Showing posts with label solo. Show all posts
Showing posts with label solo. Show all posts

Thursday, June 25, 2020

Tips Dinner Sendirian? Siapa Takut!|Fashion Style

Soupa Bistro, Bratislava

Dari kecil hingga kuliah, saya bisa menghitung berapa kali saya terbiasa makan di luar. Saya anaknya memang tidak terlalu suka jajan. Sekalinya makan-makan pun, biasanya bersama teman yang selalu saja available saat diajak ketemuan.

Hijrah ke Denmark dua tahun lalu, saya merasa lebih sering kesepian karena memang jarang sekali menghabiskan waktu dengan teman. Pernah suatu kali, ada pageant seru atau restoran yang pengen saya coba, ternyata tidak terlalu menyenangkan jika datang sendiri.

Kadang kaki ini gatal ingin kesana, ingin kesini, tapi malas karena tidak punya teman jalan. Bosan juga lama-lama sering batal jalan hanya karena tidak ada teman, akhirnya saya paksakan saja datang ke banyak kafe, festival, museum, ataupun restoran sendirian.

Di Eropa menjadi hal yang sangat wajar jika orang-orang datang ke festival ataupun museum sendirian. Tapi untuk dinner solo, hmmm, everything is gonna be awkward!

Daging domba di Kopar Restaurant, Reykjav?Okay

Dulu di Palembang, saya sebenarnya bukan orang yang suka keluar nongkrongin restoran cepat saji hanya untuk mengenyangkan perut. Boleh, sesekali. Tapi entah kenapa sejak tinggal di Denmark, selera saya terhadap makanan berubah. Seorang teman pun pernah mengatakan kalau saya memiliki standar yang cukup tinggi untuk makanan.

Pernah suatu kali, saat saya dan dua orang teman masak mie rebus, si teman saya ini hanya menyeduh mie-nya dengan air panas dan ditambahkan bubuk mie. Sementara saya, harus dimasak di atas kompor, ditambahkan sayuran, telur, daging kepiting, hingga bawang goreng. Untuk semangkuk mie rebus, makanan saya termasuk "mahal".

Perubahan selera makan saya ini akhirnya juga berpengaruh dengan tempat makan yang selalu saya pilih. Sedari kecil, orang tua saya selalu mengatakan kalau makan di luar itu, yang dibeli bukan hanya makanannya, tapi juga atmosfirnya. It's totally okay spending some bucks just for experiencing good food and ambience. Dan inilah saya sekarang, selalu penasaran ingin mencoba fine dining atau tempat makan recommended yang ada di banyak tempat.

F-Hoone, Tallinn

Sayangnya, karena rasa penasaran yang "mahal", lagi-lagi saya kesulitan menemukan teman yang mau diajak mencicipi tasting menu ataupun wine di restoran sekitaran Kopenhagen. Maklum, kantong kami masih pas-pasan. Atau mungkin hanya saya saja yang terlalu boros? ;p

Gara-gara hal inilah, daripada menunggu teman dan mati penasaran, saya beranikan diri mereservasi meja di restoran untuk berdua, lalu datang sendirian. Awkward? Iya, kadang. Tapi sebenarnya saya cuek saja karena orang-orang di restoran sebenarnya tidak terlalu memperhatikan.

Saat liburan di Reykjavík , saya sengaja mereservasi meja di salah satu restoran ternama dan memesan 3-course menu. Restorannya sangat antik dengan kursi-kursi kulit dan meja kayu. Meja di sekeliling saya semuanya penuh oleh pelanggan yang datang bersama pasangan dan teman. Meskipun sempat mati gaya dan sedikit krik krik, tapi saya tahan untuk tidak  mengecek ponsel apalagi sok sibuk dengan internet.

?SterGRO, Kopenhagen

Karena kebiasaan yang sering travelling sendirian , akhirnya saya juga keseringan dinner solo di banyak tempat. Tidak jarang saya mendapati orang-orang yang terlihat takjub dan aneh karena saya makan sendirian. Saat di Tallinn, saya paksakan datang ke sebuah tempat makan oke hanya karena tempat tersebut sangat direkomendasikan. Tahu saya datang sendiri, mereka sengaja memisahkan meja hanya untuk saya. Sialnya, karena posisi meja tepat di tengah ruangan, keberadaan saya sangat sukses menyita perhatian banyak pelanggan yang saat itu kebanyakan datang dengan pasangan. Hiks. Miris.

Meskipun sendirian, saat datang pun biasanya saya tidak tanggung-tanggung, sengaja memakai dress dan pakaian rapih hanya untuk makan di restoran oke. Kadang kala, si pelayan menyangka saya sedang menunggu seseorang. But, no, I am not.

"It is really nice seeing you coming alone. Where did you know this place?" tanya seorang pelanggan di hadapan saya. Restoran kecil tersebut memang di-set di sebuah meja dan bangku panjang hanya untuk menampung 24 orang. Kalau dilihat kanan kiri, memang hanya saya satu-satunya orang yang datang sendirian kesana. Lucunya, sudah sendirian, saya datang paling telat. Tapi tidak jadi masalah karena memang dasarnya saya sudah penasaran mencicipi makanan di tempat tersebut.

Dinner solo memang jadi momen yang sangat tidak menyenangkan, apalagi kalau saya sedang travelling. Tujuan punya teman makan itu, agar kita bisa menilai makanan yang dipesan sekalian cerita-cerita seru. Sungguh, dinner solo bisa sangat kesepian dan awkward. Tapi sekali lagi, daripada saya hanya menunggu kehadiran seseorang atau teman yang tidak satu selera, it's time for being a loner!

Sunday, June 14, 2020

Tips Nyalon di Istanbul|Fashion Style

Akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di Turki, negara ke-28 yang berhasil saya singgahi hingga sekarang. Setelah sebelumnya menghabiskan waktu di Cappadocia, saya terbang kembali ke Istanbul dan rencananya akan menghabiskan sisa liburan di kota ini.

Jujur saja, ekspektasi saya terhadap kemegahan Istanbul harus terhempas setelah melihat lautan turis dimana-mana. Oke, oke, saya paham. Istanbul kota terbesar di Turki. Cuaca mulai bagus dan tentu saja orang-orang dari seluruh dunia mulai berdatangan. Summer is also coming earlier!

Tapi sungguh, Barcelona pun kalah. Masuk metro, penuh orang lokal. Masuk bus, berdiri pula. Ingin masuk objek wisata, antrinya sudah membuat malas duluan. Jalan kaki, mesti "macet" karena turis lainnya juga ikut jalan. Turis-turis ini macam-macam; mulai dari nenek-nenek sampai bayi. Tahu kan, nenek-nenek kalau diajak jalan banyak bingungnya. Bayi diajak jalan, ada keretanya. Done, Istanbul!

Daripada absen kemana-mana lalu hanya stay di hostel murahan ini, saya kepikiran ide untuk rileks dan leye-leye sejenak mempercantik diri di salon. Tapi harus yang hairdresser-nya bisa bahasa Inggris tentu saja. Meskipun Turki sudah mengadopsi gaya hidup orang Eropa, tapi sungguh sulit menemukan warga Istanbul yang bisa bahasa Inggris. Ada, para anak muda atau orang yang bekerja di bidang pariwisata. Lainnya, "I don like speak Inglish. You, speak Turks to mi." Amburadul!

Jadi ceritanya, saya memang sudah ingin ganti gaya rambut. Setidaknya, potong rambut sedikitlah. Sampai Norwegia, saya malas melirik salon karena mahalnya minta ampun. Harga gunting rambut untuk cewek paling murah 400 NOK, belum termasuk cuci dan blow.

Di Turki, biaya hidupnya kira-kira setengah dari harga pasaran yang ada di Norwegia. Lumayan juga, ketimbang saya mesti jatuh miskin potong rambut di Oslo.

Browsing sana-sini via internet, ketemu juga Salon Kadir yang banyak mendapatkan review bagus di Trip Advisor. Beberapa blogger juga memuat review sangat baik terhadap salon ini. Plusnya, si pegawai bisa bahasa Inggris! That's what tourists are looking for!

Letak si salon kebetulan di daerah Sultan Ahmed dekat terowongan Cankurtaran, hanya jalan kaki sekitar 11 menit dari hostel saya. Tempatnya sangat mudah ditemukan dan kebetulan memang berdekatan dengan beberapa objek wisata yang sering dikunjungi turis.

Bagian potong rambut untuk perempuan dan laki-laki dipisah. Saat saya datang, seorang owner menyapa dan menanyakan keperluan saya ke salon. Maksud Anda, saya bisa beli batako di salon, begitu?

"Okay, just come in. I will call Sevgi," katanya mempersilakan saya menunggu di ruangan khusus perempuan di belakang.

Salonnya sama saja seperti di Indonesia, simpel. Hanya terdapat 2 kaca dan meja rias. Si mbak hairdresser pun datang dan menyambut saya ramah. Dia menanyakan foto gaya rambut yang ingin saya tiru. No comment, just layered. Si mbak mengangguk dan langsung menyuruh saya duduk di kursi keramas sebelum potong rambut.

Si mbak ini namanya Sevgi, asli Turki, dan sudah belajar memotong rambut sejak usianya 12 tahun. Maklum, Salon Kadir sebenarnya salon keluarga yang skill-nya diturunkan dari sang ayah. Salon yang saya datangi ini pun umurnya sudah 30 tahun dan sekarang dikelola oleh sang kakak. Kabarnya, Salon Kadir akan memperluas cabang mereka hingga Amsterdam dan kota lain di Jerman.

Yang saya salut, meskipun bahasa Inggris Sevgi tidak terlalu fasih, tapi saya menghargai niatnya bercerita dan mengobrol. Potongan rambut saya juga sebenarnya biasa saja; layered panjang. Tapi karena si mbak ini telaten mengeriting rambut seusai digunting, saya merasa penampilan saya saat itu WOW sekali! I love it very much!!

Saya memang sudah lama tidak ke salon karena sering kecewa. Ada yang kepanjanganlah, kependekanlah, tidak sesuai bentuk muka lah. Makanya sekali ini saya merasa, amazing! Puas sekali!

Harganya juga cukup terjangkau, 50 TL untuk potong rambut saja. Sementara kalau sekalian cuci dan blow/brush, total semuanya 100 TL (200 NOK). Mahal? Masih lebih mahal di Norwegia!

Alih-alih marketing, Sevgi juga menawarkan ke saya colouring. "Cheap price", katanya. Padahal menurut saya, biasa saja, 150 TL. Tapi dibandingkan Oslo yang harganya paling murah 700 NOK, akhirnya saya nekad juga sekalian mewarnai rambut.

"Your face is so soft. Black colour (hair), no. Too strong!" kata dia sekalian mewarnai helai demi helai rambut saya.

Saya juga sebenarnya masih suka warna alami rambut hitam khas orang Indonesia. Tapi betul juga, setelah melihat hasil pewarnaan rambutnya, garis muka saya terlihat jadi lebih halus. Yang diwarnai juga tipis sekali, tidak semua ujung rambut. Duh, makin puas sama si Mbak Sevgi ini!

Berikut bonus foto saya dengan si mas ganteng yang kebetulan lagi magang di Salon Kadir. Maaf ya fotonya saya sensor karena saat difoto, mata saya lagi mengantuk.

Perhatian: BUKAN IKLAN ya! Saya tidak dibayar, pun menerima diskon tambahan dari hasil me-reviewsalon mereka.

Kalian sendiri bagaimana, ada pengalaman lain saat travelling selain hanya foto-foto dan mengunjungi tempat wisata?