Showing posts with label au pair. Show all posts
Showing posts with label au pair. Show all posts

Thursday, July 16, 2020

Tips 10 Alasan Kenapa Kamu Harus Jadi Au Pair di Usia 20-an|Fashion Style

Jauh dari rumah, keluarga dan teman dekat, bukanlah hal yang menyenangkan. Belum lagi tugas harian yang cukup menjenuhkan; bangun pagi menyiapkan sarapan, bersih-bersih rumah, hingga mesti menjaga anak orang di malam minggu. Tapi hey, bukankah jalan-jalan ke Eropa adalah impian banyak orang di dunia? Apa saja jalan mu menuju Eropa kalau bukan karena sekolah, bekerja, ikut keluarga, jalan-jalan, volunteering, dan...menjadi au pair?

Seperti penjelasan dari Wikipedia, au pair adalah asisten rumah tangga dari negara asing yang bekerja dan tinggal di rumah keluarga angkat. Normalnya, au pair berbagi tanggung jawab keluarga dengan menjaga anak-anak mereka, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan memperoleh uang saku setiap bulannya.

Salah satu syarat menjadi au pair sendiri adalah anak-anak muda berusia 18-30 tahun. Walaupun au pair adalah pekerjaan yang tidak cocok untuk semua orang, namun menjadi au pair adalah pengalaman yang harus kamu coba di usia 20-an mu.

1. Saat kita belum punya cukup uang travelling ke Eropa, au pair membuka jalan ke banyak tempat disana

Jiwa eksplorasi kita biasanya akan selalu mencari tempat petualangan selanjutnya saat masih muda. Selain Indonesia, impian kita menjelajah ke banyak negara demi melihat tanah Tuhan yang lain selalu menggebu-gebu. Namun dari Indonesia (dilihat dari peta mini pun), Eropa begitu jauhnya.

Belum lagi jumlah tabungan yang jauh dari kata cukup untuk membeli tiket, penginapan, dan belanja-belinji disana. Jika persoalan visa dan izin cuti kerja ditolak, hal tersebut juga membuat kita harus menunda dulu keinginan pergi melihat Menara Eiffel di Paris atau Sagrada Familia di Barcelona.

Saat kamu jadi au pair, travelling ke beberapa tempat di Eropa bukanlah hal yang jauh dari kata mustahil lagi. Kamu tidak perlu repot-repot memikirkan soal visa dan izin cuti kerja, karena hal tersebut sudah menjadi bagian dari regulasi au pair. Visa jangka panjang au pair bisa digunakan untuk menjelajahi banyak negara Schengen yang berjumlah 26.

Kita juga tidak perlu takut izin cuti kerja tidak disetujui bos karena seorang au pair akan dapat jatah liburan 14-30 hari selama setahun. Belum lagi bonus libur Natal dan hari libur nasional lainnya. Jangan juga khawatir karena liburan ini pun uang saku tetap akan dibayar penuh oleh keluarga angkat.

Akhir pekan juga tidak melulu harus jalan ke mall, tapi bisa saja mengunjungi tempat seru di negara lain. Seperti Brussels ke Paris yang hanya bisa ditempuh selama 1 jam naik kereta cepat atau 4 jam naik bus. Atau bisa juga mengunjungi Reykjavik dari Oslo yang harga tiket sekali jalannya sekitar 700ribu dengan menggunakan low budget airlines.

Bayangkan kalau kita melihat Reykjavik yang begitu jauhnya dari Indonesia! Ongkos pesawat sekitar 700ribuan saja bahkan hanya cukup mengunjungi satu kota di Indonesia sekali jalan.

2. Saat merasa tidak cukup pintar meraih beasiswa di Eropa, au pair adalah pilihan lain belajar disana

Di usia produktif, semangat belajar dan rasa ingin tahu kita pasti lebih besar. Apalagi banyak lulusan S1 yang mempunyai keinginan bisa melanjutkan gelar masternya keluar negeri dengan jalan beasiswa. Namun persyaratan dan seleksi demi masuk kampus idaman pun tidak mudah. Selain kemampuan Bahasa Inggris dan IPK yang bagus, kita juga harus mampu berkompetisi dengan para kandidat lain yang juga sama bagus dan pintarnya.

Walaupun au pair tidak menjanjikan gelar di belakang nama, namun au pair juga membuat kita bisa belajar banyak hal dari negaranya langsung. Salah satu kewajiban utama au pair adalah belajar bahasa lokal yang bertujuan memudahkan komunikasi sehari-hari.

Selain kursus bahasa, kita juga bisa sekalian kursus dansa, masak masakan lokal, atau desain dari para masternya. Kebanyakan kursus resmi tersebut biasanya juga memberikan sertifikat selepas masa belajar yang berguna nantinya. Di luar sertifikat itu pun, sebenarnya kita sudah menambah bekal ilmu yang memang harus giat dicari di usia 20-an.

3. Au pair membuat kita berpikiran lebih terbuka terhadap perbedaan dan budaya baru

Di Indonesia, makan tidak makan yang penting kumpul. Malam minggu pun biasanya kita habiskan bersama teman hanya sekedar ngobrol atau kongkow minum bandrek. Berbeda dengan budaya orang Barat yang saat kumpul-kumpul biasanya harus ditemani bir atau gin.

Kalau makan di luar kita cenderung memilih air putih atau jus jeruk sebagai minuman, mereka lebih senang memilih bir atau wine sebagai teman makan. Bagi mereka, minum alkohol memang lebih pas saat bersama teman. Mungkin maksudnya kalau sampai mabuk ada yang menggotong begitu ya? :p

Belum lagi saat di Indonesia kita merasa jijik mendapati pasangan bermesraan di tempat umum, namun di negara Barat kita akan lebih sering melihat pasangan muda bercumbu di tengah jalan. Perbedaan budaya seperti ini biasanya akan membuat kita culture shock di awal karena menemukan banyak hal diluar kebiasaan kita sehari-hari. Namun dengan seringnya travelling dan secepatnya beradaptasi dengan lingkungan baru, kita lebih memandang perbedaan tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperdebatkan.

Kita justru lebih menghargai perbedaan yang ada dan cenderung lebih berpikiran terbuka belajar tentang budaya mereka. Jika di Indonesia kita lebih mengutamakan agama dan budaya sebagai tumpuan bertindak dan tingkah laku, masyarakat Barat tidak terlalu suka membicarakan soal agama yang membuat hidup mereka seperti terblok-blok. Masyarakat Eropa yang juga didominasi oleh atheis, biasanya lebih suka menyangkut pautkan banyak hal dengan sains dan kejadian yang bisa diterima oleh akal sehat.

Bukannya mereka salah, namun dari pandangan mereka yang kritis seperti itu, membuat kita bisa tahu lebih banyak hal tentang dunia ini dari sudut pandang yang berbeda. Pola pikir dan kebiasaan mereka yang sangat menghargai waktu luang juga membuat kita belajar bagaimana memanfaatkan akhir pekan bukan hanya untuk terus-terusan bekerja, namun lebih ke quality time bersama keluarga atau diri sendiri.

4. Menjadi seorang au pair memaksa kita harus menyantap makanan kontinental setiap hari

Di Indonesia, nasi adalah makanan pokok yang harus dimakan minimal sehari sekali. Tidak makan nasi sekali, kita merasa "belum makan", "belum kenyang", bahkan "belum bergizi". Beda halnya saat di luar negeri, pola makan kita pun harus secepatnya beradaptasi dengan kebiasaan makan orang sana. Orang Barat menganut pola makan 2 1; dua kali makan roti, dan sekali makanan hangat. Kalau siangnya sudah makan makanan hangat (berat), malamnya mereka hanya minum kopi dan makan roti. Begitupun sebaliknya, kalau siang hanya makan sandwich, malamnya mereka akan makan besar.

Makanan hangat dan besar ini pun bukanlah nasi plus banyak lauk pauk seperti di Indonesia. Namun biasanya karbohidrat lain seperti pasta atau kentang. Sementara mereka hanya menyediakan satu macam sumber protein seperti daging atau ikan ditambah sayuran mentah sebagai salad. No sambal, no kerupuk.

Sewaktu di Indonesia kita merasa keren makan di restoran Barat dengan menu spaghetti atau steak, tapi banyak au pair yang tinggal di Eropa justru merindukan masakan Indonesia dengan cita rasa bumbunya yang khas. Jangan salah, makanan kontinental di Eropa tidaklah seenak olahan di Indonesia. Orang Barat cenderung tidak terlalu suka makanan terlalu asin, berminyak, berlemak, apalagi pedas. Makanan mereka lebih sering mentah, hambar, dan lebih segar.

Namun bukankah makanan seperti ini lebih cocok dimakan saat usia kita masih 20-an? Bukankah hidup sehat memang harus selalu dimulai dari muda? So, tidak ada lagi saling keren-kerenan makan di restoran Barat karena sejujurnya kita malah sering rindu masakan rumahan dan gerobakan ala Indonesia.

5. Bertemu teman dan orang-orang baru membuat jaringan pertemanan kita makin internasional

Saat menjadi au pair, jaringan pertemanan kita biasanya dimulai dari teman sebaya yang sama-sama menjadi au pair di negara tersebut. Setelah masuk kursus bahasa, kita juga biasanya akan berkenalan dengan banyak imigran yang umurnya berbeda-beda. Kebanyakan dari mereka belajar bahasa tersebut bertujuan untuk syarat melamar pekerjaan. Lewat mereka, kita biasanya banyak mendapatkan cerita seru tentang banyak hal yang tidak pernah didengar dari teman sebangsa.

Untuk mencari teman-teman sesama au pair, biasanya saya memanfaatkan Facebook. Kita bisa dengan mudah menemukan mereka di grup-grup au pair dan biasanya anggota grup tersebut juga mengadakan gathering sekedar untuk minum kopi atau jalan di akhir pekan. Para au pair yang kebanyakan 20-26 tahun ini punya semangat anak muda yang kronis, sehingga kita pun tidak akan pernah merasa bosan menikmati festival atau nongkrong seru bersama mereka.

Aplikasi sosial media seperti Meetup juga merupakan wadah asik untuk bertemu orang baru dengan hobi yang sama seperti kita. Selain bisa ketemuan dan mengobrol asik seputar minat, kita juga bisa belajar banyak hal dari gathering yang diadakan oleh para host grup. Saya yang tidak pernah tahu cara menghias cupcake, sampai akhirnya mendapatkan kesempatan belajar menghias cupcake dari seorang host.

Saat ada kesempatan, kita juga biasanya masih suka flirting ke bule. Aplikasi semacam Tinder yang begitu populer di Amerika, juga ikut populer di Eropa. Walaupun aplikasi ini menjadi salah satu dating purpose, tapi tak jarang yang diajak ketemuan juga sama-sama mencari teman, bukan pacar. Saya sudah bertemu beberapa cowok bule dengan hobi keren.

Suatu kali saya sempat diajak mengunjungi studio seninya demi sekedar "pamer" karya pahatnya. Karena saya juga suka seni, kunjungan ke studionya pun jadi pengalaman yanglangka. Ada lagi seorang guru musik yang mau datang ke Laarne malam-malam hanya demi segelas air putih dan sebelum pulang pun masih mau dipaksa memainkan piano untuk saya.

Banyak hal seru dan tentunya cerita baru yang bisa kita dapatkan seandainya kita mau membuka diri bertemu dengan orang-orang ini. Karena siapa tahu lewat mereka, kita makin bisa melihat dunia dan berwawasan luas. Oh ya, tak jarang juga orang-orang tersebut bisa jadi teman baik bahkan ehemmm..Pacar!

6. Kita semakin menyadari teman sebangsa sudah jadi keluarga dan tiada matinya ketika di negeri orang

Di usia 20-an biasanya semangat muda kita semakin berkobar demi menemukan jati diri dan teman sejati. Walaupun tidak menutup diri untuk bertemu teman-teman baru dari negara lain, namun ada kalanya juga kita muak harus bicara bahasa asing. Apalagi saat curhat soal pacar dan keluarga, biasanya pola pikir antara yang sebangsa dan yang bukan sebangsa sedikit berbeda.

Orang Barat lebih suka bicara apa adanya dan jujur, sementara orang Indonesia lebih mengedepankan suasana hati dan perasaan senasib. Terkadang saat curhat, kita tidak butuh saran melainkan rasa iba dan telinga saja untuk mendengarkan. Bukannya minta digurui, namun kita hanya ingin dibela.

Di satu waktu, kita juga merasa teman sebangsa sangat jarang ditemukan di negara tujuan. Perasaan rindu bergosip ria tanpa alkohol, ketawa keras-keras saat di kafe, ataupun selfie tanpa malu, maunya dilakukan dengan teman sebangsa. Kita juga merasa kalau jaringan pertemanan dengan teman sebangsa bukanlah sebuah gengsi. Justru teman sebangsa adalah keluarga saat di negeri orang, teman yang bisa diandalkan saat kita kesepian dan sakit.

Bukankah kita juga selalu rindu makanan Indonesia selama berada di luar negeri? Berkumpul bersama mereka membuat kita bisa berbagi peran di dapur saat ingin makan bakso atau nasi goreng. Tapi awas masuk zona nyaman! Karena keseringan berkumpul dengan teman sebangsa ini, banyak juga au pair yang jadi malas bertemu dengan teman baru dan akhirnya teman nongkrongnya hanya yang sebangsa saja.

7. Bekerja paruh waktu sebagai au pair membuat kita bisa menabung mata uang asing

Walaupun konsep au pair di beberapa negara sedikit berbeda; bisa bekerja atau pertukaran budaya, namun setiap au pair pasti mendapatkan uang saku setiap bulannya. Jumlah uang saku ini pun jumlahnya berbeda di tiap negara. Banyak juga anak muda yang mengandalkan au pair sebagai proses mencari uang, namun banyak juga yang memanfaatkan software ini sebagai proses belajar.

Di Eropa sendiri, uang saku yang diberikan kepada au pair berkisar antara ?260 hingga ?Seven-hundred tergantung negara tujuan. Uang saku yang diberikan biasanya disetarakan dengan biaya hidup negara tersebut. Negara mahal seperti Swiss memberikan uang saku maksimum CHF800 (sekitar ?760) kepada au pair yang tinggal di kanton tertentu. Berbeda halnya dengan Jerman yang memberikan uang saku minimum ?260 karena biaya hidup di Jerman yang relatif lebih rendah.

Jika ingin dikonversikan ke rupiah, gaji seorang au pair di Swiss hampir sama dengan gaji seorang manajer di Indonesia. Kalau gaya hidup kita lebih mau sederhana dan sedikit bisa direm, kita pasti menabung uang saku yang diperoleh untuk dibawa ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia, selain bisa ditukar ke rupiah, kita juga bisa menyisihkannya untuk ditabung. Kalau tidak begini, kapan lagi kita bisa punya tabungan mata uang asing kan?

8. Au pair menuntut kita untuk lebih bersih dan bertanggung jawab

Sempat berpikir kalau jadi au pair cukup gampang mengingat tugas yang dilakukan hanya bersih-bersih rumah dan masak. Kita memang tidak perlu pegang sapu setiap hari, kita juga tidak perlu takut tangan kering karena keseringan bersentuhan dengan sabun cuci piring. Namun yakinlah, pekerjaan rumah tangga memang tidak akan pernah cocok untuk semua orang apalagi kalau ketemu host family yang agak cerewet dan perfeksionis, bisa jadi hasil kerja kita selalu kurang di mata mereka.

Kita yang tadinya di rumah bisa santai karena ada si Mbak yang mencucikan baju dan menyetrika, saat di rumah host family, justru pekerjaan itulah yang akan kita kerjakan sendiri. Bukan hanya baju kita seorang, tapi juga baju anggota host family! Masih enak kalau keluarga angkat kita punya cleaning lady yang datang seminggu sekali, karena setidaknya tugas mencuci dan menyetrika bisa berbagi dengannya.

Tapi sesungguhnya pekerjaan apapun memang dibutuhkan rasa tanggung jawab yang besar. Tinggal di rumah orang juga menyuruh kita untuk selalu merapihkan kamar dan menjaga kebersihan lavatory. Hal ini bersifat positif karena kebanyakan anak muda di zaman sekarang justru sudah malas berkenalan dengan tugas rumah tangga seperti memasak dan bersih-bersih rumah. Padahal dengan melakukan hal seperti itu, kita juga akan terbiasa menjadi anak muda yang perhatian dengan kebersihan rumah dan perabotnya.

Nine. Tidak dimanjakan dengan kemudahan transportasi saat di Indonesia, kita diajarkan untuk menghargai waktu dan lebih sering berolahraga

Saya sempat mengutuki sistem transportasi di Belgia yang terlalu on time dan tiba-tiba sering mogok jalan karena sering demo. Hal ini cukup membuat saya mengutuki Belgia habis-habisan hingga merindukan kemudahan transportasi umum di Indonesia. Kita tadinya dimanjakan oleh kehadiran ojek yang bisa mengantar sampai depan rumah, angkot yang bisa stop dimanapun kita mau, ataupun kakak atau adik yang siap antar-jemput saat kita telepon, tapi sesampainya di Eropa harus lebih mandiri.

Transportasi dalam kota yang extraordinary tepat waktu kadang membuat kita harus lebih menghargai setiap detik yang berjalan. Belum lagi jarak halte bus yang kadang cukup jauh, memaksa kita mesti lari-larian agar sampai tepat waktu. Ketinggalan satu menit saja, harus menunggu satu jam berikutnya.

Kejadian paling tragis adalah ketika ketinggalan bus terakhir hanya kurang 2 menit saja. Resikonya kita jadi harus menelpon keluarga angkat untuk direpotkan menjemput, atau bersedia jalan kaki dari stasiun ke rumah. Saya pernah four kali ketinggalan bus terakhir di Belgia, yang membuat saya harus berjalan kaki selama three jam saat hujan di musim dingin!

Jika memang temperatur cukup baik terhadap tubuh, sepeda adalah moda transportasi yang bisa digunakan saat bus bukanlah pilihan. Tapi menggunakan sepeda saat bersalju atau angin kencang juga bukanlah jalan terbaik. Kalaupun memang kepepet, bersikap tidak manja, selalu berpikiran positif, dan mencoba untuk menikmati tiap kayuhan sepeda demi mencapai tempat tujuan adalah hal yang bisa kita lakukan.

10. Karena keluarga angkat yang baik akan selalu bisa menghadiahi kita pengalaman baru dan seru

Keluarga angkat yang berani meng-hire au pair rata-rata adalah keluarga kaya yang biasanya hobi jalan-jalan saat liburan, ataupun punya kondomium pribadi di dekat pantai. Karena sudah dianggap sebagai keluarga sendiri, kita pun biasanya akan diajak liburan bersama mereka. Liburannya pun tidak main-main, ada yang keluar negeri dengan jet pribadi, hingga berski ria di utaranya Finlandia yang kalau sendirian pun kita pasti malas kesana.

Meskipun beberapa keluarga angkat ada yang membawa au pair mereka hanya sebagai embel-embel untuk menjaga anak saat liburan, namun kesempatan liburan gratis ke banyak tempat adalah kesempatan yang oke. Beberapa teman au pair yang saya kenal juga memiliki pengalaman seru bersama keluarga angkat mereka. Ada yang setiap bulan selalu diajak keluarga angkatnya ke Amerika, ada juga yang sudah naik jet pribadi keluarga angkatnya hingga ke Spanyol, ada juga yang bisa skydiving gratis karena ayah angkatnya, atau pun au pair yang dihadiahi laptop saat Natal.

Memang kita tidak boleh terlalu berekspektasi tinggi dengan semua keluarga angkat. Walau mereka belum bisa menghadiahi kita liburan atau gadget terbaru, namun setidaknya penerimaan baik dari keluarga mereka cukup membuat masa au pair kita kaya akan pengalaman. Lagipula, bertahun-tahun duduk di meja kantoran belum tentu juga bisa mencicipi serunya membuat boneka salju di halaman belakang rumah saat salju.

Au pair memang tidak menjanjikan kita jenjang pendidikan atau pun jenjang kerja seperti pegawai kantoran. Namun kesempatan belajar, melihat dunia, dan bertemu orang-orang baru adalah hal yang seharusnya kita lakukan di usia 20-an.

Bagi saya pribadi, au pair bukan hanya tinggal dan bekerja di Eropa. Tapi juga kombinasi antara tinggal, belajar, bekerja, dan liburan. Justru saat di usia produktif seperti inilah harusnya kita mampu menggunakan masa muda dengan lebih bijak dan bermanfaat.

Tips Mengurus Izin Tinggal Au Pair Denmark|Fashion Style

Berbeda dengan Belgia yang harus melampirkan surat izin kerja (work permit) terlebih dahulu sebelum mengajukan visa, au pair di Denmark bukanlah dianggap sebuah pekerjaan. Untuk mendapatkan visa jangka panjang Denmark, yang harus kita lampirkan adalah surat pengajuan izin tinggal (residence permit) au pair yang berlaku 12 hingga 24 bulan.

Karena saya dan Louise bertemu melalui salah satu internet site au pair Skandinavia, Energy Au Pair, maka dokumen-dokumen yang kami butuhkan sudah diurus oleh pihak agensi. Tidak ada banyak perbedaan jika au pair dan calon keluarga angkat mengurus dokumen tanpa melalui agensi. Yang harus diperhatikan sebelum mengajukan aplikasi visa, hendaknya au pair memastikan apakah calon keluarga angkat bersedia membayar biaya servis pada Danish Immigration Service di Denmark seharga 2400 DKK.

Umumnya, au pairlah yang harus membayar biaya tersebut. Namun dari pihak agensi biasanya akan memberikan tanggung jawab penuh kepada calon keluarga angkat untuk membayar biaya imigrasi ini di Denmark. Kenapa biaya imigrasi sangat penting, karena slip pembayaran resmi dari calon keluarga angkat wajib dilampirkan saat mengajukan visa jangka panjang.

Setelah menyatakan kesepakatan dengan calon keluarga angkat, pihak agensi akan mengirimkan e-mail berisi dokumen yang harus disiapkan serta prosedur pengajuan visa. Berikut dokumen-dokumen yang harus kita siapkan:

1. Surat kontrak antara kita dan calon keluarga angkat. Surat kontrak sekitar 26 halaman ini harus benar-benar teliti saat proses pengisiannya. Ada beberapa poin yang harus kita isi, ada juga yang harus dikosongkan. Karena saat itu calon keluarga angkat saya sudah mengisi duluan, saya hanya perlu mengisi bagian yang diperlukan dan membubuhkan tanda tangan di beberapa halaman;

2. Paspor asli;

three. Fotokopi sampul, halaman biodata, dan seluruh isi paspor yang sudah berisi stempel;

four. Fotokopi ijazah terakhir yang sudah diterjemahkan;

five. Fotokopi akte kelahiran yang sudah diterjemahkan;

6. Surat kuasa (Power of Attorney) dari agensi. Surat ini tidak diperlukan jika au pair dan calon keluarga angkat bertemu tanpa bantuan agensi;

7. Slip pembayaran Case Order ID resmi di Danish Immigration Service oleh calon keluarga angkat;

eight. Foto terbaru berukuran 3.5cm x four.5cm berlatar belakang putih 1 lembar.

PERHATIAN!!!!

Saya membuat visa Denmark ini di tahun 2015, saat semua kontrak kerja masih diisi manual. Mulai tahun 2017, terdapat dua cara pengisian pengisian kontrak kerja; bisa online atau manual. Bagi yang mengisi form secara manual, dokumen dapat diunggah secara langsung melalui situs application portal Danish Agency for International Recruitment and Integration (SIRI).

Berikut cara apply visa Denmark dan dokumen yang harus dipersiapkan (UPDATE 2018):

1. Membuat case order ID

Case ID ini sama dengan biaya aplikasi au pair yang harus kita buat di situs SIRI. Cara membuatnya sangat mudah dan boleh diisi sendiri atau diwakilkan oleh calon keluarga. Sila buat Case ID ke situs berikutdi bagian "Create case order ID".

2. Membayar biaya aplikasi

Setelah membuat case order ID, kamu akan menerima email yang berisi kode dari SIRI sebagai identitas aplikasi. Tahap selanjutnya adalah masuk kembali ke situs SIRI , lihat bagian "Pay the fee", masukkan kode case order ID tersebut, lalu bayar biaya aplikasi sebesar 2755 DKK (tahun 2018). NEED TO KNOW , keluarga angkat tidak berwajiban membayar biaya aplikasi ini! Menurut situs Energy Au Pair, keluarga angkat disarankan membayar biaya aplikasi karena au pair juga harus membayar biaya visa di negara asal. Namun semuanya kembali lagi ke kesepakatan kamu dan keluarga angkat, apakah mereka bersedia menanggung biaya aplikasi.

Three. Cetak slip pembayaran biaya aplikasi

Setelah keluarga angkat atau kamu membayar biaya di atas, kamu akan menerima konfirmasi pembayaran via email. Konfirmasi pembayaran ini dikirim tanpa attachment, jadi silakan cetak isi email tersebut sebagai kelengkapan dokumen.

4. Fotokopi atau scanned copy sampul paspor, biodata, serta seluruh isi lembaran paspor yang kosong ataupun berisi dari depan ke belakang

Yes, you read it right! Dari sampul paspor hijau sampai halaman identitas paling belakang difotokopi secara lengkap, yang berisi maupun kosong.

5. Fotokopi ijazah pendidikan terakhir yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris

Kalau ijazah kamu twin bahasa (Indonesia/Inggris), tidak usah diterjemahkan kembali. Bagi yang menerjemahkan ijazah ke bahasa Inggris, disarankan untuk menerjemahkan ke penerjemah tersumpah merujuk ke situs SIRI.

6. Fotokopi akte kelahiran yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris

Sama seperti halnya ijazah, kalau akte kelahiran kamu sudah twin bahasa, tidak usah diterjemahkan kembali.

7. Mengisi kontrak kerja secara online atau manual

Di tahun 2015, saya dan keluarga mengisi surat kontrak kerja secara manual. Mereka mengisi bagian mereka dahulu, lalu di-scan ke saya untuk saya isi dan ditanda tangani yang bagian saya. Tidak ada masalah kalau kontrak kerja tersebut bukan yang asli.

Kalau kamu ingin mengisi secara manual , kontrak kerja dapat dicetak langsung di situs SIRI , bagian "Complete the application form". Klik bagian tersebut, lalu lihat bagian bawah "Printable application forms". Ada dua pilihan unduhan form, bisa PDF atau Word. Bentuk Word bisa kamu isi langsung sebelum dicetak. Tapi bentuk PDF mesti kamu cetak dahulu lalu isi pakai pena. Jika keluarga angkat lebih tertarik menggunakan cara ini, sila mereka mengisi bagian mereka dulu di Part 2 dan 3, lalu kalau sudah selesai, mereka harus scanned kembali form tersebut untuk kamu isi dan lengkapi.

Cara lainnya adalah mengisi kontrak kerja secara online . Kontrak kerja dapat diubah ke bahasa Inggris kalau kamu bingung. Sila masuk ke situs berikut , lalu lihat di bagian paling bawah halaman. Ada pertanyaan "siapa kamu?", keluarga angkat atau applicant (au pair). Sila pilih "au pair", lalu klik "Næste" (next). Karena kamu harus masuk dengan menggunakan reference number dan password, sila tanyakan kepada keluarga angkat saat mereka sudah selesai mengisi bagian mereka. Saat semua bagian sudah terisi lengkap, kamu harus mencetak kembali form yang sudah diisi online ini untuk ditandatangani dan disertakan saat mengurus visa.

CATATAN!

Saat pengisian form secara online, kamu boleh mengisi, simpan, isi lagi, lalu simpan, sampai formulir betul-betul terisi lengkap. Perlu diperhatikan juga waktu pengisian formulir hanya 30 hari. Setelah batas tersebut, data kamu akan hangus dan harus mengisi ulang.

Selain itu, dalam waktu dua minggu setelah formulir berhasil di-submit, kamu WAJIB datang ke VFS Global untuk menyerahkan dokumen dan mengambil data biometrik. Kalau dalam waktu 2 minggu setelah submit formulir kamu tidak juga datang ke VFS, aplikasi kamu akan ditolak sepenuhnya oleh imigrasi Denmark. Imbasnya, kamuharus mendaftar dan membayar ulang biaya aplikasi serta mengajukan surat banding (jika diperlukan). So, atur waktu kamu sebaik-baiknya sebelum mantap datang ke VFS.

Setelah semua dokumen siap, silahkan datang ke:

Danish Visa Application Center

Kuningan City Mall Lantai 2

Jalan Prof. DR. Satrio Kav. 18

Jakarta 12950

Website: www.Vfsglobal.Com/Denmark/Indonesia

Email: infodenmark.Indo@vfshelpline.Com

Jadwal Aplikasi: 8.00 - 12.00 dan 13.00 - 15.00 (Senin-Jumat) Kecuali Hari Raya/Libur

Loket pengajuan aplikasi Denmark sendiri berada dalam satu ruangan dengan loket pengajuan aplikasi Italia, Norwegia, Swedia, yang tergabung dalam VFS Global. Untuk mengumpulkan persyaratan dokumen jangka panjang, pemohon tidak perlu membuat janji temu terlebih dahulu (tahun 2015).

Tahun 2018, VFS tidak lagi menerima pemohon tanpa booking janji temu terlebih dahulu. Agar waktu kunjungan mu lebih maksimal, silakan buat janji temu 7-14 hari sebelum datang ke VFS lewat situs mereka disini. Setelah membuat janji temu, jangan lupa juga mencetak bukti konfirmasi untuk dibawa ke VFS.

Setelah pemeriksaan kecil sebelum masuk ruangan dan menonaktifkan segala macam gadget, petugas akan memberikan nomor antrian. Setelah sampai giliran kita, petugas loket akan memeriksa kembali dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Kalau semuanya sudah lengkap, pemohon bisa langsung membayar biaya visa.

Saat mengajukan aplikasi visa (Juni 2015), biaya yang harus saya keluarkan totalnya Rp. 3.320.000 dengan rincian:

Biaya visa au pair                 Rp. 2.880.000

Biaya layanan VFS Global   Rp.    390.000

Biaya kurir (tambahan)         Rp.      50.000

VFS tidak menerima pembayaran dengan kartu kredit/debit ya, jadi silakan siapkan uang tunai sebelumnya. Karena saya tinggal di Palembang dan tidak mungkin kembali ke Jakarta beberapa bulan kemudian hanya untuk mengambil paspor, maka saya menggunakan layanan tambahan kirim paspor ke rumah yang biaya kirimnya sendiri tergantung daerah tinggal pemohon.

Setelah proses pembayaran, petugas loket akan mempersilakan kita kembali menunggu antrian pengambilan statistics biometrik. Proses ini berupa pengambilan sidik jari dan foto yang hanya berlangsung 5 menit. Semuanya selesai dan kita boleh pulang.

Selanjutnya adalah proses wawancara di Kedutaan Besar Denmark yang letaknya masih di Kuningan (tidak jauh dari Mall Ambassador). Untuk proses wawancara di Kedutaan Besar Denmark, pemohon harus membuat janji temu terlebih dahulu via telepon. Sayangnya karena saya datang Jumat siang saat mengajukan aplikasi visa, janji temu baru bisa dilakukan hari Senin pagi. Saat ditelepon, Ibu Wita, staf Kedubes Denmark, mengatakan kalau wawancara baru bisa dilakukan hari Selasa jam 9 pagi.

Kedutaan Besar Denmark

Menara Rajawali, twenty fifth Floor

Jl. DR Ide Anak Agung Gde Agung

Kawasan Mega KuninganJakarta 12950

Tel  +62 (21) 576 1478Fax +62 (21) 576 1535

Website: http://indonesien.Um.Dk

Email: jktamb@um.Dk

Jam kerja: 8.00 - 16.00 (Senin - Kamis) & 8.00 - 13.00 (Jumat)

Karena wawancaranya pagi, saya langsung membawa tas tangan berisi pakaian kotor ke Kedubes. Dengan asumsi wawancara yang hanya sebentar, saya bisa langsung pulang ke Palembang sorenya. Dari Jakarta Pusat tempat saya menginap, sekitar jam setengah 8 saya sudah naik mikrolet ke arah Kampung Melayu, lalu lanjut mikrolet sekali lagi ke arah Kuningan dan stop di depan Mall Ambassador. Hanya berjalan kaki sekitar 7 menit dari lampu merah, sudah sampai di Menara Rajawali yang berwarna jade green.

Setelah registrasi di lobi dan menempelkan tanda pengenal, saya langsung menuju lantai 25. Masuk ke kantor Kedubes Denmark, saya langsung disambut Ibu Wita di lobi. Ibu Wita sempat mempertanyakan kenapa bisa telat 16 menit dari waktu janjian. Alasan klise ibukota; macet. Untungnya Ibu Wita terlihat sudah terbiasa mendengar alasan tersebut dan langsung mengantarkan saya menuju satu ruangan di pojokan.

Di ruangan tersebut saya disambut seorang wanita muda berkebangsaan Denmark bernama Ms. Hanna, yang akan mewawancarai pagi itu. So, wawancaranya totally English! Saya cukup santai dan tidak terlalu grogi menghadapi pertanyaan Ms. Hanna, karena yang ditanyakan semuanya tentang diri pribadi, jadwal kerja, calon keluarga angkat, dan juga motivasi kenapa ingin jadi au pair di Denmark.Saat tahu pendidikan terakhir dan pengalaman kerja sebelumnya, sempat tiga kali Ms. Hanna bertanya-tanya kenapa saya ingin jadi au pair (lagi).

Setelah proses wawancara sekitar 30 menit selesai, Ms. Hanna mempersilakan saya keluar sebentar dari ruangan untuk duduk di ruang tunggu. Sebuah majalah berbahasa Inggris cukup menyita perhatian karena memang hanya majalah itulah yang ada di meja. Majalah ini berisi cerita pengalaman para expat yang tinggal di Jakarta tentang buruk dan baiknya ibukota. Sebenarnya majalah ini benar-benar menarik untuk dibawa pulang dan dibaca-baca lagi.

Sayangnya 10 menit kemudian, Ms. Hanna memanggil saya kembali dan menyuruh memeriksa kembali halaman-halaman hasil cetakan pertanyaan dan jawaban saat wawancara tadi. Kalau semuanya oke, saya bisa langsung menandatangani surat persetujuan, dan selesai. Ms. Hanna memandu saya keluar ruangan, memberi majalah tentang Sekilas Denmark untuk bahan bacaan, berjabat tangan, lalu mengantar keluar kantor Kedubes Denmark dengan senyum ramah.

TOP TIP

1. Datanglah di jam kerja efektif dari Senin-Rabu pagi saat mengajukan aplikasi visa di VFS Global. Hal ini untuk mengantipasi tinggal lebih lama di ibukota jikalau kalian memang berasal dari luar Jakarta seperti saya. Proses pengajuan visa sendiri sebenarnya hanya satu jam (tergantung antrian), namun datang lebih pagi membuat beban berkurang dan kerjaan cepat selesai.

2. Sebelum datang ke VFS Global, periksa lagi dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Jangan sampai ada satu dokumen penting yang tertinggal dan bisa membuat kita bolak-balik mengambilnya. Jangan sampai mengalami kejadian seperti saya, karena lupa membawa map berisi slip pembayaran di Danish Immigration Service, saya mesti kembali lagi ke penginapan di Rasuna Said dengan ojek. Untung penginapannya masih di Rasuna Said, bagaimana kalau saya menginap di kosan teman di Jakarta Pusat? Padahal hari itu Jumat dan saya hanya punya waktu 1 setengah jam untuk kembali lagi ke VFS Global sebelum kantornya tutup.

3. Dibandingkan membawa uang tunai dalam jumlah yang besar ke Kuningan City Mall, sebaiknya tarik tunai uang melalui ATM Center yang ada di dalam mall saja. Sebelum masuk ke ruangan VFS Global tariklah uang secukupnya karena hanya uang tunai yang diterima untuk membayar aplikasi visa.

4. Setelah membuat janji temu, datanglah ke Kedubes on time dan berpakaianlah rapih. Karena tidak perlu mengantri, staf Kedubes Denmark hanya akan mewawancarai pemohon yang sudah membuat janji temu terlebih dahulu. Jadi kalau hari itu hanya kita sendiri yang membuat janji temu, jangan sampai membuat staf Kedubes Denmark bete menunggu karena telat.

5. Tidak perlu cemas tentang pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan staf Kedubes Denmark nantinya. Pertanyaan tersebut hanyalah pertanyaan ulangan dari formulir isian di surat kontrak yang sudah kita isi dan tanda tangani dengan calon keluarga angkat. Jawablah dengan tegas dan jangan tegang karena yang mewawancarai pun sebenarnya tidak galak.

6. Berlatih menjawab pertanyaan dengan Bahasa Inggris sebelum proses wawancara adalah cara terbaik. Tidak perlu harus matang secara grammar dan sangat terstruktur, namun setidaknya kita mengerti apa yang ditanyakan dan mampu menjawab dengan baik.

Walaupun kabarnya wawancara tersebut hanyalah formalitas belaka dan pasti disetujui visanya, namun jangan anggap remeh dulu. Bahasa Inggris kita justru juga akan dinilai oleh staf tersebut dan akan ikut dilampirkan sebagai bahan pertimbangan Kerajaan Denmark. Seingat saya, Bahasa Inggris tertinggi ada di poin ke-5 yang menyatakan pemohon sudah bisa berbicara Bahasa Inggris dengan sangat baik (level akademik). Poin 1 dan 2 justru menyatakan pemohon belum mampu berbicara Bahasa Inggris dengan baik dan ditakutkan akan kesulitan berkomunikasi dengan keluarga angkat nantinya.

7. Jangan sampai terjebak beberapa pertanyaan yang sebenarnya malas kita jawab, seperti;

"Apa alasan kamu jadi au pair?"

"Kenapa kamu ingin jadi au pair di Denmark?"

"Apa saja yang kamu tahu tentang Denmark?"

"Apa yang akan kamu lakukan/rencana selepas program au pair di Denmark?"

Persiapkan jawabannya sedetail mungkin ya. Bahkan saya juga terpaksa harus sedikit membual menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Yang jelas, jangan terlalu kelihatan motivasi tentang "uang saku yang tinggi", "embel-embel traveling gratis", atau "ingin tinggal yang lama di Eropa". Karena sesungguhnya au pair di Denmark bukanlah ajang cari uang, jalan-jalan, atau ngegembel tanggung.

8. Pemohon yang mengajukan aplikasi visa au pair setelah tanggal 1 Juli 2015 akan diberlakukan regulasi baru. Ada beberapa persyaratan yang sedikit diubah seperti umur minimum pemohon 18 tahun, uang saku yang naik jadi 4000 DKK perbulan (sebelum pajak), hari libur, dan informasi lainnya.

Wajib baca sebelum kamu tiba di Denmark!

Mitos dan fakta au pair di Skandinavia

Tips Kenapa Jadi Au Pair di Denmark?|Fashion Style

Melanjutkan cerita pencarian keluarga angkat di tahun kedua , sehari setelah wawancara dengan Louise, si ibu Denmark, esoknya dia langsung mengirimkan saya jadwal pekerjaan via email. Sejauh yang saya baca, tidak ada pekerjaan yang terlihat terlalu memberatkan. Semuanya terkesan oke-oke saja dan Louise mengatakan akan kembali menghubungi karena dia masih punya jadwal wawancara dengan dua kandidat lainnya.

Dua hari kemudian, sebuah electronic mail dari Energy Au Pair mengatakan kalau keluarga Louise sudah mengkonfirmasi untuk menerima saya sebagai au pair mereka. Padahal saat itu saya masih dan sedang dalam proses diskusi dengan beberapa keluarga lain di Belanda. Walaupun sudah oke dengan jadwal kerja yang ditawarkan Louise, tapi saya tidak tahu kalau dia sudah mengkonfirmasi langsung ke pihak agensi dalam waktu secepat itu.

Jujur saja, saya sebenarnya belum berani mengatakan "siap a hundred% jadi au pair di Denmark" saat membalas email Louise. Beberapa pertanyaan lainnya seputar tugas dan jam kerja tetap saya tanyakan ke Louise demi mengulur waktu. Di saat yang bersamaan, saya juga masih sibuk berbalasan e-mail dengan dua orang keluarga di Belanda yang menurut saya juga oke-oke.

Pertanyaan-pertanyaan yang cukup menegaskan "belum cukup siap ke Denmark" akhirnya membuat Louise bertanya kembali apakah saya benar-benar mau menjadi au pair untuk keluarga mereka. Louise benar-benar menyadari kalau saya sedang dalam keraguan dan sepertinya banyak pertimbangan di otak saya saat itu.

Setelah beberapa hari bimbang tentang keputusan memilih keluarga mana yang oke, akhirnya saya tetap memilih Denmark dibandingkan Belanda. Dua negara ini memang bukan negara tujuan awal saya. Kedua negara ini juga "sudah" memiliki reputasi cukup buruk di mata saya mengenai kekerasan pada au pair. Lalu kenapa tetap ingin ke Denmark DAN jadi au pair lagi?

Saya belum pernah ke Denmark, tapi pernah mampir dan mendengar banyak cerita tentang Belanda dari teman-teman au pair yang sebelumnya pernah kesana. Banyak yang mengatakan, dibandingkan Denmark, kehidupan di Belanda lebih seru dan rame. Warga Belanda yang juga cenderung ramah dan open dengan orang baru membuat negara ini banyak kelebihannya. But well, it's all about my gut!

Saya percaya tiap negara itu punya kelebihannya masing-masing. Dari namanya saja, Denmark memang tidaklah setenar Belanda, Perancis, atau Jerman. Bahkan banyak juga yang tidak tahu letak geografis Denmark itu tepatnya di Eropa bagian mana. Tapi saya memang bukanlah orang yang cukup percaya tentang "kata orang" sebelum saya sendiri melihat dan merasakannya. Lagipula, Belanda sudah terlalu mainstream sebagai tujuan au pair Indonesia.

Sebenarnya saya juga belum kenal negara-negara Skandinavia sebelumnya. Pernah masuk jadi salah satu member MLM kosmetik asal Swedia, membuat saya akhirnya penasaran dengan Stockholm dan kota-kota di negara Skandinavia lainnya. Sebelum jadi au pair di Belgia, seorang teman juga sudah berpesan ke saya untuk sesegera mungkin melihat Aurora Borealis di langit Eropa Utara saat musim dingin. Keinginan ini sebenarnya adalah keinginan pribadinya si dia yang memang belum bisa tercapai. Denmark memang masuk ke bagian Eropa Utara dan sudah cukup dekat ke Norwegia utara yang katanya bisa lebih jelas melihat Aurora Borealis saat musim dingin. Sewaktu di Belgia, keinginan untuk melihat cahaya utara ini memang sudah ada. Namun karena keterbatasan dana dan waktu, akhirnya keinginan ini harus saya tunda dulu. That's the point!

Dibandingkan Amsterdam, Kopenhagen pernah menjadi peringkat pertama kota teraman di dunia. Sementara tahun ini, lagi-lagi Kopenhagen masuk di antara 10 kota yang layak huni di dunia. Walaupun nantinya saya tidak tinggal di ibukota, tapi jarak kota yang akan saya tinggali hanya sekitar 12 km dari Kopenhagen. Lagipula, Denmark memang sudah mendapatkan reputasi baik sebagai negara dengan tingkat kriminalitas yang sangat rendah. Intinya negara ini benar-benar nyaman untuk ditinggali deh!

Denmark terkesan lebih artistik dan cultural menurut saya. Oke, ini sedikit subjektif. Saya juga mungkin tidak sepenuhnya mengeksplor Belanda dengan lebih baik. Tiap tahun Kopenhagen selalu terlibat dalam penyelenggaraan salah satu acara fashion terbesar, Copenhagen Fashion Week, yang menegaskan bahwa warga Kopenhagen memang stylish dan memiliki desainer oke.

Sementara banyak yang mengatakan Belanda memang penuh sejarah, namun anti-style. Saya memang bukan pengikut tren yang hedonis, tapi selain Copenhagen Fashion Week, banyak juga competition kebudayaan dan seni di ibukota sering diselenggarakan dengan akses yang mudah bagi pengunjung.

Dibandingkan Danish dan Dutch, jelas saja saya lebih memilih Dutch. Saya sudah pernah belajar dan menguasai Bahasa Belanda level dasar sebelumnya. Akan lebih baik jika saya memang memilih Belanda sebagai tujuan au pair untuk meneruskan level Bahasa Belanda lebih lanjut. Sementara Bahasa Denmark, tidak terlalu penting untuk dipelajari kan ya? Tapi, eh, tapi, bahasa Denmark mirip-mirip Bahasa Swedia dan Norwegia. Bukankah lucu juga mempelajari Bahasa Denmark yang mungkin nantinya bisa sekalian mengerti sedikit Bahasa Swedia atau Norwegia?

Walaupun saya juga belum tahu apakah nanti Bahasa Denmark akan berguna untuk karir di masa mendatang, tapi bukankah sebagai au pair ini memang kewajiban? Bahasa Inggris saja tidak akan cukup untuk berkomunikasi dengan host kids maupun orang lokal. Meskipun yang saya tahu orang Denmark umumnya bisa berbahasa Inggris dengan baik, namun akan lebih baik mempelajari satu bahasa bukan untuk tujuan tertentu melainkan komunikasi sehari-hari.

Saat berdiskusi dengan Louise dan keluarga Belanda lainnya, yang paling royal memang keluarga dari Denmark. Mereka bersedia menanggung tiket PP, asuransi, biaya administrasi Danish Immigration Service, dan uang saku di Denmark juga lebih tinggi dibandingkan Belanda. Per tanggal 1 Juli 2015, uang saku au pair di Denmark dinaikkan menjadi minimum 4000DKK (sebelum dipotong pajak 8%). Prinsip saya untuk jadi au pair, mengeluarkan biaya seminim mungkin. Setidaknya, biaya yang saya habiskan cukuplah untuk mengurus visa di Jakarta saja.

Oke, biaya hidup di Denmark memang lebih tinggi 20 hingga 30 persen ketimbang Belanda, wajar jika uang sakunya juga tinggi. Seorang teman eks au pair di Belanda juga mengatakan kalau sebenarnya keluarga Belanda banyak juga yang mau menanggung tiket pesawat PP, biaya kursus, dan biaya lainnya, tergantung tawar-menawar. Tapi karena tawaran dan jadwal kerja dari Louise lebih reasonable, akhirnya saya tetap memilih Denmark sebelum berdiskusi lebih jauh dengan keluarga di Belanda.

Diri saya, semoga ini benar-benar keputusan yang terbaik!

Wednesday, July 15, 2020

Tips Akhirnya Visa Denmark Saya di-Issue!|Fashion Style

Proses menunggu visa Denmark kali ini benar-benar membosankan. Apalagi saya di rumah hanya menganggur dan tidak ada kegiatan berarti. Sudah ada desakan dari pihak keluarga untuk mencari pekerjaan saja di Indonesia. Jujur saja, saya juga sudah pasrah kalau memang visa ditolak karena alasan tertentu. Saya juga sudah siap mencari pekerjaan dan menetap saja di Indonesia. Tapi Alhamdulillah visa akhirnya disetujui tanpa kendala apapun.

Visa jangka panjang Denmark membutuhkan waktu maksimum 2 bulan sebelum disetujui pihak kerajaan Denmark. Berbeda jika kita ingin mengajukan visa turis atau visa jangka pendek yang hanya 15 hari kerja. Tepat dua bulan semenjak mengajukan aplikasi visa di VFS Global, lalu esoknya wawancara di Kedubes Denmark, saya dikabari kalau visa Denmark saya sudah disetujui. Ibu Wita, resepsionis kedutaan, menelpon untuk memberikan informasi lebih lanjut melalui email. Setelah dikonfirmasi ulang via email, Ibu Wita mengirimkan surat keterangan elektronik dari Danish Labor and Recruitment Service, serta ilustrasi visa yang akan ditempelkan di paspor. Surat keterangan dari pihak Denmark ini sangat jelas berisi informasi penting tentang status, hak dan kewajiban sebagai au pair, serta mengenai izin tinggal.

Sempat ada sedikit keraguan kalau saja visa akan ditolak. Apalagi pihak keluarga yang memang sudah enggan memberikan izin tinggal di luar negeri untuk kedua kalinya, pastilah sangat bahagia seandainya saya tidak jadi berangkat.

Sebenarnya tidak ada alasan pemerintah Denmark untuk menolak visa au pair karena biasanya syarat dan jaminan dari keluarga angkat yang dibutuhkan memang sudah lengkap. Mungkin saja memang ada yang visanya pernah ditolak, namun kemungkinan tersebut kecil sekali. Apalagi kalau dari awal kita memang sudah memenuhi kualifikasi menjadi au pair di Denmark.

Karena saya sudah meminta paspor dan dokumen lainnya dikirimkan via pos, dua hari kemudian kiriman dari VFS Global pun datang. Kiriman yang berisi paspor dan print out surat keterangan dari Danish Labor and Recuitment Service tersebut sangat aman dan tidak rusak sedikit pun. Surat keterangan ini jangan sampai hilang dan harus dibawa saat mengajukan CPR number di Denmark. Jangka waktu visa yang diberikan pun hanya sampai 180 hari, yang artinya saya hanya punya waktu 5 hari untuk mendapatkan nomor induk penduduk atau CPR number saat pertama kali mendarat di Denmark.

Tivoli, I'm coming!

Tuesday, July 14, 2020

Tips Tip: Menata Isi Bagasi Ke Luar Negeri|Fashion Style

Entah kenapa suatu kali ingin juga bepergian tanpa membawa tas besar selain tas yang hanya menyangkut di tangan. Saya malas sekali menyortir isi lemari yang harus dibawa ke luar negeri (ataupun luar kota) karena ujung-ujungnya walaupun sudah di-list satu per satu, tetap saja ada yang ketinggalan. But well, it's really true that packing is not for everyone.

Ibu saya sudah menduga kalau koper muatan orang pergi umroh yang sempat saya bawa ke Belgia, tidak akan muat menampung barang-barang yang akan saya bawa ke Denmark. Terlebih lagi beliau sepertinya sudah punya ancang-ancang membelikan saya koper baru yang lebih besar. Benar saja, lima menit sebelum toko ditutup, ibu saya langsung saja menarik salah satu koper, yang memang sudah kami lihat beberapa hari sebelumnya, ke kasir.

Taraaaa.. Akhirnya saya punya koper baru bermuatan 70 liter bermaterial nilon. Saya memang tidak memilih koper bermaterial plastik seperti pilihan orang kebanyakan. Menurut saya, koper bermaterial nilon dengan banyak resleting di luar dan dalamnnya lebih fungsional. Lagipula, koper ini bisa diduduki (baca: dipaksa nutup) kalau memang isinya sudah kepenuhan dan tidak bisa diresleting lagi. ;D

Sewaktu berangkat ke Belgia setahun lalu, saya membayangkan tidak akan membeli banyak barang hingga membawa cukup banyak pakaian ke dalam koper. Nyatanya, banyak juga pakaian yang tidak terpakai dan saya juga harus membuang 60% pakaian saat akan pulang ke Indonesia karena koper tidak muat lagi. Makanya di tahun kedua hijrah ke Eropa kali ini, saya benar-benar sudah menyortir isi lemari yang usable saja. Selain membawa dokumen-dokumen penting, berikut beberapa tip yang semoga bermanfaat saat menata bawaan ke dalam koper.

1. Membawa pakaian yang sering digunakan

Walaupun sudah punya pakaian satu lemari, seorang perempuan biasanya tetap saja merasa tidak punya pakaian. Tapi di antara banyak pakaian itu, pastinya kita punya pakaian andalan yang setiap minggunya selalu dipakai. Nah, bawalah pakaian tersebut dan lupakan membawa pakaian yang di Indonesia saja tidak pernah digunakan.

Agar lebih aman, bawalah pakaian dengan warna dasar seperti hitam, abu-abu, dan putih. Warna-warna pakaian dasar seperti ini selalu cocok di-mix & match dengan warna apapun. Kalau memang kebetulan datang di musim panas, bawa juga beberapa potong pakaian berwarna terang dengan motif seru. Musim semi biasanya identik dengan warna pastel yang lembut, musim gugur lebih sering menggunakan warna earthy seperti cokelat, merah marun, atau krem, sementara musim dingin yang sendu selalu dipenuhi oleh orang yang berpakaian gelap seperti hitam, abu-abu, atau biru tua.

Yakinlah, biasanya kita akan tergoda untuk membeli lagi beberapa pakaian di negara tujuan saat sedang diskon. Membawa pakaian yang sering kita gunakan di Indonesia, setidaknya dapat menghemat isi dompet. Kalaupun memang terpaksa membeli, fokuskan pada pakaian musim dingin yang modelnya lebih classy dan beragam dibandingkan di Indonesia.

Jenis pakaian pun bisa bervariasi dengan memasukkan daftar kaos oblong, tank top, batik atau jenis kain khas Indonesia lainnya, kemeja, blazer, gaun santai, atau rok. Bawa juga beberapa potong kaos kaki, long john (pakaian termal), baju olahraga, stocking hitam, scarf bermotif seru, dan cardigan. Oh ya, bagi yang suka pakai jeans dan kebetulan bertubuh petite khas orang Asia, boleh juga membawa beberapa potong jeans berukuran pas dari lemari. Potongan jeans bule panjang normalnya 29 inchi yang akan membuat ujung jeans menumpuk di mata kaki.

2. Jangan bawa semua sepatu!

Awal-awal kedatangan, saya masih nyaman menggunakan sneakers baseball atau sepatu kanvas yang cocok untuk diajak jalan. Entah kenapa saya merasa banyak sepatu olahraga justru hanya keren dipakai, namun tidak nyaman diajak berjalan jauh. Membawa banyak jenis sepatu pun juga sebenarnya bukannya tidak boleh, tapi sekali lagi, yakinlah kalau kita biasanya juga akan tergoda membeli sepatu lagi sesampainya di negara tujuan.

Namun tidak ada salahnya membawa beberapa jenis sepatu dari Indonesia yang tetap akan terpakai dan membuat kita nyaman berjalan kaki, seperti flat shoes, summer sandals, sneakers baseball, atau sepatu kanvas. Kalau memang ingin tampil kece sesekali, membawa midi heels juga cukup oke untuk jalanan Eropa. Kalaupun tidak sempat membeli boot di Indonesia, tetap bisa membelinya di negara tujuan dengan kisaran harga dan model yang lebih bervariasi.

3. Bawalah makanan atau bumbu-bumbu Indonesia

Makanan Barat kebanyakan hambar atau hanya berasa asin. Membawa sambal sachet bisa membantu menghidupkan rasa saat kita makan di restoran atau kafe. Bawa juga beberapa ruas serai (lemongrass), daun jeruk purut, atau kunyit untuk persiapan masak makanan Indonesia. Atau kalau tidak mau repot, beli saja bahan-bahan tersebut dalam bentuk bubuk. Boleh juga membawa beberapa bungkus mie instan sebagai penghilang rasa kangen di awal-awal. Tapi tidak perlu kebanyakan juga, karena beberapa bahan makanan bisa dengan mudah ditemukan di toko Asia yang ada di negara barat.

4. Gunakan space maker

Space maker sangat berguna untuk menata isi koper kita agar lebih banyak muatan. Belilah space maker dengan ukuran yang bervariasi agar bisa lebih sering digunakan saat bepergian. Gulung dulu pakaian sebelum dimasukan ke dalam space maker, lalu kempiskan dengan bantuan vacuum cleaner agar udara lebih mudah keluar dari kantung.

Tapi jangan salah, walaupun sudah dikempiskan, kita harus cepat menutup isi koper agar space maker tidak kembali mengembung karena kemasukan angin. Baiknya mengempiskan space maker sesaat sebelum kita menutup isi koper agar lebih mudah menata dan menutupnya.

Kebutuhan setiap orang memang tidak sama. Jangan lupa pula masukkan obat-obatan yang biasanya selalu kita gunakan di Indonesia. Seperti saya, yang kalau perut kembung selalu mengoleskan minyak kayu putih, mau tidak mau perlu juga membawa beberapa botol ke Eropa. Yang suka baca buku, tidak perlu juga memenuhi isi koper dengan buku-buku yang cukup memberatkan. E-book yang lebih praktis bisa dengan mudah kita beli dan simpan di ponsel atau laptop. Yang paling penting, perhatikan dulu berapa kilo batas maksimum bagasi maskapai yang akan kita gunakan. Kalau over baggage, siap-siap keluar duit lebih ya. Selamat packing!

Monday, July 13, 2020

Tips Meet the Danish Family|Fashion Style

Rileks. Itulah gambaran pertama yang saya dapatkan dari keluarga baru saya ini. Louise, ibu 3 anak berusia 37 tahun, yang saya lihat di foto sepertinya judes, ternyata aslinya lebih muda dan sweet. Louise benar-benar gambaran wanita Eropa Utara sesungguhnya yang berambut pirang dengan badan (mulai) ramping setelah 3 bulan melahirkan Caesar. Karena kebijakan pemerintah Denmark, Louise mendapatkan jatah cuti melahirkan satu tahun demi mengurus si bayi di rumah.

Berbeda dengan para istri di Eropa yang lebih mendominasi pada umumnya, Louise termasuk istri yang sabar, ikut kata suami, dan lebih pasif. Louise juga sering memanggil suaminya dengan sebutan skat yang artinya sayang (atau dalam bahasa Denmark yang lain, bisa berarti "pajak"). Sementara si suami, Brian, lebih sering memanggil Louise dengan panggilan baby, hunny, atau nama pribadi.

Brian, si bapak yang berusia forty two tahun, memiliki selera humor yang baik, hobi masak, dengan jam kerja yang teratur. Brian yang bekerja sebagai CEO ini, mengepalai perusahaan yang bergerak di bidang alat-alat health. Tidak seperti orang yang terlalu sibuk pada umumnya, Brian sudah berada di rumah sebelum pukul 6, lalu lebih memilih berleha-leha saat akhir pekan.

Anak pertama mereka, Emilia, yang tahun ini berusia 4 tahun sebenarnya sangat lucu dan manis. Tapi kalau mood-nya sedang buruk, wahh, saya bisa diteriak-teriaki hanya karena kesalahan kecil. Gadis kecil ini juga tidak anti dicuil-cuil pipinya ataupun dielus-elus rambutnya. Entah karena gengsi atau kenapa, Emilia tidak pernah memanggil nama saya. Emilia lebih sering memanggil saya dengan sebutan pige (baca: pi)atau artinya gadis muda. Bahkan saat "melaporkan" saya dengan mor (baca: moa) atau far (baca: fa)-nya pun, dia sering sekali mengucapkan "gadis ini atau gadis itu", "selamat malam, gadis!", atau "kasih tahu gadis itu ya...". Padahal pige hanya sebuah panggilan kalau kita memang tidak tahu nama orang tersebut.

Sama seperti anak seusianya, Emilia juga suka sekali diajak bermain. Tapi kalau dia lagi asik main bersama, jangan sampai saya mendadak hilang mood dan menghentikan permainan. Dia akan mengikuti saya ke kamar, naik-naik ke punggung, bahkan sampai menarik-narik baju kalau tidak diperhatikan. Sayangnya, saya hanya bisa bertemu Emilia 3 jam setiap harinya. Selain sekolah, Emilia harus tidur sebelum jam 8 malam. Jadinya saya bisa manyun-manyunan dengan gadis lucu ini saat dia bangun tidur, sarapan, dan makan malam.

Tiga bulan lalu, Louise juga melahirkan anak kembar bernama Nikolaj dan Frederik. Tapi walaupun kembar, mereka berdua benar-benar tidak mirip. Nikolaj yang bermuka bulat dan berat, lebih mirip ke Brian. Sementara Frederik yang lebih mungil dengan hidung lancip, lebih mirip ke Louise.

Sudah dua minggu lebih ini tinggal di rumah mereka, Alhamdulillah, membuat saya terus nyaman. Kesan pertama terhadap keluarga mereka yang hangat dan rileks, membuat saya benar-benar dianggap sebagai keluarga. Walaupun capnya au pair, bantu-bantu bersih rumah, tapi sikap mereka membuat saya benar-benar dihargai. Mereka juga mencetak ulang stiker baru termasuk nama lengkap saya untuk ditempelkan di kotak pos.

Kamar saya ada di basement yang berdekatan dengan toilet dan ruang nonton. Karena mereka memang baru pindah 4 bulan di rumah ini, jadinya kamar saya memang belum fully furnished. Beberapa perabotan yang dibutuhkan akan dibeli bersama untuk mencocokan dengan selera saya. Seminggu kemudian Brian akhirnya mengajak ke IKEA membeli beberapa perabotan seperti meja belajar, karpet, gambar, dan jam dinding dengan nuansa hitam putih yang saya pilih sendiri.

Mereka juga sangat respek dengan apa yang saya makan dan yakini. Karena saya tidak makan daging, mereka juga selalu memastikan salmon atau kod di freezer tersedia. Louise juga sangat menghargai jam-jam ibadah saya yang sebenarnya sangat fleksibel. Untuk urusan kerjaan pun, mereka tipikal keluarga yang tidak cerewet dan sangat santai. Kalau memang bisa dikerjakan sendiri, ya mereka lakukan tanpa harus menyuruh ini itu.

Walaupun berbeda dengan pengalaman au pair saya di Belgia yang lebih seperti guru TK dan kakak tertua, disini saya memang lebih difokuskan mengurus urusan rumah tangga. Untuk urusan Emilia, orang tuanya yang akan mengurus. Belanja bahan makanan pun tidak diberatkan ke saya lagi, hore! Sisanya, saya hanya perlu membantu Louise menenangkan si bayi atau menjaganya saat dia sedang sibuk. Itu juga terkadang ibunya Louise yang akan datang dan mengasuh cucunya. Walaupun kadang sehari saya sering di-list cukup banyak pekerjaan, namun dihari-hari berikutnya saya bisa saja sangat free.

Biasanya juga sebagai orang baru, au pair akan segan atau malas keluar kamar, kalau anggota keluarga ada di rumah. Untuk mengambil makanan di dapur pun kita rasanya enggan dan memilih untuk tahan kelaparan saja di kamar. Tapi karena sikap mereka yang hangat dan netral, saya juga akhirnya tidak segan untuk keluar kamar dan membaur. Saya juga tidak terlalu canggung karena Louise ada di rumah setiap harinya. Louise bukan tipikal ibu-ibu bawel yang selalu ingin tahu apa yang saya kerjakan, makan, dan masak. Setiap berpapasan di rumah pun, dia selalu menebar senyum. What a sweet mom!

Sewaktu di Belgia dulu, entah kenapa saya sedikit malas bergabung makan malam dengan keluarga angkat saya disana. Entah kenapa tidak terlalu banyak yang bisa saya mengerti dari ucapan mereka dan lebih memilih diam. Berbeda dengan disini, saya yang tadinya "dijadwalkan" ikut makan malam semeja sekitar dua kali seminggu, sayanya tidak tahu diri ikut terus dari Senin sampai Jumat. Saya juga tidak canggung lagi karena setiap hari biasanya selalu ada topik yang akan dibahas.

Menurut saya, makan satu meja bisa mengakrabkan semua anggota keluarga. Walaupun di Indonesia saya dan keluarga hanya makan semeja saat bulan Ramadhan, tapi memang momen seperti itulah yang dapat kita manfaatkan berkumpul bersama saat seharian sudah beraktifitas.

Yang saya sebal dari keluarga ini adalah satu, senang sekali buang-buang makanan! Saya ingat betul saat Brian mengambil seikat daun bawang di kulkas, yang jumlahnya mungkin 6 tangkai. Karena yang dibutuhkan hanya 4, sisanya lagi langsung dibuang ke kotak sampah. Oh, damn! Kenapa tidak disimpan di kulkas saja kan ya? Sudah banyak sekali makanan yang terbuang oleh ulah si bapak ini.

Lalu ada juga soal kisah sisa lauk yang biasanya selalu dibuang karena tidak akan mungkin dimakan lagi. Berbeda dengan Indonesia yang biasanya masak sepanci, sisanya masuk kulkas, lalu besoknya dipanaskan lagi. Disini, semua itu tidak berlaku! Tidak habis, ya dibuang. Memang tepat juga sih, mengingat setiap hari menu makanan selalu berubah.  Tapi kan....

"I always try to make or prepare dinner food from clean condiments. That's why I threw away all of the things from few days in the past in fridge. I understand it's wasting cash, but...."

"No problem," kata saya.

"Yes. It is," katanya sambil ketawa.

Horang kayah!

Tips Para Gadis Muda Itu, Apa Yang Memotivasi Mereka Jadi Au Pair?|Fashion Style

Menyadur tulisan Celia V. Harquail tentang motivasi para gadis muda sengaja datang ke US demi jadi au pair, beberapa hal yang dikemukakannya memang benar adanya. Mengasuh anak, membersihkan rumah, atau hanya kursus bahasa, bukankah bisa saja kita lakukan di negara asal? Tidak usah repot-repot membersihkan rumah orang. Membantu membersihkan rumah orang tua ataupun mengasuh sepupu di Indonesia, bisa menghindarkan kita dari ketidakcocokan dengan host family ataupun  kesepian karena jauh dari rumah.

Tapi apa alasan "sesungguhnya" para gadis muda, dari Indonesia khususnya, datang jauh-jauh ke Eropa atau Australia demi (hanya) jadi au pair?

Melihat benua Eropa atau Australia

1. Meningkatkan kemampuan bahasa asing, seperti Jerman, Prancis, atau Belanda

2. Melihat kota-kota terkenal seperti Berlin, Amsterdam, atau Paris

3. Belajar tentang kebudayaan lokal daerah setempat

Melarikan diri dari negara asal

1. Melarikan diri dari jeleknya sistem pemerintahan

2. Melarikan diri dari buruknya kondisi ekonomi

three. Melarikan diri dari paksaan, perceraian, atau kekerasan dari orang tua

4. Melarikan diri dari buruknya kondisi sosial

Melarikan diri ke Eropa atau Australia

1. Berimigrasi secara ilegal (khususnya bagi imigran dari negara sekitar/dalam benua Eropa sendiri)

2. Berharap bertemu calon suami (bule)

3. Mendapatkan izin tinggal permanen (green card) dari si calon suami nantinya

4. Berharap dapat mengganti visa jangka panjang setelahnya disini

Tidak tahu lagi apa yang akan dilakukan di negara asal

1. Tidak ada prospek kerja yang menarik

2. Tidak ada prospek hubungan asmara yang serius

3. Belum bisa memutuskan antara karir atau pendidikan

four. Setidaknya mendapatkan pengalaman setahun yang menyenangkan

Menemukan jati diri

1. Menciptkan petualangan yang menantang

2. Mengembangkan kemandirian

three. Berusaha lebih dewasa

Bersenang-senang!

1. Berpesta

2. Minum-minum alkohol

3. Jalan-jalan ke banyak tempat

four. Berkencan dengan orang yang tidak disetujui orang tua

five. Mendapatkan pengalaman dalam pergaulan yang "liar" tanpa mementingkan reputasi orang lain

Mempelajari banyak kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di negara asal

1. Meningkatkan kemampuan bahasa asing yang dapat digunakan untuk bekerja

2. Mempelajari kebudayaan Eropa atau Australia

three. Mempelajari sistem pendidikan Eropa atau Australia

Alasan-alasan lain

1. Menabung sebagian uang

2. Mengirimkan sebagian uang ke rumah

3. Belanja, belanja, belanja

four. Melihat Menara Eiffel

Saya sendiri sebenarnya pertama kali memutuskan jadi au pair karena memang sudah muak dengan aktifitas kuliah. Saya harus bangun pagi, rebut-rebutan bus ke kampus, belum lagi macet di jalanan, pressure karena ketidakcocokan dengan jurusan yang saya ambil, hingga memang keinginan yang amat kuat untuk tinggal dan sekolah ke luar negeri dari dulu.

Tapi karena rasa jenuh selepas kuliah, saya akhirnya belum berani terjun langsung ke dunia pekerjaan yang ada hubungannya dengan jurusan yang saya ambil. Masih ada perasaan belum puas terhadap apa yang saya jalani. Walaupun salah satu motivasi saya tamat kuliah karena visa au pair sudah menunggu, saya memang berharap bisa mendapatkan ilmu baru di negeri orang. Pengalaman yang tidak bisa saya dapatkan di Indonesia, maupun ilmu yang memang harusnya saya pelajari di benua lain.

Sunday, July 12, 2020

Tips Minggu-minggu Awal di Denmark|Fashion Style

Sama seperti para asing yang baru tiba di Denmark dan berencana tinggal lebih dari three bulan, saya pun juga diwajibkan mengurus surat izin tinggal agar dianggap sah oleh pemerintahan Denmark. Karena Louise memang sedang berada di rumah, dia pun tidak segan membantu saya mengurus banyak hal hingga selesai, walaupun kadang harus membopong keranjang bayi kemana-mana. Lalu apa saja yang harus dilakukan saat awal-awal tiba di Denmark?

1. Mendapatkan CPR Number

Sama seperti nomor induk kependudukan, nomor CPR inilah yang harus saya dapatkan terlebih dahulu sesampainya di Denmark. Nomor ini menjadi begitu penting, karena semua sistem di Denmark akan merekam information diri kita sehingga saat dibutuhkan, hanya tinggal menyebutkan nomor CPR, selesai!

Saya memiliki waktu five hari setelah kedatangan untuk mendaftarkan diri ke balai kota terdekat. Karena saya tiba di Denmark hari Senin, besoknya Louise langsung mengajak ke balai kota Herlev (baca: Hearlu).

Banyak para warga negara asing baik yang berstatus pelajar ataupun ekspatriat mendaftarkan diri mereka di International House Copenhagen. Karena banyaknya aplikasi yang masuk, biasanya sering terjadi penundaan sehingga proses mendapatkan CPR jadi lebih lama. Jadi lebih baik mendaftarkan diri di balai kota yang akan kita tempati langsung.

Proses mengurus CPR pun sangat singkat. Setelah antri menunggu panggilan, saya dan Louise hanya perlu mengisi formulir yang diserahkan oleh petugas. Surat keterangan dari kedutaan serta paspor juga akan difotokopi langsung oleh petugas di tempat.

Biasanya kita bisa langsung mendapatkan nomor CPR hari itu juga. Saya mendapatkan informasi ini dari seorang teman au pair Indonesia yang lebih dulu sampai di Denmark. Tapi karena saya baru tahu beberapa hari setelahnya, dua hari kemudian Louise baru menelepon pihak balai kota. Petugas menyuruh kembali ke kantor balai kota besoknya, lalu menuliskan nomor CPR saya yang sudah bisa digunakan di selembar kertas berstempel.

Tidak sampai 2 minggu kemudian, kartu asuransi berwarna putih-kuning bertuliskan nomor CPR serta kartu izin tinggal diantarkan ke rumah. Kartu berwarna putih-kuning ini adalah kartu kesehatan dan sosial yang dapat digunakan di semua rumah sakit di Denmark. Sementara kartu izin tinggal dengan brand hologram didapatkan dari kantor imigrasi. Saat ingin bepergian ke luar negeri thru bandara, tunjukkanlah kartu izin tinggal ini ke pihak imigrasi, bukan kartu kesehatan berwarna putih-kuning.

Sialnya ada kesalahan nama tengah saya yang ditulis oleh pihak balai kota, sehingga saya harus kembali lagi memperbaikinya. Prosesnya juga sangat singkat. Saya hanya perlu membawa kartu putih-kuning serta paspor untuk ditunjukkan kepada mereka. Setelah mereka mengganti nama saya, tidak sampai 2 minggu kemudian katanya kartu baru akan datang. Sebelum kartu baru datang, saya masih dapat menggunakan kartu lama.

2. Membuka rekening financial institution

Setelah tahu nomor CPR saya, Louise langsung menghubungi financial institution Nykredit. Pihak bank mengatakan saya tidak perlu datang langsung ke bank, karena berkas-berkas bisa dikirim ke rumah. Kurang dari sepuluh hari kemudian, berkas-berkas dari bank sudah datang dan menandai halaman-halaman yang harus saya tanda tangani. Setelahnya, berkas tersebut harus dikirim balik ke pihak bank agar pembuatan kartu ATM dapat langsung diproses.

3. Mendaftar kursus Bahasa Denmark

Selain membuka rekening financial institution, Louise juga segera menghubungi sekolah bahasa yang ada di Ballerup. Cek juga di balai kota yang akan ditinggali apakah terdapat sekolah bahasa Denmark. Beberapa daerah kadang tidak mengadakan kursus bahasa Denmark stage dasar sehingga kita harus mencari sekolah bahasa di kota terdekat lainnya.

Sebelum mulai belajar, biasanya calon siswa harus membuat janji wawancara terlebih dahulu dengan pihak sekolah bahasa. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana stage pendidikan calon siswa serta bahasa kedua yang mereka gunakan.

Setelah proses wawancara yang hanya memakan waktu sekitar 20 menit, staf sekolah mengatakan saya baru bisa mendaftar kalau surat pengantar dari mereka telah diantarkan ke rumah. Surat ini akan memuat degree bahasa saya, waktu belajar, serta informasi lain yang berkaitan dengan sekolah bahasa tersebut.

4. Mengambil NemID

Setelah mendapatkan nomor CPR dan kartu putih-kuning, biasanya akan ada surat pengantar dari balai kota yang mengatakan kita harus datang lagi mengambil NemID. NemID ini berisi urutan angka-angka yang digunakan untuk masuk ke akun financial institution online atau sebagai keamanan sistem digital di net.

Karena saya au pair, maka ada verifikasi data dari pihak balai kota yang mewajibkan Louise harus ikut datang mengambil NemID. Ada hal-hal yang harus mereka tahu dari pihak penanggung tentang keberadaan saya disini.

Begitulah tahapan-tahapan yang harus saya lakukan diawal-awal kedatangan ke Denmark. Alhamdulillah Louise sangat membantu dalam segala hal termasuk menjelaskan ini itu. Setelah semuanya selesai, selamat datang jadi salah satu penduduk sementara negara mahal ini!

Tips Uang Saku di Denmark Naik, Pajak Menunggu!|Fashion Style

Hari ini saya gajian. Tapi langsung sakit hati setelah sadar uang saya harus dipotong nyaris 32% untuk bayar pajak. Hiks!

Saya mengerti kenapa orang Denmark disebut-sebut sebagai orang paling bahagia di dunia. Setelah harus "sakit" dipotong gajinya untuk membayar pajak tiap bulan, nyatanya memang warganya mendapatkan banyak fasilitas dari pemerintah. Selain mendapatkan fasilitas rumah sakit gratis, mereka juga dapat menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi tanpa dipungut biaya apapun. Lucunya, bukannya harus membayar uang kuliah, para pelajar justru mendapatkan tunjangan pendidikan yang besarnya 4000-5000kr perbulan.

Pemotongan pajak penghasilan ini pun dihitung persenannya berdasarkan jumlah gaji yang kita terima setiap tahun. Seseorang wajib kena pajak jika penghasilannya lebih dari forty two.900kr. Semakin besar penghasilan yang diterima setiap tahunnya, semakin besar pajak yang harus dibayar. Seperti Louise yang gajinya harus dipotong 37% untuk membayar pajak tiap bulan, lalu Brian yang mesti kena pajak penghasilan sampai 60%.

Lalu kenapa au pair juga harus membayar pajak, padahal katanya au pair bukanlah dianggap sebuah pekerjaan?

Per tanggal 1 Juli 2015, diberlakukan peraturan baru soal status au pair. Salah satunya, au pair boleh mengikuti kegiatan sukarela tanpa dibayar lalu tentang kenaikan gaji yang sebelumnya 3500kr menjadi 4000kr. Senang? Tentu saja! Tapi hanya ketika saya berada di Indonesia. Setelahnya disini, saya harus dibuat pusing oleh beberapa penjabaran pajak yang intinya harus saya bayar sebelum tanggal 20 setiap bulannya.

Kalau dihitung, jumlah uang saku saya 48000kr pertahun dibandingkan au pair lama yang hanya 42000kr. Artinya, saya memang sudah wajib dikenai pajak di Denmark. Sialnya, dibandingkan au pair lama yang bisa mendapatkan uang saku 3250kr hingga 3500kr perbulan, saya hanya mendapatkan tidak sampai 3000kr setiap bulan! Aaarrgghh..

Sebenarnya saya memang sudah diberitahu Louise soal uang pajak ini sebelum saya terbang ke Denmark. Namun Louise juga tidak tahu kalau pajak yang harus dibayarkan lebih dari apa yang dia tahu. Ikhlas tidak ikhlas, ya nyatanya pajak tetaplah harus dibayarkan.

Karena fame kependudukan saya sudah nyaris disamakan dengan warga Denmark, maka saya harus membayar pajak eight% untuk fasilitas kesehatan, 23.7% untuk pajak balai kota, lalu tidak sampai 1% sisanya untuk membayar pajak gereja. Tapi karena saya bukan pengikut gereja, jadinya pajak ini bisa dihapuskan dari kewajiban saya. Untuk pajak balai kota sendiri, tergantung dimana domisili au pair tersebut. Tiap balai kota menerapkan pajak yang berbeda-beda untuk setiap penduduknya.

Meski au pair bukanlah dianggap sebuah pekerjaan, namun ternyata kami juga harus membayar pajak atas fasilitas tempat tinggal dan makan gratis. Walaupun semua makanan saya di rumah dibeli oleh keluarga asuh, namun ternyata hitungan kasarnya saya "membayar" sekitar 768kr perbulan untuk makanan tersebut.

Seseorang yang bekerja untuk usahanya sendiri, masuk ke pajak tipe B, yang artinya akan ada pembebasan pajak 2 bulan dalam satu tahun yaitu bulan Februari dan Desember. Untuk kedua bulan tersebut saya akan mendapatkan gaji penuh tanpa dipotong pajak.

Walaupun mendapatkan fasilitas rumah sakit gratis, nyatanya au pair bukanlah penduduk permanen kota Denmark. Siapa sih au pair yang ingin sakit di masa-masa kontraknya? Saya juga berharap tidak ingin sakit parah lalu "bahagia" bisa berobat free of charge di rumah sakit. Meski ada juga pemeriksaan kanker rahim dan payudara yang sebenarnya beruntung juga bisa free of charge disini. Sayangnya untuk dokter gigi tidak digratiskan karena klinik dokter gigi tersebut berjalan sendiri tanpa dibantu pemerintah.

Kalau dibandingkan dengan Indonesia, jangankan memutar uang pajak untuk kepentingan masyarakat umum, yang ada pajak dikorupsi. Belum lagi adanya perbedaan fasilitas yang didapat untuk orang miskin dan kaya di rumah sakit. Berbeda di Denmark, orang termiskin dan terkaya sekalipun tetap akan mendapatkan pelayanan rumah sakit yang sama. Ya sudahlah, selamat datang di salah satu negara termahal dunia dimana nyaris semua hal diberlakukan pajak yang tinggi!

**per tanggal 1 Januari 2016 uang saku au pair di Denmark menjadi 4050kr/bulan

Monday, July 6, 2020

Tips Guide Untuk Para Calon Au Pair|Fashion Style

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih!

Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini .

Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai.

Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasaran para calon au pair Indonesia. I hope it could help you more!

1. Kak, saya sangat tertarik jadi au pair tapi bahasa Inggris saya pas-pasan. Apakah masih bisa?

Au pair berbeda dengan program pertukaran budaya dari penyelenggara kursus bahasa Inggris di Indonesia. Meskipun kebanyakan negara di Eropa tidak mengharuskan calon au pair memenuhi syarat IELTS/TOEFL, tapi kemampuan bahasa Inggris sangat wajib dikuasai oleh calon au pair.

Tenang saja, kamu tidak harus mendapatkan nilai IELTS 7.0 dulu untuk harus bisa jadi au pair. Tapi setidaknya kuasailah bahasa Inggris aktif. Artinya, mampu berbicara dengan baik saat mengutarakan pendapat.

Kesulitan berkomunikasi karena bahasa Inggris level rendah, membuat kita juga harus ekstra keras mengerti maksudnya keluarga asuh. Banyak juga au pair yang mengalami masalah komunikasi dengan keluarga asuh karena bahasa Inggris mereka masih terbata-bata. Anyway, you need to socialize though. Bahasa apalagi yang mesti kamu gunakan kalau bukan bahasa Inggris (dan bahasa setempat)?

2. Dimana mencari keluarga asuh? Apakah ada situs terpercaya?

Mencari keluarga asuh biasanya dimulai dengan membuat profil di beberapa situs pencarian au pair. Website yang direkomendasikan:

1. Au Pair World

Website yang paling banyak direkomendasikan karena memuat banyak profil keluarga asuh dari hampir semua negara di dunia. Silakan buat profil dan pasang foto semenarik mungkin, gratis!

2. Great Au Pair

Selain pencarian au pair, situs ini juga memuat banyak profil keluarga asuh yang memerlukan au pair hingga pekerja paruh waktu.

3. Au Pair Support Belgium

Sejenis agensi au pair dari Belgia yang membantu keluarga asuh mencari au pair dari beberapa negara seleksi. Agensi ini juga yang saya pakai saat menjadi au pair di Belgia dulu. Prosesnya tanpa ribet dan gratis.

4. Energy Au Pair

Kalau memang tertarik menjadi au pair di Denmark dan Norwegia, cobalah mendaftar disini. Tapi hati-hati, karena banyaknya saingan dari Filipina, biasanya sulit juga menemukan keluarga asuh yang cocok. Profil kita kadang tenggelam oleh kandidat dari negara sepupu.

5. Scandinavian Au Pair

Meskipun labelnya Skandinavia, tapi sebenarnya mereka lebih banyak memuat profil keluarga asuh dari Swedia. You want to try?

6. Smiling Face

Agensi berbayar yang biasanya banyak dipakai oleh calon au pair Thailand dan Indonesia untuk mencari keluarga di Belanda.

7. AuPair.com

Situs pencarian au pair berikut juga bisa kamu coba kalau memang situs di atas kurang menarik. Asiknya, AuPair.com juga memberikan sertifikat setelah masa au pair berlangsung, lho!

8. Au Pair Belgium

Solusi untuk kamu yang tertarik ke Belgia dan bisa submit aplikasi dengan mudah via situs mereka. Just give it a try!

9. Double Dutch

Meskipun judulnya versi Belanda, tapi agensi ini menawarkan booklet dan pencarian keluarga ke banyak tempat. Kalau kamu tertarik ke Belgia, Belanda, Islandia, atau Prancis, sila daftar ke situs mereka. Gratis!

10. Aufini

Situs pencarian keluarga angkat berbayar jika kamu ingin menikmati semua feature-nya. Kebanyakan keluarga di Belanda atau Denmark menggunakan situs ini untuk mencari calon au pair.

11. Grup Facebook Au Pair

Beberapa au pair ada yang berhasil menemukan keluarga asuh dari postingan di grup Facebook. Keluarga ini biasanya mencari langsung kandidat via akun Facebook mereka. Tidak jarang, banyak juga au pair yang bersedia mencarikan pengganti mereka sebelum masa kontrak berakhir lewat grup au pair.

3. Sebaiknya pakai agen atau tidak ya?

Tergantung. Kalau kamu dan keluarga asuh ketemu di salah satu website non-agen, urusan kelengkapan dokumen harus diurus sendiri. Biasanya dari pihak keluarga asuh harus menanyakan urusan dokumen ke balai kota dan bagian imigrasi di negara mereka. Komunikasi pun harus lebih jelas karena tidak ada pihak ketiga yang menangani.

Kalau kamu dan keluarga asuh bertemu lewat website agensi pencarian au pair, keluarga asuh harus membayar jasa agen untuk mengurus kelengkapan dokumen. Karena ada pihak ketiga, urusan dokumen biasanya lebih mudah dan ada pihak ketiga yang menengahi bila terjadi masalah.

Meskipun keluarga asuh sudah membayar jasa agen, namun tidak semua agensi memihak ke keluarga asuh kok. Banyak juga agensi yang bersikap netral, terbuka, dan sigap menangani masalah yang menimpa au pair.

Pakai atau tidak pakai agen, urusan kelengkapan dokumen di Indonesia dan mengurus visa, masih kita juga yang turun tangan. Keluarga asuh yang mau membayar agensi biasanya hanya tidak mau direpotkan oleh banyaknya dokumen yang harus disiapkan. Baca postingan saya tentang plus minus pakai agen kalau masih bingung juga!

4. Saya sudah membuat profil dan bicara dengan banyak keluarga asuh. Tapi mengapa selalu ditolak?

Namanya juga cari kerja, pasti selain skill, juga mengandalkan peruntungan dong? Sama halnya mencari keluarga asuh. Tidak semua calon au pair yang pernah jadi au pair sebelumnya, lebih mudah mendapat keluarga. Bahkan ada juga calon au pair yang belum pernah sama sekali ke luar negeri, gampang saja dapat keluarga asuh.

Intinya, tetap sabar dan usaha. Saya sendiri harus menunggu selama 5 bulan sebelum berangkat ke Belgia. Saat jadi au pair di tahun kedua pun, harus ditolak 7 kali dulu oleh beberapa keluarga asuh, sebelum akhirnya telentang cantik di kasur keluarga Denmark ini.

Cobalah beberapa situs pencarian au pair daripada stuck hanya di satu situs. Tetap kerjakan kesibukan lain di luar masa menunggu keluarga asuh. Yang mencari au pair banyak, tapi yang ingin jadi au pair lebih banyak lagi. Tetap semangat!

5. Negara mana saja yang direkomendasikan untuk pemegang paspor Indonesia?

Oke, angan-angan ke luar negeri dengan cara menjadi au pair sudah ada di ubun-ubun, profil juga sudah dibuat, langkah selanjutnya adalah memilih negara. Karena kebingungan dan terlaluexcited, nyaris semua negara dipilih. Eiits, tunggu dulu!

Tidak semua negara memperbolehkan pemegang paspor Indonesia menjadi au pair. Ada juga negara-negara dengan regulasi tertentu yang mengharuskan calon au pair menguasai bahasa lokal hingga membatasi umur.

Di postingan sebelumnya, saya sudah merekomendasikan daftar negara yang memungkinkan serta plus minusnya bagi para calon au pair Indonesia. Kali ini, saya coba mengurutkan negara-negara dengan membandingkan proses visa, uang saku, hingga atmosfir yang cukup menjanjikan bagi au pair. You still have a choice! (*Diperbarui April 2019*)

1. Austria

Mengurus visa: Mudah

Level bahasa: Bahasa Jerman level A1.

Uang saku: €446.81

Jam kerja: Maksimum 18 jam per minggu.

Jatah libur: Biasanya au pair hanya mendapat satu hari libur per minggu danfull weekendper bulan. Au pair mendapat libur berbayar 30 hari selama setahun.

Sekolah bahasa: Biaya ditanggung setengah-setengah.

Tiket pesawat: Normalnya, dibayar setengah-setengah.

Batasan umur: 28 tahun

Masa tinggal: Maksimum 12 bulan.

Lowongan: Cukup banyak

2. Belgia

Mengurus visa: Ribet. Mesti legalisasi kesana kemari. Proses menunggu visa hanya 2 hari kerja.

Level bahasa: Tidak diperlukan.

Uang saku: €450

Jam kerja: Maksimum 20 jam per minggu.

Jatah libur: Biasanya au pair hanya mendapat satu hari libur per minggu dan full weekend per bulan. Au pair mendapat libur berbayar 14 hari selama setahun.

Sekolah bahasa: Biaya ditanggung keluarga asuh.

Tiket pesawat: Normalnya, dibayar setengah-setengah.

Batasan umur: 25 tahun

Masa tinggal: Maksimum 12 bulan.

Lowongan: Cukup banyak

3. Belanda

Mengurus visa: Sedikit ribet. Wajib pakai bantuan agensi dan legalisasi kesana kemari.

Level bahasa: Tidak diperlukan

Uang saku: €300 - €340

Jam kerja: Maksimum 30 jam per minggu atau tidak lebih dari 8 jam per hari.

Jatah libur: Tidak lebih dari 5 hari kerja atau mendapatkanfull weekend setiap minggu. Au pair mendapat libur berbayar 14 hari selama setahun.

Sekolah bahasa: Biaya ditanggung keluarga asuh.

Tiket pesawat: Biasanya keluarga asuh bersedia membayari tiket pesawat penuh.

Batasan umur: 30 tahun

Masa tinggal: Maksimum 12 bulan.

Lowongan: Banyak

4. Denmark dan Norwegia

Mengurus visa: Mudah. Proses menunggu 3-4 bulan.

Level bahasa: Tidak diperlukan.

Uang saku: Selalu naik per tahun, tapi mesti membayar pajak. Tahun 2019, uang saku di Denmark sebelum pajak 4350 DKK, sementara di Norwegia 5900 NOK (Tiap satu/dua tahun sekali, uang saku di dua negara ini selalu naik)

Jam kerja: Maksimum 30 jam per minggu.

Jatah libur: Au pair yang bekerja 5 hari per minggu mendapat jatah libur 25 hari, sementara bagi yang bekerja 6 hari per minggu mendapat jatah libur 30 hari per tahun. It's fully paid!

Sekolah bahasa: Biaya ditanggung keluarga asuh

Tiket pesawat: Ditanggung penuh keluarga asuh, kecuali Norwegia yang biasanya hanya setengah-setengah.

Batasan umur: 29 tahun

Masa tinggal: Maksimum 24 bulan.

Lowongan: Mulai sedikit dikarenakan banyak keluarga yang hanya ingin merekrut au pair yang sudah tinggal di Eropa

5. Prancis

Mengurus visa: Cukup mudah.

Level bahasa: Minimal level A1/A2

Uang saku: €270 - €321 (biasanya ada keluarga asuh yang bersedia membayar €400/bulan)

Jam kerja: Maksimum 25 jam per minggu.

Jatah libur: Sesuai kesepakatan. Biasanya au pair hanya mendapat satu hari libur per minggu danfull weekendper bulan. Au pair mendapat libur berbayar 28 hari selama setahun.

Sekolah bahasa: Ditanggung sendiri.

Tiket pesawat: Dibayar setengah-setengah.

Batasan umur: 30 tahun

Masa tinggal: Diberikan 12 bulan, tapi bisa diperpanjang sampai maksimal 24 bulan.

Lowongan: Lumayan banyak

6. Jerman

Mengurus visa: Cukup mudah.

Level bahasa: Bahasa Jerman level A1.

Uang saku: €260 - €300

Jam kerja: Maksimum 30 jam per minggu.

Jatah libur: Biasanya au pair hanya mendapat satu hari libur per minggu danfull weekendper bulan. Au pair mendapat libur berbayar 28 hari selama setahun.

Sekolah bahasa: Ditanggung keluarga asuh.

Tiket pesawat: Dibayar setengah-setengah.

Batasan umur: 26 tahun

Masa tinggal: Maksimum 12 bulan.

Lowongan: Banyak

7. Australia

Mengurus visa: Karena visa yang digunakan Working Holiday Visa, syarat yang harus dipenuhi pun banyak i.e. deposito tabungan di rekening 5000 AUD atau minimum semester 5 di bangku kuliah.

Level bahasa: Bahasa Inggris umum, minimum IELTS 4.5

Uang saku: 200-250 AUD selama 30 jam per minggu.

Jam kerja: Maksimum 40 jam per minggu.

Jatah libur: Sesuai kesepakatan. Biasanya au pair hanya mendapat satu hari libur per minggu danfull weekendper bulan. Au pair mendapat libur berbayar 28 hari selama setahun.

Sekolah bahasa: Ditanggung sendiri jika ingin mengambil kelas Bahasa Inggris.

Tiket pesawat: Ditanggung penuh sendiri, kecuali keluarga asuh bersedia membayari tiket pulang.

Batasan umur: 30 tahun

Masa tinggal: Maksimum 12 bulan.

Lowongan: Banyak

8. Luksemburg

Mengurus visa: Dokumennya mudah, tapi mesti menunggu maksimum 3 bulan

Level bahasa: Tidak diperlukan.

Uang saku: €409

Jam kerja: 25 jam per minggu.

Jatah libur: Sesuai kesepakatan. Normalnya au pair mendapatkan libur satu hari dan tiga kalioff di sore hari dalam satu minggu. Au pair mendapat libur berbayar 2 hari per bulan.

Sekolah bahasa: Biaya ditanggung keluarga asuh.

Tiket pesawat: Normalnya, dibayar setengah-setengah.

Batasan umur: 30 tahun

Masa tinggal: Maksimum 12 bulan.

Lowongan: Sangat rendah

9. Swedia

Mengurus visa: Mudah namun masa tunggu visa 3-7 bulan.

Level bahasa: Tidak diperlukan.

Uang saku: 3500 SEK (sebelum pajak)

Jam kerja: Maksimum 25 jam per minggu.

Jatah libur: Sesuai kesepakatan dengan keluarga. Biasanya au pair hanya mendapat satu hari libur per minggu danfull weekendper bulan.

Sekolah bahasa: Biaya ditanggung balai kota.

Tiket pesawat: Normalnya bayar setengah-setengah.

Batasan umur: 30 tahun

Masa tinggal: Maksimum 12 bulan. Calon au pair yang pernah menjadi au pair di negara lain akan sedikit riskan, karena kemungkinan visa-nyagrantedsemakin kecil.

Lowongan: Tidak terlalu banyak dan harus bersaing dengan kandidat Filipina.

10. Finlandia

Mengurus visa: Cukup mudah tapi waktu tunggu hingga 4 bulan

Level bahasa: Tidak diperlukan, namun mesti menunjukkan ketertarikan dengan budaya/bahasa mereka.

Uang saku: Minimum €280 (sebelum pajak)

Jam kerja: Maksimum 30 jam per minggu.

Jatah libur: Sesuai kesepakatan. Biasanya au pair hanya mendapat satu hari libur per minggu danfull weekendper bulan. Au pair mendapat libur berbayar 28 hari selama setahun.

Sekolah bahasa: Ditanggung sendiri.

Tiket pesawat: Dibayar setengah-setengah.

Batasan umur: 30 tahun

Masa tinggal: Maksimum 12 bulan. Finlandia menolak calon au pair yang pernah menjadi au pair di negara lain sebelumnya.

Lowongan: Sangat rendah

11. Islandia

Mengurus visa: Mudah

Level bahasa: Tidak diperlukan.

Uang saku: 10.000 ISK per minggu

Jam kerja: Maksimum 30 jam per minggu.

Jatah libur: Au pair mendapat libur minimum 2 hari per minggu dan libur berbayar 14  hari selama setahun.

Sekolah bahasa: Ditanggung sendiri.

Tiket pesawat: Dibayar setengah-setengah.

Batasan umur: 25 tahun

Masa tinggal: Maksimum 12 bulan

Lowongan: Sangat rendah

6. Saya mendapat banyak respon positif dari keluarga di United Kingdom, Amerika, Kanada, atau Selandia Baru. Tapi sayangnya pemegang paspor Indonesia tidak bisa jadi au pair di negara tersebut, benarkah?

Iya, benar. Sebaiknya kamu pendam saja keinginan menuju negara-negara tersebut karena pemegang paspor Indonesia memang tidak bisa menjadi au pair kesana.

Saya sempat mendengar ada au pair Indonesia yang pernah ke Amerika. Tapi tahun lalu, sepertinya kesempatan calon au pair Indonesia kesana sangat kecil. Untuk mendapatkan visa J-1, calon au pair dan keluarga asuh harus menunjuk satu agensi yang akan mengurus kelengkapan dokumen. Sayangnya, banyak agensi Amerika ini tidak memasukkan Indonesia ke dalam daftar negara seleksi mereka.

Tertarik jadi au pair ke Amerika? Baca serba-serbinya di postingan saya yang ini !

Ingin juga ke Italia, Spanyol, atau Irlandia, ada kesempatannya kok! Cek postingan saya disini!

7. Saya sudah bertemu keluarga asuh yang sepertinya cocok. Hal apa saja yang harus ditanyakan?

Banyak!

Selain menanyakan tentang jadwal kerja, tugas, dan uang saku, jangan takut juga menanyakan banyak hal untuk mendapatkan kejelasan. Jangan sampai nantinya kita merasa dibohongi gara-gara segan menanyakan hal yang dianggap tidak penting, tapi sebenarnya salah kita dari awal.

Tidak perlu takut dan segan soal pertanyaan yang menyangkut uang ataupun hari libur. Kalau perlu, semua pertanyaan dan jawaban dikopi lagi dalam satu kertas sebagai "bukti" kalau nantinya ada miskomunikasi dengan keluarga asuh. Contoh pertanyaan lainnya:

Bagaimana masalah tiket pesawat, apakah kalian bersedia membayar penuh ataukah setengah-setengah?

Yang saya tahu, au pair di negara X mendapat jatah libur X hari per tahun (kalau perlu cantumkan juga website sumber), apakah kalian setuju dengan hal ini?

Di tempat kalian tinggal, berapa lama menuju stasiun atau halte terdekat? (Pertanyaan ini sangat penting karena sebagai calon au pair, kita harus tahu dimana kita tinggal . Apakah calon au pair akan merasa nyaman jika harus tinggal di pedesaan, pinggir kota, atau pusat kota?)

Apakah kalian juga membayari tiket transportasi per bulan? (Jika salah satu tugas au pair adalah antar-jemput anak menggunakan transportasi umum, biasanya keluarga asuh tidak keberatan membayari tiket bulanan. Tanyakanlah jika keluarga asuh belum membicarakan hal ini.)

Apakah kalian punya jam malam?

Adakah kemungkinan saya boleh membawa teman ke rumah dan menginap?

Apakah au pair juga libur saat Public Holiday di negara X?

Saat liburan keluarga, apakah au pair harus ikut serta? Jika ya, adakah kemungkinan au pair mendapatkan uang tambahan untuk mengurus anak?

Saya seorang umat beragama, ada masalah kah jika saya beribadah pada waktu tertentu?

Saya seorang muslim, apakah ada masalah jika saya tidak makan babi di rumah?

Apakah saya boleh meminta kontak au pair sebelumnya untuk mengobrol dan tahu lebih lanjut soal keluarga kalian?

8. Saya memiliki tekad untuk lanjut sekolah lagi selepas masa au pair. Apakah memungkinkan?

Yup!

Untuk lanjut kuliah di Eropa, biasanya kamu bisa mencari beasiswa, sponsor, ataupun dengan biaya sendiri. Banyak juga au pair yang "merayu" keluarga asuh mereka untuk dijadikan sponsor sebagai syarat administrasi kuliah.

9. Negara mana saja yang direkomendasikan untuk melanjutkan kuliah setelah jadi au pair?

Yang paling populer adalah Jerman dan Belgia. Biaya kuliah di kedua negara ini bisa sangat murah bahkan nyaris gratis kalau kita mengambil kelas bahasa lokal.  Banyak juga eks au pair yang lanjut kuliah kesini lewat bantuan sponsor dan biaya pribadi. Coba saja cari sponsor yang bersedia "menjaminkan" buku tabungannya sebagai syarat administrasi mendaftar kuliah.

Salah satu syarat administrasi kuliah di Eropa adalah mampu menyiapkan deposito kuliah sejumlah 8000€ per tahun. Uang ini tidak harus ada di rekening kita asalkan ada jaminan dari pihak sponsor; bisa keluarga asuh, keluarga kandung, ataupun perusahaan tempat kita bekerja.

Negara lainnya adalah Prancis dan Austria. Hampir sama dengan kedua negara di atas, Prancis dan Austria juga menyediakan kampus dengan biaya rendah jika kita mengambil kelas bahasa Prancis dan Jerman. Untuk masuk ke kelas bahasa lokal ini pun, level bahasa yang dibutuhkan berbeda dengan level kelas bahasa umum yang biasa au pair datangi. You need to pass the (higher) language test.

Kalau malas mengambil kelas bahasa lokal (yang murah), coba juga cek kelas berbahasa Inggris. Selain lulus syarat IELTS/TOEFL, biaya kuliah untuk kelas bahasa Inggris biasanya juga lebih mahal.

Tertarik kuliah di Eropa Utara gratis? Ayo ke Norwegia! Sampai sekarang, Norwegia masih membebaskan uang kuliah bagi mahasiswa lokal dan internasional di kelas bahasa lokal maupun bahasa Inggris. Syarat administrasi bagi mahasiswa internasional pun hampir sama dengan seperti kampus lainnya di Eropa; bukti kemampuan finansial sejumlah 103,950NOK atau 12000€ dan sertifikat kemampuan berbahasa Inggris.

Memang tidak semua kampus dan jurusan kuliah di Norwegia gratis. Beberapa jurusan kuliah, seperti kedokteran, memerlukan biaya kuliah tambahan. Mahasiswa pun biasanya harus membayar biaya administrasi kuliah sejumlah 600-800NOK per semester.

10. Adakah kesempatan mendapatkan pekerjaan setelah jadi au pair?

Tergantung. Ya dan tidak.

Pekerjaan apa dulu yang kalian cari? Tukang bersih-bersih, jurnalis, perawat, karyawan, atau apa? Jenis pekerjaan berketerampilan tinggi tentunya tidak mudah dicari. Mencari pekerjaan secara mandiri di negara orang lebih sulit ketimbang mencari di Indonesia.

Meskipun kita memiliki keterampilan yang dicari perusahaan, tapi kita juga harus bersaing dengan orang lokal dan orang asing lainnya. Menguasai bahasa lokal pun belum cukup menjamin eks au pair mendapatkan pekerjaan.

Saya sendiri belum pernah mendengar ada au pair yang langsung bekerja setelah masa kontraknya selesai. Kalau yang lanjut kuliah dan bekerja paruh waktu sih banyak.

Tapi bukan tidak mungkin lho, ya. Kalau si au pair memiliki networking yang luas dan berketerampilan, siapa tahu saja memang mendarat menjadi karyawan selepas masa kontrak berakhir.

Asalkan ada perusahaan yang mau menjamin, kita bisa mencari tempat tinggal dengan cepat, biasanya pihak balai kota akan menyetujui perpanjangan residence permit. But anyway, it's a long and hard thought.

OKAY! So, that's a wrap! Kalau calon au pair dan pembaca blog saya masih ada yang belum jelas, silakan tinggalkan komen di bawah ataupun bisa kirim surel kesini ya. Semoga membantu!

More tips:

Guide Au Pair: Mulai dari Mana?

Tuesday, June 30, 2020

Tips Semua Au Pair di Denmark Tinggal di Basement?|Fashion Style

Ada cerita lucu dan sedikitoffensive tentang tempat tinggal au pair di Denmark yang sebenarnya baru juga saya sadari.

Suatu hari saat saya dan teman-teman sedang makan malam di restoran, beberapa di antara kami ada yang menyinggung soal mengapa banyak sekali orang Denmark yang berlibur ke Thailand. Lalu seorang teman nyeletuk, "selain murah, biasanya mereka mencari perempuan. Satu lagi tuh, Filipina."

"Oh ya? Kenapa?" tanya saya pura-pura bego.

"Soalnya banyak pria Denmark yang bosan dan kesulitan cari perempuan disini. Kamu tahu kan, cewek-cewek Denmark sulitnya bukan main."

"Oh iya tuh, Filipina. Banyak yang liburan kesana, terus pulangnya bawa suvenir cewek-cewek Filipina untuk disimpan di-basement jadi au pair," kata seorang teman cowok lain secara santai.

"Ah, kamar kamu juga bukannya di basement ya?" tanya Ieva, teman cewek asal Latvia, yang saat itu di samping saya sembari nyengir kuda.

"Biiippp! Biiipp! Biiiippp!!" kata Dan, seorang teman cowok, tiba-tiba memperingatkan sesuatu. "Man, it's so offensive. She's an au pair," lanjutnya sambil melihat ke arah saya.

Teman cowok tadi yang memang sebenarnya tidak tahu saya au pair, jadi kelabakan dan tidak enak sendiri. Mukanya dari yang nyengar-nyengir jadi berubah tidak nyaman. Sebenarnya si cowok ini juga baru saya kenal hari itu dari si Dan.

"Tapi dia bukan orang Filipina kok. Dia orang Prancis. Tapi meskipun dia tinggal dibasement, si keluarganya ini memang punya rumah yang super besar," ralat si cowok mencoba untuk tidak menyinggung saya lebih jauh.

Sebenarnya tidak ada kata-kata dia yang bermaksud menyinggung saya dan au pair lainnya. Tapi memang, kata-kata "jadi suvenir di-basement" cukup membuat saya bertanya-tanya. Saya tidak banyak memiliki teman au pair di Denmark, namun dari dua orang teman yang pernah saya kunjungi rumah keluarga angkatnya, kamar mereka memang juga berada di basement.

Suatu kali, saya juga berkesempatan mengunjungi rumah seorang teman au pair yang baru saya kenal dan bertemu dengan teman au pair dia yang lainnya. Entah memang kebetulan atau tidak, 90% dari mereka mengatakan kalau kamar mereka juga berada di basement.

Sebenarnya kamar saya yang berada di basement serasa apartemen pribadi karena memiliki dapur, kamar mandi, hingga ruang gym sendiri. Privasi pun rasanya lebih terjaga karena serasa tinggal di goa. Lalu entah kenapa, sama seperti kamar teman-teman au pair lainnya, kamar tidur yang ada di basement biasanya lebih besar dari kamar utama dan kamar anak-anak si keluarga angkat.

Saya tidak menemukan ada yang salah dari kamar-kamar ini. Tapi memang iya, mengapa justru hampir semua kamar au pair di Denmark berada di bawah tanah?

Hingga satu hari, Vicky, teman Indonesia saya mengatakan kalau sebenarnya ilegal memiliki kamar tidur di basement.

"Iya, Nin. Jadi keluarga aku ini ngomong, kalau sebenarnya basement tidak layak dijadikan kamar tidur. Di Denmark, kamar tidur yang berada di bawah tanah ilegal dan kalaupun ingin menjadikan basement sebagai kamar tidur, si keluarga ini mesti melapor dan membayar pajak properti lebih tinggi."

"Tapi kenapa ilegal ya? Bukannya kita disediakan ruangan pribadi dan kamar mandi sendiri?"

"Iya, memang. Tapi bayangkan saja, bawah tanah jadi kamar tidur? Sebenarnya kurang layak kan? Meskipun sudah diberi heater ataupun semua perabotan, tapi jatuhnya tetap saja tidak layak. Intinya si keluarga angkat harus melapor dulu dan membayar pajak mahal kalau ingin ada orang yang mendiami bawah tanah sebagai kamar tidur," tambahnya lagi.

Dari pengalaman ini, saya juga memperhatikan bahwa rumah-rumah di Denmark memang kebanyakan memiliki ruangan lain di bawah tanah. Karena temperatur suhu yang lembab, ruang bawah tanah justru sering digunakan sebagai ruang penyimpanan wine ataupun tempat cuci dan jemur pakaian.

Kalau pun ingin menambahkan ruangan tidur di bawah tanah, beberapa kebijakan harus diterapkan saat membangun ruangan tersebut. Seperti contohnya memiliki jendela yang cukup besar untuk memungkin si penghuni dapat keluar jika terjadi kebakaran, lalu juga memiliki ventilasi yang baik sebagai pertukaran udara, ataupun space yang luas agar tidak pengap.

Saya pribadi cukup bahagia dengan kamar bawah tanah yang sudah saya tempati hampir dua tahun ini. Meskipun, cukup banyak juga teman-teman non au pair yang sedikit lucu ketika tahu saya tinggal di bawah tanah. Secara keseluruhan, kamar saya cukup luas, jendelanya juga besar, kamar mandi hanya selemparan batu dari kamar tidur, hingga ruang nonton tv sangat luas yang sangat jarang dipakai keluarga ini.

Satu hal, menurut saya keberadaan jendela menjadi remarkable krusial mengingat keadaan temperatur di bawah tanah yang kadang terlalu lembab. Minusnya, ruangan bawah tanah bisa jadi sangat berdebu dibandingkan ruangan lainnya.

Satu cerita pendek lain, karena berada di bawah tanah, biasanya pipa-pipa yang berada di ruangan atas tersambung di plafon ruangan bawah tanah. Karena saat itu pipa wastafel air di dapur atas sedang ada masalah, akhirnya keluarga saya memanggil tukang pipa untuk membersihkan sisa makanan yang menyumbat. Sialnya, entah apa yang terjadi, saat si tukang sedang menyedot pipa, kamar saya justru kebanjiran air dari lantai atas. Merembesnya dari mana? Dari plafon dan lelampuan! Karena insiden ini, saya mesti rela mengungsi dulu di ruang television selama satu bulan sebelum akhirnya kamar saya benar-benar siap untuk dihuni kembali.

So, what do you watched? Is it nonetheless unlawful to have our very own area and massive privacy?