Saat liburan ke Finlandia dua tahun lalu, saya bertemu abang-abang dari Jakarta yang sudah 13 tahun tinggal di Helsinki dan punya bisnis disana. Di pertemuan singkat itu juga, saya diajak mampir ke apartemennya sekalian menyapa istri dan si anak. Sebetulnya abang ini baik dan ramah, tapi mungkin pertanyaannya terkesan nosy untuk saya.
Saat tahu saya asli Palembang, si abang ini menanyakan ulang keabsahan tempat asal saya.
?Serius Palembang? Palembang mananya? Palembang kota apa luarnya?? Tanyanya.
“Palembang kota. Di kota banget.”
?Ini benaran terbang langsung dari Palembang ke Eropa kemaren??
?Iya, Bang. Memang asli Palembang dan keluarga juga tinggal disana.?
?Bukan kemaren pernah sekolah di Jawa apa Jakarta begitu? Pokoknya asli Palembang?? Pertanyaannya mulai aneh.
?Iya. Saya lulusan Universitas Sriwijaya. Tak pernah tinggal di Pulau Jawa, dan habis lulus langsung berangkat ke Belgia.?
Kenapa? Apa merasa tak percaya jika anak daerah seperti saya juga bisa menjajakan kaki sampai benua Eropa?!!!
Melihat background teman-teman au pair Indonesia yang ada di Eropa, saya lalu sadar bahwa hampir semua dari mereka memang berasal dari Pulau Jawa (terutama Jakarta) atau Provinsi Bali. Saya perhatikan juga, sejarah au pair Indonesia yang bisa sampai Eropa ini memang tak 100% “berasal dari daerah”. Contohnya;
- Memang tinggal di sekitaran Jakarta sehingga informasi soal au pair pun lebih mudah didapat.
- Meskipun berasal dari luar Jawa, ada kemungkinan au pair ini pernah tinggal atau studi di Pulau Jawa atau Bali yang memang provinsinya lebih internasional.
- Si au pair sudah pernah ke Eropa sebelumnya.
- Si au pair punya keluarga yang tinggal/pernah tinggal di negara kulit putih, jadinya imajinasi tentang "luar negeri" memang begitu dekat.
- Au pair ini punya pacar/sedang dekat dengan cowok Eropa.
- Si au pair memang sudah menguasai bahasa asing yang ada di Eropa dan ikut kursus di kota dimana dia tinggal.
Jadi pola yang terlihat seperti bisa ditebak; orang Indonesia yang bisa jadi au pair (atau tinggal di luar negeri) ini hampir semuanya mempunyai benang merah dengan Eropa dan cepat mendapatkan informasidi tempat dia tinggal.
Sementara saya, anak daerah yang sama sekali tak punya benang merah dari kedua ikatan tersebut karena dari lahir sampai lulus kuliah hanya tinggal di Palembang. Tak sempat juga kursus bahasa ini itu selain bahasa Inggris karena keterbatasan biaya dan tak banyak juga tempatnya di Palembang.
Beruntung, saya memang suka riset, baca, dan googling dari dulu. Semua informasi yang saya dapat tentang ‘au pair’ atau ‘tinggal di luar negeri’ ini juga hasil riset dan bacaan mandiri. Nobody ever told me what au pair is! I don’t enjoy watching people talking (on YouTube), makanya artikel-artikel soal pengalaman orang di internet dan buku menjadi bekal pembelajaran. Karena suka juga buku-buku yang ber-setting di luar negeri, dari dulu saya selalu kalap tiap kali melihat buku travelling atau novel bersinopsis menarik yang setting-nya ada di luar Indonesia.
Percayalah, saya awal-awal jadi au pair dulu bingung setengah mati harus mulai dari mana . Tak banyak au pair Indonesia yang jadi au pair ke Belgia. Sudah membaca informasi dari situs imigrasi Belgianya pun jadi tambah bingung karena banyak hyperlink sana sini. Informasi tunggal berbahasa Indonesia yang saya dapat hanyalah dari blog Alfi Yusrina , meskipun ada beberapa cara yang berbeda dikarenakan dia tinggal di ibukota. Karena keterbatasan informasi inilah akhirnya saya konsisten terus menulis blog berisi tata cara pengurusan dokumen dengan sudut pandang anak daerah.
Saya paham mengapa informasi memang lebih cepat menyebar di Pulau Jawa dan Bali, secara pusat pemerintahan, pariwisata, dan bisnis ada di sana. Saya juga tak menyangkal bahwa daerah di luar Pulau Jawa masih dianaktirikan karena pemerintah ingin mewujudkan wajah Indonesia lewat Pulau Jawa.
Taaapiii.. sebagai anak daerah, kita juga jangan manja! Sekarang ini informasi bukan lagi harus diterima lewat radio, koran dan majalah dinding, tapi tumpah ruah di internet. Baca! Baca! Baca! Anak kampung, anak daerah, anak gunung, semuanya punya kesempatan untuk menginjak Eropa. Seperti yang saya katakan di atas, saya banyak tahu tentang proses imigrasi dan regulasi negara juga karena rajin baca dan riset kecil-kecilan. It's not hard to find sebetulnya.
Makanya, stop asking, baca dulu! Kalau hampir mati rasa dan jenuh tak juga menemukan konklusi di pencarian bahasa Indonesia, ganti dengan bahasa Inggris. Tak dapat juga, coba ganti ke bahasa lokal lalu pakai Google Translate sebagai terjemahan. Sampai akhirnya tak juga menemukan hasil, baru contact the authority atau orang yang sudah punya pengalaman sebelumnya!
Yakinlah, semua orang bisa keluar negeri, tak hanya yang tinggal di Pulau Jawa dan Bali saja! I am here because I read. I write because I also read. Jangan malas baca ya! ;)