Showing posts with label road trip. Show all posts
Showing posts with label road trip. Show all posts

Sunday, May 17, 2020

Tips Road Trip Impian ke Pulau Lofoten, Norwegia|Fashion Style

Sudah lama sebetulnya saya merencanakan ingin road trip ke Pulau Lofoten. Dulu inginnya ke Norwegia Utara bersama Michi—yang belum tahu siapa itu Michi, baca cerita saya disini ! Lalu karena sadar rencana tersebut hanya angan-angan belaka, saya lempar lagi rencana ini ke teman-teman au pair Indonesia di Denmark. Seorang au pair sudah mengantongi SIM Eropa dan sering antar-jemput host kids-nya, jadi saya anggap bisa diandalkan untuk jadi sopir 😛. Rencana sudah dibuat cukup matang sampai menghitung harga ongkosnya juga. Lagi-lagi, rencana tinggalah rencana.

Tahun ini, saya akhirnya bisa mewujudkan trip impian lewat darat ke Lofoten! Beruntung, seorang cowok Norwegia, sebut saja Mumu, secara spontan menawari saya perjalanan ke Lofoten melihat midnight sun.Rencana ini juga akhirnya bukan hanya wacana, meskipun sudah direncanakan Desember tahun lalu. (Next time mungkin saya akan sedikit cerita siapa itu Mumu)

Mengapa Lofoten?

Popularitas Lofoten naik drastis beberapa tahun ke belakang sejak seorang fotografer memamerken jepretan fotonya di Instagram. Banyak orang akhirnya penasaran dimana pulau cantik itu berada, hingga di tahun 2017, lebih dari 1 juta pengunjung memadati pulau ini setiap tahun. Padahal penduduk asli Lofoten sendiri tidak lebih dari 25 ribu jiwa. Puncak keramaian turis biasanya dimulai akhir Juni hingga pertengahan Agustus tepat saat liburan sekolah. Kami cukup beruntung datang kesini di awal Juni sebelum libur sekolah musim panas. Sudah terlihat beberapa rombongan turis memang, terutama dari Jerman dan Amerika, namun kebanyakan para lansia yang berjalan sambil menggendong kamera mereka.

Dimulai dari Oslo, kami menyusuri beberapa kawasan Norwegia Utara, sebelum berlabuh di Lofoten. Saya juga tidak sendirian merancang trip kali ini karena Mumu berinisiatif mengganti rute untuk mengunjungi banyak tempat. Beruntungnya lagi, Mumu sudah beberapa kali mengunjungi Lofoten karena ini juga kampung halaman neneknya. Perjalanan jadinya lebih mudah karena selain sudah tahu beberapa tempat, sebagai native, Mumu tidak kesulitan membaca rute, menemukan rules, dan berkomunikasi dengan warga setempat.

Svolv?R

Trip kami dimulai dari Svolv?R menuju ke ujung selatan pulau. Dari Skutvik, kami naik feri selama 1 jam 50 menit menuju wilayah administrasi sekaligus ibukota Pulau Lofoten ini. Meskipun lebih jauh mengemudi ke utara, namun biaya feri dari Skutvik ke Lofoten lebih murah dan cepat ketimbang dari Bodø.

Svolv?R is an amazing place! Salah satu desa tercantik di Lofoten ini menawarkan pemandangan luar biasa pegunungan, pantai, serta kabin nelayan (Rorbua) khas berwarna merah atau oker sebagai ciri utama Pulau Lofoten. FYI, Pulau Lofoten dulunya adalah kampung nelayan terbesar di Norwegia. Tak heran mengapa akan ditemukan banyak sekali kabin berwarna merah di sisi perairan yang jadi daya tarik Lofoten hingga saat ini.

Selain tempatnya yang cantik, Svolv?R juga seringkali dipenuhi turis saat musim panas karena menyediakan banyak restoran internasional beratmosfir hangat ala pedesaan yang cukup modern. Herannya, meskipun Lofoten adalah desa nelayan, sulit sekali menemukan restoran seafood di Svolv?R.

Kabelv?G

Tidak seperti tetangganya, banyak turis yang seringkali mengabaikan tempat ini. Satu-satunya tempat cantik di Kabelv?G yang kami singgahi adalah Pantai Rørvik. Beruntung karena bukan peak season, berjalan mengitari pantai jadi sangat tenang karena hanya tiga atau lima turis saja yang mampir untuk berfoto, lalu pergi.

Pasirnya putih bersih dan airnya biru jernih bergradasi. Cocok sekali untuk bersantai sekaligus berenang kalau airnya tidak terlalu dingin. Di sisi pantai juga disediakan selang air bersih untuk membilas dan minum.

Henningsv?R

Kata Mumu, Henningsv?R adalah desa yang wajib dikunjungi kalau datang ke Lofoten. Sama seperti Svolv?R, kebanyakan turis biasanya akan memadati desa ini saat musim panas. Pilihan tempat makan dan hiking paths menjadikan daya tarik lain bagi pengunjung.

Selain kabin nelayan yang berwarna merah, satu hal lagi yang pasti akan kita temui di pulau ini, jemuran ikan kod yang diasinkan. Mirip jemuran ikan asin di Indonesia, tapi di Norwegia ikannya digantung di kayu-kayu yang tinggi. Saya sebetulnya sudah melihat piramida jemuran ikan yang dikeringkan di Svolv?R, tapi di Henningsv?R ternyata jumlahnya lebih banyak. Jemuran ikan kod yang tergantung tak jauh dari pesisir pantai tidak hanya badan utuh, tapi juga jemuran kepalanya ikut diasinkan.

Sebelum memasuki pusat desa, kami juga melewati danau berwarna hijau permata yang cantiknya bukan essential! Mata betul-betul dimanjakan oleh segarnya air laut dengan latar belakang bukit bebatuan di sepanjang pulau.

Stamsund

Dari Henningsv?R, kami melipir ke Stamsund, desa neneknya Mumu. He was definitely going back to his childhood. Kami sekalian mampir ke rumah tinggal neneknya yang beberapa tahun lalu sudah dijual. Meskipun tak banyak yang bisa dilihat, tapi makan siang di restoran favorit Mumu di Stamsund semakin membuat kami malas berpindah.

Disini juga saya menemani Mumu memancing di laut lepas sampai dapat 4 ikan Batubara untuk lauk makan malam. It was so fun! Baru 1 menit melempar umpan, Mumu sudah berhasil menjerat ikan berukuran sedang.

Eggum

Kalau winter ada aurora borealis yang biasanya sering 'diburu' pendatang di Lofoten, maka summer ada midnight sun. Karena masuk lingkar arktik, wilayah Norwegia Utara selalu terang benderang karena matahari bersinar selama 24 jam saat musim panas. Sunset biasanya akan dimulai pukul 12 lalu bersinar kembali jam 1 pagi.

Untuk menyaksikan midnight sun, Eggum adalah salah satu tempat terbaik yang sering juga dijadikan camping spot. Sayangnya karena saat itu angin terlalu kencang dan menjadikan malam makin dingin, maka kami batalkan melihat midnight sun disini. Kata Mumu, midnight sun sama kerennya dengan aurora borealis karena matahari hanya menggantung di langit tanpa tenggelam. Pergerakkan matahari yang turun sebentar lalu naik lagi merupakan fenomena alam luar biasa untuk diabadikan.

Leknes

Kami sebetulnya tidak memasukkan Leknes ke daftar kunjungan di Lofoten. Tadinya ingin hiking sepanjang 2 km menuju Pantai Kvalvika sekalian mendirikan tenda, namun celakanya paha Mumu teriris pisau cukup dalam saat pendakian. Mau tidak mau kami harus turun dan menuju rumah sakit terdekat untuk menjahit luka Mumu.

Sepulang dari rumah sakit jam 2.30 pagi, kami sepakat menuju Pantai Haukland untuk bermalam di dalam mobil saja. Saat libur musim panas, tempat ini katanya penuh ramai oleh turis yang berkunjung atau beristirahat mendirikan tenda dan memarkir campervan. Terusan pantai ini adalah Uttakleiv yang sama populernya dan selalu penuh oleh turis.

Meski tidak jadi melihat keindahan Pantai Kvalvika yang bersembunyi di balik bukit, namun Haukland tidak kalah kerennya. Garis pantainya cukup panjang untuk berjalan-jalan sehingga katanya juga, pantai ini mirip seperti yang ada di Seychelles.

Reine

Foto-foto Lofoten yang ada di net kemungkinan besar diambil di Reine dengan latar belakang gunung tinggi menjulang dengan kabin nelayannya di sisi gunung. Desa di wilayah selatan Lofoten ini juga jadi salah satu destinasi terbaik dan terfavorit saya. Reine menggabungkan dua kawasan; rumah untuk orang lokal dan kabin nelayan yang selalu disewakan bagi turis. Karena sangat dekat dengan Moskenes, banyak juga para pendatang yang berlabuh dari Bod? Memulai petualangannya di Lofoten dari sini.

?

Di alfabet Norwegia, ? adalah huruf terakhir dan juga desa paling ujung di Pulau Lofoten. Tidak banyak yang bisa dilakukan di tempat ini selain hiking dan memancing. Karena sedang tidak berangin, saya dan Mumu sepakat memancing lagi di sisi laut. Baru 15 menit memancing, Mumu sudah menjerat 4 ikan Batubara yang ternyata lebih besar dari di Stamsund!

"It is easier to fish in the ocean karena ikannya lebih banyak dari air tawar," katanya.

Tak heran mengapa pesona Pulau Lofoten begitu tenar bagi para turis, internasional maupun lokal. Sepanjang jalan saya melihat bukit dan gunung kokoh dikelilingi laut yang menenangkan perasaan. Bunga katun dan kuning nan lembut menambah kesan damai di sekeliling pulau. Saya yang biasanya hanya melihat hutan berpohon besar di Norwegia Selatan, merasa beruntung bisa merasakan vegetasi lain di Utara.

Inilah Norwegia yang selama ini saya bayangkan saat musim panas; desa yang hijau dikelilingi bangunan berwarna-warni yang menambah kesan ceria. Kebanyakan rumah yang bermaterial kayu seperti rumah nenek-nenek semakin membawa memori zaman dulu. Sederhana namun syahdu. (Cek postingan ini untuk tahu berapa saya dan Mumu menghabiskan uang selama liburan!)

Tips Svartisen - Engenbreen: Camping di Dekat Gletser Abadi|Fashion Style

Mumu, cowok Norwegia yang road trip bersama saya ke Utara Norwegia, berkali-kali mengatakan bahwa kami harus memasukkan Svartisen ke dalam agenda perjalanan sepulang dari Pulau Lofoten . Mumu sangat penasaran dengan tempat ini, hingga tertarik untuk mencoba panjat es yang ditawarkan oleh pengelola Svartisen.

Svartisen adalah gletser terbesar kedua di Norwegia dengan luas 370 meter persegi dan 60 lidah gletser yang membujur dari atas gunung. Ada 2 wilayah Svartisen yang sering dikunjungi turis, yaitu Austerdalsisen dan Engenbreen. Austerdalsisen letaknya lebih ke dalam gunung, berjarak sekitar 32 km dari Mo i Rana dan bisa ditempuh selama 20 menit naik kapal. Karena punya waktu hanya 2 hari mengunjungi Svartisen, kami putuskan untuk datang ke Engenbreen yang hanya 10 menit naik kapal dari Holandsvika.

Walaupun Norwegia memang menjual alamnya yang spektakuler, tapi saya tidak pernah tahu kalau ada tempat sebagus Svartisen. Dari jalan raya, kami sudah bisa melihat lidah gletser membujur dari atas gunung hingga hampir ke danau. Ditambah lagi kokohnya pegunungan dan sejuknya warna air laut berbiru turkis, membuat saya tidak berhenti berdecak kagum. Padahal katanya Svartisen jadi salah satu tempat terpopuler di Norwegia, tapi saya belum pernah mendengar gaungnya sampai saya sendiri bisa melihat betapa cantiknya tempat ini!

Lidah gletser Engenbreen terletak di Kotamadya Meløy dan sudah terlihat dari jalanan sepanjang pantai (Fv17). Untuk mengunjungi Engenbreen, kami harus naik shuttle boat dari dermaga kecil di Holandsvika yang berjarak 158 km dari Mo i Rana. Meskipun katanya kapal ini muat sampai 30 orang, tapi penumpang yang kala itu naik tidak pernah sampai 15 orang. Bisa jadi juga karena belum masuk peak season, jadinya kapal yang digunakan lebih kecil.

Bagi yang tertarik, silakan cek jadwal (2019) shuttle boat-nya disini . Shuttle boat ini juga hanya beroperasi dari akhir Mei hingga akhir September, serta dikenakan biaya 200-250 NOK untuk tiket pulang pergi. Tiket bisa dibeli di tourist information center di Mo i Rana atau langsung ke nahkoda dengan uang tunai atau kartu kredit.

Herannya saat kami kesini, nahkoda kapal sama sekali tidak menagih uang tiket, baik saat berangkat ataupun saat kembali. Padahal Mumu dari awal sudah bertanya dan si nahkoda sendiri yang katanya akan datang dan menagih uang tiket. Tapi ternyata, kami naik shuttle boat gratis pulang pergi.

Setelah sampai di dermaga Engenbreen, pengunjung harus berjalan kaki atau naik sepeda melihat lebih dekat gletsernya sejauh 3 km. Total pulang pergi bisa sampai 4 jam berjalan kaki. Kalau tidak mau repot, bisa juga menyewa sepeda yang terparkir di dekat dermaga. Tidak ada informasi yang jelas soal penyewaan sepeda ini. Yang kami baca dari kertas yang tertempel di dermaga, harga sewa sepeda mulai dari 30 NOK/jam, lalu 80 NOK untuk seharian. Jika ingin menyewa trailer, ditambah lagi ongkos sewanya.

Karena membawa banyak sekali barang untuk perlengkapan camping, kami putuskan menyewa 2 sepeda dan salah satunya memakai trailer. Tujuan kami saat itu ingin camping di Brestua yang berjarak hanya 1,5 km dari dermaga.

Brestua ini bisa dibilang adalah pusat informasi di Engenbreen yang menyediakan restoran, kabin, serta camping spot. Dibuka hanya saat musim panas dari akhir Mei sampai akhir September. Yang tertarik bermalam disini dengan cara camping, Brestua menarik komisi sebesar 100 NOK per orang. Tersedia juga toilet dan kamar mandi gratis bagi para pengunjung selama 24 jam.

Herannya lagi, seorang pengelola restoran yang juga merangkap customer service di Svartisen hanya menyuruh kami membayar total 100 NOK, padahal di situsnya sendiri biaya tersebut untuk satu orang. Soal informasi tiket shuttle boat dan penyewaan sepeda pun, pengelola ini tidak tahu. Jadinya kami saat itu hanya membayar biaya camping saja. Ya sudahlah, rejeki. Daripada kebingungan lebih lama.

Di sekitar Brestua sebetulnya banyak sekali camping spot bagus yang langsung menghadap danau dan lidah gletser. Sayangnya, hari itu betul-betul berangin dan kami nyarishopeless ingin mendirikan tenda dimana. Saya mati-matian ingin sekali bangun tidur, buka tenda, lalu langsung melihat danau dan gletser terpampang di depan mata. Tapi Mumu juga merasa mendirikan tenda di lapangan terbuka hampir impossible.

Sudah mencari ke daerah sekitar pepohonan, kami juga kesulitan menemukan tanah datar dan kotoran sapi ada dimana-mana. Akhirnya daripada gagal, kami tetap mendirikan tenda di lapangan terbuka di seberang pepohonan tak jauh dari danau. Angin yang meniup memang masih kencang, tapi setidaknya sedikit terhalangi oleh jajaran pohon di seberangnya. Usaha mendirikan tenda ini pun tidak mudah karena kami berulang kali harus diterpa angin serta pondasi tenda yang seringkali jatuh.

Untungnya angin mulai reda sekitar jam 11 malam. Kami bisa keluar tenda dan masak untuk makan malam. Menu hari itu ikan Batubara hasil tangkapan Mumu serta fish sauce yang kami beli di supermarket sebelumnya.

This is my favourite camping spot so far! Danau air tawarnya bersiiiih sekali hingga membuat saya dan Mumu ingin toes dipping. Saking jernihnya, Mumu juga mengambil air minum untuk dimasak dari sini. Mumu juga rasanya gatal ingin nyemplung ke danau atau naik canoe menyusuri danau yang memang luar biasa indahnya! Kami sampai berencana ingin mandi sebentar di danau, tapi airnya terlalu dingin.

Kata Mumu, 20 tahun lalu lidah gletser membujur sampai ke dalam danau. Karena efek pemanasan worldwide, lidah gletser semakin lama semakin pendek. Bisa-bisa, 20-30 tahun kemudian sudah tidak ada lagi lidah gletser yang membujur ke bawah gunung di Svartisen.

Karena berada di lingkar arktrik, musim panas di Norwegia Utara berarti siang menjadi sangat panjang dan matahari tidak pernah tenggelam. Kami bisa main sebentar di danau sampai jam 2 pagi tanpa harus takut gelap. Tempat itu juga serasa milik pribadi karena tidak ada orang yang camping di tanah terbuka selain kami. Ada satu tenda yang kami lihat bermalam disana, tapi itu pun cukup jauh dari lokasi kami.

Jam 5 pagi,camping spot kami kedatangan gerombolan sapi ternak yang mencari makan di sekitar Brestua. Karena jumlahnya yang banyak, sapi-sapi ini menjadi malapetaka karena berisik sekali! Beberapa sapi bahkan berjalan sangat dekat dengan tenda kami sampai tersangkut tali tenda beberapa kali. Saya sedikit takut juga kalau saja sapi-sapi ini menyeruduk tenda yang berwarna merah menyala itu. Meskipun akhirnya tidak.

Siangnya, suasana camping spot masih tenang dan damai karena kami sama sekali tidak melihat pengunjung lain berjalan di sekitar area situ. Still felt like it was our own place! Sayangnya karena harus segera pindah ke tempat lain, kami tidak tertarik berjalan melihat gletser lebih dekat, ataupun mengikuti salah satu kegiatan yang dikelola Kotamadya Meløy.

Padahal saya dan Mumu sudah sangat tertarik mengikuti isklatring atau panjat es selama 3,5 jam seharga 650 NOK, tapi ternyata mereka tidak membuka kegiatan ini lagi. Ada banyak aktifitas lain yang waktunya lebih panjang dan mahal disini . Brestua juga mengelola guided tour sederhana untuk melihat dua mamalia jinak terbesar di Eropa, moose atau rusa besar, bernama Arnljot dan Wilma. Harga tiket masuk untuk melihat rusa besar ini sebesar 100 NOK.

One night was definitely not enough in Engenbreen because we needed mooore! Namun saya sangat merekomendasikan tempat ini jika kalian tertarik ke Norwegia Utara via darat!

Saturday, May 16, 2020

Tips Road Trip ke Norwegia Utara, Seberapa Mahal?|Fashion Style

Dulu, karena kampung halaman ayah saya ada di Malang, sementara kami sekeluarga tinggal di Palembang, 5-7 tahun sekali pasti menyempatkan mudik ke Pulau Jawa. Karena harga tiket pesawat yang sangat mahal, road trip adalah pilihan terakhir yang bisa keluarga saya lakukan meskipun harus berlama-lama di jalan.

Sampai di Norwegia, saya makin rindu road trip. Apalagi salah satu cara terbaik berkeliling tempat cantik di Norwegia hanyalah menggunakan mobil. Selain tidak perlu takut ketinggalan jadwal transportasi umum, berkendara sendiri membuat fleksibilitas dan mobilitas tinggi. Bisa berhenti beristirahat dan bebas mampir ke banyak hidden gems yang tak terjamah jika harus naik kereta atau pesawat.

Sayangnya saya tak punya SIM lokal ataupun internasional untuk menyetir disini. Sudah mengajak beberapa teman au pair yang punya SIM ikut road trip, tapi rencana hanyalah tinggal wacana. Awal Juni lalu akhirnya saya ditawari Mumu, seorang cowok Norwegia, yang secara spontan mengajak untuk road trip ke Pulau Lofoten , kampung halaman neneknya. Ohh finally, dream came true!

Road trip kali ini kami memakai mobil Mumu yang nanti semua biayanya akan dibagi 2, kecuali biaya servis mobil. Kalau ada yang tertarik sewa mobil di Norwegia, silakan cek situsnya SIXT , pusat penyewaan mobil yang menurut saya paling murah. Untuk satu mobil kecil berisi 4 orang bermesin manual, harganya sekitar 750 NOK per hari. It's more than enough ketimbang harus menyewa mobil besar bermesin automatic.

WHERE WE DROVE

Meskipun tujuan utama adalah mengunjungi Pulau Lofoten, tapi di tengah jalan biasanya ada saja penambahan atau pengurangan rute yang dari awal sudah direncanakan. That's how it is; we were so flexible to the opened options!

Untuk menuju Pulau Lofoten, kami menyebrang melewati pelabuhan Skutvik dan Moskenes untuk kembali ke Bod?. Tiket feri dari Skutvik lebih murah dibandingkan dari Bod?, tapi juga harus siap berkendara sedikit lama ke utara.

Berbeda dengan alam di Norwegia Selatan, vegetasi di Utara biasanya ditandai dengan pepohonan yang lebih pendek dan tidak terlalu lebat. Bunga katun dan bunga berwarna kuning tumbuh liar di sepanjang perjalanan menambah kesan syahdu. I couldn't stop wowing!

Pegunungan yang kokoh serta fyord yang cantik tak lepas mengiringi pandangan kami. Sepanjang perjalanan juga camper van ikut berlalu lalang dan mengingatkan saya dengan film-film Amerika lawas. Kadang-kadang, ada juga camper van retro berwarna biru muda keluaran Volkswagen lewat and it seemed getting back to the old days!

Di perjalanan menuju Utara, sejujurnya saya baru sadar kalau sedang berada di Norwegia. Oh wow, I am in Norway! How lucky I am! Inilah gambaran Norwegia saat musim panas yang selama ini ada di kepala saya; hijau, sederhana, tenang, dan damai. Apalagi saat melewati pedesaan yang jauh dari hiruk pikuk kota besar, saya dan Mumu berkali-kali bertanya pada diri sendiri, "could I live like them?" Jauh dari internet dan segala kehidupan modern. Yes, could we?

WHERE WE STAYED

Salah satu keuntungan berkeliling Norwegia dengan cara road trip adalah kita bisa menyewa kamar lebih murah yang jauh dari pusat kota untuk menghindari biaya hotel yang mahal.

Kabin

Norwegia sangat terkenal dengan kabin kayunya yang biasa digunakan saat musim panas atau dingin. Tidak hanya milik pribadi, banyak kabin-kabin mini mirip kontrakan tersedia di camping spot bagi pengendara mobil yang ingin menginap dalam waktu singkat. Kabin-kabin ini juga banyak macamnya, dari yang punya dapur dan toilet di dalam ataupun mesti sharing dengan tamu lainnya.

Karena malas saling berbagi fasilitas dengan orang lain, kami selalu menyewa satu kabin yang memiliki toilet dan dapur sendiri. Harga yang ditawarkan pun bervariasi dimulai dari three hundred-an NOK in step with malam untuk kabin tanpa dapur dan lavatory. Tamu yang menginap juga harus menjaga kebersihan kabin dan wajib membawa sarung dan sprei sendiri, serta dilarang merokok.

Kabin nelayan (Rorbua)

Di Lofoten, jangan sampai absen mencoba tinggal di kabin nelayan atau yang biasa disebut rorbua. Sebetulnya kabin nelayan ini bentuknya hampir sama dengan rumah panggung di Indonesia. Bahkan dulu rumah keluarga saya di Palembang juga bentuknya mirip rumah panggung. Rorbua ini juga sama saja, dulunya hanya berupa rumah panggung tradisional bercat merah atau oker milik para nelayan yang berada di dekat perairan.

Bedanya, sekarang rorbua dijadikan daya tarik kuat bagi pengunjung yang ingin merasakan sisi tradisional Norwegia yang sudah dimodernisasi. Beberapa perabotan masih berupa kayu yang sederhana, namun peralatan dapur dan toiletnya sudah sangat bersih dan modern. Harga menyewa rorbua per malam juga tidak murah, apalagi di tempat yang sudah terkenal oleh turis. Kami menyewa salah satu rorbua terbaik di SvolvÌr, Svinøya Rorbuer , seharga sekitar 1500-an NOK per malam.

Bed and Breakfast

Di beberapa tempat yang sedikit dekat dengan kota besar, pilihan kami jatuh ke B&B ketimbang AirBnB. Fasilitas B&B ini sebetulnya lebih di atas sedikit dari hostel, tapi kebersihannya hampir sama dengan hotel. Harga kamar yang ditawarkan pun cukup terjangkau dimulai dari 500-an NOK per malam. Sarapan yang disediakan juga tergantung kebijakan hotel; ada yang sudah dikemas di dalam kantong kertas, ada juga yang sampai menyediakan buffet. Sangat lumayan untuk transit pendek.

Camping in the wild

Tidak semua orang yang road trip di Norwegia berniat membayar mahal hanya untuk satu kamar. Banyak juga yang membawa tenda dan sleeping bag sendiri, lalu mencari spot terbaik di pegunungan, dekat danau, hutan, ataupun di pantai untuk mendirikan tenda. Asiknya, hampir semua tempat di Norwegia disediakan gratis untuk mendirikan tenda, asal bukan di sekitar lahan atau perumahan warga. Feel close to the nature, huh?

Di beberapa pantai dan hutan bahkan disediakan kamar mandi umum untuk bisa digunakan  pengunjung yang berniat bermalam di sekitar area tersebut. Camping spot di seluruh Norwegia juga memperbolehkan pengunjung untuk mendirikan tenda sendiri di dalam spot dan menarik komisi sekitar 100-200 NOK per malam. Enaknya, pengunjung juga bisa menggunakan kamar mandi 24 jam penuh. Baca cerita saya camping di gletser Svartisen disini !

This is the cheapest and most fun way to stay over. Tapi saya dan Mumu kadang malas mendirikan tenda ketika temperatur Norwegia masih 2 derajat saat musim panas. Pilihan lainnya adalah dengan cara tidur di dalam mobil dan menutupi kaca-kaca dengan sprei atau selimut gelap yang kami bawa. Saran saya, jauhi mendirikan tenda di pinggir jalan raya untuk menghindari klakson iseng saat malam hari.

WHAT WE ATE

Please don't find a way to get cheap food in Norway! Makan-makan termurah yang bisa kami lakukan saat road trip adalah belanja dulu ke supermarket, lalu masak di kamar kabin yang punya dapur sendiri. Selebihnya, kami tetap harus makan di luar sebagai variasi. Meskipun Mumu sudah lengkap membawa kulkas mini ke mobil, tapi tidak semua bahan makanan bisa awet dan tetap segar. Apalagi kami tidak berkendara selama 24 jam penuh dalam satu hari. Cara termurah lainnya yang bisa dicoba adalah dengan membeli sandwich atau sosis di pom bensin seharga 45-80 NOK. Well, tetap harus menyerah makan junk food sesekali kalau berminat.

Kami berdua sebetulnya tidak terlalu suka junk food dan lebih memilih membeli turmat. Turmat ini adalah produk asli Norwegia Utara yang dikeringkan serta dikemas dalam wadah kedap udara tanpa menghilangkan rasa aslinya. It's sooooo easy to be prepared karena hanya perlu air panas saja. Mirip mie instan yang diseduh, tapi ini versi lebih sehatnya.

Turmat bisa dibeli di toko-toko peralatan olahraga semisal Sport1 atau XXL. Olahan makanannya pun sangat banyak, dari bubur oatmeal, kari ayam, chilli con carno, beef stew, hingga sup sapi! Harganya berkisar dari 69-99 NOK per bungkus. Kalau bertanya soal kualitas makanan, tentu saja berbeda dari fresh dishes. Tapi soal rasa, semuanya enak-enak dan tidak hambar layaknya makanan instan lainnya. Try our favorite ones; pasta bolognese and chicken tika masala!

Somehow, homemade food and turmat would be boring, lalu akhirnya kami tetap harus datang ke restoran. Di Lofoten, harga makanan di restoran berbeda untuk musim panas dan musim dingin. Karena banyak turis datang saat musim panas, maka harga makanan pun dinaikkan sampai lebih dari 100 NOK per porsi. Untuk satu porsi makan malam sederhana di restoran tradisional Norwegia, harga standarnya dimulai dari 350 NOK. Sementara kalau tak terlalu picky ingin mencoba burger dan pizza, harganya masih standar seperti restoran fast food lainnya. But, seriously? Cheese burger in Lofoten?!

HOW MUCH WE SPENT

Here we go! Bisa dikatakan, kami berdua bukan tipikal budget traveler yang harus rela menanggalkan kenyamanan hanya demi bisa menikmati perjalanan. Jadi inilah total pengeluaran kami selama 10 hari road trip ke Norwegia Utara!

Murah? Mahal? Normal?

Yang pasti biaya di atas belum termasuk tiket masuk exhibition,dan museum yang kami kunjungi. Selain itu karena pakai mobil pribadi, tentu saja Mumu harus mengeluarkan uang lebih untuk servis mobil 2 kali. Biaya ini juga mungkin tak jauh beda jika ingin menyewa mobil sendiri. Belum lagi di tengah jalan kami harus beli ketel, termos, serta selimut yang lupa dibawa dari rumah.

Bagi kami, biaya di atas lebih dari ekspektasi normal. Harusnya bisa menghabiskan maksimal 10.000 NOK saja, tapi ternyata lebih besar! BUT, we did definitely enjoy the Northern Norway so much! Perjalanan ke Utara dengan harga sebesar itu tentu saja sangat worth-it, apalagi bagi saya yang hanya traveler musiman ini.

So, would you spend (more) money for a scenic road trip?