Monday, June 8, 2020

Tips Hal yang Harus Diketahui Sebelum Memutuskan Jadi Au Pair|Fashion Style

Nyaris empat bulan saya disini, masih banyak saja tanggapan dan respon positif bahkan negatif dari orang terdekat saat tahu saya sedang di luar negeri. Ada yang menganggapnya wah sekali karena beruntung mendapatkan kesempatan ke luar negeri, ada juga yang menganggapnya biasa saja saat tahu pekerjaan saya sebagai au pair.

Au pair bukanlah pekerjaan yang berjenjang karir, tapi menurut saya program ini bisa memberikan pengalaman yang keren sekali (atau bahkan buruk sekali). Au pair memang bisa disamakan dengan homestay, sebuah program pertukaran budaya yang ditawarkan oleh beberapa yayasan dan beasiswa di Indonesia. Bedanya, kita juga bisa mencari uang dari keluarga tersebut dengan membantu mereka mengurus anak, bersih-bersih, atau melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya.

Upahnya? Jangan dikurs ke rupiah ya. Memang upahnya tergolong tinggi saat dibawa ke Indonesia. Tapi, biaya hidup di Eropa yang juga sama tingginya, menegaskan kalau upah yang kita terima ini sebanding dengan uang saku yang tidak besar nominalnya. Dapat banyak Euro, ya keluarnya banyak juga.

Selain dapat uang saku, enaknya jadi au pair itu...

1. Yang paling utama tentunya adalah tinggal di luar negeri

Tidak semua orang di Indonesia bisa jalan-jalan atau bahkan tinggal di Eropa. Asiknya, kita tinggal dengan keluarga yang akan mensponsori kita ini itu.

Selain kamar pribadi, keluarga biasanya juga mau membiayai tiket pesawat, makanan, asuransi kesehatan, tiket transportasi dalam kota, atau bahkan meminjamkan mobil pribadi! Serunya, dengan tinggal di benua baru, artinya pengalaman yang didapat pun juga baru. Teman  baru, bahasa baru, kebiasaan baru, semuanya menuntut kita untuk lebih tolerir dengan perbedaan.

Pola pikir kita yang tadinya masih konservatif, biasanya akan mengarah lebih open minded. Saya tidak mengatakan kalau konservatif itu jelek ya. Namun, dengan berpikiran lebih terbuka biasanya membuat kita menilai sesuatu dari cara pandang yang lebih baik.

2. Belajar bahasa dan budaya lokal

Salah satu konsep au pairing yang saya suka tentunya kita bisa belajar bahasa dan budaya langsung dari negara asalnya. Saya jadi ingat kata guru saya waktu SMA dulu, untuk apa menghabiskan uang jutaan rupiah belajar bahasa Inggris di Indonesia tapi sehari-hari masih bicara bahasa Indonesia. Lebih baik uangnya dikumpulkan dan belajar langsung di negara dimana bahasa itu diucapkan. Saya setuju 60%!!

Dengan tinggal di negaranya langsung, mau tidak mau setiap hari kita harus bicara, mendengar, dan melihat siaran di TV dengan bahasa lokal. Au pair membuka jalan kita untuk lebih baik belajar bahasa dengan mengikuti kursus bahasa yang biasanya biaya akan ditanggung oleh host family. Baiknya, ini adalah sebuah keharusan untuk semua au pair.

Three. Tentunya bisa jalan-jalan keliling Eropa

Dengan uang yang dikumpulkan dari penghasilan perbulan, kita bisa jalan-jalan ke negara tetangga ala backpacker.

Four. Lebih mandiri dan bertanggungjawab

Mengatur keuangan pribadi, beres kamar, mengatur waktu kerja dan most important hari demi hari, semuanya akan membuat kita lebih mengenal diri sendiri.

Tapi jadi au pair tidak selamanya enak, karena kita juga harus siap menerima segala duka laranya. Karena tidak enaknya jadi au pair itu...

1. Kesepian

It must be right! Sebulan, dua bulan, tiga bulan, mungkin masih oke. Kita mungkin masih bisa happy-happy dan tidak percaya sedang berada di benua lain. Masih senang jalan-jalan, belanja di chain shops, atau update foto-foto keren di tempat wisata.

Tapi banyak juga au pair yang mulai merasa kesepian bahkan di minggu-minggu awal kedatangan. Jauh dari keluarga dan teman terdekat, tinggal di tempat baru, memulai kebiasaan baru, memang tidak mudah bagi banyak orang.

Hal ini juga berlaku walaupun kamu tipe orang yang supel dan easy going. Anak muda Eropa cenderung kaku dan cuek sekali. Jadi jangan harap kita bisa langsung masuk ke lingkungan mereka kalau sebelumnya tidak ada komunikasi.

2. Sendiri

Mungkin kita sudah punya teman dekat di Eropa, sering jalan, atau curhat-curhatan. Tapi ingat, mereka juga selamanya tidak bisa selalu ada untuk kita. Apalagi kalau teman kita juga seorang au pair yang tinggalnya di kota lain dan baru bisa ditemui hanya saat akhir pekan. Kita harus selalu siap untuk jalan-jalan atau merawat diri saat sakit sendirian.

3. Tidak selamanya host family akan memperlakukan kita sebagai keluarga mereka

Beberapa host family malah cenderung memperlakukan kita layaknya "gue udah bayar elo segala macem, jadi kerja yang bener!". Banyak au pair yang punya cerita buruk diperlakukan tidak layak oleh host parents-nya gara-gara mereka merasa sudah membiayai ini itu dan timbal baliknya au pair harus kerja rodi dari pagi ke malam.

Cerita buruk lainnya, host family membatasi makanan untuk au pair di rumah, bahkan menyediakan kamar yang tanpa penghangat. Bisa dibayangkan kan betapa dinginnya kamar itu saat musim dingin? Konsep au pair pada dasarnya tidak menyamakan kita dengan nanny atau housekeeper, tapi praktek yang ada di lapangan menerangkan au pair memang nanny atau housekeeper! Gara-gara ada aupair di rumah, biasanya host family jadi manja dan berpikir kalau apapun yang kotor dan berantakan, biar saja suruh au pair yang mengerjakan.

4. Bersiaplah dengan peraturan baru

Tinggal di rumah orang menyuruh kita untuk bisa lebih membawa diri dan mengorbankan sedikit privasi. Kita mesti adaptasi dengan gaya hidup host family, alat-alat rumah tangga yang modern, bahkan mungkin peraturan lainnya.

Saya mengenal seorang au pair yang mengatakan kalau dia tidak bisa lagi bersuara setelah jam 10 malam karena orang rumahnya termasuk yang sangat sensitif terhadap bunyi. Posisi kamar yang semuanya di lantai atas dan berdekatan membuat suara bisik-bisik pun terdengar dari kamar sebelah. Si keluarga butuh istirahat yang tenang dan au pair ini mau tidak mau harus menonton TV dengan mode mute setelah jam tidur itu.

Peraturan baru yang tidak enak membuat kita harus ekstra sabar dan sadar kalau rumah yang kita tempati adalah rumahnya host family. Biarpun kita dibayar, sekali lagi, itu rumahnya mereka. Mereka yang punya aturan dan bersiaplah diusir kalau kita melanggarnya. Ada cerita seorang au pair yang diusir host family-nya hari itu juga gara-gara selalu pulang di atas jam 1 pagi. Memang tidak baik sih, tapi imbasnya ya bisa diusir kalau berani melanggar.

Sudah sampai mana kamu? Lebih melihat au pair sebagai pekerjaan dengan pengalaman seru yang menantang, atau justru tidak lebih dari sekedar perbudakan?

Kalau menurut kamu au pair ini seru dan wajib kamu coba di usia muda, coba kamu cek dulu apa yang saya nyatakan di bawah ini. Au pair bisa jadi pekerjaan yang menantang karena bagi saya walaupun pekerjaan ini 'cukup' mudah, namun tidak cocok untuk semua anak muda. Kamu bisa mencoba jadi au pair kalau kamu...

1. Still maintain your dream on

Eropa itu bukan cuma tujuan, tapi juga mimpi banyak orang. Percayalah, au pair bisa membuat kamu living in your dream.

2. Open minded

Free sex, minum-minuman keras, living together, itu semua budaya Barat. Kalau kamu tidak siap berkomunikasi atau berteman dengan orang-orang yang melakukan hal itu, lupakan mimpi untuk tinggal di luar negeri. Bukan saya mengatakan bahwa kamu harus mengikuti gaya hidup dan budaya mereka, namun dengan berpikiran open minded, kita akan lebih santai menghadapi tiap perbedaan tanpa perlu lupa akar kita.

3. Punya skill bahasa Inggris yang baik

Menurut saya ini wajib! Walaupun tidak ada syarat mutlak mesti hitung angka TOEFL/IELTS (kecuali Australia), namun kita juga mesti speak up dengan keluarga dan anak asuh. Sudah bahasa lokal belum lancar, ditambah bahasa Inggris yang masih kacau, bagaimana kita bisa berkomunikasi dan mengutarakan maksud nantinya?

4. Mau usaha dan mau belajar

Pilih cari keluarga dengan agensi atau mandiri, it's your choice. Tapi kalau cuma berlandaskan "mau jalan-jalan ke luar negeri" saja tanpa ada usaha, sama saja bohong. Saya punya kenalan yang berkeinginan jadi au pair, namun untuk membuat profil/motivation letter masih minta bantuan orang lain. Apa-apa ditanyakan tanpa mau mengecek langsung apa saja regulasi di tiap negara. Padahal dia bisa coba untuk belajar membuat resume tentang dirinya sendiri dan membaca lebih jeli aturan au pair di tiap negara lewat internet.

5. Siap mandiri, bertanggung jawab, dan patuh peraturan

Jauh dari keluarga dan rumah, cuaca baru, lingkungan baru, makanan baru, sudah siap menghadapi semuanya? Lebih bisa bertanggungjawab terhadap pekerjaan, anak orang, tugas rumah tangga? Baiklah, saya juga benci peraturan apalagi hal itu bisa membatasi diri saya. Namun, tidak semua orang siap dengan peraturan baru yang membuatnya harus mengubah kebiasaan lama di negara asal. Yang paling penting adalah lebih bisa membawa diri dan adaptasi.

6. Suka anak-anak dan pekerjaan rumah tangga

Ya walaupun belum ada pengalaman jadi guru TK atau kerja di daycare, namun setidaknya kamu tidak anti dengan anak-anak. Walaupun nyatanya mereka tidak selamanya menggemaskan tapi suatu kali mereka bisa jadi sosok yang menjengkelkan. Anak-anak orang Barat cenderung well-behaved atau nakal bukan main. Mereka biasanya lebih pintar dari anak seusia mereka dan sangat aktif.

Di lain sisi, kita juga harus melakukan pekerjaan rumah yang bahkan ibu mereka pun tidak pernah mengerjakan. Karena sudah hidup dengan yang serba modern dan canggih, kebanyakan wanita Barat malas melakukan pekerjaan rumah. Pegang sapu atau vacuum cleaner pun kadang tidak pernah.

Nah, orang Asia yang di mata orang Barat rajin pun tidak semuanya rajin-rajin. Jadi intinya, kalau kamu tidak anti mengelap debu, menyetrika pakaian, atau belanja bahan makanan, I bet you can handle it!

Sekarang kamu sudah merasa yakin au pair bisa membuka jalan menuju mimpi mu dan siap mencari keluarga, atau justru baru mau melupakan pekerjaan ini? Think it! Namun kalau kamu masih merasa tertantang mengurus anak bule dan mendapatkan pengalaman baru, selanjutnya adalah usaha mencari host family. Namun ingat ya, kamu harus...

1. Bisa lebih realistis dan tidak berekspektasi tinggi

Punya pacar bule, minum-minum kopi di kafe dengan teman seru, bergaya ala model catwalk di jalanan Eropa, wah sungguh bayangan yang keren. Namun tinggal di luar negeri tidak selamanya sekeren di teenage dramas. Keluarga yang kamu nilai luar biasa baiknya sebelum ketemu, belum tentu sebaik aslinya.

Tempat tinggal di countryside yang diimajinasi kamu akan hidup tenang damai, bisa menunggang kuda saat musim panas, berpetualang di alam, sepertinya keren sekali, bisa jadi cuma di khayalan belaka kalau kamu tipikal orang yang suka city life. Karena sejujurnya, countryside bisa jadi tempat yang jauh dari keramaian dan membosankan.

Sama kasusnya seperti imajinasi punya pacar bule atau teman-teman seru, hal itu tidak bisa langsung kamu dapatkan setibanya disini. Semuanya butuh proses dan seperti yang saya bilang, anak muda Eropa banyak yang cuek dan masa bodoh. Yakinlah, sesuatu yang bagus-bagus tentang luar negeri belum tentu semuanya seperti yang ada di foto dan cerita novel. Nanti juga ketawan kok jeleknya luar negeri ketimbang Indonesia. Hoho..

2. Ukur kapasitas diri

Ini untuk calon anak asuh yang akan kita urus. Saya tekankan, mengurus 1 anak belum tentu lebih mudah dibandingkan mengurus 3 anak. Apalagi anak yang diurus itu masih bayi dan butuh atensi ekstra. Akan lebih baik kalau tidak mengurus anak di bawah usia 2 tahun, namun mengurus anak di atas usia itupun kemampuan bahasa kita akan diuji karena mereka sudah bisa bicara fasih. Ada baiknya belajar bahasa negara setempat dulu minimal three bulan sebelum keberangkatan.

3. Berkomunikasilah sesering mungkin dengan calon host family kita

Akan lebih baik kalau mereka sebelumnya pernah punya au pair. Kita bisa minta kontak mantan au pair mereka dan mengenal host family lebih baik. Dari sini juga bisa ketawan gaya hidupnya host family yang mungkin tidak diceritakan ke kita. Tanyakan juga setiap detail pekerjaan yang akan kita kerjakan.

Kebanyakan, apa yang dinyatakan di kontrak berbeda dengan kenyataan. Tugas akan lebih banyak dari hari ke hari. Tugas yang semula dikerjakan oleh host dad atau host mom biasanya akan digantikan oleh au pair. Hati-hati juga dengan janji manis host family yang akan turut menyertakan kamu saat jalan-jalan ke negara-negara tetangga. Yang ada, kamu malah disuruh babysit anak-anak mereka dengan jam kerja ekstra. Sebaiknya tanyakan apa pekerjaan kamu dengan pasti jika mereka liburan, lalu apakah mereka akan membayar lebih kalau kerja ekstra.

4. Before you go, remember it is definitely not a holiday!

So, put together yourself!

Semua cerita au pair tidak sama dan begitu pun setiap keluarga. Walaupun masih banyak keluarga yang menganggap au pair sama dengan nanny atau housekeeper, tapi banyak juga keluarga yang memperlakukan au pair mereka dengan sangat baik layaknya anak atau keponakan sendiri. Jadi jangan takut untuk mengenal pribadi keluarga dan anak yang akan tinggal dengan kita lebih baik sebelum keberangkatan.

Lagipula sejujurnya, tidak ada au pair yang ingin punya masalah dengan host family mereka. The last, if you think you're not rich enough to travel abroad, or you're not smart (and lucky) enough to get a scholarship, then au pair challenges you!

More pointers:

Guide untuk calon au pair

Guide Au Pair: Mulai dari Mana?

No comments:

Post a Comment