Showing posts with label agensi au pair. Show all posts
Showing posts with label agensi au pair. Show all posts

Wednesday, May 20, 2020

Tips Sebaiknya Pakai Agensi atau Mandiri?|Fashion Style

Pertanyaan ini sebetulnya sudah pernah saya jawab di postingan tentang guide au pair . Di poin pertanyaan ke-3 saya juga mengatakan kalau pakai atau tidak pakai agensi, urusan kelengkapan dokumen dan visa, masih kita juga sendiri yang turun tangan.

Sebelum tahun pertama jadi au pair, saya mendaftarkan diri ke banyak situs pencarian host familydi internet. Dari sekian banyak aplikasi dikirim, lima bulan kemudian saya baru mendapatkan host family dari agensi Au Pair Support Belgium . Saat ke Denmark dan Norwegia pun, saya lagi-lagi hanya mendaftarkan diri ke situs pencarian keluarga Skandinavia dan mendapatkan keluarga dari Energy Au Pair .

Gol saya dulu hanya satu, ingin keluar negeri dengan modal seminimal mungkin. Agensi berbayar yang membebankan au pair, saya coret dari daftar. Lagipula, agensi berbayar seperti ini tidak serta merta memihak ke au pair meskipun kita yang bayar mereka. Beberapa teman saya dulu sempat ke Belanda menggunakan agensi berbayar dari Indonesia dan total yang mereka keluarkan sekitar 10 juta rupiah. Alih-alih mendapatkan dukungan dan bantuan saat ada masalah, agensi tersebut seperti acuh dan memberikan ganti keluarga baru yang ternyata bermasalah pula.

Sekarang ini kelihatannya yang ingin jadi au pair tambah banyak. Ratusan informasi sudah bertebaran di internet dan negara favorit pun bukan lagi Belanda atau Jerman, tapi Denmark! Tak heran, banyak calon au pair yang "mengadu" ke saya kalau kesempatan mereka mendapatkan keluarga semakin kecil. Belum lagi, banyak sekali host family yang makin memperkecil kesempatan untuk merekrut au pair yang sudah tinggal di Eropa saja.

Lalu kembali lagi, sebaiknya pakai agensi au pair atau tidak?

Sebelumnya, mari kita lihat dulu plus dan minus kalau kamu berkeinginan menemukan keluarga angkat via agensi;

Plus (+)

1. Kemungkinan mendapatkan keluarga lebih cepat karena biasanya agensi memiliki beberapa host family yang cukup untuk langsung ditawarkan.

2. Agensi bisa dijadikan sumber informasi jika kamu memiliki banyak pertanyaan seputar negara tujuan.

3. Kalau pun ada masalah dengan keluarga, agensi biasanya bisa dijadikan mediator bagaimana seharusnya kamu bersikap. Tak jarang, agensi bisa memberikan kamu keluarga pengganti secepatnya.

4. Setelah mendapatkan keluarga dari mereka, pihak agensi akan memberikan banyak informasi lengkap tentang langkah-langkah membuat visa atau residence permit ke negara tujuan untuk memudahkan kamu mengurus dokumen.

Minus (-)

1. Tidak semua agensi bersikap netral. Banyak agensi berbayar abal-abal yang tujuannya hanya ingin menarik komisi dari au pair dan lebih memihak ke host family.

2. Agensi juga tidak serta merta langsung membantu menggantikan keluarga baru jika kamu sedang bermasalah dengan host family. In the end, you have to step on your own feet.

3. Beberapa pengelola agensi dari Indonesia ada yang tidak memiliki pengalaman tinggal di negara yang kamu tuju, sehingga informasi yang valid pun kebanyakan missing.

4. Mahal!

Saya dulu termasuk beruntung menemukan keluarga dari Au Pair Support Belgium. Meskipun pihak keluarga yang membayar mereka, namun sikap agensi tetap netral. Saat curhat pun, mereka memberikan saya bantuan moril dan bersedia mencarikan akomodasi darurat jika ending-nya saya ditendang dari keluarga tersebut. Tiga hari mengadu ingin ganti keluarga, saya langsung dicarikan keluarga baru yang sesuai dengan keinginan. This is the real au pair agency!

Kalau pun kamu ingin cari keluarga lewat agensi berbayar, lihat dulu persyaratan apa saja yang dibebankan kepada au pair. Banyak agensi yang hanya perlu uang, lalu bye. Ada juga perjanjian dari agensi yang mengenakan denda kepada au pair, jika au pair ingin ganti keluarga. That's crazy! Apakah au pair harus bertahan jika dihina terus-terusan oleh keluarga mean?!

Lihat juga track record si pemilik agensi tersebut apakah sudah pernah jadi au pair sebelumnya atau belum. Berapa lama? Di negara apa? Karena tiap negara berbeda regulasi dan pengalaman. Keluarga di Denmark sangat mengedepankan cleaning ketimbang mengasuh anak. Saya juga menobatkan negara ini sebagai negara terburuk bagi au pair baru. Jadi kalau kamu tertarik membayar agensi, carilah agensi yang benar-benar mengerti tentang negara tersebut dan bersikap netral.

Sejujurnya ada 2 agensi berbayar Skandinavia yang sangat saya tidak sarankan. Dua-duanya meminta uang kepada au pair, namun they don't know what au pair has to do in Denmark! Alih-alih memberikan informasi yang valid, salah satu agensi ini malah mengatakan bahwa au pair tidak wajib kursus bahasa. Duhh!

Lalu bagaimana jika memutuskan mencari keluarga angkat sendiri?

Sama saja. Hal yang perlu kamu lakukan adalah jangan malas membaca, melengkapi dokumen, dan daftar ke banyak situs pencarian keluarga. Kalau kamu punya gol seperti saya dulu; jadi au pair keluar negeri dengan biaya seminim mungkin, maka carilah host family dari situs pencarian yang gratis. Au Pair World bisa digunakan sebagai starter. Tapi kalau ingin ke Skandinavia, lihatlah peluang di situs-situs agensi yang fokusnya hanya ke daerah itu.

Sekarang makin banyak yang ingin jadi au pair dan saingan kamu tentu saja tidak hanya orang Indonesia, tapi juga Filipina. Aufini bisa juga dijadikan situs alternatif untuk memperbesar kesempatan. Memang harus bayar jika ingin menikmati fitur premium mereka, namun beberapa teman saya berhasil mendapatkan keluarga dari situs tersebut.

Makin sadar kan bahwa jadi au pair itu banyak enaknya ? Tapi sebelum berpikir jauh ke arah sana, kamu harus tahu dulu bahwa au pair itu bukan gadis biasa !

Good luck!

Saturday, May 9, 2020

Tips The Story of 'Malu Jadi Au Pair' |Fashion Style

Bulan lalu Twitter Indonesia dihebohkan dengan isu seorang cewek belia yang mengaku kuliah di Jerman, tapi sebetulnya au pair. Dari kebohongan ini, si cewek banyak dihujat oleh netizen sampai dilontari kalimat, "halah, jadi pembantu aja sok-sokan ngaku kuliah di Jerman!". Meskipun katanya sudah banyak bukti-bukti menunjukkan bahwa si cewek ini memang au pair, namun dari pihak si ceweknya sendiri tetap kukuh kalau status dia di Jerman sekarang adalah pelajar.

Saya sebetulnya tidak akan membahas terlalu jauh isu yang mulai dilupakan tersebut. Saya juga tidak tahu apakah isu tersebut fakta atau hanyalah gosip belaka. Namun kalau memang fakta, saya hanya perlu menggarisbawahi bahwa si cewek ini bukanlah satu-satunya au pair yang mengaburkan statusnya di Eropa! Au pair yang mengaku ke orang lain kalau dirinya sedang bersekolah di Eropa itu sesungguhnya...BANYAK!

No judge! Saya paham mengapa banyak au pair yang tidak ingin jujur soal apa yang mereka lakukan di sini. Kalau mereka jujur ke semua orang, apakah orang-orang ini akan mengerti dan berpikiran terbuka? Kalau semua orang tahu, yakin si au pair ini tidak akan dihujat dan disamakan dengan TKW yang keluar negeri jadi pembantu? Lalu kalau si au pair betul-betul ingin jujur ke keluarga, yakin akan langsung diberi restu saat itu juga untuk menapakki Eropa? Nope!

I have been there! Dari awal ingin jadi au pair, saya tahu minta izin ke orang tua dan menjelaskan ke orang-orang terdekat adalah tantangan paling berat. Tapi daripada bohong, saya tetap utarakan niat dengan jujur. Dari sana, saya upayakan untuk menjelaskan ke mereka dengan cara lain; saya cari semua makna positif au pair di internet, dicetak beberapa rangkap, lalu saya sebarkan ke keluarga dan beberapa teman terdekat agar mereka paham au pair itu apa. Lalu, apakah saat itu juga mereka paham dan mengizinkan saya ke luar negeri? Tentu saja, TIDAK!

Status saya masih saja disamakan dengan pembantu, TKW, babysitter, atau entah segala macamnya yang dinilai sama sekali tidak worth-it dan membanggakan. Satu hal, orang Indonesia masih melihat bahwa anak-anak muda yang tinggal di Eropa itu hampir semua tujuannya adalah belajar. Pulang-pulang setidaknya membanggakan karena bawa gelar internasional yang bisa meningkatkan kualitas dan rasa kepercayaan diri di lingkungan sosial.

Tapi mengapa saya tetap jujur meskipun tahu akan mendapatkan respon negatif? Karena saya ingin langkah ke Eropa tetap direstui meskipun berat. Saya juga ingin membuktikan bahwa saya bisa bertanggungjawab terhadap diri sendiri tanpa harus minta uang jajan lagi! Hanya saja, kejujuran ini hanya saya utarakan ke keluarga dan satu dua teman yang betul-betul mendukung 100 persen. Sisanya, daripada capek-capek menjelaskan lagi tapi mereka sama sekali tak mengerti, saya katakan saja bahwa saya sedang mengikuti program pertukaran budaya dan bahasa. Sampai sini, aman!

Di Belgia, karena lingkup sosial saya au pair dan teman sekolah bahasa saja, maka tak ada alasan untuk mengaku-ngaku sebagai mahasiswa. Cowok-cowok Belgia yang saya kencani pun tak banyak komentar, karena kebanyakan dari mereka juga masih awam tentang au pair. Lagipula menurut pendapat saya, orang Belgia cenderung santai dan sangat terbuka. Jadi mengaku sebagai cleaning lady pun, mereka tak akan menganggap kita buruk.

Nørrebro, Kopenhagen, Denmark

Namun, my life turned to be a lie sejak tinggal di Denmark! Kalian harus tahu bahwa imej au pair di Denmark itu sangatlah buruk. I mean, really really bad! Menurut cerita yang berkembang, imej buruk ini terbentuk lantaran banyaknya au pair Asia (terutama Filipina) yang mengingkari kontrak au pair sebelum selesai. Berkencan dengan cowok lokal, lalu tiba-tiba hamil. Selesai au pair, tak mau ingin pulang ke negara asal, bisa saja menikah sembarangan dengan lelaki tua sekali pun. Belum lagi banyaknya kasus au pair yang di-abusehost family sampai kabur dan hanya meninggalkan surat di kotak pos keesokkan harinya. Denmark is totally the worst country to be an au pair! Dari host family -nya yang kebanyakan tak mau rugi, sampai perspektif orang lokalnya yang menilai au pair itu pekerjaan rendahan.

I am not lying! Beberapa cowok Tinder yang saya kenal bisa tiba-tiba langsung mengakhiri chat kami kalau saya mengaku au pair di depan. Kalaupun harus ketemu dan berkencan dengan mereka sekali dua kali, saya katakan saja sedang menempuh studi di Denmark. Tak hanya sampai di situ. Suatu kali saya dan beberapa orang teman baru ketemu untuk nongkrong di kota. Baru terlibat beberapa menit diskusi, saya merasa mereka semua out of my league karena yang dibahas adalah soal kuliah dan isu-isu yang tak saya mengerti. Mengajak saya mengobrol? Mungkin hanya 5 persennya saja! Yang ditanyakan ke saya juga soal asumsi murahannya yang cuma mendengar Indonesia dari berita sampah, "I heard women in Indonesia are seen like meat. Jadi kalau si laki-laki ini melihat cewek, seperti mangsa begitu."  Maksud ente??!!!

Denmark, what's wrong with people in your country?!

Oh wait, cerita buruk saya sebetulnya masih banyak. Tapi sesungguhnya cerita buruk ini tak hanya saya yang mengalami. Teman saya pun sering cerita kalau banyak orang di Denmark yang tanpa bertanya lagi, bisa saja menebak bahwa si teman ini asalnya dari Filipina dan bekerja sebagai au pair. Satu hal yang membuat teman saya ini cukup kecewa, seorang cowok yang dia kenal di Tinder pun seringkali menanyakan keseriusan teman saya ini ke depannya, "are you sure you date me because you really like me? Bukan karena kamu hanya ingin punya visa lanjutan sampai hamil kan? Yang aku temui faktanya begitu dari para au pair Filipina."

Jangan pernah salahkan saya punya pandangan negatif dengan para au pair Filipina yang tinggal di Eropa ! Tidak semua dari mereka punya niat aneh-aneh memang, namun hanya segelintir oknum. Masih terikat kontrak kerja, tapi tiba-tiba hamil dan tak diakui oleh si pacar bulenya. Atau juga yang terlalu naif dan penurut, sampai tak sadar sedang diperbudak oleh si host family.

Karena tak ingin disamakan dengan para au pair Filipina, akhirnya saya niatkan saja dari awal sampai akhir untuk tak pernah mengaku sebagai au pair. Orang-orang Indonesia yang tak saya kenal dan ditemui sekali dua kali, malah lebih banyak menebak saya sedang berkuliah di Denmark. Saya iyakan saja dan diamini dalam hati. Saat ditanya kuliah dimana, saya jawab di KADK atau sekolah desain dan arsitekturnya Denmark. Jurusan apa, saya jawab Spatial Design. Aman!

Dari dulu saya memang sudah sangat tertarik masuk kuliah desain, makanya sudah lama mengintip  kurikulum kuliah desain di KADK (The Royal Danish Academy of Fine Arts, School of Architecture, Design and Conservation). Makanya saat ditanya lebih detail tentang program studinya pun, saya bisa dengan lancar menjawab layaknya memang sedang kuliah di sana.

Don't blame me! Saya malas menghadapi pertanyaan dan juga ekspresi orang-orang kolot yang masih merasa au pair itu pekerjaan rendahan, sampai menganggap kami ini babu atau lebih buruknya,bule hunter yang hanya ingin green card saja!

Mosjøen, Norwegia

Pindah ke Norwegia, saya lepaskan semua atribut palsu itu. Capek rasanya berbohong sebagai mahasiswa demi meningkatkan kepercayaan diri agar tak merasa malu. Populasi au pair Filipina di Norwegia juga sebetulnya sebanyak di Denmark dan kebanyakan orang-orang lokal juga tahu au pair itu apa. Tapi ternyata, imej pendatang dari Eropa Timur lebih jelek dari au pair Asia! Au pair di Norwegia dianggap bersifat politik yang masih ada hubungannya dengan kepentingan orang banyak; alias membantu keluarga kaya raya yang butuh pengasuh anak di rumah. Sementara para pendatang Eropa Timur, seringkali maling, kerja ilegal, datang ke Norwegia hanya cari uang, lalu tak pernah serius belajar bahasa lokal.

Jadi, bagi kalian para au pair yang masih mengaku sebagai pelajar di Eropa, I won't judge. Semoga saja status pelajar tersebut memang betul-betul akan diraih selepas au pair ini! Yang dari awal jujur ke keluarga dan kerabat kalau akan jadi au pair di Eropa, saya salut! Saya tahu perjuangan untuk menjelaskan ke orang Indonesia itu begitu sulit. Apalagi dalam bahasa Inggris, au pair langsung diterjemahkan dengan mentah sebagai 'pembantu'.

Lalu bagi kalian, para orang Indonesia yang mungkin bertanya, "kenapa sih jadi au pair saja malu? Kenapa tidak jujur saja?". Kalian harus tahu bagaimana rasanya terhalang restu orang tua hanya karena dianggap sebagai TKW di Eropa. Kalian juga harus mengerti susahnya menjelaskan program au pair ini ke banyak orang Indonesia tanpa dihujat. Yang terakhir, kalian juga harus tahu bagaimana kami para au pair ini seringkali dibandingkan dengan para mahasiswa Indonesia yang betul-betul belajar dengan gelar di Eropa. Mereka, muda dan berprestasi. Kami, muda dan nekad!

But, anyway... I am (seriously) proud to be an au pair. Meskipun hidup pindah-pindah negara dengan status au pair dulu selama 5 tahun ke belakang ini, finally I made my dream came true; lanjut kuliah di Eropa ! Meski tak sekolah desain, tapi setidaknya diterima di salah satu kampus terbaik di Norwegia. See, saya buktikan kan kebohongan tersebut menjadi kenyataan?! ;)