Showing posts with label kuliah master. Show all posts
Showing posts with label kuliah master. Show all posts

Sunday, May 24, 2020

Tips 4 Alasan Saya Lanjut Kuliah Master di Norwegia|Fashion Style

" Kuliah S2? Nanti dulu! " kata saya dua tahun lalu.

Di postingan tersebut juga dituliskan beberapa alasan yang mendasari saya belum ingin lanjut kuliah lagi. Salah satunya adalah karena kuliah itu melelahkan. Tahun depan sudah pas 5 tahun saya menjajakan kaki di Eropa dan tinggal di rumah keluarga angkat sebagai au pair. Tapi semakin lama jadi au pair, saya merasa mengalami brain dead karena salah satu hal yang saya rindukan selama ini adalah berpikir kritis ala mahasiswa.

Meskipun masih terus rutin datang ke kelas bahasa, namun materi pelajarannya tidaklah seintensitas pembelajaran akademik di kampus. Lagipula, kelas bahasa tersebut hanya 2-3 kali seminggu. Awalnya sangat termotivasi, tapi lama-lama bosan juga karena tantangannya sebatasdaily life talking yang masih sering bernego dengan English.

Lanjut kuliah di luar negeri juga bukan cita-cita baru kemarin sore. Saya memang berniat ingin kuliah lagi, namun selalu terkendala urusan biaya dan kemampuan bahasa Inggris. Peluang mengatasi biaya salah satunya memang harus ikut program beasiswa. Tapi sayangnya saya sudah minder duluan karena merasa tidak terlalu kompetitif menghadapi pesaing lain. Bahasa lainnya; tidak cukup pintar.

Setelah berhasil mengantongi sertifikat IELTS yang nilainya memenuhi syarat pendaftaran, kesempatan daftar ke universitas asing makin luas. Sampai akhirnya saya mantap ingin lanjut kuliah lagi di Norwegia. Pertanyaannya, mengapa Norwegia?

1. Bebas biaya kuliah

Di Eropa, setahu saya hanya ada 3 negara yang menggratiskan biaya kuliah bagi mahasiswa internasional, yaitu Jerman, Norwegia, dan Finlandia. Saya dulunya sangat berharap bisa lanjut kuliah di Aalto University. Namun sayangnya, Finlandia tidak lagi menggratiskan biaya kuliah untuk mahasiswa non-Eropa sejak musim gugur 2017 lalu.

Saya juga tidak berniat lanjut belajar di Jerman karena mungkin sudah terlalu sering mendengar cerita pelajar disana. Lalu pilihan terakhirnya memang Norwegia karena kebetulan saya masih tinggal disini.

Meskipun biaya kuliah di Norwegia digratiskan di semua universitas negeri, namun mahasiswa tetap harus membayar uang semester sebesar 600-850 NOK.

*10 NOK = 1 Euro

2. Kuliah sekalian kerja

Alasan lainnya mengapa saya memilih Norwegia adalah karena berniat kuliah di sisa akhir kontrak au pair. Jadi daripada mesti pulang dulu ke Indonesia, saya meminta izin kehost family jika boleh studi sekalian kerja di sisa 5 bulan akhir kontrak. Ternyata host mom menyambut baik ide ini meskipun sedikit skeptis apakah saya masih bisa sefleksibel sekarang kalau sudah fokus kuliah.

"That is still a great plan anyway, Nin! You have to go for it!" kata host mom saya bersemangat.

Karena keluarga angkat saya tinggal di Oslo, artinya saya hanya bisa daftar ke kampus yang ada di sekitaran Oslo saja. Tapi sebetulnya tidak masalah juga karena tinggal di ibukota lebih memudahkan akses kemana pun.

Three. Ada jalan

Di Norwegia juga ada kelonggaran batas waktu pendaftaran bagi pendaftar asing yang memiliki izin tinggal disini. Syaratnya, izin tinggal tersebut bersifat permanen atau dapat diperbarui. Kalau mahasiswa internasional biasanya hanya memiliki deadline di bulan Desember atau Januari, penduduk Norwegia bisa mendaftar sampai pertengahan April untuk perkuliahan semester musim gugur.

Kebetulan saat ini saya sudah memiliki residence permit au pair sampai 2020. Setelah menghubungi pihak UDI yang mengurusi imigrasi, mereka mengatakan kalau saya boleh kuliah sekalian au pairing memakai permit yang sama. Kalau au pairpermit yang sekarang hampir habis, saya harus segera mengajukan student permit 2-3 bulan sebelumnya.

Pertanyaan lainnya tentu saja masalah biaya hidup sehari-hari. Biaya kuliah boleh gratis, tapi biaya hidup di Norwegia  terkenal sangat tinggi. Gambaran kasarnya, mahasiswa asing sedikitnya harus mengantongi 10.000 NOK atau sekitar 17 juta rupiah per bulan. Pihak imigrasi UDI juga menekankan bahwa untuk mendapatkan student permit, mahasiswa asing harus memiliki dana minimal 116.369 (sampai Juni 2019) NOK di rekening atas nama pribadi, tidak boleh disponsori kecuali beasiswa.

Beruntungnya, biaya ini tidak harus serta merta berupa tabungan tapi boleh juga kombinasi dana pinjaman dari pemerintah atau surat kontrak kerja paruh waktu. FYI, mahasiswa asing di Norwegia diizinkan bekerja paruh waktu 20 jam per minggu. Contohnya saya hanya punya dana 35.000 NOK di tabungan, tapi sudah mengantongi surat kontrak kerja yang gajinya selama 1 tahun adalah 90.000 NOK, artinya saya bisa mengajukan study permit karena total biaya hidup sudah tertutupi sampai setahun ke depan.

Masalah biaya ini juga sudah saya diskusikan dengan host family dan mereka mau membantu untuk memberikan saya pekerjaan paruh waktu. Karena mereka berpikir untuk tetap menyewa nanny, sepertinya saya masih boleh bekerja disini sampai setahun berikutnya. Bagaimana kalau mereka berubah pikiran?

Artinya saya tetap harus menunjukkan bukti ke UDI bahwa saya mampu membiayai kehidupan sehari-hari. Saya masih berusaha menabung sebanyak-banyak mungkin sekarang ini. Entah berapa pun itu, rencananya ingin pinjam uang ibu saya dulu untuk menutupi sisanya saja. Lolos dapat study permit, baru saya kembalikan lagi uangnya dan mencoba mencari pekerjaan paruh waktu lain di luar. Tapi sejujurnya, saya tidak yakin memilih jalan ini karena paham soal keterbatasan finansial sang ibu juga.

Kalau kalian berniat kuliah di Norwegia pakai biaya sendiri, silakan baca informasi detailnya di situs UDI . Di situs tersebut juga disebutkan bahwa mahasiswa asing harus memiliki tempat tinggal di Norwegia yang dibuktikan dengan surat kontrak atau pernyataan dari pemilik kos. Karena tahun depan kamar saya akan dirombak jadi kantor baru, makanya saya tidak bisa tinggal lebih lama dengan keluarga yang sekarang. Lagipula saya butuh privasi lebih karena bukan au pair mereka lagi. Perihal ini juga sempat saya bicarakan ke teman yang tinggal di Oslo dan doi sepakat untuksharing costapartemen kalau memang saya bisa studi disini.

4. Belajar bahasa lebih lama

Kalau ada negara di Eropa yang saya ingin tinggali lebih lama, itu adalah Denmark atau Norwegia. Mengapa, karena dua negara ini adalah negara terlama di Eropa yang pernah saya tinggali dan paling saya kenali bahasa dan kebudayaannya. Kuliah di Denmark sangat mahal, makanya saya belum mampu lanjut kesana. Sayang juga, karena sebetulnya saya masih sangat ingin belajar bahasa Denmark .

Opsi studi di Norwegia tentu saja menjadi sangat rasional dan masuk akal. Saya berpikir, kalau berkesempatan studi Master selama 2 tahun, artinya total saya tinggal disini menjadi 4 tahun. I just wonder, am I still (this) bad at talking Norwegian after 4 years? Mungkin saja saya makin bersemangat ingin lancar bahasa lokal karena bisa jadi modal untuk mencari pekerjaan selepas lulus kuliah.

So, ini planning saya di awal tahun ini! Apapun keputusannya, saya berharap yang terbaik saja. Kalau memang jalan ini belum mulus, I would move to Plan B because it could be back home.

Langkah berikutnya:

Daftar kuliah di kampus Norwegia

Wednesday, May 20, 2020

Tips Daftar Kuliah di Kampus Oslo|Fashion Style

Setelah akhirnya mantap memiliki beberapa alasan untuk lanjut kuliah di Norwegia , saya mulai mengajukan aplikasi untuk mendaftar ke kampus disini. Karena berencana menghabiskan kontrak au pair sekalian kuliah, saya hanya bisa mendaftar ke kampus yang ada di Oslo saja. Tapi karena jadwal deadline-nya masih panjang, saya juga iseng-iseng mendaftar ke University of Bergen (UiB) di Bergen.

Di Oslo sebetulnya tidak banyak tempat yang bisa dipilih mengacu ke pendidikan terakhir saya di Indonesia. Saya kemarin mengambil software studi fisika di bawah naungan Fakultas Pendidikan. Cukup bingung juga, karena application saya ini di tengah-tengah ilmu sosial dan ilmu eksak. Di Norwegia, fakultas pendidikan masuk ke ilmu sosial. Sementara di program studi saya kemarin, lebih dari 50 persen silabusnya belajar tentang fisika murni seperti Fisika Kuantum, Kalkulus, Optik, dan lainnya.

Sejujurnya, saya sudah tidak berminat mengambil kuliah yang fokus ke fisika murni. Kalau pun mesti belajar ilmu baru, saya malah ingin sekali mengambil jurusan desain. Sayangnya, pendidikan Strata 1 saya sangat jauh dari ilmu desain dan saya tidak memiliki portofolio ataupun pengalaman bekerja di bidang ini. Ingin masuk jurusan teknik pun ilmu fisika saya dinilai belum mampu memenuhi kualifikasi karena banyak materi perkuliahan teknik yang tidak saya pelajari saat kuliah kemarin.

Tapi daripada pusing-pusing tidak jadi daftar kuliah, akhirnya saya menyerah saja dengan opsi yang ada. Lagipula daftar kuliah di Norwegia itu sangat mudah dan gratis, berbeda halnya dengan kampus-kampus di negara lain yang harus membayar 75-100 Euro per aplikasi. Jadi coba saja mendaftar karenawon't hurt you anything.

1. Pilih tempat

Kalau ditanya kampus mana yang terbaik di Norwegia, jawabannya tidak ada. Kembali ke kita ingin kuliah jurusan apa dan fokusnya kemana. Contohnya Norwegian University of Science and Technology (NTNU) di Trodheim yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang ingin mendalami ilmu teknik secara praktek, University of Svalbard (UNIS) di utara Norwegia bagi yang tertarik belajar atau mengadakan riset tentang Kutub Utara, atau ada juga S?Mi University of Applied Science (UArctic) di Kautokeino kalau kamu ingin belajar tentang budaya dan bahasa S?Mi. Jadi sebetulnya kampus-kampus di Norwegia ini dibuat memang berdasarkan spesialisasi berdasarkan minat dan bakat.

Di Oslo sendiri ada universitas terbesar dan tertua di Norwegia, University of Oslo, yang lebih mengacu ke ilmu sosial dan humaniora. Ada juga BI Norwegian Business School untuk ilmu Ekonomi, Norwegian School of Veterinary Science yang berminat jadi dokter hewan, Norwegian Academy of Music, Oslo Metropolitan University, Norwegian School of Theology, Religion, and Society (MF), dan masih banyak yang lainnya.

Berkaca dari pendidikan terakhir, hanya ada dua tempat di Oslo yang memungkinkan bagi saya, yaitu University of Oslo (UiO) dan Oslo Metropolitan University (OsloMet).

2. Perhatikan tenggat waktu

Kampus di Norwegia memiliki deadline aplikasi yang tidak sama setiap tempatnya. Setelah memilih kampus mana yang dituju, ada baiknya langsung mengecek batas akhir pendaftaran bagi mahasiswa internasional. Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan kepada mahasiswa asing yang diterima untuk mengajukan visa dan student housing sebelum datang ke Norwegia.

Di beberapa kampus lain, contohnya UiO atau UiB, membagi pendaftar menjadi 3 kategori yang masing-masing berbeda batas waktu pendaftarannya. Untuk mahasiswa internasional deadline-nya di bulan Desember atau Januari, mahasiswa EU dan Swiss awal Maret, dan mahasiswa Nordik atau penduduk Norwegia di pertengahan April. Karena saya tinggal di Norwegia dan memegang residence permit yang berlaku, maka saya masuk ke grup ketiga bersama warga negara Nordik lainnya. Pendaftaran dibuka awal Februari dan ditutup pertengahan April. Kesempatan ini tentu saja saya manfaatkan untuk tes IELTS dulu sekalian memperbaiki nilai.

Sementara di OsloMet, pendaftar asing baik yang tinggal di/ataupun luar Norwegia memiliki waktu pembukaan dan penutupan pendaftaran yang sama, yaitu Desember.

3. Cek kemampuan bahasa

Kebanyakan kampus biasanya menargetkan skor total minimum 6.5 untuk IELTS, 90 untuk TOEFL iBT, dan sixty two untuk PTE Academic. Namun application studi tertentu memerlukan skor lebih tinggi sebagai syarat administrasi, seperti Literatur Inggris atau Media dan Komunikasi. University of Bergen menetapkan overall skor IELTS minimal 6.5 namun tidak kurang dari 6.0 di setiap bagiannya. Jadi sebelum yakin mendaftar, harap perhatikan juga minimal skor seperti apa yang kampus tersebut minta.

Di UiO, skor general minimal untuk IELTS adalah 6.Five. Sementara di OsloMet skor total minimumnya 6.0. Karena masih punya sertifikat IELTS dari dua tahun lalu yang memang nilainya hanya 6.Zero, saya gunakan untuk mendaftar kesana.

Four. Pilih jurusan

Karena pilihan kampusnya hanya dua, saya pun berusaha mencocokkan saja software studi mana yang ingin diambil dan cocok dengan minat serta bakat. Pilihan program studi Master di OsloMet sedikit sekali dan yang paling relevan adalah bidang Education Development-nya. Sayangnya, software ini lebih menitikberatkan kepada pendidikan di negara berkembang di Eropa Selatan. Agak jomplang memang karena programnya lebih ke ilmu sosial, hubungan internasional, dan humaniora.

Saya juga sempat menanyakan ke bagian administrasi kampus apakah program studi saya yang kemarin cocok dengan Education Development ini. Seperti yang saya bilang di awal, karena S1 saya berada di tengah-tengah ilmu sosial dan eksak, maka si admin kampus menegaskan kalau jurusan saya tidak relevan karena fisika lebih condong ke ilmu eksak.

Tertarik juga dengan Teknik Arsitektur-nya, saya iseng-iseng lagi bertanya apakah ilmu fisika saya memenuhi kualifikasi di program ini. Lalu tentu saja ditolak kembali. Alasannya karena ilmu fisika saya bukan ilmu Fisika Teknik. Blah!

Tapi daripada tidak mendaftar sama sekali, saya masukkan saja aplikasi ke dua spesialisasi di bidang Education Development karena application studi inilah yang paling mendekati.

Untungnya pilihan software studi di UiO lebih banyak dan bervariasi, serta cocok dengan minat. Saya baca dengan sangat teliti hampir semua persyaratan administrasi di banyak program studi, lalu akhirnya mantap dengan 1 pilihan di bidang Entrepreneurship dan 2 pilihan di Ilmu Pendidikan.

Di Norwegia juga tidak semua application studi diperuntukkan bagi mahasiswa asing. Beberapa jurusan perminyakan dan teknologi hanya dikhususkan bagi mahasiswa Nordik atau Eropa yang menguasai bahasa Norwegia saja.

Five. Persiapan dokumen

Daftar kuliah di Norwegia itu mudah sekali karena prosesnya hanya masuk ke portal universitas dan melengkapi persyaratan dokumen. Dokumen yang perlu dipersiapkan juga sangat standar misalnya scanned copy paspor, ijazah dan traskrip asli beserta terjemahannya, serta sertifikat bahasa Inggris. Yang membuat saya bersyukur lagi, hampir semua kampus di Norwegia tidak memerlukan surat rekomendasi dari atasan dan dosen, karena saya sempat di-PHP dosen pembimbing saat dimintai surat ini.

Meskipun syarat dokumennya sangat standar, namun ada beberapa tambahan dokumen yang harus diperhatikan seperti:

1. Bukti finansial

2. CV

3. Motivation letter

4. Course description

5. Portofolio

Untuk dua kampus yang saya tuju untungnya tidak ada persyaratan melampirkan bukti finansial saat pendaftaran. OsloMet baru mewajibkan mahasiswa asing untuk menyerahkan bukti finansial saat sudah diterima dan sedang proses mengajukan visa. Sementara UiO dan UiB tidak mewajibkan pendaftar asing yang tinggal di Norwegia melengkapi lampiran tersebut sebagai syarat pendaftaran. Baguslah, karena sejujurnya tabungan saya belum cukup memenuhi 116.369 NOK yang diwajibkan untuk mendapatkan study permit.

Lalu untuk kelengkapan CV dan motivation letter hanya diwajibkan di beberapa program saja, terutama di program studi yang ingin saya ambil. Karena penerimaan mahasiswa menggunakan sistem ranking, penilaian terhadap motivation letter bisa dijadikan nilai tambah jika jumlah pendaftar melebihi kuota.

Untuk tambahan dokumen poin ke-four inilah yang membuat saya cukup kewalahan. Saya tadinya ingin coba-coba mengambil application Materials Science di UiO yang salah satu syaratnya adalah menyertakan silabus pembelajaran fisika saat S1. Tim komite penerimaan mahasiswa tidak bisa menilai sistem kredit dan perkuliahan mahasiswa asing hanya dengan melihat transkrip saja. Makanya silabus pembelajaran dari kuliah terdahulu harus disertakan untuk melihat apakah mata kuliah yang sudah saya ambil berkualifikasi.

Saya mencari silabus khusus Fisika di kampus saya kemarin dan yang tersedia tentu saja hanya bahasa Indonesia. Satu mata kuliah bisa sampai 4 lembar penjabaran silabusnya. Sementara mata kuliah fisika sendiri lebih dari 20 macam. Artinya mau tidak mau saya harus menerjemahkan semua isi materi tersebut ke dalam bahasa Inggris yang jumlahnya bisa lebih dari 80 lembar! Aduh, skip!

Selesai! Pengumuman diterima atau tidaknya harus menunggu sampai awal Juli, sementara kuliah akan dimulai di akhir liburan musim panas. I just hope for the best!

Saturday, May 16, 2020

Tips Pengumuman Penerimaan Mahasiswa di Norwegia|Fashion Style

Bulan Juli adalah waktu yang saya tunggu sehubungan dengan pengumuman penerimaan mahasiswa baru semester musim gugur tahun ini. Jujur saja, dari awal daftar kuliah sebetulnya ada perasaan pesimis apakah saya berhasil masuk di kampus yang saya tuju. Apalagi saya anaknya cukup tahu diri bahwa IPK pun tak sampai 3 dan nilai IELTS juga pas-pasan. Belum lagi banyak kampus di Norwegia punya passing grade yang tinggi terhadap calon mahasiswanya.

Tahun lalu, saya sempat mengobrol dengan seorang cewek Moldova yang sedikit skeptis dengan peluang saya diterima di kampus Norwegia. Saat tahu usia saya sudah late 20s, dia membuat saya down dengan isu yang katanya 50% calon mahasiswa yang diterima kuliah Master usianya masih di bawah 25.

"What?? Am I not young enough to continue my Master’s?!" tanya saya penasaran.

"Kamu tidak tahu kan kalau disini ada praktek diam-diam dari komisi penerimaan mahasiswa baru, bahwa prioritas lebih ditujukan ke calon mahasiswa di bawah 25 tahun? Lagipula orang-orang disini well-educated semua. Jadi wajar saja kalau usia 23 sudah lulus S1 lalu langsung lanjut S2," katanya.

Setelah cerita panjang lebar, ternyata si cewek Moldova ini merasa kecewa mengapa dia tidak diterima di satu pun kampus Norwegia meskipun nilainya diyakini sangat baik. Ceritanya ingin lanjut kuliah Arsitektur, sudah mendaftar ke hampir semua universitas di Norwegia, sudah legalisasi dokumen juga ke NOKUT, tapi tidak ada yang diterima. Mungkin karena kekecewaan ini, adanya pikiran negatif bahwa orang lain bisa lulus pun seperti mustahil.

Saya sempat menanyakan langsung ke pihak kampus apakah isu yang dikatakan si cewek Moldova benar, yang akhirnya dibantah oleh kampus tersebut. Selagi kita berkualifikasi, umur tak jadi masalah, apalagi untuk kuliah S2.

Ngomong-ngomong, karena hasil pengumuman sudah keluar, saya tak sabar ingin berbagi berita; baik atau buruk.FYI, saya ikut pendaftaran gelombang ketiga karena tinggal di Norwegia dan mempunyai residence permit yang masih berlaku. Untuk gelombang ketiga ini, pendaftaran dimulai dari Februari-April, lalu pengumumannya di bulan Juli. Gelombang ini juga hanya diperuntukkan bagi orang-orang Nordik serta non-Eropa yang bermukim di Norwegia. Artinya, saya berkompetisi dengan penduduk Nordik lainnya untuk mendapatakan satu kursi di kampus Norwegia.

1. Oslo Metropolitan University (OsloMet)

Untuk kampus yang ini, sebetulnya gelombang pendaftaran untuk mahasiswa asing hanya dijadwalkan dari Oktober-Desember saja. Saya juga sudah mendapatkan hasilnya awal Maret lalu. Kalau kalian sempat baca cerita saya saat mendaftar kuliah , sebetulnya tidak ada program studi di kampus ini yang cocok dengan background S1 saya. Tapi karena daftarnya juga gratis, jadinya iseng saja memasukkan aplikasi ke program yang 'mungkin' bisa dikait-kaitkan dengan pendidikan terakhir. Program studi yang dipilih adalah International Education Development dengan spesialisasi tentang Education, Culture and Sustainable Development dan Inequality, Power and Change.

Hasil: Tidak berkualifikasi - "You were lack of a relevant specialization to the programs you have applied for."

2. University of Oslo (UiO)

Karena harus lanjut au pair sampai habis kontrak tahun depan, saya memang lebih fokus memilih kampus yang ada di Oslo saja. UiO adalah kampus tertua di Norwegia yang memiliki program studi kuliah lebih variatif serta relevan dengan pendidikan saya dulu. Dari awal memang niatnya sudah ingin kuliah disini saja, sampai menghabiskan waktu 1,5 bulan untuk menulis motivation letters yang ditujukan ke tiga program yang saya pilih, yaituEntrepreneurship, Assessment and Evaluation, dan Higher Education. Dari situs resmi UiO, tertulis juga bahwa ketiga program ini persaingan jumlah peminat dan kursi yang disediakan sangat kompetitif.

Hasil: Diterima - Entrepreneurship

3. University of Bergen (UiB)

Daftar ke kampus ini sebetulnya modal iseng karena deadline pendaftarannya juga di bulan April. Program studi yang tersedia kebanyakan tentang ilmu eksak yang kajiannya lebih mendalam. Banyak program yang tidak tersedia bagi mahasiswa asing, namun hanya bagi penduduk Norwegia saja. Selain karena beberapa mata kuliah memakai bahasa lokal, beberapa kajian di program tersebut memang lebih menyesuaikan letak geografis dan SDA Norwegia sebagai lahan minyak dan tambang. Program yang saya pilih adalah Fisika dengan spesialisasi di bidang Medical Physics and Technology dan Measurement Science.

Hasil: Tidak berkualifikasi - “Your academic background was insufficient to be eligible for admission.”

Dari ketiga kampus dan program studi yang saya daftar di atas, bisa dikatakan UiO memang paling banyak peluangnya. Selain melihat dari mata kuliah yang kita ampu saat S1, ada juga syarat tambahan untuk melengkapi dokumen dengan menyertakan CV dan surat motivasi. Mungkin bisa jadi, saya diterima di UiO karena komisi penerimaan mahasiswa juga mempertimbangkan isi surat motivasi saya. Karena kalau ingin dilihat secara keseluruhan, justru pendidikan terakhir saya kemarin lebih memenuhi syarat masuk ke UiB. Nyatanya, keputusan penerimaan sekali lagi kembali ke kampus masing-masing.

Bagi kalian yang tertarik mendaftar kuliah ke Norwegia dan penasaran berapa banyak peminat dan jumlah kursi yang ditawarkan di masing-masing program, silakan buka statistik tahunannya disini (bahasa Norwegia). Kalau syarat dokumen terpenuhi, nilai mencukupi, serta pendidikan atau pengalaman kerja terakhir selaras dengan bidang yang akan kita pelajari, masuk kampus Norwegia tidaklah mustahil. Bahkan kabar yang saya dengar, sebetulnya banyak juga pendaftar yang sudah tahu dari awal tidak berkualifikasi, tapi nekad mendaftar. Tipe pendaftar seperti ini sebetulnya bukan pesaing berat dan akan tersingkirkan dengan sendirinya.

Wednesday, May 13, 2020

Tips Minggu-minggu Awal Kuliah di Universitas Oslo|Fashion Style

Setelah membayar uang semester dan registrasi ulang lewat Studentweb, saya 100% resmi menjadi mahasiswi S-2 di Universitas Oslo .Untuk kalian yang belum tahu, tidak ada biaya kuliah yang dibebankan bagi mahasiswa lokal dan internasional di Norwegia, kecuali kampus swasta. Mahasiswa hanya diwajibkan membayar uang semesteran yang besarannya tergantung kampus masing-masing.

Untuk Universitas Oslo (UiO), biaya yang saya bayar tiap semester sebesar NOK six hundred plus uang fotokopi application studi NOK 2 hundred. Ada juga biaya organisasi sebesar NOK 40 yang tidak diwajibkan. Kalau mau dikonversi, total persemester yang saya bayar hanya sekitar Rp1,3 juta atau ?84. Jumlah ini tentu saja berbeda tiap kampusnya, bahkan ada yang lebih murah.

Untuk musim gugur 2019, semester dimulai di minggu ketiga bulan Agustus dengan menghadiri Welcome Ceremony di pelataran universitas di Karl Johans gate. Perayaan tradisional ini sudah dimulai sejak tahun 1929 untuk menandai dimulainya semester baru. Acaranya juga tidak lama karena prosesi intinya hanya berupa pidato dari petinggi kampus untuk menyambut mahasiswa baru diselingi dengan nyanyian tradisional oleh grup paduan suara kampus.

Cerita sedikit soal Universitas Oslo, kampus ini adalah kampus tertua di Norwegia yang dibangun tahun 1811 dengan nama Royal Frederick University. Kalau kaliangooglingUniversitas Oslo, gambar yang muncul pasti pelataran universitas dengan 3 Domus. Sebetulnya itu adalah bangunan Fakultas Hukum UiO karena bangunan intinya berada di Blindern, sekitar 4 km dari letak pelataran tersebut berada. Pelataran universitas atau Universitetsplassen yang kita lihat di internet dibangun tahun 1911 dan dulunya memuat semua fakultas yang ada di universitas tersebut. Hingga akhirnya di tahun 1936 universitas ini diubah namanya menjadi University of Oslo dan semua bagian Universitetsplassen dialihkan menjadi lokasi Fakultas Hukum sepenuhnya.

Introduction Week

Sebagai proses pengenalan di awal, di Universitas Oslo tak ada acara ospek sebagai kamuflase sistem perpeloncoan senior ke junior. Sebelum mulai perkuliahan, tiap departemen dan application studi menyelenggarakan ?Introduction Weeks? Yang wajib dihadiri mahasiswa baru. Minggu perkenalan ini banyak memberikan kita informasi tentang kampus, perpustakaan, kesempatan magang dan bekerja, judul tesis, serta kuliah umum.

Minggu pengenalan berjalan selama 2 minggu yang mana minggu pertama diselenggarakan oleh Departemen Informatika, lalu minggu selanjutnya oleh Program Studi Entrepreneurship. Sebetulnya bagi mahasiswa internasional yang baru saja tiba di Oslo, panitia mengadakan welcome party yang cukup seru untuk dihadiri sekalian mengobrol dengan mahasiswa baru lainnya. Tapi karena bukan orang baru di Oslo, saya skip.

Untuk Introduction Week dari pihak departemen, semua mahasiswa baru hanya dikumpulkan di aula untuk mendengarkan paparan informasi serta kuliah umum. Ada juga student party di akhir acara bertujuan mencari networking dan berkenalan dengan orang baru di kampus. Introduction Week dari pihak departemen ini berlangsung selama 3 hari yang mana menurut saya sedikit bertele-tele, karena bisa saja selesai dalam waktu satu hari.

Kick-off Week

Sebagai langkah awal mengenal teman satu kelas, minggu ini menjadi amat penting karena kami diberikan kesempatan satu hari penuh untuk mengobrol mengenai latar belakang pendidikan dan pekerjaan seebelumnya. Dari 38 mahasiswa yang diterima di program studi Entrepreneurship, yang showed up hanya 17 orang. Uniknya, 70 persennya adalah orang Asia, terutama didominasi dari Asia Barat, dan hanya 1 orang saja yang asli Norwegia.

Latar belakang teman sekelas saya juga tak sama. Ada yang sudah pernah bekerja secara profesional, banyak juga yang sudah pernah mengambil Master (bahkan ada yang sedang Post-Doctoral!) di Norwegia,  atau pun seperti saya ini, mencari ilmu baru lewat Master pertama kami.

Karena memang program studi ini sifatnya hands-on, dihari kedua kami sudah dibentuk ke dalam beberapa tim dan diberikan fun exercise mencari ide bisnis start-up yang tertarik kami kembangkan dalam waktu 3 hari saja. Bayangkan, baru masuk langsung diberikan tugas kelompok yang harus juga dipresentasikan diakhir Kick-off Week!

Singkat cerita, saya sekelompok dengan 3 cowok yang punya latar belakang dari Teknologi Makanan, Teknik Medis, dan Teknik Komputer. Diskusi menjadi sangat panjang karena kami ingin membangun start-up baru yang belum ada pendirinya. Karena sudah lama juga tak punya pengalaman profesional, saya sedikit minder juga sekelompok dengan cowok-cowok hebat ini. In the end, tim kami menang "Best Start-up Idea" karena ide membuat platform yang mempertemukan perusahaan makanan dan food tester.

Lectures

Setelah melewati proses registrasi, administrasi, dan minggu pengenalan, perkuliahan dimulai di minggu akhir Agustus. Untuk semester ini, jadwal saya cukup padat karena harus datang sebelum pukul 9.15 pagi selama 4 kali seminggu. Kelas sebetulnya tak lama, hanya sampai pukul 12 saja. Tapi tak bisa titip absen karena persyaratan minimumnya harus 80% hadir. Program studi ini sangat hands-on, tugas kelompok selalu diberikan setiap minggu yang jika satu orang saja tidak hadir, akan mempengaruhi kerja tim tersebut.

Di sisi lain, wajib juga ambil kelas tambahan yang ada hubungannya dengan Ilmu Sains dan saya mengambil kelas Renewable Energy di kampus Kjeller. Kjeller ini kota kecil yang berada sekitar 24 km dari Oslo. Untuk menuju kesana, pihak kampus memberikan layanan free shuttle bus dua kali perhari. Jadi selain Fakultas Hukum yang tak berada di kampus utama, Departemen Sistem Teknologi juga letaknya memisah dari Oslo. Asiknya, kampus Kjeller ini adalah satu-satunya kampus di Universitas Oslo yang menyediakan dapur, kopi dan teh gratis!

Untuk para pengajar, tak ada sisi sangar atau sungkan sama sekali karena suasana terasa lebih rileks dan kasual. Pengajarnya justru sangat aktif memberikan materi perkuliahan, bahkan lebih vokal ketimbang mahasiswanya sendiri. Yang saya suka, kelas saya ini ada break-nya 10-15 menit dan kalau memang slide sudah habis, kelas selesai. Berbeda waktu kuliah S-1 dulu yang harus lelah menguap mendengarkan dosen menerangkan slide sampai 3 jam nonstop!

Begitulah pengalaman saya satu bulan jadi mahasiswa lagi di Universitas Oslo. Senang, karena kembali aktif belajar dan berpikir kritis. Asik, karena jadi pelajar yang punya banyak diskonan. Tapi awalnya minder juga karena sudah 5 tahun lulus S-1, pengalaman "profesional" hanya jadi au pair saja. Untuk kalian yang sekarang jadi au pair dan punya niat kuliah lagi, don't take it longer! Jangan jadi au pair terlalu lama seperti saya. Hah!

Monday, May 4, 2020

Tips I Don't Need Friends, But Money! (COVID-19 Status)|Fashion Style

I left my blog previous for extra than 2 weeks!

Sebetulnya saya kurang berminat membahas status Corona di Norwegia karena berita soal pandemik ini sudah tersiar dimana-mana. Tapi karena memang belakangan ini sedang gelisah, mungkin tak salah menulis apa yang saya alami di sini lewat cerita lebih panjang. Beberapa kali saya berusaha bercerita via Instagram Story hanya demi menyalurkan kegelisahan dan berharap ada yang mengerti. Tapi dari sana saya sadar, bahwa yang paling banyak memberi support bukanlah teman-teman terdekat (yang sempat membaca Story tersebut), melainkan para blog readers yang saya tak kenal!

Hiks, terima kasih untuk kalian semua yang bersedia membaca cerita kegalauan saya hidup di Norwegia di tengah wabah Corona ini! Saya tahu ini memang bukan hanya masalah Norwegia, tapi seluruh dunia. Tapi karena ada beberapa orang yang merasa saya hanya pamer cerita sedih di Instagram, saya terusik untuk menguraikan mengapa kegalauan ini sampai terjadi!

Bagi yang sering baca blog ini, pasti setidaknya kalian tahu bahwa Desember 2019 adalah bulan terakhir saya menjadi au pair di Norwegia . Tidak pulang ke Indonesia, tapi saya meneruskan hidup di negara dingin ini dengan berganti status menjadi pelajar . Jadi pelajar di luar negeri dengan dana pribadi tentu bukanlah perkara mudah! Saya tidak hidup dengan dana orang tua, saya juga tidak pandai menabung dan hanya menyisakan beberapa persen dari semua total gaji au pair. Mulai tahun ini , saya harus berdiri di kaki sendiri dan harus mencari pekerjaan baru yang sifatnya paruh waktu.

Cari kerja paruh waktu di Oslo itu bukan main sulitnya! Jangan kira bekerja sebagai pelayan restoran, asisten toko, atau barista itu peluangnya mudah. Ada banyak sekali pelajar lokal dan asing di Oslo yang berminat mencari uang dari student job yang tentu saja semakin menambah persaingan. No wonder, job market di Norwegia itu sangat kecil dan banyak perusahaan setempat tentu lebih tertarik mempekerjakan orang-orang yang bisa lancar berkomunikasi bahasa lokal.

Hampir 2 bulan saya struggling cari kerja , 50 lamaran dikirimkan, penuh penolakan, hingga akhirnya dapat kerja di dua tempat berbeda; restoran India dan intern di perusahaan startup. I was on cloud nine! Finally bisa meneruskan hidup kembali di Norwegia dengan bekerja dan menunggu gaji setiap bulan. Saya bahkan sudah bertekad untuk membantu membiayai adik saya kuliah karena doi sudah bebas beasiswa di tahun terakhirnya di Cina.

...and then, this hard time hit the world!

Saya yang baru kerja 1 bulan 10 hari, terpaksa harus diistirahatkan sementara oleh pemilik restoran karena memang pemerintah setempat menghimbau hampir semua restoran tutup. Restoran tempat saya bekerja ini sendiri tidak tutup, karena masih beroperasi melayani makanan pesan-antar. Tapi bagi saya sebagai pelayan, kasus Corona ini harus menumbuhkan lagi krisis finansial yang entah berakhir kapan. Hal paling menyebalkan selanjutnya, pemilik restoran baru membayar gaji saya setengahnya dikarenakan masalah teknis dari akuntan mereka. Aaargh!

Pertengahan Maret, pemerintah Norwegia menggelontorkan dana miliaran rupiah (dagpenger) untuk membantu para pekerja yang terpaksa harus diistirahatkan sementara waktu. Sampai detik ini, ada sekitar 160.000 pegawai yang sudah mendaftar ke NAV (bagian ketenagakerjaan) untuk mendapatkan hak dagpenger. Namun cerita mirisnya, dana ini tidak berlaku bagi para pelajar, lokal maupun asing, yang harus laid-off. Alasannya hanya karena status kami sebagai pelajar! Lucunya lagi, seseorang di bagian pemerintahan merasa para pelajar adalah kaum yang paling boros dan tidak termasuk dari hak pekerja yang mendapatkan dagpenger.

Kasus ini semakin naik setiap hari karena banyak pelajar lokal dan internasional yang merasa kebijakan pemerintah setempat tak adil. Sebagai pekerja paruh waktu, kami juga berkontribusi ke negara dengan membayar pajak. Lalu mengapa nasib kami malah tak sama dengan para pegawai lain yang statusnya bukan pelajar?

Bagi pelajar lokal, kebijakan yang terus dibuat pemerintah dari waktu ke waktu juga semakin tak menguntungkan. Ketimbang memberikan bantuan finansial, pelajar lokal diberikan 'kesempatan' berhutang ke negara sebanyak sixty five% yang sisanya 35% bisa dikonversi ke hibah lewat L?Nekassen. Jadi bukannya dibantu, tapi mereka terus ditumpuk hutang hanya demi menutupi biaya bulanan. Banyak dari pelajar lokal ini harus meninggalkan kosan mereka, lalu pulang ke rumah orang tua karena tak kuat lagi membayar biaya akomodasi bulanan.

Senasib, pelajar internasional juga harus menjerit dan memutar otak bagaimana harus membayar kosan dan mencukupi hidup hingga setidaknya 2 bulan ke depan. Setiap hari kami berdiskusi via Facebook Group bagaimana caranya agar suara kami didengar. Selama ini pemerintah hanya berdalih bahwa pelajar asing bukanlah tanggung jawab mereka, karena pada dasarnya kami di sini harus bisa menanggung biaya pribadi dari jaminan NOK 122.000 yang sudah ditunjukkan ke imigrasi saat apply student permit . Yang mereka lupa, uang jaminan ini tidak harus ditunjukkan dengan tabungan bulat di bank, tapi bisa dari dana hibah, beasiswa, dan juga kontrak kerja paruh waktu! Saya pakai cara terakhir saat apply student permit di sini.

Sudah hilang pekerjaan, bantuan tak dapat, tetap harus membayar kosan, tagihan telpon, dan beli makanan pula. Belum lagi kalau odol atau pelembab badan habis, bisa jadi pikiran lain! Ibu saya yang tahu kondisi ini, berulang kali menyuruh saya pulang karena apa gunanya juga kuliah di negara orang tapi keuangan sedang terpuruk. Toh kuliahnya juga online dan tak perlu datang ke tempat kerja.

At the same time, saya sering menerima keluh kesah para au pair yang harus kerja dobel ketika host family ada di rumah. Hey kalian! Di saat seperti ini yang paling tepat hanyalah WFH alias kerja di rumah tapi gaji tetap ditransfer setiap bulan. Tugas memang tak jelas dan anak-anak mungkin bisa membuat mood lebih kacau, tapi setidaknya kalian tak perlu memikirkan bagaimana membayar tagihan kosan bulan depan, serta apa yang akan dimakan besok. This is the perk of being an au pair! In this crisis, it is better trying to do something and get paid. Ketimbang tetap sekolah, mengerjakan tugas, dan bekerja di rumah, tapi get nothing - seperti saya sekarang.

Ada yang tanya, apa saya masih punya tabungan dari gaji au pair dulu. Sejujurnya, tidak ada lagi. Percaya atau tidak, di akhir tahun lalu saya memberikan semua tabungan demi melunasi hutang kerabat terdekat. Dijanjikan akan dibayar Januari kemarin, tapi (tipikal) janji tersebut hanyalah omong kosong. Yeah, I know I was so stupid! Perasaan saya pedih dan sakit sekali tersadar semua uang jerih payah selama ini hilang bagai debu demi melunasi hutang orang. Lalu saya belajar, bahwa you don't have to be good to all people, but yourself first!

Lalu ada yang menyarankan untuk minta bantuan ke keluarga saya di Palembang, yang mana sama saja akan menyiksa mereka jika harus kirim uang jutaan rupiah di krisis seperti ini. Kuliah di Norwegia adalah pilihan pribadi dan sayalah yang harus bertanggungjawab terhadap diri sendiri, meskipun jalannya tertatih-tatih. Sudah jauh dari keluarga, jauh dari teman pula karena tak banyak yang tahu cerita saya di sini. But in the end, I am still happy because I can still talk to them digitally, yet the real thing I need now is money.

Last confession, bagaimana saya bisa bertahan hingga saat ini? Memanfaatkan sisa tabungan dari gaji bulan lalu, mengorek receh lewat mengisi survey berbayar di internet, serta menunggu pengembalian pajak di bulan Mei! Semoga ada berita baik dari pemerintah setempat ke depannya bagi mahasiswa internasional yang akan menghabiskan masa kuliah semester ini di rumah.

Stay healthy and live domestic, all of us!