Showing posts with label tips. Show all posts
Showing posts with label tips. Show all posts

Thursday, July 16, 2020

Tips 10 Alasan Kenapa Kamu Harus Jadi Au Pair di Usia 20-an|Fashion Style

Jauh dari rumah, keluarga dan teman dekat, bukanlah hal yang menyenangkan. Belum lagi tugas harian yang cukup menjenuhkan; bangun pagi menyiapkan sarapan, bersih-bersih rumah, hingga mesti menjaga anak orang di malam minggu. Tapi hey, bukankah jalan-jalan ke Eropa adalah impian banyak orang di dunia? Apa saja jalan mu menuju Eropa kalau bukan karena sekolah, bekerja, ikut keluarga, jalan-jalan, volunteering, dan...menjadi au pair?

Seperti penjelasan dari Wikipedia, au pair adalah asisten rumah tangga dari negara asing yang bekerja dan tinggal di rumah keluarga angkat. Normalnya, au pair berbagi tanggung jawab keluarga dengan menjaga anak-anak mereka, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan memperoleh uang saku setiap bulannya.

Salah satu syarat menjadi au pair sendiri adalah anak-anak muda berusia 18-30 tahun. Walaupun au pair adalah pekerjaan yang tidak cocok untuk semua orang, namun menjadi au pair adalah pengalaman yang harus kamu coba di usia 20-an mu.

1. Saat kita belum punya cukup uang travelling ke Eropa, au pair membuka jalan ke banyak tempat disana

Jiwa eksplorasi kita biasanya akan selalu mencari tempat petualangan selanjutnya saat masih muda. Selain Indonesia, impian kita menjelajah ke banyak negara demi melihat tanah Tuhan yang lain selalu menggebu-gebu. Namun dari Indonesia (dilihat dari peta mini pun), Eropa begitu jauhnya.

Belum lagi jumlah tabungan yang jauh dari kata cukup untuk membeli tiket, penginapan, dan belanja-belinji disana. Jika persoalan visa dan izin cuti kerja ditolak, hal tersebut juga membuat kita harus menunda dulu keinginan pergi melihat Menara Eiffel di Paris atau Sagrada Familia di Barcelona.

Saat kamu jadi au pair, travelling ke beberapa tempat di Eropa bukanlah hal yang jauh dari kata mustahil lagi. Kamu tidak perlu repot-repot memikirkan soal visa dan izin cuti kerja, karena hal tersebut sudah menjadi bagian dari regulasi au pair. Visa jangka panjang au pair bisa digunakan untuk menjelajahi banyak negara Schengen yang berjumlah 26.

Kita juga tidak perlu takut izin cuti kerja tidak disetujui bos karena seorang au pair akan dapat jatah liburan 14-30 hari selama setahun. Belum lagi bonus libur Natal dan hari libur nasional lainnya. Jangan juga khawatir karena liburan ini pun uang saku tetap akan dibayar penuh oleh keluarga angkat.

Akhir pekan juga tidak melulu harus jalan ke mall, tapi bisa saja mengunjungi tempat seru di negara lain. Seperti Brussels ke Paris yang hanya bisa ditempuh selama 1 jam naik kereta cepat atau 4 jam naik bus. Atau bisa juga mengunjungi Reykjavik dari Oslo yang harga tiket sekali jalannya sekitar 700ribu dengan menggunakan low budget airlines.

Bayangkan kalau kita melihat Reykjavik yang begitu jauhnya dari Indonesia! Ongkos pesawat sekitar 700ribuan saja bahkan hanya cukup mengunjungi satu kota di Indonesia sekali jalan.

2. Saat merasa tidak cukup pintar meraih beasiswa di Eropa, au pair adalah pilihan lain belajar disana

Di usia produktif, semangat belajar dan rasa ingin tahu kita pasti lebih besar. Apalagi banyak lulusan S1 yang mempunyai keinginan bisa melanjutkan gelar masternya keluar negeri dengan jalan beasiswa. Namun persyaratan dan seleksi demi masuk kampus idaman pun tidak mudah. Selain kemampuan Bahasa Inggris dan IPK yang bagus, kita juga harus mampu berkompetisi dengan para kandidat lain yang juga sama bagus dan pintarnya.

Walaupun au pair tidak menjanjikan gelar di belakang nama, namun au pair juga membuat kita bisa belajar banyak hal dari negaranya langsung. Salah satu kewajiban utama au pair adalah belajar bahasa lokal yang bertujuan memudahkan komunikasi sehari-hari.

Selain kursus bahasa, kita juga bisa sekalian kursus dansa, masak masakan lokal, atau desain dari para masternya. Kebanyakan kursus resmi tersebut biasanya juga memberikan sertifikat selepas masa belajar yang berguna nantinya. Di luar sertifikat itu pun, sebenarnya kita sudah menambah bekal ilmu yang memang harus giat dicari di usia 20-an.

3. Au pair membuat kita berpikiran lebih terbuka terhadap perbedaan dan budaya baru

Di Indonesia, makan tidak makan yang penting kumpul. Malam minggu pun biasanya kita habiskan bersama teman hanya sekedar ngobrol atau kongkow minum bandrek. Berbeda dengan budaya orang Barat yang saat kumpul-kumpul biasanya harus ditemani bir atau gin.

Kalau makan di luar kita cenderung memilih air putih atau jus jeruk sebagai minuman, mereka lebih senang memilih bir atau wine sebagai teman makan. Bagi mereka, minum alkohol memang lebih pas saat bersama teman. Mungkin maksudnya kalau sampai mabuk ada yang menggotong begitu ya? :p

Belum lagi saat di Indonesia kita merasa jijik mendapati pasangan bermesraan di tempat umum, namun di negara Barat kita akan lebih sering melihat pasangan muda bercumbu di tengah jalan. Perbedaan budaya seperti ini biasanya akan membuat kita culture shock di awal karena menemukan banyak hal diluar kebiasaan kita sehari-hari. Namun dengan seringnya travelling dan secepatnya beradaptasi dengan lingkungan baru, kita lebih memandang perbedaan tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperdebatkan.

Kita justru lebih menghargai perbedaan yang ada dan cenderung lebih berpikiran terbuka belajar tentang budaya mereka. Jika di Indonesia kita lebih mengutamakan agama dan budaya sebagai tumpuan bertindak dan tingkah laku, masyarakat Barat tidak terlalu suka membicarakan soal agama yang membuat hidup mereka seperti terblok-blok. Masyarakat Eropa yang juga didominasi oleh atheis, biasanya lebih suka menyangkut pautkan banyak hal dengan sains dan kejadian yang bisa diterima oleh akal sehat.

Bukannya mereka salah, namun dari pandangan mereka yang kritis seperti itu, membuat kita bisa tahu lebih banyak hal tentang dunia ini dari sudut pandang yang berbeda. Pola pikir dan kebiasaan mereka yang sangat menghargai waktu luang juga membuat kita belajar bagaimana memanfaatkan akhir pekan bukan hanya untuk terus-terusan bekerja, namun lebih ke quality time bersama keluarga atau diri sendiri.

4. Menjadi seorang au pair memaksa kita harus menyantap makanan kontinental setiap hari

Di Indonesia, nasi adalah makanan pokok yang harus dimakan minimal sehari sekali. Tidak makan nasi sekali, kita merasa "belum makan", "belum kenyang", bahkan "belum bergizi". Beda halnya saat di luar negeri, pola makan kita pun harus secepatnya beradaptasi dengan kebiasaan makan orang sana. Orang Barat menganut pola makan 2 1; dua kali makan roti, dan sekali makanan hangat. Kalau siangnya sudah makan makanan hangat (berat), malamnya mereka hanya minum kopi dan makan roti. Begitupun sebaliknya, kalau siang hanya makan sandwich, malamnya mereka akan makan besar.

Makanan hangat dan besar ini pun bukanlah nasi plus banyak lauk pauk seperti di Indonesia. Namun biasanya karbohidrat lain seperti pasta atau kentang. Sementara mereka hanya menyediakan satu macam sumber protein seperti daging atau ikan ditambah sayuran mentah sebagai salad. No sambal, no kerupuk.

Sewaktu di Indonesia kita merasa keren makan di restoran Barat dengan menu spaghetti atau steak, tapi banyak au pair yang tinggal di Eropa justru merindukan masakan Indonesia dengan cita rasa bumbunya yang khas. Jangan salah, makanan kontinental di Eropa tidaklah seenak olahan di Indonesia. Orang Barat cenderung tidak terlalu suka makanan terlalu asin, berminyak, berlemak, apalagi pedas. Makanan mereka lebih sering mentah, hambar, dan lebih segar.

Namun bukankah makanan seperti ini lebih cocok dimakan saat usia kita masih 20-an? Bukankah hidup sehat memang harus selalu dimulai dari muda? So, tidak ada lagi saling keren-kerenan makan di restoran Barat karena sejujurnya kita malah sering rindu masakan rumahan dan gerobakan ala Indonesia.

5. Bertemu teman dan orang-orang baru membuat jaringan pertemanan kita makin internasional

Saat menjadi au pair, jaringan pertemanan kita biasanya dimulai dari teman sebaya yang sama-sama menjadi au pair di negara tersebut. Setelah masuk kursus bahasa, kita juga biasanya akan berkenalan dengan banyak imigran yang umurnya berbeda-beda. Kebanyakan dari mereka belajar bahasa tersebut bertujuan untuk syarat melamar pekerjaan. Lewat mereka, kita biasanya banyak mendapatkan cerita seru tentang banyak hal yang tidak pernah didengar dari teman sebangsa.

Untuk mencari teman-teman sesama au pair, biasanya saya memanfaatkan Facebook. Kita bisa dengan mudah menemukan mereka di grup-grup au pair dan biasanya anggota grup tersebut juga mengadakan gathering sekedar untuk minum kopi atau jalan di akhir pekan. Para au pair yang kebanyakan 20-26 tahun ini punya semangat anak muda yang kronis, sehingga kita pun tidak akan pernah merasa bosan menikmati festival atau nongkrong seru bersama mereka.

Aplikasi sosial media seperti Meetup juga merupakan wadah asik untuk bertemu orang baru dengan hobi yang sama seperti kita. Selain bisa ketemuan dan mengobrol asik seputar minat, kita juga bisa belajar banyak hal dari gathering yang diadakan oleh para host grup. Saya yang tidak pernah tahu cara menghias cupcake, sampai akhirnya mendapatkan kesempatan belajar menghias cupcake dari seorang host.

Saat ada kesempatan, kita juga biasanya masih suka flirting ke bule. Aplikasi semacam Tinder yang begitu populer di Amerika, juga ikut populer di Eropa. Walaupun aplikasi ini menjadi salah satu dating purpose, tapi tak jarang yang diajak ketemuan juga sama-sama mencari teman, bukan pacar. Saya sudah bertemu beberapa cowok bule dengan hobi keren.

Suatu kali saya sempat diajak mengunjungi studio seninya demi sekedar "pamer" karya pahatnya. Karena saya juga suka seni, kunjungan ke studionya pun jadi pengalaman yanglangka. Ada lagi seorang guru musik yang mau datang ke Laarne malam-malam hanya demi segelas air putih dan sebelum pulang pun masih mau dipaksa memainkan piano untuk saya.

Banyak hal seru dan tentunya cerita baru yang bisa kita dapatkan seandainya kita mau membuka diri bertemu dengan orang-orang ini. Karena siapa tahu lewat mereka, kita makin bisa melihat dunia dan berwawasan luas. Oh ya, tak jarang juga orang-orang tersebut bisa jadi teman baik bahkan ehemmm..Pacar!

6. Kita semakin menyadari teman sebangsa sudah jadi keluarga dan tiada matinya ketika di negeri orang

Di usia 20-an biasanya semangat muda kita semakin berkobar demi menemukan jati diri dan teman sejati. Walaupun tidak menutup diri untuk bertemu teman-teman baru dari negara lain, namun ada kalanya juga kita muak harus bicara bahasa asing. Apalagi saat curhat soal pacar dan keluarga, biasanya pola pikir antara yang sebangsa dan yang bukan sebangsa sedikit berbeda.

Orang Barat lebih suka bicara apa adanya dan jujur, sementara orang Indonesia lebih mengedepankan suasana hati dan perasaan senasib. Terkadang saat curhat, kita tidak butuh saran melainkan rasa iba dan telinga saja untuk mendengarkan. Bukannya minta digurui, namun kita hanya ingin dibela.

Di satu waktu, kita juga merasa teman sebangsa sangat jarang ditemukan di negara tujuan. Perasaan rindu bergosip ria tanpa alkohol, ketawa keras-keras saat di kafe, ataupun selfie tanpa malu, maunya dilakukan dengan teman sebangsa. Kita juga merasa kalau jaringan pertemanan dengan teman sebangsa bukanlah sebuah gengsi. Justru teman sebangsa adalah keluarga saat di negeri orang, teman yang bisa diandalkan saat kita kesepian dan sakit.

Bukankah kita juga selalu rindu makanan Indonesia selama berada di luar negeri? Berkumpul bersama mereka membuat kita bisa berbagi peran di dapur saat ingin makan bakso atau nasi goreng. Tapi awas masuk zona nyaman! Karena keseringan berkumpul dengan teman sebangsa ini, banyak juga au pair yang jadi malas bertemu dengan teman baru dan akhirnya teman nongkrongnya hanya yang sebangsa saja.

7. Bekerja paruh waktu sebagai au pair membuat kita bisa menabung mata uang asing

Walaupun konsep au pair di beberapa negara sedikit berbeda; bisa bekerja atau pertukaran budaya, namun setiap au pair pasti mendapatkan uang saku setiap bulannya. Jumlah uang saku ini pun jumlahnya berbeda di tiap negara. Banyak juga anak muda yang mengandalkan au pair sebagai proses mencari uang, namun banyak juga yang memanfaatkan software ini sebagai proses belajar.

Di Eropa sendiri, uang saku yang diberikan kepada au pair berkisar antara ?260 hingga ?Seven-hundred tergantung negara tujuan. Uang saku yang diberikan biasanya disetarakan dengan biaya hidup negara tersebut. Negara mahal seperti Swiss memberikan uang saku maksimum CHF800 (sekitar ?760) kepada au pair yang tinggal di kanton tertentu. Berbeda halnya dengan Jerman yang memberikan uang saku minimum ?260 karena biaya hidup di Jerman yang relatif lebih rendah.

Jika ingin dikonversikan ke rupiah, gaji seorang au pair di Swiss hampir sama dengan gaji seorang manajer di Indonesia. Kalau gaya hidup kita lebih mau sederhana dan sedikit bisa direm, kita pasti menabung uang saku yang diperoleh untuk dibawa ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia, selain bisa ditukar ke rupiah, kita juga bisa menyisihkannya untuk ditabung. Kalau tidak begini, kapan lagi kita bisa punya tabungan mata uang asing kan?

8. Au pair menuntut kita untuk lebih bersih dan bertanggung jawab

Sempat berpikir kalau jadi au pair cukup gampang mengingat tugas yang dilakukan hanya bersih-bersih rumah dan masak. Kita memang tidak perlu pegang sapu setiap hari, kita juga tidak perlu takut tangan kering karena keseringan bersentuhan dengan sabun cuci piring. Namun yakinlah, pekerjaan rumah tangga memang tidak akan pernah cocok untuk semua orang apalagi kalau ketemu host family yang agak cerewet dan perfeksionis, bisa jadi hasil kerja kita selalu kurang di mata mereka.

Kita yang tadinya di rumah bisa santai karena ada si Mbak yang mencucikan baju dan menyetrika, saat di rumah host family, justru pekerjaan itulah yang akan kita kerjakan sendiri. Bukan hanya baju kita seorang, tapi juga baju anggota host family! Masih enak kalau keluarga angkat kita punya cleaning lady yang datang seminggu sekali, karena setidaknya tugas mencuci dan menyetrika bisa berbagi dengannya.

Tapi sesungguhnya pekerjaan apapun memang dibutuhkan rasa tanggung jawab yang besar. Tinggal di rumah orang juga menyuruh kita untuk selalu merapihkan kamar dan menjaga kebersihan lavatory. Hal ini bersifat positif karena kebanyakan anak muda di zaman sekarang justru sudah malas berkenalan dengan tugas rumah tangga seperti memasak dan bersih-bersih rumah. Padahal dengan melakukan hal seperti itu, kita juga akan terbiasa menjadi anak muda yang perhatian dengan kebersihan rumah dan perabotnya.

Nine. Tidak dimanjakan dengan kemudahan transportasi saat di Indonesia, kita diajarkan untuk menghargai waktu dan lebih sering berolahraga

Saya sempat mengutuki sistem transportasi di Belgia yang terlalu on time dan tiba-tiba sering mogok jalan karena sering demo. Hal ini cukup membuat saya mengutuki Belgia habis-habisan hingga merindukan kemudahan transportasi umum di Indonesia. Kita tadinya dimanjakan oleh kehadiran ojek yang bisa mengantar sampai depan rumah, angkot yang bisa stop dimanapun kita mau, ataupun kakak atau adik yang siap antar-jemput saat kita telepon, tapi sesampainya di Eropa harus lebih mandiri.

Transportasi dalam kota yang extraordinary tepat waktu kadang membuat kita harus lebih menghargai setiap detik yang berjalan. Belum lagi jarak halte bus yang kadang cukup jauh, memaksa kita mesti lari-larian agar sampai tepat waktu. Ketinggalan satu menit saja, harus menunggu satu jam berikutnya.

Kejadian paling tragis adalah ketika ketinggalan bus terakhir hanya kurang 2 menit saja. Resikonya kita jadi harus menelpon keluarga angkat untuk direpotkan menjemput, atau bersedia jalan kaki dari stasiun ke rumah. Saya pernah four kali ketinggalan bus terakhir di Belgia, yang membuat saya harus berjalan kaki selama three jam saat hujan di musim dingin!

Jika memang temperatur cukup baik terhadap tubuh, sepeda adalah moda transportasi yang bisa digunakan saat bus bukanlah pilihan. Tapi menggunakan sepeda saat bersalju atau angin kencang juga bukanlah jalan terbaik. Kalaupun memang kepepet, bersikap tidak manja, selalu berpikiran positif, dan mencoba untuk menikmati tiap kayuhan sepeda demi mencapai tempat tujuan adalah hal yang bisa kita lakukan.

10. Karena keluarga angkat yang baik akan selalu bisa menghadiahi kita pengalaman baru dan seru

Keluarga angkat yang berani meng-hire au pair rata-rata adalah keluarga kaya yang biasanya hobi jalan-jalan saat liburan, ataupun punya kondomium pribadi di dekat pantai. Karena sudah dianggap sebagai keluarga sendiri, kita pun biasanya akan diajak liburan bersama mereka. Liburannya pun tidak main-main, ada yang keluar negeri dengan jet pribadi, hingga berski ria di utaranya Finlandia yang kalau sendirian pun kita pasti malas kesana.

Meskipun beberapa keluarga angkat ada yang membawa au pair mereka hanya sebagai embel-embel untuk menjaga anak saat liburan, namun kesempatan liburan gratis ke banyak tempat adalah kesempatan yang oke. Beberapa teman au pair yang saya kenal juga memiliki pengalaman seru bersama keluarga angkat mereka. Ada yang setiap bulan selalu diajak keluarga angkatnya ke Amerika, ada juga yang sudah naik jet pribadi keluarga angkatnya hingga ke Spanyol, ada juga yang bisa skydiving gratis karena ayah angkatnya, atau pun au pair yang dihadiahi laptop saat Natal.

Memang kita tidak boleh terlalu berekspektasi tinggi dengan semua keluarga angkat. Walau mereka belum bisa menghadiahi kita liburan atau gadget terbaru, namun setidaknya penerimaan baik dari keluarga mereka cukup membuat masa au pair kita kaya akan pengalaman. Lagipula, bertahun-tahun duduk di meja kantoran belum tentu juga bisa mencicipi serunya membuat boneka salju di halaman belakang rumah saat salju.

Au pair memang tidak menjanjikan kita jenjang pendidikan atau pun jenjang kerja seperti pegawai kantoran. Namun kesempatan belajar, melihat dunia, dan bertemu orang-orang baru adalah hal yang seharusnya kita lakukan di usia 20-an.

Bagi saya pribadi, au pair bukan hanya tinggal dan bekerja di Eropa. Tapi juga kombinasi antara tinggal, belajar, bekerja, dan liburan. Justru saat di usia produktif seperti inilah harusnya kita mampu menggunakan masa muda dengan lebih bijak dan bermanfaat.

Tuesday, July 14, 2020

Tips Tip: Menata Isi Bagasi Ke Luar Negeri|Fashion Style

Entah kenapa suatu kali ingin juga bepergian tanpa membawa tas besar selain tas yang hanya menyangkut di tangan. Saya malas sekali menyortir isi lemari yang harus dibawa ke luar negeri (ataupun luar kota) karena ujung-ujungnya walaupun sudah di-list satu per satu, tetap saja ada yang ketinggalan. But well, it's really true that packing is not for everyone.

Ibu saya sudah menduga kalau koper muatan orang pergi umroh yang sempat saya bawa ke Belgia, tidak akan muat menampung barang-barang yang akan saya bawa ke Denmark. Terlebih lagi beliau sepertinya sudah punya ancang-ancang membelikan saya koper baru yang lebih besar. Benar saja, lima menit sebelum toko ditutup, ibu saya langsung saja menarik salah satu koper, yang memang sudah kami lihat beberapa hari sebelumnya, ke kasir.

Taraaaa.. Akhirnya saya punya koper baru bermuatan 70 liter bermaterial nilon. Saya memang tidak memilih koper bermaterial plastik seperti pilihan orang kebanyakan. Menurut saya, koper bermaterial nilon dengan banyak resleting di luar dan dalamnnya lebih fungsional. Lagipula, koper ini bisa diduduki (baca: dipaksa nutup) kalau memang isinya sudah kepenuhan dan tidak bisa diresleting lagi. ;D

Sewaktu berangkat ke Belgia setahun lalu, saya membayangkan tidak akan membeli banyak barang hingga membawa cukup banyak pakaian ke dalam koper. Nyatanya, banyak juga pakaian yang tidak terpakai dan saya juga harus membuang 60% pakaian saat akan pulang ke Indonesia karena koper tidak muat lagi. Makanya di tahun kedua hijrah ke Eropa kali ini, saya benar-benar sudah menyortir isi lemari yang usable saja. Selain membawa dokumen-dokumen penting, berikut beberapa tip yang semoga bermanfaat saat menata bawaan ke dalam koper.

1. Membawa pakaian yang sering digunakan

Walaupun sudah punya pakaian satu lemari, seorang perempuan biasanya tetap saja merasa tidak punya pakaian. Tapi di antara banyak pakaian itu, pastinya kita punya pakaian andalan yang setiap minggunya selalu dipakai. Nah, bawalah pakaian tersebut dan lupakan membawa pakaian yang di Indonesia saja tidak pernah digunakan.

Agar lebih aman, bawalah pakaian dengan warna dasar seperti hitam, abu-abu, dan putih. Warna-warna pakaian dasar seperti ini selalu cocok di-mix & match dengan warna apapun. Kalau memang kebetulan datang di musim panas, bawa juga beberapa potong pakaian berwarna terang dengan motif seru. Musim semi biasanya identik dengan warna pastel yang lembut, musim gugur lebih sering menggunakan warna earthy seperti cokelat, merah marun, atau krem, sementara musim dingin yang sendu selalu dipenuhi oleh orang yang berpakaian gelap seperti hitam, abu-abu, atau biru tua.

Yakinlah, biasanya kita akan tergoda untuk membeli lagi beberapa pakaian di negara tujuan saat sedang diskon. Membawa pakaian yang sering kita gunakan di Indonesia, setidaknya dapat menghemat isi dompet. Kalaupun memang terpaksa membeli, fokuskan pada pakaian musim dingin yang modelnya lebih classy dan beragam dibandingkan di Indonesia.

Jenis pakaian pun bisa bervariasi dengan memasukkan daftar kaos oblong, tank top, batik atau jenis kain khas Indonesia lainnya, kemeja, blazer, gaun santai, atau rok. Bawa juga beberapa potong kaos kaki, long john (pakaian termal), baju olahraga, stocking hitam, scarf bermotif seru, dan cardigan. Oh ya, bagi yang suka pakai jeans dan kebetulan bertubuh petite khas orang Asia, boleh juga membawa beberapa potong jeans berukuran pas dari lemari. Potongan jeans bule panjang normalnya 29 inchi yang akan membuat ujung jeans menumpuk di mata kaki.

2. Jangan bawa semua sepatu!

Awal-awal kedatangan, saya masih nyaman menggunakan sneakers baseball atau sepatu kanvas yang cocok untuk diajak jalan. Entah kenapa saya merasa banyak sepatu olahraga justru hanya keren dipakai, namun tidak nyaman diajak berjalan jauh. Membawa banyak jenis sepatu pun juga sebenarnya bukannya tidak boleh, tapi sekali lagi, yakinlah kalau kita biasanya juga akan tergoda membeli sepatu lagi sesampainya di negara tujuan.

Namun tidak ada salahnya membawa beberapa jenis sepatu dari Indonesia yang tetap akan terpakai dan membuat kita nyaman berjalan kaki, seperti flat shoes, summer sandals, sneakers baseball, atau sepatu kanvas. Kalau memang ingin tampil kece sesekali, membawa midi heels juga cukup oke untuk jalanan Eropa. Kalaupun tidak sempat membeli boot di Indonesia, tetap bisa membelinya di negara tujuan dengan kisaran harga dan model yang lebih bervariasi.

3. Bawalah makanan atau bumbu-bumbu Indonesia

Makanan Barat kebanyakan hambar atau hanya berasa asin. Membawa sambal sachet bisa membantu menghidupkan rasa saat kita makan di restoran atau kafe. Bawa juga beberapa ruas serai (lemongrass), daun jeruk purut, atau kunyit untuk persiapan masak makanan Indonesia. Atau kalau tidak mau repot, beli saja bahan-bahan tersebut dalam bentuk bubuk. Boleh juga membawa beberapa bungkus mie instan sebagai penghilang rasa kangen di awal-awal. Tapi tidak perlu kebanyakan juga, karena beberapa bahan makanan bisa dengan mudah ditemukan di toko Asia yang ada di negara barat.

4. Gunakan space maker

Space maker sangat berguna untuk menata isi koper kita agar lebih banyak muatan. Belilah space maker dengan ukuran yang bervariasi agar bisa lebih sering digunakan saat bepergian. Gulung dulu pakaian sebelum dimasukan ke dalam space maker, lalu kempiskan dengan bantuan vacuum cleaner agar udara lebih mudah keluar dari kantung.

Tapi jangan salah, walaupun sudah dikempiskan, kita harus cepat menutup isi koper agar space maker tidak kembali mengembung karena kemasukan angin. Baiknya mengempiskan space maker sesaat sebelum kita menutup isi koper agar lebih mudah menata dan menutupnya.

Kebutuhan setiap orang memang tidak sama. Jangan lupa pula masukkan obat-obatan yang biasanya selalu kita gunakan di Indonesia. Seperti saya, yang kalau perut kembung selalu mengoleskan minyak kayu putih, mau tidak mau perlu juga membawa beberapa botol ke Eropa. Yang suka baca buku, tidak perlu juga memenuhi isi koper dengan buku-buku yang cukup memberatkan. E-book yang lebih praktis bisa dengan mudah kita beli dan simpan di ponsel atau laptop. Yang paling penting, perhatikan dulu berapa kilo batas maksimum bagasi maskapai yang akan kita gunakan. Kalau over baggage, siap-siap keluar duit lebih ya. Selamat packing!

Thursday, July 9, 2020

Tips 9 Hal yang Harus Dilakukan Saat Tinggal di Luar Negeri Agar Lebih Bermakna|Fashion Style

Berkesempatan tinggal di luar negeri memang bukanlah untuk semua orang. Baik itu untuk keperluan studi, pertukaran budaya, au pair, ataupun ikut keluarga. Orientasi selama hidup di luar negeri tentunya tidak hanya sebatas foto-foto lalu dipamerkan secara halus di media sosial. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan agar sekembalinya ke Indonesia, kita tidak merasa kehilangan momen penting selama hidup di negara orang.

1. Make friends and stay connected

Berteman dengan orang asing di negara asing memang tidaklah mudah, terlebih lagi kalau kita termasuk orang yang pemalu. Di Denmark sendiri, banyak para imigran dari negara tetangga yang juga merasa kesulitan berteman dengan orang lokal . Orang-orang dari Eropa Utara memang cenderung tidak terlalu terbuka dengan orang asing, terutama yang tidak bisa bahasa mereka. Tapi daripada mati kesepian, cobalah untuk tetap berteman dengan orang-orang yang bukan sebangsa kita. Orang-orang dari Asia, Eropa Timur, ataupun Amerika cukup sociable untuk didekati dan diajak bicara.

Cobalah untuk bergabung di akun Meetup yang akan menghubungkan kita dengan banyak orang di negara yang sedang kita tinggali. Kita juga bisa datang ke acara-acara seru yang cocok dengan minat. Dari acara ini, biasanya kita akan bertemu banyak orang dari negara-negara lain dengan minat yang sama. Saya juga mendapatkan beberapa teman baru (yang sekarang jadi teman dekat) karena sering datang ke beberapa acara yang ada di Meetup.

Memang tidak semua orang yang kita temui akan menjadi teman, tapi setidaknya kita sudah mencoba untuk bersosialisasi. Kalau memang bertemu dengan orang yang pas, jangan lupa untuk selalu stay connected karena siapa tahu kalian bisa jalan atau nongkrong lagi setelahnya. Sebisa mungkin batasi untuk selalu dan hanya ingin berteman dengan teman sebangsa. Selain kesannya menutup diri dari adaptasi di negara orang, kita juga akan kehilangan momen berharga untuk membentuk jaringan dengan teman internasional.

2. Eat like locals

Soal makanan, lidah saya juga termasuk yang sangat Indonesia sekali. Saya tidak bisa hidup tanpa makanan pedas dan segala bentuk rempah-rempahan. Jujur saja, saya pernah menangis karena benar-benar rindu makanan khas Palembang. Mau masak sendiri, malasnya tidak bisa ditawar. Sebalnya lagi, beberapa teman malah sering sekali mengirimkan foto-foto makanan Indonesia yang membuat saya ingin menampar muka mereka dengan kentang rebus. Hiks!

Awalnya saya juga sangat kesulitan menerima makanan yang hanya berasa lada hitam dan garam. Tapi lama-kelamaan, karena terlalu sering dicekoki, akhirnya sampai detik ini nyaman-nyaman saja. Mungkin karena saya tinggal dengan orang lokal, makanya selera makan saya pun terpaksa harus ikut berubah. Yang tadinya harus makan nasi tiga kali sehari, sekarang hanya dibatasi sehari sekali. Itupun bukan nasi, tapi bisa jadi mie, kentang, atau roti.

Walaupun sangat rindu makanan Indonesia, tapi saya tidak selalu menolak makanan lokal yang patut dicoba. Kapan lagi bisa mencicipi Smørrebrød favoritnya orang Denmark atau makan balletjes dan mashed potatoes khas orang Belgia sepuasnya dengan rasa yang otentik kalau bukan di negaranya langsung.

3. Pelajari bahasa dan budaya mereka

Mempelajari bahasa asing memang tidak mudah. Terlebih lagi kalau bahasa tersebut kurang menarik dan hanya sedikit orang yang menggunakannya di dunia ini. Untuk menguasai bahasa asing pun, beberapa orang membutuhkan waktu yang lama. Banyak yang mengatakan, tidak perlu belajar bahasa daerah setempat kalau hanya tinggal setahun dua tahun. Eiittss... Jangan berpikiran begitu dulu! Tidak ada yang sia-sia untuk urusan belajar. Lagipula, saya merasa orang-orang yang hanya berpikiran untuk selalu menggunakan bahasa Inggris adalah tipe-tipe pemalas dan arogan.

Bagi saya, mempelajari bahasa setempat merupakan proper manner kita sebagai pendatang. Tidak harus bisa cas cis cus, cukup dengan mempelajari bahasa dan fase dasar, membuat kita semakin menyatu dengan orang lokal. Berlatih untuk tidak menggunakan bahasa Inggris saat di kafe atau supermarket merupakan upaya awal. Yakinlah, orang lokal akan merasa sangat dihargai kalau orang asing mau belajar bahasa mereka.

Untuk urusan budaya pun, tetaplah bersikap open minded. Di negara-negara barat, pesta biasanya akan selalu dibarengi dengan alkohol. Kalau suatu kali ada teman yang mengundang datang dan nongkrong, jangan juga selalu ditolak. Tetap terima undangan mereka dan jujurlah kalau kita memang tidak minum alkohol. Sejujurnya, mereka sangat menghargai kejujuran kita dan sebisa mungkin menyuguhi minuman non-alkohol.

Saat tinggal di negara orang pun, biasanya kita akan menemui beberapa budaya yang menurut kita aneh, namun tidak untuk mereka. Daripada bersikap terlalu apatis dan seperti menjaga jarak, yakinkan diri untuk selalu menghargai budaya orang. Bagaimana perasaan kita kalau ada orang asing di Indonesia yang sama sekali cuek dengan budaya kita? Bukankah kita juga sebal dengan sikap mereka yang arogan? So, treat people like we want to be treated.

Four. Kenali negara tempat kamu tinggal

Sejujurnya, saya menyesal saat tidak mengenal Belgia dengan baik sewaktu tinggal disana. Saya hanya terpaku dengan Ghent dan Brussels saja, namun tidak ada kesempatan lebih untuk berkunjung ke daerah Selatan. Padahal daerah-daerah di Belgia Selatan kerennya bukan main.

Daripada sibuk memikirkan ingin ke negara ini, ke negara itu, keliling sana, keliling sini, masukan juga beberapa tempat oke di negara yang sedang kita tinggali. Saya yakin, kita pasti akan menemukan beberapa tempat eksotis yang jauh dari keriuhan turis. Kalau cuaca sedang bagus, jalan santai ataupun bersepeda ke sekitar daerah yang kita tempati demi menemukan spot-spot cantik tidak ada salahnya juga. Walaupun kata orang Denmark adalah negara membosankan dengan keterbatasan pemandangan alam, tapi saya tetap bertekad untuk mengunjungi beberapa tempat di utara kok.

5. Jangan kebanyakan atau terlalu pelit jalan-jalan

Saya yakin, saat di Indonesia, kita sudah mempunyai daftar tempat-tempat yang akan dikunjungi sebelum datang dan tinggal di negara orang. Apalagi benua Eropa, yang negara-negaranya berdekatan dan tidak butuh lama untuk lompat dari Swiss ke Kroasia. Tapi janganlah terlalu sibuk mencoret-coret daftar hanya gara-gara pasang target. Menurut saya, jalan-jalan memiliki esensinya masing-masing. Keseringan jalan-jalan tentunya membutuhkan banyak uang dan waktu.

Terlalu sedikit jalan-jalan karena sibuk menabung juga sebenarnya tidak baik. Ayolah, kapan lagi bisa ke Eropa dan melihat Berlin, Oslo, Talinn, lebih dekat? Eropa, dilihat dari peta pun, memiliki celah yang sangat jauh dari Indonesia. Tidak perlu mendatangi setiap negara walaupun kata orang must visit.

Kalau memang sedikit membatasi budget untuk jalan-jalan, coba datangi negara-negara "murah" yang memang must visit before you die ataupun cocok dengan sesuatu yang sedang kita minati. Contohnya, kalau memang suka pantai, negara-negara hangat seperti Yunani atau Spanyol super tepat untuk liburan berikutnya. Bagi penggila arsitektur, menabunglah demi ke Maroko atau Britania Raya untuk mengagumi keindahan interior dan bangunan di negara ini.

6. Lakukan kegiatan yang tidak bisa dilakukan di Indonesia

Mencoba hal-hal baru selama tinggal di luar negeri, tentunya bisa menambah pengalaman kita saat di negara orang. Kalau awalnya tidak sempat kepikiran untuk menonton ballet dan opera saat di Indonesia, cobalah untuk memesan tiket pentas saat berkunjung ke Vienna atau Budapest. Yang tadinya kita sangat sulit menggerakkan badan dan tidak suka menari, bergabung dengan klub salsa yang jauh dari minat, membuat kita merasakan hal seru saat berhasil menggoyangkan tubuh yang kaku.

Bagi yang suka kegiatan seni, membantu orang, dan ingin bergabung dengan beberapa acara seru, cobalah untuk berpartisipasi menjadi sukarelawan. Pekerjaan seperti sukarelawan ini memang terkenal di kalangan pelajar yang ada di negara barat. Jika punya kesempatan untuk kerja part time, kenapa tidak dicoba? Beberapa teman saya bercerita kalau mereka pernah menjadi bartender dan cleaner untuk beberapa waktu.

Kamu tipe anak muda pemalu yang tidak pernah keluar lewat dari jam 9 malam saat di Indonesia? Hentikan kebiasaan itu dan pergilah ke kota lepas jam 10 malam di hari Jumat. Rasakan atmosfir anak-anak muda yang akan menyambut akhir pekan mereka bersama teman di Jumat malam. Tidak mood ikut berpesta dan meneguk minuman keras? Di beberapa kota di luar negeri, masih banyak café bar yang buka hingga larut malam sambil menyuguhkan musik-musik live sebagai teman minum kopi.

7. Belajar dengan serius

Seriusan, belajarlah seserius orang-orang Eropa! Mereka benar-benar bisa membagi waktu antarahaving fun dan tetap belajar di akhir pekan sekali pun. Jangan karena sibuk travelling secara mudah kesana kemari, kita jadi lupa tujuan awal datang dan tinggal di negara orang. Bukan hanya belajar di kampus yang harus serius, tapi setiap hal baru yang sedang dipelajari memang harus dijadikan keseriusan. Apalagi untuk para penerima beasiswa yang usahanya sangat sulit untuk memenangkan hati para pemberi bantuan dana.

8. Berkencan (bagi yang jomblo)

Budaya berkencan di luar negeri memang berbeda dengan di Indonesia, baik itu di bagian Asia manapun, Amerika, maupun di Eropa. Daripada sibuk memikirkan nasib kejombloan kita, sementara teman-teman di Indonesia sudah mulai bertunangan, menikah, hingga punya anak, kenapa tidak coba berkencan dengan bule-bule lucu?

Tenang saja, berkencan disini sifatnya tidak harus pacaran kok. Minum-minum kopi santai atau nonton film terbaru sambil membahas topik seru biasanya akan membuat kita menilai beberapa karakter kaum adam dan hawa di beberapa negara. Cowok-cowok Asia terkenal lembut, masih penuh rasa gengsi yang tinggi, tapi cukup peduli membayari ini itu. Namun jangan kaget saat berkencan dengan cowok-cowok bule (terutama di bagian utara Eropa) yang tegas, sweet, tapi mendukung feminisme yang kadang membuat kita menilai mereka kurang maskulin.

Walaupun banyak cewek barat yang tidak terlalu menyukai kelembutan cowok Asia, tapi sempat juga beberapa kali saya menemukan pasangan cowok Asia dan cewek barat di Eropa. Bisa jadi kalau karakter si cowok ini sudah kebarat-baratan, ataupun memang si cewek yang suka dengan kelembutan cowok-cowok Asia. Cewek barat memang terkenal mandiri dan tidak terlalu suka dikekang. Tapi tenang saja, mereka juga cewek yang senang kalau dimengerti dan dimanja kok. Hihi..

9. Buatlah dokumentasi dan jurnal

Jangan terlalu kebanyakan motret sana-sini seperti turis. Tapi jangan juga pelit motret gara-gara takut dianggap narsis. Potretlah hal-hal seru untuk dijadikan dokumentasi selama kita di luar negeri. Kita akan sangat menyesal saat tahu belum sempat mengabadikan foto di Kastil Drakula waktu berkunjung ke Romania, atau kelupaan berfoto dengan beberapa teman sekelas saat mengikuti kursus masak di Italia. Momen seru seperti ini tentunya tidak terjadi setiap hari dan memang pantas diabadikan. Hanya saja, tidak perlu semua momen dipotret lalu harus dipamerkan sehalus mungkin di media sosial. Ada kalanya, momen yang ditangkap cukup jadi kenangan pribadi.

Kalau tidak malas, catatlah hal-hal penting yang tidak boleh dilupakan saat di luar negeri. Saya pribadi agak malas menulis seluruh catatan perjalanan ke dalam jurnal. Biasanya saya hanya mencatat ide-ide penting untuk dituliskan lagi di weblog. Selebihnya, foto-foto yang berhasil saya potret biasanya akan menggambarkan seribu kata tentang peristiwa yang terjadi saat itu.

Friday, June 19, 2020

Tips Guide Au Pair: Mulai dari Mana?|Fashion Style

Beberapa kali saya menerima surel dari pembaca yang mengatakan kalau mereka sangat tertarik menjadi au pair namun tidak tahu harus mulai dari mana. Meskipun sudah ada guide au pair yang pernah saya tulis sebelumnya, namun kelihatannya para pemula harus dibekali banyak referensi lain agar lebih jelas.

Cerita sedikit tentang pengalaman newbie dulu. Pertama kali memutuskan au pair, umur saya saat itu 22 tahun dan sedang sibuk mengurus tugas akhir kampus. Keinginan untuk tinggal di luar negeri sudah lama menjadi mimpi dan memang selalu optimis hingga saat itu. Tahu sebentar lagi akan lulus, saya jadi kepikiran ingin lanjut S2 dan cari beasiswa. Tapi karena yakin IPK dan bahasa Inggris masih pas-pasan, terpaksa skip!

Masih tetap dengan mimpi bisa hidup di luar negeri, banyak keyword yang saya masukkan di Google untuk sekedar mencari cara lain. Beberapa cara tersebut bisa dengan bekerja menjadi seorang skilled worker, volunteer, ikut kompetisi seni atau sains, WWOOF, ataupun jalan-jalan.

Ide menjadi seorang skilled worker sepertinya mustahil, apalagi saya masihfresh graduate saat itu. Volunteering, sepertinya juga belum memungkinkan plus butuh biaya lain. Pun begitu dengan travelling, setidaknya saya mesti menabung 2 tahun dulu agar bisa menginjakkan kaki ke Eropa. Meskipun menabung selama 2 tahun diarasa belum mampu juga kesana, tapi impian ke Eropa memang sudah saya tulis lama di buku jurnal. Plus, rincian kapan, musim apa, hingga biaya yang kira-kira mesti ditabung.

Satu hari, saya mampir ke toko buku online untuk mencari buku-buku travelling. Saya dulu memang penggila buku travelling ataupun cerita-cerita yang berbau luar negeri. Bagi saya, buku-buku seperti ini membawa inspirasi dan motivasi untuk bisa juga merasakan apa yang sudah penulis lakukan. Seperti tidak sabar ingin ikut berpetualang.

Karena pilihan buku yang ada di toko luar biasa banyaknya, saya iseng-iseng mengklik bagian "SALE". Dari bagian tersebut, entah kenapa saya iseng-iseng klik lagi genre "ROMANTIS". Kalau mau jujur, saya bukan termasuk penyuka novel bernuansa romansa ataupun percintaan. Tapi ternyata, dari menyusuri kumpulan buku fiksi percintaan ini, jalan saya ke Eropa terasa lebih lebar.

Satu judul buku menarik perhatian saya. Saya lupa judulnya apa, tapi intinya tentang kisah cinta seorang cewek Indonesia yang tinggal di Austria. Meskipun fiksi, tapi beberapa intrik dari kisah ini diambil dari kisah nyata si cewek yang bekerja sebagai au pair di Wina. Eh, saya lalu penasaran "apa itu au pair?". Mengapa si cewek ini bisa dengan "mudahnya" ke Eropa dengan hanya menjadi au pair? Lalu, dari situlah rasa penasaran saya berkembang setiap hari.

Sama seperti para pemula di luar sana, saya pun berusaha mencari tahu tentang seluk-beluk au pair ini sendiri. Apa yang saya lakukan? Mulai dari mana?

1. Pahami dulu apa au pair itu

Sebelum terlalu bahagia bisa ke Eropa dengan menjadi au pair, seorang pemula mesti betul-betul mengerti apa itu au pair. Sorry, au pair bukan pembantu ya! Cari tahu dulu mulai dari tugas, tanggung jawab, jam kerja, ataupun hak yang bisa kita dapatkan. Pelajari sampai ke detail-detailnya tentang peranan au pair di keluarga. Keep browsing kesana kemari sampai betul-betul paham konsep utama jadi au pair.

Semua pencarian saya lakukan secara mandiri via online tanpa tahu harus bertanya ke siapa. Apalagi dulu, banyak cerita di internet hanya terpaku dengan au pair Belanda, Jerman, dan Prancis saja. Sementara saya tidak minat ke tiga negara tersebut.

2. Cek regulasi

Saat tahu tujuan au pair, saya langsung merasa au pair adalah hal yang selama ini saya cari. Nyaris gratis, tanpa embel-embel sertifikat bahasa, lalu bisa hijrah ke Eropa. Praktis, saya sangat antusias membuat profil di Au Pair World dan kebingungan memilih negara mana saja yang menarik.

Tapi tunggu! Sebelum memutuskan pilih negara, ada baiknya kita mesti tahu juga negara mana yang berlaku bagi pemegang paspor Indonesia. Tidak semua negara bisa kita jadikan host country, lho. Contohnya saya, pertama kali cari keluarga di Au Pair World inginnya dari Selandia Baru yang setelah dilihat regulasinya, tidak memungkinkan bagi orang Indonesia.

Postingan saya tentang guide au pair ataupun tips au pair sebelumnya mungkin bisa dijadikan referensi saat memilih negara. Menurut saya, Au Pair World pun bisa digunakan sebagai bahan referensi terbaik untuk mengecek regulasi tiap negara. Tidak hanya itu, Au Pair World juga memuat banyak informasi penting yang berhubungan dengan tugas, hari libur, ataupun hak au pair.

Three. Buat profil

Yakin sudah tahu ingin ke negara mana, selanjutnya adalah membuat profil dan mencari keluarga angkat. Pilihlah setidaknya dua hingga lima negara yang paling membuat kamu termotivasi. Pasang foto-foto terbaik bersama anak-anak dan tulislah esai sejujur mungkin tentang motivasi kamu jadi au pair. Percayalah, saya pun harus update profil hingga 10 kali untuk menuliskan the real me as a person.

Sangat disarankan untuk membuat profil di lebih dari satu situs agar peluang mendapatkan host family lebih besar. Selain itu, coba juga cari situs au pair ataupun agensi gratis agar tidak membebankan kamu soal biaya.

Cek postingan berikut untuk lebih tahu tips memenangkan hati keluarga angkat !

Four. Perbanyak referensi

Jadi au pair tidak hanya kerja dan jalan-jalan, but more than those! Ingat ya, au pair bukan liburan. Ada tanggung jawab yang mesti kamu pegang disitu. Jadi au pair juga tidak selamanya menyenangkan, bahkan bisa jadi sangat menyeramkan. Meskipun, kamu juga tetap harus memikirkan ada banyak enaknya jadi au pair .

Saat saya mencari tahu tentang au pair sekitar 4 tahun lalu, artikel di Google kebanyakan berisi tentang cerita-cerita bahagia au pair Belanda, Jerman, dan Prancis. Tiga negara ini memang sangat populer bagi cewek-cewek Indonesia. Semua cerita yang dibagikan kebanyakan menyenangkan seperti tidak ada cacat.

Wah, kalau kamu sudah mengalaminya, sebenarnya cerita au pair tidak selamanya demikian. Beberapa postingan saya di blog ini juga memuat beberapa cerita menyedihkan saya bersama host family yang berakhir putus kontrak dan perang dingin.

Banyak-banyaklah membaca kisah au pair Indonesia yang baik dan buruk. Memang, tidak semua cerita buruk biasanya diceritakan dan muncul di net. Tapi percayalah, pengalaman buruk tersebut memang benar adanya.

Selain baca blog para au pair Indonesia, boleh juga tonton video para au pair vlogger di Youtube untuk melihat secara lebih dekat keseharian au pair. Saya dulu juga membaca buku Icha Ayu yang berjudul Au Pair - Backpacking Keliling Eropa dengan Menjadi Babysitter sebagai referensi lain mengenal dunia au pair.

Jika memang tidak malas, sila baca juga beberapa curhatan hati para au pair dalam bahasa Inggris yang bisa kamu temukan di net. Kadang, tulisan berbahasa Inggris ini menceritakan poin dan fakta lain yang tak kamu duga-duga ketika memutuskan jadi au pair.

5. Persiapkan intellectual kamu

Selagi memperkaya referensi dan terus mencari keluarga angkat, saya sarankan untuk mulai mempersiapkan intellectual. Mengapa, karena tinggal di luar negeri tidak selamanya menyenangkan. Selain dipaksa untuk mandiri dan bertanggungjawab, kamu harus membentuk sifat berani.

Berani disini maksudnya adalah berani menerima resiko, berani speak up, berani menentang jika ada masalah, berani melawan diktator, berani menghadapi orang-orang baru, dan berani membahagiakan diri sendiri. Banyak sekali saya temukan au pair di Eropa yang terpaksa pulang karena bermasalah dengan host family mereka, ataupun karena baru sadar ternyataau pair isn't for them. So, be ready!

Bagaimana, masih bingungkah memulai langkah menjadi au pair? Kalau ada pertanyaan, feel free untuk bertanya di kolom komentar atau via contact ya. Cheers!

More manual:

Hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair

Guide untuk para calon au pair

Usia yang tepat mulai au pair pertama kali

Pakai agensi atau mandiri?

Sunday, June 14, 2020

Tips 7 Tips Agar Host Family Melirik Profil Mu|Fashion Style

Membuat profil au pair yang bagus adalah satu hal yang mesti selalu di-improve. Saya ingat betul pertama kali membuat profil di Au Pair World, saya meminta bantuan seorang teman untuk mengoreksi apakah profil saya sudah bagus atau belum. Karena tahu dia pernah pengalaman jadi au pair 2 kali sebelumnya, saya percaya kalau si teman ini setidaknya tahu mana tulisan yang bagus atau tidak.

Betul saja, dia menilai profil saya terlalu etnosentris dan blak-blakan jual mahal. Saya terlalu terpusat pada diri sendiri, tanpa memikirkan si calon keluarga yang membaca. Padahal harusnya profil berfungsi sebagai CV yang memungkinkan host family tahu siapa kita dan motivasi kita jadi au pair.

Tiga kali jadi au pair dan harus menulis profil, saya akhirnya bertemu juga dengan keluarga angkat yang mau meng-hire saya jadi au pair mereka. Tentu saja, tidak semudah itu. Ibaratnya cari kerja, saya juga banyak mengalami penolakan terlebih dahulu meskipun sudah pernah menjadi au pair sebelumnya.

Di postingan tentang pencarian keluarga angkat , saya sudah menuliskan beberapa tips bagaimana menuliskan profil yang menarik di situs pencarian au pair. Berikut saya ulas kembali beberapa tips untuk kalian yang mungkin masih juga bingung bagaimana menuliskan profil yang bagus.Just bear in mind, profil yang bagus tidak akan langsung mengantarkan kamu ke Eropa. Tapi setidaknya, jadikanlah goal agar calon keluarga melirik profil mu dan tertarik untuk mengenal mu lebih jauh.

1. Background kamu

Kalau harus menulis profil tanpa format asli dari agensi atau situs di internet, boleh mulai memperkenalkan diri secara singkat seperti;

"Halo, nama saya Nin, usia 23 tahun, dan berasal dari Palembang, Indonesia."

Tapi kalau memang nama dan umur kamu sudah terlihat jelas di situs tersebut, contohnya Au Pair World, tidak perlu menuliskan identitas kembali. Langsung saja to the point;

"Halo, saya Nin (cukup nama panggilan), berasal dari Palembang, Indonesia, dan sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir di Universitas X."

Calon host family ingin langsung tahu apa yang sedang kamu lakukan sekarang, seperti pekerjaan atau pendidikan terakhir. Ketimbang harus bertele-tele menuliskan semuanya dalam kalimat yang panjang, mungkin bisa ditulis seperti ini;

"Saya sekarang masih kuliah di kampus X dan mengambil jurusan Farmasi."

"Saya bekerja di TK Anak Bangsa sebagai guru TK selama 3 tahun."

"Sekarang saya masih bekerja di Perusahaan Indah Karya sebagai Akuntan selama 1 tahun."

"Sekarang saya masih tinggal di Berlin sebagai au pair dan kontrak saya akan selesai Juli 2018."

2. What do you do in your spare time?

Selain sibuk bekerja atau sekolah, host family juga ingin tahu, apa yang senang kamu lakukan saat sedang tidak dikerjar deadline kantor atau kampus. Hobi atau kegiatan favorit mu setidaknya sedikit menguak "who you are".

"Selain sibuk kuliah, saya sangat suka renang, mamanggang kue, ataupun hiking."

"Meskipun pekerjaan saya hampir 24/7, tapi saya juga suka melakukan aktifitas lain seperti menggambar atau membaca buku. Buku terakhir yang saya baca berjudul X dan isinya sangat menginspirasi kehidupan saya sekarang."

"Sejak tinggal di Amsterdam, saya jadi sangat suka bersepeda keliling kota setiap akhir pekan sekalian mengunjungi banyak hidden gems yang ternyata tidak semua orang tahu."

Tell them that you are an active person, an interesting girl with bunch of hobbies! Kalau memang suka menonton film, let them know what is your favourite one! Jadi tidak hanya menyebutkan apa yang kamu suka, tapi juga beri keluarga angkat clue kalau kamu banyak mendapatkan manfaat atau ide dari hobi mu itu.

Three. Pengalaman dengan anak-anak

Karena au pair tugasnya lebih relevan ke anak-anak (bukan cleaning, normalnya), maka host family harus tahu juga seberapa lama jam terbang mu meng-handle anak kecil. Jangan takut kalau belum pernah jadi au pair sebelumnya, karena kamu tetap bisa menjual potensi saat mengasuh keponakan.

"Karena sudah bekerja selama 3 tahun di SD 31, saya memiliki tanggung jawab besar untuk mengajar anak-anak membaca dan berhitung."

"Saya memang belum pernah menjadi au pair sebelumnya, tapi pekerjaan sebagai freelance babysitter yang sering saya lakukan membuat saya cukup dekat dengan anak-anak dan dunia mereka."

"Meskipun ini akan menjadi au pair pertama saya, tapi saya yakin dengan kemampuan mengasuh anak-anak sejak beberapa tahun lalu. Banyak om dan tante yang percaya menitipkan anak mereka ke saya saat mereka bekerja. Karena pekerjaan ini, saya pun mengerti bagaimana caranya menidurkan anak, bermain dengan mereka, ataupun memandikan si kecil."

"Karena pengalaman saya menjadi au pair selama satu tahun di Paris, saya pun sudah cukup familiar dengan gaya hidup orang Eropa dan anak-anak mereka."

Tell them more about your experience! Kalau memang pernah bekerja menjadi seorang guru, jelaskan apa yang membuat mereka merasa yakin kalau kamulah au pair yang mereka cari. Apa value yang kamu pelajari selama menjadi seorang guru dan membuat mu bisa mengaplikasikannya ke kehidupan internasional au pair.

Jika kamu memang sering mengasuh keponakan, "jual lagi" diri kamu di dalam profil dan jelaskan kalau kamu tipikal orang yang bisa mengatasi stres hanya karena tangisan anak kecil.

Perlu diingat, anak-anak Australia atau Eropa berbeda dengan anak-anak di Indonesia. Anak kecil di negara Barat sudah dibudayakan untuk mandiri, sementara anak kecil di Indonesia lebih haus perhatian dan pelayanan. Umur 2 tahun di Eropa sudah bisa makan sendiri, sementara di Indonesia, masih harus kejar-kejaran saat menyuapi makan.

4. Motivasi ingin jadi au pair

Ini juga jadi bagian yang paling krusial bagi para calon keluarga untuk tahu apa motivasi mu menjadi au pair. Sekedar jalan-jalan kah, cari pacar bule kah, cari duit kah, cari visa tinggal saja kah, atau lebih dari itu?

Kalau kamu memuat profil di situs au pair Skandinavia, tentu saja kamu harus menuliskan apa alasan kamu ingin jadi au pair di Eropa Utara. Apa yang paling mendasari mimpi mu untuk kesana. Jangan hanya tuliskan ingin jalan-jalan saja, karena au pair bukanlah holiday for free!

Jika harus menulis profil di situs pencarian au pair umum, tulis saja alasan mendasar untuk menjadi au pair. Ingin bertemu teman internasional atau selalu penasaran dengan kuliner khas sana, mungkin?

Tulis juga apa kira-kira pelajaran yang bisa kamu dapatkan dari menjadi seorang au pair. Apa yang bisa membuat hidup mu lebih berarti jika bisa tinggal di Eropa atau Australia. What do you gain by being an au pair?

Kalau kamu sekarang sedang bekerja di Indonesia, apa alasan mu ingin berhenti dan apa yang membuat mu yakin au pair adalah langkah yang tepat. Sama halnya jika kamu sekarang adalah mahasiswa tingkat akhir, mengapa kamu ingin jadi au pair selepas lulus?

Be specific dan tolong juga hindari minta dikasihani seperti profil gadis-gadis Filipina ;

"I need to make cash due to the fact I want to ship my sisters to highschool."

"My father is only a farmer, so I must make extra cash to assist my own family."

Salah? Tentu saja tidak. Banyak sekali profil seperti itu, terutama dari Filipina. That's their own choice, of course! Tapi tentu saja, impian kita ke Eropa bukan hanya cari duit, toh? Jangan samakan mimpi kita dengan para mbak TKI yang berjuang bagi keluarga dan devisa negara. Kita berbeda!

5.Make it simple

Biasanya hanya karena ingin terlihat serius dan panjang, kita lalu menuliskan semua hal di satu profil. Sejujurnya, it is so annoying and boring just to read it. Treat you profile as your CV. Buatlah sesimpel mungkin, tapi memuat seluruh poin terpenting.

Sekali lagi, kalau calon keluarga tertarik ke kamu, mereka pasti ingin mengenal mu lebih jauh dan bisa jadi akan diajak interview. Jadi daripada menulis cerita super panjang soal keluarga mu, just keep it simple by just talking about yourself.

You get my go with the flow?

6. Pasang foto terbaik

Saya berhasil menjadi au pair di keluarga Denmark karena foto-foto yang ada di profil saya. Host dad saya , Brian, juga menggarisbawahi kalau foto adalah bagian terpenting agar host family tahu kamu orang seperti apa.

"We liked your profile because you smiled a lot with the kids," kata Brian.

Contohnya dari 5 foto terbaik yang akan dipajang, usahakan 4 di antaranya adalah foto kamu dan anak-anak. Satunya lagi adalah foto mu dan keluarga atau teman terbaik. Boleh saja pasang swafoto jika memang saat itu kamu sedang melakukan hobi. Contohnya, foto sedang menunggang kuda, foto saat berkunjung ke Bromo, atau foto sedang menjahit baju.

Seperti kata Brian, keep smiling. Ayo, mulai pajang foto terbaik mu tersenyum ceria saat bermain dengan host kids atau keponakan di rumah!

7. Make it personal

Beberapa situs pencarian au pair, contohnya Au Pair World, memungkinkan kamu untuk menyapa calon host family duluan lewat profil mereka. Dibandingkan harus copy-paste tiap pesan ke para keluarga ini, ada baiknya kamu baca dulu profil mereka baik-baik lalu baru tulis pesan secara personal.

"Halo Martha (panggil nama depan mereka), saya sangat tertarik menjadi au pair di Belgia dan saya lihat kalau profil kamu sangat menarik. Kamu punya 2 anak yang umurnya masih kecil dan kebetulan saya pernah mengasuh anak di umur segitu. Kalau tidak keberatan, boleh cek profil saya kembali dan saya sangat berharap bisa mengenal keluarga mu lebih jauh."

Poin plus jika kamu bisa menuliskan opening line dengan bahasa lokal yang keluarga tersebut gunakan. Boleh saja, lho, menarik perhatian keluarga angkat lewat bahasa Prancis atau Jerman yang sudah kamu kuasai sedikit-sedikit.

Buat keluarga angkat tahu kalau kamu adalah kandidat tepat yang mereka cari. Seperti yang saya sebutkan di atas, mungkin kamu belum menemukan host family yang kamu cari hanya karena sudah mengikuti poin-poin saya di atas. Tapi berbahagialah kalau setidaknya kamu mendapatkan respon baik dari calon keluarga. Bukankah memang itu tujuan awal kita?

Sudah mendapatkan respon positif dan ternyata host family ingin lanjut ke proses wawancara? Baca cerita saya sebelumnya tentang persiapan sebelum interview agar kamu tidak terlalu grogi!

Good luck, girls!

Tips Nyalon di Istanbul|Fashion Style

Akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di Turki, negara ke-28 yang berhasil saya singgahi hingga sekarang. Setelah sebelumnya menghabiskan waktu di Cappadocia, saya terbang kembali ke Istanbul dan rencananya akan menghabiskan sisa liburan di kota ini.

Jujur saja, ekspektasi saya terhadap kemegahan Istanbul harus terhempas setelah melihat lautan turis dimana-mana. Oke, oke, saya paham. Istanbul kota terbesar di Turki. Cuaca mulai bagus dan tentu saja orang-orang dari seluruh dunia mulai berdatangan. Summer is also coming earlier!

Tapi sungguh, Barcelona pun kalah. Masuk metro, penuh orang lokal. Masuk bus, berdiri pula. Ingin masuk objek wisata, antrinya sudah membuat malas duluan. Jalan kaki, mesti "macet" karena turis lainnya juga ikut jalan. Turis-turis ini macam-macam; mulai dari nenek-nenek sampai bayi. Tahu kan, nenek-nenek kalau diajak jalan banyak bingungnya. Bayi diajak jalan, ada keretanya. Done, Istanbul!

Daripada absen kemana-mana lalu hanya stay di hostel murahan ini, saya kepikiran ide untuk rileks dan leye-leye sejenak mempercantik diri di salon. Tapi harus yang hairdresser-nya bisa bahasa Inggris tentu saja. Meskipun Turki sudah mengadopsi gaya hidup orang Eropa, tapi sungguh sulit menemukan warga Istanbul yang bisa bahasa Inggris. Ada, para anak muda atau orang yang bekerja di bidang pariwisata. Lainnya, "I don like speak Inglish. You, speak Turks to mi." Amburadul!

Jadi ceritanya, saya memang sudah ingin ganti gaya rambut. Setidaknya, potong rambut sedikitlah. Sampai Norwegia, saya malas melirik salon karena mahalnya minta ampun. Harga gunting rambut untuk cewek paling murah 400 NOK, belum termasuk cuci dan blow.

Di Turki, biaya hidupnya kira-kira setengah dari harga pasaran yang ada di Norwegia. Lumayan juga, ketimbang saya mesti jatuh miskin potong rambut di Oslo.

Browsing sana-sini via internet, ketemu juga Salon Kadir yang banyak mendapatkan review bagus di Trip Advisor. Beberapa blogger juga memuat review sangat baik terhadap salon ini. Plusnya, si pegawai bisa bahasa Inggris! That's what tourists are looking for!

Letak si salon kebetulan di daerah Sultan Ahmed dekat terowongan Cankurtaran, hanya jalan kaki sekitar 11 menit dari hostel saya. Tempatnya sangat mudah ditemukan dan kebetulan memang berdekatan dengan beberapa objek wisata yang sering dikunjungi turis.

Bagian potong rambut untuk perempuan dan laki-laki dipisah. Saat saya datang, seorang owner menyapa dan menanyakan keperluan saya ke salon. Maksud Anda, saya bisa beli batako di salon, begitu?

"Okay, just come in. I will call Sevgi," katanya mempersilakan saya menunggu di ruangan khusus perempuan di belakang.

Salonnya sama saja seperti di Indonesia, simpel. Hanya terdapat 2 kaca dan meja rias. Si mbak hairdresser pun datang dan menyambut saya ramah. Dia menanyakan foto gaya rambut yang ingin saya tiru. No comment, just layered. Si mbak mengangguk dan langsung menyuruh saya duduk di kursi keramas sebelum potong rambut.

Si mbak ini namanya Sevgi, asli Turki, dan sudah belajar memotong rambut sejak usianya 12 tahun. Maklum, Salon Kadir sebenarnya salon keluarga yang skill-nya diturunkan dari sang ayah. Salon yang saya datangi ini pun umurnya sudah 30 tahun dan sekarang dikelola oleh sang kakak. Kabarnya, Salon Kadir akan memperluas cabang mereka hingga Amsterdam dan kota lain di Jerman.

Yang saya salut, meskipun bahasa Inggris Sevgi tidak terlalu fasih, tapi saya menghargai niatnya bercerita dan mengobrol. Potongan rambut saya juga sebenarnya biasa saja; layered panjang. Tapi karena si mbak ini telaten mengeriting rambut seusai digunting, saya merasa penampilan saya saat itu WOW sekali! I love it very much!!

Saya memang sudah lama tidak ke salon karena sering kecewa. Ada yang kepanjanganlah, kependekanlah, tidak sesuai bentuk muka lah. Makanya sekali ini saya merasa, amazing! Puas sekali!

Harganya juga cukup terjangkau, 50 TL untuk potong rambut saja. Sementara kalau sekalian cuci dan blow/brush, total semuanya 100 TL (200 NOK). Mahal? Masih lebih mahal di Norwegia!

Alih-alih marketing, Sevgi juga menawarkan ke saya colouring. "Cheap price", katanya. Padahal menurut saya, biasa saja, 150 TL. Tapi dibandingkan Oslo yang harganya paling murah 700 NOK, akhirnya saya nekad juga sekalian mewarnai rambut.

"Your face is so soft. Black colour (hair), no. Too strong!" kata dia sekalian mewarnai helai demi helai rambut saya.

Saya juga sebenarnya masih suka warna alami rambut hitam khas orang Indonesia. Tapi betul juga, setelah melihat hasil pewarnaan rambutnya, garis muka saya terlihat jadi lebih halus. Yang diwarnai juga tipis sekali, tidak semua ujung rambut. Duh, makin puas sama si Mbak Sevgi ini!

Berikut bonus foto saya dengan si mas ganteng yang kebetulan lagi magang di Salon Kadir. Maaf ya fotonya saya sensor karena saat difoto, mata saya lagi mengantuk.

Perhatian: BUKAN IKLAN ya! Saya tidak dibayar, pun menerima diskon tambahan dari hasil me-reviewsalon mereka.

Kalian sendiri bagaimana, ada pengalaman lain saat travelling selain hanya foto-foto dan mengunjungi tempat wisata?

Saturday, June 13, 2020

Tips Tips Belajar Bahasa Asing (1)|Fashion Style

Pada bagian ini saya akan memberikan sedikit tips dalam memilih bahasa yang akan kamu pelajari. Tips ini sebenarnya saya gabung-gabungkan dari pengalaman pribadi belajar bahasa asing baik otodidak maupun melalui native speaker langsung. Let's jump!

1. Pilih bahasa asing yang digunakan setidaknya oleh dua negara

Sebagai contekan, ada beberapa bahasa yang biasanya digunakan oleh lebih dari satu negara di dunia. Bahkan bahasa ini pun sebenarnya merupakan bahasa kedua yang direkomendasikan untuk dipelajari selain bahasa Inggris. Berikut bahasa kedua yang menurut saya baik untuk mulai dipelajari.

French , bahasa yang kata orang, sekali lagi kata orang, paling romantis di dunia ini dipakai di beberapa negara di Eropa selain Perancis. Contohnya, Belgia, Luksemburg, dan Swiss (di beberapa bagian region), negara di Afrika, Maroko, bahkan beberapa tempat di Kanada.

Spanish, selain di Spanyol sendiri, bahasa ini juga digunakan di Amerika Latin. Bahkan sudah banyak universitas di Amerika yang memberikan persyaratan kepada calon mahasiswa baru harus memiliki sertifikat keahlian bahasa Spanyol (DELE).

German , bahasa ini dipakai juga di Austria, Swiss, serta beberapa kawasan di Luksemburg dan Belgia.

Arabic, negara-negara yang tergabung di UAE (United Arab Emirates) berbicara dengan bahasa ini. Selain itu juga, Maroko dan beberapa negara di Afrika memakai bahasa Arab sebagai bahasa utama mereka.

Mandarin Chinese, bahasa Mandarin memang cukup populer dan digunakan oleh lebih 960juta orang di dunia. Bukan hanya di China sendiri, tapi juga di Taiwan, Hongkong, Macau, dan Shenzhen.

2. Pilih bahasa yang cara pengucapannya mirip dengan lafal bahasa Indonesia

Tips ini sebenarnya yang membuat saya sangat selektif dalam memilih bahasa apa yang akan saya pelajari. Kalau ditanya, bahasa apa yang tidak mau saya pelajari, jawabannya adalah Perancis! Sumpah, saya merasa harus berpikir dua kali untuk belajar bahasa ini. Apa yang ditulis dan diucapkan, nyaris 80% berbeda! Ini beberapa bahasa yang cukup dikenal dengan lafal pengucapan yang tidak terlalu susah.

Italiano, keputusan saya belajar bahasa ini gara-gara pelafalan kata-katanya miriiiippp banget sama bahasa Indonesia. Paling ya beda 10-20%. Tapi tidak terlalu banyak perbedaan yang berarti dari segi pengucapan.

Spanish, antara bahasa Spanyol dan Italia sebenarnya tidak terlalu berbeda. Seorang kenalan dari Spanyol pernah mengatakan, kalau kamu sudah bisa bahasa Italia, tidak akan terlalu susah mempelajari bahasa Spanyol. Bahkan dari segi grammar pun, bahasa Spanyol dibawah bahasa Italia (alias lebih gampang).

Dutch, ada beberapa alfabet yang sedikit berbeda dari bahasa kita. Walaupun bahasa yang ditulis sedikit berbeda dari pengucapan, tapi biasanya kita sudah bisa menebak apa pelafalan dari kata tersebut. Bahasa Belanda sendiri juga sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan pelafalan bahasa Inggris. Kombinasi saja sih.

Finnish, yang ini memang agak langka dan hanya dipakai di Finlandia. Tapi beberapa hari ke belakang saya sempat penasaran dengan bahasa ini sampai akhirnya searching di YouTube. Huhu. Bahasanya susah gampang, tapi pertimbangannya cuma satu, yang ditulis itulah yang diucapkan!

Turkish, kalau ngomongin Turki kok saya langsung inget cowok-cowok perpaduan muka Arab dan Eropa yang ganteng-ganteng ya? Hihi.. Bahasa ini juga tidak terlalu susah untuk diucapkan. Hampir sama seperti bahasa Belanda, mungkin sedikit berbeda, tapi tidak terlalu menyusahkan.

Three. Pilih bahasa berdasarkan tulisannya

Yang terakhir ini menurut saya sangat subjektif sekali. Saya sendiri sebenarnya malas mempelajari bahasa asing yang memiliki tulisan lain di luar tulisan latin. Saya jadi mesti harus belajar tiga kali untuk memahaminya. Pertama, belajar bahasanya dulu. Yang kedua, belajar tulisannya. Dan yang ketiga, saya mesti paham apa yang ditulis, apa bacaannya, lalu kemudian apa artinya. Deuuhh...panjang! Itulah hal yang akhirnya membuat saya menyerah belajar bahasa Thai.

Tapi kalau kamu tekun dan bisa menguasai bahasa dengan tulisannya, jujur saya salut! Artinya kamu bisa dapat poin plus dong dari bahasa yang sedang kamu pelajari. Tentunya bisa lebih enak mencurahkan isi hati, karena tidak ada orang yang mengerti.

Mandarin Chinese, tidak ada salahnya kamu mempelajari bahasa ini beserta tulisannya. Bahasa Mandarin mulai menjadi bahasa internasional bahkan diterima di beberapa badan/perusahaan asing ternama di dunia.

Arabic, tidak rugi juga belajar bahasa ini. Selain bisa mengerti sedikit bahasa Al-Qur'an, saat di Tanah Suci biasanya kita tidak akan kesulitan menawar barang (lho..lho.. kok ujung-ujungnya belanja??).  Saya sendiri tiga tahun mempelajari bahasa Arab di sekolah. Tapi dasar memang dodol dan malas ribet, akhirnya sampai sekarang tidak mengerti arti tulisan Arab sama sekali. Saya bisa baca, tapi tidak mengerti artinya.

Japanese, orang Eropa punya minat tinggi terhadap kebudayaan di Asia. Salah satunya adalah Jepang. Ingat cerita Nobita di film Doraemon yang nyasar tidak bisa pulang gara-gara tidak bisa baca huruf kanji?

Korean, yang ini lagi musim! Banyak gadis-gadis di luar sana lagi serius mendalami bahasa Korea dan tulisannya biar bisa ngerti postingan yang ada di website Korea. Tidak ada salahnya juga sih belajar bahasa ini. Dulu saya sempat iseng-iseng belajar dan menurut saya tingkat kesulitannya dibanding bahasa Jepang lebih kecil.

Greek, ada yang tertarik belajar bahasa dewa-dewi ini?

*tip lagi: walaupun bahasa asing di atas menggoda untuk dipelajari, saran saya mantapkanlah dulu bahasa Inggris setidaknya di level Intermediate. Karena menurut saya, porsi untuk belajar bahasa Inggris tetap harus dilebihkan untuk keperluan globalisasi.

Sekian tips belajar bahasa asing dari saya. Semoga bisa membuka pikiran dan membantu kira-kira bahasa mana yang ingin dipelajari. Habis dari sini, cepat-cepat daftar ke tempat kursus atau belajar lewat YouTube dan buku ya.

Tips Tips Belajar Bahasa Asing (2)|Fashion Style

Setelah mengetahui bahasa apa yang mulai kamu ingin pelajari, sekarang saatnya mulai ke tahap inti. Kamu boleh langsung ikutan kursus di kota kamu ataupun bisa belajar otodidak. Bagi yang di tempat tinggalnya sudah tersedia tempat kursus bahasa asing, tinggal datang dan langsung daftar. Nah saya, susah sekali belajar kursus bahasa asing disini dikarenakan tidak adanya lembaga yang membuka kelas bahasa tersebut.

Ada lembaga bahasa di kampus menyediakan kursus bahasa asing semisal Jepang, Jerman, atau Perancis. Tapi sayangnya, pembukaan kelas didasari pada kuota siswa. Kelas baru akan dibuka kalau jumlah siswa minimal 15 orang. Teman saya yang ingin belajar bahasa Perancis sempat sebal gara-gara harus menunggu pendaftar dulu baru kelas barunya dibuka. Sebalnya, orang yang baru mendaftar untuk kelas bahasa Perancis baru 5 orang!

Belajar lewat kursus ataupun otodidak sebenarnya sama. Sama-sama harus tekun dan rajin agar bahasa asingnya lancar. Tapi memang ada keunggulan dan kekurangan dari tiap masing-masing cara belajar. Kalau kamu suka suasana belajar yang ramai/dinamis, langsung bertemu dengan native speaker/belajar langsung dari tutor, mendapatkan sertifikat, memang sebaiknya kamu ikut kelas. Kekurangannya adalah sistem belajar yang monoton, moody datang ke kelas, dan yang terpenting biasanya biaya yang dikeluarkan juga besar.

Tapi kalau kamu mengalami keterbatasan seperti saya, sulit mendapatkan kursus bahasa asing di tempatmu, mau tidak mau harus mulai terbiasa belajar secara otodidak. Memang kita harus belajar ekstra keras, menunggu mood dulu untuk belajar, tidak ada tutor untuk belajar, tapi asiknya adalah kita bisa menentukan kapanpun akan belajar, kita juga lebih mandiri dengan belajar sendiri, dan hemat biaya.

Berikut hints dari saya untuk kalian yang ingin mempelajari bahasa baru, baik melalui kursus ataupun otodidak:

1. Mulailah dengan 3 kata sakti. Di tempat kursus biasanya kamu akan menerima modul yang berisi materi-materi pelajaran yang akan dipelajari. Sebaiknya sebelum memulai kursus atau belajar, pelajarilah dulu speaking paling dasarnya. Kata-kata sakti seperti 'halo', 'apa kabar?', dan 'terima kasih' biasanya akan membantu kalian di sesi paling awal.

2. Perkenalan diri. Untuk kamu yang belajar otodidak, selain dimulai dengan 3 kata sakti di atas, pelajaran berikutnya adalah dengan proses perkenalan diri. Biasanya perkenalan diri yang pendek sedikit lebih gampang. Kalimat perkenalan seperti 'Halo, apa kabar? Nama saya..... Senang berkenalan dengan kamu' bisa kamu pelajari berulang-ulang. Perhatikan juga kalimat yang digunakan, karena biasanya terdapat perbedaan percakapan formal-informal dan soal gender kata.

3. Ayo ngomong! Yang paling penting belajar bahasa adalah ngomong! Ngomong dong ngomong (iklan banget). Ngomong apaan, kan belum lancar? Ya, ngomong 3 kalimat sakti dan perkenalan diri.

4. Jangan lupa beli kamus. Saya sarankan untuk membeli kamus yang setidaknya memuat kata kerja dasar dari bahasa tersebut. Sejujurnya saya sendiri tidak punya kamus saku dan lebih sering memanfaatkan aplikasi translator untuk membantu. Tapi saya memang harus beli kamus nih sepertinya. Karena beberapa kata kerja di translator itu sebenarnya kadang kurang tepat.

5. Manfaatkan YouTube. Siapa guru kedua saya belajar bahasa selain buku teks? Jawabannya adalah video. Selain mendapatkan gambaran yang pasti tentang tulisannya, saya juga lebih mudah memahami gaya bicara si native.

6. Dengar dan dengar. Kamu sudah punya modul dan kamus, tapi koneksi internet sedang tidak bagus sehingga YouTube kelamaan buffering-nya? Kamu bisa mendownload podcast atau rekaman suara native speaker saat sedang memberikan materi tentang pelajaran. Tapi seperti yang saya bilang di tulisan sebelumnya, bahasa Inggris kamu setidaknya harus berada di level Intermediate karena rata-rata para native speaker menggunakan bahasa tersebut untuk memberikan materi.

7. Mulailah kalimat sederhana dengan native. Chatting merupakan kegiatan yang sebenarnya bisa sangat bermanfaat kalau kita mampu menggunakannya dengan benar. Maksud saya, chatting yang berkualitas itu bukan hanya curhat tentang kegalauan atau menghabiskan waktu. Kamu juga bisa cari aplikasi di smartphone yang memungkinkan untuk berbicara dengan orang asing ataupun native speaker dari bahasa yang sedang kamu pelajari. Dulu saya sangat menyukai aplikasi Yahoo! Messenger yang memungkinkan kita masuk 'room' dan ngobrol dengan orang asing. Lumayan sih melatih percakapan dalam bahasa Inggris.

8. Saatnya menulis. Sekarang setidaknya kamu sudah bisa berbicara kalimat sederhana dengan orang asing, pelajaran selanjutnya adalah kamu harus menulis. Bahasa asing yang menggunakan huruf latin memang tidak ada masalah, tapi bagaimana dengan kamu yang belajar bahasa Jepang atau Mandarin? Tentunya tulisan tidak bisa dianggap sepele. Kurang panjang, kurang garis, kurang titik, kurang bundar, bisa mempengaruhi arti sebuah kata.

9. Komitmen. Belajar itu tidak mudah makanya dibutuhkan keseriusan dan komitmen yang tinggi. Intinya saat kamu mulai menyerah dan merasa tidak semangat, coba kamu ingat kembali apa alasan kamu belajar. Ingat kembali apa hal yang akan kamu dapatkan seandainya level bahasa asing kamu sudah di tingkat Intermediate. Saya sendiri sempat hampir menyerah, tapi akhirnya saya ingat, saya ini orangnya paling malas mengulang dari awal lagi. Membosankan. Daripada saya mengulang yang lupa, lebih baik saya meneruskan apa yang sudah pernah saya pelajari. Lagipula saya merasa tidak ada ruginya juga belajar bahasa apapun.

10. Latihan dan terus latihan. Saya yang sudah belajar bahasa Arab selama 3 tahun, sampai saat ini belum bisa fasih ngomong. Kenapa? Gara-gara saya tidak latihan dan kebanyakan melupakan pelajaran. Tapi ini tidak berlaku untuk kamu yang terus latihan demi meningkatkan level bahasa kamu. Bahkan, kamu mungkin bisa hampir lulus level dasar di bulan ke-2.

Friday, June 12, 2020

Tips Tips Belajar Bahasa Asing (3)|Fashion Style

Tulisan yang saya berikan sebelumnya adalah tips untuk pemula yang baru mulai belajar bahasa asing atau masih berada di tingkat basic/beginner. Banyak orang mengatakan 'memulai' suatu hal itu adalah hal yang sangat sulit. Ada banyak hal yang biasanya jadi masalah seseorang malas belajar bahasa asing, apalagi secara otodidak.

Tidak ada teman ngobrol.

Malas buka buku.

Tidak ada waktu.

Sekarang belum penting, nanti aja nunggu dapat beasiswa sekolah ke luar negeri.

Keluhan di atas merupakan four dari banyak kendala yang sering dialami seseorang ketika mulai atau sedang belajar bahasa. Tapi setiap kendala tentunya punya solusi dong. Intinya kita memang harus disiplin dan rajin mencari solusi atas kendala atau keterbatasana kita kalau kita memang mau belajar.

1. Sewaktu di Penang, saya sekamar dengan seorang tante asal Spanyol. Saya sempat kegirangan saat itu gara-gara saya juga sedang belajar bahasa Spanyol dan selama ini tidak ada teman ngobrol. Sebalnya, tiba-tiba kemampuan bahasa Spanyol saya kok jadi hilang ya? Swear, untuk bilang 'apa kabar?' saja saya amnesia! Saya mengaku kalau sebenarnya sedang belajar bahasa Spanyol dan mendadak lupa saat bertemu dengan dia. Tante yang namanya Veronica itu langsung memberikan tips saya harusnya punya pacar orang Spanyol biar ada teman mengobrol. Tante Veronica sebenarnya benar juga sih. Karena level bahasa Inggris saya juga sempat naik lantaran tiap hari BBM-an sama gebetan asal Kanada (isshhh pameeerr).

Kamu sebenarnya tidak harus punya pacar dulu untuk ngobrol, kamu bisa menemukan situs yang menghubungkan kamu dengan para native speakers yang bersedia mengajarkan kita sedikit bahasa mereka. Berikut rekomendasi yang saya berikan karena sering pakai:

Interpals

Status pertemanan ini saya gunakan dua tahun belakangan. Anggotanya berasal dari hampir seluruh negara di dunia. Mirip-mirip Facebook sih, tapi kelebihannya kita bisa sekalian cari teman yang bisa diajak tukar bahasa (language exchange). Kita juga bisa sekalian pilih teman yang bisa diajak mengobrol dengan melihat deskripsi profil mereka. Kita juga bisa mengatur profil pribadi dengan membatasi umur orang yang bisa menghubungi kita serta membuat tulisan warna-warni di profil. Lucunya, kita juga bisa flirting sama cowok-cowok ganteng disini dengan modus minta diajarin bahasa mereka. Tertarik bikin akun?

Postcrossing

Kamu suka kirim-kiriman surat atau tukar-tukaran kartu pos dengan orang di seluruh dunia? Kamu wajib bikin akun di situs ini! Selain bisa tukar-tukaran kartu pos, saya biasanya memanfaatkan situs ini untuk belajar bahasa. Kalau kebetulan kamu 'disuruh' mengirim kartu pos ke negara yang sedang kamu pelajari bahasanya, bisa jadi ajang pamer kemampuan menulis dong.

2. Saat sedang pelajaran bahasa Inggris waktu di SMA, guru saya pernah ngomong daripada ngabisin duit kursus bahasa bertahun-tahun, mendingan duitnya dikumpulin terus belajar keluar negeri. Sudah banyak tempat kursus bahasa Inggris besar seperti EF yang menawarkan homestay keluar negeri sebagai bagian dari proses belajar. Kalau kamu merasa malas belajar bahasa asing di kota kamu (dan kebetulan banyak duit), saya sarankan mencoba kursus musim panas di luar negeri yang durasinya 3-12 bulan tergantung level yang kamu tuju. Biaya yang dikeluarkan memang besar, dari akomodasi sampai uang kursus. Tapi ada beberapa kursus bahasa yang memberikan beasiswa bebas uang kursus namun kita tetap harus menanggung biaya akomodasi dan tiket pesawat.

3. Zaman sekarang memang sudah masanya teknologi digital. Saya sendiri masih tetap memerlukan buku teks atau modul sebagai penunjang. Bayangkan kalau kita mesti dihadapkan pada kondisi dimana mati lampu seharian penuh. Kita tetap tidak bisa memanfaatkan laptop atau handphone untuk mengecek arti satu kata secara terus-menerus kan? Untuk itulah keberadaan buku dan kamus tetaplah penting saat belajar bahasa asing. Sebaiknya carilah buku-buku yang bahasanya kamu mengerti, komposisi bukunya cukup lengkap, dan harganya bisa disesuaikan dengan kantong. Sebelum pergi ke kasir, pastikan dulu kamu membaca isi buku tersebut sekali lewat. Kamu juga bisa mengambil beberapa modul di internet sebagai penunjang kalau kebetulan tidak ingin keluar uang banyak membeli buku.

4. Kalau kebetulan kalian ingin mempelajari bahasa tertentu dan memerlukan tentor atau setidaknya website yang user-friendly agar tidak terlalu membingungkan, saya sarankan mengunjungi website dibawah ini.

Italki

Disini kamu bisa ngobrol langsung dengan native speakers yang bisa berbahasa Inggris, mencoba kelas privat berbayar dari mereka, atau kamu juga bisa mendaftarkan diri sebagai tutor orang lain.

Pod101

Website ini menurut saya komplit. Kita bisa download modul, video, podcast untuk belajarr listening, bahkan ada sesi latihannya. Situs ini termasuk yang 'mendaftar seumur hidup' dan kamu tinggal meng-upgrade akun agar banyak keuntungan yang bisa kamu dapat.

Pertama kali mendaftar, kamu akan mendapatkan waktu gratis 7 hari untuk men-download semua podcast yang tidak semuanya bisa terbuka kalau kamu belum meng-upgrade akun. Saya sarankan kamu harus memiliki kemampuan bahasa Inggris di level Intermediate untuk mendengarkan podcast-nya. Semuanya berbahasa Inggris, namun sangat mudah dipelajari kalau kamu paham apa yang sedang mereka ucapkan. Mereka juga punya musik pengantar lucu sesuai negara yang bahasanya sedang dipelajari. Untuk menemukan situs dengan bahasa yang tepat untuk kamu, cukup tambahkan bahasa yang ingin kamu pelajari + Pod101 + [dot]com, enter. Contohnya Italian, Dutch, Japanese, atau Swedish.

BBC Learning English

Seperti yang saya bilang ditulisan sebelumnya, selain belajar bahasa baru, durasi belajar bahasa Inggris tetap harus dilebihkan. Ini merupakan situs favorit saya saat belajar reading dan listening. Yang paling penting, situsnya user-friendly, materinya fun, dan kita bisa download teks atau audio-nya gratis.

5. Belajar bahasa bisa kapanpun dan dimanapun, bahkan untuk kamu yang sudah terdaftar di salah tempat kursus manapun. Kalau problem waktu adalah alasan terbesar kamu malas belajar dan kamu lebih memilih otodidak, cobalah untuk terus belajar minimal seminggu sekali. Bisa hari apapun dan jam berapa pun. Bahkan durasinya terserah kamu. Saya sendiri kadang harus membawa buku grammar bahasa Inggris ke kampus biar bisa dipelajari di dalam bus. Kadang juga cuma bertahan 20 menit, soalnya saya cepat ngantuk kalau belajar grammar. Hihi..

6. Kapan waktu yang tepat untuk belajar? Ya sekarang! Kamu menunggu apalagi? Menunggu dapat beasiswa dulu? Duh, kelamaan! Kalau memang kamu sedang merencanakan studi ke luar negeri, ada baiknya kamu mulai mempelajari bahasa negara yang sedang kamu bidik. Kemampuan berbahasa yang baik akan menaikkan poin kamu dimata juri saat kamu mengajukan beasiswa. Akan kelihatan kalau kamu serius belajar di negara mereka dengan bukti kamu sudah mempersiapkan diri kamu jauh sebelum diterima.

Semoga recommendations-suggestions di atas membantu ya, teman. Tidak ada kata terlambat kok untuk belajar. Namun apa yang bisa kita lakukan sekarang, yuk mari kita lakukan. Semoga bermanfaat!

Tuesday, June 9, 2020

Tips Pencarian Keluarga Angkat Au Pair Tanpa Lelah|Fashion Style

Ini sudah bulan keberapa sejak saya memutuskan untuk menolak tawaran keluarga Australia yang akan menjadikan saya sebagai Au Pair mereka. Masih dengan menggunakan website yang sama dan recommended ( AuPair World ) saya terus berusaha mencari keluarga angkat yang cocok. Tapi gara-gara keseringan ditolak disana, akhirnya perjuangan saya tidak berhenti sampai di AuPair World saja. Saya juga mencari keluarga angkat di beberapa website yang banyak ditemukan di internet. Ketawan banget ya niatnya? Ya namanya juga usaha. No deal with A, let's move to B!

Karena punya keinginan yang besar untuk melihat alam Eropa Utara yang masih natural, saya juga iseng-iseng mendaftar ke website Au Pair Skandinavia atau Energy Au Pair. Selain karena merasa tidak terlalu banyak persyaratan yang diajukan; contohnya sertifikat bahasa, tinggal di negara termahal dunia sepertinya akan menjadi pengalaman seru di masa mendatang.

Selain Belanda, mungkin Belgia adalah satu-satunya negara di Eropa Barat yang tidak memerlukan sertifikat bahasa asing untuk pengajuan visa. Karena sejujurnya saya juga malas bolak-balik Jakarta demi sebuah sertifikat yang kemungkinan belum tentu juga lulus. Jadilah saya juga mendaftar ke salah satu agensi Au Pair Belgia yang menurut saya adminnya sangat bersahabat, dan halaman website mereka yang sangat simpel ( AuPair Support Belgium ).

Berbeda dengan AuPair World ataupun AuPair Skandinavia, di website ini terdapat 3 step pendaftaran (isi biodata, kirim foto, minta surat rekomendasi, dan tanda tangan surat pernyataan). Namun step yang harus saya lakukan cukup sampai 2. Step ke 3 akan lanjut kalau ada keluarga angkat yang tertarik pada profil saya. Jadinya selama kurang dari satu bulan saya cuma menunggu selagi terus apply ke keluarga angkat di website lain.

Dari mulai daftar jadi calon Au Pair di bulan Mei sampai Agustus 2013, sepertinya belum ada juga keluarga yang tertarik. Padahal saya sudah membuat profil yang 'saya banget' dan mungkin juga sangat jujur. Karena yang banyak saya temui, alasan 'kepercayaan (saya muslim)' adalah hal yang belum bisa sepenuhnya diterima oleh keluarga yang saya apply. Persoalan menjalankan kewajiban seperti sholat dan puasa, hingga tidak makan babi dan minum alkohol, menjadi hal yang masih belum bisa diterima akal mereka.

But, I still believe, kejujuran akan membawa kita ke tempat yang benar. Dan benar saja, sebuah email di bulan September membuat malam saya menjadi lebih berwarna. Email dari agensi Belgia mengatakan kalau ada keluarga yang tertarik pada profil saya.

Sebuah email berbarengan pun muncul dari pihak keluarga angkat yang langsung menyatakan ketertarikannya pada (kejujuran) profil saya. Tuh kan! Ternyata keluarga ini punya background Maroko yang juga muslim. Si ibu memang mencari au pair muslim agar senilai dengan ajaran anaknya di rumah.

Dari bincang-bincang yang cuma lewat email ini, saya akhirnya mendapati kalau si keluarga mau membiayai embel-embel di luar pembuatan visa. Baik, tunggu, bincang-bincang lewat electronic mail? Iya, cuma lewat e mail! Si keluarga tidak pernah mengajak mengobrol via Skype ataupun telepon.

Padahal kalau si keluarga memang benar-benar niat mencari seorang kakak tertua untuk anaknya di rumah, setidaknya harus mencari au pair yang benar-benar jelas asal-usulnya. Karena hal yang paling riskan untuk si keluarga adalah mengundang orang asing ke rumah mereka. Lha ini, saya cuma perlu mengirim foto dan cerita singkat tentang keluarga dan kehidupan saya, si keluarga langsung oke-oke tanpa banyak tanya tentang pengalaman saya mengasuh anak-anak sebelumnya.

Sebenarnya saya juga bingung kenapa si keluarga begitu percayanya dengan saya tanpa babibu atau face to face dulu via Skype. Padahal dari pengalaman atau saran yang ada, setidaknya keluarga dan calon au pair mesti berbincang-bincang ria sekedar membahas tentang kesepakatan yang ada via Skype/video call lainnya.

Setelah e-mail-emailan selama sebulan, akhirnya naik pangkat juga tukar nomor ponsel lewat WhatsApp. Jadi intinya, saya sudah diterima jadi au pair mereka dan tinggal mempersiapkan dokumen yang ada.

Sempat juga ditakut-takuti kalau bisa jadi keluarga angkat saya ini cuma menipu dan tidak mau menunjukkan identitas asli dengan mengobrol dulu di Skype. Saya juga sempat berpikiran begitu, tapi mengarah ke obrolan chat selama ini, lalu melihat foto-foto liburan mereka yang sempat dikirim ke saya, rasanya mustahil kalau mereka 'palsu'.

Si ibu yang selalu chat sama saya juga terbuka dan fast response. Lagipula selama ini mereka juga tidak pernah meminta saya kirim-kirim uang, bahkan mereka sendiri bersedia membayari saya tiket berangkat ke Belgia.

Iseng-iseng, saya googling nama si ibu, dan..ehh, si ibu cukup terkenal hingga namanya mudah dikenali Google. Bahkan di YouTube pun ada video wawancaranya dengan sebuah majalah. Setelah tanya-tanya kenapa beliau mau menjadikan saya au pair tanpa Skype-an (seperti keluarga lain) lebih dulu, saya akhirnya dapat jawabannya.

Katanya si ibu sudah tahu 'kapasitas' dan kepribadian saya tanpa mesti Skype-an/wawancara dulu. Intinya, dia percaya kalau saya cewek baik-baik. Lagipula dia sudah tertarik dengan saya dan tidak ingin cari kandidat lain.

Begitulah pengalaman saya mencari keluarga angkat yang setidaknya mau membayari tiket dan kursus bahasa. Teman-teman yang juga sudah punya niat pengen au pairing, apalagi yang muslim, tidak perlu takut mengakui kalau kita muslim dan membatasi makanan yang menurut kita dilarang. Kita mesti jujur tentang diri kita dan motivasi ingin au pairing itu kenapa.

Kalaupun si keluarga menghargai dan tertarik dengan profil kita, akan selalu ada win win solution. Syukur-syukur dapat keluarga yang seiman, jadinya menjalani hari-hari di rumahnya tidak terlalu banyak masalah gara-gara beda keyakinan.

Yang pasti, di luar si keluarga mengajak Skype-an atau tidak (seperti cerita saya), pastikan dulu apakah kesepakatan yang ditawarkan keluarga akan menguntungkan untuk kita. Begitupun juga sebaliknya. Jangan sampai gara-gara ingin segera keluar negeri, kita asal terima keluarga angkat. Ingat,follow your gut and trust your instincts!

Oh ya, jangan juga menyerah kalau beberapa kali ditolak oleh keluarga angkat saat apply, segera cari keluarga baru di website lain (yang tentunya juga terpercaya dong)! Great things always take time.

More guidelines:

Guide untuk au pair

Tips pencarian au pair (2)

First time au pair, ke negara mana?

Monday, June 8, 2020

Tips Mendapatkan Surat Izin Kerja Au Pair Belgia|Fashion Style

Berlanjut dari pencarian keluarga angkat, sekarang saatnya menyiapkan berkas-berkas untuk di-apply sebagai syarat memperoleh izin kerja dari Belgia. Karena pihak agensi AuPair Support Belgium sangat membantu dan menjawab email saya dengan sangat responsif, akhirnya pengurusan izin kerja ini Alhamdulillah berjalan lancar. Perlu diketahui juga, agensi mereka tidak memungut satu persen biaya pun dari calon host family maupun au pair. Bahkan mereka sangat bertanggungjawab dalam mengurusi dokumen-dokumen yang diperlukan untuk aplikasi izin kerja dan visa.

Sebelumnya saya memang sudah googling dokumen apa saya yang mesti dibutuhkan. Belum sempat membayangkan prosesnya bagaimana, saya sudah dibuat panik dengan banyaknya prosedur yang harus dilalui. Karena saya tinggal di luar Jakarta dengan mobilitas yang terbatas, prosedur tersebut cukup merepotkan di awal.

Dari hasil googlingan dan tanya kesana-kemari, ada yang menyarankan untuk mencoba menghubungi biro jasa yang ditunjuk oleh Kedutaan Belgia. Berharap mendapatkan bantuan, yang ada saya mesti mengeruk finansial lebih dalam karena biaya yang dipatok sangat mahal. Sebagai bocoran, untuk mengurus dokumen tersebut memerlukan biaya paling murah 5 juta rupiah secara keseluruhan (terjemah dokumen ke bahasa Belanda, legalisasi, dan urus SKCK di Mabes). Waduh, saya yang masih anak kuliahan (yang pasti kere) mana berani minta langsung ke ortu duit segitu banyaknya.

Dokumen yang diperlukan untuk apply ini sempat saya tanyakan ke Eva, adminnya agensi AuPair Support Belgium. Tapi ternyata, Tuhan masih baik sama saya, hingga Eva mengatakan kalau dokumen yang dibutuhkan tidak sebanyak itu. Karena agensi yang akan mengurus izin kerjanya, jadi dokumen yang saya butuhkan hanya:

1. Sertifikat kesehatan yang ASLI dari dokter yang ditunjuk oleh pihak kedutaan.

Nama-nama dokter yang ditunjuk bisa dilihat di link  ini. Setelah tanya dengan teman di blog sebelah, saya memutuskan untuk medical chek-up ke dr. Ivy Kumentas di Medicare Clinic. Biayanya 690ribu untuk tes rontgen, tes urin dan feses, BB/TB, dan tes darah. Saya sarankan untuk medical check-up ke dokter ini kalau agak risih dengan dokter laki-laki. Bukannya apa sih, soalnya bakal ada pemeriksaan tanda-tanda kanker pada payudara, yang pastinya bakal kena raba-raba di bagian itu.

Saya medical check-up hari Jumat, lalu pihak kedutaan menghubungi saya pada hari Rabu untuk mengambil hasil tes kesehatan yang dikirim oleh klinik. Ada 2 buah sertifikat kesehatan, untuk visa dan work permit. Sertifikat kesehatan untuk work permit inilah yang nantinya saya kirim ke pihak agensi.

2. Fotokopi halaman identitas paspor dan halaman yang sudah ada cap dari negara lain.

Three. Fotokopi ijazah terakhir (yang membuktikan kalau saya sekolah sampai umur 18 tahun) dan harus diterjemahkan ke Bahasa Inggris atau Perancis terlebih dahulu.

Dari hasil googling saya menemukan bahwa ijazah ini harus dilegalisasi, diterjemahkan dulu ke Bahasa Belanda/Perancis (tergantung vicinity tempat kita tinggal nanti) lalu dilegalisasi lagi ke Depkumham, Menlu, dan Kedutaan Belgia agar legal. Tapi nyatanya, saat saya hubungi pihak agensi, Eva mengatakan kalau saya tidak perlu membuang uang untuk melegalisasi itu semua dan saya cukup mempercayakan urusan ini padanya karena mereka sudah sering berurusan dengan pihak balai kota.

Saya sih bahagia-bahagia saja kalau ternyata tidak perlu bolak-balik Jakarta demi mengurus itu semua. Karena ingin 'diakui' prison, akhirnya saya meminta penerjemah tersumpah untuk menerjemahkan ijazah SMA ke Bahasa Inggris. Ongkos yang saya keluarkan 50ribu/halaman (total 100ribu karena ijazah bolak-balik) dan sudah termasuk ongkir (saat itu penerjemahnya di Jakarta dan sedang membuka harga promo).

Four. Four lembar foto berukuran 3.5x4.5cm berlatar belakang putih.

5. Mengirimkan surat kontrak kerja di halaman 4 yang bertandatangan asli.

Surat kontrak kerja berbahasa Belanda ini juga sudah dikirimkan Eva ke email sehingga saya cukup mengeprint halaman 4 dan menandatanganinya.

Setelah semua beres, saya mengirimkan semua dokumen ke agensi mereka di Belgia. Karena finansial yang lagi terbatas, saya akhirnya menggunakan jasa PT. POS Indonesia untuk mengirimkan dokumen. Biaya pengiriman EMS ke Belgia dengan berat kurang dari 0,5kg adalah 276ribu dengan lama pengiriman four-5 hari kerja. Sialnya, gara-gara saya mengirim dokumen berdekatan dengan hari libur Natal, dokumen saya baru sampai 2 minggu kemudian.

Sempat was-was apakah izin kerja saya akan diterbitkan oleh pihak balai kota di Belgia, mengingat proses yang saya jalani berbeda dengan kebanyakan orang. Tapi akhirnya, Alhamdulillah, satu bulan kemudian, Eva mengirimkan email dan memberi kabar kalau izin kerja saya sudah sampai di kantornya dan akan segera dikirimkan ke Indonesia. Finally, I got my blue work permit!

>> Tahap selanjutnya adalah mengajukan aplikasi visa ke Kedubes Belgia di Jakarta

Tips Hal yang Harus Diketahui Sebelum Memutuskan Jadi Au Pair|Fashion Style

Nyaris empat bulan saya disini, masih banyak saja tanggapan dan respon positif bahkan negatif dari orang terdekat saat tahu saya sedang di luar negeri. Ada yang menganggapnya wah sekali karena beruntung mendapatkan kesempatan ke luar negeri, ada juga yang menganggapnya biasa saja saat tahu pekerjaan saya sebagai au pair.

Au pair bukanlah pekerjaan yang berjenjang karir, tapi menurut saya program ini bisa memberikan pengalaman yang keren sekali (atau bahkan buruk sekali). Au pair memang bisa disamakan dengan homestay, sebuah program pertukaran budaya yang ditawarkan oleh beberapa yayasan dan beasiswa di Indonesia. Bedanya, kita juga bisa mencari uang dari keluarga tersebut dengan membantu mereka mengurus anak, bersih-bersih, atau melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya.

Upahnya? Jangan dikurs ke rupiah ya. Memang upahnya tergolong tinggi saat dibawa ke Indonesia. Tapi, biaya hidup di Eropa yang juga sama tingginya, menegaskan kalau upah yang kita terima ini sebanding dengan uang saku yang tidak besar nominalnya. Dapat banyak Euro, ya keluarnya banyak juga.

Selain dapat uang saku, enaknya jadi au pair itu...

1. Yang paling utama tentunya adalah tinggal di luar negeri

Tidak semua orang di Indonesia bisa jalan-jalan atau bahkan tinggal di Eropa. Asiknya, kita tinggal dengan keluarga yang akan mensponsori kita ini itu.

Selain kamar pribadi, keluarga biasanya juga mau membiayai tiket pesawat, makanan, asuransi kesehatan, tiket transportasi dalam kota, atau bahkan meminjamkan mobil pribadi! Serunya, dengan tinggal di benua baru, artinya pengalaman yang didapat pun juga baru. Teman  baru, bahasa baru, kebiasaan baru, semuanya menuntut kita untuk lebih tolerir dengan perbedaan.

Pola pikir kita yang tadinya masih konservatif, biasanya akan mengarah lebih open minded. Saya tidak mengatakan kalau konservatif itu jelek ya. Namun, dengan berpikiran lebih terbuka biasanya membuat kita menilai sesuatu dari cara pandang yang lebih baik.

2. Belajar bahasa dan budaya lokal

Salah satu konsep au pairing yang saya suka tentunya kita bisa belajar bahasa dan budaya langsung dari negara asalnya. Saya jadi ingat kata guru saya waktu SMA dulu, untuk apa menghabiskan uang jutaan rupiah belajar bahasa Inggris di Indonesia tapi sehari-hari masih bicara bahasa Indonesia. Lebih baik uangnya dikumpulkan dan belajar langsung di negara dimana bahasa itu diucapkan. Saya setuju 60%!!

Dengan tinggal di negaranya langsung, mau tidak mau setiap hari kita harus bicara, mendengar, dan melihat siaran di TV dengan bahasa lokal. Au pair membuka jalan kita untuk lebih baik belajar bahasa dengan mengikuti kursus bahasa yang biasanya biaya akan ditanggung oleh host family. Baiknya, ini adalah sebuah keharusan untuk semua au pair.

Three. Tentunya bisa jalan-jalan keliling Eropa

Dengan uang yang dikumpulkan dari penghasilan perbulan, kita bisa jalan-jalan ke negara tetangga ala backpacker.

Four. Lebih mandiri dan bertanggungjawab

Mengatur keuangan pribadi, beres kamar, mengatur waktu kerja dan most important hari demi hari, semuanya akan membuat kita lebih mengenal diri sendiri.

Tapi jadi au pair tidak selamanya enak, karena kita juga harus siap menerima segala duka laranya. Karena tidak enaknya jadi au pair itu...

1. Kesepian

It must be right! Sebulan, dua bulan, tiga bulan, mungkin masih oke. Kita mungkin masih bisa happy-happy dan tidak percaya sedang berada di benua lain. Masih senang jalan-jalan, belanja di chain shops, atau update foto-foto keren di tempat wisata.

Tapi banyak juga au pair yang mulai merasa kesepian bahkan di minggu-minggu awal kedatangan. Jauh dari keluarga dan teman terdekat, tinggal di tempat baru, memulai kebiasaan baru, memang tidak mudah bagi banyak orang.

Hal ini juga berlaku walaupun kamu tipe orang yang supel dan easy going. Anak muda Eropa cenderung kaku dan cuek sekali. Jadi jangan harap kita bisa langsung masuk ke lingkungan mereka kalau sebelumnya tidak ada komunikasi.

2. Sendiri

Mungkin kita sudah punya teman dekat di Eropa, sering jalan, atau curhat-curhatan. Tapi ingat, mereka juga selamanya tidak bisa selalu ada untuk kita. Apalagi kalau teman kita juga seorang au pair yang tinggalnya di kota lain dan baru bisa ditemui hanya saat akhir pekan. Kita harus selalu siap untuk jalan-jalan atau merawat diri saat sakit sendirian.

3. Tidak selamanya host family akan memperlakukan kita sebagai keluarga mereka

Beberapa host family malah cenderung memperlakukan kita layaknya "gue udah bayar elo segala macem, jadi kerja yang bener!". Banyak au pair yang punya cerita buruk diperlakukan tidak layak oleh host parents-nya gara-gara mereka merasa sudah membiayai ini itu dan timbal baliknya au pair harus kerja rodi dari pagi ke malam.

Cerita buruk lainnya, host family membatasi makanan untuk au pair di rumah, bahkan menyediakan kamar yang tanpa penghangat. Bisa dibayangkan kan betapa dinginnya kamar itu saat musim dingin? Konsep au pair pada dasarnya tidak menyamakan kita dengan nanny atau housekeeper, tapi praktek yang ada di lapangan menerangkan au pair memang nanny atau housekeeper! Gara-gara ada aupair di rumah, biasanya host family jadi manja dan berpikir kalau apapun yang kotor dan berantakan, biar saja suruh au pair yang mengerjakan.

4. Bersiaplah dengan peraturan baru

Tinggal di rumah orang menyuruh kita untuk bisa lebih membawa diri dan mengorbankan sedikit privasi. Kita mesti adaptasi dengan gaya hidup host family, alat-alat rumah tangga yang modern, bahkan mungkin peraturan lainnya.

Saya mengenal seorang au pair yang mengatakan kalau dia tidak bisa lagi bersuara setelah jam 10 malam karena orang rumahnya termasuk yang sangat sensitif terhadap bunyi. Posisi kamar yang semuanya di lantai atas dan berdekatan membuat suara bisik-bisik pun terdengar dari kamar sebelah. Si keluarga butuh istirahat yang tenang dan au pair ini mau tidak mau harus menonton TV dengan mode mute setelah jam tidur itu.

Peraturan baru yang tidak enak membuat kita harus ekstra sabar dan sadar kalau rumah yang kita tempati adalah rumahnya host family. Biarpun kita dibayar, sekali lagi, itu rumahnya mereka. Mereka yang punya aturan dan bersiaplah diusir kalau kita melanggarnya. Ada cerita seorang au pair yang diusir host family-nya hari itu juga gara-gara selalu pulang di atas jam 1 pagi. Memang tidak baik sih, tapi imbasnya ya bisa diusir kalau berani melanggar.

Sudah sampai mana kamu? Lebih melihat au pair sebagai pekerjaan dengan pengalaman seru yang menantang, atau justru tidak lebih dari sekedar perbudakan?

Kalau menurut kamu au pair ini seru dan wajib kamu coba di usia muda, coba kamu cek dulu apa yang saya nyatakan di bawah ini. Au pair bisa jadi pekerjaan yang menantang karena bagi saya walaupun pekerjaan ini 'cukup' mudah, namun tidak cocok untuk semua anak muda. Kamu bisa mencoba jadi au pair kalau kamu...

1. Still maintain your dream on

Eropa itu bukan cuma tujuan, tapi juga mimpi banyak orang. Percayalah, au pair bisa membuat kamu living in your dream.

2. Open minded

Free sex, minum-minuman keras, living together, itu semua budaya Barat. Kalau kamu tidak siap berkomunikasi atau berteman dengan orang-orang yang melakukan hal itu, lupakan mimpi untuk tinggal di luar negeri. Bukan saya mengatakan bahwa kamu harus mengikuti gaya hidup dan budaya mereka, namun dengan berpikiran open minded, kita akan lebih santai menghadapi tiap perbedaan tanpa perlu lupa akar kita.

3. Punya skill bahasa Inggris yang baik

Menurut saya ini wajib! Walaupun tidak ada syarat mutlak mesti hitung angka TOEFL/IELTS (kecuali Australia), namun kita juga mesti speak up dengan keluarga dan anak asuh. Sudah bahasa lokal belum lancar, ditambah bahasa Inggris yang masih kacau, bagaimana kita bisa berkomunikasi dan mengutarakan maksud nantinya?

4. Mau usaha dan mau belajar

Pilih cari keluarga dengan agensi atau mandiri, it's your choice. Tapi kalau cuma berlandaskan "mau jalan-jalan ke luar negeri" saja tanpa ada usaha, sama saja bohong. Saya punya kenalan yang berkeinginan jadi au pair, namun untuk membuat profil/motivation letter masih minta bantuan orang lain. Apa-apa ditanyakan tanpa mau mengecek langsung apa saja regulasi di tiap negara. Padahal dia bisa coba untuk belajar membuat resume tentang dirinya sendiri dan membaca lebih jeli aturan au pair di tiap negara lewat internet.

5. Siap mandiri, bertanggung jawab, dan patuh peraturan

Jauh dari keluarga dan rumah, cuaca baru, lingkungan baru, makanan baru, sudah siap menghadapi semuanya? Lebih bisa bertanggungjawab terhadap pekerjaan, anak orang, tugas rumah tangga? Baiklah, saya juga benci peraturan apalagi hal itu bisa membatasi diri saya. Namun, tidak semua orang siap dengan peraturan baru yang membuatnya harus mengubah kebiasaan lama di negara asal. Yang paling penting adalah lebih bisa membawa diri dan adaptasi.

6. Suka anak-anak dan pekerjaan rumah tangga

Ya walaupun belum ada pengalaman jadi guru TK atau kerja di daycare, namun setidaknya kamu tidak anti dengan anak-anak. Walaupun nyatanya mereka tidak selamanya menggemaskan tapi suatu kali mereka bisa jadi sosok yang menjengkelkan. Anak-anak orang Barat cenderung well-behaved atau nakal bukan main. Mereka biasanya lebih pintar dari anak seusia mereka dan sangat aktif.

Di lain sisi, kita juga harus melakukan pekerjaan rumah yang bahkan ibu mereka pun tidak pernah mengerjakan. Karena sudah hidup dengan yang serba modern dan canggih, kebanyakan wanita Barat malas melakukan pekerjaan rumah. Pegang sapu atau vacuum cleaner pun kadang tidak pernah.

Nah, orang Asia yang di mata orang Barat rajin pun tidak semuanya rajin-rajin. Jadi intinya, kalau kamu tidak anti mengelap debu, menyetrika pakaian, atau belanja bahan makanan, I bet you can handle it!

Sekarang kamu sudah merasa yakin au pair bisa membuka jalan menuju mimpi mu dan siap mencari keluarga, atau justru baru mau melupakan pekerjaan ini? Think it! Namun kalau kamu masih merasa tertantang mengurus anak bule dan mendapatkan pengalaman baru, selanjutnya adalah usaha mencari host family. Namun ingat ya, kamu harus...

1. Bisa lebih realistis dan tidak berekspektasi tinggi

Punya pacar bule, minum-minum kopi di kafe dengan teman seru, bergaya ala model catwalk di jalanan Eropa, wah sungguh bayangan yang keren. Namun tinggal di luar negeri tidak selamanya sekeren di teenage dramas. Keluarga yang kamu nilai luar biasa baiknya sebelum ketemu, belum tentu sebaik aslinya.

Tempat tinggal di countryside yang diimajinasi kamu akan hidup tenang damai, bisa menunggang kuda saat musim panas, berpetualang di alam, sepertinya keren sekali, bisa jadi cuma di khayalan belaka kalau kamu tipikal orang yang suka city life. Karena sejujurnya, countryside bisa jadi tempat yang jauh dari keramaian dan membosankan.

Sama kasusnya seperti imajinasi punya pacar bule atau teman-teman seru, hal itu tidak bisa langsung kamu dapatkan setibanya disini. Semuanya butuh proses dan seperti yang saya bilang, anak muda Eropa banyak yang cuek dan masa bodoh. Yakinlah, sesuatu yang bagus-bagus tentang luar negeri belum tentu semuanya seperti yang ada di foto dan cerita novel. Nanti juga ketawan kok jeleknya luar negeri ketimbang Indonesia. Hoho..

2. Ukur kapasitas diri

Ini untuk calon anak asuh yang akan kita urus. Saya tekankan, mengurus 1 anak belum tentu lebih mudah dibandingkan mengurus 3 anak. Apalagi anak yang diurus itu masih bayi dan butuh atensi ekstra. Akan lebih baik kalau tidak mengurus anak di bawah usia 2 tahun, namun mengurus anak di atas usia itupun kemampuan bahasa kita akan diuji karena mereka sudah bisa bicara fasih. Ada baiknya belajar bahasa negara setempat dulu minimal three bulan sebelum keberangkatan.

3. Berkomunikasilah sesering mungkin dengan calon host family kita

Akan lebih baik kalau mereka sebelumnya pernah punya au pair. Kita bisa minta kontak mantan au pair mereka dan mengenal host family lebih baik. Dari sini juga bisa ketawan gaya hidupnya host family yang mungkin tidak diceritakan ke kita. Tanyakan juga setiap detail pekerjaan yang akan kita kerjakan.

Kebanyakan, apa yang dinyatakan di kontrak berbeda dengan kenyataan. Tugas akan lebih banyak dari hari ke hari. Tugas yang semula dikerjakan oleh host dad atau host mom biasanya akan digantikan oleh au pair. Hati-hati juga dengan janji manis host family yang akan turut menyertakan kamu saat jalan-jalan ke negara-negara tetangga. Yang ada, kamu malah disuruh babysit anak-anak mereka dengan jam kerja ekstra. Sebaiknya tanyakan apa pekerjaan kamu dengan pasti jika mereka liburan, lalu apakah mereka akan membayar lebih kalau kerja ekstra.

4. Before you go, remember it is definitely not a holiday!

So, put together yourself!

Semua cerita au pair tidak sama dan begitu pun setiap keluarga. Walaupun masih banyak keluarga yang menganggap au pair sama dengan nanny atau housekeeper, tapi banyak juga keluarga yang memperlakukan au pair mereka dengan sangat baik layaknya anak atau keponakan sendiri. Jadi jangan takut untuk mengenal pribadi keluarga dan anak yang akan tinggal dengan kita lebih baik sebelum keberangkatan.

Lagipula sejujurnya, tidak ada au pair yang ingin punya masalah dengan host family mereka. The last, if you think you're not rich enough to travel abroad, or you're not smart (and lucky) enough to get a scholarship, then au pair challenges you!

More pointers:

Guide untuk calon au pair

Guide Au Pair: Mulai dari Mana?