Showing posts with label jatuh cinta. Show all posts
Showing posts with label jatuh cinta. Show all posts

Saturday, June 20, 2020

Tips Ketika Para Au Pair Mencari Cinta |Fashion Style

Sebelum memutuskan jadi au pair di tahun 2014, ide saya tentang au pair hanyalah bisa travelling keliling Eropa selain membantu pekerjaan keluarga angkat di rumah. Saya tidak pernah menyadari bahwa beberapa bulan sebelum habis kontrak di Belgia, saya merasakan excitement lain yang ternyata bisa berbuah pengalaman selama tinggal di luar negeri.

Dulu sewaktu tinggal di Belgia, saya termasuk anak yang kurang aktif. Motivasi awal yang tinggi untuk belajar bahasa akhirnya harus terabaikan saat ada konflik batin dengan keluarga angkat.

Teman saya di Belgia tidak banyak dan semuanya au pair Indonesia. Awalnya, persoalan yang selalu dibahas kalau sedang kumpul hanyalah tentang tugas rumahan dan hari libur. Hingga akhirnya seorang teman menggebu-gebu bercerita kalau dia sedang asik textingan dengan banyak cowok Belgia di Tinder dan OKCupid.

Jujur saja, saya tidak pernah tertarik dengan aplikasi kencan online. Di Indonesia, aplikasi tersebut sangat sedikit sekali yang menggunakan.  Masih ada anggapan, orang yang pakai aplikasi semacam itu dinilai tidak laku dan sulit mendapatkan pasangan hingga harus mencari pacar virtual. Tapi saat itu saya sedang di Eropa, tempat dimana para individunya tidak sesosial orang Indonesia. Sulit sekali bisa berkenalan dengan orang baru tanpa harus kenalan lewat internet.

Iseng-iseng mencoba, saya akhirnya tertantang membuat profil di OKCupid. Saya hanya penasaran dengan ide dan konsep yang situs kencan ini tawarkan. Satu bulan membuat profil, saling bertukar pesan dengan beberapa cowok, lalu saya hapus akun tersebut. Membosankan. Cowok-cowoknya pun terkesan sok tau dan kaku.

"Coba saja pakai Tinder. Lebih simpel kok," saran seorang teman.

Sampai detik ini, Tinder masih laku keras di Eropa dan penggunanya pun masih banyak. Menjadi sangat normal para jomblowan/wati bertemu dari aplikasi ini, berkencan, lalu tak jarang memutuskan jadian. Sayangnya, Tinder sering pula berubah fungsi menjadi tempat mencari partner seks semata.

Saya awalnya tidak suka dengan konsep swipe right swipe left di Tinder. Kok, para cowok-cowok itu seperti barang di katalog yang bisa kita tolak ataupun suka dengan hanya bermodalkan ujung jari. Padahal yang kita lihat hanyalah foto dan tulisan super singkat di profil mereka. Jatuhnya seperti hanya menilai seseorang berdasarkan foto saja. Makanya, it's somewhat tough to make your profile bolder on Tinder!

Tapi meskipun begitu, setelah banyak desakan dari teman, saya coba juga aplikasi ini sekitar satu bulanan. Dari Tinder, saya memulai kencan pertama dengan cowok Belgia imut bernama Sibren. Gara-gara aplikasi ini juga, para au pair Indonesia yang saya kenal jadi autis geser kanan geser kiri setiap waktu. Bahkan Tinder kadang jadi ajang kompetisi sebanyakan matched hingga beratus-ratus.

Belum lagi soal curhatan mereka yang matched dengan cowok-cowok super kece, tapi tidak juga dikirimi pesan. Atau, beberapa kali juga para au pair ini hepinya bukan main ketika akhirnya diajak kencan dengan cowok lucu yang mereka temukan di Tinder.

Trust me, dating white guys in Europe is a feat! Mengapa? Karena kadang tidak menyangka bahwa ada cowok bule muda, lucu, keren, bisa suka dan mengajak jalan. Ada perasaan menyenangkan setiap kali saling sapa, chatting, hingga memutuskan berkencan dengan orang baru. Cowok-cowok di Belgia yang pernah saya kencani rata-rata sudah mapan dan punya mobil di usia yang masih muda. Makanya kencan pun bisa sangat eksklusif karena diantar jemput lalu diajak ke bar atau tempat makan.

Karena main Tinder bisa jadi candu dan merasa "laku", tak jarang juga misi para cewek hanyalah sekedar kencan-kencan lucu ataupun one night stand. Tak cocok dengan satu, bisa pilih-pilih lagi di Tinder. Pangsa market Tinder memang sangat menguntungkan untuk si cewek ketimbang cowok. Namun jangan salah, banyak juga cowok ganteng bertubuh atletis yang tidak mencari keseriusan tapi teman tidur saja. Tapi cowok sopan dan benar-benar niat mencari teman jalan atau pasangan pun juga banyak kok.

Waktu daftar di aplikasi kencan, tujuan saya memang bukan untuk cari pacar, tapi pengalaman dan teman jalan. Kalau ada yang mengatakan saya cantik dan seksi karena banyak sekali teman kencan, itu salah besar. Sudah kodratnya, cewek menang banyak kalau eksis di aplikasi online. Cukup diam saja, sudah banyak Like. Lagipula, berkencan dengan cowok beda negara ini merupakan pengalaman baru yang cukup seru.

Saya pun tidak terlalu pilah-pilih asalkan fotonya normal dan profilnya jelas. Karena memang tujuannya cari teman jalan dan pengalaman, saya sudah pernah kencan dengan cowok terjelek (versi teman saya) hingga terganteng dan super mapan. Kadang capek sendiri karena kebanyakan kencan kesana kemari tanpa tujuan yang jelas.

Namun, banyak juga teman saya yang menemukan pasangan hingga jodohnya lewat aplikasi online. Menemukan orang yang tepat pun tidak bisa hanya ketemu satu orang, lalu cocok. Teman-teman au pair kadang harus gonta-ganti teman jalan dulu baru bisa menemukan yang benar-benar klik.

Jika ada yang tanya, sesulit itu kah dapat kenalan cowok di dunia nyata tanpa harus daftar di aplikasi kencan dulu? Jawabannya, iya! Sewaktu tinggal di Denmark, saya memutuskan menjadi orang yang super aktif dan sosial. Tapi tetap saja, tidak mudah kenalan dengan orang baru dan langsung cocok. Jangankan cari pacar, cari teman saja susah. Sempat juga beberapa kali kenalan dengan cowok di festival ataupun acara, tapi tidak ada status lebih dari kenalan.

Yang saya tahu, hampir semua au pair Indonesia di Eropa berkenalan dengan para cowok lewat aplikasi atau situs kencan online. Why not, it's easy. Lagipula orang Eropa kebanyakan dingin dan cuek kalau ketemu langsung. Mereka baru akan terbuka kalau kita sudah kenal dan setidaknya bertukar informasi. Ada sih yang kenalan langsung di dunia nyata, tapi sangat sedikit. Itu pun biasanya tidak jauh berkenalan di bar ataupun klub malam. Too lame, right?

Meskipun begitu, saya ikut bahagia saat tahu teman sesama au pair ada yang sampai menemukan pasangan via online. Tapi kadang sedih juga kalau gara-gara pacar ini, si teman jadi anti-sosial. Kegiatan yang tadinya hang out dan nongkrong setiap weekend dengan teman, harus berubah menjadi kunjungan ke rumah pacar. Niatnya tadi bisa menambah teman baru dan bersosialisasi saat masa au pair, kadang jadi menarik diri karena sudah ada pacar yang menemani.

Padahal tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan tinggal di luar negeri. Namun sayangnya, karena sedang dimabuk cinta dengan si pacar beda negara, para au pair seperti kehilangan kesempatan menikmati host country dan travelling ke negara lainnya. Rutenya hanya rumah host family - rumah pacar - rumah host family - rumah pacar.

Tidak ada yang salah memang jika mereka bahagia. Apalagi kalau si pacar termasuk orang yang sosial dan punya banyak teman. Kita mungkin bisa ikut kumpul-kumpul dengan gengnya saat days off.

Namun, yakin ingin memutuskan pacaran? Bukankah masa kontrak au pair hanya berkisar 12 hingga 24 bulan? Sudah siapkah pacaran lalu tiba-tiba harus kembali ke negara asal? Apakah siap juga untuk memilih LDR menyambung tali kasih? Ataukah jalani saja hubungan ini sampai ada kata putus?

Apapun pilihan si au pair, kebanyakan dari mereka juga sebenarnya mencari keseriusan. Dari rasa serius terhadap pasangan ini lah, banyak au pair mengejar cintanya agar bisa tinggal di Eropa bersama si pacar. Namun lagi-lagi, tidak gampang. Pacaran bukan hanya mengejar green card ataupun kesenangan, tapi mesti bersiap juga untuk drama, sakit hati, dan kekecewaan. Girls, modern dating is tough, especially if you are living overseas.

Ada yang tertarik mencari cinta di Eropa?

Monday, June 1, 2020

Tips Haruskah Bule?|Fashion Style

Minggu lalu seorang teman au pair cerita ke saya tentang teman-teman Indonesianya yang super nosy. Intinya mereka iri karena si teman saya ini punya pacar bule, bisa ke Eropa karena program au pair, dan Instagramnya dipenuhi foto-foto keren di banyak negara. Pokoknya tipe-tipe sohib bermuka dua yang iri saat temannya sukses lebih dulu.

Kalau ingat cerita si teman au pair ini, saya jadi bersyukur karena teman-teman saya di Palembang tidak ada satu pun yang nosy begitu. Mereka rata-rata sudah menikah tak lama dari lulus kuliah dan fokus dengan kehidupan sendiri-sendiri. Pun yang belum menikah, kebanyakan sudah punya pacar. Apa yang mesti dicemburui dari saya yang bisa berkencan dengan cowok bule , misalnya?

Ngomong-ngomong soal bule, saya sama sekali tidak pernah merasa lucky juga bisa berkencan dengan para cowok kulit putih ini. I have no option, but I have a chance. That's all!

Kalau mau bicara tipe—tsaahh—saya sebetulnya masih suka dengan cowok bermuka oriental. Saya lahir di tahun 90-an saat era Jimmy Lin, Aaron Kwok, atau Andy Lau lagi hits. Ya ala-ala cowok berambut halus berbelah tengah dan bermuka kyut yang selalu menghiasi layar kaca dari siang sampai malam.

Karena juga tinggal di kawasan pecinan, saya merasa selalu diikuti bayang-bayang para artis tersebut. Ke tukang salon, ada poster Jimmy Lin. Ke pasar, di dindingnya ada gambar Andy Lau. Lewat depan rumah Om Apeng, lagunya siapa entahlah berbahasa Mandarin selalu dipasang.

Masuk tahun 2000-an, Meteor Garden tiba-tibabooming dan semua cewek sepertinya mengidolakan F4. Tak terkecuali saya dan teman-teman SD yang mulai genit. Idola saya saat itu si Koko Hua Zhe Lei yang pendiam dan misterius. Muka-muka F4 pun ada dimana-mana saking terkenalnya. Ke rumah sepupu, poster Jerry Yan sebesar pintu kamar terpajang. Ke sekolah, tukang jualan belakang SD semarak berjualan pernak-pernik F4. Ke toko, lagu-lagu Meteor Garden dan F4 berulang kali diputar. Duh!

Saat SMP, technology-generation manga dan dorama Jepang mulai mengimbangi drama Taiwan. Saya pun ikut membayangkan cowok-cowok ganteng di dalam komik yang mukanya hanya hitam putih. Tak lama kemudian, muncul juga Takashi Kashiwabara dan Hideaki Takizawa yang memberikan ide betapa kyutnya para cowok Jepang di dunia nyata.

Tahun 2005, teman-teman SMA saya mulai seru membahas drama Korea dengan aktor-aktor bermata sipit berwujud pangeran. Sebut saja Rain, Jae Hee, Ju Ji-hoon atau yang terakhir kali Super Junior. Setelah masuk kuliah, saya mulai meninggalkan para pangeran karena demam Korea mewabah dan sudah terlalu mainstream. Saya sampai bosan sendiri mendengar K-Pop dimana-mana. Plus, selera cewek-cewek Indonesia mulai tidak realistis berkiblat ke para cowok kaya, romantis, dan nan tampan yang ada di drama Korea.

Tidak ada nama Westlife, Zac Efron, Justin Timberlake, apalagi Justin Bieber yang pernah saya kagumi. Nope. No white guys. Bahkan saat zamannya telenovela Amigos x siempre (2000), saya absen mengidolakan si Pedro a.k.a Martin Ricca yang sering jadi imajinasi teman-teman sebaya saya.

Jujur saja, tipe cowok saya dulu memang mengikuti tren para aktor Asia yang saling berganti masa menghiasi tv. Kalau mau dirunut pun, gebetan dan mantan pacar saya juga mukanya rata-rata oriental dengan karakter misterius.

Lalu kenapa sekarang gebetannya bule semua?

Lha, karena saya tinggal di Eropa! Kanan kiri warnanya putih, bermata biru, berambut kuning. Ingin cari yang mukanya oriental, di Skandinavia ini kok susah ya? Apalagi yang mukanya totok Indonesia. Sekalinya ada, kalau bukan bapak orang, ya suami orang. Kalaupun ada yang sepantaran, sudah punya pacar atau tidak cocok saja.

Jadi kalau kamu tanya kenapa rata-rata au pair Indonesia di Eropa bisa punya pacar bule , sebetulnya hanya karena mereka punya kesempatan bertemu. Bisa tahu juga mana yang benaran tampan dan mana yang biasa saja. Tak seperti di Indonesia yang semua bule dipukul rata ganteng semua. Si bule itu pun harusnya lucky bisa mendapatkan cewek Indonesia yang pinter masak, independent, jenaka, dan soft-spoken!

Saya tidak punya pilihan kalau mau bicara tipe. Meskipun, kadang rindu juga cowok-cowok Asia yangmanner-nya masih sama dengan Indonesia. Kencan terbaik saya di Eropa pun sebetulnya bersama cowok Korea-Amerika yang saat itu sedangbusiness trip di Kopenhagen. Dari humor sampai basa-basi super nyambung.

Ya kembali lagi, terserah kamu inginnya punya pacar asli Indonesia, Korea, Uzbekistan, Swedia, atau Kanada. Hanya saja, don't worship white guys that much! They're not exclusive at all. Mereka juga banyak yang miskin, kampungan, bodoh, bau badan, dan sombong. Tinggalkan juga kesan negatif kalau yang pacaran dengan bule hanya melihat visa dan harta. Some do. But most of them are just falling in love!

Monday, May 25, 2020

Tips 5 Hal yang Harus Dihindari Antar Au Pair|Fashion Style

Dunia au pair itu sebetulnya sempit dan sederhana. Kamu tidak akan menemukan masalah terpelik di dalamnya selain problematika keluarga dan anak-anak. Meskipun au pair adalah program pertukaran budaya dipadu dengan part-time job, tapi entah kenapa ada saja yang menjadikan status ini sebagai kompetisi.

Beda keluarga, beda perlakuan. Ibaratnya kamu bekerja di satu perusahaan, lalu teman mu kerja di perusahaan lain, pastinya treatment yang kalian dapatkan tidak akan sama. Mungkin konsepnya sama, sama-sama kerja 5-6 jam per hari. Tapi jadwal libur, tugas, serta fasilitas pastinya berbeda.

Bagi kalian au pair senior atau pun au pair baru, berikut hal yang menurut saya menyebalkan dan harus dihindari:

1. I'm the luckiest!

I don't care if you get an iPhone, invited to a gala dinner, or given ?400 voucher in a five* famous person hotel by using your host circle of relatives! If I do not, so do the opposite au pairs.

Inginnya cerita, tapi lalu membanggakan berbagai fasilitas yang didapatkan ke teman au pair lainnya. Cerita kalau host family kita terlalu baik dan selalu membelikan barang-barang mahal, tapi ada niat pamer di belakangnya.

Menurut saya, fasilitas dan nominal uang saku itu sangat sensitif. Jangan bertanya dan jangan juga cerita sendiri. Mengapa, karena efek yang akan terjadi ada dua; kamu jadi sombong atau kamu malah tidak bersyukur. Sombong karena tahu uang saku mu lebih besar dari teman yang lain. Tidak bersyukur karena ternyata uang saku mu sangat standar dibandingkan yang lain.

Kalau kamar kamu besar seperti hotel, bersyukurlah lalu ingat kembali kalau itu hanya kamar pinjaman. Tidak semua au pair mendapatkan kamar besar beserta fasilitas lengkap seperti tv atau kamar mandi pribadi. Tapi lagi-lagi, apa yang mau dibanggakan dari barang pinjaman? Better to shut your mouth up, because we don't care!

2. Membandingkan

Biasanya bermula dari seorang teman au pair curhat masalahnya tentanghost family dan ingin minta saran, lalu ada tipe-tipe au pair menyebalkan lain ikut berkomentar.

"Oh, host circle of relatives gue gak pernah pernah nge-deal with gue kayak gitu. Mereka mah baik, selalu ngebeliin apa yang gue pengen."

"Wah aku mah kerjanya enak hanya four jam. Dapet kartu transportasi bulanan, tiket nonton tiap bulan, dibeliin kado Natal iPad, kok kamu parah banget?"

"Kemaren hape gue ilang, lalu hf nawarin mau beliin gue iPhone X. Padahal gue gak minta. Baik banget sumpah mereka! Coba deh lo tanya ke hf lo, siapa tau hf lo sebaik hf gue."

"Keluarga aku gak pernah kayak gitu kok. Mereka baik parah!! Blalalalala ~ (lalu ujung-ujungnya malah cerita tentang dia sendiri)"

Woii, teman au pair itu minta pendapat dan saran, bukan minta diceritain ulang apa saja kebaikan keluarga angkat kalian! Daripada membandingkan kondisi mu yang mungkin justru lebih baik dari kondisi si teman, lebih baik berikan support berarti. Kalau tidak bisa, ya sebaiknya diam saja kalau tidak ditanya. Simpan kebaikan si keluarga angkat untuk kamu sendiri, bukan diumbar agar orang lain tambah down dengan kondisinya.

3. Curhat soal cowok

Seperti yang saya bilang di atas, dunia au pair itu mirip dunia anak SMP. Sempit dan sederhana. Kalau bukan masalah keluarga dan anak-anak, ya pasti masalah cowok. Au pair baru itu ibarat anak SMP yang baru kenal pacaran dan masalah cinta-cintaan. Tiap ketemu teman geng, tidak sabar ingin cerita banyak soal cowok dari online dating yang berhasil dia kencani.

I have been here and I was sooo fed up! Boleh, tentu saja boleh cerita tentang cowok-cowok lucu yang berhasil menarik perhatian. Tapi kalau topiknya hanya itu-itu saja, pernah berpikir kah kalau si teman ini pasti bete? Girls, try to read books or news instead to start a smart discussion!

Four. Pamer pacar

Bagi sebagian au pair, punya pacar bule itu adalah sebuah prestasi terbesar dan kebanggaan. Tidak jarang momen bahagia di-share kemana-mana untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain kalau si abang bule ganteng atau tajir. Lucunya lagi, kadang si pacar ikut dijadikan ajang kompetisi. Mulai dari siapa yang paling ganteng, paling punya banyak duit, paling romantis, paling kuat di ranjang, atau paling cepat mengajak nikah. Is your foreign boyfriend a trophy?

5. Masuk zona nyaman

Saya tahu, cari teman di negara baru itu sulit bukan main. Bersosialisasi dengan orang baru tentu saja tidak mudah, apalagi sudah beda kultur dan bahasa. Tapi menurut saya, kebanyakan teman au pair dari Indonesia juga menjadi bumerang. Apalagi kalau social circle hanya sebatas orang Indonesia saja.

Sayang sekali jauh-jauh datang ke luar negeri hanya untuk mendengarkan gosip, cerita soal cowok bule, atau masalah host family terus-terusan. Belum lagi drama dan adanya tendensi kalau kita dibicarakan di belakang. Mainlah 'yang jauh'. Meet other people from different background! Kamu akan mendapatkan banyak cerita dan pengetahuan baru yang tidak akan pernah kamu dapatkan selama berteman dengan orang Indonesia.

Get from your comfort area and be social!