Perlu saya garis bawahi, cewek-cewek Filipina merupakan pribadi yang tangguh, berani, dan sangat sayang keluarga. Bagi mereka, Eropa bukan hanya tanah impian, tapi juga tempat mengais rezeki. Tidak hanya Eropa, keberadaan mereka pun bisa terbilang banyak di negara maju seperti Singapura, Jepang, ataupun Amerika. Berbeda dengan para pejuang devisa negara Indonesia yang kebanyakan mendiami negara di Timur Tengah dan Cina Selatan untuk bekerja sebagai TKW.
Para gadis Filipina biasanya mulai bekerja sebagai nanny, housemaid, ataupun perawat di luar negeri saat usia mereka menginjak 20-an. Jangan salah, meskipun bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tapi beberapa dari mereka punya gelar sarjana, lho! Karena Filipina jajahan Spanyol dan Amerika, sangat diuntungkan dengan banyak sekali orang yang bisa berbahasa Inggris (dan Spanyol) walaupun mereka tinggal di desa.
Tidak seperti orang tua Indonesia yang banyak melarang anak mereka merantau, orang tua Filipina justru kebanyakan memaksa anak-anak mereka untuk bekerja di luar negeri sedini mungkin. Mengapa, karena masalah perekonomian keluarga. Kalau si gadis tidak ingin bekerja keluar negeri, asap di dapur tidak bisa mengepul lama.
Bekerja di Filipina pun tidak gampang. Meski memiliki gelar sarjana, persaingan yang sangat tinggi di dunia kerja membuat mereka kadang rendah diri dan menyerah. Belum lagi dengan gaji yang tidak terlalu besar, lagi-lagi membuat mereka berpikir dua kali jika harus menafkahi keluarga. Satu-satunya jalan adalah dengan bekerja di luar negeri lewat bantuan agensi ataupun jalur mandiri.
Di Eropa, cewek-cewek muda Filipina sering kali dijumpai di daerah utara. Denmark dan Norwegia adalah dua negara terpopuler di Eropa bagi para cewek-cewek ini untuk bekerja sebagai au pair. Selain karena uang sakunya paling tinggi, izin tinggal hingga 2 tahun membuat mereka betah berlama-lama mendiami dua negara ini.
Hebatnya, mental cewek-cewek Filipina sangat kuat dan tanpa malu. Orang Indonesia yang tidak paham dengan konteks au pair, biasanya akan langsung menilai pekerjaan ini layaknya pembantu. Tapi bagi para cewek Filipina, au pair merupakan jalan termudah mendapatkan visa dan bekerja di Eropa.
Supernya lagi, cewek-cewek ini juga 'pandai' meloncat dari satu negara ke negara lain. Selesai di Denmark, mereka langsung buru-buru ke Norwegia. Selesai disana, mereka akan berpikir keras untuk pindah ke Spanyol, Belanda, ataupun negara Eropa lainnya, meskipun hanya bekerja sebagai cleaning lady. Habis masa kerja di Eropa, lagi-lagi, mereka tidak kehabisan akal untuk loncat ke Amerika. Prinsip mereka, once you are abroad, no more way back home.
Gara-gara hal inilah, dulunya pemerintah Denmark (2014) sampai menghadiahi uang hingga 6.500 DKK bagi au pair yang sudah selesai au pairing selama 2 tahun, tidak hamil, dan bersedia kembali ke negara asal mereka. Kabarnya, dulu banyak au pair Filipina manja yang sering overstayed, hingga mencari banyak cara untuk tetap tinggal lama di Denmark. Bisa dengan mencari pacar, memaksa untuk dinikahi, ataupun sengaja hamil agar masa tinggal mereka lebih lama.
Lain ceritanya dengan gadis-gadis Indonesia. Bagi para au pair Indonesia, Eropa merupakan tanah impian dengan segala kemewahan yang ada. Au pair Indonesia yang saya kenal, biasanya akan mengambil banyak kesempatan yang ada selama di Eropa, seperti tidak malas datang ke sekolah bahasa, travelling, ataupun benar-benar merasakan atmosfir luar negeri selama berada di Eropa. We are not looking for money, but opportunity.
Tentu saja, uang saku yang didapat boleh ditabung dan dibawa kembali ke Indonesia. Kebanyakan au pair Indonesia juga melihat Eropa sebagai kesempatan untuk melanjutkan studi. Makanya tidak jarang, setelah masa au pair selesai, para gadis muda ini akan datang lagi ke Eropa untuk sekolah.
Berbeda dengan banyak au pair Filipina yang saya kenal, mereka biasanya akan malas datang ke sekolah bahasa. Alasannya simpel, tidak ada motivasi mempelajari bahasa tersebut karena nyatanya mereka tidak akan tinggal lama. Au pair yang awalnya adalah pertukaran budaya pun, realitanya malah jadi sarana mengais rezeki. Tujuan mereka hanya satu, menafkahi keluarga.
Sialnya, karena ada penyalahgunaan konsep au pair oleh para gadis Filipina ini, pemerintah Swiss sampai melarang semua au pair Asia untuk datang lagi kesana in step with tahun 2015.
Saat au pair Indonesia jalan-jalan ke kota, nongkrong, ataupun berbelanja di akhir pekan, para gadis Filipina akan menghabiskan waktu libur mereka bersama teman di rumah ataupun bekerja ilegal sebagai tukang bersih-bersih. Yes, orang Filipina ini juga pintar sekali mencari pekerjaan tambahan (yang ilegal), lho!
Biasanya pekerjaan tersebut tidak jauh-jauh jadi cleaning lady. Hebatnya, pekerjaan ini didapat turun-temurun. Jadi kalau si teman cleaning ladysudah selesai au pair, akan ada lagi penggantinya yang juga berkebangsaan Filipina. Meskipun ilegal, tapi sampai detik ini belum ada inspeksi terkait dengan praktik kerja tambahan tersebut. Sungguh bahaya kalau ketahuan, 'hadiah' deportasi bisa mereka dapatkan.
Karena jarang sekali nongkrong-nongkrong dan 'menghabiskan uang' layaknya au pair Indonesia di Eropa, tabungan au pair Filipina akan utuh selama satu bulan. Tabungan inilah yang nantinya akan dikirimkan ke keluarga di rumah. Bagi mereka, keluarga menjadi alasan utama mereka mengapa berada di Eropa. Saya dapat cerita, dari 4000 DKK uang saku yang didapat, si au pair bisa saja mengirimkan hampir semua uang tersebut tiap bulan ke keluarga di Filipina! Hasilnya, si au pair hanya uring-uringan di rumah saat weekend datang.
Cerita sedihnya, meskipun mental si au pair Filipina ini termasuk kuat, tapi mereka tetaplah orang Asia. So typical Asian yang malas berkonfrontasi dan tetap mementingkan adat. Karena budaya Asia yang malu dan sulit sekali mengutarakan pendapat karena mementingkan perasaan seseorang, sering kali kita serasa diinjak-injak oleh host family yang tidak fair. Banyak sekali cerita tentang au pair Filipina yang kerja overtime, kabur karena terpaksa, hingga tetap harus bertahan karena urusan uang. Mereka juga kadang terlalu takut untuk bertindak.
Tapi meskipun begitu, orang Filipina sebenarnya satu rumpun dengan orang Indonesia. Sering kali orang Indonesia dikira orang Filipina karena miripnya paras dan bentuk tubuh. Mereka juga sedikit noisy kalau sudah berkumpul dengan teman satu kebangsaan, suka masak-masak, ataupun curhat seru. Para au pair ini juga hangat, bersahabat, dan sangat religius meskipun sedang berada di perantauan.
Tidak ada yang salah dengan tujuan para gadis ini mencari uang untuk membantu perekonomian keluarga. Tapi sayang sekali, jika konsep au pair yang harusnya jadi ajang pertukaran budaya malah hanya digunakan dengan tujuan mencari uang semata.
PS.
Ada cerita lain saat saya tanyai seorang teman cowok asal Belgia tentang beda cewek Filipina dan Indonesia secara fisik. Katanya, "cewek-cewek Filipina tuh punya rambut yang halus seperti yang ada di iklan-iklan sampo. Beda dengan rambut cewek Indonesia yang terlihat keras dan kaku."