Monday, June 1, 2020

Tips Mengatur Keuangan Au Pair|Fashion Style

Jawabannya bisa ya dan bisa tidak. Satu, kembali lagi ke gaya hidup. Dua, tergantung seberapa konsistennya kamu mengelola pocket money. Sudah pernah saya bahas, kalau uang saku au pair sebenarnya cukup untuk memenuhi personal expenses kita selama tinggal di Eropa. Tiap negara sudah mengatur berapa besar uang saku yang harus diberikan ke au pair berdasarkan living cost di negara tersebut.

Tapi, tentu saja tergantung seberapa modest atau borosnya kamu terhadap pengeluaran. Mau gaji sebesar apapun, kalau ingin menuruti gaya hidup glamor dan mewah, sudah pasti tidak akan pernah cukup. Kalau kamu juga tidak pandai mengatur keuangan, menyimpan 200 atau 300 Krona per bulan saja akan terasa sangat sulit.

Sejujurnya, saya juga termasuk kalap saat menerima gaji pertama au pair. Ingat betul saat di Belgia, uang saku saya hilang tak bersisa setiap bulan. Boro-boro menabung, kadang saya sendiri bingung uangnya dipakai kemana. Pulang ke Indonesia, saya hanya membawa sisa gaji sekitar 2,five juta. Ibu saya sampai menyayangkan jeleknya gaya hidup saya di Eropa.

"Kalau setiap bulan bisa menyisihkan one hundred Euro saja, sudah dapat 1200 Euro pulang-pulang," katanya saat itu.

Susah. Dengan uang saku 450 Euro di Belgia, saya pun belum mampu menyisihkan 50 Euro saja per bulannya.

Hidup jadi au pair itu banyak enaknya . Kalau dapat keluarga baik, kita tidak perlu pusing ingin makan apa malam ini. Kadang ikut keluarga makan, kadang kita sendiri bisa masak dari bahan makanan di kulkas. Tidak perlu bingung lagi ingin beli salmon mahal, karena bisa join kartu kredit keluarga saat belanja ke supermarket.

Tempat tinggal pun sudah jelas, tidak perlu bayar tagihan per bulan. Kamar besar, ranjang empuk, dilengkapi dengan kamar mandi pribadi, tv, atau perabotan yang cozy. Belum lagi kalau dapat keluarga maha baik yang mau menghadiahi au pair mereka pakaian atau tiket nonton, misalnya. Teman saya sampai dapat laptop dari keluarga angkatnya saat Natal! Ada juga keluarga yang berbaik hati mengganti iPhone teman saya yang hilang saat nonton konser. Hilangnya iPhone 5s, dapatnya iPhone 6s.

Tapi meskipun tempat tinggal dan makan sudah ditanggung keluarga angkat, jangan heran kalau masih banyak juga au pair yang kesulitan mengatur uang.

Prioritas tiap au pair memang berbeda-beda. Ada yang hobi belanja dan beli alat make up. Ada lagi yang fokusnya hanya travelling keliling Eropa. Ada juga yang serius mengumpulkan uang, demi misi cari kerja di Australia pakai Working Holiday Visa (WHV) untuk melengkapi syarat jaminan 5000 AUD di rekening pribadi.

Saran saya, kalau ingin banyak menabung dan mengirimkan uang ke Indonesia, bergurulah dengan cewek Filipina di Eropa . Yang saya perhatikan, gaya hidup au pair Indonesia sungguh berbeda dengan gaya hidup geng Filipina. Kalau saat weekend au pair Indonesia hobinya nongkrong di kota dan belanja, au pair Filipina memilih stay di rumah teman lalu masak bersama. Ajang belanja pun dipangkas hanya setahun sekali di H&M, toko sekelas itu, atau pasar loak.

Jarang sekali saya perhatikan ada geng Filipina brunch di kafe oke atau sekedar minum cocktails di bar fancy. Berbeda halnya dengan geng Indonesia yang sangat royal dan lebih suka mencoba hal baru.

Bagi au pair Filipina, berhemat itu perlu karena uang saku yang didapat harus disisihkan untuk keluarga di kampung. Bayangkan, dari uang saku 4000 DKK per bulan, mereka bisa mengirim 1500-3000 DKK untuk keluarga! Fakta yang saya dengar, keluarga mereka sampai bisa membangun rumah dari kumpulan uang saku itu.

Setelah tiga tahun hidup di Eropa dan puas menghamburkan uang demi shopping atau travelling, saya sekarang mengerem keluar doku untuk hal yang tidak perlu. Kalau pun ingin beli baju atau sepatu baru, yang lama harus dibuang dulu. Ingin travelling, tidak semaruk dulu yang tiap bulan selalu keluar Denmark. Senangnya, keluarga saya yang sekarang gila travelling. Meskipun harus 'business trip' ikut mereka, tapi setidaknya saya bisa dibawa ke tempat-tempat cantiklesser-known di sudut kecil Eropa. Gratis!

Saya juga lagi malas nongkrong di kafe atau restoran di Oslo. Kualitas makanan disini biasa saja, menurut saya. There is no point wasting money for bad quality food. Tidak seperti di Kopenhagen yang dulunya harus mencoba tempat baru setiap akhir pekan. Pernah saya singgung juga kan, kalau Kopenhagen itu memang tempatnya anak nongkrong dan buang duit!

Oh, meskipun uang saku di Norwegia dan Denmark terlihat besar, namun jangan berharap uang tersebut mampu menutupi jaminan visa pelajar. Tahu kan, kalau kita niat lanjut sekolah di Eropa, kita harus menyertakan bukti finansial sekitar 8000-12000 Euro pertahun sebagai syarat administrasi. Tanpa bantuan finansial dari keluarga atau sponsor, uang saku au pair tidak akan mampu menutupi besarnya biaya tersebut.

Sekali lagi, uang saku mu adalah hak kamu. Mau digunakan untuk apa ya terserah. Toh sudah kerja berat ini juga merawat rumah dan anak orang, boleh-boleh saja memanjakan kaki travelling ke tempat baru atau sekedar beli scarf lucu untuk musim gugur . We deserve it indeed! Tapi, tidak ada salahnya juga belajar mengatur dan merencanakan keuangan selagi masih muda. Untuk modal usaha atau investasi di Indonesia mungkin? 😊

Kalian sendiri bagaimana, ada tip mengelola keuangan saat masih 20-an?

No comments:

Post a Comment