Showing posts with label budaya kencan. Show all posts
Showing posts with label budaya kencan. Show all posts

Friday, June 19, 2020

Tips Ide Kencan Seru: Camping di Hutan|Fashion Style

Sejak di Belgia dulu, saya dan beberapa orang teman pernah berencana camping saat musim panas di Ardennes. Ardennes, wilayah kecil di selatannya Belgia menjadi salah satu tempat paling populer selama musim panas karena keindahan hutan dan alamnya yang sedikit berbeda dari wilayah utara Belgia. Sayang sekali, saya harus segera pulang ke Indonesia di awal musim semi.

Musim panas tahun kedua di Denmark, ide camping masih berada di top list what-to-do. Ingin mengajak beberapa teman, tapi sepertinya mereka masih sibuk kerja. Tidak ingin rugi menghabiskan musim panas hanya di kota, saya memasukkan camping sebagai ide kencan berikutnya bersama Bunny .

Sedikit kaget ternyata doi sangat antusias dengan ide kencan outdoor yang saya ajukan. Kami memang baru kenal sekitar satu bulan, tapi karena doi orangnya sopan dan terbuka dengan ide baru, saya pun cukup senang ada teman camping. Ibaratnya, cukup aman untuk mempercayai doi sebagai teman berpetualang di alam bebas.

Di Denmark terdapat banyak tempat yang sebenarnya bisa dijadikan lokasi camping,mulai dari lokasi berbayar hingga gratisan. Dari hutan, tebing, hingga pantai. Mencari tempat gratisan juga tidak sulit karena bisa langsung diakses di website Balai Konservasi Sumber Daya Alam Denmark . Karena Bunny lebih mengenal negaranya, mencari spotcamping adalah tugas doi.

Berbekal tenda pinjaman mini milik Brian, saya dan Bunny mantap akan camping di akhir pekan. Tugas membawa peralatan pun dibagi rata. Saya kebagian membawa bahan makanan, alat makan plastik, dan tenda. Sementara Bunny yang akan membawa duvet, bantal, hingga peralatan untuk memanggang.

Sempat nyasar ke perumahan penduduk, saya dan Bunny sampai ke lokasi camping yang ternyata adalah lapangan kecil dikelilingi pepohonan. Karena hujan yang terus mengguyur dan lamanya waktu tempuh, kami baru sampai jam 8 malam.

Tanpa persiapan peralatan camping yang benar, kami hanya mengandalkan lampu senter dari ponsel saja. Suasana sekitar begitu gelap dan sepi. Belum lagi keadaan rumput yang masih basah karena hujan. Kabar baiknya, di Denmark tidak ada hewan liar dan berbahaya, makanya saya cukup berani gelap-gelapan di hutan saat itu.

Saat melihat tempat panggangan yang sudah disediakan, Bunny langsung bersigap menyalakan api. Dengan sangat serius, cowok Denmark ini berusaha memadukan spiritus, arang, hingga ranting kayu hanya untuk mendapatkan sedikit cercahan. Saya, meskipun pernah tergabung sebagai anggota Pramuka, hanya jadi penonton sesekali membantu.

Setelah semua urusan api dan tenda selesai, kami mulai menyiapkan bahan makanan siap panggang yang terdiri dari daun bawang, kentang, wortel, sosis sapi, serta ayam yang telah dibumbui. Bagian terserunya tentu saja saat memanggang makanan diiringi suara nyanyian di perut. Everybody was starving!

Sempat panik gara-gara hujan turun cukup deras di tengah malam dan takut kebasahan, nyatanya kami tetap bisa tidur dengan baik. Pagi-pagi buta, sekitar jam 5-an, kuping saya mulai tergganggu dengan bisingnya suara pesawat hingga tidur pun tak nyenyak lagi.

Tak kaget, lokasi camping kami saat itu memang sangat berdekatan dengan Bandara Kastrup. Namun tak menyangka juga kalau pesawat yang terbang rendah bisa sangat menganggu.

Bosan dengan suara bising pesawat yang makin mengaung saat hari mulai terang, saya bangun dan langsung membuka tenda.

Uh lala ~

Good morning, sunshine!

Udara segar nan lembab masuk menyegarkan wajah. Mata pun dibuat segar dengan hijaunya pepohonan dan rumput di sekitar yang semalam absen warna aslinya.

Kaki saya masih membeku. Dari semalam saya merasa kedinginan karena selimut yang dibawa Bunny tidak mampu menahan hawa dingin. Jangan salah, meskipun saat itu musim panas, tapi suhu malam di Denmark bisa turun lagi jadi 15-17 derajat Celsius. Lalu Bunny, masih tidur nyenyak dengan cover hangat pribadinya.

Saat sarapan, kami sekalian main tebak-tebakan pesawat dari maskapai mana yang sedang terbang di udara. Kencan juga semakin romantis karena Bunny mengajak mengitari hutan dulu sebelum pulang. Doi pun sekali lagi, sangat kooperatif dan helpful melipat kembali tenda hingga membersihkan sampah makanan dari sisa semalam.

Setelah camping date pertama ini, entah kenapa saya dan Bunny malah semakin antusias merencanakan kencan selanjutnya. Bukannya menyeramkan tinggal berdua saja di hutan yang gelap, kami malah menikmati kebisuan dan suasana hutan Denmark saat musim panas. Dengan keahlian Bunny yang bisa menyalakan api unggun, saya ikut merasa aman punya camping mate yang multi-talented seperti doi. Ehehe.

Dua minggu kemudian, sebelum saya pulang ke Indonesia, kami merencanakan kembali ide camping date. Kali kedua ini, kami tetap memilih hutan yang tidak jauh dari sempat saya tinggal. Karena sudah tahu situasi dan kondisi sebelumnya, saya dan Bunny juga lebih optimal mempersiapkan peralatan seperti membawa sleeping bag, senter, bantal, korek api, panggangan sekali pakai, dan alumunium foil yang berguna saat memanggang.

Menurut saya, camping bisa jadi ide kencan seru yang bisa dicoba bersama pacar ataupun gebetan yang cukup kita kenal. It would bring something new in your dating scene. Karena dari sini juga, akan sedikit ketahuan sifat asli si pasangan apakah mereka termasuk orang yang kooperatif atau hanya hobi mengeluh.

Camping memang tidak gratis, karena kita juga mesti siap dengan peralatan dan bahan makanan yang sebenarnya lebih banyak menguras biaya, pun tidak banyak. Yang paling penting dari semua persiapan, camping tidak akan berjalan tanpa kehadiran tenda.

Saya cukup beruntung karena bisa meminjam tenda milik Brian yang katanya sudah hampir 3 tahun disimpan di gudang. Tenda ini pun tidak besar, berukuran 210 x 110 cm yang hanya cukup untuk orang dua saja. Katanya, dulu Brian memang sengaja membeli tenda ini untuk Emilia, host kid saya. Kalaupun ingin membeli tenda murah meriah, coba cari di Bilka atau Føtex dengan harga 199 DKK.

Overall, saya bahagia akhirnya bisa camping di Eropa saat musim panas. Kegiatan outdoor seperti ini tetap saya ingin coba saat di Norwegia nanti. No doubt, alam Norwegia lebih menarik dan indah ketimbang Denmark.So, see you in the next camping!

Kalian sendiri bagaimana, lebih prefer ber-camping ria dengan pacar atau teman?

Peringatan!!

Camping berdua di alam bebas bisa sangat berbahaya jika kalian memang tidak terlatih menghadapi resiko atau kecelakaan yang akan ditimbulkan. Just because we do it, doesn't mean you have to do so.

Tuesday, June 16, 2020

Tips Cari Pacar atau Suami?|Fashion Style

Baru-baru ini saya (lagi-lagi) dicurhati masalah cowok. Seriously! Bolak-balik masalahnya hanya seputar si cowok ini atau si itu yang ketemu di Tinder.

"They're so overwhelming!" kata si cewek Indonesia.

Tentu saja sangat membingungkan, karena si cewek berkencan dengan 5 cowok sekaligus yang statusnya hanya teman jalan atau teman tapi mesra. Si cewek bingung dan bertanya ke saya, bagaimana tahu kalau si bule serius atau tidak. Mengapa sampai detik ini belum ada yang memutuskan jadian.

Why oh why?

Ya mana saya tahu. Saya kan bukan bule expert plus saya juga mana tahu isi hati si para gebetan itu. Saya merasa si cewek terlalu naif. There is no special thing about bule, girls! Mereka juga cowok biasa layaknya cowok-cowok di Indonesia.

Bedanya, mereka mengutarakan perasaan sayang dan suka dengan cara yang berbeda. Mereka melihat hubungan sebagai sesuatu yang serius, mengikat, dan butuh komitmen. Tidak heran banyak yang takut serius dan memutuskan untuk mencari partner seks semata. No strings attached,kan? Toh sama-sama suka juga.

Tapi ada baiknya, sebelum memutuskan untuk menggunakan online dating, tanya dulu dengan diri sendiri, "what am I  looking for?"

Beberapa poin berikut mungkin bisa dijadikan referensi mengenal si cowok lebih dekat. Sekali lagi, saya hanya bicara berdasarkan pengalaman dan tentu saja tidak semuanya bisa digeneralisasi.

1. Umur

Saran dari seorang teman, kalau memang ingin mencari yang serius dibawa ke pelaminan, sebisa mungkin jauhi umur-umur tanggung di bawah 30 tahun. Cowok-cowok usia 20-an biasanya masih suka having fun dan terlalu takut terikat komitmen semacam pernikahan. Kecuali kalian memang sudah pacaran dan kenal satu sama lain sebelumnya,otherwise, skip!

Having fun disini maksudnya masih terlalu labil, belum dewasa, masih suka party, ganja, dan mabuk-mabukan. Umur memang bukan jaminan, tapi biasanya cowok dewasa di atas 35 tahun (atau masuk 28 tahun) sudah tahu mabuk yang bertanggungjawab itu seperti apa.

2. Status

Kalau kamu Asian girl's minded yang berpikir cowok harus membayar semua bill saat jalan, sebaiknya jangan pacaran dengan pelajar ataupun pegawai baru. Girls, cowok bukanlah mesin ATM yang bisa kita harapkan uangnya setiap saat. Meskipun mereka berpenghasilan, tapi kontribusi kamu juga akan sangat dihargai.

Kebanyakan pria dewasa di atas 40 tahunan dengan pekerjaan mantap biasanya lebih stabil perekonomiannya. Tapi sekali pun kamu berharap cowok yang harusnya lebih banyak keluar uang, jangan pula jadi gold digger yang ingin si bule menanggung pengeluaran mu setiap saat. Be independent, please! Bule juga banyak yang pas-pasan.

3. Cari yang rela berkorban

Teman saya tanya, ciri-ciri bule baik dan tidak baik itu seperti apa. Yang tidak baik, hobinya hanya foya-foya, hobi jajan selangkangan, pake ganja, doyan mabuk-mabukan, dan memperlakukan kamu dengan kasar. So simple kan?

Kalau statusnya masih gebetan, kamu bisa nilai dari keseriusan dia meluangkan waktunya untuk kamu. Jangan terlalu terbawa perasaan dan kemakan omongan bule dulu. Mereka bisa saja membual.

Cowok baik dan serius (berapa pun umurnya), biasanya akan membalas pesan kamu dengan rajin. Cowok yang hanya ingin memanfaatkan, biasanya hanya membalas pesan di jam-jam horor saat doi horny atau butuh teman chatting saja. Cowok yang tidak serius, hanya menjadikan kamu "sampingan" yang bisa diajak jalan ataupun texting saat dia bosan.

You know the pattern! Cowok serius pasti akan lebih banyak berkorban karena doi tahu kamu patut untuk diperjuangkan. Berkorban ini bukan hanya dari segi material ya, tapi juga waktu dan moral. Satu lagi, mereka akan menghargai kamu dan tidak akan mengirim pesan aneh-aneh semacam naked pictures!

4. Ask!

Girls, jangan harapkan cowok bule memperlakukan kamu seperti halnya kamu ingin diperlakukan oleh cowok Indonesia.

Cowok Indonesia termasuk pribadi yang manis dan cute saat mendekati gebetan. Para cowok ini pun akan langsung mengatakan cinta dan sayang, kalau memang mengharapkan kamu jadi pacar.

Bagi bule, pacaran itu long process setelah kalian sudah nyaman dan saling kenal satu sama lain. Saking kasatnya kata-kata jadian ini, kita bahkan kesulitan menerka apakah kita dan doi sekarang pacaran atau sebatas teman tapi mesra.

Makanya, jangan takut untuk bertanya. Tanya saja ke doi tentang hubungan yang selama ini kalian jalani. Mereka tidak akan bertanya, "maukah kamu jadi pacar ku?", seperti yang kamu harapkan. Yang ada, kalau sudah saling nyaman, sering bertemu, ciuman, rasa sayang akan makin besar dan doi hanya mengatakan, "let it flow", yang bisa jadi tandanya sudah jadian.

Sama halnya kalau kamu ingin tahu apakah doi ada keinginan untuk menikah atau tidak, ya sebaiknya ditanyakan. Jangan sampai sudah pacaran lama, ternyata doi hanya berniat living together tanpa harus menikah.

Banyak juga pasangan di luar sana yang si cewek merasa sudah jadian, tapi dari pihak si cowok masih ragu. Entah kenapa, cowok bule adalah pihak yang selalu merasa belum yakin tentang suatu hubungan.

So, please, ASK! Communication is a key!

5. Be serious to your profile

Kalau kamu pajang foto-foto seksi di situs kencan, jangan harap ada cowok yang akan serius. Tahu kan, sekarang aplikasi kencan banyak berpindah peran jadi ladang mencari accomplice seks saja?

Makanya pasang foto berpakaian pantas, isi profil dengan lengkap, dan kalau perlu, tulis kata-kata "Looking for a serious relationship only!". Mungkin kamu memang tidak banyak mendapatkan Like, tapi setidaknya, kamu menghindari para bule yang hanya ingin having fun dan takut dengan komitmen. Just be straightforward dengan apa yang kamu cari.

Ngomong-ngomong, kamu tidak harus cari pacar atau suami via online dating kok. Banyak juga teman saya yang memanfaatkan aplikasi ini untuk mencari teman jalan saat merekatravelling. Then it works! But be aware, banyak juga cowok creepy yang hanya ingin selakangan!

Sunday, May 31, 2020

Tips Bunny, Bukan Cowok Impresif|Fashion Style

Jumat malam, ceritanya saya sedang ngidam makan Kebab. Entah apa alasannya, saya terbayang-bayang daging domba empuk dan enak dibungkus dengan roti dan salad. Tahu Bunny hampir selalu available, saya menghubungi doi yang unsurprisingly memang sedang free. Friday night, jauh-jauh ke Kopenhagen cuma cari Kebab.

Karena rumahnya Bunny tak jauh dari Nørrebro, kami sepakat mencari kedai Kebab yang masih buka hingga tengah malam di sekitar situ. Banyak sebetulnya. Apalagi distrik ini termasuk daerah ghetto yang paling banyak imigran Muslim. Kedai Kebab dan supermarket halal dimana-mana. Tapi sekali ini saya minta tolong Bunny menemukan tempat terenak, bukan kedai 'abal-abal'.

Entah kalian ya, tapi menurut saya Kebab di Denmark paling enak. Apalagi kedai yang ada di Lyngby, legendaris sekali! Kenapa saya katakan enak, karena saya pernah mencoba yang 'asli' di Turki tapi hambar. Di Jerman, hanya menang besar tapi biasa aja. Di Oslo, apalagi! Mahal tapi mengecewakan.

Kebab di Denmark rasanya berbeda. Kalau kalian bisa memilih kedai terbaik, dagingnya lebih empuk dan berasa. Rotinya juga homemade dan saladnya selalu segar. Plus, tambahan yang tidak saya temukan dimana pun—bahkan di negara asalnya, sambal mangkok yang selalu tersedia di meja makan! Kalau tidak ada, tanyakan ke kasir karena biasanya disimpan di kulkas. Sambalnya merah dan berminyak, tapi lumayan pedas dan bisa menambah cita rasa si Kebab.

Pulang dari makan Kebab, saya mampir ke rumahnya Bunny menumpang tidur. Sengaja memang ingin menginap, karena besoknya juga libur.

Saat itu doi masih menyewa tempat di Bispebjerg. Hanya berupa studio mini yang super sederhana.  Tapi namanya juga lelaki ya, studionya berantakan minta ampun! Saat saya datang kesana, piring kotor masih di wastafel, baju kotor dan baju bersih tidak ada bedanya, lantainya berdebu, plus kasurnya acak-acakan.

Ini cowok gengsinya dimana?? Bersihkan dulu kek ini kamar sebelum saya mampir. Vakum dulu kek lantainya.

Meskipun terlihat berantakan, tapi Bunny sebetulnya tipe cowok yang rapih dalam berpakaian. Pertama kali ketemu saat kencan pertama pun, doi tetap memakai kemeja hitam panjang saat musim panas. Di beberapa kencan berikutnya, doi juga tidak pernah pakai pakaian jenis lain selain kemeja. Lalu saya baru tahu kalau hampir ninety% isi lemarinya memang kemeja.

Tidak seperti para cowok lainnya yang punya banyak jenis pakaian dari kaos oblong sampai jas, Bunny hanya punya kemeja. Titik. Sepuluh persen isi lemarinya juga hanya baju-baju musim dingin berwarna hitam. Those are what he likes. Tapi jangan salah, meskipun rumah si Bunny hanya studio sederhana, tapi doi kalau belanja memang beli kualitas. Isi lemarinya pun meskipun diskonan, harganya masih di atas 1000 DKK.

Jam 2 pagi, saya pamit tidur. Meskipun Bunny hanya punya satu ranjang ukuran dobel, tapi doi cukup respek tetap pakai kaos dan kolor saat saya disana.

"I am used to sleeping naked," katanya.

"Please not tonight. Ngomong-ngomong, kamu punya bantal lain tidak ya? Kenapa cuma satu?" tanya saya sambil celingak-celinguk mengecek tiap sudut ranjangnya.

"I only have one."

. . .

"So how could your ex sleep before, if you only have one pillow?!"

"Hmmm.. dulu mantan saya tidur di coat tebal itu sih," katanya sambil menunjuk mantel tebal tergantung di dekat pintu. "You can have that if you want. It's thick and useful as a pillow. I will take it for you."

What an initiative!Saya dikasih lipatan mantel. What a host and date! Bunny terlihat santai dan pede sekali hanya memberi si teman kencan mantel untuk dijadikan bantal. Bunny kok sengsara sekali ya? Itu mantan pacarnya cuma dikasih bantal saat tinggal bareng, kok ya betah-betah saja?

"Well, you can have mine," katanya setengah tidak ikhlas melihat saya yang tiba-tiba manyun.

To be honest, saya tidak tertarik tidur di bantal Bunny. Saya hargai sikap gentleman-nya yang mau meminjami saya si bantal kesayangan. Tapi bantalnya seperti tidak berbentuk lagi. Lembut-lembut minta dibuang yang kapuknya sudah mulai menyatu ke bagian kanan dan kiri saja.

Kesal dan tidak tahu harus bagaimana, akhirnya saya menyerah tidak tidur pakai bantal malam itu. Mantel tebal si Bunny tidak nyaman dijadikan bantal karena wol-nya bikin gatal.

Esok-esoknya, saya sampai harus beli bantal murahan sendiri di Netto kalau ingin menginap di tempat Bunny. Itu cowok ya, hidupnya apa adanya sekali. Why don't try to impress me once in his lifetime?!

Anyway, sekarang si Bunny sudah pindah ke tempat yang sedikiiiit lebih besar dari studio lamanya. Sedihnya, baru 5 bulan tinggal disitu doi seperti tidak bahagia karena si apartemen dekat sekali dengan jalan raya. Katanya dia sampai harus pasang earplugs dan masker mata sebelum tidur agar terhindar dari polusi suara setiap malam. Bunny is not a spoiled guy as long as it's quite cheap and close to his workplace. Karena dia tahu, cari apartemen di Kopenhagen susahnya bukan main apalagi di tengah kota.

Would you like to date this kind of Scandinavian guy , girls?

Saturday, May 30, 2020

Tips Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?|Fashion Style

(PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI, HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING-AN ATAU VIDEO CALL-AN ITU ADALAH PENIPU!! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!)

Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan.

Saya sebetulnya hanya berkesempatan kencan beberapa kali dengan para cowok internasional saat tinggal di Eropa. Terutama di Denmark, saat saya jadi serial dater dan suka bersosialisasi karena tidak tahan hanya diam di rumah. Karena cowok-cowok yang tinggal di Kopenhagen sangat beragam, saya tidak hanya jalan dengan cowok lokal tapi juga dari negara lainnya.

Pengalaman saya berkencan dengan para cowok ini pun tidak hanya dimulai dari online dating, tapi kadang ketemu langsung di festival atau acara lain. Tentunya ada beda kalau kamu ketemu si cowok lewat aplikasi kencan versus in real life. Tapi online dating di Eropa itu hanya wadahnya saja, empat hari kemudian biasanya sudah ketemu.

Perlu dimaklumi juga kalau teman kencan saya kebanyakan cowok-cowok usia 20-30an. Paling tua yang pernah saya kencani berusia 31 tahun. Jadi kalau kamu tanya saya bagaimana karakter cowok bule di atas 40-an, jawaban saya abu-abu. Yang saya tahu, kebanyakan pria (bukan cowok lagi nih) di atas 40-an sudah cukup dewasa, mapan, dan siap untuk diajak serius. Anyway, serius disini tidak harus ke jenjang pernikahan ya. Bisa jadi dia siap membangun future bersama kamu dengan atau tanpa menikah, atau ingin atau tidak punya anak.

Sebagai gambaran, cowok yang saya kencani kebanyakan hanya teman jalan tanpa mencari keseriusan. Karena merasa masih muda dan finansialnya belum stabil, kebanyakan cowok di usia 20-an masih ingin having fun dan takut berkomitmen. Masuk usia 27 tahun biasanya si cowok mulai berpikir untuk menabung demi memiliki apartemen atau mobil pribadi. Tapi tetap, pikiran untuk menikah atau memiliki anak masih jauh. Meskipun, ada juga beberapa yang sudah siap membangun rumah tangga dan tidak sabar ingin punya anak.

Kembali ke pengalaman saya yang sering menerima surel dari pembaca, ternyata hampir semua cewek di Indonesia memulai perkenalan dengan para cowok Eropa lewat dunia maya. Ada juga yang ketemu di tempat kerja atau saat si bule liburan ke Indonesia. Saya sering kali ditanya, apakah si cowok worth-it diperjuangkan, bagaimana karakter si cowok dari negara ini-itu, kenapa si cowok tidak membalas pesan, atau apa saran yang harus diberikan.

Sejujurnya, saya tidak pernah berniat mencari pacar bule lewat dunia maya sewaktu di Indonesia. Saya memang pernah mengobrol dengan beberapa cowok bule, tapi itu juga ketemunya dari situs belajar bahasa. Malasnya dari situs seperti ini, bule-bulenya kadang sombong dan malah berpindah lapak jadi tempat mencari gebetan. Meh!

Satu lagi, dulu saya takut berkenalan dengan bule via online karena merasa semua bule otaknya mesum dan hanya pamer batang saja. Pernah suatu kali, saya iseng-iseng buka Omegle untuk cari teman memperlancar bahasa, yang dibahas ujung-ujungnya masalah seks. Buka Omegle video, yang keluar batang semua. Done!

Jadi untuk cewek-cewek Indonesia yang bertanya, "how to read this or that guy?", saya juga bingung. Saya bukan peramal yang bisa membaca status hubungan kalian seperti apa. Kamulah yang lebih tahu apakah hubungan tersebut bisa dibawa ke arah yang lebih serius atau tidak. Saya juga belum pernah ada di posisi kalian yang hanya berkomunikasi lewat teks selama beberapa minggu, lalu tiba-tiba memutuskan LDR tanpa bertemu orangnya langsung.

Tapi, berikut hal yang bisa saya sarankan bagi kalian yang kenalan lewat dunia maya tanpa kejelasan kapan bisa ketemuan.

1. Kamu tidak akan pernah tahu keseriusan seseorang hanya lewat texting. It's okay kalau kalian berdua sama-sama fun dan nyaman saling bertukar teks, gambar, atau suara. Tapi sekali lagi, semua itu bisa dibuat-buat hanya untuk kesenangan belaka. Kamu tidak akan pernah tahu apa si cowok itu sudah punya istri, pacar, atau hanya menjadikan kamu teman texting saja. Kamu juga pasti sulit menebak karakter asli si cowok meskipun sudah memantau kegiatannya sehari-hari via Snapchat. Sebelum terlalu jauh berkirim pesan, coba cek profilnya disitus kencan. Cowok yang serius mencari pasangan biasanya menuliskan deskripsi profil mereka lebih jelas, panjang, dan detail.

Oh ya, saya pernah mendengar  cerita dari satu cowok Eropa yang sengaja datang ke Asia Tenggara untuk liburan sekalian mencari teman tidur. Jadi doi sengaja membuat profil di situs kencan dan berpura-pura ingin kenalan dan ketemuan. Si cowok ini tahu, kalau mukanya sangat laku di Asia dan  mudah saja merayu cewek-cewek lugu. Tanpa harus dia yang maju duluan, pesan di profilnya sudah muncul ratusan. Tetap hati-hati kalau sampai diajak ketemuan oleh cowok model begini!

2. Don't get carried away! Bahasa Indonesianya, jangan baperan! Mau dia cowok Italia, Jerman, Estonia, atau Austria, kamu tidak harus terbang melayang dulu saat si cowok bilang suka. Suka itu maknanya luas sekali dan belum tentu artinya lagi nembak kamu. Cowok Eropa berbeda dengan cowok Indonesia yang harus pakai 'persetujuan' atau validasi dulu sebelum menjadikan kamu pacar. Mereka lebih suka meresmikan suatu hubungan lewat tindakan ketimbang omongan. Maksud 'suka'-nya disitu bisa jadi 'suka mengobrol dengan kamu', 'suka karakter kamu yang energik', 'suka selera humor kamu', atau suka apapun itu.

3. Don't treat them as your Indonesian guy! Cowok bule itu tidak pernah pakai modus, kode-kodean, atau basa-basi saat bicara dengan lawan jenis. Mereka tipikal orang yangstraight forward dan speak their minds. Jangan tanya hal tidak penting seperti, "lagi apa?", "sudah makan atau belum?", atau pertanyaan basi lainnya khas pasangan Indonesia. Seriously, mereka akan mengecap kamu sebagai cewek nosy yang lebih mirip ibu-ibu. Kamu juga harus tahu kalau cowok bule itu kurang nyaman dengan cewek yang trying too hard menjadi sosok ibu-ibu yang sok mengingatkan atau terlalu perhatian.

4. Please be aware! Selain kamu masih menerka tentang keseriusan seseorang di dunia maya, kamu juga tidak akan pernah tahu apakah cowok ini asli apa palsu. Zaman sekarang foto-foto bisa asal comot dari Google atau sosial media orang lain. Meskipun mukanya ganteng, tetap waspada kalau permintaannya sudah menjurus ke pinjam uang atau gambar-gambar telanjang.

The major reason they ask you to send them nudes is because it's thrilling! It's exciting, it's secretive, it's intimatewhat's not to love about nudes? Tapi, kalo kamu merasa ingin dihargai, kamu pantas bilang tidak! It’s up to you anyway. Seorang teman ada yang biasa saling bertukar nude pictures atau video yang bisa membuat keduanya terangsang. Si cowok ini dari Belanda dan keduanya belum pernah sama sekali ketemu. Mereka saling chat murni hanya karena kepuasan biologis semata. But, that’s how they are having fun. Ya, silakan saja!

5. Prepare yourself to be ghosted. Masalah utama dari online dating adalah banyak orang bisa menghilang secara tiba-tiba setelah kencan pertama, setelah satu sama lain nyaman, atau tanpa sebab apapun kita tidak pernah mendengar kabar mereka lagi. Menyebalkan sekali karena kita kadang sudah merasa klik dan cocok.

Well, semua orang bisa berubah pikiran dan tiba-tiba bosan. Cowok bule yang tadinya setiap hari chatting-an lalu menghilang, bisa jadi karena rasa ketertarikannya ke kamu mulai pudar. Mungkin juga karena doi bosan melihat layar ponsel setiap hari tanpa bisa merasakan eksistensi kamu. Bisa juga karena doi sibuk kerja, lambat laun lupa juga harus membalas pesan. Kalau sampai ini terjadi, sebaiknya langsung cut off dan lupakan saja. Move on, girls!

6. Yang terakhir adalah kamu harus mengundang dia ke Indonesia. Mungkin ceritanya kalian sudah lama kenal, sudah nyaman texting-an, sering telponan, saling tanya kabar dan aktifitas, lalu apalagi yang ditunggu kalau tidak segera ketemuan? Kalau si cowok ini betul-betul serius ingin mengenal kamu, doi pasti meluangkan waktunya untuk singgah ke Indonesia. Kecuali cowok ini statusnya masih pelajar yang uang sakunya tak seberapa ya.

Masalah ketemuan ini pun tidak semudah hanya mengundang dia datang. Ongkos pulang pergi dari Eropa ke Indonesia tentulah tidak murah. Belum lagi kalau si cowok ini susah mengambil jatah libur dari kantor. Tapi kalau memang menemukan cowok serius, uang dan waktu pasti bisa diatur. Saya punya teman asli Belgia yang rela pulang pergi Belgia-Indonesia 2 kali setahun hanya untuk bertemu dan mengenal lebih jauh si gebetan (sekarang pacar). Apalagi itu namanya kalau bukan pengorbanan, keseriusan, dan cinta?

Saran saya yang lain, kalau memang tertarik dengan si cowok, jangan lupa pelajari juga budaya orang-orang di negara mereka agar tidak kaget dengan kemisteriusan cowok Finlandia , misalnya. Atau coba juga untuk memahami karakteristik cowok-cowok Eropa Utara yang tidak agresif dan inginnya kamu duluan yang maju.

You can be falling in love with someone who you've never met indeed.Kamu boleh saja memutuskan untuk pacaran jarak jauh meskipun belum pernah ketemuan. Selagi sama-sama nyaman, ya silakan tetap berhubungan tanpa harus menaruh ekspektasi berlebih tentang masa depan. Berdoa saja suatu hari kalian bisa dipertemukan dan dialah pasangan yang kamu cari. (Baca juga postingan saya tentangonline dating yang menyebalkan!)

Tapi ngomong-ngomong, apa sih yang membuat kalian sebegitu niatnya cari pasangan orang asing?

Thursday, May 28, 2020

Tips Dari Kencan Jadi Teman|Fashion Style

Kalau kamu berpikir fungsionline dating di Eropa hanya untuk cari pacar , gebetan, atau teman tidur, then think again. Seorang kenalan saya malah mendapatkan pekerjaan dari cowok yang dikenalnya lewat OK Cupid. Saya, ketimbang mencari pacar, malah lebih memanfaatkan online dating sebagai wadah mencari teman jalan.

Dari awal main OK Cupid dan Tinder, saya memang sudah tidak ada niat mencari pasangan. Mengapa, karena pertama kali menggunakan OK Cupid saat itu posisinya saya sedang di Belgia. Beberapa bulan kemudian, saya sadar harus pulang ke Indonesia. Jadi daripada capek-capek memikirkan para si bule Belgia itu dan memutuskan LDR, saya lebih memilih untuk mencari pengalaman jalan saja dengan mereka.

Cari teman via online dating sebetulnya mengkhinati tujuan utama online dating itu sendiri. But, actually it worked!

Adalah Michi (saya memanggilnya), cowok Belgia yang saya temui 4 tahun lalu di Tinder. Michi 100% bukan tipe saya. Tapi karena memang saat itu tidak berniat cari pacar, saya swipe right saja semua profil cowok yang ada 'bio'-nya. No bio? No swipe right! Saya tidak perlu yang ganteng, karena tujuannya memang hanya cari teman mengobrol. Ujungnya, saya juga yang kelelahan membalas pesan yang masuk.

FYI, cowok Belgia lebih gampang diajak cerita dan ketemuan. Mereka juga tipikal cowok easy going yang isi otaknya tidak melulu soal selangkangan. Kalau memang tujuan beberapa cowok hanya mencari teman tidur, biasanya di kencan pertama mereka sudah jujur ke kalian. Sisanya, cowok Belgia adalah tipe pemalu-tapi-pede yang selalu berusaha untuk mengenal mu lebih jauh. Cowok Belgia itu ibarat buah persik yang lunak di luar, keras di dalam. Artinya, mereka sangat mudah membuka diri dan berteman dengan siapa pun, tapi kamu akan sedikit kesulitan untuk memahami isi hati mereka.

Pertemuan pertama saya dan Michi jauh dari kata mainstream. Kami tidak bertemu di kafe, restoran, ataupun taman. Saya juga sedikit canggung menyebut pertemuan pertama ini "dating" karena faktanya, saya mengajak doi road tripping!

Entah kenapa saya percaya saja dengan cowok ini setelah mengobrol nonstop sekitar 4 harian lewat texting. Saya tidak menemukan gelagat Michi yang hanya cari teman tidur. Bahasanya pun sangat sopan dan grammar-nya bagus. Bosan di rumah sendirian dan malas dengan atmosfir Antwerp atau Ghent yang begitu-begitu saja, saya mengajak Michi jalan ke tempat lain yang ternyata diiyakan oleh dia. Saya usul ide road trip, Michi pun tak ragu mengiyakan lagi. Wahh, pas sekali!

Tujuan kami saat itu sebetulnya Belgia Selatan. Tapi setelah memikirkan ongkos bensin dan waktunya, akhirnya kami sepakat menuju Aachen, Jerman. Tak tanggung-tanggung, saya mengajak seorang teman, Alin, agar perjalanan kali ini ongkosnya bisa dibagi. Entahlah apa ini menyebutnya, yang jelas kami seperti butuh tumpangan dan sopir saja. It was definitely not a hitchhike because we paid for it.

Then, there we were! Saya, Michi, dan Alin jalan ke Aachen dan mengobrol santai di mobil. Tidak ada rasa canggung sedikit pun karena saya dan Alin merasa sudah mengenal lama cowok ini. Michi adalah cowok Kristen taat yang setiap minggu rajin datang ke gereja. Seperti para bule taat lainnya, Michi juga menghindari seks sebelum menikah, no hard party, dan sebisa mungkin mengurangi alkohol. Teman saya, Gita, sampai menjuluki Michi "Si Bule Soleh". Mungkin gara-gara hal ini juga, Michi sangat sulit menemukan pasangan di Belgia. Bahkan menurut pengakuannya, hampir 98% cewek yang Matched dengannya di Tinder hanyalah Bot iklan! Poor you, Michi!

Setelah pertemuan pertama kami ke Aachen, saya tetap in contact dengan Michi karena saya tahu, he is a good guy. Saya lupa kemana kami bertemu selanjutnya, tapi di satu pertemuan lain, Michi adalah seorang malaikat penolong.

Suatu hari, saya dan Anggi, teman au pair Indonesia, berniat travelling ke Italia. Penerbangan kami saat itu dari Bandara Charleroi yang letaknya 111 km dari Ghent. Maklum, bandara tempat pesawat murah memang lokasinya jauh di selatan Belgia. Karena pesawat akan berangkat jam 7 pagi, kami harus menumpang bus transfer dari Ghent sekitar jam setengah 4 pagi. Sialnya, saya dan Anggi salah tempat menunggu hingga kami ketinggalan bus!

Kami sebetulnya sangat kecewa. Apalagi saya merasa bersalah karena saya lah yang menuntun Anggi ke tempat menunggu yang salah. Kalau gagal ke bandara, artinya kami harus membatalkan jalan-jalan yang sudah direncanakan sejak lama ini.

Kami sudah bertanya ke pihak taksi Stasiun Ghent berapa tarif menuju Charleroi. Harganya mahal sekali, sekitar €100. Sudah ditawar mati-matian, si sopir bersedia dibayar €80 saja tapi pakai cash. Anggi sebetulnya mau-mau saja, tapi uang tunai yang dia punya tidak cukup.

Tidak kehilangan ide, Anggi berusaha menelpon pacarnya karena siapa tahu si pacar mau repot-repot datang, menjemput ke Ghent, dan mengantar ke Charleroi. Tapi ia batalkan karena ingat si pacar ini barusan mengantarnya ketemu saya dan paginya doi juga harus kerja. Kasihan juga kalau harus disuruh bolak-balik lagi.

"Nin, telpon gebetan kamu!" kata Anggi tiba-tiba.

"What?!"

* Jadi ceritanya, kami pernah ingin menghadiri shalat Idul Fitri bersama di KBRI Brussels. Karena bangun kesiangan, kami dipastikan akan telat datang kalau harus menggunakan bus. Belum lagi Belgia sedang diguyur hujan deras pagi itu. Ujung-ujungnya saya terpaksa menelpon Kenneth, bapak-bapak yang sempat flirting dengan saya di TK si host kid,untuk minta diantar! Dang, I felt like a whore! Saya sebetulnya tahu bapak itu sudah punya pacar dan anak, tapi Anggi tetap memaksa saya menelponnya karena siapa tahu si Kenneth mau. Ternyata betul, Kenneth bersedia mengantar kami pagi itu. Tak tanggung-tanggung, si anak juga dibawa di kursi belakang. *

"Iya, tapi siapa yang mau bangun dan mengangkat telpon jam 4 pagi begini?!" kata saya pesimis.

"Duh, coba saja! Siapa tahu ada yang mau," Anggi tetap optimis, meskipun mukanya juga sudah pasrah.

Oke, saya coba! Percobaan pertama adalah menghubungi Sibren, cowok cute yang saya kencani pertama kali di Belgia. Sebetulnya saya sudah ingin menghindari doi, tapi saat itu lagi urgent. Untungnya Sibren tidak mengangkat.

Selanjutnya adalah Ken, cowok yang pernah memainkan piano untuk saya di Laarne. Tidak aktif!

Steven...

"Duh, tapi si Steven ini yang waktu itu mau main sosor, lalu saya tolak mentah-mentah. Mana mau dia angkat telpon," batin saya saat itu.

Well, the last guy.... Michi!

...

Diangkaaaat!

"Michi!!!!! Finally you pick up my call!" kata saya heboh tanpa memikirkan Michi yang masih setengah sadar di seberang sana.

Saat itu saya dan Anggi bergantian mencoba memberi penjelasan ke Michi tentang kondisi kami. Michi tentu langsung menolak mentah-mentah dan menyuruh kami naik taksi saja ke bandara. Sudah kami jelaskan, mahal.

"Well, Nin, kamu kan tahu saya tinggal dimana. Kalau saya harus menjemput kalian ke Ghent dulu, akan memakan waktu sekitar 1 jam. Lalu dari Ghent ke Charleroi, makan waktu lebih dari 1 jam lagi. Kalau dihitung-hitung, kalian tidak akan sempat juga boarding."

Again, kami tidak berhenti memohon karena dia satu-satunya cowok yang mau mengangkat telpon di pagi buta. Kami tetap merasa kalau nasib travelling kami ada di tangan Michi. Tapi lagi-lagi ditolak! Meskipun kami sudah berusaha mati-matian menawarkan akan bayar ongkos bensin dobel, Michi tetap bergeming.

Kami tahu saat itu kami sangat egois. Membangunkan para gebetan Tinder jam 4 pagi hanya untuk dijemput dan minta antar ke bandara bukanlah ide yang jenius. But well, at least we have tried.

Jam setengah 5 pagi, kami sudah pasrah saja dan mulai membuat rencana baru kalau memang gagal jalan-jalan ke Italia. Lalu, tiba-tiba ponsel saya berdering...

"Nin, if there is nothing you can do, I am available now!"

Michi!! That was HIM!

"I will be ready in 10-15 minutes and pick you up in Ghent. I will try my best to be in Charleroi before 7," katanya lagi.

Michi, you were THE real hero! Michi betul-betul datang menjemput kami ke Ghent dan berlalu dengan mobilnya menuju Charleroi. Meskipun waktu kami sampai di bandara sangat mepet sekali, but we made it!

"Karena saat itu saya sudah wide awake gara-gara kalian menelpon. Mencoba tidur lagi tidak bisa. Jadi ya sudahlah, saya akhirnya berpikir untuk menelpon kamu lagi dan menanyakan keadaan," kata Michi saat ditanya alasannya mengapa ingin datang dan mengantar kami ke bandara.

Entahlah alasannya memang karena berniat baik ingin mengantar kami, atau hanya tergiur dengan uang bensin dobel yang akan diberikan. Tapi kalaupun karena uang, kami sebetulnya hanya membayar Michi €27 saat itu karena doi tidak mau dibayar lebih. Whatever the reason was, kami sangat berhutang budi dengan Michi karena sudah mengantarkan kami sampai Italia. Saya tak pernah tahu cowok mana lagi yang bersedia dibangunkan jam 4 pagi dan disuruh antar jemput kesana kemari. To be noted, Michi ini posisinya saat itu belum jadi teman dan masih gebetan ala-ala.

Sejak pertemuan itu, Michi sering kali saya ajak bertemu dan dikenalkan dengan teman saya lainnya di Belgia. Doi juga secara tak langsung menjadi teman kami semua. Kadang di-bully, kadang juga disayang. Though he is a bit weird, tapi ada banyak hal yang membuat saya tidak bisa melupakan Michi. Selain sudah jadi penolong, tapi doi juga cowok positif yang tidak akan bergosip di belakang mu, cowok genuine, mandiri, dan bisa diandalkan saat kamu butuh bantuan. Tapi, jangan sesekali membahas uang dengan Michi karena doi super perhitungan dan pelitnya bukan main!

We met on Tinder, however we ended up as accurate pals. By now.

Friday, May 22, 2020

Tips Pacaran, Siapa yang Bayar?|Fashion Style

Saya cukup jengah mendengar beberapa komplain dari para au pair pencari cinta yang saya temui di Eropa. Urusan cinta mereka memang bukan urusan saya. Terserah mereka ingin mencari cowok dari belahan dunia mana pun. Tapi please, be independent, Girls!

Siang ini saya lagi-lagi mendengar keluhan yang sama dari seorang teman yang membandingkan pacarnya dengan pacar au pair Filipina . Entah kenapa, si teman ini merasa gadis Filipina yang dikenalnya selalu beruntung dan bisa dengan mudah saja mendapatkan pacar. Tak hanya sampai disitu, si au pair Filipina ini juga bisa membujuk pacarnya untuk menikahi doi sebelum masa kontrak berakhir. Betul-betul cerdik memanfaatkan kesempatan untuk menjamin permit tinggal tanpa harus pulang dulu ke negaranya.

Satu lagi yang membuat teman saya ini iri, pacar si Filipina tersebut dengan royalnya juga menggelontorkan sejumlah uang untuk membiayai semua biayatravelling ke negara asal si cewek. Lalu nasib si teman saya ini, boro-boro dibayari urusan travelling dan diajak nikah, ditraktir makan di restoran pun jarang.

"Kok mereka itu beruntung sekali ya? Sudah ketemu cowoknya mudah, langsung diajak nikah, dibayari ini itu pula!" keluh teman saya ini.

Sebetulnya tidak hanya au pair Filipina saja yang menurut saya punya karakteristik seeking a (established) white guy for a better life.Satu orang teman au pair Indonesia bahkan punya seleranya sendiri terhadap cowok asing yang akan dia kencani atau pacari. Yang pasti bukan pelajar dan umurnya harus di atas 35 karena dinilai sudah mapan. Tapi ya betul saja, doi memang bisa jalan-jalan gratis ke Swiss dan beberapa negara di Eropa karena si pacar yang membayari. Kamu iri? Jangan!

Ini Eropa, bukan Asia. Cowok Eropa tentu saja berbeda dengan cowok Asia yang selalu dituntut untuk terus-terusan punya modal saat berkencan. Tidak juga semua cowok Eropa berusia matang punya modal yang sama layaknya pacar teman saya tersebut.

Okelah, cowok Selatan dan Timur Eropa mungkin tipikal cowok dominan yang sedikit konservatif dan biasanya merekalah yang selalu membayari. Tapi kalau kamu ke Utara dan Barat Eropa, jangan harap akan menemukan kultur yang sama. Saya pernah membahas tentang budaya kencan di Skandinavia yang sering kali membuat para cewek asing syok, terutama soal siapa yang bayar saat berkencan. Dua orang teman mengatakan kalau opini saya salah karena beberapa cowok membayari mereka habis-habisan saat kencan. Bahasa lainnya; tidak perhitungan dan tidak pelit.

Girls, tunggu sampai kalian pacaran! The table now turns!

Cowok Eropa itu tidak semuanya kaya raya dan mau membagi uangnya hanya untuk kebutuhan mu. Mereka lebih menyukai cewek-cewek independen yang setidaknya bisa berbagi pengeluaran meskipun sedikit. Contohnya, kalau si pacar sudah membayari makan malam yang harganya ?70, bolehlah kita membayari minum setelahnya meskipun hanya ?30.

Urusan sharing bills ini bisa juga berganti-ganti. Mungkin weekend ini si pacar yang mentraktir kita makan, lalu minggu depannya kita gantian membayari tiket nonton. Trust me, he would appreciate that!

Sebetulnya tidak semua au pair yang saya kenal manja dan terlalu bergantung dengan pacar bulenya. Ada juga yang sedikit feminis dan gengsi kalau si cowok terus-terusan membayari. Saya berteman dengan mantan au pair yang cerita kalau dia dulunya sering membayari makan saat pacaran dan pernah mengeluarkan kocek ?One hundred fifty untuk taksi pulang karena si pacar belum gajian.

Si teman ini juga tidak masalah membayar kamar lodge sebesar ?100 per malam, meskipun si pacar hanya bisa membayari tiket bus seharga ?20 saja saat mereka liburan ke Paris. Padahal si pacar ini punya pekerjaan yang cukup oke di perusahaan telekomunikasi. Tapi karena saat itu momennya memang si pacar belum ada uang, tapi teman saya memaksa jalan, makanya mau tidak mau teman saya yang menanggung.

Teman-teman au pair lain juga mengaku akan berbagi pengeluaran dengan pacar, terutama saat liburan. Seorang teman pernah cerita punya mantan pacar Belgia yang perhitungannya minta ampun, sampai harus pas 50:50. Padahal teman saya ini dulunya masih pelajar dan si pacar sudah bekerja. Ingin bernego 70:30 saja rasanya tidak mau.

Saya sendiri, kencan di awal-awal keseringan cowoklah yang membayari. Tapi kalau memang sedang punya uang atau baru gajian, ya apa salahnya juga gantian mentraktir. Apalagi kalau sudah pacaran dan tinggal bersama, menurut saya sharing bills is a must! Percayalah, para cowok Eropa ini sebetulnya sangat hepi kalau kita ingin berbagi. Most of themunderstand how limited our pocket money is and I believe every penny helps.

Lagipula, kalau memang ingin cari yang mapan dan langsung menerima kita apa adanya, silakan lirik saja abah-abah atau aki-aki kesepian yang siap menikahi mu bulan depan! Bermimpi punya pacar muda, kaya raya, tampan, royal terhadap uang jajan, mau membantu mengurus anak atau rumah, dan siap mencintai mu apa adanya? Tentu saja tidak mudah, Girls!

Friday, May 15, 2020

Tips Finding My Thor|Fashion Style

"Nin, have you found your Thor?" tanya Michi kepo beberapa waktu lalu.

Thor, dalam mitologi Nordik kuno adalah seorang Dewa Petir, anak dari Dewa Odin dan Raksasa Jord. Di dalam Marvel Comics, Thor disebut berasal dari Asgard yang merupakan wilayah bagian Troms di Norwegia Utara. Karena saat itu sedang hebohnya film trilogi Thor di bioskop, Michi mungkin ingin mengaitkan dengan progresskisah percintaan saya di Norwegia.

Sebetulnya saya lagi malas membahas soal personal, apalagi yang berhubungan dengan lelaki. Tapi karena berulang kali menyebut namanya di postingan terdahulu , tak ada salahnya saya perkenalkan cowok Norwegia yang saya panggil Mumu ini. Kalau di Denmark saya pernah cerita soal Bunny , cerita saya di Norwegia mungkin tak akan pernah lepas dari Mumu.

Mumu adalah cowok yang saya kenal Desember 2018 lalu via Tinder. Yayaya.. online dating lagi. (Coba baca disini kenapa ujung-ujungnya bule lagi bule lagi!) Sebetulnya, saya juga sudah lelah dengan dating scene di Eropa dan lama berusaha menarik diri dari episode kencan lainnya. Satu hari, karena penasaran dengan karakter cowok Norwegiasekilas di dunia maya, saya unduh kembali lagi aplikasi ini sebagai riset singkat. Baru sehari dibuka, saya rasanya minder melihat profil cowok-cowok Oslo yang hampir semuanya out of my league.

Bukan apa, host family saya ini juga pasangan muda yang kehidupan sosialnya luar biasa luas. Banyak teman dekat mereka yang sering saya perhatikan punya gaya hampir sama; mapan, profesional, dan keren! Seragam ternyata dengan cowok-cowok asli Norwegia yang saya lihat di Tinder karena gaya hidupnya tak jauh dari alam dan olahraga mahal. Semua profil cowok-cowok muda Oslo ini pasti tak pernah absen dari foto-foto kegiatan luar ruangan yang memamerkan gaya hidup ala friluftsliv atau dekat dengan alam. Tak hanya cowok lokal, cowok asing pun seperti punya syarat yang sama untuk ikut pamer kegiatan outdoor kalau tak ingin dicap membosankan oleh cewek lokal.

Me, as a lazy Indonesian, boro-boro bisa ski, jalan kaki saja baru tahan kalau hanya terpaksa. Apalagi saya mendengar bahwa strata sosial di kota-kota besar di Norwegia ini begitu terasa. Cowok mapan nan sukses, pastinya juga mencari pendamping yang setidaknya punya hobi seragam atau pekerjaan bagus. Karena selain pendamping, orang-orang Norwegia juga berusaha mencari networking yang luas. Lha saya, dari hobi saja sudah tak sama, apalagi karir. Jadinya minder sendiri kan.

Hari ke-5 buka Tinder, keseragaman yang ada terasa membosankan. Hampir saja saya hapus aplikasi kencan ini, sampai akhirnya berlabuh ke profil cowok berfoto dua biji yang tak ada sisi-sisi Norwegianya sama sekali. Profilnya pakai bahasa lokal hanya tertulis "mencari keseriusan" dan dua foto selfie tanpa latar belakang lautan, gunung, atau Pegunungan Alpen. Penasaran juga apakah orang ini hanya imigran Eropa lain ataukah memang wujud dari sebuah ketidakseragaman yang sering saya lihat di Tinder.

Karena tidak ingin langsung swipe, saya tutup dulu aplikasi Tinder dan buka lagi besoknya. Eh, profil dia masih disana. Swipe left, but he seemed nice (yet nerd). Hmmm.. I am not a perfect woman either. Swipe right then!

Aaaaannnddd.... Here we are now!

Dia asli orang Norwegia. Setelah 8 bulan kenal, saya tak menyesal dengan ketidakseragamannya karena merasahe is the sweetest guy I have ever met in Europe!Doi bisa saja tiba-tiba membawakan bunga tanpa diminta, melakukan banyak hal atas inisiatif sendiri, serta membaca kode murahan saya yang kebanyakan cowok tak peka.

Doi memang bukan tipikal the real Norwegian yang tergila-gila dengan olahraga mahal. Sure, dia bisa ski, karena memang itu bakat alami orang Norwegia. Tapi Mumu tidak seperti teman-teman host family saya yang hampir semua olahraga dilakoni; mulai dari berlayar sampai main golf. Doi cowok kampung yang gaya hidupnya malah lebih mirip orang Denmark; santai dan lebih menikmati quality time bersama orang terdekat. Ketimbang menekuni olahraga tertentu, Mumu lebih tertarik dengan sejarah dan penemuan tua. Tak heran mengapa doi tak keberatan diajak ke museum sampai membeli metal detector demi hobinya menemukan koin-koin tua di bawah tanah. Karena kesederhanaannya inilah, saya merasa tak terdoktrin untuk jadi sporty dan aktif layaknya orang-orang lokal demi menemukan pasangan lewat media daring.

Seperti cowok-cowok Norwegia juga pada umumnya, Mumu adalah family man yang sangat memprioritaskan keluarga di atas segalanya. Doi juga pecinta binatang yang tidak akan berani membunuh lebah sekali pun. Saya lagi-lagi serasa bertemu the softest guy ever! Satu lagi, Mumu ini sangat pintar bersih-bersih. Seperti punya OCD, bisa dibilang! Cara menyusun dishwasher ada tekniknya. Cara melipat baju ada seninya. Cara mengelap debu pun harus ada etikanya. He's better than all of us, I bet!

Saya tahu Mumu menjadi spesial karena saya sudah malas mengenal cowok lain dan menghapus Tinder beberapa minggu setelahnya. He's more than a special one, karena dia juga adalah teman di waktu senggang.

Friday, May 1, 2020

Tips The Asian Drama Syndrome: Online Dating itu Menyebalkan!|Fashion Style

Karena semester tahun ini hampir berakhir dan sedikit cheating deadline tugas dari kantor, saya memutuskan untuk mengisi hari dengan menonton drama series di Netflix. Series are not my thing, sebetulnya. Kenapa, karena saya mudah bosan dan tidak betah berlama-lama menonton kelanjutan cerita. Tapi karena memang sedang suntuk, jadinya mulai lagi mengecek beberapa drama Korea yang paling direkomendasikan tahun ini.

Tahu sendiri kan drama seri buatan Asia itu kaya konflik mulai dari persahabatan, keluarga, hingga percintaan?! Makanya tak heran dari dulu film India, dorama Jepang, series vampir cantik atau percintaan dari Cina/Taiwan, dan drama Korea sukses ditonton banyak orang Indonesia sampai booming, karena memang cerita hidupnya sangat related dengan budaya kita sebagai orang Asia sehari-hari.

Hanya saja, karena biasanya sering terlarut saat nonton drama Asia, ada satu hal yang saya sangat rindukan back in the old days; the dating cultures! Oh man, I missed all those things about secret admirers, childhood love, dan semua proses perkenalan yang dimulai sebelum pacaran!! Gara-gara teringat semua cerita cinta saya dulu kala (hwekk..), saya dan Mumu sampai punya topik pembicaraan sendiri soal ini.

"Mu, kalau kamu bisa memilih antara bisa punya pacar lewat Tinder atau kenal dari koneksi, kamu lebih pilih yang mana?" tanya saya setelah menonton beberapa episode drama.

"Tentu saja bukan lewat app atau online dating!"

"Oh yeah, you know what.. I am so lucky having you by my side right now. But if I may be honest, I am not that so happy we knew each other through Tinder," kata saya.

Kasihan si Mumu,I am being too harsh on him 😟. Gara-gara obrolan ini juga, Mumu sampai menyangka kalau saya ingin putus dan berusaha mencari pacar lagi bukan lewat app. My wish!Here, in Scandinavian countries, ketika banyak orang terlalu sibuk sekolah & kerja, miskin koneksi, dan bukan budayanya untuk tiba-tiba menyapa orang asing, cara paling utama untuk mencari pasangan memang lewat online dating. (Baca postingan tentang karakter cowok-cowok Skandinavia !)

Online dating sucks!! Apalagi kamu adalah cewek asing yang harus pindah ke luar negeri, lalu berusaha mencari belahan hati. Ketemu cowok ala-ala drama Asia di taman, lalu tiba-tiba menyapa, minta nomor ponsel lalu jadian? Mimpi! Atau, kamu berharap ketemu cowok lucu yang lagi duduk sendirian di kafe, lirik-lirikan, lalu pura-pura salah tingkah sampai akhirnya si cowok menghampiri dan memulai obrolan? Girls, you are watching too much Hollywood things!

Kalau dulu kita tak akan bisa menjemput jodoh hanya dengan duduk di rumah, zaman sekarang sudah berbeda. Asal punya smartphone dan koneksi internet, lagi nongkrong di WC pun bisa saja tiba-tiba menemukan pasangan impian dari balik layar. Mari ambil contoh kehidupan para au pair, yang didominasi oleh cewek-cewek muda yang datang ke Eropa sekalian mencari cinta . Tinggal unduh atau daftar diri di salah satu online dating, geser kanan kiri, sama-sama matched, tukar pesan sehari dua hari, lalu kemudian hari bisa saja sudah jadian. Itu kalau memang cocok dan kebetulan berjodoh. Belum lagi ditambah drama lainnya. Drama si tukang pencari hiburan alias mencari teman tidur semata, ghosting, texting miscommunication, dan masih banyak hal lain yang membuat kita semakin mudah terbawa perasaan dengan orang baru lewat dunia maya.

Apalagi online dating sesungguhnya memang sangat menguntungkan bagi kaum Hawa karena sehari dapat 100 Likes dan 50 pesan pun mudah saja. Kadang saking populernya di situs kencan, kebanyakan cewek juga tak sempat lagi membalas semua pesan atau justru kerajinan sampai jari keriting membalasi semua pesan yang masuk. Makanya saya tak wow, menemukan profil seorang teman yang sudah matched dengan lebih dari >500 cowok di situs kencan, tapi kehidupan percintaannya di dunia nyata lempem saja.

Mencari jodoh memang semakin mudah karena bantuan situs atau app pencari teman kencan. Deretan profil dan foto-foto cowok ganteng atau cewek seksi terpampang jelas untuk didekati sesuai dengan tipe kita. Kalau dulu ada yang namanya mak comblang, sekarang dengan bantuan algoritma preferensi dan karakter, situs atau app kencan mudah saja menemukan calon-calon orang yang cocok dengan karakter tersebut. Oh, seems so obvious! Tapi, apa mencari cinta sejati memang semudah swipe kanan kiri? Definitely NOT!

Keseringan, kita harus jadi serial dater terlebih dahulu sebelum menemukan pasangan yang benar-benar tepat dan inilah fase paling melelahkannya. Kita tak hanya harus berkorban waktu dan usaha untuk satu orang saja, namun harus terlibat kencan dengan 2 atau bahkan 4 orang lainnya dalam satu waktu. Belum tentu semua orang ini cocok dan sesuai dengan isi profilnya. Lalu fase lingkaran kencan pun terus berputar, cari lagi, ketemu lagi, sampai akhirnya kita lelah sendiri terus-terusan memperkenalkan diri ke orang-orang baru saat pertama kali ketemu. Kenapa saya tahu, karena sayalah mantan serial dater itu! HAH!

Dulunya, proses kenalan dan pedekate tidaklah mudah. Contohnya sewaktu kuliah, saya sering melihat cowokberinisial F di halte bus saat ingin berangkat ke kampus. Hampir setiap hari saya selalu menyempatkan datang ke halte di jam-jam yang sama dengan doi hanya karena ingin melihat gaya doi hari itu. Tak tahu harus memulai dari mana, suatu hari saya kebetulan menemukan nomor ponselnya darimana entahlah, lalu berusaha SMS tak penting menanyakan soal tugas. Padahal kami lain fakultas!

Atau, proses saya kenalan dengan seorang cowok saat mengikuti kuliah umum. Saat itu saya seperti love at the first sight dengan si Y yang secara tiba-tiba lewat di depan kelas. Karena penasaran, dua minggu kemudian saya minta tolong teman sekelas secara basa-basi menanyakan identitas cowok ini. Padahal teman seangkatan saya ini juga tak kenal dengan doi. Tapi setelah dapat identitasnya, ternyata si Y satu SMA dengan teman baik saya! Eng.. ing.. eng.. Singkat cerita, saya akhirnya berkesempatan kenalan dengan doi dan jadi pengagum rahasia sampai beberapa bulan hingga sadar ternyata doi masih belum bisa move on dari mantannya.

There! There! Maksud saya jalan cerita ala kura-kura seperti ini yang saya rindukan! Saat kamu tiba-tiba dicomblangin teman, disorak ciye ciye padahal tak punya rasa, dapat salam ini itu, lirik-lirikan saat jam istirahat, atau jadi pengagum rahasia berbulan hingga bertahun-tahun sampai akhirnya berhasil mengungkapkan. Oldish tapi sangat natural! (Padahal saya dulu lebih banyak jadi pengagum rahasia saja 😁). Paham kan mengapa saya betul-betul rindu proses berkencan atau pedekate sebelum jadian setelah menonton drama Korea tersebut??

Dulu, kalau cewek-cewek sedang kumpul dan curhat soal cowok, yang dibicarakan biasanya hanya satu orang. Si A naksir si B. Done. Then here we are now, ketika kumpul-kumpul lalu yang diceritakan lebih dari satu orang. Kemarin si L ngedate dengan si X tapi gagal, sekarang lagi usaha dengan si C yang baru matched tadi siang. Minggu depan karena si C juga gagal, ada cerita baru tentang si cowok berinisial D. Bahkan karena merasa populer di online dating, tak jarang juga banyak cewek-cewek yang merasa hal ini jadi ajang kompetisi siapa yang paling banyak mendapatkan Likes. Girls.. Girls.. Girls.. Paham kan mengapa menemukan cowok serius lewat situs kencan  itu cukup sulit dan menguras waktu serta perasaan?!

"Sorry, bukannya saya menyesal kita kenal lewat Tinder. But it seems like we are missing the gold story to be told to our kids or family later on. Bayangkan, saat anak atau keluarga kita bertanya, kalian kemarin ketemu dimana? Lalu kita jawab, Tinder. Done. I know, orang-orang pasti tak peduli entah itu di Tinder, sekolah, atau manalah itu. Tapi kamu mengerti kan, that process-of-pedekate yang full-of-cenat-cenut bisa jadi bahan cerita itu, lho," kata saya berusaha mendamaikan perasaan Mumu.

Saya dan Mumu sempat sedikit berimajinasi; tanpa Tinder, berapa persen kah dan kira-kira dimana kesempatan kami bisa bertemu di dunia nyata. "Maybe at the park nearby your place since my parents and I like to be there quite often? Maybe when you babysit the kids with Pia (the dog), one of your host kids threw the ball towards me so it would strike the small talk between us? Then I might start the conversation and be interested to pet Pia? Maybe we were not going to exchange the numbers in a sudden, but had a chance to accidentally meet again in the National Theatre since it was close to my brother's place and yours? Might be." Ohh.. saya berharap itulah cerita sesungguhnya yang memang penuh kebetulan dan khayalan!

Tapi akhirnya saya mengerti, untuk budaya kolektif semacam Asia, menemukan pasangan bisa jadi bukan masalah besar. Koneksi kita tak hanya dari teman SD sampai lingkungan kerja, tapi juga keluarga. Tegur sapa dengan orang asing, lalu tukaran nomor telpon sampai akhirnya jadian, tidaklah mustahil. Namun sebagai pendatang di Eropa, apalagi bagian Utara, untuk bisa mendarat mulus di hati seseorang tanpa bantuan online dating rasanya sulit. Ibaratnya, online dating inilah yang bisa menjadi perantara kita mengenal calon pendamping tanpa harus gagu. Mengapa, karena di Eropa Utara, kebanyakan pasangan yang tak menggunakan situs kencan biasanya berjodoh dengan mutual friends yang sudah sangat lama mereka kenal. Karena sudah kenal dengan baik inilah, biasanya akan terjadi ajang saling jodoh-jodohan yang bisa saja berakhir pernikahan. Another story, bisa saja terjadi di bar ketika sama-sama sudah meneguk alkohol dan keberanian untuk bertegur sapa dengan orang lain pun semakin besar. Sedikit berbeda untuk usia di atas 45 tahun, karena koneksi manusia single tak seluas dahulu, masih banyak juga dari mereka yang akhirnya terlibat blind date dan menggunakan situs kencan premium. ( Here is a story kalau kamu ingin tahu karakter cowok Norwegia di situs kencan!)

In the end, meskipun online dating menyebalkan dan tak akan pernah bisa menggantikan proses kenalan yang terjadi secara natural, namun kisah cinta terbaik tetap bisa terukir lewat keduanya. Maybe you are not that lucky meeting someone directly in real life, but online dating. Karena sesungguhnya, jodoh bisa muncul dari mana saja. Meskipun ada banyak cowok baik nan serius di situs kencan, tapi tetaplah waspada untuk tak membuang banyak waktu meladeni cowok-cowok creepy yang kadang otaknya hanya selangkangan—kecuali motivasi kamu di sana memang hanya untuk having fun.

What do you think, what do you scare the most of online dating scenes?