Showing posts with label gadis au pair. Show all posts
Showing posts with label gadis au pair. Show all posts

Monday, July 13, 2020

Tips Para Gadis Muda Itu, Apa Yang Memotivasi Mereka Jadi Au Pair?|Fashion Style

Menyadur tulisan Celia V. Harquail tentang motivasi para gadis muda sengaja datang ke US demi jadi au pair, beberapa hal yang dikemukakannya memang benar adanya. Mengasuh anak, membersihkan rumah, atau hanya kursus bahasa, bukankah bisa saja kita lakukan di negara asal? Tidak usah repot-repot membersihkan rumah orang. Membantu membersihkan rumah orang tua ataupun mengasuh sepupu di Indonesia, bisa menghindarkan kita dari ketidakcocokan dengan host family ataupun  kesepian karena jauh dari rumah.

Tapi apa alasan "sesungguhnya" para gadis muda, dari Indonesia khususnya, datang jauh-jauh ke Eropa atau Australia demi (hanya) jadi au pair?

Melihat benua Eropa atau Australia

1. Meningkatkan kemampuan bahasa asing, seperti Jerman, Prancis, atau Belanda

2. Melihat kota-kota terkenal seperti Berlin, Amsterdam, atau Paris

3. Belajar tentang kebudayaan lokal daerah setempat

Melarikan diri dari negara asal

1. Melarikan diri dari jeleknya sistem pemerintahan

2. Melarikan diri dari buruknya kondisi ekonomi

three. Melarikan diri dari paksaan, perceraian, atau kekerasan dari orang tua

4. Melarikan diri dari buruknya kondisi sosial

Melarikan diri ke Eropa atau Australia

1. Berimigrasi secara ilegal (khususnya bagi imigran dari negara sekitar/dalam benua Eropa sendiri)

2. Berharap bertemu calon suami (bule)

3. Mendapatkan izin tinggal permanen (green card) dari si calon suami nantinya

4. Berharap dapat mengganti visa jangka panjang setelahnya disini

Tidak tahu lagi apa yang akan dilakukan di negara asal

1. Tidak ada prospek kerja yang menarik

2. Tidak ada prospek hubungan asmara yang serius

3. Belum bisa memutuskan antara karir atau pendidikan

four. Setidaknya mendapatkan pengalaman setahun yang menyenangkan

Menemukan jati diri

1. Menciptkan petualangan yang menantang

2. Mengembangkan kemandirian

three. Berusaha lebih dewasa

Bersenang-senang!

1. Berpesta

2. Minum-minum alkohol

3. Jalan-jalan ke banyak tempat

four. Berkencan dengan orang yang tidak disetujui orang tua

five. Mendapatkan pengalaman dalam pergaulan yang "liar" tanpa mementingkan reputasi orang lain

Mempelajari banyak kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di negara asal

1. Meningkatkan kemampuan bahasa asing yang dapat digunakan untuk bekerja

2. Mempelajari kebudayaan Eropa atau Australia

three. Mempelajari sistem pendidikan Eropa atau Australia

Alasan-alasan lain

1. Menabung sebagian uang

2. Mengirimkan sebagian uang ke rumah

3. Belanja, belanja, belanja

four. Melihat Menara Eiffel

Saya sendiri sebenarnya pertama kali memutuskan jadi au pair karena memang sudah muak dengan aktifitas kuliah. Saya harus bangun pagi, rebut-rebutan bus ke kampus, belum lagi macet di jalanan, pressure karena ketidakcocokan dengan jurusan yang saya ambil, hingga memang keinginan yang amat kuat untuk tinggal dan sekolah ke luar negeri dari dulu.

Tapi karena rasa jenuh selepas kuliah, saya akhirnya belum berani terjun langsung ke dunia pekerjaan yang ada hubungannya dengan jurusan yang saya ambil. Masih ada perasaan belum puas terhadap apa yang saya jalani. Walaupun salah satu motivasi saya tamat kuliah karena visa au pair sudah menunggu, saya memang berharap bisa mendapatkan ilmu baru di negeri orang. Pengalaman yang tidak bisa saya dapatkan di Indonesia, maupun ilmu yang memang harusnya saya pelajari di benua lain.

Wednesday, June 24, 2020

Tips Gadis Filipina vs Gadis Indonesia di Eropa|Fashion Style

Perlu saya garis bawahi, cewek-cewek Filipina merupakan pribadi yang tangguh, berani, dan sangat sayang keluarga. Bagi mereka, Eropa bukan hanya tanah impian, tapi juga tempat mengais rezeki. Tidak hanya Eropa, keberadaan mereka pun bisa terbilang banyak di negara maju seperti Singapura, Jepang, ataupun Amerika. Berbeda dengan para pejuang devisa negara Indonesia yang kebanyakan mendiami negara di Timur Tengah dan Cina Selatan untuk bekerja sebagai TKW.

Para gadis Filipina biasanya mulai bekerja sebagai nanny, housemaid, ataupun perawat di luar negeri saat usia mereka menginjak 20-an. Jangan salah, meskipun bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tapi beberapa dari mereka punya gelar sarjana, lho! Karena Filipina jajahan Spanyol dan Amerika, sangat diuntungkan dengan banyak sekali orang yang bisa berbahasa Inggris (dan Spanyol) walaupun mereka tinggal di desa.

Tidak seperti orang tua Indonesia yang banyak melarang anak mereka merantau, orang tua Filipina justru kebanyakan memaksa anak-anak mereka untuk bekerja di luar negeri sedini mungkin. Mengapa, karena masalah perekonomian keluarga. Kalau si gadis tidak ingin bekerja keluar negeri, asap di dapur tidak bisa mengepul lama.

Bekerja di Filipina pun tidak gampang. Meski memiliki gelar sarjana, persaingan yang sangat tinggi di dunia kerja membuat mereka kadang rendah diri dan menyerah. Belum lagi dengan gaji yang tidak terlalu besar, lagi-lagi membuat mereka berpikir dua kali jika harus menafkahi keluarga. Satu-satunya jalan adalah dengan bekerja di luar negeri lewat bantuan agensi ataupun jalur mandiri.

Di Eropa, cewek-cewek muda Filipina sering kali dijumpai di daerah utara. Denmark dan Norwegia adalah dua negara terpopuler di Eropa bagi para cewek-cewek ini untuk bekerja sebagai au pair. Selain karena uang sakunya paling tinggi, izin tinggal hingga 2 tahun membuat mereka betah berlama-lama mendiami dua negara ini.

Hebatnya, mental cewek-cewek Filipina sangat kuat dan tanpa malu. Orang Indonesia yang tidak paham dengan konteks au pair, biasanya akan langsung menilai pekerjaan ini layaknya pembantu. Tapi bagi para cewek Filipina, au pair merupakan jalan termudah mendapatkan visa dan bekerja di Eropa.

Supernya lagi, cewek-cewek ini juga 'pandai' meloncat dari satu negara ke negara lain. Selesai di Denmark, mereka langsung buru-buru ke Norwegia. Selesai disana, mereka akan berpikir keras untuk pindah ke Spanyol, Belanda, ataupun negara Eropa lainnya, meskipun hanya bekerja sebagai cleaning lady. Habis masa kerja di Eropa, lagi-lagi, mereka tidak kehabisan akal untuk loncat ke Amerika. Prinsip mereka, once you are abroad, no more way back home.

Gara-gara hal inilah, dulunya pemerintah Denmark (2014) sampai menghadiahi uang hingga 6.500 DKK bagi au pair yang sudah selesai au pairing selama 2 tahun, tidak hamil, dan bersedia kembali ke negara asal mereka. Kabarnya, dulu banyak au pair Filipina manja yang sering overstayed, hingga mencari banyak cara untuk tetap tinggal lama di Denmark. Bisa dengan mencari pacar, memaksa untuk dinikahi, ataupun sengaja hamil agar masa tinggal mereka lebih lama.

Lain ceritanya dengan gadis-gadis Indonesia. Bagi para au pair Indonesia, Eropa merupakan tanah impian dengan segala kemewahan yang ada. Au pair Indonesia yang saya kenal, biasanya akan mengambil banyak kesempatan yang ada selama di Eropa, seperti tidak malas datang ke sekolah bahasa, travelling, ataupun benar-benar merasakan atmosfir luar negeri selama berada di Eropa. We are not looking for money, but opportunity.

Tentu saja, uang saku yang didapat boleh ditabung dan dibawa kembali ke Indonesia. Kebanyakan au pair Indonesia juga melihat Eropa sebagai kesempatan untuk melanjutkan studi. Makanya tidak jarang, setelah masa au pair selesai, para gadis muda ini akan datang lagi ke Eropa untuk sekolah.

Berbeda dengan banyak au pair Filipina yang saya kenal, mereka biasanya akan malas datang ke sekolah bahasa. Alasannya simpel, tidak ada motivasi mempelajari bahasa tersebut karena nyatanya mereka tidak akan tinggal lama. Au pair yang awalnya adalah pertukaran budaya pun, realitanya malah jadi sarana mengais rezeki. Tujuan mereka hanya satu, menafkahi keluarga.

Sialnya, karena ada penyalahgunaan konsep au pair oleh para gadis Filipina ini, pemerintah Swiss sampai melarang semua au pair Asia untuk datang lagi kesana in step with tahun 2015.

Saat au pair Indonesia jalan-jalan ke kota, nongkrong, ataupun berbelanja di akhir pekan, para gadis Filipina akan menghabiskan waktu libur mereka bersama teman di rumah ataupun bekerja ilegal sebagai tukang bersih-bersih. Yes, orang Filipina ini juga pintar sekali mencari pekerjaan tambahan (yang ilegal), lho!

Biasanya pekerjaan tersebut tidak jauh-jauh jadi cleaning lady. Hebatnya, pekerjaan ini didapat turun-temurun. Jadi kalau si teman cleaning ladysudah selesai au pair, akan ada lagi penggantinya yang juga berkebangsaan Filipina. Meskipun ilegal, tapi sampai detik ini belum ada inspeksi terkait dengan praktik kerja tambahan tersebut. Sungguh bahaya kalau ketahuan, 'hadiah' deportasi bisa mereka dapatkan.

Karena jarang sekali nongkrong-nongkrong dan 'menghabiskan uang' layaknya au pair Indonesia di Eropa, tabungan au pair Filipina akan utuh selama satu bulan. Tabungan inilah yang nantinya akan dikirimkan ke keluarga di rumah. Bagi mereka, keluarga menjadi alasan utama mereka mengapa berada di Eropa. Saya dapat cerita, dari 4000 DKK uang saku yang didapat, si au pair bisa saja mengirimkan hampir semua uang tersebut tiap bulan ke keluarga di Filipina! Hasilnya, si au pair hanya uring-uringan di rumah saat weekend datang.

Cerita sedihnya, meskipun mental si au pair Filipina ini termasuk kuat, tapi mereka tetaplah orang Asia. So typical Asian yang malas berkonfrontasi dan tetap mementingkan adat. Karena budaya Asia yang malu dan sulit sekali mengutarakan pendapat karena mementingkan perasaan seseorang, sering kali kita serasa diinjak-injak oleh host family yang tidak fair. Banyak sekali cerita tentang au pair Filipina yang kerja overtime, kabur karena terpaksa, hingga tetap harus bertahan karena urusan uang. Mereka juga kadang terlalu takut untuk bertindak.

Tapi meskipun begitu, orang Filipina sebenarnya satu rumpun dengan orang Indonesia. Sering kali orang Indonesia dikira orang Filipina karena miripnya paras dan bentuk tubuh. Mereka juga sedikit noisy kalau sudah berkumpul dengan teman satu kebangsaan, suka masak-masak, ataupun curhat seru. Para au pair ini juga hangat, bersahabat, dan sangat religius meskipun sedang berada di perantauan.

Tidak ada yang salah dengan tujuan para gadis ini mencari uang untuk membantu perekonomian keluarga. Tapi sayang sekali, jika konsep au pair yang harusnya jadi ajang pertukaran budaya malah hanya digunakan dengan tujuan mencari uang semata.

PS.

Ada cerita lain saat saya tanyai seorang teman cowok asal Belgia tentang beda cewek Filipina dan Indonesia secara fisik. Katanya, "cewek-cewek Filipina tuh punya rambut yang halus seperti yang ada di iklan-iklan sampo. Beda dengan rambut cewek Indonesia yang terlihat keras dan kaku."

Monday, June 15, 2020

Tips Au Pair: Cewek Muda Serba Bisa|Fashion Style

Suatu hari, seorang cewek muda Indonesia memiliki niat dan mimpi besar melihat dunia tapi terkendala biaya. Dia tahu betul dirinya bukan orang kaya, pun bukan orang pintar yang bisa sekolah tinggi ke Eropa lewat bantuan beasiswa. Benua biru ini masih ada dalam waiting list-nya, hingga suatu ketika dia menemukan satu jalan ke Eropa dengan menjadi au pair.

Tentu saja au pair bisa mengantarkannya menuju benua biru tanpa butuh dana besar. Namun, au pair yang sejatinya cultural exchange tidak segampang sledding di atas salju tanpa perlu usaha maksimum.

Si cewek muda ini sebetulnya tidak tahu bahwa dunia menyenangkan au pair justru bisa berbuah rasa sakit hati yang menimbulkan rasa trauma. Si cewek muda ini pun belum tahu kalau au pair bersifat sama-sama menguntungkan. You get Europe, they get a clean house.

Au pair memang bisa mewujudkan mimpi mu ke Eropa dan melihat dunia, tapi kamu juga harus tahu bahwa ada hal yang harus kamu tukar dari mimpi mu itu. There is no such a free thing!

Kalau ada yang mengatakan kita datang jauh-jauh ke Eropa hanya untuk jadi pembantu, please shut their mouth up! Au pair itu cewek muda luar biasa yang memiliki fleksibilitas tinggi dan energi pantang kendur!

Karena au pair itu juga...

1. Petugas bersih-bersih

Dari mulai vacuuming, mengepel, lap kaca, buang sampah, dan bersih-bersih dapur yang sampai ada kadar kebersihan sendiri-sendiri di tiap rumah, lho! Jangan remehkan bersih-bersih ini, karena kalau keluarga kamu termasuk super perfeksionis, ada sehelai rambut jatuh di lantai bisa saja disuruh vakum ulang.

2. Asisten rumah tangga

Karena au pair adalah asisten di rumah, kamu dirasa lebih tahu dimana letak barang-barang si keluarga yang kadang kamu sendiri juga tidak pernah melihatnya. Dimana kaos kaki si ini, dimana chargeran si emak, dimana kamu letakkan si piring, dimana kamu taruh baju yang gambarnya itu. Well, you have a big responsibility of their house!

Three. Koki

Beberapa keluarga biasanya mewajibkan au pair menyiapkan makan malam setiap hari. Saya contohnya. Tahu kan kalau selera orang Eropa dan Asia itu tidak sama? Banyak juga au pair yang sebenarnya tidak pintar memasak untuk orang lain. Saya lagi contohnya.

Kalau kamu suka memasak, ya silakan. Bad side-nya, kamu yang potong bahan, kamu yang masak, kamu juga yang beres-beres setelah makan malam. See, you are even more than a cook!

Four. Supir

Teman saya jadi supir si host kids setiap hari karena memang dia diwajibkan antar jemput anak ke sekolah, tempat kursus, atau melakukan aktifitas lainnya. Bagi dia, antar jemput anak itu cukup melelahkan dan membosankan. Apalagi dia tahu, selain merangkap jadi supir, dia kadang juga mesti belanja dan membawa barang belanjaan masuk dan keluar mobil lagi.

Five. Nanny

Para au pair sebetulnya tidak memiliki basic training sebagai pengasuh bayi dan anak, tapi mereka belajar dari pengalaman mengasuh anak si keluarga yang masih balita. This is not easy, girls. Ganti popok, menimang, hingga memandikan balita butuh fokus yang ekstra. Faktanya tidak semua au pair bisa mentolerir bau eek si bayi atau muntahan anak.

6. Petugas kebersihan hotel

Selain tukang bersih-bersih rumah, kamu juga lebih mirip petugas kebersihan resort yang mesti membersihkan rest room, susun baju, menyetrika, dan mengganti sprei setiap minggunya.

7. Guru TK

Sebagai au pair, kita juga dituntut untuk selalu tersenyum ria setiap hari. Bermain bersama, menggambar, menyanyi, berdansa, membuat sesuatu dari kertas, pokoknya harus selalu aktif setiap waktu. Jangan biarkan anak-anak sibuk dengan iPad atau tontonan saja.

Seriously, I'm fed up somehow! Karena setiap hari ketemu host kids, wajar jika kebanyakan au pair bosan, jenuh, eneg, dan tidak mood bermain dengan si anak. I want to choke my host kids sometime! Hah!

8. Pengasuh bagi penyandang cacat

Tidak semua keluarga memiliki anak normal. Beberapa keluarga juga ada yang concern memiliki au pair untuk anaknya yang disability dan butuh perhatian khusus. Lalu, kamu pikir ini gampang? No way! Kamu harus bantu dia makan, menyuapi, menggendong, atau memandikan si anak. Mengasuh anak berkebutuhan khusus sama dengan mengurus bayi, it takes full of attention and timing.

9. Anak SMP

Sekali lagi, karena kamu tinggal dengan keluarga angkat, kamu harus menjaga sikap agar selalu terlihat seperti anak baik-baik di rumah. Kadang ada saja keluarga yang mengunci pintu hingga jam 10 malam dan tidak membiarkan au pairnya masuk kalau pulang kemalaman. Atau kamu juga harus minta izin dulu jika ada teman yang ingin menginap dan masak-masak. Lalu minta izin lagi setiap keluar rumah, lalu kadang minta izin lagi bolehkah mengambil makanan di kulkas.

10. Kakak tertua

You are the boss! Tapi ini juga salah satu tanggung jawab kamu yang mesti mengingatkan si anak untuk tidur, stop bermain iPad, menjadwalkan waktu nonton TV, ataupun menjaga si anak kalau sedang sakit. Kamu adalah tangan ketiga yang membantu mengawasi anak jika orang tua mereka sedang tidak di rumah. Plus, menjaga dan mengajak anjing jalan jika dibutuhkan.

Eleven. Keluarga

Well, after all, a great host family would be so happy having you as their family. Mereka adalah keluarga yang melindungi, memperhatikan, dan juga peduli dengan waktu libur dan kehidupan kamu selama tinggal di rumah mereka. But wait! Keluarga itu harusnya tidak banyak meminta kan ya? Ya itu, jangan banyak minta meskipun kamu dituntut untuk selalu fleksibel dengan waktu, inisiatif, dan tenaga.

Saat kencan dengan seorang cowok, doi nanya kenapa saya mau jadi au pair. Dia bahkan menilai au pair tidak lebih dari cheap labour semata. Doi sebenarnya tidak berusaha menjelekkan profesi saya sebagai au pair. Hanya saja dia miris dengan banyaknya tugas au pair yang merangkap sebagai "apapun", namun hanya diganti dengan pocket money yang kecil dan tempat tinggal.

He is obviously right, but in another case, he is also wrong. Kita jadi au pair bukan untuk uang. Kita menukarkan mimpi datang ke Eropa, dapat tempat tinggal, makan enak, hingga bisa menabung, karena kita juga paham tidak ada sesuatu yang gratis. Tidak usah terlalu memikirkan uang yang sedikit, kalau memang sudah dihadiahihost family yang baik.

Just be proud eventually you're coming to Europe!

Tips Persiapan Wawancara dengan Calon Host Family|Fashion Style

So, setelah akhirnya mencari host family ke banyak situs dan ternyata matching, kamu dihubungi kembali untuk seleksi wawancara dengan si keluarga. Bahagia? Pasti! Setidaknya, bersyukurlah ternyata profil mu berhasil dilirik oleh si keluarga angkat.

Bagi saya, sesi wawancara dengan host family selalu membuat nervous.Meskipun wawancara dilakukan via Skype, tapi tetap saja, saya tidak ingin tiba-tiba blank dan tidak tahu harus bicara apa dengan si calon keluarga.

Sebenarnya wawancara dengan calon keluarga angkat tidaklah setegang bicara dengan calon atasan di perusahaan besar. Obrolan biasanya terkesan lebih santai dan dimulai dengan proses kenalan. Tapi tetap saja, kita harus serius dan inilah waktunya 'menjual' diri kita di hadapan si keluarga agar diterima menjadi au pair mereka.

Ingat ya, kamu bukanlah satu-satunya calon au pair yang host family wawancarai. Saingan akan lebih berat kalau si keluarga mencari au pair dari seluruh negara. Agar tidak tertatih-tatih saat mengobrol dengan si keluarga, coba persiapkan hal berikut agar kamu lebih percaya diri di kamera.

1. Pelajari profil calon keluarga angkat

Baca lagi tentang profil si keluarga angkat. Umur, pekerjaan orang tua, nama anak dan usia mereka, serta apa saja ekspektasi si keluarga terhadap au pair nanti. Biasanya saat wawancara, si ibu dan/atau ayah angkat akan memperkenalkan diri mereka kembali secara singkat. Mereka juga akan menjelaskan lagi rutinitas, hobi, dan hal-hal mendasar tentang ekspektasi mereka ke kamu.

2. Catat pertanyaan yang menyangkut isi profil

Beberapa keluarga ada yang secara gamblang menuliskan panjang lebar apa ekspektasi mereka lewat profil. Namun ada juga keluarga yang hanya menuliskan sedikit detail, namun diperjelas kembali saat sesi wawancara.

Cari kembali pertanyaan yang kira-kira akan kamu tanyakan dan berhubungan dengan isi profil si keluarga. Contohnya, apakah tempat tinggal mereka jauh dari kota besar, perlu kah kamu menyetrika pakaian, atau apakah mereka pernah punya au pair sebelumnya. Kadang pertanyaan ini akan dijelaskan sendiri oleh si keluarga saat perkenalan.

3. Siapkan 2-four pertanyaan tambahan

Kalau memang ini wawancara pertama mu dengan si keluarga, jangan dulu menanyakan hal-hal yang bersifat meminta. Contohnya, soal tiket pesawat, biaya visa, biaya kursus, atau keadaan kamar.

Tanyakanlah hal-hal yang bersifat netral dan tetap menunjukkan ketertarikan mu dengan keluarga mereka. Contohnya, apakah kamu libur saat akhir pekan, apakah transportasi dari tempat tinggal si keluarga mudah dijangkau, apakah anak-anak mereka sosial, atau tanya juga apakah mereka memberikan mu waktu longgar untuk ke gereja atau kursus.

That's it!

Pertanyaan lainnya semacam tiket pesawat atau biaya kursus, bisa kamu tanyakan di email tambahan atau ketika kamu benar-benar yakin kalau host family juga tertarik setelah wawancara. Jika di wawancara pertama saja kamu sudah banyak minta ini itu, takutnya si keluarga malah berubah pikiran dan justru kamulah yang banyak ekspektasi.

4. Buat draft kasar tentang diri sendiri dan motivasi mu

Selain memperkenalkan diri mereka, si calon keluarga pasti ingin mendengar juga cerita singkat tentang kamu. Sekali lagi, jangan kebanyakan perkenalan dan straight to the point. Sebutkan saja umur, tempat tinggal yang sekarang, pendidikan terakhir, serta pengalaman kerja.

Kalau memang tidak ada pengalaman kerja sebelumnya, katakan saja kalau kamu memiliki ketertarikan dengan anak-anak dan budaya asing. Hal ini juga yang memotivasi kamu untuk jadi au pair di negara mereka. Meskipun ini akan jadi au pair pertama mu, tetaplah percaya diri dengan meyakinkan host family kalau pengalaman mu dengan anak-anak sudah terlatih saat mengasuh adik, sepupu, atau keponakan.

Siapkan juga dua atau empat kalimat yang menerangkan alasan kamu ingin jadi au pair di negara tersebut. Be specific ya, di negara tempat tinggal keluarga yang sedang mewawancarai mu! Mungkin kamu tertarik dengan arsitektur, bahasanya, makanan mereka, atau keinginan kamu yang ingin lanjut studi selepas au pair. Minimalisir kata-kata yang hanya ingin 'jalan-jalan' saja.

5. Atur nada bicara dan latih bahasa asing mu

Hampir semua keluarga angkat menggunakan bahasa Inggris saat sesi wawancara. Namun tidak jarang juga ada keluarga yang lebih nyaman menggunakan bahasa ibu mereka seperti bahasa Jerman atau Prancis. Meskipun kamu merasa cukup lancar bicara bahasa asing ini, tetaplah berlatih sebentar untuk mengutarakan maksud dan motivasi mu ke mereka.

Jangan mencatat semua yang ingin dikatakan, karena akan terkesan kamu tidak lancar berbahasa asing dan hanya membaca saja. Kalau memang tidak terlalu lancar bahasa Inggris, katakan di awal kalau kamu sedikit kesulitan bicara bahasa ini. Then, you need to speak slowly.

Tidak usah terlalu buru-buru saat bicara dengan calon keluarga dan bicaralah dengan intonasi yang jelas. Meskipun sifatnya santai, kamu tetap harus serius dan profesional.

6. Tersenyumlah senatural mungkin

Sebisa mungkin hindari ekspresi datar dan berlatihlah untuk tetap tersenyum saat sesi wawancara. Raut muka serius menandakan kamu bukanlah orang yang terbuka. Banyak cengengesan juga tidak baik karena kamu seperti essential-fundamental. Senyumlah senatural mungkin dan bersikaplah ramah bahkan saat pertama kali memulai percakapan.

Sapa mereka dengan antusias, "Hi... How are you?" atau bisa juga sekalian sebut nama mereka, "Hi Emily, how are you?"

Karena mereka adalah calon keluarga mu nanti, tidak usah panggil Madam atau Mister/Sir. Panggil nama mereka dan anggaplah si keluarga seperti teman mu sendiri.

Wawancara pertama dengan host family mungkin tidak akan menentukan nasib mu menjadi bagian dari keluarga mereka nanti. Tapi berusaha untuk mempersiapkan banyak hal terlebih dahulu setidaknya membuat kamu lebih siap mental dan belajar bersikap profesionaldengan orang asing.

Tenang saja, sebelum melangkah cantik keliling Eropa, saya dulu juga sempat ditolak berkali-kali oleh si keluarga angkat. Padahal saya memiliki pengalaman jadi au pair sebelumnya, lho. Teman saya, belum pernah jadi au pair, langsung diterima setelah satu kali wawancara dengan host family-nya. Jadi, punya pengalaman atau tidak, sebenarnya juga tidak menjamin apakah kamu bisa langsung mencuri hati keluarga angkat saat wawancara.

Saran saya, minta kontak au pair lama si keluarga (kalau memang ada) untuk referensi dan langsung saja tolak host family yang menanyakan apakah kamu punya pengalaman cleaning atau jadi domestic helper sebelumnya. Tipe keluarga seperti ini biasanya akan menaruh ekspektasi bersih-bersih berlebih bagi si calon au pair. Mereka sebenarnya bukan cari au pair, tapi pengganti cleaning lady.

Good success!

Sunday, June 14, 2020

Tips Beda Host Dad, Beda Cerita|Fashion Style

Host family itu unik. Mereka punya gaya hidup, karakter, serta membawa pengalaman yang berbeda pula untuk au pairnya.

Tiga tahun lebih jadi au pair di Eropa, saya sudah tinggal dengan 4 keluarga yang semuanya membawa cerita baru dalam hidup saya. Meskipun saya lebih banyak berinteraksi dengan si emak dan anak-anaknya, namun si bapak sebenarnya juga punya cerita yang menarik.

Empat host dad saya memiliki latar belakang dan pekerjaan yang tak sama. Tinggal bersama mereka membuat saya tidak luput dari pengamatan mengenai kebiasaan si bapak-bapak ini di rumah, mulai dari gaya hidup hingga fashion.

Let me introduce the daddies!

1. Keluarga Maroko

Pertama kali jadi au pair, saya tinggal dengan pasangan keluarga Maroko yang lahir dan besar di Belgia. Saya memang tidak lama tinggal dengan mereka. Setelah satu bulan tinggal bersama, akhirnya saya memutuskan putus kontrak namun tetap terus tinggal sesuai perjanjian yang sudah disepakati. Pun begitu, saya dan mereka tetap say goodbye dengan cara yang baik lima bulan kemudian.

Si bapak, Idriss, usianya saat itu sekitar 36 tahun. Pekerjaannya sebagai guru IT di salah satu sekolah menegah membuatnya tidak sesibuk si istri. Dibanding istrinya yang terlihat lebih intelektual, Idriss juga tidak terlalu fasih berbahasa Inggris dan Belanda?Meskipun tinggal di Belgia. Sehari-hari si bapak hanya berkomunikasi dengan bahasa Prancis ke anak-anaknya. Kalau pun harus menjelaskan sesuatu ke saya dalam bahasa Inggris, Idriss seperti kesulitan menafsirkan makna yang dimaksud.

Hobi si bapak ini important Playstation. Kadang kalau mesti jaga anak, Idriss menaruh si bayi di kursi goyang lalu menggunakan ujung jari kakinya untuk menggoyangkan si kursi. Tanpa membuat anak menangis karena nyaman di kursi goyang, mata dan jari tangannya tetap fokus essential Playstation. Saking seriusnya primary, Idriss sampai kadang teriak-teriak sendiri di ruang tengah.

Karena mereka keluarga muslim, Idriss selalu menyapa saya dengan "Assalamua'laikum" setiap pagi. Saya juga cukup kaget di awal-awal dengan kebiasaan bangun tidur Idriss yang baru melek jam 8 atau 9-an saat weekdays. Kalau sedang libur atau akhir pekan, Idriss baru bangun jam 11-an lalu langsung menuju dapur mengambil sarapan.

Meskipun si bapak Maroko ini sering teriak dan omongannya cenderung kasar ke anak-anaknya, tapi beliau pintar masak. Si istri saja sampai mengakui kalau Idriss sudah pegang pisau dapur, makanan apapun akan terasa enak. Agree!

2. Keluarga Belgia

Host dad saya yang kedua bernama Koenrad. Usianya saat itu hampir 40 tahun. Pun begitu, mukanya masih kelihatan ganteng dan bugar. Maklum, dia lebih suka naik sepeda ke kantor ketimbang naik mobil.

Berbeda dengan para French speakersdi Walloon, si bapak jangkung yang tinggal di utara Belgia ini fasih berbahasa Belanda, Inggris, dan Prancis. Beliau juga cinta mati sama istrinya, lho! I can see it. Maklum, mereka menikah saat Koenrad berumur 27 tahun dan si istri 24 tahun. Cukup muda untuk ukuran orang Eropa.

Dibandingkan si istri yangquirky dancasual, Koenrad lebih rapih danstylish. Dia juga tidak takut memakai celana hijau, kuning, atau merah tua ke kantor.

Host family saya ini juga termasuk orang kreatif, sukses, namun super sibuk. Selain punya bisnis student housing di Belgia, Koenrad dan si istri tidak ragu membangun sebuah hostel baru di Ghent dari hasil renovasi gedung legendaris di pusat kota. Waktu saya disana, hostel mereka baru dibangun sekitar satu tahunan. Hebatnya, hostel tersebut sudah menjadi salah satu hostel butik berinterior terkeren di dunia! Sudah sering masuk majalah sampai dibukukan malah.

Selain mengurus bisnis properti, saya sebenarnya tidak paham dengan jam kerja pasangan ini. Pagi, jam 9-an kerja. Pulang hanya di jam makan malam. Sekitar jam eight-an keluar lagi sampai tengah malam. Alasannya ya tetap kerja. Luar biasa! Tidak heran kalau Koenrad dan istrinya mendapat penghargaan sebagai salah satu pebisnis muda tersukses di Belgia tahun 2013.

Mungkin karena merasa sudah sukses di usia muda, entah kenapa saya juga kurang suka dengan idealisme Koenrad. Mereka sebenarnya tergolong keluarga yang punya banyak duit, tapi terkesan pelit dan irit. Penampilan mereka biasa saja. Mobil pun tak seberapa, bahkan mirip angkutan kota. Ya bagus memang, hidup sederhana. Tapi saya pernah diceramahi gara-gara mengatur suhu ruangan yang terlampau panas.

Alasannya karena global warming, padahal menurut saya hanya karena tagihan listrik yang takut membengkak. Si bapak sampai menjelaskan soal efek pemanasan global layaknya saya anak SD yang tidak tahu apa-apa.

"You can wear jumper or more sweaters if you still feel cold," saran dia saat itu.

Meh!

Three. Keluarga Denmark

Perkenalkan host dad saya yang ketiga, Brian. Si bapak pemilik perusahaan alat gym di Denmark yang jago masak, urus anak, dan hobi buang duit. Usianya sekarang sekitar 45 tahun. Tapi karena pandai merawat diri dan suka work out, si bapak masih terlihat ganteng di usianya yang sudah di atas 40 tahun.

Pertama kali ketemu Brian, saya sudah bisa merasakan aura bossy-nya dia. Pernah saya telat bangun pas baru awal-awal tinggal di rumah mereka, langsung dimarahi saat itu juga.  "For me, time is so important!" katanya.

Gara-gara aura bossy-nya Brian, saya kadang merasa segan dan juga takut kalau tiba-tiba kena panggil. Well, apalagi ini? Salah apalagi? Untunglah setelah hidup bersama selama beberapa bulan, Brian terlihat lebih kalem dan menganggap saya seperti keluarga.

Brian termasuk bapak yang unik. Sebelum sibuk dengan pekerjaan, beliau katanya pecinta berat film. Dalam seminggu, dia bisa datang ke bioskop 2-four kali. Karena suka sekali menonton, tiap ruangan dan kamar pasti dipasang TV. Lucunya, TV disejajarkan dengan luas dinding dimana TV tersebut dipasang. Kalau dindingnya lebar, si TV pun akan dipasang yang besar. Kalau dindingnya kecil, TV juga dipilih yang sedikit kecil.

Di kamar host kid saya pun ada 2 TV yang dipasang sejajar dengan tingkatan tempat tidur. Satu tingkat tempat tidur, satu TV terpasang. Pokoknya dibuat senyaman mungkin. Padahal, saking sibuknya mereka, menonton pun jarang. Sekalinya menonton, hanya acara anak-anak.

Soal makanan, Brian juga punya taste yang sangat tinggi. Si bapak ini tidak suka kalau bahan makanan yang akan dimasak terlihat layu atau sudah terlalu lama di kulkas. Pun soal penyajian makanan, bagi Brian, warna itu sangat penting. "Usahakan ada warna merah atau hijau di tiap penyajian," katanya saat itu.

Karena terlalu strict soal kesegaran sayuran ini, kadang saya merasa sayang dengan banyaknya bahan makanan yang dibuang padahal masih sangat bagus. Pisang yang kecoklatan sedikit, langsung dibuang. Salad yang baru dua hari di kulkas, buang! Daun bawang yang baru dipakai setengah, sisanya buang!

"Well, I could buy it more. No worry," katanya santai.

Bukannya apa, kalau saya tipe orang yang suka makan, mungkin sudah gendut makan sisa bahan makanan di rumah mereka. Sayangnya, saya pun terlalu picky soal makanan dan cepat kenyang.

Meskipun hobi buang-buang bahan makanan, Brian sebenarnya sangat pintar memasak. Saya pun tidak ragu dengan skill masak beliau. Dibandingkan mengganti popok anak, Brian lebih suka pegang panci. Tahun kedua, saat si kembar beranjak besar, tugas memasak saya akhirnya dia yang pegang. He feels happier though.

Karena tahu kaya, Brian juga tidak ragu buang-buang uang. Di rumah sudah terparkir dua mobil, masih menambah satu mobil sport. Padahal garasi saja pas-pasan.

Si bapak satu ini juga hobi beli sepatu olahraga untuk menunjang aktifitas gym-nya. Selain itu, tak terhitung lagi berapa banyak kemeja yang sering dia beli versus yang sering dia pakai. Saya lho yang repot menyetrika.

Meskipun karakter alaminyabossy dan emosional, tapi Brian sangat menghargai equality di dalam rumah tangga. Jam 6 pagi si bapak bangun, sarapan, lalu nge-gym dulu sebelum berangkat ke kantor. Jam 5 sore Brian pulang, langsung masak, lalu tetap setia pula mendongeng sebelum anak tidur. Plus, memandikan anak kalo dibutuhkan. Tengah malamnya, saat si kembar merengek, Brian juga yang bangun dan membuatkan susu. Begitu saja terus alurnya selama 2 tahun saya disana.

Beruntunglah si istri yang mendapatkan suami macam Brian ini. Sudah ganteng, mapan, kaya, stylish, rajin olahraga, jago masak, plus tidak ragu membantu mengurus anak. Bravo!

Four. Keluarga Norwegia

Bapak yang keempat ini bernama Lasse. Umurnya juga hampir sama dengan Brian, sekitar 45 tahun. Saat tahu pekerjaan Lasse, saya sebenarnya cukup kaget. He is a painter alias tukang cat!

Jangan salah, sektor pertukangan di Norwegia menempati peringkat teratas dengan gaji tertinggi, lho! Lasse sebenarnya mengelola perusahaan keluarga yang dia sendiri sebagai bosnya. Perusahaan jasa pengecatan ini sudah dia bangun sekitar 8 tahun lalu dan memiliki 5 pegawai sampai sekarang. Meskipun punya perusahaan, dia juga ikut andil dalam proses pengecatan.

Berbeda dengan tiga host dad saya lainnya, Lasse termasuk yang super cerewet dan paling hobi mengobrol. Tiap melihat muka saya, selalu saja ada yang dibicarakan. Padahal obrolannya kadang tidak penting, hanya masalah cuaca atau sampah. Kadang obrolan yang pernah dibahas, diulang lagi.

Di mobil, saat kami harus menempuh perjalanan selama three jam ke Hemsedal, mulutnya tidak berhenti bercerita. Tidak cukup mengobrol dengan saya, si bapak ini menelpon temannya dan haha hehe sambil menyetir. Selesai dengan si teman satu, lanjut lagi telepon teman satunya. Semua selesai, lalu kembali lagi ke saya.

Tapi di luar sifat cerewetnya,  Lasse termasuk orang yang down to earth dan sangat hangat—kalau sudah kenal. Saya paling suka senyum Lasse yang terlihat sangat genuine dan bersahabat. Tidak ada aura bos sama sekali.

Meskipun fasih berbahasa Inggris, tapi logat Norwegianya masih sangat kental. Pun dengan karakternya, the true Norwegian man! Selain hobi ski dan being outdoor, si bapak juga maniak olahraga lainnya. Dari marathon, ski jumping, renang, golf, sampai berburu pun pernah dilakoni. Super pas dengan si istri yang juga mantan atlit berkuda.

Berlawanan dengan Brian, Lasse malah tidak suka buang-buang makanan. Tanpa harus membawa makanan bercita rasa tinggi di rumah, Lasse sebisa mungkin menghabiskan apa yang tersedia di kulkas ketimbang harus membeli lagi dan lagi.

Tipikal lelaki Skandinavia, Lasse juga sangat menghargai equality di dalam rumah tangga. Si bapak ini tidak segan berbagi tugas mengurus anak dengan istrinya, memisahkan laundry, hingga memasak. Beliau juga paling care dengan istrinya yang kadang butuh "me time".

Di usianya yang baru 30 tahun, Lasse sudah bisa membangun kabin sendiri di Hemsedal dengan uang hasil keringatnya tanpa bantuan finansial orang tua sedikit pun.

Sebenarnya kalau ingin dibahas satu per satu, setiap host dad harus mendapat satu tempat postingan di blog ini. Cerita mereka di rumah sebenarnya lebih unik ketimbang apa yang saya ungkapkan di atas. Dari mereka juga saya bisa belajar banyak hal. Contohnya si Brian yang ternyata lebih pandai menyetrika dibanding saya!

Bisa disimpulkan bahwa para suami Eropa lebih cekatan dan tidak segan membantu pekerjaan rumah. Istri tidak lagi berprofesi layaknya pembantu, namun memungkinkan juga untuk bekerja dan membantu finansial keluarga. Tiap host dad saya punya kesibukan masing-masing, tapi sekembalinya ke rumah, mereka tetaplah seorang ayah dan suami yang baik bagi istri dan anak-anaknya. Take a bow untuk para bapak ini!

Kalian sendiri, ada cerita unik apa dari host dad?

Monday, June 1, 2020

Tips Gaji Au Pair, Sepadan kah?|Fashion Style

Dikarenakan perlakuan host family yang suka semena-mena terhadap au pair, banyak gadis muda asing terpaksa harus bekerja overtime. Sayangnya, sifat mean keluarga angkat ini membuat au pair bekerja lebih lama dari kontrak, tapi tetap dibayar denganpocket money minimum. Unfair?

Iya. Pergeseran makna au pair yang disamaratakan dengan pembantu internasional murah, tentunya membuat banyak pihak merasa program pertukaran budaya ini tak lain hanyalah perbudakan. Kerja berjam-jam namun hanya dibayar 450 Euro, misalnya.

Tapi tunggu dulu, tidak semua host family memperlakukan au pair dengan tidak adil. Banyak keluarga yang sangat patuh terhadap regulasi dan mau menghadiahi au pair mereka dengan pengalaman berharga. Makanya sebelum bicara soal gaji kecil atau cheap labour, mari kita bahas lagi program au pair ini.

Apa itu au pair?

Au pair adalah gadis muda internasional berusia 18-30 tahun yang datang ke negara asing, tinggal bersama keluarga angkat, dan "bekerja" sebagai domestic helper atau asisten rumah tangga. Tujuan utama program ini sebenarnya pertukaran budaya selama au pair tinggal dengan host family. Sebagai ganti akomodasi dan makan "gratis", au pair membantu pekerjaan rumah tangga ringan dan mengasuh anak keluarga tersebut selama 4-6 jam per hari.

Pertukaran budaya seperti apa?

Seorang au pair mengeluh ke saya karena pekerjaan rumah tangga dia lebih banyak ketimbang exchange culture-nya. Saya tanya, pertukaran budaya seperti apa yang dia inginkan? Dia bingung.

Bagi saya, pertukaran budaya itu sama dengan integrasi dan transisi ke kehidupan modern Eropa. Selama tinggal dengan host family, kita diajak untuk mengenal kebiasaan keluarga lokal, makan makanan khas lokal, melihat parenting style mereka, serta ikut merayakan tradisi Natal yang berbeda-beda di tiap negara.

Satu lagi, kalau host family bersedia membayari saya kursus bahasa lokal, artinya mereka sudah berupaya mengenalkan bahasa mereka agar saya secepatnya bisa berintergrasi dengan negara tersebut.

Yang saya tahu, pertukaran budaya memang begitulah sifatnya. Kalau kamu ikut program exchange culture di salah satu tempat kursus di Indonesia, untuk mendapatkan pengalaman seperti ini tidak gratis. Justru kitalah yang harus membayar ke penyelenggara tersebut agar dicarikan host family dan bisa tinggal untuk jangka waktu maksimum 3 bulan.

Kewajiban au pair

Karena host family sudah menyediakan tempat tinggal, makan, uang kursus, serta beberapa fasilitas lainnya secara gratis, au pair wajib membantu pekerjaan rumah tangga yang sifatnya ringan seperti vakum lantai, mengepel, lap debu, ganti sprei, bersih-bersih WC, cuci piring (di mesin), cuci baju (di mesin), masak, mengasuh anak, antar-jemput anak, dan pekerjaanbasiclainnya.

Host family yang baik tidak akan memanfaatkan au pair mereka dengan mudah hanya karena sudah membayar mahal. Di beberapa negara, contohnya Denmark, au pair dianggap bukanlah sebuah pekerjaan melainkan program pertukaran budaya ataustudy-internship. Karena sifatnya tidakfull time dan fleksibel, au pair bisa disamakan dengan pelajar yang bekerja paruh waktu selama 20-35 jam per minggu.

Gaji au pair kecil

Karena banyak negara yang tidak menganggap au pair sebagai pekerjaan, maka uang yang diberikan host family pun bukan dinamakan gaji, tapi uang saku atau uang jajan bulanan. Uang saku ini memang terlihat kecil, tapi sejujurnya cukup dan sudah disesuaikan dengan biaya hidup di negara tersebut.

Di Belgia, saya menerima 450 Euro perbulan. Di Denmark tahun 2015, 4000 DKK (sebelum pajak). Sementara di Norwegia, saya menerima 5600 NOK (sebelum pajak).

What?! Hanya 4000 DKK per bulan? Memangnya cukup?

Orang awam harus tahu, 4000 DKK (2015) bagi au pair di Denmark sejujurnya cukup! Di Skandinavia, au pair juga diwajibkan membayar pajak yang akan dipotong dari uang saku bulanan. Karena harus bayar pajak pula, saya hanya mendapatkan sekitar 3400 DKK per bulan. Tahun lalu, teman saya menerima 4150 DKK bersih tanpa potong pajak karena sudah ditanggung pihak keluarga.

Hanya 3400 DKK per bulan lalu kerja selama 6 jam?! Kamu cheap labour! Harusnya pekerjaan dihitung per jam.

All-in

Orang awam tahunya au pair di Denmark hanya menerima uang saku 4250 DKK per bulan (2018). Bagi mereka, uang saku tersebut jauuuuh dari kata cukup karena harusnya host family membayar lebih.

Oke, sekarang begini, mari kita lihat lagi syarat jadi au pair. Perlu gelar kah? Perlu skill yang mumpuni kah? Perlu bahasa asing berlevel advanced kah? Tidak kan?

Bisa dikatakan, au pair itu pekerjaan part-time yang statusnya kita samakan dengan unskilled job. Karena saya pernah tinggal di Belgia, saya contohkan dari negara ini. Au pair disini menerima 450 Euro per bulan tanpa pajak.

Di Belgia, pekerjaan uneducated seperti cleaning, babysitting, pelayan, atau bartender biasanya dibayar 10 Euro per jam. Peraturan di Belgia memperbolehkan au pair bekerja selama 20 jam per minggu atau sama dengan 80 jam per bulan. Karena kadang mestiovertime, katakan saja 90 - 100 jam. Artinya, au pair "harusnya" dibayar 900 - 1200 Euro per bulan atau setara dengan gajiunskilled job lainnya di atas.

Tapi, kita harus ingat, pekerjaan seperti cleaning lady atau pelayan kafe itu live-out alias mereka tidak tinggal dengan host family. Artinya, dari gaji 900 - 1200 Euro per bulan itu mereka tetap harus sewa apartemen, beli bahan makanan, bayar transportasi, tabungan untuk jalan-jalan, hingga harus bayar pajak sendiri.

Di Belgia, untuk menyewa satu kamar kecil saja sangat sulit dan tidak murah. Kalau kamu pelajar, satu kamar di student housing tanpa kamar mandi dalam paling murah disewakan sekitar 450 Euro per bulan. Sementara kamar dengan kamar mandi pribadi disewakan > 650 Euro per bulan. Tentu saja student housing ini disediakan dengan fasilitas basic dan berukuran kecil. Banyak pelajar asing di Eropa harus mengirit uang jajan hanya untuk makan, jalan-jalan, dan biaya hidup lainnya.

Au pair di Belgia; bebas dari akomodasi, makan, plus pajak. Enaknya lagi, host family saya dulu bersedia membayari tiket bulanan angkutan umum plus tagihan telepon. Jadi 450 Euro per bulan itu murni untuk saya sepenuhnya tanpa harus berpikir ingin makan apa malam nanti. Host family saya dulu kebetulan tidak pelit soal makanan, jadi saya bisa seenaknya ambil roti, cokelat, susu, daging, atau salmon di kulkas.

Jadi kalau kamu berpikir uang saku au pair itu super kecil, sebaiknya pikir lagi. Karena sesungguhnya uang saku tersebut bersih untuk memenuhi kebutuhan pribadi kita seperti belanja pakaian,travelling, eat out, nonton, atau tabungan. Jangan lupa juga untuk menambahi fasilitas lain yang diberikan host family seperti phone bills, monthly ticket, atau uang kursus yang tidak perlu kita bayar tiap bulan. Kadang saya berpikir, kehidupan au pair di Eropa itu lebih mewah ketimbang para pelajar asing.

Then again, semuanya kembali ke gaya hidup.

Di Denmark, gajinya terlihat besar, namun akan sakit hati juga kalau tiap bulan selalu potong pajak. Biaya hidup juga mempengaruhi uang saku au pair di tiap negara. Contohnya Jerman yang hanya 270 Euro according to bulan, tapi Norwegia bisa dua kali lipatnya. Tentu saja, karena hidup di Norwegia apa-apa mahal.

Seorang kenalan saya, pekerja paruh waktu di Denmark, bergaji sekitar 15.000 DKK consistent with bulan (sebelum pajak). Mungkin kita melihatnya besar, 30 juta! Tapi ternyata sisa duit doi hanya sekitar 2500 - 4000 DKK saja per bulan setelah potong sana-sini. Belum lagi doi harus mengirit untuk tidak makan yang mahal-mahal dan biasanya harus membeli bahan makanan diskonan.

Sama dengan pocket money au pair kan, uang saku pribadi yang tersisa?

Tapi kenapa di Australia gaji au pair lebih besar? Dibayarnya in keeping with minggu pula!

Well, visa yang dipakai ke Australia itu berlaku untuk semua orang, mau pekerjaannya au pair atau pemetik buah. Orang Indonesia bisa pakai Working Holiday Visa (WHV) ke Australia tanpa jadi au pair sekali pun. Karena tidak ada peraturan khusus untuk au pair, gaji mingguan bagi pemegang WHV dipatok sekitar 200-250 AUD per minggu atau 650 AUD (live-out) tergantung sektor pekerjannya.

Live comfortably

Jadi au pair itu sebetulnya membosankan, tapi super nyaman. Kamar disediakan dengan fasilitas bagus; ranjang besar, kamar luas, tv, dan kamar mandi pribadi. Belum lagi kalau mendapatkan host family super baik yang mau membayari tiket, pajak, dan tagihan bulanan. Kurang nyaman apalagi?

Hidup dengan orang itu tidak nyaman!

Tentu saja! Tapi apa kamu kira host family nyaman dengan adanya orang asing di rumah mereka? Tentu saja tidak. Mereka juga harus berdamai dengan ego sendiri yang membiarkan orang lain tinggal dan mondar-mandir di rumah, mengambil makanan apapun dari kulkas, hingga mengundang banyak teman untuk masak bersama. Host family mesti menanggalkan privasi mereka, namun di sisi lain tetap harus menghargai privasi au pair.

Banyak juga para pelajar atau anak muda lain yang harus menyewa kamar kecil di satu apartemen dan tinggal dengan orang lain. Tentu saja mereka tetap harus menanamkan rasarespect saat memakai kamar mandi atau dapur bersama.

Mari kita sisihkan sejenak beberapahost family gila yang hanya butuh tukang bersih-bersih semata. Kalau kamu memang lucky mendapatkan keluarga baik yang bersedia memberikan fasilitas mewah dan uang tambahan saat kamu harus bekerja overtime, cherish them! Au pair itu bukan cheap labour atau pembantu murahan ya. We earn a lot of experience and so little money. Tapi kita juga bisa bersenang-senang dan jalan-jalan keliling Eropa tanpa duit orang tua.

So, what do you think? Apa uang saku au pair masih terdengar sangat kecil bagi kamu?