Showing posts with label Palembang. Show all posts
Showing posts with label Palembang. Show all posts

Friday, June 26, 2020

Tips Ketika Rindu Rumah|Fashion Style

Kapan pulang? dan masih betah disana? adalah dua pertanyaan dominan yang paling sering ditanyakan ke saya dari setibanya di Eropa. Biasanya pertanyaan semacam ini sering sekali dilontarkan oleh teman-teman yang memang masih berkontakan via media sosial. Saya tahu, pertanyaan ini hanya basa-basi terlepas dari apa kabar?.

Bosan sekali ditanya pertanyaan demikian, belum lagi belakangan ini ada satu pertanyaan tambahan, kapan nikah?. HELL OH! Nyaris tiga tahun hijrah ke Eropa, saya kira hanya saya saja yang belum menemukan jodoh di usia segini, tahunya dari 36 mahasiswa seangkatan kuliah dulu, baru 9 orang yang menikah. Ehe.

Jujur saja, saya sangat betah tinggal di Eropa dengan segala kebebasan, kemudahan, kecanggihan, dan kemajuan yang benua ini miliki. Travelling jadi sangat mudah karena letak satu negara ke negara lainnya begitu dekat. Belum lagi, banyak festival dan konser musik internasional yang sering digelar di Eropa. Kalau mau jujur, terlepas dari ukuran ibukota ini, saya lebih kenal Brussels dan Kopenhagen ketimbang Jakarta. I am so scared and feel lost in Jakarta.

Tapiiiii...percayalah, dari banyak kebobrokan, kedangkalan, kesulitan, dan kemacetan yang Indonesia miliki, saya tetap rindu kampung halaman. Bagi saya, home is where my mom is. Jadi selama ibu saya masih tinggal di Palembang, saya tetap akan menyebut kota itu sebagai rumah.

Saya bersyukur sekali bisa hijrah ke Eropa dan mencoba hal-hal baru yang tidak akan pernah bisa saya cicipi di Palembang. Meskipun tercatat sebagai kota terbesar ketujuh di Indonesia, tapi Palembang memang tidak bisa disamakan dengan kota-kota lain di Pulau Jawa. Akses informasi masih lambat, tren kadang ketinggalan, bukan kota seni, tidak banyak tempat hang out, dan sulitnya mencari pekerjaan di industri kreatif selain jadi PNS.

But, man, I miss this city so bad! Saya lahir dan dibesarkan di kota ini. Dari kecil main becek, main layangan, menangkap capung, sampai jadi manusia modern pun saya rasakan di Palembang. Saya rindu dengan orang-orang Palembang yang besar omong dan belagu, tapi sebenarnya rendah diri dan penakut.

Sama seperti kota-kota besar lainnya, orang Palembang juga tetap update dengan tren terbaru dan sering show off. Anak-anak gaul juga sering nongkrong di mall dan kafe. Namun tak jarang, anak-anak gaul juga makannya di pinggir jalan, pecel lele 15 ribuan.

Orang Palembang sekarang sudah konsumtif dan hedonis, tapi bukan berarti mereka tidak tahu dimana tempat belanja murah.We still adore Pasar 16!Banyak mall yang parkirannya selalu penuh saat akhir pekan, tapi mereka juga tahu bahwa Benteng Kuto Besak menyajikan hiburan dan tempat makan lain di sisi Sungai Musi.

Tidak banyak yang bisa dikunjungi di Palembang sebagai tempat wisata, tapi saya rindu dengan tata kotanya belakangan ini yang semakin hijau. Belum lagi Palembang sedang mempersiapkan menjadi tuan rumah SEA Games 2018 dan sedang sibuk membangun LRT demi melancarkan lalu lintas saat banyak tamu internasional datang.

Saya selalu rindu pempek, version, kemplang, martabak Har, dan segala penganan khas Palembang yang mustahil bisa saya dapatkan di Denmark. Pernah suatu kali, saya sampai menangis rindu mencicipi makanan Palembang saat beberapa bulan tiba di Denmark. Salah sekali jika pendatang mengatakan bahwa pempek terenak hanya yang ada di toko-toko besar. Nyatanya, warung pempek dari yang termurah sampai termahal ada di setiap sudut kota Palembang. Semuanya enak!

Lalu kenapa tidak bikin sendiri? Beda rasanya. Bagi saya, pempek terbaik itu yang dibuat dari olahan daging ikan gabus yang lembut. *Alasan! Padahal malas bikin sendiri*

Saya juga rindu pepes ikan Patin pedas buatan nenek dan pindang tulang buatan Uwak Jakyah di Palembang. Rindu sate manis dan sate Padang di dekat rumah. Rindu (sekali!!) mie ayam Bang Ilham di dekat SMA saya dulu. Rindu juga kehidupan masyarakat Tionghoa yang selalu akur dengan masyarakat pribumi di area yang saya tinggali.

Meskipun makanan adalah hal utama yang selalu saya (dan para perantau lain) rindukan, tapi saya juga rindu keluarga dan teman-teman baik di Indonesia. Sulit sekali menemukan teman sebaik teman-teman lama saya di Palembang. Kami memang jarang bicara via media sosial, tapi saya selalu sadar, kadang hanya mereka yang mengerti tentang cita-cita dan perasaan saya terdalam. Because we grew up and fought for dreams together.

Saya selalu kagum dengan kemudahan dan kecanggihan akses transportasi di Eropa. Saya juga selalu sebal dengan kemacetan lalu lintas kota Palembang sekarang ditambah lagi dengan para pengendara yang tidak mau mengalah. Tapi kadang, saya rindu angkot biru, kuning, merah, hijau, yang sempat jadi moda transportasi sejak SMP dulu.

Saya cinta setiap sudut Kopenhagen yang aman, tenteram, dan damai. Tapi saya juga rindu dengan keramahan tetangga, tukang ojek yang saya kenal, dan anjing Tante Jar di Palembang.

Kopenhagen memberikan kemewahan dalam segala hal. Tapi saya juga rindu dengan kesederhanaan orang-orang Palembang dalam hidup. Orang-orang Palembang memang tidak terlalu banyak memiliki harapan tinggi terhadap cita-cita dan masa depan. Pun begitu dengan kebahagiaan. Bagi kami, makan pempek plus cuko atau version panas-panas di warung pinggiran adalah sebuah kebahagiaan di hari itu.

Saya sangat betah hidup di Eropa dan jauh dari kekepoan individu. Tapi saya juga sering kesepian dan sedih jauh dari orang-orang dan makanan tercinta. Selain berkomunikasi dengan keluarga dan teman lewat media sosial, saya juga sering menonton Studio 42 UHF tentang Kelakar Betok khasjoke-joke Palembang yang selalu membuat ngakak.

Dang! I omit Palembang.

Saturday, May 23, 2020

Tips Pengalaman Tes IELTS Kedua di IALF Palembang|Fashion Style

Kalau kalian perhatikan, blog saya miskin postingan sejak bulan lalu. Percayalah, saya juga merasa bersalah kalau absen mengisi blog setiap minggunya. Tapi fokus saya teralihkan karena harus belajar IELTS lagi untuk tes di awal Januari. Hampir dua tahun lalu saya pernah ikut tes di Kopenhagen, tapi nilainya belum memenuhi syarat minimum penerimaan kuliah Master. Iya, saya memang berencana lanjut kuliah di Eropa selepas au pair ini.

Karena di pertengahan Januari saya akan pulang dulu ke Palembang, saya berharap bahwa jadwal tes akan sama dengan jadwal kepulangan kesana. Kalau tidak, opsi lainnya saya harus ke Surabaya, Denpasar, atau Jakarta yang jadwalnya lebih sering. Tapi lumayan, bisa menghemat biaya ketimbang harus tes di Oslo yang harganya nyaris 5 juta rupiah!

Di Palembang sendiri tes IELTS diselenggarakan oleh IDP dan IALF yang jadwalnya kadang hanya sekali atau dua kali consistent with bulan. Biaya tesnya sebesar 2,nine juta rupiah dan hampir sama di seluruh Indonesia. Tapi kalau mesti tes di luar kota, artinya saya mesti keluar uang lebih dari 1 jutaan lagi. Makanya dari jauh-jauh hari saya berharap kalau jadwal tes di Palembang benar-benar bisa tepat dengan waktu saya disana.

Beruntungnya, tanggal tes dari IALF memungkinkan saya join ketimbang jadwal IDP yang seminggu lebih cepat. Untuk IALF, tes diadakan di Fotrust Education Service Palembang. Sedangkan tes oleh IDP diselenggarakan di Central International Education yang sebetulnya hanya selemparan batu dengan Fortrust.

Karena tidak ingin buang-buang uang kalau harus ikut tes lagi dan lagi, saya cukup serius belajar sekitar 1,5 bulan sebelum jadwal tes. Fokus utama saya adalah menaikkan skor Reading dan Writing yang di tes sebelumnya hanya mendapatkan 5.5. Saya tidak memiliki kiat khusus belajar, karena yang saya lakukan hanya latihan menjawab contoh soal setiap hari. Sumber latihan saya pun hanya satu, yaitu IELTS Exam Library . Tapi lumayan juga, berkali-kali mencoba contoh soal, saya bisa meningkatkan teknik screening dan scanning jawaban lebih cepat.

Sementara untuk Writing, saya mempelajari pola esai dari IELTS Advantage . Saya suka penjelasan dan teknik menulis esai disini. Dibandingkan Reading, saya sebetulnya latihan Writing kurang dari seminggu saja. Meskipun bahasa Inggris saya secara tertulis sangat pas-pasan, tapi mempelajari struktur esai yang diminta menjadi fokus utama. Seperti yang dikatakan si penulis, you just have to give what they want.

Saya juga tidak punya ekspektasi menaikkan skor general sampai harus 7 atau 8, karena syarat minimum kampus hanya 6.5. Lagipula saya sadar level bahasa Inggris saya sangat standar ditambah malasnya belajar. Makanya latihan dari satu atau dua sumber, mencari tahu trik menjawab soal, dan mengatur waktu dengan baik, adalah hal yang saya pelajari dan lakukan.

Speaking Test

Jadwal tes Speaking dilaksanakan satu hari lebih awal. Saya dikabari sekitar 10 hari sebelumnya bahwa jadwal tes saya jam 2 siang. Pihak pelaksana tidak banyak omong tentang harus membawa apa, kapan harus datang, namun intinya jangan telat.

Tiga puluh menit lebih awal, saya datang ke lokasi dan sudah ada dua orang peserta lainnya. Tidak seperti di Kopenhagen yang sangaton time, ternyata tes di Palembang super ngaret. Katanya saya akan tes jam 2 siang, ternyata pengujinya pun baru datang jam segitu. Belum lagi mereka ngerumpi dulu dan mesti menyiapkan ini itu. Setelah harus menunggu 20 menit lebih lama, saya baru memasuki ruangan tes.

Sama seperti tes terdahulu, saya cukup nervous di awal. Si pengujinya bapak-bapak tua yang berasal dari Amerika. Beliau cukup ramah tapi serius. Berikut pertanyaan yang diajukan ke saya;

Part 1:

. Do you figure or examine?

. Is it an amazing vicinity to study?

. If you would really like to exchange from your place of job, what it might be?

. Did you visit the cinema while you had been a child? Why?

. Is your favorite movie changing from time to time?

. Do you want going to the cinema now? Why?

. How often do you visit the cinema now? Why?

. Do you want consuming water from a bottle or faucet? Why?

. Do you observed buying bottled water is steeply-priced in your region? Why?

. Have you ever skilled when you had been thirsty however had not anything to drink? Why?

Part 2: A some distance away location

Let?S communicate approximately a place wherein is some distance away but you may visit inside the destiny;

. Where is it

. How could you pass there

. Why would you cross there

. Explain what might you do there

Part 3: Travel & Tourism

. Is it common for young people in your country to take a gap year after high school to go for travelling abroad?

. Do you think it is important for young people to travel? Why?

. Is it travelling abroad cheaper than travelling within Indonesia?

. Do you think tourism in your area brings a positive impact? Why?

Listening, Reading, dan Writing Test

Esoknya, dikabarkan bahwa tes akan dimulai jam 8 pagi dan setiap peserta harus datang 30 menit lebih awal untuk registrasi biometrik. Lucunya lagi, biometrik pun baru dimulai jam 8.30. Peserta tes hanya ada 9 orang. Tempat tesnya di ruangan kecil yang juga merupakan kelas kursus bahasa Inggris di Fortrust. Pengawas tes saat itu ibu-ibu yang sepertinya dosen bahasa Inggris. Setelah membacakan tata tertib sebelum masuk ke ruangan dan membagikan alat tulis, akhirnya tes pun baru dimulai jam 9!

Saat bagian Listening, audio speaker-nya cukup bersih dan bagus namun menurut saya lebih left-centered. Saya harus betul-betul fokus ke kuping kiri saat menjawab soal. Sedikit pesimis di bagian Listening ini karena saya merasa banyak jawaban yang asal tembak di Section 2 dan 3. Fokus saya hilang saat ada satu atau dua soal yang kelewatan.

Di bagian Reading, saya hampir kehilangan banyak waktu karena fokus di Section 1 dan 2 saja. Sementara Section 3 terlihat lebih sulit hingga akhirnya saya pun asal tembak lagi di 10 soal terakhir. Saya tahu, bagian terakhir pastilah yang tersulit. Tapi kali ini benar-benar bingung, sudah di-scan berkali-kali, saya merasa tidak menemukan jawaban.

Sementara tes Writing, Part 1 berupa 2 pie charts tentang kegiatan sukarelawan di berbagai sektor dan Section 2 berupa discussion essay yang topiknya tentang Berita; lebih mudah mempelajari isi berita lewat media cetak seperti koran atau via media digital seperti media sosial. Meskipun berusaha mengingat susunan paragraf yang sempat dipelajari, ternyata saya lupa membuat overview  secara umum. Tulisan saya juga tidak terlalu bagus, terkesan datar, namun setidaknya lebih dari minimum kata yang diminta.

Setelah selesai tes, saya sebetulnya cukup was-was juga. Merasa tidak yakin dengan skor akhir, sampai berusaha mengira-ngira sendiri berapa skor yang akan saya dapatkan. Kalau skor kali ini tidak memenuhi syarat universitas, artinya saya harus tes ulang di Eropa dengan biaya yang lebih mahal. Tapi saya pun yakin, skor 6.5 setidaknya sudah ditangan. I have tried my best though.

Tiga belas hari sesudah tanggal tes, saya sudah bisa mengecek skor via online di website ini . Deg-degan juga karena kalau gagal, uang pun melayang lagi. But... I PASSED IT! Skor saya betul-betul pas memenuhi syarat masuk universitas. Nilai Listening yang saya kira akan kecil, ternyata jadi yang paling besar. Sementara Reading saya yang kemarin hanya 5.5 lumayan naik jadi 6.5 meskipun dari hasil tembak-tembakan jawaban. Lalu Writing, hanya dapat 6.0 meskipun naik sedikit dari tes sebelumnya.

Overall, saya sangat bersyukur bisa tembus 6.5. Artinya, saya bisa absen belajar IELTS sampai beberapa tahun ke depan dan siap mendaftar ke kampus-kampus di Eropa. Hope me for the best!

Wednesday, May 13, 2020

Tips Anak Daerah Mustahil ke Luar Negeri|Fashion Style

Saat liburan ke Finlandia dua tahun lalu, saya bertemu abang-abang dari Jakarta yang sudah 13 tahun tinggal di Helsinki dan punya bisnis disana. Di pertemuan singkat itu juga, saya diajak mampir ke apartemennya sekalian menyapa istri dan si anak. Sebetulnya abang ini baik dan ramah, tapi mungkin pertanyaannya terkesan nosy untuk saya.

Saat tahu saya asli Palembang, si abang ini menanyakan ulang keabsahan tempat asal saya.

?Serius Palembang? Palembang mananya? Palembang kota apa luarnya?? Tanyanya.

“Palembang kota. Di kota banget.

?Ini benaran terbang langsung dari Palembang ke Eropa kemaren??

?Iya, Bang. Memang asli Palembang dan keluarga juga tinggal disana.?

?Bukan kemaren pernah sekolah di Jawa apa Jakarta begitu? Pokoknya asli Palembang?? Pertanyaannya mulai aneh.

?Iya. Saya lulusan Universitas Sriwijaya. Tak pernah tinggal di Pulau Jawa, dan habis lulus langsung berangkat ke Belgia.?

Kenapa? Apa merasa tak percaya jika anak daerah seperti saya juga bisa menjajakan kaki sampai benua Eropa?!!!

Melihat background teman-teman au pair Indonesia yang ada di Eropa, saya lalu sadar bahwa hampir semua dari mereka memang berasal dari Pulau Jawa (terutama Jakarta) atau Provinsi Bali. Saya perhatikan juga, sejarah au pair Indonesia yang bisa sampai Eropa ini memang tak 100% “berasal dari daerah”. Contohnya;

  1. Memang tinggal di sekitaran Jakarta sehingga informasi soal au pair pun lebih mudah didapat.
  2. Meskipun berasal dari luar Jawa, ada kemungkinan au pair ini pernah tinggal atau studi di Pulau Jawa atau Bali yang memang provinsinya lebih internasional.
  3. Si au pair sudah pernah ke Eropa sebelumnya.
  4. Si au pair punya keluarga yang tinggal/pernah tinggal di negara kulit putih, jadinya imajinasi tentang "luar negeri" memang begitu dekat.
  5. Au pair ini punya pacar/sedang dekat dengan cowok Eropa.
  6. Si au pair memang sudah menguasai bahasa asing yang ada di Eropa dan ikut kursus di kota dimana dia tinggal.

Jadi pola yang terlihat seperti bisa ditebak; orang Indonesia yang bisa jadi au pair (atau tinggal di luar negeri) ini hampir semuanya mempunyai benang merah dengan Eropa dan cepat mendapatkan informasidi tempat dia tinggal.

Sementara saya, anak daerah yang sama sekali tak punya benang merah dari kedua ikatan tersebut karena dari lahir sampai lulus kuliah hanya tinggal di Palembang. Tak sempat juga kursus bahasa ini itu selain bahasa Inggris karena keterbatasan biaya dan tak banyak juga tempatnya di Palembang.

Beruntung, saya memang suka riset, baca, dan googling dari dulu. Semua informasi yang saya dapat tentang ‘au pair’ atau ‘tinggal di luar negeri’ ini juga hasil riset dan bacaan mandiri. Nobody ever told me what au pair is! I don’t enjoy watching people talking (on YouTube), makanya artikel-artikel soal pengalaman orang di internet dan buku menjadi bekal pembelajaran. Karena suka juga buku-buku yang ber-setting di luar negeri, dari dulu saya selalu kalap tiap kali melihat buku travelling atau novel bersinopsis menarik yang setting-nya ada di luar Indonesia.

Percayalah, saya awal-awal jadi au pair dulu bingung setengah mati harus mulai dari mana . Tak banyak au pair Indonesia yang jadi au pair ke Belgia. Sudah membaca informasi dari situs imigrasi Belgianya pun jadi tambah bingung karena banyak hyperlink sana sini. Informasi tunggal berbahasa Indonesia yang saya dapat hanyalah dari blog Alfi Yusrina , meskipun ada beberapa cara yang berbeda dikarenakan dia tinggal di ibukota. Karena keterbatasan informasi inilah akhirnya saya konsisten terus menulis blog berisi tata cara pengurusan dokumen dengan sudut pandang anak daerah.

Saya paham mengapa informasi memang lebih cepat menyebar di Pulau Jawa dan Bali, secara pusat pemerintahan, pariwisata, dan bisnis ada di sana. Saya juga tak menyangkal bahwa daerah di luar Pulau Jawa masih dianaktirikan karena pemerintah ingin mewujudkan wajah Indonesia lewat Pulau Jawa.

Taaapiii.. sebagai anak daerah, kita juga jangan manja! Sekarang ini informasi bukan lagi harus diterima lewat radio, koran dan majalah dinding, tapi tumpah ruah di internet. Baca! Baca! Baca! Anak kampung, anak daerah, anak gunung, semuanya punya kesempatan untuk menginjak Eropa. Seperti yang saya katakan di atas, saya banyak tahu tentang proses imigrasi dan regulasi negara juga karena rajin baca dan riset kecil-kecilan. It's not hard to find sebetulnya.

Makanya, stop asking, baca dulu! Kalau hampir mati rasa dan jenuh tak juga menemukan konklusi di pencarian bahasa Indonesia, ganti dengan bahasa Inggris. Tak dapat juga, coba ganti ke bahasa lokal lalu pakai Google Translate sebagai terjemahan. Sampai akhirnya tak juga menemukan hasil, baru contact the authority atau orang yang sudah punya pengalaman sebelumnya!

Yakinlah, semua orang bisa keluar negeri, tak hanya yang tinggal di Pulau Jawa dan Bali saja! I am here because I read. I write because I also read. Jangan malas baca ya! ;)