dengan asumsi wawancara yang hanya sebentar, saya bisa langsung pulang ke Palembang sorenya. Dari Jakarta Pusat tempat saya menginap, sekitar jam setengah 8 saya sudah naik mikrolet ke arah Kampung Melayu, lalu lanjut mikrolet sekali lagi ke arah Kuningan dan stop di depan Mall Ambassador. Hanya berjalan kaki sekitar 7 menit dari lampu merah, sudah sampai di Menara Rajawali yang berwarna jade green.

Setelah registrasi di lobi dan menempelkan tanda pengenal, saya langsung menuju lantai 25. Masuk ke kantor Kedubes Denmark, saya langsung disambut Ibu Wita di lobi. Ibu Wita sempat mempertanyakan kenapa bisa telat 16 menit dari waktu janjian. Alasan klise ibukota; macet. Untungnya Ibu Wita terlihat sudah terbiasa mendengar alasan tersebut dan langsung mengantarkan saya menuju satu ruangan di pojokan.

Di ruangan tersebut saya disambut seorang wanita muda berkebangsaan Denmark bernama Ms. Hanna, yang akan mewawancarai pagi itu. So, wawancaranya totally English! Saya cukup santai dan tidak terlalu grogi menghadapi pertanyaan Ms. Hanna, karena yang ditanyakan semuanya tentang diri pribadi, jadwal kerja, calon keluarga angkat, dan juga motivasi kenapa ingin jadi au pair di Denmark.Saat tahu pendidikan terakhir dan pengalaman kerja sebelumnya, sempat tiga kali Ms. Hanna bertanya-tanya kenapa saya ingin jadi au pair (lagi).

Setelah proses wawancara sekitar 30 menit selesai, Ms. Hanna mempersilakan saya keluar sebentar dari ruangan untuk duduk di ruang tunggu. Sebuah majalah berbahasa Inggris cukup menyita perhatian karena memang hanya majalah itulah yang ada di meja. Majalah ini berisi cerita pengalaman para expat yang tinggal di Jakarta tentang buruk dan baiknya ibukota. Sebenarnya majalah ini benar-benar menarik untuk dibawa pulang dan dibaca-baca lagi.

Sayangnya 10 menit kemudian, Ms. Hanna memanggil saya kembali dan menyuruh memeriksa kembali halaman-halaman hasil cetakan pertanyaan dan jawaban saat wawancara tadi. Kalau semuanya oke, saya bisa langsung menandatangani surat persetujuan, dan selesai. Ms. Hanna memandu saya keluar ruangan, memberi majalah tentang Sekilas Denmark untuk bahan bacaan, berjabat tangan, lalu mengantar keluar kantor Kedubes Denmark dengan senyum ramah.

TOP TIP

1. Datanglah di jam kerja efektif dari Senin-Rabu pagi saat mengajukan aplikasi visa di VFS Global. Hal ini untuk mengantipasi tinggal lebih lama di ibukota jikalau kalian memang berasal dari luar Jakarta seperti saya. Proses pengajuan visa sendiri sebenarnya hanya satu jam (tergantung antrian), namun datang lebih pagi membuat beban berkurang dan kerjaan cepat selesai.

2. Sebelum datang ke VFS Global, periksa lagi dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Jangan sampai ada satu dokumen penting yang tertinggal dan bisa membuat kita bolak-balik mengambilnya. Jangan sampai mengalami kejadian seperti saya, karena lupa membawa map berisi slip pembayaran di Danish Immigration Service, saya mesti kembali lagi ke penginapan di Rasuna Said dengan ojek. Untung penginapannya masih di Rasuna Said, bagaimana kalau saya menginap di kosan teman di Jakarta Pusat? Padahal hari itu Jumat dan saya hanya punya waktu 1 setengah jam untuk kembali lagi ke VFS Global sebelum kantornya tutup.

3. Dibandingkan membawa uang tunai dalam jumlah yang besar ke Kuningan City Mall, sebaiknya tarik tunai uang melalui ATM Center yang ada di dalam mall saja. Sebelum masuk ke ruangan VFS Global tariklah uang secukupnya karena hanya uang tunai yang diterima untuk membayar aplikasi visa.

4. Setelah membuat janji temu, datanglah ke Kedubes on time dan berpakaianlah rapih. Karena tidak perlu mengantri, staf Kedubes Denmark hanya akan mewawancarai pemohon yang sudah membuat janji temu terlebih dahulu. Jadi kalau hari itu hanya kita sendiri yang membuat janji temu, jangan sampai membuat staf Kedubes Denmark bete menunggu karena telat.

5. Tidak perlu cemas tentang pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan staf Kedubes Denmark nantinya. Pertanyaan tersebut hanyalah pertanyaan ulangan dari formulir isian di surat kontrak yang sudah kita isi dan tanda tangani dengan calon keluarga angkat. Jawablah dengan tegas dan jangan tegang karena yang mewawancarai pun sebenarnya tidak galak.

6. Berlatih menjawab pertanyaan dengan Bahasa Inggris sebelum proses wawancara adalah cara terbaik. Tidak perlu harus matang secara grammar dan sangat terstruktur, namun setidaknya kita mengerti apa yang ditanyakan dan mampu menjawab dengan baik.

Walaupun kabarnya wawancara tersebut hanyalah formalitas belaka dan pasti disetujui visanya, namun jangan anggap remeh dulu. Bahasa Inggris kita justru juga akan dinilai oleh staf tersebut dan akan ikut dilampirkan sebagai bahan pertimbangan Kerajaan Denmark. Seingat saya, Bahasa Inggris tertinggi ada di poin ke-5 yang menyatakan pemohon sudah bisa berbicara Bahasa Inggris dengan sangat baik (level akademik). Poin 1 dan 2 justru menyatakan pemohon belum mampu berbicara Bahasa Inggris dengan baik dan ditakutkan akan kesulitan berkomunikasi dengan keluarga angkat nantinya.

7. Jangan sampai terjebak beberapa pertanyaan yang sebenarnya malas kita jawab, seperti;

"Apa alasan kamu jadi au pair?"

"Kenapa kamu ingin jadi au pair di Denmark?"

"Apa saja yang kamu tahu tentang Denmark?"

"Apa yang akan kamu lakukan/rencana selepas program au pair di Denmark?"

Persiapkan jawabannya sedetail mungkin ya. Bahkan saya juga terpaksa harus sedikit membual menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Yang jelas, jangan terlalu kelihatan motivasi tentang "uang saku yang tinggi", "embel-embel traveling gratis", atau "ingin tinggal yang lama di Eropa". Karena sesungguhnya au pair di Denmark bukanlah ajang cari uang, jalan-jalan, atau ngegembel tanggung.

8. Pemohon yang mengajukan aplikasi visa au pair setelah tanggal 1 Juli 2015 akan diberlakukan regulasi baru. Ada beberapa persyaratan yang sedikit diubah seperti umur minimum pemohon 18 tahun, uang saku yang naik jadi 4000 DKK perbulan (sebelum pajak), hari libur, dan informasi lainnya.

Wajib baca sebelum kamu tiba di Denmark!

Mitos dan fakta au pair di Skandinavia

Tips Kenapa Jadi Au Pair di Denmark?|Fashion Style

Melanjutkan cerita pencarian keluarga angkat di tahun kedua , sehari setelah wawancara dengan Louise, si ibu Denmark, esoknya dia langsung mengirimkan saya jadwal pekerjaan via email. Sejauh yang saya baca, tidak ada pekerjaan yang terlihat terlalu memberatkan. Semuanya terkesan oke-oke saja dan Louise mengatakan akan kembali menghubungi karena dia masih punya jadwal wawancara dengan dua kandidat lainnya.

Dua hari kemudian, sebuah electronic mail dari Energy Au Pair mengatakan kalau keluarga Louise sudah mengkonfirmasi untuk menerima saya sebagai au pair mereka. Padahal saat itu saya masih dan sedang dalam proses diskusi dengan beberapa keluarga lain di Belanda. Walaupun sudah oke dengan jadwal kerja yang ditawarkan Louise, tapi saya tidak tahu kalau dia sudah mengkonfirmasi langsung ke pihak agensi dalam waktu secepat itu.

Jujur saja, saya sebenarnya belum berani mengatakan "siap a hundred% jadi au pair di Denmark" saat membalas email Louise. Beberapa pertanyaan lainnya seputar tugas dan jam kerja tetap saya tanyakan ke Louise demi mengulur waktu. Di saat yang bersamaan, saya juga masih sibuk berbalasan e-mail dengan dua orang keluarga di Belanda yang menurut saya juga oke-oke.

Pertanyaan-pertanyaan yang cukup menegaskan "belum cukup siap ke Denmark" akhirnya membuat Louise bertanya kembali apakah saya benar-benar mau menjadi au pair untuk keluarga mereka. Louise benar-benar menyadari kalau saya sedang dalam keraguan dan sepertinya banyak pertimbangan di otak saya saat itu.

Setelah beberapa hari bimbang tentang keputusan memilih keluarga mana yang oke, akhirnya saya tetap memilih Denmark dibandingkan Belanda. Dua negara ini memang bukan negara tujuan awal saya. Kedua negara ini juga "sudah" memiliki reputasi cukup buruk di mata saya mengenai kekerasan pada au pair. Lalu kenapa tetap ingin ke Denmark DAN jadi au pair lagi?

Saya belum pernah ke Denmark, tapi pernah mampir dan mendengar banyak cerita tentang Belanda dari teman-teman au pair yang sebelumnya pernah kesana. Banyak yang mengatakan, dibandingkan Denmark, kehidupan di Belanda lebih seru dan rame. Warga Belanda yang juga cenderung ramah dan open dengan orang baru membuat negara ini banyak kelebihannya. But well, it's all about my gut!

Saya percaya tiap negara itu punya kelebihannya masing-masing. Dari namanya saja, Denmark memang tidaklah setenar Belanda, Perancis, atau Jerman. Bahkan banyak juga yang tidak tahu letak geografis Denmark itu tepatnya di Eropa bagian mana. Tapi saya memang bukanlah orang yang cukup percaya tentang "kata orang" sebelum saya sendiri melihat dan merasakannya. Lagipula, Belanda sudah terlalu mainstream sebagai tujuan au pair Indonesia.

Sebenarnya saya juga belum kenal negara-negara Skandinavia sebelumnya. Pernah masuk jadi salah satu member MLM kosmetik asal Swedia, membuat saya akhirnya penasaran dengan Stockholm dan kota-kota di negara Skandinavia lainnya. Sebelum jadi au pair di Belgia, seorang teman juga sudah berpesan ke saya untuk sesegera mungkin melihat Aurora Borealis di langit Eropa Utara saat musim dingin. Keinginan ini sebenarnya adalah keinginan pribadinya si dia yang memang belum bisa tercapai. Denmark memang masuk ke bagian Eropa Utara dan sudah cukup dekat ke Norwegia utara yang katanya bisa lebih jelas melihat Aurora Borealis saat musim dingin. Sewaktu di Belgia, keinginan untuk melihat cahaya utara ini memang sudah ada. Namun karena keterbatasan dana dan waktu, akhirnya keinginan ini harus saya tunda dulu. That's the point!

Dibandingkan Amsterdam, Kopenhagen pernah menjadi peringkat pertama kota teraman di dunia. Sementara tahun ini, lagi-lagi Kopenhagen masuk di antara 10 kota yang layak huni di dunia. Walaupun nantinya saya tidak tinggal di ibukota, tapi jarak kota yang akan saya tinggali hanya sekitar 12 km dari Kopenhagen. Lagipula, Denmark memang sudah mendapatkan reputasi baik sebagai negara dengan tingkat kriminalitas yang sangat rendah. Intinya negara ini benar-benar nyaman untuk ditinggali deh!

Denmark terkesan lebih artistik dan cultural menurut saya. Oke, ini sedikit subjektif. Saya juga mungkin tidak sepenuhnya mengeksplor Belanda dengan lebih baik. Tiap tahun Kopenhagen selalu terlibat dalam penyelenggaraan salah satu acara fashion terbesar, Copenhagen Fashion Week, yang menegaskan bahwa warga Kopenhagen memang stylish dan memiliki desainer oke.

Sementara banyak yang mengatakan Belanda memang penuh sejarah, namun anti-style. Saya memang bukan pengikut tren yang hedonis, tapi selain Copenhagen Fashion Week, banyak juga competition kebudayaan dan seni di ibukota sering diselenggarakan dengan akses yang mudah bagi pengunjung.

Dibandingkan Danish dan Dutch, jelas saja saya lebih memilih Dutch. Saya sudah pernah belajar dan menguasai Bahasa Belanda level dasar sebelumnya. Akan lebih baik jika saya memang memilih Belanda sebagai tujuan au pair untuk meneruskan level Bahasa Belanda lebih lanjut. Sementara Bahasa Denmark, tidak terlalu penting untuk dipelajari kan ya? Tapi, eh, tapi, bahasa Denmark mirip-mirip Bahasa Swedia dan Norwegia. Bukankah lucu juga mempelajari Bahasa Denmark yang mungkin nantinya bisa sekalian mengerti sedikit Bahasa Swedia atau Norwegia?

Walaupun saya juga belum tahu apakah nanti Bahasa Denmark akan berguna untuk karir di masa mendatang, tapi bukankah sebagai au pair ini memang kewajiban? Bahasa Inggris saja tidak akan cukup untuk berkomunikasi dengan host kids maupun orang lokal. Meskipun yang saya tahu orang Denmark umumnya bisa berbahasa Inggris dengan baik, namun akan lebih baik mempelajari satu bahasa bukan untuk tujuan tertentu melainkan komunikasi sehari-hari.

Saat berdiskusi dengan Louise dan keluarga Belanda lainnya, yang paling royal memang keluarga dari Denmark. Mereka bersedia menanggung tiket PP, asuransi, biaya administrasi Danish Immigration Service, dan uang saku di Denmark juga lebih tinggi dibandingkan Belanda. Per tanggal 1 Juli 2015, uang saku au pair di Denmark dinaikkan menjadi minimum 4000DKK (sebelum dipotong pajak 8%). Prinsip saya untuk jadi au pair, mengeluarkan biaya seminim mungkin. Setidaknya, biaya yang saya habiskan cukuplah untuk mengurus visa di Jakarta saja.

Oke, biaya hidup di Denmark memang lebih tinggi 20 hingga 30 persen ketimbang Belanda, wajar jika uang sakunya juga tinggi. Seorang teman eks au pair di Belanda juga mengatakan kalau sebenarnya keluarga Belanda banyak juga yang mau menanggung tiket pesawat PP, biaya kursus, dan biaya lainnya, tergantung tawar-menawar. Tapi karena tawaran dan jadwal kerja dari Louise lebih reasonable, akhirnya saya tetap memilih Denmark sebelum berdiskusi lebih jauh dengan keluarga di Belanda.

Diri saya, semoga ini benar-benar keputusan yang terbaik!

Tuesday, July 14, 2020

Tips Tip: Menata Isi Bagasi Ke Luar Negeri|Fashion Style

Entah kenapa suatu kali ingin juga bepergian tanpa membawa tas besar selain tas yang hanya menyangkut di tangan. Saya malas sekali menyortir isi lemari yang harus dibawa ke luar negeri (ataupun luar kota) karena ujung-ujungnya walaupun sudah di-list satu per satu, tetap saja ada yang ketinggalan. But well, it's really true that packing is not for everyone.

Ibu saya sudah menduga kalau koper muatan orang pergi umroh yang sempat saya bawa ke Belgia, tidak akan muat menampung barang-barang yang akan saya bawa ke Denmark. Terlebih lagi beliau sepertinya sudah punya ancang-ancang membelikan saya koper baru yang lebih besar. Benar saja, lima menit sebelum toko ditutup, ibu saya langsung saja menarik salah satu koper, yang memang sudah kami lihat beberapa hari sebelumnya, ke kasir.

Taraaaa.. Akhirnya saya punya koper baru bermuatan 70 liter bermaterial nilon. Saya memang tidak memilih koper bermaterial plastik seperti pilihan orang kebanyakan. Menurut saya, koper bermaterial nilon dengan banyak resleting di luar dan dalamnnya lebih fungsional. Lagipula, koper ini bisa diduduki (baca: dipaksa nutup) kalau memang isinya sudah kepenuhan dan tidak bisa diresleting lagi. ;D

Sewaktu berangkat ke Belgia setahun lalu, saya membayangkan tidak akan membeli banyak barang hingga membawa cukup banyak pakaian ke dalam koper. Nyatanya, banyak juga pakaian yang tidak terpakai dan saya juga harus membuang 60% pakaian saat akan pulang ke Indonesia karena koper tidak muat lagi. Makanya di tahun kedua hijrah ke Eropa kali ini, saya benar-benar sudah menyortir isi lemari yang usable saja. Selain membawa dokumen-dokumen penting, berikut beberapa tip yang semoga bermanfaat saat menata bawaan ke dalam koper.

1. Membawa pakaian yang sering digunakan

Walaupun sudah punya pakaian satu lemari, seorang perempuan biasanya tetap saja merasa tidak punya pakaian. Tapi di antara banyak pakaian itu, pastinya kita punya pakaian andalan yang setiap minggunya selalu dipakai. Nah, bawalah pakaian tersebut dan lupakan membawa pakaian yang di Indonesia saja tidak pernah digunakan.

Agar lebih aman, bawalah pakaian dengan warna dasar seperti hitam, abu-abu, dan putih. Warna-warna pakaian dasar seperti ini selalu cocok di-mix & match dengan warna apapun. Kalau memang kebetulan datang di musim panas, bawa juga beberapa potong pakaian berwarna terang dengan motif seru. Musim semi biasanya identik dengan warna pastel yang lembut, musim gugur lebih sering menggunakan warna earthy seperti cokelat, merah marun, atau krem, sementara musim dingin yang sendu selalu dipenuhi oleh orang yang berpakaian gelap seperti hitam, abu-abu, atau biru tua.

Yakinlah, biasanya kita akan tergoda untuk membeli lagi beberapa pakaian di negara tujuan saat sedang diskon. Membawa pakaian yang sering kita gunakan di Indonesia, setidaknya dapat menghemat isi dompet. Kalaupun memang terpaksa membeli, fokuskan pada pakaian musim dingin yang modelnya lebih classy dan beragam dibandingkan di Indonesia.

Jenis pakaian pun bisa bervariasi dengan memasukkan daftar kaos oblong, tank top, batik atau jenis kain khas Indonesia lainnya, kemeja, blazer, gaun santai, atau rok. Bawa juga beberapa potong kaos kaki, long john (pakaian termal), baju olahraga, stocking hitam, scarf bermotif seru, dan cardigan. Oh ya, bagi yang suka pakai jeans dan kebetulan bertubuh petite khas orang Asia, boleh juga membawa beberapa potong jeans berukuran pas dari lemari. Potongan jeans bule panjang normalnya 29 inchi yang akan membuat ujung jeans menumpuk di mata kaki.

2. Jangan bawa semua sepatu!

Awal-awal kedatangan, saya masih nyaman menggunakan sneakers baseball atau sepatu kanvas yang cocok untuk diajak jalan. Entah kenapa saya merasa banyak sepatu olahraga justru hanya keren dipakai, namun tidak nyaman diajak berjalan jauh. Membawa banyak jenis sepatu pun juga sebenarnya bukannya tidak boleh, tapi sekali lagi, yakinlah kalau kita biasanya juga akan tergoda membeli sepatu lagi sesampainya di negara tujuan.

Namun tidak ada salahnya membawa beberapa jenis sepatu dari Indonesia yang tetap akan terpakai dan membuat kita nyaman berjalan kaki, seperti flat shoes, summer sandals, sneakers baseball, atau sepatu kanvas. Kalau memang ingin tampil kece sesekali, membawa midi heels juga cukup oke untuk jalanan Eropa. Kalaupun tidak sempat membeli boot di Indonesia, tetap bisa membelinya di negara tujuan dengan kisaran harga dan model yang lebih bervariasi.

3. Bawalah makanan atau bumbu-bumbu Indonesia

Makanan Barat kebanyakan hambar atau hanya berasa asin. Membawa sambal sachet bisa membantu menghidupkan rasa saat kita makan di restoran atau kafe. Bawa juga beberapa ruas serai (lemongrass), daun jeruk purut, atau kunyit untuk persiapan masak makanan Indonesia. Atau kalau tidak mau repot, beli saja bahan-bahan tersebut dalam bentuk bubuk. Boleh juga membawa beberapa bungkus mie instan sebagai penghilang rasa kangen di awal-awal. Tapi tidak perlu kebanyakan juga, karena beberapa bahan makanan bisa dengan mudah ditemukan di toko Asia yang ada di negara barat.

4. Gunakan space maker

Space maker sangat berguna untuk menata isi koper kita agar lebih banyak muatan. Belilah space maker dengan ukuran yang bervariasi agar bisa lebih sering digunakan saat bepergian. Gulung dulu pakaian sebelum dimasukan ke dalam space maker, lalu kempiskan dengan bantuan vacuum cleaner agar udara lebih mudah keluar dari kantung.

Tapi jangan salah, walaupun sudah dikempiskan, kita harus cepat menutup isi koper agar space maker tidak kembali mengembung karena kemasukan angin. Baiknya mengempiskan space maker sesaat sebelum kita menutup isi koper agar lebih mudah menata dan menutupnya.

Kebutuhan setiap orang memang tidak sama. Jangan lupa pula masukkan obat-obatan yang biasanya selalu kita gunakan di Indonesia. Seperti saya, yang kalau perut kembung selalu mengoleskan minyak kayu putih, mau tidak mau perlu juga membawa beberapa botol ke Eropa. Yang suka baca buku, tidak perlu juga memenuhi isi koper dengan buku-buku yang cukup memberatkan. E-book yang lebih praktis bisa dengan mudah kita beli dan simpan di ponsel atau laptop. Yang paling penting, perhatikan dulu berapa kilo batas maksimum bagasi maskapai yang akan kita gunakan. Kalau over baggage, siap-siap keluar duit lebih ya. Selamat packing!

Monday, July 13, 2020

Tips Meet the Danish Family|Fashion Style

Rileks. Itulah gambaran pertama yang saya dapatkan dari keluarga baru saya ini. Louise, ibu 3 anak berusia 37 tahun, yang saya lihat di foto sepertinya judes, ternyata aslinya lebih muda dan sweet. Louise benar-benar gambaran wanita Eropa Utara sesungguhnya yang berambut pirang dengan badan (mulai) ramping setelah 3 bulan melahirkan Caesar. Karena kebijakan pemerintah Denmark, Louise mendapatkan jatah cuti melahirkan satu tahun demi mengurus si bayi di rumah.

Berbeda dengan para istri di Eropa yang lebih mendominasi pada umumnya, Louise termasuk istri yang sabar, ikut kata suami, dan lebih pasif. Louise juga sering memanggil suaminya dengan sebutan skat yang artinya sayang (atau dalam bahasa Denmark yang lain, bisa berarti "pajak"). Sementara si suami, Brian, lebih sering memanggil Louise dengan panggilan baby, hunny, atau nama pribadi.

Brian, si bapak yang berusia forty two tahun, memiliki selera humor yang baik, hobi masak, dengan jam kerja yang teratur. Brian yang bekerja sebagai CEO ini, mengepalai perusahaan yang bergerak di bidang alat-alat health. Tidak seperti orang yang terlalu sibuk pada umumnya, Brian sudah berada di rumah sebelum pukul 6, lalu lebih memilih berleha-leha saat akhir pekan.

Anak pertama mereka, Emilia, yang tahun ini berusia 4 tahun sebenarnya sangat lucu dan manis. Tapi kalau mood-nya sedang buruk, wahh, saya bisa diteriak-teriaki hanya karena kesalahan kecil. Gadis kecil ini juga tidak anti dicuil-cuil pipinya ataupun dielus-elus rambutnya. Entah karena gengsi atau kenapa, Emilia tidak pernah memanggil nama saya. Emilia lebih sering memanggil saya dengan sebutan pige (baca: pi)atau artinya gadis muda. Bahkan saat "melaporkan" saya dengan mor (baca: moa) atau far (baca: fa)-nya pun, dia sering sekali mengucapkan "gadis ini atau gadis itu", "selamat malam, gadis!", atau "kasih tahu gadis itu ya...". Padahal pige hanya sebuah panggilan kalau kita memang tidak tahu nama orang tersebut.

Sama seperti anak seusianya, Emilia juga suka sekali diajak bermain. Tapi kalau dia lagi asik main bersama, jangan sampai saya mendadak hilang mood dan menghentikan permainan. Dia akan mengikuti saya ke kamar, naik-naik ke punggung, bahkan sampai menarik-narik baju kalau tidak diperhatikan. Sayangnya, saya hanya bisa bertemu Emilia 3 jam setiap harinya. Selain sekolah, Emilia harus tidur sebelum jam 8 malam. Jadinya saya bisa manyun-manyunan dengan gadis lucu ini saat dia bangun tidur, sarapan, dan makan malam.

Tiga bulan lalu, Louise juga melahirkan anak kembar bernama Nikolaj dan Frederik. Tapi walaupun kembar, mereka berdua benar-benar tidak mirip. Nikolaj yang bermuka bulat dan berat, lebih mirip ke Brian. Sementara Frederik yang lebih mungil dengan hidung lancip, lebih mirip ke Louise.

Sudah dua minggu lebih ini tinggal di rumah mereka, Alhamdulillah, membuat saya terus nyaman. Kesan pertama terhadap keluarga mereka yang hangat dan rileks, membuat saya benar-benar dianggap sebagai keluarga. Walaupun capnya au pair, bantu-bantu bersih rumah, tapi sikap mereka membuat saya benar-benar dihargai. Mereka juga mencetak ulang stiker baru termasuk nama lengkap saya untuk ditempelkan di kotak pos.

Kamar saya ada di basement yang berdekatan dengan toilet dan ruang nonton. Karena mereka memang baru pindah 4 bulan di rumah ini, jadinya kamar saya memang belum fully furnished. Beberapa perabotan yang dibutuhkan akan dibeli bersama untuk mencocokan dengan selera saya. Seminggu kemudian Brian akhirnya mengajak ke IKEA membeli beberapa perabotan seperti meja belajar, karpet, gambar, dan jam dinding dengan nuansa hitam putih yang saya pilih sendiri.

Mereka juga sangat respek dengan apa yang saya makan dan yakini. Karena saya tidak makan daging, mereka juga selalu memastikan salmon atau kod di freezer tersedia. Louise juga sangat menghargai jam-jam ibadah saya yang sebenarnya sangat fleksibel. Untuk urusan kerjaan pun, mereka tipikal keluarga yang tidak cerewet dan sangat santai. Kalau memang bisa dikerjakan sendiri, ya mereka lakukan tanpa harus menyuruh ini itu.

Walaupun berbeda dengan pengalaman au pair saya di Belgia yang lebih seperti guru TK dan kakak tertua, disini saya memang lebih difokuskan mengurus urusan rumah tangga. Untuk urusan Emilia, orang tuanya yang akan mengurus. Belanja bahan makanan pun tidak diberatkan ke saya lagi, hore! Sisanya, saya hanya perlu membantu Louise menenangkan si bayi atau menjaganya saat dia sedang sibuk. Itu juga terkadang ibunya Louise yang akan datang dan mengasuh cucunya. Walaupun kadang sehari saya sering di-list cukup banyak pekerjaan, namun dihari-hari berikutnya saya bisa saja sangat free.

Biasanya juga sebagai orang baru, au pair akan segan atau malas keluar kamar, kalau anggota keluarga ada di rumah. Untuk mengambil makanan di dapur pun kita rasanya enggan dan memilih untuk tahan kelaparan saja di kamar. Tapi karena sikap mereka yang hangat dan netral, saya juga akhirnya tidak segan untuk keluar kamar dan membaur. Saya juga tidak terlalu canggung karena Louise ada di rumah setiap harinya. Louise bukan tipikal ibu-ibu bawel yang selalu ingin tahu apa yang saya kerjakan, makan, dan masak. Setiap berpapasan di rumah pun, dia selalu menebar senyum. What a sweet mom!

Sewaktu di Belgia dulu, entah kenapa saya sedikit malas bergabung makan malam dengan keluarga angkat saya disana. Entah kenapa tidak terlalu banyak yang bisa saya mengerti dari ucapan mereka dan lebih memilih diam. Berbeda dengan disini, saya yang tadinya "dijadwalkan" ikut makan malam semeja sekitar dua kali seminggu, sayanya tidak tahu diri ikut terus dari Senin sampai Jumat. Saya juga tidak canggung lagi karena setiap hari biasanya selalu ada topik yang akan dibahas.

Menurut saya, makan satu meja bisa mengakrabkan semua anggota keluarga. Walaupun di Indonesia saya dan keluarga hanya makan semeja saat bulan Ramadhan, tapi memang momen seperti itulah yang dapat kita manfaatkan berkumpul bersama saat seharian sudah beraktifitas.

Yang saya sebal dari keluarga ini adalah satu, senang sekali buang-buang makanan! Saya ingat betul saat Brian mengambil seikat daun bawang di kulkas, yang jumlahnya mungkin 6 tangkai. Karena yang dibutuhkan hanya 4, sisanya lagi langsung dibuang ke kotak sampah. Oh, damn! Kenapa tidak disimpan di kulkas saja kan ya? Sudah banyak sekali makanan yang terbuang oleh ulah si bapak ini.

Lalu ada juga soal kisah sisa lauk yang biasanya selalu dibuang karena tidak akan mungkin dimakan lagi. Berbeda dengan Indonesia yang biasanya masak sepanci, sisanya masuk kulkas, lalu besoknya dipanaskan lagi. Disini, semua itu tidak berlaku! Tidak habis, ya dibuang. Memang tepat juga sih, mengingat setiap hari menu makanan selalu berubah.  Tapi kan....

"I always try to make or prepare dinner food from clean condiments. That's why I threw away all of the things from few days in the past in fridge. I understand it's wasting cash, but...."

"No problem," kata saya.

"Yes. It is," katanya sambil ketawa.

Horang kayah!

Tips Perayaan Idul Adha di Wisma Duta Denmark|Fashion Style

Ini yang ketiga kalinya saya ketinggalan shalat Ied di tanah rantauan. Tahun lalu, saya dan Anggi, teman au pair asal Bali, harus datang terlambat ke KBRI di Tervuren karena bangun kesiangan. Sementara saat Idul Adha, saya sudah pindah ke Laarne dan cukup jauh menuju KBRI. Tahun ini pun, lagi-lagi saya harus ketinggalan shalat Idul Adha karena salah dapat informasi.

Sehari sebelumnya saya memang sudah menghubungi pihak Kedubes RI di Denmark menanyakan perihal jam shalat. Mungkin karena si bapak yang menerima telepon saya juga lupa, jadinya beliau mengatakan kalau shalat dimulai jam 9 pagi. Beliau juga mengatakan untuk mengecek langsung ke situsnya kedubes karena sudah disebar surat undangan. Saya masuk situs KBRI, mencari-cari undangan yang dimaksud, namun tidak ketemu. Ada juga surat undangan tahun 2013 yang mengatakan shalat dimulai jam 9 pagi. Berbekal informasi yang sudah saya dapat, akhirnya saya sudah mengecek bus yang bisa sampai sebelum jam 9 pagi.

Di Denmark, shalat Ied akan dilaksanakan di Wisma Duta, tempat tinggalnya duta besar RI yang mesti ditempuh selama fifty five menit dari Herlev (baca: Hearlu). Jam setengah 8, saya sudah pamit ke Brian dan Louise demi mengejar bus ke Charlottenlund. Sebenarnya saya juga yakin kalau ada beberapa masjid di daerah yang lebih dekat dari Herlev. Tapi karena saya baru di Denmark, ingin juga langsung berkenalan dengan orang Indonesia yang ada disini. Dibandingkan Belgia, peredaran orang Indonesia di Denmark menurut saya lebih sedikit.

Sempat turun kejauhan gara-gara si sopir malas mengganti pemberitahuan di bus, saya harus turun dan menunggu lagi bus yang menuju arah sebaliknya. Saya juga harus lari-larian kecil mengejar waktu yang sudah nyaris jam 9. Et voila... setelah sampai, seorang bapak yang saya temui sedang memarkir mobilnya di Wisma Duta mengatakan kalau shalat Ied-nya sudah selesai. Tuing!

"Lho, bukannya jam 9 katanya, Pak?"

"Nggak. Diundangannya jam eight, Mbak. Masuk aja tapi, masih ceramah kok di dalam."

Wahh, lagi-lagi saya telat dan melewatkan shalat Idul Adha tahun ini. Jadinya saya ikut duduk saja di shaf paling belakang sambil mendengarkan bagian akhir ceramah. Setelah mengobrol dengan salah satu mbak-mbak di Wisma Duta, saya baru tahu kalau undangan disebar melalui Facebook bukan situs KBRI. Lalu shalat yang harusnya dimulai jam 8 pun baru terlaksana setengah jam kemudian.

Setelah makan gratis, saya juga sempat berkenalan dengan para mahasiswa Indonesia yang sedang mengambil gelar Master atau Doktor-nya di Denmark. Mungkin karena Idul Adha tahun ini dirayakan pada hari kerja, orang Indonesia yang datang ke Wisma Duta pun tidak terlalu ramai. Selain itu juga, kebanyakan mahasiswa kuliah di Aarhus sehingga untuk datang ke Charlottenlund pun tidak sebentar.  Lain kali mungkin saya shalat dulu saja di masjid atau Islamic Center terdekat dari Herlev, lalu setelahnya baru makan gratis di Wisma Duta. Hah!

Sunday, July 12, 2020

Tips Minggu-minggu Awal di Denmark|Fashion Style

Sama seperti para asing yang baru tiba di Denmark dan berencana tinggal lebih dari three bulan, saya pun juga diwajibkan mengurus surat izin tinggal agar dianggap sah oleh pemerintahan Denmark. Karena Louise memang sedang berada di rumah, dia pun tidak segan membantu saya mengurus banyak hal hingga selesai, walaupun kadang harus membopong keranjang bayi kemana-mana. Lalu apa saja yang harus dilakukan saat awal-awal tiba di Denmark?

1. Mendapatkan CPR Number

Sama seperti nomor induk kependudukan, nomor CPR inilah yang harus saya dapatkan terlebih dahulu sesampainya di Denmark. Nomor ini menjadi begitu penting, karena semua sistem di Denmark akan merekam information diri kita sehingga saat dibutuhkan, hanya tinggal menyebutkan nomor CPR, selesai!

Saya memiliki waktu five hari setelah kedatangan untuk mendaftarkan diri ke balai kota terdekat. Karena saya tiba di Denmark hari Senin, besoknya Louise langsung mengajak ke balai kota Herlev (baca: Hearlu).

Banyak para warga negara asing baik yang berstatus pelajar ataupun ekspatriat mendaftarkan diri mereka di International House Copenhagen. Karena banyaknya aplikasi yang masuk, biasanya sering terjadi penundaan sehingga proses mendapatkan CPR jadi lebih lama. Jadi lebih baik mendaftarkan diri di balai kota yang akan kita tempati langsung.

Proses mengurus CPR pun sangat singkat. Setelah antri menunggu panggilan, saya dan Louise hanya perlu mengisi formulir yang diserahkan oleh petugas. Surat keterangan dari kedutaan serta paspor juga akan difotokopi langsung oleh petugas di tempat.

Biasanya kita bisa langsung mendapatkan nomor CPR hari itu juga. Saya mendapatkan informasi ini dari seorang teman au pair Indonesia yang lebih dulu sampai di Denmark. Tapi karena saya baru tahu beberapa hari setelahnya, dua hari kemudian Louise baru menelepon pihak balai kota. Petugas menyuruh kembali ke kantor balai kota besoknya, lalu menuliskan nomor CPR saya yang sudah bisa digunakan di selembar kertas berstempel.

Tidak sampai 2 minggu kemudian, kartu asuransi berwarna putih-kuning bertuliskan nomor CPR serta kartu izin tinggal diantarkan ke rumah. Kartu berwarna putih-kuning ini adalah kartu kesehatan dan sosial yang dapat digunakan di semua rumah sakit di Denmark. Sementara kartu izin tinggal dengan brand hologram didapatkan dari kantor imigrasi. Saat ingin bepergian ke luar negeri thru bandara, tunjukkanlah kartu izin tinggal ini ke pihak imigrasi, bukan kartu kesehatan berwarna putih-kuning.

Sialnya ada kesalahan nama tengah saya yang ditulis oleh pihak balai kota, sehingga saya harus kembali lagi memperbaikinya. Prosesnya juga sangat singkat. Saya hanya perlu membawa kartu putih-kuning serta paspor untuk ditunjukkan kepada mereka. Setelah mereka mengganti nama saya, tidak sampai 2 minggu kemudian katanya kartu baru akan datang. Sebelum kartu baru datang, saya masih dapat menggunakan kartu lama.

2. Membuka rekening financial institution

Setelah tahu nomor CPR saya, Louise langsung menghubungi financial institution Nykredit. Pihak bank mengatakan saya tidak perlu datang langsung ke bank, karena berkas-berkas bisa dikirim ke rumah. Kurang dari sepuluh hari kemudian, berkas-berkas dari bank sudah datang dan menandai halaman-halaman yang harus saya tanda tangani. Setelahnya, berkas tersebut harus dikirim balik ke pihak bank agar pembuatan kartu ATM dapat langsung diproses.

3. Mendaftar kursus Bahasa Denmark

Selain membuka rekening financial institution, Louise juga segera menghubungi sekolah bahasa yang ada di Ballerup. Cek juga di balai kota yang akan ditinggali apakah terdapat sekolah bahasa Denmark. Beberapa daerah kadang tidak mengadakan kursus bahasa Denmark stage dasar sehingga kita harus mencari sekolah bahasa di kota terdekat lainnya.

Sebelum mulai belajar, biasanya calon siswa harus membuat janji wawancara terlebih dahulu dengan pihak sekolah bahasa. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana stage pendidikan calon siswa serta bahasa kedua yang mereka gunakan.

Setelah proses wawancara yang hanya memakan waktu sekitar 20 menit, staf sekolah mengatakan saya baru bisa mendaftar kalau surat pengantar dari mereka telah diantarkan ke rumah. Surat ini akan memuat degree bahasa saya, waktu belajar, serta informasi lain yang berkaitan dengan sekolah bahasa tersebut.

4. Mengambil NemID

Setelah mendapatkan nomor CPR dan kartu putih-kuning, biasanya akan ada surat pengantar dari balai kota yang mengatakan kita harus datang lagi mengambil NemID. NemID ini berisi urutan angka-angka yang digunakan untuk masuk ke akun financial institution online atau sebagai keamanan sistem digital di net.

Karena saya au pair, maka ada verifikasi data dari pihak balai kota yang mewajibkan Louise harus ikut datang mengambil NemID. Ada hal-hal yang harus mereka tahu dari pihak penanggung tentang keberadaan saya disini.

Begitulah tahapan-tahapan yang harus saya lakukan diawal-awal kedatangan ke Denmark. Alhamdulillah Louise sangat membantu dalam segala hal termasuk menjelaskan ini itu. Setelah semuanya selesai, selamat datang jadi salah satu penduduk sementara negara mahal ini!

Tips Uang Saku di Denmark Naik, Pajak Menunggu!|Fashion Style

Hari ini saya gajian. Tapi langsung sakit hati setelah sadar uang saya harus dipotong nyaris 32% untuk bayar pajak. Hiks!

Saya mengerti kenapa orang Denmark disebut-sebut sebagai orang paling bahagia di dunia. Setelah harus "sakit" dipotong gajinya untuk membayar pajak tiap bulan, nyatanya memang warganya mendapatkan banyak fasilitas dari pemerintah. Selain mendapatkan fasilitas rumah sakit gratis, mereka juga dapat menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi tanpa dipungut biaya apapun. Lucunya, bukannya harus membayar uang kuliah, para pelajar justru mendapatkan tunjangan pendidikan yang besarnya 4000-5000kr perbulan.

Pemotongan pajak penghasilan ini pun dihitung persenannya berdasarkan jumlah gaji yang kita terima setiap tahun. Seseorang wajib kena pajak jika penghasilannya lebih dari forty two.900kr. Semakin besar penghasilan yang diterima setiap tahunnya, semakin besar pajak yang harus dibayar. Seperti Louise yang gajinya harus dipotong 37% untuk membayar pajak tiap bulan, lalu Brian yang mesti kena pajak penghasilan sampai 60%.

Lalu kenapa au pair juga harus membayar pajak, padahal katanya au pair bukanlah dianggap sebuah pekerjaan?

Per tanggal 1 Juli 2015, diberlakukan peraturan baru soal status au pair. Salah satunya, au pair boleh mengikuti kegiatan sukarela tanpa dibayar lalu tentang kenaikan gaji yang sebelumnya 3500kr menjadi 4000kr. Senang? Tentu saja! Tapi hanya ketika saya berada di Indonesia. Setelahnya disini, saya harus dibuat pusing oleh beberapa penjabaran pajak yang intinya harus saya bayar sebelum tanggal 20 setiap bulannya.

Kalau dihitung, jumlah uang saku saya 48000kr pertahun dibandingkan au pair lama yang hanya 42000kr. Artinya, saya memang sudah wajib dikenai pajak di Denmark. Sialnya, dibandingkan au pair lama yang bisa mendapatkan uang saku 3250kr hingga 3500kr perbulan, saya hanya mendapatkan tidak sampai 3000kr setiap bulan! Aaarrgghh..

Sebenarnya saya memang sudah diberitahu Louise soal uang pajak ini sebelum saya terbang ke Denmark. Namun Louise juga tidak tahu kalau pajak yang harus dibayarkan lebih dari apa yang dia tahu. Ikhlas tidak ikhlas, ya nyatanya pajak tetaplah harus dibayarkan.

Karena fame kependudukan saya sudah nyaris disamakan dengan warga Denmark, maka saya harus membayar pajak eight% untuk fasilitas kesehatan, 23.7% untuk pajak balai kota, lalu tidak sampai 1% sisanya untuk membayar pajak gereja. Tapi karena saya bukan pengikut gereja, jadinya pajak ini bisa dihapuskan dari kewajiban saya. Untuk pajak balai kota sendiri, tergantung dimana domisili au pair tersebut. Tiap balai kota menerapkan pajak yang berbeda-beda untuk setiap penduduknya.

Meski au pair bukanlah dianggap sebuah pekerjaan, namun ternyata kami juga harus membayar pajak atas fasilitas tempat tinggal dan makan gratis. Walaupun semua makanan saya di rumah dibeli oleh keluarga asuh, namun ternyata hitungan kasarnya saya "membayar" sekitar 768kr perbulan untuk makanan tersebut.

Seseorang yang bekerja untuk usahanya sendiri, masuk ke pajak tipe B, yang artinya akan ada pembebasan pajak 2 bulan dalam satu tahun yaitu bulan Februari dan Desember. Untuk kedua bulan tersebut saya akan mendapatkan gaji penuh tanpa dipotong pajak.

Walaupun mendapatkan fasilitas rumah sakit gratis, nyatanya au pair bukanlah penduduk permanen kota Denmark. Siapa sih au pair yang ingin sakit di masa-masa kontraknya? Saya juga berharap tidak ingin sakit parah lalu "bahagia" bisa berobat free of charge di rumah sakit. Meski ada juga pemeriksaan kanker rahim dan payudara yang sebenarnya beruntung juga bisa free of charge disini. Sayangnya untuk dokter gigi tidak digratiskan karena klinik dokter gigi tersebut berjalan sendiri tanpa dibantu pemerintah.

Kalau dibandingkan dengan Indonesia, jangankan memutar uang pajak untuk kepentingan masyarakat umum, yang ada pajak dikorupsi. Belum lagi adanya perbedaan fasilitas yang didapat untuk orang miskin dan kaya di rumah sakit. Berbeda di Denmark, orang termiskin dan terkaya sekalipun tetap akan mendapatkan pelayanan rumah sakit yang sama. Ya sudahlah, selamat datang di salah satu negara termahal dunia dimana nyaris semua hal diberlakukan pajak yang tinggi!

**per tanggal 1 Januari 2016 uang saku au pair di Denmark menjadi 4050kr/bulan

Tips Mengenal Sistem Transportasi Umum yang Mahal di Denmark|Fashion Style

Setelah uang saku harus dipotong pajak , saya pun juga harus jadi financial manager untuk diri sendiri. Selain membagi pos-pos uang untuk belanja, jalan-jalan, dan tabungan, saya juga harus menyisihkan 25% dari uang saku untuk pos transportasi setiap bulannya.

Karena sudah jadi penduduk sementara Denmark, saya harus memikirkan betapa mahalnya uang yang harus dikeluarkan demi naik kendaraan umum disini. Sewaktu di Belgia, saya hanya perlu membeli tiket ?23.60 in keeping with bulan naik bus tanpa batas ke semua daerah Flemish. Sementara disini, harus menyisihkan 655kr atau sekitar ?88 consistent with bulan untuk naik kendaraan umum (kereta, bus, dan metro) tanpa batas hanya di beberapa penjuru Denmark.

Denmark memang kota mahal. Bahkan orang Denmark sendiri mengakui kalau biaya transportasi umum di negara mereka memanglah mahal. Untuk punya mobil pribadi pun, mereka harus membayar pajak yang tinggi. Belum lagi urusan bensin dan biaya perawatannya. Transportasi umum di Denmark sendiri sebenarnya sangat nyaman dan bagus ketimbang Belgia. Terutama untuk kereta antarkota yang lebih mirip kereta antarnegara, atau betapa mudah dan cepatnya akses dari Kopenhagen ke bagian selatan Swedia, Malmö.

Sebelum berangkat ke negara tujuan, saya memang rajin mempelajari dulu tentang sistem transportasi umum dan pembelian tiket di negara tersebut. Menurut saya transportasi menjadi hal terpenting karena nyaris setiap hari saya harus berangkat ke sekolah bahasa, belum lagi hang out setiap minggunya.

Berbeda dengan Belgia yang lebih simpel, mempelajari sistem transportasi umum di Denmark cukup membuat saya pusing. Denmark memberlakukan sistem zona yang dibagi menjadi ninety nine bagian. Belum lagi banyak sekali pilihan tiket yang bisa dipilih berdasarkan reputation, umur, dan intensitas ke tempat tujuan. Sebagai au pair, berikut saya berikan gambaran tentang sistem transportasi yang ada di Denmark!

1. Pahami dulu zona transportasi umum di Denmark

Memahami pembagian zona yang ada di Denmark membuat kita terhindar dari overpaying ke tempat tujuan. Saya juga awalnya sering sekali "ketipu" hingga akhirnya harus mengeluarkan uang lebih demi sebuah single ticket. Sebelum memulai, silakan ketahui dahulu zona tempat tinggal kita lalu cek website Movia untuk menggunakan dan mengecek kalkutor zona yang ada di Denmark.

2. Rencanakan rute dan hitunglah zona yang akan dilewati

Karena saya tinggal di Herlev (baca: Hearlu), maka sesuai peta zona di bawah ini Herlev berada pada zona 31 (warna merah).

Sekolah bahasa yang akan saya datangi nyaris setiap hari berada di Ballerup, masuk ke Zona forty two (warna biru muda). Sesuai dengan peta zona, maka saya akan melintasi 2 zona jika ingin ke Ballerup. Lain halnya jika saya ingin ke Roskilde yang ada di zona eight (warna oranye), maka harus melintasi 6 zona. Silakan lihat bagian peta di kanan bawah, tabel menerangkan tentang pembagian beberapa zona yang akan dilewati berdasarkan warna.

3. Pembelian tiket everyday untuk semua moda transportasi

Di Denmark, satu tiket yang dibeli berlaku untuk semua moda transportasi seperti bus, kereta, dan metro. Waktu berlaku tiket pun berdasarkan dengan jumlah zona yang ditempuh. Tiket yang berada pada satu zona berlaku sampai 60 menit, 2 zona berlaku 75 menit, 3 zona berlaku 90 menit, dan seterusnya ditambah 15 menit.

Jika perjalanan pertama menggunakan bus, maka tiket bisa langsung dibeli di supir saat akan naik dengan uang tunai. Sementara jika perjalanan pertama dilakukan dengan kereta dan metro, tiket bisa langsung dibeli melalui mesin ataupun 7-Eleven. Pembelian tiket inipun dihitung berdasarkan zona yang akan dilewati.

Untuk pembelian tiket regular dengan uang tunai, dikenakan tarif 12kr in line with zona. Sementara pembelian tiket melalui SMS akan dikenakan diskon khusus. Contohnya untuk tiket ke 2 zona seharga 24kr, bisa dibeli dengan harga 15kr saja melalui SMS.

Menurut saya, membeli tiket bus langsung dengan si sopir bisa menghindarkan kita dari overpaying asalkan tahu kemana rute yang akan kita ambil dan tahu total zonanya. Contohnya saya berada di Herlev (warna merah-lihat peta) ingin ke Kopenhagen (warna kuning) yang masuk ke Zona 1, artinya saya hanya akan melintasi 3 zona. Namun karena saat itu si sopir juga tidak tahu berapa zona yang akan dilewati jadinya dia sembarang hitung hingga 4 zona. Saya pun "terdoktrin" untuk selalu membayar 96kr PP dari Herlev-Kopenhagen, padahal bisa berhemat 24kr seandainya lebih paham sejak awal.

Sopir bus biasanya lebih acuh dan hanya menuruti pembelian tiket sesuai jumlah zona yang penumpang katakan. Jadi daripada mengatakan "ke Kopenhagen", sebut saja "three zona". Berbeda halnya jika kita membeli tiket metro atau kereta melalui mesin atau 7-Eleven, mereka biasanya akan menghitung jumlah zona berdasarkan rute kereta yang akan kita lewati. Dari Herlev menuju Hellerup yang sebenarnya hanya 2 zona, bisa menjadi 3 zona karena si kereta melintasi zona lain sebelum tiba di Hellerup.

Untuk lebih jelasnya soal jadwal kereta, jumlah zona, serta harga tiket yang harus dibayarkan silakan buka website ini .

Four. Membeli tiket bulanan untuk intensitas tanpa batas

Tiket bulanan atau Periodekort ini saya pilih karena setelah dihitung-hitung, jatuhnya lebih murah ketimbang harus membeli tiket normal setiap waktu. Tiket ini juga cocok bagi au pair yang sering pulang pergi tempat kursus nyaris setiap hari menggunakan transportasi umum. Belum lagi acara nongkrong di kota besar setiap akhir pekan.

Karena kota besar yang selalu saya datangi adalah Kopenhagen, sementara saya harus ikut sekolah bahasa di Ballerup, maka saya harus membeli tiket bulanan four zona. Keempat zona ini pun bukan sembarangan zona yang berada di sekitar Herlev, tapi dihitung berdasarkan rute menuju Kopenhagen atau Ballerup saja. Untuk ke Kopenhagen dari Herlev, saya harus melewati Zona 31, 2, 1, sementara Ballerup sendiri berada di Zona 42 (warna biru muda-lihat peta).

Lalu bagaimana jika saya ingin ke Lyngby (warna biru muda) yang ada di Zona 41? Tiket bulanan ini tidak berlaku karena zona yang tercatat hanya Zona 31, 2, 1, 42 saja. Untuk ke zona lainnya saya tetap harus membayar tiket lagi. Untuk harga tiket bulanan di tahun 2015 ini sendiri, bisa cek disini .

Sebenarnya membeli tiket bulanan ini memanglah sangat mahal di awal. Namun cukup affordable apabila rute yang dilewati setiap minggu hanya itu-itu saja. Lagipula selama 30 hari kita dapat mengakses semua moda transportasi yang ada tanpa batas waktu, kecuali untuk night bus yang akan dikenakan harga 2 kali lipat dari harga normal.

Selain bisa dibeli melalui aplikasi DSB, tiket ini juga dapat dibeli melalui kantor DSB yang ada di stasiun kereta kota-kota besar seperti Kopenhagen, Aarhus, Odense. Bagi yang baru pertama kali membeli, harus menyertakan pas foto diri berukuran 3x4 sebagai identitas. Setelahnya, tiket ini dapat diperpanjang langsung dengan membeli Periodekort di mesin.

5. Membeli Wildcard bagi yang berusia di bawah 26 tahun

Menggunakan Wildcard akan sangat menghemat biaya jika ingin bepergian ke daerah yang lebih jauh menggunakan kereta. Wildcard sendiri dapat dibeli melalui aplikasi DSB yang dapat diunduh di Google Play atau App Store seharga 125kr atau di 7-Eleven tertentu dengan harga 150kr yang masa keanggotaannya berlaku selama satu tahun.

Memiliki kartu ini memungkinkan para muda-mudi mendapatkan diskon kereta hingga 50% di hari Sabtu, atau 20% untuk tiket menuju Malm?, serta diskon produk lainnya di 7-Eleven. Wildcard bisa sangat menguntungkan jika memang ingin mengunjungi daerah-daerah di Denmark yang cukup jauh dari tempat tinggal.

6. Berlangganan Rejsekort

Rejsekort adalah kartu transportasi isi ulang yang juga dapat digunakan pada semua moda transportasi di Denmark. Bagi yang sudah memiliki Wildcard, bisa mendaftar langsung untuk mendapatkan Rejsekort for Young Person di kantor DSB. Dengan kartu ini, para muda-mudi bisa mendapatkan diskon transportasi umum yang sama seperti membeli tiket lewat SMS.

Kartu fisik Rejsekort didapat setelah mengisi formulir dan menyerahkan uang 50kr untuk membeli kartu di loket DSB. Jangan lupa juga untuk melakukan check in saat akan menaiki transportasi umum, lalu check out saat sampai tempat tujuan. Jangan check out setiap kali turun dari transportasi umum, namun check out hanya saat sudah benar-benar sampai di tempat yang kita tuju.

Banyak yang mengatakan Rejsekort bisa sangat hemat dibandingkan membeli tiket bulanan. Namun saat saya hitung sendiri, langganan Rejsekort juga tidak sehemat yang semua orang kira. Memang kita mendapatkan diskon harga di waktu-waktu tertentu, namun bisa juga sangat boros mengingat kita harus sering-sering juga isi ulang.

7. Naik sepeda sekalian cuci mata

Selain Amsterdam, Kopenhagen juga penuh oleh pengendara sepeda. Dibandingkan naik transportasi umum yang mahal, orang-orang yang masih tinggal di dalam location besar Kopenhagen lebih memilih sepeda sebagai transportasi mereka.Berbeda dengan Herlev yang jalanannya kebanyakan tanjakan, jalanan di kota besar seperti Kopenhagen kebanyakan datar sehingga lebih nyaman untuk bersepeda.

Bukan hanya hemat dan sehat, bersepeda juga memungkinkan kita cuci mata. Di Kopenhagen, saya sering menemui banyak cowok-cowok keren yang bersepeda sekalian konvoian bersama teman. Jadi tidak perlu takut mati gaya saat bersepeda, karena nyatanya pengendara sepeda juga banyak yang oke-oke.

Tapi yakinlah, saat cuaca buruk sepeda bukanlah transportasi yang nyaman digunakan. Saya sendiri sudah kapok bersepeda saat musim dingin, ketika wajah lebih sering kena angin hingga sepeda mudah goyah dan harus digayuh lebih kuat. Pengalaman saya berbelanja saat musim dingin di Belgia pun akhirnya benar-benar membuat saya menyerah sering-sering menggunakan sepeda di Denmark.

Namun sebenarnya, bersepeda cukup mengasyikkan juga apalagi saat cuaca sedang sempurna. Selain itu, kita juga tidak terpaku jadwal bus dan takut ketinggalan kereta terakhir karena fleksibilitas pengendara sepeda. Mungkin saat memasuki musim semi yang cukup hangat, saya akan bersepeda kembali.

Memahami sistem transportasi umum di Denmark memang cukup membingungkan di awal-awal, belum lagi soal pembagian zona yang banyak orang juga tidak mengerti. Namun ilmu matematika kita harus benar-benar diasah disini kalau tidak ingin membayar lebih.

Untuk info selengkapnya mengenai transportasi umum di Denmark serta info lain tentang Denmark, silakan cek di website ini .

Saturday, July 11, 2020

Tips Kota yang Sepi, Negara yang Sepi|Fashion Style

Kalau ingin menilai diri sendiri, saya termasuk orang yang introvert secara publik, namun tidak secara personal. Saya memang lebih suka tempat-tempat yang tenang demi hanya membaca buku atau berjalan menikmati alam. Tapi sesuka-sukanya saya dengan ketenangan, Denmark menurut saya terlalu kaku!

Karena tinggal hanya 11 km dari Kopenhagen, tentunya waktu luang saya sering dihabiskan di kota ini. Sama seperti Amsterdam, warga Kopenhagen juga lebih suka mengendarai sepeda ke tempat-tempat yang masih menjadi The Great Copenhagen Area. Selain harga tiket transportasi umum yang mahal, Kopenhagen hanyalah kota kecil yang jalanannya kebanyakan flat sehingga sangat nyaman bersepeda serta tidak terlalu lama menjangkau ke banyak tempat. Jalanan untuk sepeda pun dibuat serapih mungkin agar hak pengendara sepeda terjamin.

Saya memang belum pernah ke kota-kota besar lain seperti Ă…rhus atau Odense, tapi melihat Kopenhagen, cukup memberikan gambaran bagaimana suasana kota-kota lainnya. Walaupun Kopenhagen adalah kota terbesar sekaligus ibukota Denmark, tapi kota ini sungguh sepi. Jika ingin melihat banyak orang berlalu lalang, silakan saja mendatangi tempat-tempat yang sering didatangi turis di sekitar area stasiun utama Kopenhagen, Nørreport, hingga Ă˜sterport.

Daerah itu pun menjadi ramai karena memang pusat-pusat tempat wisata berada disana. Selain itu, ada juga jalan terkenal bernama Strøget (baca: Stro' el) yang kanan-kirinya kebanyakan toko-toko fashion yang nantinya jalan ini berujung di salah satu mall dan Nyhavn (baca: Nuha 'n).

Salah satu sudut keramaian di sentral Kopenhagen

Daerah pejalan kaki yang kanan kirinya pertokoan memang tidak pernah sepi

Saat naik bus dari Herlev (baca: Hearlu), suasana terasa begitu lenggang walaupun saya sudah masuk bagian utara wilayah Kopenhagen. Namun suasana berubah ramai saat bus berhenti di stasiun Nørreport. Pernah juga saya berhenti di bagian lain Denmark, Bagsværd, yang tidak jauh dari Herlev. Ketika ingin ganti bus menuju Herlev, stasiun terasa begitu sepi dan hening. Padahal hari itu Sabtu dan waktu belum menunjukkan pukul 9 malam. Saya membayangkan masih begitu hidupnya suasana di kota kecil Belgia di waktu yang sama.

Don't worry, she'll be fine in lonesome.
Salah satu sudut permukiman mahal di Hellerup

Suasana hening pun juga terasa saat naik kendaraan umum di Denmark. Di bus, metro, ataupun kereta, orang-orang sepertinya tutup mulut lalu hanya memandangi ponsel atau luar jendela. Di kereta sendiri, ada satu koridor yang khusus ditujukan untuk orang-orang anti bising. Bahkan pernah ada kejadian teman saya yang sedang main ponsel dengan earphonedan jelas-jelas tanpa suara pun, ditegur oleh nenek-nenek. "Kamu tahu tidak kalau ini ruangan anti bising?", katanya dalam bahasa Denmark.

Tapi dibalik sepi dan heningnya negara ini, sebenarnya rasa tenteram dan aman selalu dapat saya rasakan. Suatu malam, saat baru satu minggu di Denmark, saya sempat tersasar hingga dua jam. Selain ponsel mati, saya juga sulit sekali menemui orang yang sekedar lewat di jalanan demi menanyakan arah. Beruntung saya berhasil bertemu dengan dua orang pesepeda, lalu satu orang wanita yang sedang mengajak jalan anjingnya di tengah malam. Alhamdulillah dari wanita itulah saya akhirnya bisa menemukan jalan pulang ke rumah dengan aman. Sialnya, jalan yang harusnya bisa ditempuh 8 menit saja menembus hutan, terpaksa menjadi 55 menit karena saya harus berputar melewati jalanan aspal.

Jalanan sekitar stasiun utama Kopenhagen dan Tivoli di Sabtu malam

Saya jadi mengerti mengapa Denmark dijuluki sebagai salah satu kota teraman di dunia selain Selandia Baru. Jumlah populasi yang sedikit membuat tingkat kriminalitas di negara ini sangat rendah. Tidak akan ada yang merampok, membegal, ataupun menculik sekiranya kita ingin jalan kaki sendirian di tengah malam sekali pun. Saya juga pernah mendengar pengakuan seorang ekspatriat dari Amerika yang sudah tinggal lama di Kopenhagen mengatakan bahwa hanya di Denmark dia berani berjalan kaki membawa anjingnya saat jam 2 pagi. Di Washington DC, tempat dia tinggal, ada beberapa wilayah yang saat siang hari pun dia tidak berani lewati.

Selain jumlah populasinya yang sedikit, Brian, host dad saya, juga mengatakan kalau sebenarnya tidak ada yang berbahaya di Denmark. Mereka tidak punya singa, hewan berbisa, atau sesuatu yang mematikan seperti di Indonesia. Bahkan kalau bertemu laba-laba pun, tidak perlu juga dibunuh karena biasanya mereka hanya menumpang lewat. Fiuuhh..

Tips Masyarakat Kopenhagen dan Stereotipe Orang Denmark|Fashion Style

Lahir dan besar di Palembang membuat saya menjadi orang yang lebih menyukai suasana medium city ketimbang hiruk-pikuk di Jakarta. Menurut saya orang-orang di kota terbesar secara alami mempunyai pola hidup yang tidak rileks, cenderung kaku, dan individualis. Wajar memang, mengingat pusat negara dan kesibukan ada disana, sehingga karakter orang-orang yang bermukim pun cenderung berwarna-warni.

Sewaktu di Belgia, saya memang merasakan perbedaan besar ketika tinggal di dekat Brussels dan Ghent. Orang-orang yang ada di Brussels sangat bervariasi, tidak santai, dan sedikit emosional, terutama para imigran. Berbeda ketika berada di Ghent, saya kebanyakan bertemu dengan orang asli Belgia, sehingga atmosfer pun terasa lebih hangat dan bersahabat.

Sejujurnya saya bukannya kontra dengan para imigran, karena sebenarnya saya juga pendatang. Namun tinggal di Ghent membuat saya merasakan Belgia sebenarnya karena sering bertemu orang asli negara tersebut. *Saat menulis tulisan ini pun saya merindukan suasana Ghent lagi!*

Begitu pun dengan Indonesia, orang-orang yang ada di Jakarta tentunya sudah kebanyakan pendatang dari kota lain. Menemukan orang asli Betawinya sendiri tidak gampang. Namun cobalah ke kota besar lain seperti Medan, Yogyakarta, atau Surabaya, suasana asli yang hangat dan akrab akan lebih terasa.

Kembali ke Kopenhagen, ibukota Denmark. Kota ramah pengendara sepeda ini sama saja dengan ibukota negara lain, ramai oleh pendatang dan sibuk. Banyak juga orang Denmark asli yang bermukim di Kopenhagen, namun mereka lebih memilih tempat-tempat yang sedikit ujung wilayah Kopenhagen.

Sejauh ini, saya merasa nyaris 70% orang-orang yang ada di Kopenhagen adalah pendatang. Rata-rata mereka datang dari negara-negara Eropa Timur seperti Hungaria, Polandia, atau Turki. Sementara dari Asia sendiri, saya lebih sering bertemu dengan orang China, Filipina, dan Thailand. Banyak juga yang berasal dari Jerman atau Swedia datang ke Kopenhagen untuk sekolah gratis di CBS (Copenhagen Business School), DTU (Technical University of Denmark), atau KU (Københavns Universitet). Kabarnya sekolah bisnis di Kopenhagen adalah salah satu terbaik di Eropa.

Walaupun banyak kampus oke di Kopenhagen, kota pelajar sebenarnya adalah Aarhus. Sama seperti di Belgia, kebanyakan pelajar dari kota-kota lain akan bermuara di Ghent. Makanya kota ini pun terkesan lebih youthful dan bersahabat. Satu lagi, kota pelajar ini juga biasanya akan sedikit sepi di hari Sabtu karena kebanyakan pelajar akan pulang ke rumah orang tuanya dan kembali di Minggu sore.

Sebenarnya tinggal di ibukota negara seperti Kopenhagen tidak merugikan juga. Selain saya bisa bertemu dengan banyak teman internasional, banyak juga acara-acara seru yang diadakan di kota ini. Sayangnya menurut saya, sekali lagi, masyarakat Kopenhagen hampir sama dengan tipe-tipe orang di ibukota negara lainnya. Terlalu sering bolak-balik Kopenhagen sebenarnya cukup bosan juga. Apalagi pada dasarnya Kopenhagen lebih terkenal sebagai tempat membuang duit saat nongkrong (baca: pesta dan mabuk) di akhir pekan.

Oh ya, bukan di Kopenhagen saja, mungkin saya harus bicara tentang masyarakat Denmark keseluruhan. Ada stereotipe yang mengatakan bahwa orang Denmark itu pada dasarnya memang sangat tertutup, sering terprovokasi media, dan berpola pikir sempit. Hal ini memang sepertinya benar karena pada kenyataannya orang Denmark yang saya tanya pun mengakui hal tersebut.

Sangat sulit masuk ke lingkungan pertemanan orang asli Denmark kalau kita tidak bicara bahasa mereka. Namun jika kita sudah sangat dekat dengan mereka, "they will stick with you forever," aku salah satu orang Denmark.

Walaupun orang-orang Barat memang tidak terlatih untuk bertutur sapa dan mengenal tetangga sekitar mereka tinggal, namun ada juga yang ramah. Di Denmark sendiri, ada juga beberapa orang yang tidak segan menyunggingkan senyuman atau sekedar say hi saat berpapasan. Namun orang yang saya temui itu tentu saja bukanlah di Kopenhagen, namun lebih di daerah pinggir kota atau pedesaan yang lebih sepi.

Yang saya tahu, orang Barat memang tidak mengenal istilah SKSD seperti kita di Asia. Orang Asia memang terkesan lebih terbuka dan ramah walaupun baru detik itu bertemu. Kita bisa saja bicara soal masalah berita hingga keluarga ke orang yang tidak sengaja menegur di dalam bus.

Namun bagi orang sini, random conversation seperti itu tidaklah penting dan mereka hanya menilai kita sama sekali tidak peduli. Oke, satu hal yang saya tangkap, bagi kita random conversation bisa berupa awal dari bersikap ramah. Tapi bagi mereka, justru deep conversation yang carefree lebih berharga dan intim.

Friday, July 10, 2020

Tips Sulitnya Berteman dengan Orang Denmark|Fashion Style

Bulan November tahun lalu, saat saya kembali lagi ke Belgia dan menunggu kereta ke Brussels dari Charleroi, saya duduk di bangku kosong bersebelahan dengan seorang kakek-kakek di lobi. Si kakek lagi bersiap membuka kotak makan siangnya, yang saat dilirik berisi roti dan bacon. Selang sepuluh menit kemudian, si kakek tiba-tiba menyapa saya dengan senyuman ramah, "bonjour, madamoiselle." Saya pun mau tidak mau menyapa balik dengan senyuman kaku. Dari situ, percakapan dengan si kakek dimulai.

Si kakek awalnya bertanya tentang asal-usul saya dalam bahasa Prancis. Tapi karena saya sudah terbata-bata menjawab pertanyaannya, akhirnya si kakek bersedia mengganti dengan bahasa Belanda. Dia tidak berhenti mengoceh sambil mengunyah sampai isi mulutnyamuncrat kemana-mana.  Saya pun cukup kepo bertanya tentang kehidupannya yang ternyata kesepian setelah ditinggal sang istri. Semakin lama, si kakek juga bicara dengan suara yang cukup keras hingga menganggu orang yang duduk di belakang kami. Lucunya, dia hanya tertawa dan tidak peduli.

Saat duduk di kereta menuju Brussels, saya sadar kalau rata-rata masyarakat di Belgia lebih hangat dan bersahabat. Walaupun masyarakat Eropa umumnya tidak suka percakapan basa-basi, namun mereka juga tidak segan menyapa orang asing. Saat bicara dengan orang asing pun, mereka seperti benar-benar niat ingin mengajak ngobrol. Terutama kaum-kaum sendu alias tua yang kebanyakan kesepian.

Hal ini seperti justru yang tidak bisa saya rasakan di Denmark. Orang-orang Denmark terkenal sangat tertutup dan dingin terhadap orang asing. Mereka hanya bicara dengan teman mereka sendiri dan tidak menyukai percakapan basa-basi. Kalau sudah seperti ini, jangan harap bisa jadi teman dekat mereka apalagi sudah tahu akan meninggalkan Denmark dalam waktu dekat.

Bagi orang Denmark, pertemanan tidak bisa dipupuk dalam waktu enam bulan atau dua tahun saja. Rata-rata teman dekat mereka adalah orang-orang yang sudah mereka temui sejak sekolah dasar bahkan sangat kecil. Hal ini tentu saja cukup sulit bagi orang Asia yang terlahir dengan kehangatan dan karakter sosial yang tinggi. Bagi kita, semakin banyak teman, semakin banyak relasi, semakin banyak rejeki. Namun bagi orang Denmark, tidak ada tempat bagi orang-orang baru, kalau mereka saja belum tentu ada waktu untuk menemui teman-teman lama.

Saya pernah mendengar pernyataan ini dari orang Denmark, I still have my old friends and I don't think I really need a new friend. Atau, it's really nice when I'm drunk then I can talk to the strangers. Feels like we're best friend forever. But when I'm sober, I don't really have to call or talk to them anymore. I love that idea!

Ya, pergilah ke klub atau bar saat banyak orang Denmark mabuk. Mereka akan bicara panjang lebar tentang pengalaman dan kehidupan, layaknya sahabat karib. Namun setelahnya, jangan harap mereka akan berlaku sama dalam keadaan sadar. Orang Denmark beranggapan bahwa persahabatan bukan hanya mengobrol sebentar, saling invite Facebook, lalu jadi teman. Persahabatan bagi mereka sangat murni, dipupuk melalui waktu yang lama, hingga saling mengenal satu sama lain.

Hal inilah yang membuat banyak orang asing merasa sangat sulit menjalin pertemanan dengan orang asli Denmark. Selain kendala bahasa, orang Denmark juga merasa tidak ada guna berteman dengan orang asing yang jelas-jelas akan meninggalkan negara mereka. Sangat sulit bagi orang Denmark menghabiskan waktu nongkrong bersama, memiliki kenangan yang indah, lalu nantinya akan bersedih hati karena si asing akan terbang ke negara asalnya.

Thursday, July 9, 2020

Tips My First Ballet and If It's Also Yours|Fashion Style

Watching ballet in my home u . S . A . Is portraying excessive-class degrees, wealthy humans, luxuriousness, and elegancy. I've by no means been to any ballet overall performance in Indonesia, however in no way wanted to accomplish that because even I've never tried to check, I'm pretty sure the ticket have to be so expensive. This occasion is so uncommon and not normal Asian element. Young people decide on to observe huge or neighborhood tune as a substitute.

Moving to Europe makes me need to feel a brand new revel in, embracing the cultures increasingly more. Here, the price tag rate is "not" so high priced, specifically in case you're a scholar. For my first ballet, I've got bargain for 40% simply due to the fact I'm beneath 24. But of path, in some places, they have bargain as much as 50% for students.

I absolutely remembered my first ballet in Europe, even as I become so harassed what ought to I put on and wherein ought to I take a seat. Before my first price ticket, I've tried to look for a few facts concerning the pleasant seat-yet-reasonably-priced or right attire to move. So, if this is your first time and experiencing perplexity like me, this is what passed off to me as a newbie devotee of ballet.

What to look at

Actually, it is not that so vital because in any case, you'll see an entire scene of dancing and still might be drowned by enchantment. Of path it is also vital to know what are the stories approximately to make certain we understand how is that going. Reading the synopsis earlier than the overall performance is the excellent idea. Sometimes, the Opera House also has an creation forty five minutes before performance for the those who in no way heard about the tale before.

But watching ballet with the stories we've known is the perfect idea. We already know the ending, but how they end the story with dances is what we want more! As a first timer, some friends said, I could see Nutcracker, Romeo & Juliet, Black Swan, Don Q, or Swan Lake. But if there's none of them on the dates you like, just choose anything fancy for yourself and be ready reading the synopsis before.

Where to seat

Before you come and see the performance, you have to choose where to seat. Some people said, the most expensive tickets are not always the best. If you want to experience the view of the dancers and also the orchestra, sit in the parquet is probably the best area. Or at least one floor above the parquet.

For the first time,  I watched with a friend from Latvia who is quite experienced of watching ballet. We ended up sitting in the last two highest floors. I chose the last row but a bit left from the middle. It was not so bad since we still can see the movement of the dancers very clearly. At least, our viewpoint is not blocked by the poles.

As a first timer, normally we would like to choose a best seat in a very low price. It's so tricky, because we don't want our sight is blocked by people's head also. I've no experience of many Opera Houses, but normally sitting in a middle will give you the best views overall. Just choose middle ranges, either very front or very back row. Middle in the middle row is sometimes not a good option also. People tend to stand their back and set their heads to look a bit further down to the scene. I despised this because their heads draped my view! Aarrgghh..

If you are quite thrifty, I think sitting in the middle and front row of the gallery is not so bad. This place is also popular for students and we could still see the performance clearly from the very front row. I saw people even brought their small binoculars for seeing dancers' faces.

So, in my experience, just choose "middle range". A bit right or left from the middle is also good, but make sure there's no pole blocking your view. When I bought my first ticket in the internet, they told me if those seats are having limited view because of the poles or people's head.

What to wear

As I thought before, ballet is denoted by an elegancy and luxuriousness. It is different from watching Hollywood movies in the cinema. So, I was a bit preparing myself for this show. I want to be good but not that super formal like I want to attend a gala. My friend from Latvia said, people from Eastern Europe especially Russia, tend to take this event very seriously. They will dress up very well and even wear a long evening dress just for seeing ballet. They really wear somewhat black tie dresses.

For matinee event, you could wear something casual like black jeans or silky blouse. Do not forget of some touches of cute jewelries make your looks more sophisticated. Wearing trousers with crisp shirts is also good for men. For evening event, I prefer to wear clean dress or skirt for formality. I cannot forget my medium heels to fit in also. For men, even you do not intend to wear black tie dresses, but keep it formal. I noticed some guys looked very neat and formal wrapped by their shirt and tuxedo or blazer. Two guys I've seen, who spoke Russian, took their looks formally indeed.

But, don't be surprised if you can see some people are also very careless about what they wear. I mean, really careless. They can wear shorts and flowy t-shirt with tennis shoes in evening show! Well, it's true that it also depends on where you seat. Some people in parquet or a bit close to the scene tend to dress well; heels and tuxedo, I mean, but who buy the cheaper ticket sometimes don't really care.

Sometimes you do not know, but actually people will also notice a glance what you wear. You are going to an Opera House with a very artistic and cultural interior, so you place yourself as a special guest. Dressing up and honoring the performance won't get you hurt though. If heels might hurt you, choose flat shoes and walk better.

Wednesday, July 8, 2020

Tips KOPENHAGEN: Kota Pecinta Desain dan Rileksnya Nongkrong|Fashion Style

Pertama kali datang ke Kopenhagen , saya sedikit skeptis dengan kota mini ini. Apa yang Kopenhagen miliki selain pelabuhan dengan bangunan warna-warninya? Sempat bertanya dengan cowok lokal di Tinder, saya malah dijawab tegas, "apa yang kamu mau? Banyak bar tuh!" Oke.

Sama seperti ibukota lain di Eropa, Kopenhagen juga memiliki museum dan segala bentuk tempat tamasya lainnya. Saya sebenarnya kurang begitu menyukai museum ataupun bangunan-bangunan kuno semacam kastil ataupun gereja tua. Gaya jalan saya sebenarnya lebih senang mengunjungi tempat-tempat yang banyak orang lokalnya, rileks, dan tidak selalu harus menconteng daftar must visit.

Nyaris setahun tinggal di Denmark dan lebih sering bolak-balik Kopenhagen, saya menyadari kalau Kopenhagen memang cukup membosankan. Apalagi kalau hanya bolak-balik stasiun N?Rreport atau Str?Get menuju Kongens Nytorv lalu berlabuh di Nyhavn, yang selalu ramai oleh turis. Wah, benar dah, bosan!

Kembali ke jawaban si cowok Tinder, sebenarnya Kopenhagen memang cukup menyediakan hiburan yang kita inginkan. Hanya saja, hiburan tersebut kadang tetap saja membosankan kalau dilakukan terus menerus. Ingin belanja, shopping center mereka tersebar dimana-mana. Nonton film box office ataupun indie, banyak bioskop tersebar seantero kota. Tertarik mencoba bar crawl dan craft beer, ya memang tempatnya disini.

Lalu apalagi yang bisa dinikmati di Kopenhagen selain hiburan ala hedonis layaknya manusia kota di atas? Menurut saya, desain dan tempat nongkrongnya! Saya memang pecinta desain dan arsitektur modern, namun tidak terlalu suka membuang uang demi nongkrong berjam-jam agar dianggap gaul. Tapi itu duluuuu.. Dulu, saat saya menganggap nongkrong hanyalah gaya hidup hedonis demi mengisi postingan Facebook dan Instagram. Semenjak disini, nongkrong seperti jadi gaya hidup saya dan teman setiap akhir pekan. Bukan demi memenuhi postingan, tapi hanya ingin menikmati atmosfir akhir pekan di kota yang sebenarnya sangat rileks dan menghibur.

Desain Skandinavia di Denmark

Kopenhagen memang salah satu pusat desain di Skandinavia. Ciri khas desain Denmark yang simpel, elegan, dan berkarakteristik sebenarnya bisa dinikmati di beberapa sudut Kopenhagen. Salah satu tempat terbaik menikmati desain Denmark adalah Design Museum Denmark , sekitar 3 km dari pusat kota. Walaupun museum, namun hasil desain yang dipamerkan jauh dari kata membosankan. Berbagai furnitur khas desain Denmark lebih berwarna-warni serta menyegarkan mata. Seorang teman yang tidak mengerti desain pun, jadi ikut menikmati segala objek yang ada di museum ini.

Tempat lainnya untuk menikmati desain Denmark adalah mengunjungi toko desain yang ada di Kopenhagen. Kalau memang hanya ingin lihat-lihat, saya biasanya datang ke toko perabotan interior khas Denmark seperti Normann Copenhagen , Illums Bolighus , atau lantai 4 Magasin . Salah satu toko perabotan khas Denmark favorit saya adalah Søstrene Grene  yang tokonya menyebar seantero Denmark. Di Kopenhagen sendiri, ada empat toko, salah satunya di kawasan Strøget. Selain murah, barang-barang yang dijual pun memang didesain di Denmark dan sangat berkarakter.

Skip museum kuno

Selain terkenal karena desainnya, Kopenhagen juga memiliki banyak tempat dan bangunan dengan arsitektur yang sangat kreatif. Bagi yang tidak terlalu suka melihat-lihat museum, saya lebih cenderung merekomendasikan The Black Diamond, perpustakaan keren di sisi perairan Kopenhagen. Selain menyimpan banyak buku, The Black Diamond juga memiliki jadwal pameran seni serta kafe santai dengan pemandangan perairan dan Cirkelbroen (jembatan bulat).

Tempat lainnya adalah 8TALLET , sebuah apartemen berarsitektur unik dan modern yang terletak di Ă˜restad, tak jauh dari bandara Kopenhagen. Karena memang berupa hunian, tempat ini pun memiliki jam-jam tertentu bagi pengunjung yang ingin melihat-lihat ataupun makan di kafenya. Daerah Ă˜restad sampai Bella Center sendiri merupakan daerah hunian yang memang banyak memiliki bangunan bergaya arsitektur modern, unik, dan berwarna-warni seperti Asrama Tietgen, VM Houses, VM Mountain, ataupun Bella Sky Bar & Restaurant yang lebih hip dan mewah.

Kembali lebih dekat ke pusat kota, Superkilen Parkdi daerah Nørrebroadalah salah satu tempat wajib kunjung di Kopenhagen.Berbeda dengan taman lain yang lebih teduh dan hijau, Superkilen menyajikan tempat publik yang super seru dan berwarna. Dari lantai bergelombang hitam putih, hingga lantai kotak merah merona di bagian yang lebih dekat dengan jalan rayanya. Trust me, your Instagram photos will far from mainstream museum!

Jauhi tempat nongkrong yang sangat turistik

Bicara soal nongkrong dan menghabiskan waktu bersama, orang Denmark memang sangat menyukai konsep hyggelig, yang tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris secara langsung. Namun hygge bisa dikaitkan dengan membawa perasaan bahagia, nyaman, serta intim bersama kerabat dan keluarga, biasanya saat cuaca dingin dan buruk.

Di Kopenhagen, tempat-tempat nongkrong yang super hyggelig juga tersebar dimana-mana. Dari yang hip bagi para orang lokal, hingga terkenal juga bagi pelancong. Saya pribadi lebih menyukai tempat nongkrong yang lebih banyak orang lokalnya ketimbang sangat turistik. Walaupun masih di pusat kota, ada beberapa tempat tertentu yang jauh dari jangkauan turis. Kebanyakan pengunjung lebih sering bicara bahasa Denmark, meskipun para pelayan dan kasirnya sangat fasih berbahasa Inggris.

Daripada menyusuri daerah pejalan kaki yang lurus di Strøget, banyak juga kafe-kafe tersembunyi di lorong-lorong sekitar daerah penuh turis ini. Daerah lainnya yang banyak tempat makan dan terkenal sebagai tempat nongkrong adalah distrik Vesterbro, tak jauh dari stasiun utama Kopenhagen. Sebuah area hipster bernama Kødbyen atau Meatpacking district juga terkenal bagi para lokal menikmati makanan simpel khas Denmark ataupun minum-minum bersama teman di akhir pekan.

Distrik terkenal lainnya adalah Nørrebro, Ă˜sterbro, dan Frederiksberg. Saya pribadi lebih mengenal daerah Vesterbro, Nørrebro, dan beberapa bagian di sekitar stasiun Nørreport. Tempat makan dan nongkrong yang banyak anak mudanya memang lebih banyak ditemui di distrik tersebut. Sementara Frederiksberg sendiri, merupakan daerah upper class dengan pilihan tempat makan yang lebih elegan dan berkelas.

Salah satu tempat makan lain yang terkenal bagi orang lokal dan turis adalah Papirøen atau Pulau Kertas di daerah pelabuhan Kopenhagen. Pulau ini sendiri sebenarnya lebih dikenal karena tempat jajan street food-nya yang sangat ramai saat musim panas. Bahkan di musim dingin pun, banyak orang yang harus antri menunggu bangku kosong di dalam ruangan. Bila bingung memilih tempat makan di seputar Kopenhagen, datang ke tempat ini, lalu berkelilinglah melihat para stan yang menjual banyak pilihan makanan, dari vegan hingga dessert khas Italia. Tapi kadang, saya sama bingungnya harus makan apa kalau sudah banyak pilihan begitu.

Selain tempat makan, banyak juga para Copenhageners yang piknik di taman, sisi pelabuhan, atau pantai saat matahari sedang terik-teriknya. Beberapa tempat yang biasanya ramai didatangi lokal adalah Amager Strandpark, Ofelia Plads, Operaen, Arsenaløen, atauIslands Brygge. Kebanyakan dari mereka biasanya hanya berjemur diri di bawah terik matahari, atau sekalian minum bir yang dibeli dari supermarket terdekat.

Tuesday, July 7, 2020

Tips COPENHAGEN: Place for Going Out and Design Lovers|Fashion Style

Came to Copenhagen approximately a year ago, I changed into a piece skeptical with this tiny town. What Copenhagen have beside the landmark colourful port? I had asked a neighborhood man in Tinder and he simply responded firmly, "relies upon on what do you need. Check out those masses of bars!" Okay, bars are everywhere I bet.

Like some other capital cities in Europe, Copenhagen additionally has plenty of museum and a few sightseeing places (in which I assume a piece uninteresting). I genuinely don't without a doubt like museums and any historic building like citadel or vintage church. What I enjoy is touring places where the locals are, mingling with them whilst relaxing, and no longer usually have to test have to-go to field all of the time.

Almost a year, backward and forward Herlev-Copenhagen, I found out Copenhagen is absolutely monotonous. Since my region handiest have buses going to N?Rreport Station, so that is the maximum cushty route I favor to seize the city. But, that is also distinctly tedious by stopping in Norreport station or Str?Get, taking walks alongside the pedestrian until Kongens Nytorv and say good day again to Nyhavn, where is constantly crowded by travelers.

Back to the answer of Tinder guy, simply Copenhagen gives enough fun things we want. However, the pleasures itself every now and then nevertheless boring while all you can do every weekends just purchasing, looking container workplace, or bar crawls (sure, this is the right region certainly!).

So, what else I can revel in in Copenhagen apart from the ones dull exercises in the weekends?Within the equal place? For me, the designs and locations for striking out wherein I can spot the Danes! I'm so rewarded by many stunning points of interest and studies I get with the aid of ventured off the center and head over to the districts that surround it, especially at some stage in the push hours of the principle vacationer attractions. Think you could see how the locals stay with the aid of strolling round Str?Get or Queen Louise Bridge? Think once more.

Scandinavian design in Denmark

Indubitably, Copenhagen is one of the layout towns in Europe. Danish layout which is easy, fashionable, and so formidable can be enjoyed in a few corners of Copenhagen. Danes are surely so interested to layout indeed. If you have got chance to take a glance their homes, maximum in their fixtures, indoors furniture, or appliances are coming from the maximum costly Danish dressmaker's manufacturers. For instance Normann, Kay Bojesen. Georg Jensen, and some other well-known names.

One of the best places to enjoy Danish design is Design Museum Denmark , about 3 km from the city center. Although this is kind of "old" museum, but the exhibitions are far from dull. The exhibitions which are mostly furniture are colorful and so refreshing for eyes. My friend who had no interest of any design, terribly enjoyed all the things in this place when she visited. Good reason for young people (under 26-year-old) to be here, even they're not student, is free entrance.

Other places to enjoy Danish design are some local design stores in Copenhagen. If I just want window shopping without (or less) spending money, I will come to interior furnishings stores like Normann Copenhagen , Illums Bolighus , or the 4th floor of Magasin du Nord . One of my favourite places is Sostrene Grene where the stores spread out around Denmark. In Copenhagen, there are four stores and one of them is located in ​​Strøget. Besides good for pocket, the goods are so cute and typical Danish design. Can't take my hands off to grab all the things!

Skip the ancient museums

As well as design, Copenhagen also has a lot of places and buildings with a very creative and unique architecture. For those who dislike checking around the museum like me, I am more likely to recommend The Black Diamond , cool library in the waters of Copenhagen. Besides collecting a lot of books, The Black Diamond also hold art exhibitions, concert venue, and relaxing café with water and Cirkelbroen (round bridge) views.

The other place is 8TALLET , a unique architecture and modern apartment located in Ă˜restad, not far from Copenhagen airport. Because this is apartment, there are some rules to be respected for residents before visitors can see around or eat in the cafĂ©. Ă˜restad to Bella Center itself is actually a residential area where does have many modern architectural, unique, and colorful buildings like Tietgen Dormitory , VM Houses, VM Mountain, or more hip and luxurious Bella Sky Bar & Restaurant .

Back closer to the center, Superkilen Park in the neighborhood of Nørrebro, is one of the must visit places in Copenhagen. So different from another shady and green parks, Superkilen presents a public area with super fun and colorful floors. From the undulating black and white to rosy boxes in the area closer to the main street. Trust me, this is lovely yet non-mainstream spot for your next Instagram posts!

Stay away from actual touristic spots

Talking about hanging out and quality time, the Danes are very fond to hygge concept, which can't be translated into English directly. However, hygge can be associated with happiness, comfortable, and intimate feeling with relatives or lovers, usually during bad weather.

In Copenhagen, hangout spots are mostly created to be super hyggelig and also scattered everywhere. From the hip ones with lots of Danes, to the well-known also for travelers. As I said above, I personally prefer hangout where the locals are than mingling with tourists. Although in the center, actually there are some specific places beyond the tourists' radars. Most customers speak Danish, even the waiters and the cashier are very fluent in English. Rather than straight along the pedestrian of Strøget, many hidden gems actually just in the alleys around it.

Another famous area where has lots of choices to eat and drink is Vesterbro, a neighborhood not far from the main station of Copenhagen. An area hipster named Kødbyen or Meatpacking district is well-known by locals enjoying simple Danish meal or just drinking with friends in the weekends.

Other famous neighborhoods are Nørrebro, Osterbro, and Frederiksberg. I personally know Vesterbro, Nørrebro, and some parts of Nørreport station. Cool spots where I can find so many young Danes are indeed in those areas. While Frederiksberg, well-known as an upper class area with more elegant and classy choices for eating or hanging out.

Craving for another? One eating place option for locals and tourists is Papirøen or Paper Island in the harbor area of ​​Copenhagen. The island itself is actually better known with street foods and so crowded during the summer. Even in winter, many people have to queue waiting for the empty chair in the room. If in perplexity where to eat around Copenhagen, I suggest just come to this place. Check around to see the booths that sell a lot of food options, from vegan to a typical Italian dessert. But sometimes, I'm double confused what should I eat if there are so many choices like that.

Copenhagen is undoubtedly expensive. Putting my bum in different local cafés every weekend is also not a solution to be happy (even I am). Spending money wisely is all I have to remember whenever taking my card and inserting it easily in the cashier. So, if the weather is (totally) good, take my friends for short picnic is kind of alternative. Many Copenhageners will also picnic in the park, port, or beach, when the sun shines at its best. Meet the Danes in Amager Strandpark, Ofelia Plads, Operaen, Arsenaløen, or Islands Brygge. Most of them are usually just tanning in the sun, biting their strawberries, or drinking beers which have just purchased from the nearest supermarket.

Follow my blog with Bloglovin