Showing posts with label copenhagen. Show all posts
Showing posts with label copenhagen. Show all posts

Saturday, July 11, 2020

Tips Kota yang Sepi, Negara yang Sepi|Fashion Style

Kalau ingin menilai diri sendiri, saya termasuk orang yang introvert secara publik, namun tidak secara personal. Saya memang lebih suka tempat-tempat yang tenang demi hanya membaca buku atau berjalan menikmati alam. Tapi sesuka-sukanya saya dengan ketenangan, Denmark menurut saya terlalu kaku!

Karena tinggal hanya 11 km dari Kopenhagen, tentunya waktu luang saya sering dihabiskan di kota ini. Sama seperti Amsterdam, warga Kopenhagen juga lebih suka mengendarai sepeda ke tempat-tempat yang masih menjadi The Great Copenhagen Area. Selain harga tiket transportasi umum yang mahal, Kopenhagen hanyalah kota kecil yang jalanannya kebanyakan flat sehingga sangat nyaman bersepeda serta tidak terlalu lama menjangkau ke banyak tempat. Jalanan untuk sepeda pun dibuat serapih mungkin agar hak pengendara sepeda terjamin.

Saya memang belum pernah ke kota-kota besar lain seperti Århus atau Odense, tapi melihat Kopenhagen, cukup memberikan gambaran bagaimana suasana kota-kota lainnya. Walaupun Kopenhagen adalah kota terbesar sekaligus ibukota Denmark, tapi kota ini sungguh sepi. Jika ingin melihat banyak orang berlalu lalang, silakan saja mendatangi tempat-tempat yang sering didatangi turis di sekitar area stasiun utama Kopenhagen, Nørreport, hingga Østerport.

Daerah itu pun menjadi ramai karena memang pusat-pusat tempat wisata berada disana. Selain itu, ada juga jalan terkenal bernama Strøget (baca: Stro' el) yang kanan-kirinya kebanyakan toko-toko fashion yang nantinya jalan ini berujung di salah satu mall dan Nyhavn (baca: Nuha 'n).

Salah satu sudut keramaian di sentral Kopenhagen

Daerah pejalan kaki yang kanan kirinya pertokoan memang tidak pernah sepi

Saat naik bus dari Herlev (baca: Hearlu), suasana terasa begitu lenggang walaupun saya sudah masuk bagian utara wilayah Kopenhagen. Namun suasana berubah ramai saat bus berhenti di stasiun Nørreport. Pernah juga saya berhenti di bagian lain Denmark, Bagsværd, yang tidak jauh dari Herlev. Ketika ingin ganti bus menuju Herlev, stasiun terasa begitu sepi dan hening. Padahal hari itu Sabtu dan waktu belum menunjukkan pukul 9 malam. Saya membayangkan masih begitu hidupnya suasana di kota kecil Belgia di waktu yang sama.

Don't worry, she'll be fine in lonesome.
Salah satu sudut permukiman mahal di Hellerup

Suasana hening pun juga terasa saat naik kendaraan umum di Denmark. Di bus, metro, ataupun kereta, orang-orang sepertinya tutup mulut lalu hanya memandangi ponsel atau luar jendela. Di kereta sendiri, ada satu koridor yang khusus ditujukan untuk orang-orang anti bising. Bahkan pernah ada kejadian teman saya yang sedang main ponsel dengan earphonedan jelas-jelas tanpa suara pun, ditegur oleh nenek-nenek. "Kamu tahu tidak kalau ini ruangan anti bising?", katanya dalam bahasa Denmark.

Tapi dibalik sepi dan heningnya negara ini, sebenarnya rasa tenteram dan aman selalu dapat saya rasakan. Suatu malam, saat baru satu minggu di Denmark, saya sempat tersasar hingga dua jam. Selain ponsel mati, saya juga sulit sekali menemui orang yang sekedar lewat di jalanan demi menanyakan arah. Beruntung saya berhasil bertemu dengan dua orang pesepeda, lalu satu orang wanita yang sedang mengajak jalan anjingnya di tengah malam. Alhamdulillah dari wanita itulah saya akhirnya bisa menemukan jalan pulang ke rumah dengan aman. Sialnya, jalan yang harusnya bisa ditempuh 8 menit saja menembus hutan, terpaksa menjadi 55 menit karena saya harus berputar melewati jalanan aspal.

Jalanan sekitar stasiun utama Kopenhagen dan Tivoli di Sabtu malam

Saya jadi mengerti mengapa Denmark dijuluki sebagai salah satu kota teraman di dunia selain Selandia Baru. Jumlah populasi yang sedikit membuat tingkat kriminalitas di negara ini sangat rendah. Tidak akan ada yang merampok, membegal, ataupun menculik sekiranya kita ingin jalan kaki sendirian di tengah malam sekali pun. Saya juga pernah mendengar pengakuan seorang ekspatriat dari Amerika yang sudah tinggal lama di Kopenhagen mengatakan bahwa hanya di Denmark dia berani berjalan kaki membawa anjingnya saat jam 2 pagi. Di Washington DC, tempat dia tinggal, ada beberapa wilayah yang saat siang hari pun dia tidak berani lewati.

Selain jumlah populasinya yang sedikit, Brian, host dad saya, juga mengatakan kalau sebenarnya tidak ada yang berbahaya di Denmark. Mereka tidak punya singa, hewan berbisa, atau sesuatu yang mematikan seperti di Indonesia. Bahkan kalau bertemu laba-laba pun, tidak perlu juga dibunuh karena biasanya mereka hanya menumpang lewat. Fiuuhh..

Thursday, July 9, 2020

Tips My First Ballet and If It's Also Yours|Fashion Style

Watching ballet in my home u . S . A . Is portraying excessive-class degrees, wealthy humans, luxuriousness, and elegancy. I've by no means been to any ballet overall performance in Indonesia, however in no way wanted to accomplish that because even I've never tried to check, I'm pretty sure the ticket have to be so expensive. This occasion is so uncommon and not normal Asian element. Young people decide on to observe huge or neighborhood tune as a substitute.

Moving to Europe makes me need to feel a brand new revel in, embracing the cultures increasingly more. Here, the price tag rate is "not" so high priced, specifically in case you're a scholar. For my first ballet, I've got bargain for 40% simply due to the fact I'm beneath 24. But of path, in some places, they have bargain as much as 50% for students.

I absolutely remembered my first ballet in Europe, even as I become so harassed what ought to I put on and wherein ought to I take a seat. Before my first price ticket, I've tried to look for a few facts concerning the pleasant seat-yet-reasonably-priced or right attire to move. So, if this is your first time and experiencing perplexity like me, this is what passed off to me as a newbie devotee of ballet.

What to look at

Actually, it is not that so vital because in any case, you'll see an entire scene of dancing and still might be drowned by enchantment. Of path it is also vital to know what are the stories approximately to make certain we understand how is that going. Reading the synopsis earlier than the overall performance is the excellent idea. Sometimes, the Opera House also has an creation forty five minutes before performance for the those who in no way heard about the tale before.

But watching ballet with the stories we've known is the perfect idea. We already know the ending, but how they end the story with dances is what we want more! As a first timer, some friends said, I could see Nutcracker, Romeo & Juliet, Black Swan, Don Q, or Swan Lake. But if there's none of them on the dates you like, just choose anything fancy for yourself and be ready reading the synopsis before.

Where to seat

Before you come and see the performance, you have to choose where to seat. Some people said, the most expensive tickets are not always the best. If you want to experience the view of the dancers and also the orchestra, sit in the parquet is probably the best area. Or at least one floor above the parquet.

For the first time,  I watched with a friend from Latvia who is quite experienced of watching ballet. We ended up sitting in the last two highest floors. I chose the last row but a bit left from the middle. It was not so bad since we still can see the movement of the dancers very clearly. At least, our viewpoint is not blocked by the poles.

As a first timer, normally we would like to choose a best seat in a very low price. It's so tricky, because we don't want our sight is blocked by people's head also. I've no experience of many Opera Houses, but normally sitting in a middle will give you the best views overall. Just choose middle ranges, either very front or very back row. Middle in the middle row is sometimes not a good option also. People tend to stand their back and set their heads to look a bit further down to the scene. I despised this because their heads draped my view! Aarrgghh..

If you are quite thrifty, I think sitting in the middle and front row of the gallery is not so bad. This place is also popular for students and we could still see the performance clearly from the very front row. I saw people even brought their small binoculars for seeing dancers' faces.

So, in my experience, just choose "middle range". A bit right or left from the middle is also good, but make sure there's no pole blocking your view. When I bought my first ticket in the internet, they told me if those seats are having limited view because of the poles or people's head.

What to wear

As I thought before, ballet is denoted by an elegancy and luxuriousness. It is different from watching Hollywood movies in the cinema. So, I was a bit preparing myself for this show. I want to be good but not that super formal like I want to attend a gala. My friend from Latvia said, people from Eastern Europe especially Russia, tend to take this event very seriously. They will dress up very well and even wear a long evening dress just for seeing ballet. They really wear somewhat black tie dresses.

For matinee event, you could wear something casual like black jeans or silky blouse. Do not forget of some touches of cute jewelries make your looks more sophisticated. Wearing trousers with crisp shirts is also good for men. For evening event, I prefer to wear clean dress or skirt for formality. I cannot forget my medium heels to fit in also. For men, even you do not intend to wear black tie dresses, but keep it formal. I noticed some guys looked very neat and formal wrapped by their shirt and tuxedo or blazer. Two guys I've seen, who spoke Russian, took their looks formally indeed.

But, don't be surprised if you can see some people are also very careless about what they wear. I mean, really careless. They can wear shorts and flowy t-shirt with tennis shoes in evening show! Well, it's true that it also depends on where you seat. Some people in parquet or a bit close to the scene tend to dress well; heels and tuxedo, I mean, but who buy the cheaper ticket sometimes don't really care.

Sometimes you do not know, but actually people will also notice a glance what you wear. You are going to an Opera House with a very artistic and cultural interior, so you place yourself as a special guest. Dressing up and honoring the performance won't get you hurt though. If heels might hurt you, choose flat shoes and walk better.

Wednesday, July 8, 2020

Tips KOPENHAGEN: Kota Pecinta Desain dan Rileksnya Nongkrong|Fashion Style

Pertama kali datang ke Kopenhagen , saya sedikit skeptis dengan kota mini ini. Apa yang Kopenhagen miliki selain pelabuhan dengan bangunan warna-warninya? Sempat bertanya dengan cowok lokal di Tinder, saya malah dijawab tegas, "apa yang kamu mau? Banyak bar tuh!" Oke.

Sama seperti ibukota lain di Eropa, Kopenhagen juga memiliki museum dan segala bentuk tempat tamasya lainnya. Saya sebenarnya kurang begitu menyukai museum ataupun bangunan-bangunan kuno semacam kastil ataupun gereja tua. Gaya jalan saya sebenarnya lebih senang mengunjungi tempat-tempat yang banyak orang lokalnya, rileks, dan tidak selalu harus menconteng daftar must visit.

Nyaris setahun tinggal di Denmark dan lebih sering bolak-balik Kopenhagen, saya menyadari kalau Kopenhagen memang cukup membosankan. Apalagi kalau hanya bolak-balik stasiun N?Rreport atau Str?Get menuju Kongens Nytorv lalu berlabuh di Nyhavn, yang selalu ramai oleh turis. Wah, benar dah, bosan!

Kembali ke jawaban si cowok Tinder, sebenarnya Kopenhagen memang cukup menyediakan hiburan yang kita inginkan. Hanya saja, hiburan tersebut kadang tetap saja membosankan kalau dilakukan terus menerus. Ingin belanja, shopping center mereka tersebar dimana-mana. Nonton film box office ataupun indie, banyak bioskop tersebar seantero kota. Tertarik mencoba bar crawl dan craft beer, ya memang tempatnya disini.

Lalu apalagi yang bisa dinikmati di Kopenhagen selain hiburan ala hedonis layaknya manusia kota di atas? Menurut saya, desain dan tempat nongkrongnya! Saya memang pecinta desain dan arsitektur modern, namun tidak terlalu suka membuang uang demi nongkrong berjam-jam agar dianggap gaul. Tapi itu duluuuu.. Dulu, saat saya menganggap nongkrong hanyalah gaya hidup hedonis demi mengisi postingan Facebook dan Instagram. Semenjak disini, nongkrong seperti jadi gaya hidup saya dan teman setiap akhir pekan. Bukan demi memenuhi postingan, tapi hanya ingin menikmati atmosfir akhir pekan di kota yang sebenarnya sangat rileks dan menghibur.

Desain Skandinavia di Denmark

Kopenhagen memang salah satu pusat desain di Skandinavia. Ciri khas desain Denmark yang simpel, elegan, dan berkarakteristik sebenarnya bisa dinikmati di beberapa sudut Kopenhagen. Salah satu tempat terbaik menikmati desain Denmark adalah Design Museum Denmark , sekitar 3 km dari pusat kota. Walaupun museum, namun hasil desain yang dipamerkan jauh dari kata membosankan. Berbagai furnitur khas desain Denmark lebih berwarna-warni serta menyegarkan mata. Seorang teman yang tidak mengerti desain pun, jadi ikut menikmati segala objek yang ada di museum ini.

Tempat lainnya untuk menikmati desain Denmark adalah mengunjungi toko desain yang ada di Kopenhagen. Kalau memang hanya ingin lihat-lihat, saya biasanya datang ke toko perabotan interior khas Denmark seperti Normann Copenhagen , Illums Bolighus , atau lantai 4 Magasin . Salah satu toko perabotan khas Denmark favorit saya adalah Søstrene Grene  yang tokonya menyebar seantero Denmark. Di Kopenhagen sendiri, ada empat toko, salah satunya di kawasan Strøget. Selain murah, barang-barang yang dijual pun memang didesain di Denmark dan sangat berkarakter.

Skip museum kuno

Selain terkenal karena desainnya, Kopenhagen juga memiliki banyak tempat dan bangunan dengan arsitektur yang sangat kreatif. Bagi yang tidak terlalu suka melihat-lihat museum, saya lebih cenderung merekomendasikan The Black Diamond, perpustakaan keren di sisi perairan Kopenhagen. Selain menyimpan banyak buku, The Black Diamond juga memiliki jadwal pameran seni serta kafe santai dengan pemandangan perairan dan Cirkelbroen (jembatan bulat).

Tempat lainnya adalah 8TALLET , sebuah apartemen berarsitektur unik dan modern yang terletak di Ørestad, tak jauh dari bandara Kopenhagen. Karena memang berupa hunian, tempat ini pun memiliki jam-jam tertentu bagi pengunjung yang ingin melihat-lihat ataupun makan di kafenya. Daerah Ørestad sampai Bella Center sendiri merupakan daerah hunian yang memang banyak memiliki bangunan bergaya arsitektur modern, unik, dan berwarna-warni seperti Asrama Tietgen, VM Houses, VM Mountain, ataupun Bella Sky Bar & Restaurant yang lebih hip dan mewah.

Kembali lebih dekat ke pusat kota, Superkilen Parkdi daerah Nørrebroadalah salah satu tempat wajib kunjung di Kopenhagen.Berbeda dengan taman lain yang lebih teduh dan hijau, Superkilen menyajikan tempat publik yang super seru dan berwarna. Dari lantai bergelombang hitam putih, hingga lantai kotak merah merona di bagian yang lebih dekat dengan jalan rayanya. Trust me, your Instagram photos will far from mainstream museum!

Jauhi tempat nongkrong yang sangat turistik

Bicara soal nongkrong dan menghabiskan waktu bersama, orang Denmark memang sangat menyukai konsep hyggelig, yang tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris secara langsung. Namun hygge bisa dikaitkan dengan membawa perasaan bahagia, nyaman, serta intim bersama kerabat dan keluarga, biasanya saat cuaca dingin dan buruk.

Di Kopenhagen, tempat-tempat nongkrong yang super hyggelig juga tersebar dimana-mana. Dari yang hip bagi para orang lokal, hingga terkenal juga bagi pelancong. Saya pribadi lebih menyukai tempat nongkrong yang lebih banyak orang lokalnya ketimbang sangat turistik. Walaupun masih di pusat kota, ada beberapa tempat tertentu yang jauh dari jangkauan turis. Kebanyakan pengunjung lebih sering bicara bahasa Denmark, meskipun para pelayan dan kasirnya sangat fasih berbahasa Inggris.

Daripada menyusuri daerah pejalan kaki yang lurus di Strøget, banyak juga kafe-kafe tersembunyi di lorong-lorong sekitar daerah penuh turis ini. Daerah lainnya yang banyak tempat makan dan terkenal sebagai tempat nongkrong adalah distrik Vesterbro, tak jauh dari stasiun utama Kopenhagen. Sebuah area hipster bernama Kødbyen atau Meatpacking district juga terkenal bagi para lokal menikmati makanan simpel khas Denmark ataupun minum-minum bersama teman di akhir pekan.

Distrik terkenal lainnya adalah Nørrebro, Østerbro, dan Frederiksberg. Saya pribadi lebih mengenal daerah Vesterbro, Nørrebro, dan beberapa bagian di sekitar stasiun Nørreport. Tempat makan dan nongkrong yang banyak anak mudanya memang lebih banyak ditemui di distrik tersebut. Sementara Frederiksberg sendiri, merupakan daerah upper class dengan pilihan tempat makan yang lebih elegan dan berkelas.

Salah satu tempat makan lain yang terkenal bagi orang lokal dan turis adalah Papirøen atau Pulau Kertas di daerah pelabuhan Kopenhagen. Pulau ini sendiri sebenarnya lebih dikenal karena tempat jajan street food-nya yang sangat ramai saat musim panas. Bahkan di musim dingin pun, banyak orang yang harus antri menunggu bangku kosong di dalam ruangan. Bila bingung memilih tempat makan di seputar Kopenhagen, datang ke tempat ini, lalu berkelilinglah melihat para stan yang menjual banyak pilihan makanan, dari vegan hingga dessert khas Italia. Tapi kadang, saya sama bingungnya harus makan apa kalau sudah banyak pilihan begitu.

Selain tempat makan, banyak juga para Copenhageners yang piknik di taman, sisi pelabuhan, atau pantai saat matahari sedang terik-teriknya. Beberapa tempat yang biasanya ramai didatangi lokal adalah Amager Strandpark, Ofelia Plads, Operaen, Arsenaløen, atauIslands Brygge. Kebanyakan dari mereka biasanya hanya berjemur diri di bawah terik matahari, atau sekalian minum bir yang dibeli dari supermarket terdekat.

Tips Mewahnya Penerbangan Internasional Kelas Bisnis Singapore Airlines Rute Kopenhagen - Singapura - Jakarta|Fashion Style

Bermula dari niat yang belum ingin pulang kampung ke Indonesia, tiba-tiba saya dikagetkan dengan kiriman tiket pesawat dari kakak yang ada di Palembang. Sebelumnya memang beliau sudah tahu kalau saya masih beralasan tidak punya uang untuk pulang. Namun karena rasa sayangnya (uhukk), sebulan sebelum keberangkatan saya sudah dikirimi tiket pesawat yang tidak tanggung-tanggung, kelas bisnis!

Maskapai yang dipilihnya pun bukan maskapai sembarangan, Singapore Airlines. Saya yang kere ini, harus kaget ketika tahu berapa harga tiket pergi yang harus beliau bayar melalui tagihan kartu kreditnya. Perbedaannya bisa sampai four kali lipat dari tiket kelas ekonomi.

Jangan Lupa Verifikasi!

Penerbangan extremely panjang kali ini akan dimulai dari Kopenhagen ke Singapura selama 12 jam, baru lanjut ke Jakarta sekitar 1 jam forty five menit. Sayangnya, ada peringatan dari Singapore Airlines yang menyatakan saya harus memverifikasi dulu kartu kredit yang digunakan saat membayar di kantor SIA terdekat.

Sebenarnya verifikasi kartu kredit tidak berlaku apabila pemesanan dilakukan di website travel agent seperti Nusatrip atau Traveloka. Namun beberapa maskapai penerbangan besar memang menerapkan verifikasi kartu kredit terlebih dahulu, jika pemesanan dilakukan lewat website resmi mereka. Verifikasi ini bertujuan untuk menghalangi penipuan data kartu kredit. Gagal menunjukkan kartu kredit saat check-in atau belum menyelesaikan proses verifikasi, seseorang bisa gagal diterbangkan atau harus membeli tiket baru.

Di Palembang tidak ada kantor Singapore Airlines sehingga kakak saya tidak bisa melakukan proses verifikasi. Akhirnya saya mencoba menghubungi pihak SIA yang ada di Kopenhagen via e-mail untuk menerangkan masalah ini. Setelah beberapa kali bertukaran electronic mail, saya akhirnya menyerah dan mengatakan ke kakak untuk membelikan tiket baru di kelas ekonomi saja karena proses verifikasi memang wajib dilakukan.

Lucunya, tiga hari sebelum keberangkatan, pihak SIA mengirimkan e mail lagi ke saya dan mengingatkan untuk (lagi-lagi) jangan lupa verifikasi kartu kredit sebelum take a look at-in. Setelah proses berkirim email yang cukup panjang, akhirnya ada solusi untuk masalah saya ini. Pihak SIA mengatakan, saya tetap bisa menggunakan tiket kelas bisnis asalkan menerangkan ke pihak konter check-in untuk mengisi formulir surat kuasa dan menyertakan information kartu kredit atau kartu debit saya sebagai jaminan.

Rejeki di Kelas Bisnis

Karena tidak ingin mendapatkan masalah soal kartu kredit di konter check-in, kakak saya lebih menganjurkan untuk menggunakan tiket ekonomi saja. Sebenarnya saya juga tidak terlalu berharap lagi naik penerbangan kelas bisnis, tapi iseng-iseng double check-in di kelas bisnis dan ekonomi via online.

Tiba di konter check-in, ternyata ada masalah karena saya ketahuan check-in dua kali. Karena saat itu pihak representatif Singapore Airlines sedang melayani tiga penumpang lain yang juga ada masalah di kelas bisnis, akhirnya saya dibuatkan boarding pass di kelas ekonomi oleh petugas konter check-in. Namun karena pihak konter juga menyayangkan tiket bisnis saya, akhirnya saya disuruh menunggu pihak representatif selesai menangani penumpang lain, lalu melihat apakah tiket saya bisa di-upgrade.

Saya juga sebenarnya sudah benar-benar menyerah di kelas ekonomi. Terlebih lagi sudah tahu kalau Singapore Airlines adalah salah satu maskapai yang sangat strict dan jarang bisa meng-upgrade penumpang tanpa ada alasan tertentu. Tapi tetap saja, karena penasaran dan ingin tahu kelanjutan tiket kelas bisnis yang sudah dipesan, saya sabar menunggu.

Satu jam kemudian, di last minute penutupan konter check-in, akhirnya saya berhasil bicara dengan pihak representatif SIA dan menerangkan soal kartu kredit ini. Di menit-menit terakhir pun, mereka sigap membantu saya mengisi formulir surat kuasa dan tetap mengusahakan saya duduk di bangku kelas bisnis. Boarding pass yang semula kelas ekonomi, berganti menjadi boarding pass berlabel biru milik penumpang kelas bisnis. Benar-benar pengalaman seumur hidup.

"Thank to your brother from me," kata pihak representatif SIA konter gate ramah.

Saat ingin masuk pesawat dan menunjukkan boarding pass berlabel biru, lagi-lagi saya pun disambut ramah oleh petugas konter check-in yang tadinya ikut melayani saya, "oh, so you have changed your mind? I hope you have a good flight."

Catatan:

Verifikasi kartu kredit sebenarnya tidak berlaku di semua maskapai dan semua kelas penerbangan. Kakak saya membelikan tiket kelas ekonomi melalui website Singapore Airlines langsung, namun tidak ada masalah di konter check-in. Verifikasi kartu kredit hanya berlaku (maskapai manapun) apabila ada peringatan di e-tiket yang menyatakan penumpang harus menunjukkan atau memverifikasi kartu kredit yang dipakai saat memesan tiket. Kalau memang diwajibkan, proses verifikasi juga tidak harus datang langsung ke kantor maskapai seperti SIA, tapi bisa melalui websitenya langsung (Qatar Airways), atau mengirimkan information diri, surat kuasa, dan experiment kartu fisik pemilik kartu kredit. Info selengkapnya bisa ditanyakan terlebih dahulu ke maskapai penerbangan atau memperhatikan syarat di internet site resmi mereka.

Privasi dan Kursi yang Nyaman

Masuk ke kabin kelas bisnis, saya disambut ramah oleh pramugara dan pramugari yang semuanya berparas Asia. Mereka tidak berhenti tersenyum sambil menawarkan minuman selagi menunggu pesawat berangkat. Saya pun ditanya ingin minum apa setelah pesawat lepas landas. Karena baru pertama kali naik penerbangan internasional kelas bisnis, saya juga bingung ingin minum apa.

"Nothing special," kata saya. Melihat wajah saya yang kebingungan, pramugaranya seperti kurang puas mendengar jawaban saya. Ia pun menawarkan cocktail, mocktail, atau minuman alhokol lainnya. "Aha! Cocktail!" jawab saya yang diikuti senyuman puas si pramugara.

Sebelum pesawat lepas landas, saya juga sempat berkiriman foto dengan si kakak dan mengucapkan ribuan terima kasih. Beliau juga menghubungi saya dan terus-terusan menanyakan apakah pesawatnya sudah terbang atau belum untuk mengecek keberadaan Wi-Fi on Board yang sayangnya tidak ada. Sepertinya beliau juga ikut bahagia karena saya akhirnya bisa menggunakan tiket yang dia kirimkan.

Kursi di penerbangan kelas bisnis Singapore Airlines benar-benar besaaaar dan nyaman. Kursi yang berbalutkan kulit top class yang empuk ini, bisa disulap jadi kasur untuk tidur. Selimut yang diberikan pun lebih besar dan hangat. Segala kenyamanan seperti ini memang pas dipadukan dengan penerbangan yang extremely lama dari Kopenhagen ke Singapura yang memakan waktu 12 jam.

Sialnya, saya tidak bisa tidur karena jam tubuh lebih mengikuti waktu Kopenhagen. Jadinya saya hanya bisa membalikkan badan kesana kemari saja di atas pesawat. Belum lagi hiburan KrisWorld yang outstanding membosankan dibandingkan banyaknya pilihan movie dan lagu di pesawat Timur Tengah semisal Emirates atau Qatar Airways.

Berbeda dengan penerbangan pendek dari Singapura menuju Jakarta, pesawat yang digunakan agak kecil. Walaupun sama-sama nyaman dan mendapatkan pelayanan spesial, biasanya penumpang juga bisa memilih makanan tertentu sesuai food regimen. Senyum manis ramah pun berkali-kali dihadiahi pramugara atau pramugari yang datang ke kursi kita. Sungguh berbeda dengan pramugara atau pramugari yang melayani kelas ekonomi. Biasanya senyum mereka sedikit pudar dikarenakan kelelahan melayani banyaknya penumpang.

Makan lagi, lagi, dan lagi

Di penerbangan panjang internasional kelas bisnis, biasanya makanan akan ditawarkan secara eksklusif pula. Melihat rentetan menu Singapore Airlines, makanan yang ditawarkan bisa empat hingga lima sajian, apalagi penerbangan tersebut melewati waktu makan malam. Sayangnya, saya tidak mengambil foto makanan satu pun di atas pesawat.

Bedanya dengan penerbangan kelas ekonomi yang memakai peralatan plastik, meja di kelas bisnis akan ditutupi taplak putih terlebih dahulu sebelum diisi oleh piring-piring porselen yang anggun. Beruntungnya saya bisa mencicipi Foie Gras atau hati angsa yang mahal itu. Tapi sayangnya perut sudah kekenyangan di bagian pencuci mulut hingga harus menolak cheese cake danchoco cake, hingga memilih buah-buahan saja.

Walaupun makanan utama sudah lewat, tapi Singapore Airlines juga menyediakan snack ringan seperti biskuit hingga snack berat seperti mie. Melihat penumpang yang masih sadar di jam-jam tidur, biasanya pramugara atau pramugari yang lewat pun tidak berhenti bertanya apakah ada minuman atau makanan yang ingin dipesan. Kalau sudah kekenyangan dan tidak ingin diganggu, aktifkan saja tombol "Do Not Disturb".

Lounge Silver Kris di Changi Airport

Tidak bisa menikmati SAS Lounge di Kopenhagen, saya akhirnya hanya menghabiskan waktu di front room Changi Airport. Transit saya di Singapura kali ini 6 jam sebelum terbang lagi ke Jakarta. Niat awal yang inginnya jalan-jalan dulu di Singapura, harus terhenti ketika tubuh mulai kelelahan dengan penerbangan panjang tanpa tidur. Saya pun tidak sempat foto-foto dan menyempatkan diri tidur sejenak di sofa-couch empuk yang ada di lounge.

Melihat makanan gratis di front room yang semuanya menu-menu Asia, saya belum juga ingin makan apa-apa selain mengambil air mineral. Rasa mengantuk sepertinya lebih besar dari rasa kelaparan. Hingga three jam sebelum keberangkatan dan tetap saja tidak bisa tidur, akhirnya saya niatkan untuk mengambil beberapa makanan mumpung living room lagi sepi.

Lounge Silver Kris sendiri sedikit temaram dengan couch-sofa empuk yang memenuhi isi ruangan. Colokan listrik biasanya berada di bagian dekat dengan dinding. Toiletnya notable bersih dan besar. Karena biasa dijadikan tempat transit, tersedia pula kamar mandi lengkap dengan segala peralatan mandi dan handuk.

Special observe to my brother:

Septian, bunch of thanks! Akhirnya adik mu berhasil mencoret satu lagi daftarTo-do-list-before-dying: naik penerbangan internasional kelas bisnis--gratis!

Tuesday, July 7, 2020

Tips COPENHAGEN: Place for Going Out and Design Lovers|Fashion Style

Came to Copenhagen approximately a year ago, I changed into a piece skeptical with this tiny town. What Copenhagen have beside the landmark colourful port? I had asked a neighborhood man in Tinder and he simply responded firmly, "relies upon on what do you need. Check out those masses of bars!" Okay, bars are everywhere I bet.

Like some other capital cities in Europe, Copenhagen additionally has plenty of museum and a few sightseeing places (in which I assume a piece uninteresting). I genuinely don't without a doubt like museums and any historic building like citadel or vintage church. What I enjoy is touring places where the locals are, mingling with them whilst relaxing, and no longer usually have to test have to-go to field all of the time.

Almost a year, backward and forward Herlev-Copenhagen, I found out Copenhagen is absolutely monotonous. Since my region handiest have buses going to N?Rreport Station, so that is the maximum cushty route I favor to seize the city. But, that is also distinctly tedious by stopping in Norreport station or Str?Get, taking walks alongside the pedestrian until Kongens Nytorv and say good day again to Nyhavn, where is constantly crowded by travelers.

Back to the answer of Tinder guy, simply Copenhagen gives enough fun things we want. However, the pleasures itself every now and then nevertheless boring while all you can do every weekends just purchasing, looking container workplace, or bar crawls (sure, this is the right region certainly!).

So, what else I can revel in in Copenhagen apart from the ones dull exercises in the weekends?Within the equal place? For me, the designs and locations for striking out wherein I can spot the Danes! I'm so rewarded by many stunning points of interest and studies I get with the aid of ventured off the center and head over to the districts that surround it, especially at some stage in the push hours of the principle vacationer attractions. Think you could see how the locals stay with the aid of strolling round Str?Get or Queen Louise Bridge? Think once more.

Scandinavian design in Denmark

Indubitably, Copenhagen is one of the layout towns in Europe. Danish layout which is easy, fashionable, and so formidable can be enjoyed in a few corners of Copenhagen. Danes are surely so interested to layout indeed. If you have got chance to take a glance their homes, maximum in their fixtures, indoors furniture, or appliances are coming from the maximum costly Danish dressmaker's manufacturers. For instance Normann, Kay Bojesen. Georg Jensen, and some other well-known names.

One of the best places to enjoy Danish design is Design Museum Denmark , about 3 km from the city center. Although this is kind of "old" museum, but the exhibitions are far from dull. The exhibitions which are mostly furniture are colorful and so refreshing for eyes. My friend who had no interest of any design, terribly enjoyed all the things in this place when she visited. Good reason for young people (under 26-year-old) to be here, even they're not student, is free entrance.

Other places to enjoy Danish design are some local design stores in Copenhagen. If I just want window shopping without (or less) spending money, I will come to interior furnishings stores like Normann Copenhagen , Illums Bolighus , or the 4th floor of Magasin du Nord . One of my favourite places is Sostrene Grene where the stores spread out around Denmark. In Copenhagen, there are four stores and one of them is located in ​​Strøget. Besides good for pocket, the goods are so cute and typical Danish design. Can't take my hands off to grab all the things!

Skip the ancient museums

As well as design, Copenhagen also has a lot of places and buildings with a very creative and unique architecture. For those who dislike checking around the museum like me, I am more likely to recommend The Black Diamond , cool library in the waters of Copenhagen. Besides collecting a lot of books, The Black Diamond also hold art exhibitions, concert venue, and relaxing café with water and Cirkelbroen (round bridge) views.

The other place is 8TALLET , a unique architecture and modern apartment located in Ørestad, not far from Copenhagen airport. Because this is apartment, there are some rules to be respected for residents before visitors can see around or eat in the café. Ørestad to Bella Center itself is actually a residential area where does have many modern architectural, unique, and colorful buildings like Tietgen Dormitory , VM Houses, VM Mountain, or more hip and luxurious Bella Sky Bar & Restaurant .

Back closer to the center, Superkilen Park in the neighborhood of Nørrebro, is one of the must visit places in Copenhagen. So different from another shady and green parks, Superkilen presents a public area with super fun and colorful floors. From the undulating black and white to rosy boxes in the area closer to the main street. Trust me, this is lovely yet non-mainstream spot for your next Instagram posts!

Stay away from actual touristic spots

Talking about hanging out and quality time, the Danes are very fond to hygge concept, which can't be translated into English directly. However, hygge can be associated with happiness, comfortable, and intimate feeling with relatives or lovers, usually during bad weather.

In Copenhagen, hangout spots are mostly created to be super hyggelig and also scattered everywhere. From the hip ones with lots of Danes, to the well-known also for travelers. As I said above, I personally prefer hangout where the locals are than mingling with tourists. Although in the center, actually there are some specific places beyond the tourists' radars. Most customers speak Danish, even the waiters and the cashier are very fluent in English. Rather than straight along the pedestrian of Strøget, many hidden gems actually just in the alleys around it.

Another famous area where has lots of choices to eat and drink is Vesterbro, a neighborhood not far from the main station of Copenhagen. An area hipster named Kødbyen or Meatpacking district is well-known by locals enjoying simple Danish meal or just drinking with friends in the weekends.

Other famous neighborhoods are Nørrebro, Osterbro, and Frederiksberg. I personally know Vesterbro, Nørrebro, and some parts of Nørreport station. Cool spots where I can find so many young Danes are indeed in those areas. While Frederiksberg, well-known as an upper class area with more elegant and classy choices for eating or hanging out.

Craving for another? One eating place option for locals and tourists is Papirøen or Paper Island in the harbor area of ​​Copenhagen. The island itself is actually better known with street foods and so crowded during the summer. Even in winter, many people have to queue waiting for the empty chair in the room. If in perplexity where to eat around Copenhagen, I suggest just come to this place. Check around to see the booths that sell a lot of food options, from vegan to a typical Italian dessert. But sometimes, I'm double confused what should I eat if there are so many choices like that.

Copenhagen is undoubtedly expensive. Putting my bum in different local cafés every weekend is also not a solution to be happy (even I am). Spending money wisely is all I have to remember whenever taking my card and inserting it easily in the cashier. So, if the weather is (totally) good, take my friends for short picnic is kind of alternative. Many Copenhageners will also picnic in the park, port, or beach, when the sun shines at its best. Meet the Danes in Amager Strandpark, Ofelia Plads, Operaen, Arsenaløen, or Islands Brygge. Most of them are usually just tanning in the sun, biting their strawberries, or drinking beers which have just purchased from the nearest supermarket.

Follow my blog with Bloglovin

Sunday, July 5, 2020

Tips Best Cute Coffee Shops in Copenhagen|Fashion Style

Danes are heavy alcohol drinkers at night, but slowly coffee sipper during the day. They know how to make quality time with friends, families, the loved ones, or even dates, just by a cup of coffee. Not only with companies, I've spotted some loners also enjoy their hygge-time with Macs or books in the middle of cafés.

To be honest, I'm now not partial to espresso. Instead of ordering espresso with the latte, I will select chai latte as usually. But, what is the real fun of sipping my chai latte in town while I can make it at domestic all the time? Well, it is approximately tasty dishes, latte artwork, plush armchairs and a relaxed surroundings with locals!

The fundamentals of good coffee shops can be many. But Copenhagen's best ones must undoubtedly be something special to beat an unusually strong field of cool coffee shops and glorious fun spots. The best coffee in town is probably what coffee lovers looking for. But since I'm not, I always try to go to places where I can sip my chai and wrapped by their cozy yet cute interiors. If you also consider design as part of temptation, check these cutest spots among others in Copenhagen for your next Instagram posts. Visit one (or more) of the following coffee shops and get an experience with Danes!

The Living Room

Address: Larsbjørnsstræde 17 (nearest stop: Nørreport St.)

Opening hours: Man-Thu 9-23, Fri-Sat 9-02, Sun 12-18

Website:fb.Com/thelivingroomdk

WIFI: YES!

Genuinely to mention, this area is my and ex-date's favorite espresso-date location on the town. They have warm drinks however also can hit into cocktails or beers at night time. Watch out your steps to this place in Friday or Saturday night time. You aren't the best person who want to mingle with locals of their relaxed basements with candles and sofas. Or simply come at some stage in the day or Sunday, because they're pretty empty at the moment.

KAFFE

Address: Istedgade 90 (nearest prevent: Central Station)

Opening hours: Mon-Fri 8-22, Sat-Sun nine-22

Website:kaffeistedgade.Dk

Small espresso keep close to the principal station with bizarre interior! The man in the picture gave me his cordial smile whilst he saw me approximately to go into the door. Let's be child and mess around a bit bit!

Den Lille Gule

Address: Mikkel Bryggers Gade 7 (nearest forestall: R?Dhuspladsen (K?Benhavn) or Central Station)

Opening hours: Mon-Fri eight-22, Sat-Sun (holiday) 9.30-22

Website:denlillegulekaffebar.Dk

This is the actual gem in the hustle of Str?Get. Located inside the small alley and is like throwing stone from the oldest movie theater in Copenhagen, Grandteatret. If it's bloodless outside, do not bother yourself with blanket. Go up to their 2nd floor and find the warmness of The Little Yellow?Its name translated to English.

Wulff Konstali

Address: Isafjordsgade 10 (nearest forestall: Bergthorasgade or Islands Brygge (M))

Opening hours: Mon-Fri 7-20, Sat-Sun eight-18

Website: wogk.Dk

I would say, this vicinity is bakery alike. But truely serve heat food and area to speak. Notice their massive lamps! It's so harmonized with their lengthy wooden table. Snap!

Central Hotel & Café

Address: Tullinsgade 1 (nearest stop: Vesterport Station or Værnedamsvej)

Opening hours: Mon-Fri 8-18, Sat 10-05

Website:centralhotelogcafe.dk

Let's go to the smallest hotel in the world with a whole package of its little cute coffee shop! This hotel only have one room, which is not cheap, but could bring you wondrous experience. If staying over is not what you're doing, just spend few krones for their nice coffee in the first floor. It's also winning.

Kaf' Bar 9/Kompa 9

Address: Antonigade 9 or Kompagnistraede

Opening hours:

Website: kaf' bar 9

Clean interior with influence of Danish design. It's a lovely café where you can chit chat, laugh around, and find your tasty little bites.

Bevar's

Address: Ravnsborggade 10B (nearest stop: Ravnsborggade or Elmegade (København))

Opening hours: Mon-Wed(Thu) 9.30-24(02), Fri(Sat) 9.30(10)-03, Sun 10-21.30

Website:bevars.dk

WIFI: Yeees!

Don't get too intimidated by locals who are bringing their super Macs to this place ;)

Bevar's can be so romantic (and sometimes crowded) during the night. While "enjoying" their WiFi, they also serve some tasty meals for lunch and dinner. Go grab it if you can afford it. I mean, they're not that so cheap, but definitely yummy. Oh ya, since Nørrebro is a cool district, so don't try to flirt to chic young people in the corner! All I mean is, lots of pretty people are always coming here.

Ipsen & Co

Address: Gammel Kongevej 108 (nearest stop: H.C. Ørsteds Vej (Frederiksberg) or Gammel Kongevej)

Opening hours: All day 8-18

Website: ipsenogco.dk

A quite new place ran by two young siblings, this coffee shop is located in an opulent district, Frederiksberg. Sometimes a bit loaded after working time, but you can still sit closer to each other in their long wood table. Their high ceiling makes this place breathable and cozy. Check out their varied menu, which is addressed to both the small or large hunger.

Atelier September

Address: Gothersgade 30 (nearest stop: Nørreport St. or Kongens Nytorv (M))

Opening hours: Mon-Fri 7.30-18, Sat(Sun) 9(10)-16

Website:atelierseptember.dk

Whenever I see people upload their pictures in Atelier September, the snaps are always good and lovely. Why not trying to have a good picture while biting their avocado sandwich for lunch?

NOTE:

There's no such cheap coffee in Copenhagen. From place to place, price for a cup of warm drink is starting from 25 Krones to 45 Krones. Hey, there's a nice tall glass of chai latte which needs extra krones!

Saturday, July 4, 2020

Tips 8 Ways How to be a Dane|Fashion Style

Danes are the happiest creatures on earth, people said. I know, the starter is so mainstream, but that's all that I can think right now. Living for a year and (still) more with Danish family opens my mind and eyes to know their culture better. In my opinion, Danes are happy because they know how to manage time between working and having fun at the same time. They are laid-back towards life, have a strong connection with their old friends, and enjoy the comfort of how Denmark gives them.

Danes love their usa so much! I understand, some Danes hate to be Danes and every now and then need to be judged as an global individual with the aid of foreigners. But don't get me incorrect, they still love the privileges of Denmark device that they're difficult to refuse (even dwelling a ways some distance away now).

If we're living in Denmark and thinking of being a local, the key point is learning Danish first. Trust me, even Danes would think we are part of them if we could say some phrases in their language. Even your face is so Asian, like me, normally they still speak Danish to you. Unless you excuse yourself to do not speak Danish, they keep asking and talking in Danish after your short attempt like "Ja, tak" or "Jeg skal ha' en kop chai latte".

Oh ya ya, you do not like Danish. It's an unpleasant language. It's hard to learn. Okay, I understand the ones such excuses. How about provide Danes the picture of us immersing their way of life in spite of no phrases of Danish outspoken?

1. Go biking

Danes realize that taking public transportation can break their bills every month. If you are living in or close to Copenhagen, it's better to buy or rent your own bike. Go biking around Copenhagen in good weather, bad weather, even when you have no intention to bike! Do not forget to equip the bike with a powerful lock. I know one of the girls (who isn't Danish), bought her bike with super cheap price but an expensive lock. She was tired of losing bike in the town, even the price itself not so expensive. So, it is all about the lock now.

What if I don't stay in Copenhagen? I advised you, pass cycling! That's how Danes do to reach the workplace, shops, or faculty within 5 to ten kilometers.

2. Down to earth

Another happiness secret of Danes is certainly being down to earth. Danes are rich, however they in no way call them so. Instead of "rich", they choose word "comfort". Danes recognize shopping for a car and purchasing the coverage can be freaking highly-priced, but they still afford it. They purchase a vehicle based on what they need. They do not clearly wreck themselves with the steeply-priced game motors if there is no factor to pressure them in the geographical region. Even though they have one, I actually have by no means visible Danes drive their motors fastly in town just to expose off. Of path, I've visible odd humans performed the tune so loud with home windows down. But the cars are so-so. Meh!

Not best about vehicles, Danes are also now not so thrifty buying expensive furnishings for his or her houses. They purchase the ones things, once more, no longer to expose off to their guests. But it's simply due to the fact, they know they have got cash, they can have enough money it, and they also recognize humans can manage to pay for it. So, why they ought to display off something which every other Danes can also purchase?

3. Wear too much black

I haven't any idea why this shade is on the top of any shades for Danes. I've found out that, to appearance highly-priced, pick black among any shades you could see. To appearance stylish, assume black once more. If you're unsure, just put on black. Heeey!

I can see Danes love black absolutely. It's now not the coloration for winter only, however they put on black all of the seasons. It's now not vital to wear black from head to toe to be a hardcore Dane. I've ever worn a black blazer with a white t-shirt, and one in every of my Romanian pals just spotted me really Dane due to my (uninteresting-yet-impartial) colour.

Four. Go to fitness center or and do exercising

Danes deal with their frame a lot. Fitness places are in each nook of Denmark and Danes don't thoughts to pay the subscription each month to be fit and nicely-shaped. In some places of work, they even offer the employers with fitness system.

Since my host dad is an proprietor of fitness system corporation, additionally they put a few luxurious styles of device at domestic for exercising. The humorous issue is, they're still difficult finding out the time to exercising independently at home. Afraid of missing motivation by means of exercising on my own, Louise, my host mom, subscribed herself in a gym about 2 weeks in the past.

It's hard scoring men in Denmark with weight problems. Okay, need to be there are some guys have beer-abs outside there. But nonetheless, younger guys and women are in most cases properly-formed with good abs. If now not, at the least, they are healthy and narrow. Not every Dane loves running out in the health club, although. Instead of constructing muscular tissues and hot frame within the health club location, they had alternatively do marathon or motorcycle loads. They run up to now and nevertheless do it on the decrease temperature.

Five. Meet meat

Even though Danes adore fitness center location or being sweat, they are now not so picky with meals. They respect the maximum pleasing meal are coming from red meat. It may be pork or red meat. I note, my host own family eats meat lots! It's hard suffering in Danish party on the grounds that they by no means serve any vegetarian meals for handiest one character who claims she is. Me.

Well, however it's smooth to discover vegan options on the town. Some Danes are also vegan or vegetarian. But once other Danes notice that we are following this strict religion, they'll be curious, how on the planet you can live with none meat to your menu? Meat is so rattling proper! It brings power and happiness in your mouth, they stated.

6. Drink a lot

Among different nationalities in Nordic nations, Danish have a popularity for being heavy drinkers. They're drunk often. Happiness is also coming from booze. Alcohol makes them open up to strangers whom they cannot approach or talk whilst they are sober. Although sounds not truly stylish, but this is how Danes are.

But, if we come to clubs and bars in Copenhagen, most of drunken Danes are virtually younger humans. It's rare seeing the drunken old guy hands a can of beer throwing up inside the nook of the road. I can provide the opinion that younger Danes revel in taking part in their young lives. They simply need to be loose,wild, and sometimes uncontrollable whilst they're younger.

I can see that antique or mature Danes are so duty about how lots booze pass right down to their our bodies. My host dad stopped consuming alcohol in his 30s. He doesn't like the flavor of beer or wine. If best he has to drink alcohol, he's so choosy to just drink champagne. In three hundred and sixty five days dwelling with them, I just noticed Brian drank alcohol as soon as in New Year's Eve. It changed into just because part of the lifestyle in Denmark to have fun New Year's Eve with champagne.

If you are younger, wild, beer lover, and love being under the influence of alcohol, just do it! If not, be a mature Dane with complete of duty and hold sober.

7. Clearance all the 12 months

If those matters don't bring any pleasure in your lifestyles, just get rid them off. This precept is carried out in part of Danish life. Once Danes don't sense or see any joy of getting something, they don't mind to throw it out. My wealthy host circle of relatives doesn't mind to shop for the whole lot they want after which throw it away after they feel no need to have it anymore.

Instead of storing loads of things in the garage, they'll do the cleansing, and put the things away in front of their gates. Normally, there may be a big truck involves pick up those vintage things. If no longer, occasionally there are buddies who sneak out to take a glance what humans have thrown away and take the matters with them to home.

Not best for matters that don't lead them to satisfied, Danes also problem and be cautious approximately what they devour. Vegetable or milk has to be clean all of the time. They don't genuinely care if ought to move for groceries greater than as soon as a week just to ensure all condiments they have are clean. Vegetables that appear now not so sparkling-however-for-me-they-are, aren't allowed staying longer within the fridge. Milk which the expired date is categorized perfectly on time has to be brushed off as well. Dear Danes, on occasion what you see, isn't what it honestly approach.

8. Be a part of layout enthusiasts

I have ever attended an exciting design trade display in Copenhagen two months again. It changed into all about Scandinavia's innovative furnishings and lifestyle. In this example, I don't need to be a Dane to revel in design aspect as part of joys. I'm not a dressmaker, now not even running in a creative enterprise, but I do love the layout. I by no means understand, living in Denmark brings a bliss for my ardour in layout and artwork.

Back to the alternate show, I came to one in every of retails who participated in that event. He talked loads approximately his products and the way he and his wife work together in their own corporation. One query from him, "for your united states of america, what human beings most invest in?". I mentioned food. He said, in France, people tend to spend their cash for right meals as properly. In Italy, humans spend their money to have fine time inside the satisfactory caf?. But in Denmark, Danes spend a lot of money on fashion designer furniture.

I even have ever had a danger to come into a few Danish homes earlier than. That's true. There should be Danish clothier products of their house, like quality porcelain cup from Royal Copenhagen. I understand, Danish design is easy but fashionable. Modern design is a part of the Danes' national identity and each day life. Many Danish merchandise have come to be archetypes or icons of 20th-century design.

Speaking approximately designer manufacturers, the goods aren't reasonably-priced. But as I stated above, Danes have cash and will come up with the money for everything they need. My host own family is not the fan of the layout, even knowing not anything approximately design. But they filled their house with furniture which approximately 70% come from Danish designers. Danes appreciate their very own design and that is enough.

Thursday, July 2, 2020

Tips Biaya Hidup (baca: Belanja) di Denmark|Fashion Style

Denmark memang negara mahal, lebih mahal dari biaya hidup di Belgia  dulu. Tapi entah kenapa, saya merasa Kopenhagen lebih hidup ketimbang Brussels. Dari atmosfir tempat nongkrong, banyaknya arsitektur keren, hingga orang asing yang berstatus pelajar hingga pekerja memenuhi sudut Kopenhagen menjadikan negara ini lebih internasional.

Ketimbang Kopenhagen, sebenarnya Aarhus lebih cocok disebut sebagai kota pelajar. Banyak mahasiswa Indonesia yang tinggal di Denmark pun sebenarnya kuliah di kampus Aarhus. Tapi karena banyak kampus keren seperti KU (University of Copenhagen), DTU (Technical University of Denmark), KADK (Royal Danish Academy of Fine Art), CBS (Copenhagen Business School), atau KEA (Copenhagen School of Design and Technology) berlokasi di sekitar area Kopenhagen, makanya kehidupan anak muda di kota ini terasa lebih seru. Well, might be because I'm a city person.

Setahun lebih tinggal di Denmark, saya masih sedikit amazed betapa mahalnya negara ini. Herannya, meskipun mahal dari banyak hal, saya malah tambah kalap belanja, jajan di luar, hingga nonton tiap bulan.

Seorang teman yang tinggal di N?Stved, kota kecil sekitar ninety km dari Kopenhagen, bisa sangat berhemat dengan banyaknya tabungan yang dia sisihkan dari uang saku au pair. Lha saya, karena tinggal hanya sekitar 11 km dari pusat kota Kopenhagen, bisa dipastikan dimana saya berada tiap minggunya.

Perlu diperhatikan, biaya hidup tergantung dengan gaya hidup. Daripada sering mengeluh soal betapa mahalnya negara ini, sebaiknya dilihat dari sisi kegunaan dan mulai merencanakan finansial yang matang jika berniat tinggal disini.

Biaya Kuliah

Berencana melanjutkan studi di Denmark dan pernah mendengar kalau biaya kuliah disini gratis? That's not totally true.

Faktanya, kampus di Denmark hanya digratiskan untuk penduduk Eropa saja. Selain "free of charge", pemerintah juga memberikan uang saku bagi para pelajar Eropa ini hingga 12.000 DKK consistent with bulannya.

Orang-orang non Eropa yang berniat kuliah disini dengan biaya pribadi, siap-siap merogoh kocek three.500 DKK hingga 10.000 DKK consistent with semester. Universitas Aarhus dan Aalborg juga menyediakan beasiswa untuk program Pasca Sarjana bagi yang berminat kuliah disana.

Biaya Sewa

Mencari apartemen sewa dan kamar kosong di kota besar seperti Kopenhagen memang sangat sulit. Salah satu student housing terkeren, Tietgen, pun harus menyeleksi dulu mahasiswa yang akan menempati salah satu kamar.

Teman-teman saya yang berkuliah di sekitar area Kopenhagen biasanya akan tinggal di kollegium, menyewa satu kamar kosong di apartemen seseorang, ataupun bersedia tinggal di kamar sewa di rumah seorang keluarga di pinggir kota.

Banyak mahasiswa asing yang beruntung mendapatkan kamar kosong di pusat kota, tapi banyak juga yang harus menyerah tinggal di pinggiran kota tak jauh dari Kopenhagen.

Harga kamar kosong tanpa perabotan di luar Kopenhagen biasanya dimulai dengan angka 2000 DKK. Sementara di Kopenhagen, satu kamar yang disewa dari apartemen seseorang dihargai 4000-6000 DKK in step with bulan. Untuk harga satu apartemen kosong, harganya di atas 8000 DKK according to bulan.

Kebanyakan kamar dan apartemen di Denmark memang disewakan kosong. Namun dalam kasus tertentu, penyewa bisa beruntung mendapatkan kamar lengkap dengan furnitur dari harga 3000-6000 DKK.

Untuk lebih lengkap melihat daftar harga apartemen yang tersedia di beberapa kota besar di Denmark, bisa bukaBolig Portal .

Bahan Makanan

Tidak hanya pendatang, orang asli Denmark pun mengakui kalau harga bahan makanan di negara mereka sangat mahal. Meskipun begitu, Denmark juga terkenal sebagai negara dengan sampah makanan terbesar di Eropa. Iya, orang Denmark memang paling hobi buang-buang makanan.

Layaknya orang lokal yang lebih sering belanja di grocery store, kita pun hanya bisa mendapati banyak bahan makanan di grocery store besar lokal seperti Fakta, Netto, atau F?Tex. Kalaupun tidak mendapati apa yang dicari di tiga supermarket besar tersebut, tengok juga Super Brugsen, IRMA a thousand, ataupun MENY. Biasanya mereka menjual aneka bahan makanan khusus vegan.

Saking seringnya orang Denmark berbelanja di grocery store, nyaris di setiap sudut kota terdapat Fakta dan Netto yang biasanya saling berdekatan.

Sekali belanja di grocery store besar tersebut, a hundred DKK hanya cukup membeli bahan makanan untuk tiga hingga lima hari berikutnya. Roti ataupun susu dipatok sekitar eight-10 DKK consistent with pak. Sedangkan sayuran dan buahan segar berkisar 10-30 DKK.

Bahan makanan lainnya juga bisa ditemukan di LIDL, ALDI, atau toko-toko kecil orang Turki. Selain bisa menemukan daging halal, harga sayuran pun lebih murah meriah. Sayangnya toko semacam ini sangat jarang dan tidak tersedia di semua kota.

Di beberapa kota sering juga diadakan pasar kaget setiap bulan. Orang Denmark biasanya datang demi menikmati pastry dan rotifresh from the oven ataupun berbelanja sayuran organik dari farm market.

Sejak di Denmark, saya jarang sekali pergi ke toko Asia yang ada di Kopenhagen. Sengaja memang, agar tidak kalap belanja mie instan dan sambal sachet.

Di dekat stasiun utama Kopenhagen terdapat toko Asia besar yang buka hingga jam 7 malam. Toko-toko Asia ini juga tersebar di beberapa kota besar seperti Aalborg dan Aarhus.

Transportasi Umum

Selain harga makanan, transportasi umum di Denmark  juga luar biasa mahalnya. Harga tiket untuk satu kali jalan (2 Zona) minimal 24 DKK. Sementara kalau harus menambah satu zona lagi, tambahkan saja 12 DKK untuk setiap kelipatan zona berikutnya.

Mahasiswa dan pekerja yang tinggal atau bekerja di sekitar area besar Kopenhagen kebanyakan bersepeda menuju kampus dan kantor. Kopenhagen sendiri memang tidak terlalu besar sehingga banyak daerah yang mudah dijangkau hanya dengan bersepeda. Selain berhemat, bersepeda juga bisa jadi kegiatan yang sangat fun sekalian olahraga.

Saya sendiri sebenarnya sangat malas bersepeda, apalagi saat udara dingin dan berangin. Kota yang saya tempati sekarang juga berjarak 11 km dari Kopenhagen. Artinya, saya harus mengayuh sepeda selama kurang lebih 50 menit untuk sampai pusat kota. Sementara, waktu yang sama bisa saya tembus kalau menggunakan transportasi umum.

Bagi para orang pemalas seperti saya ini, mau tidak mau harus langganan travel card agar bisa menggunakan semua moda transportasi di Denmark. Kalau memang tinggal cukup jauh dari Kopenhagen sehingga harus menggunakan transportasi umum, ada banyak pilihan travel card yang bisa dipilih.

Per tanggal 15 Januari 2017, tarif baru akan diterapkan untuk semua moda transportasi yang ada di Denmark. Meskipun katanya lebih mudah dipelajari, tapi tetap saja membingungkan bagi yang belum tahu peraturan zona tiket yang ada di Sjælland dan area lainnya.

Intinya, pilihlah:

Periodekort, jika harus bolak-balik rumah ke kampus, kantor, atau tempat nongkrong lebih dari 26 kali dalam seminggu. Harganya memang tidak murah, namun lebih murah jika sering mendatangi tempat yang sama. Untuk tiket 2 zona, harga periodekort per bulan adalah 375 DKK. Info lengkapnya bisa cek disini .

Rejsekort, jika sering menggunakan transportasi umum namun dengan fleksibilitas yang tinggi. Rejsekort lebih mirip travel card isi ulang yang harus selalu di-check-in setiap naik transportasi umum, lalu check-out saat benar-benar sudah sampai tempat tujuan. Ada diskon tambahan sebesar 20% di jam tertentu, akhir pekan, dan hari libur untuk penggunaan Rejsekort tanpa aturan zona.

Ungdomskort, bagi para pelajar yang tinggal minimal 3 zona dari kampus dan tempat sekolah. Syaratnya, kampus tersebut adalah salah satu yang disetujui oleh SU. Kalau memang tinggal cukup jauh dari kampus, daftarlah diri untuk mendapatkan kartu kesini . Kartu bulanan untuk para pelajar ini sangat sakti karena sangat murah dan bisa dipakai di seluruh zona.

DSB Ung Kort (dulu WildCard), jika berusia 18-25 tahun ataupun terdaftar di salah satu kampus atau sekolah yang disetujui SU, ada baiknya memiliki kartu ini. Dengan Ung Kort, para anak muda bisa jalan-jalan ke ujung Denmark mana pun dengan diskon mencapai 50%. Ada juga diskon 20% bagi yang menggunakan kereta Øresund menuju Malmø. DSB Ung Kort bisa dibeli via aplikasi yang berlaku hingga satu tahun dengan harga 125 DKK, ataupun bisa memesan kartu fisiknya seharga 150 DKK.

DSB Orange, khusus bagi penumpang yang tinggal di daerah cukup jauh namun ingin menggunakan kereta dengan tarif murah. Jadi daripada menggunakan Rejsekort, tiket ini menawarkan diskon hingga 60% dari tarif normal kalau dipesan dari jauh-jauh hari. Silakan cek disini untuk informasi tentang syarat dan ketentuannya.

Flexcard untuk The Great Copenhagen Area, jika kita hanya turis yang bermaksud tinggal 7-183 hari di Denmark. Untuk mendapatkan kartu-kartu di atas, biasanya kita harus memiliki CPR-Number Denmark yang digunakan saat pemesanan. Kalau memang sedang liburan, mengunjungi keluarga, ataupun bekerja dalam waktu kurang dari 3 bulan di daerah Sjælland, ada baiknya memesan kartu ini disini . Untuk Flexcard 2 zona, dikenakan tarif 37,14 DKK per hari.

Telepon

Ada empat operator besar di Denmark seperti TDC, 3, Telia, dan Telenor. Telia dan Telenor adalah operator yang berbagi 3G dan 4G. Nama-nama operator lainnya semisal Oister, CBB Mobil, ataupun Bibob, adalah daftarnetwork yang bekerja sama dengan empat nama operator besar tersebut.

Kebanyakan orang Denmark akan berlangganan tarif telepon per bulan atau post-paid. Untuk berlangganan, kita harus mempunyai alamat tempat tinggal di Denmark serta CPR-Number.

Tarif post-paid per bulannya paling murah 79 DKK yang kadang sudah termasuk paket internet, telepon, dan SMS. Operator yang saya gunakan, CBB Mobile (network Telenor),  mengenakan tarif 109 DKK per bulan yang sudah termasuk paket internet 20 GB, paket telepon 12 jam ke sesama jaringan Telenor, hingga gratis SMS ke semua operator Denmark.

Kalau memang tidak memiliki CPR-Number, satu-satunya pilihan adalah menggunakan kartu pre-paid. SIM Card bisa dibeli di toko operator terbesar yang memiliki cabang di kota-kota besar.

Beberapa supermarket dan toko-toko kecil juga menjual SIM Card dari provider tertentu. Paket internet untuk kartu pre-paid memang tidak murah, namun jauh lebih murah jika harus menggunakan paket berbayar dari kartu negara asal.

Nongkrong dan bersenang-senang

Menyiasati mahalnya Denmark sambil tetap bersenang-senang adalah tentunya dengan pandai menemukan tempat-tempat free of charge ataupun murah. Saya juga suka sesuatu yang murah, apalagi gratisan. Tapi suatu waktu, ada juga saatnya kita ingin menikmati akhir pekan berkumpul dengan orang lokal di kota besar. Percayalah, orang-orang Denmark paling suka nongkrong dan menikmati waktu senggang mereka.

Banyak kafe-kafe lucu di Kopenhagen, menerapkan tarif serupa untuk secangkir kopi ukuran kecil sekitar 30-35 DKK. Pastry hangat ataupun dessertyang dijual di toko roti, biasanya dimulai dari harga 50 DKK.

Untuk harga bir keran ataupun botolan biasanya dimulai dari 45 DKK. Sementara harga cocktails paling murah adalah saat happy hour, 75 DKK untuk 2 gelas cocktails segar. Beberapa bar dan tempat fancy lainnya menjual bir dan cocktails lebih mahal namun dengan servis yang oke.

Saya pernah mendatangi salah satu bar cocktails fancy di daerah Vesterbro. Bar bertiga lantai ini, memiliki pilihan bar minuman di tiap lantainya. Di lantai dua, bar khas cocktails, menawarkan banyak pilihan menu yang termasuk mahal. Harga segelas cocktail kecil paling murah 110 DKK.

Lucunya, akan ada pelayan yang lewat dan memperhatikan tiap gelas pelanggan. Kalau gelas pelanggan masih penuh, akan ditanyai apakah si pelanggan happy atau tidak dengan pesanannya. Kalau tidak, mereka bersedia mengganti dengan menu baru hingga si pelanggan happy. Bravo!

Bagi yang suka menari di lantai dansa sambil menikmati dentuman musik DJ, coba juga sesekali kunjungi klub malam yang ada di Denmark. Beberapa klub malam tidak menerapkan tarif masuk, namun biasanya hanya membayar jasa penitipan jaket seharga 25 DKK. Minusnya, klub malam gratisan seperti ini akan dipenuhi oleh pelajar teler saat akhir pekan.

Need a fancy one? Then it costs some bucks. Klub malam dengan aturan tertentu, seperti minimal usia 25 tahun atau harus berpakaian yang rapih, menerapkan tarif masuk paling murah 75 DKK. Pergi ke klub malam memang harus hati-hati. It could be so worse or good by landing on the dance floors.

If alcohol is not your thing, might be cinema? Harga tiket nonton di Denmark termasuk mahal, 75-120 DKK, tergantung jam tonton dan pilihan kursi. Bioskop besar semisal CinemaxX menayangkan film-film Box Office dengan ukuran studio yang besar. Sementara bioskop independent menayangkan film-film internasional dengan ukuran studio lebih kecil namun harga tiket tonton yang sama.

Makan-makan

I love eating out! Bukan, bukan makan kebab ataupun nongkrong di kedai Mekdi. Tapi mencoba banyak tempat makan di sekitar area Kopenhagen yang memang tak kasat mata saat dilewati.

Sayangnya, kebiasaan saya makan di luar ini selalu sukses menyita uang bulanan hingga 40%. Bagaimana tidak, harga burger di Denmark paling murah 80 DKK. Sementara harga makan dan minum dengan level moderate setidaknya harus merogoh kocek 200 DKK.

Di Kopenhagen, banyak juga tempat makan ala buffet dari harga 59-129 DKK. Di region Meatpacking District di Vesterbro, sebuah kedai kecil (dan salah satutempat makan murah terbaik) menjual menu burger, kentang, dan coke seharga one hundred DKK saja.

Jika bosan dengan menu burger dan makanan ala buffet, boleh juga coba menu-menu restoran. Mahal? Ember! Tapi tenang saja, banyak restoran dan kafe biasanya mengadakan deals dengan potongan harga hingga 50% untuk menu 3-course. Penawaran seperti ini bisa dicek di Bownty, Sweet Deals, Spotdeals, ataupun website serupa.

Belanja barang pribadi

Memang tidak ada yang murah di Denmark, pun begitu dengan pakaian. Jika memang ingin belanja besar-besaran, cobalah tunggu big sale yang digelar setiap dua kali dalam setahun. Bulan Juli untuk summer sale dan bulan Januariwinter sale. Lumayan, bisa hemat hingga 50%.

Sudah tiga tahun terakhir ini, Denmark ikut meminjam budaya sale dari Amerika. Di Jumat terakhir bulan November biasanya diadakan Black Friday, dimana harga barang-barang elektronik, pakaian, dan bahan makanan ikut didiskon besar-besaran.

Kalau memang ingin belanja di luar waktu tersebut, coba tengok website online semisal Zalando atau ASOS. Selain banyak pilihan dari berbagai merk, kedua toko online tersebut juga gratis biaya pengiriman dan refund. Meskipun harganya kadang tidak murah-murah amat, tapi cukup banyak pilihan murah ketimbang mesti beli langsung di toko.

Pilihan lainnya adalah berkunjung ke toko-toko barang bekas atau loppemarked. Banyak stan barang bekas biasanya digelar saat musim panas. Tidak perlu malu belanja di tempat ini, karena orang-orang Denmark juga sangat hobi berburu barang di loppemarked. Banyak barang bekas dijual dengan kondisi yang masih benar-benar baru, lho.

Pajak

There's no such a free thing! Meskipun Denmark digadang-gadang sebagai negara berpenduduk terbahagia dunia karena banyak hal gratisan, namun nyatanya tidak seperti itu. Sekolah, fasilitas, dan kesehatan dengan label gratis, sebenarnya dikelola dari pajak yang dibayar oleh penduduk Denmark setiap bulannya.

Orang-orang Denmark yang mendapatkan uang saku dari pemerintah ataupun perusahaan tempat bekerja di atas 4000 DKK per bulannya, harus membayar pajak. Para pelajar yang menerima SU pun, harus membayar pajak yang langsung dipotong dari uang saku mereka. Saya sendiri, harus menyisihkan 15,5% dari total uang saku untuk membayar pajak ke komunal. The more you get, the more you pay.

Walaupun tidak bisa mendapatkan kesempatan sekolah gratis seperti orang Eropa lainnya, namun kita juga bisa mendapatkan hak fasilitas kesehatan gratis yang sama. You'll get what you pay.

Note:

Denmark memang kota mahal untuk pelajar dan para ekspat. Tapi menjadi mahasiswa di negara ini juga lebih sering diuntungkan karena banyaknya diskon khusus pelajar. Banyak konser, museum, tempat makan dan minum, ataupun aktifitas kultural lainnya memberikan harga diskon.

Tidak hanya itu, non pelajar yang masih berusia di bawah 26 tahun pun biasanya juga sering mendapatkan harga diskonan untuk tiket masuk museum, teater, dan transportasi umum.

Saat musim semi dan musim panas, banyak festival musik, film, makanan, desain ataupun seni, akan digelar di Denmark. Daripada membayar untuk menikmati acara tersebut, kenapa tidakikut kegiatan sukarelawan? Selain bisa menikmati festival secara gratis, kita juga memiliki kesempatan menambahnetworking dengan bertemu orang baru.

Tuesday, June 30, 2020

Tips Bebasnya Bermesraan di Tempat Umum|Fashion Style

Beberapa minggu yang lalu, saya sempat menemani seorang cowok Korea-Amerika yang datang ke Kopenhagen karena urusan pekerjaan. Karena hanya datang beberapa hari saja, si cowok bermaksud minta temani minum-minum sekalian ngobrol.

Kopenhagen adalah kota kedua yang dia kunjungi setelah London. Setelah ngerumpi seru, saya tahu kalau si cowok sebenarnya bukan orang yang maniak jalan-jalan seperti saya. Kalau bukan karena urusan pekerjaan, si dia lebih senang menetap saja di Philadelphia dan minum-minum bersama temannya.

Karena tidak terlalu suka jalan-jalan dan eksplor tempat baru, cowok ini juga terlalu "everyday" alias menganggap Eropa terlalu aneh.

"Di Amerika, kalau kamu sendirian di bar, biasanya akan ada saja yang mengajak ngobrol dari kanan kiri. Sangat mudah cari kenalan ataupun sekedar teman ngerumpi. Di Denmark, semuanya terkesan individualis dan tertutup," komentarnya.

Welcome to Denmark!

"Tadi saya ke toilet, melewati sepasang muda mudi di sofa sana. It's so weird! Mereka ciuman tanpa henti. Pas saya selesai dan lewat, ciumannya juga masih lanjut," katanya lagi ketika kami sedang berada di sebuah bar fancy favorit saya.

Saya nyengir, "iya, memang begitu (di Denmark). Tidak akan ada yang peduli apa yang kamu lakukan, asalkan jangan berhubungan seks saja disini."

"What? Aneh! Itu tidak sopan, you know? Di Amerika, kalau kamu ingin melakukan yang seperti itu, mending di tempat tertutup. Ada sih yang ciuman di tempat umum, tapi kebanyakan anak-anak ABG yang lagi kasmaran lah. Pokoknya PDA (Public Display Affection) itu terlalu kekanakkan. Mungkin kalau kamu melihat di tv, kayaknya semua film ada bumbu ciuman dan seksnya. Tapi faktanya, seks masih tabu di Amerika."

Si cowok ini berkali-kali mengecap Denmark negara aneh karena sungguh berbeda dari Amerika. Budaya rekan kerja, sistem sosial, hingga betapa bebasnya capcipcup di tempat umum.

Welcome to Scandinavia!

Saya akui, negara-negara Skandinavia (dan Nordik) termasuk yang sangat terbuka terhadap nudity dan seks. Di negara ini, seks bukan lagi hal yang dianggap tabu. Banyak buku dan siaran tv yang secara langsung menunjukkan tentang nudism.

Saya pernah melihat salah satu buku Emilia, host kid saya, tentang proses bagaimana bayi dibuat hingga masa persalinan. Di buku tersebut pun terpampang jelas bagaimana si ilustrator menggambarkan alat kelamin, hubungan ranjang, hingga keadaan bayi keluar dari itunya si ibu.

Karena keliberalan inilah, banyak juga anak-anak ABG yang tidak malu menceritakan tentang cerita seks mereka dengan orang tua. Hubungan seks juga seringkali jadi percobaan dulu sebelum ingin dibawa kemana sebuah hubungan. Banyak anak muda yang berkenalan dengan lawan jenis di bar, tidur dan berhubungan, lalu lihat saja besok paginya. Kalau tidak ada sex compatibility antara mereka, bye! Kalau ternyata ada, pertemuan baru berlanjut di kafe sekalian ngopi-ngopi seru.

Makanya jangan heran dan jijik kalau menemukan banyak pasangan yang tidak malu mengumbar kemesraan di dalam kereta, bar yang penuh orang, tengah jalan, hingga bus kota. Intinya, di negara yang sungguh berbeda dari negara kita, cukup tunjukkan rasa respek saja terhadap mereka. Jangan terus-terusan dipandangi, apalagi diberikan pandangan sinis. Sekali lagi, urusi saja urusan kita sendiri.

...and after all, this what travel teaches us, immersing the differences.

Photo: The Jane

Monday, June 29, 2020

Tips Kelakuan Copenhageners, Helsinkians, dan Brusselèèrs di Kendaraan Umum|Fashion Style

Naik kendaraan umum di Eropa memang seru. Selain bisa berkeliling ke daerah baru, saya juga sekalian mempelajari pola orang-orang yang setiap hari naik kendaraan umum.

Denmark dan Belgia adalah dua negara terlama yang pernah saya tinggali. Meskipun sempat jalan-jalan juga di sekitar Eropa, namun Helsinki adalah satu-satunya ibukota yang transportasi umumnya sudah pernah saya coba semua; baik itu kereta regional, bus, tram, dan metro.

Iseng-iseng tidak ada kerjaan di tengah malam, lucu juga kalau saya membandingkan kelakuan para penduduk ibukota ini saat naik kendaraan umum, ke sebuah tulisan.

Copenhageners

Sebenarnya penduduk Kopenhagen lebih sering naik sepeda kemana-mana ketimbang kendaraan umum. Tapi ada satu hal menarik yang bisa diperhatikan dari pengendara sepeda dan pengguna kendaraan umum lainnya; yaitu sama-sama sibuk dengan ponsel pribadi!

Di kereta, bus, ataupun metro, orang-orang hanya sibuk memperhatikan apa yang ada di ponsel mereka. Orang-orang Kopenhagen ataupun Denmark, berasa mati gaya kalau di tangan mereka tidak ada ponsel. Ponsel orang-orang ini pun kebanyakan mahal-mahal; sebut saja si Apel atau deretan paling baru si Sungsang. Tapi kebanyakan memang si Apel sih (:

Kalau sedang tidak memperhatikan ponsel, coba lihat telinga mereka. Biasanya akan teruntai kabel panjang berwarna putih atau hitam yang siap menemani keautisan sementara di dalam kendaraan umum ataupun jalanan ibukota. Sometimes, it's just too quiet, only them and phones!

Tapi karena penduduk Kopenhagen dan sekitarnya memang kebanyakan mengandalkan sepeda ataupun kendaraan umum, tidak heran kalau penggunanya bisa dari segala usia. Psssttt... coba saja sering-sering naik metro atau sepeda di Kopenhagen, pasti akan menemukan banyak manusia oke dan lucu yang super stylish!

Helsinkians

Meskipun Helsinki adalah ibukota yang ukurannya kecil, namun moda transportasi di tempat ini super lengkap. Sebenarnya saya hanya berkesempatan keliling Helsinki beberapa hari saja. Namun untungnya penjelajahan tidak hanya sebatas downtown, tapi juga ke daerah lain di ujung ibukota.

Berbeda dengan Kopenhagen yang pengguna transportasi umumnya bisa dari segala rentang usia, di Helsinki justru saya banyak bertemu dengan orang tua. Anak-anak muda Helsinki memang lebih sering naik metro ketimbang bus, lebih sering jalan kaki ketimbang naik sepeda, atau lebih banyak juga yang memilih memiliki mobil pribadi ketimbang harus antri menunggu tram.

Tidak seperti orang-orang Kopenhagen yang lebih sibuk dengan ponsel mereka, penduduk Helsinki justru lebih sering diam dan menatap kosong jendela. Saya jarang sekali menemukan pengguna kendaraan umum yang sibuk mendengarkan musik di telinga mereka. Jika pun pergi dengan teman atau keluarga, biasanya mereka hanya mengobrol dengan suara yang tidak terlalu keras.

Brusselèèrs

Di dalam bahasa Inggris, tidak ada panggilan khusus yang ditujukan untuk orang-orang yang tinggal di ibukota Belgia. Karena penduduk yang tinggal di Brussels juga campuran dari banyak wilayah, mereka cukup senang hanya dipanggil Belgians.

Sebut saja saya rasis, tapi pengguna kendaraan umum di Brussels memang paling seru, aneh, dan menyebalkan! Fokus saya biasanya tertuju oleh orang-orang kulit hitam yang memenuhi ibukota.

Coba saja naik kereta melalui tiga stasiun utama Brussels, biasanya saya akan takjub dengan tingkah orang kulit hitam ini. Tidak ada yang salah memang. Tapi kadang mereka bisa sangat pede berdandanan bin ajaib dengan pakaian yang tabrak warna dan motif kesana kemari.

Satu lagi yang paling menyebalkan, orang-orang ini kebiasaan menelpon di kendaraan umum dengan suara yang super duper nyaring! Serasa kereta segerbong-gerbong milik nenek mereka kali ya?!

Kesalnya lagi, kadang mereka sengaja menyetelloudspeaker telepon sekalian bicara super keras. What's the point?! Sampai pernah suatu kali, seorang supir bus mesti menegor wanita paruh baya yang bicara super kencang saat menerima panggilan.

But, TRUST ME!!, kejadian ini malah sangat jarang terjadi ketika saya tinggal di Ghent. Pengguna kendaraan umum biasanya orang-orang Belgia asli yang super kalem dan taat. Saya rasis? Iya.

Tips Bantal|Fashion Style

Saat saya sedang asik menceritakan sesuatu, Tom, seorang kenalan dari Australia, terpaksa harus menginterupsi obrolan ketika kami melintasi toko kamar tidur di Frederiksberg. Bukannya fokus dengan cerita saya, Tom malah menanyakan pertanyaan lain, "are pillows in Indonesia rectangular?"

"Hah? Kenapa?"

"Saya aneh dengan bentuk bantal di Eropa. Kenapa disini semua bantal tidur bentuknya persegi ya? Lihat tuh!" kata Tom sambil menunjuk bantal yang terpajang di depan toko.

"Kenapa? Bagus kan?"

"Aneh, tahu?! Di Australia bentuk bantalnya persegi panjang. Bukannya sama seperti di Indonesia ya?"

"Ah, masa? Di Indonesia bantalnya juga persegi."

"Aneh!" katanya lagi sambil berlalu meninggalkan toko.

Ketika masuk kamar tidur Tom dan menumpang merebahkan badan di atas tempat tidurnya, saya memperhatikan bentuk bantal Tom yang berbentuk persegi. Tiba-tiba saya jadi teringat sesuatu!

"Oh iya iya, Tom!! Di Indonesia bantalnya juga persegi panjang!"

"Nah kan! That's why I said so. I knew it when I was in Bali.Rectangular ones are the best ones."

"Ah yeah, you're right! How can I forget such a thing?!"

"Eropa aneh memang. Bantal-bantal kita isinya juga bulu angsa kan? Do you think it is the best one?"

Saya mengiyakan perkataan Tom lagi sekalian mengingat pengalaman pertama kali tinggal di Eropa. Sewaktu tiba di Belgia, saya memang sempat memperhatikan bantal kamar pertama saya yang juga persegi. Di IKEA pun, rata-rata bentuk bantal tidur yang dijual memang hanya persegi. Ada yang persegi panjang, tapi bentuknya lebih kecil dari yang ada di Indonesia.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan bentuk-bentuk bantal yang ada di Eropa. Bantal berisi kapas sintetis dan fiber biasanya diberi label harga dari yang termahal hingga termurah berdasarkan dengan kualitas serat. Lucunya, semakin empuk bantal justru harganya makin murah.

Dari obrolan singkat dengan Tom, entah kenapa saya tiba-tiba kangen bantal dan kasur-kasur Indonesia yang biasanya berisi kapuk alami ataupun bulu angsa. Semakin padat si kapuk, makin keras juga si kasur. Saya juga jadi ingat dengan bantal kesayangan kakak saya yang harus dibuang gara-gara sudah tidak berbentuk dan si bulu-bulu angsa mulai keluar menusuk kain bantal.

Satu lagi yang membuat saya risih saat tiba di Eropa, yaitu ketidakhadiran guling di atas kasur. Orang Eropa memang hanya terbiasa tidur dengan satu ataupun dua bantal saja. Kadang saya tidak mengerti. Padahal mereka harus tahu betapa nyaman dan lelapnya tidur sekalian memeluk erat si guling.

Goodnight, everybody!

Sunday, June 28, 2020

Tips Pengalaman Tes IELTS Pertama di Eropa|Fashion Style

Akhirnya, saya berhasil menaklukkan salah satu ketakutan terbesar dalam hidup: tes IELTS!

Iya, entah kenapa tes Bahasa Inggris yang satu ini selalu jadi momok seram. Meskipun saya sudah belajar bahasa Inggris sedari umur 9 tahun, tapi tetap saja tidak ada keberanian untuk mengikuti uji kefasihan. Selain harganya mahal, kalau ternyata tidak mencapai goal, melayang saja kan uang yang sudah terbayar.

Setelah hampir eight tahun menunda untuk mengikuti IELTS/TOEFL, ujung-ujungnya saya korbankan juga 1875 DKK atau sekitar 3,five juta demi menguji kemampuan bahasa Inggris. Sebenarnya niat tes IELTS memang hanya didasari untuk mendaftar ke salah satu perguruan tinggi, yang sudah diniatkan sejak saya tamat SMA hingga tamat kuliah. Mengingat kontrak au pair di Denmark juga akan habis, saya iseng-iseng saja ingin mendaftar ke salah satu kampus di negara lain.

Ingin mengikuti tes pun sebenarnya maju mundur karena saya sudah malas belajar. Baik itu belajar sebelum mengikuti tes, maupun belajar di bangku kuliah. Tapi setelah pertimbangan matang, dua bulan sebelum tes, saya mendaftar juga.

Di Eropa Utara, harga tesnya lebih mahal dari negara-negara lain. Di Denmark saja, tes IELTS dihargai 1875 DKK (Kopenhagen) hingga lebih dari 2000 DKK (Faroe Island). Sementara di Finlandia, tes IELTS harganya ?250, lebih mahal ?40 dari Belgia ataupun Jerman.

Karena di Kopenhagen cepat sekali penuh, pendaftaran pun harus dilakukan sesegera mungkin. Ada dua opsi untuk bagian tes Speaking, bisa lain hari ataupun di hari yang sama dengan tiga tes lainnya. Merujuk ke pengalaman tes module Bahasa Denmark , saya memilih tes Speaking di hari lain saja.

Speaking Test

Satu minggu sebelum tes dimulai, pihak EDU sudah mengirimkan email konfirmasi soal jadwal dan tempat tes Speaking. Karena memilih beda hari, tes Speaking saya diadakan satu hari sebelum tiga tes lainnya.

Jam 2.45 sore, saya sudah datang ke tempat ujian untuk mendaftarkan diri dan difoto. Sesuai dengan jadwal tes, jam 3 teng, seorang bapak penguji asli Inggris sudah menyambut saya ramah di depan sebuah ruangan.

Si bapak yang bernama Mark ini sebenarnya sama sekali tidak menakutkan. Ekspresinya memang datar, tapi terkesan hangat dan ramah. Saya juga jadinya tidak terlalu deg-degan dan menjawab sesantai mungkin.

Tes Speaking bagian pertama sangat gampang. Topiknya hanya sebatas sekolah, cokelat, dan buku. Semuanya bisa saya jawab dengan lugas karena memang hal semacam ini sudah menjadi pembicaraan sehari-hari.

Bagian kedua, saya mulai kehabisan kata-kata. Topiknya sangat jelek, menurut saya, soal kesibukan. Meskipun sudah mencoba menuliskan poin-poin yang akan diucapkan, saya merasa ada dua poin yang kelupaan.

Bagian ketiga, beberapa pertanyaan lanjutan ditanyakan oleh Mark, yaitu tentang tekanan saat sekolah dan hidup di masa mendatang. Saya sempat berpikir sekitar 2-3 detik sebelum menjawab pertanyaan, karena sedikit bingung menyambung dari opini sebelumnya.

Kuncinya: bicara lugas dan lancar tanpa terlalu pusing memikirkan opini. Isi opini boleh mengarang, yang penting tata bahasa, perkaya kata-kata baru, dan anggap saja si penguji adalah teman kita.

Listening Test

Kalau sudah terbiasa mendengar podcast, lagu berbahasa Inggris, radio, ataupun menonton BBC, sebenarnya tidak ada masalah. Meskipun aksen yang dipakai adalah British-Inggris, tapi kata-kata yang digunakan sebenarnya hampir semuanya sama saja dengan Inggris-Amerika. Justru saya merasa, rekaman orang di IELTS lebih jelas ketimbang mendengarkan teman-teman asal UK mengobrol.

Di bagian awal, percakapan masih mudah karena biasanya hanya menyangkut nama, nomor, umur, ataupun kata-kata dasar yang hanya diperbolehkan ditulis dengan satu kata saja di lembar jawaban.

Masuk ke bagian pertengahan dan akhir, percakapan lebih berat menyangkut soal teknologi, sains, ekonomi, seni, ataupun pendidikan. Sedikit mengecoh, karena selain mendengar, kita juga harus membaca dan berpikir kira-kira jawaban mana yang tepat. Saya sempat sedikit blank di bagian ini hingga harus menjawab asal.

Reading Test

Tes bagian ini menurut saya adalah bagian paling membosankan. Jujur saja, saya sama sekali tidak ada persiapan dan banyak latihan. Tes Reading bahasa Inggris dimana-mana sama saja, ya tidak IELTS, tidak UAN, tidak UAS, ataupun ujian semesteran. Intinya, ada teks yang panjang (sekali), lalu harus menjawab True-False, memilih opsi, ataupun mengisi isian dari A-Z.

Lupakan soal paham atau tidaknya kita dengan seluruh isi teks, karena nyatanya, tugas kita bukan disuruh menerjemahkan. Untuk Academic Test, biasanya peserta tes diharapkan untuk sepenuhnya menganalisa pertanyaan sekalian mencocokan dengan isi teks.

Sekali lagi, bagian paling membosankan dan menyita waktu, karena terlalu tricky. Di sepuluh jawaban terakhir, lagi-lagi saya mulai blank hingga akhirnya asal tembak saja. Sudah dianalisa, dibaca berulang-ulang, dilihat-lihat lagi, tetap saja tidak menemukan jawaban. Oke, goodbye! A! B! C!

Writing Test

Mendengar komentar dari teman-teman yang sudah pernah mengikuti tes IELTS (hingga berkali-kali), saya sepakat kalau tes Writing adalah tes yang HARUS penuh persiapan. Berbeda dengan General Training, peserta tes Academic diharapkan mampu menuangkan opini, ide, serta kemampuan analisa ke dalam tulisan yang bahasanya lebih formal dan tertata.

Meskipun sudah disediakan waktu 70 hari persiapan, saya hanya menggunakan kurang dari five hari untuk latihan menulis. Padahal saya paham sekali dengan kekurangan terbesar saya saat menulis artikel dalam bahasa Inggris.

Sehari sebelum tes pun, saya hanya membuka beberapa artikel internet, lalu mempelajari beberapa pola yang diharapkan oleh IELTS. Mempelajari pola jawaban menjadi sangat penting agar kita tahu struktur bahasa ataupun paragraf seperti apa yang mereka nilai.

Kalau ingin mendapat nilai tinggi di bagian ini, jangan lupa sering-sering membaca berita terbaru berbahasa Inggris. Selain mendapatkan kosa kata non-mainstream, kita juga terbiasa dengan isu terhangat semisal ekonomi, pendidikan, budaya, ataupun masalah dunia lainnya. Struktur tata bahasa menjadi poin penting lainnya agar tulisan kita menjadi tepat sasaran sesuai penggunaan waktu dan kaedah yang berlaku.

Pengalaman saya di bulan April, tes Writing di bagian pertama sebenarnya tidak terlalu banyak analisa karena diagram batang yang digunakan mudah diteliti. Topiknya pun tentang perbandingan jumlah siswa yang belajar di tiap subjek pelajaran.

Sementara bagian kedua, tangan saya hampir patah menulis?Padahal sebenarnya juga tidak ada yang ditulis, tentang topik yang lagi-lagi?Menurut saya?Jelek. Yaitu tentang isu pembangunan di sektor ekonomi yang berdampak dengan kemunduran norma sosial. Apaaaa coba?!

RESULT!!

Kalau ingin jujur, mengingat ini adalah tes pertama, saya sebenarnya tidak menaruh harapan yang terlalu besar soal skor. Iya memang, saya menetapkan skor 7.0 karena memang si kampus yang saya incar menarafkan skor segitu. Tapi sekali lagi, I am happy because it's over.

Tiga belas hari setelah tes selesai, saya sudah bisa mengakses hasilnya di internet. Eng... Ing... Eng....

Skor IELTS saya hanya 6.Zero!

Benar saja, nilai di bagian Writing dan Reading paling anjlok, hanya 5.5. Karena sebelumnya memang sudah tidak ada persiapan matang dan ekspektasi tinggi, saya pun mengakui kemampuan saya di tahun ini berada di taraf itu. I have tried my best yooo! (;

Tapi setelah semuanya berakhir, entah kenapa lagi-lagi saya berjanji pada diri sendiri untuk tidak akan mengulang tes selama beberapa tahun ke depan. Seriusan, tes IELTS layaknya ujian mana pun yang stres dan menakutkan. Satu lagi, mahal!

Tips Kembali Kreatif di Kelas Desain|Fashion Style

Minggu ini adalah minggu terakhir kelas desain saya di Designskolen - Designmuseum Danmark. Sedih, tapi juga bahagia karena akhirnya bisa melihat hasil kerja semua siswa dari awal masuk hingga akhir musim.

Masuk sekolah desain memang impian saya dari tamat SMP. Yang dulu saya tahu, desain hanyalah seputar fashion dan mode. Tapi ternyata, sekolah desain lebih luas mencakup grafis, produk, tekstil, hingga perabotan.

Beberapa bulan sebelum kedatangan di Denmark, sebenarnya saya sudah mencari-cari kelas desain yang bisa saya ikuti di Kopenhagen. Sama seperti di Belgia dulu, saya juga ingin tetap kreatif meskipun sedang berada di negara orang. FYI, saya sempat mengikuti kelas menggambar akhir pekan sewaktu di Ghent.

Awalnya, saya ingin mendaftar ke sekolah fashion milik seorang fashion designer terkenal, Margrethe-Skolen/Scandinavian Academy of Fashion Design. Sebelum ke Denmark pun, saya sudah bertanya dengan Louise, host mom saya, tentang keinginan yang ingin bolos seminggu sekali demi mengikuti kelas ini. Alhamdulillah, Louise setuju-setuju saja.

Sesampainya di Denmark, saya urungkan niat ke Margrethe-Skolen karena ternyata setelah dipikir-pikir biayanya cukup mahal. Sekolah fashion design yang cukup menarik lainnya adalah Fashion Design Akademiet. Tapi karena kelas menjahit lebih mahal, saya berniat mengambil kelas Fashion Illustration saja. Masih sekalian menimbang dan mencari, akhirnya ketertarikan saya lebih besar ke proyek-proyek kerja yang diadakan oleh Designskolen - Designmuseum Danmark.

Sebenarnya ada beberapa sekolah desain lain yang juga sama menariknya. Tapi sayangnya, biaya yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Jujur saja, niat untuk masuk ke Designskolen pun mesti saya tahan satu tahun karena saya terlalu boros dan selalu kehabisan uang :p

Finally, di kelas musim semi 2017 saya benar-benar bisa mendaftar dan mengikuti kelas hingga akhir. To be honest, I am on a nine cloud! This is what I always dream of: learning design, not only theory but practical. I always miss doing something with my hands.

Sekolah desain ini sendiri adalah kelas yang diadakan oleh Designmuseum Danmark di Kopenhagen. Museum ini lebih fokus ke desain yang pamerannya selalu unik dan mengagumkan, dari mulai fashion hingga kursi-kursi kelas dunia yang didesain Finn Juhl, Arne Jacobsen, dan desainer kursi Denmark terkenal lainnya. Makanya kelas desain saya kali ini sangat beragam dan tidak hanya belajar soal fashion, tapi juga cara mendesain kursi hingga membuat pola di kain.

This class is totally super fun! Kelasnya terbagi dari tiga angkatan; anak-anak, remaja, dan dewasa. Untuk kelas dewasa, diadakan setiap Rabu jam 18.30. Setiap musim hanya menerima maksimum 12-15 orang dan saya adalah satu-satunya orang berbahasa Inggris di musim ini. Bahasa pengantar selalu menggunakan bahasa Denmark, tapi Anders, pengajar kami, tidak sungkan untuk menjelaskan garis besarnya ke saya dalam bahasa Inggris. Untunglah saya sudah belajar bahasa Denmark selama satu tahun lebih, jadi masih ada beberapa frase dasar yang saya bisa ikuti.

Karena kelas desain sudah berakhir, berikut saya tampilkan foto-foto hasil proyek siswa di kelas saya yang sempat dijadikan pameran di sekolah. Enjoy!

Oh ya, ada satu lagi hal menarik dari sekolah desain ini, mereka selalu mengundang desainer ataupun arsitek di setiap subjek. Pernah suatu kali, dua orang arsitek terkenal Denmark, Charlotte Carstensen dan Julie Dufour, datang untuk memberikan proyek chair exhibition design. Dalam 3 pertemuan, semua siswa diberikan peran sebagai desainer dan diberi kesempatan untuk mendesain sendiri sebuah ruangan pameran kursi.

Setelah proyek usai, Charlotte baru memberi tahu kalau ternyata semua hasil proyek siswa akan dipamerkan di Designmuseum Danmark. Oh my G! Tidak semua hasil seni dan desain seseorang bisa dipamerkan di museum seterkenal ini. Seperti kata seorang teman sekelas saya, "kapan lagi hasil karya kita bisa masuk pameran? It's only once in a lifetime!"

Setelah kelas desain ini berakhir, Anders, pengajar kami berharap kalau semua siswa tetap menjadi kreatif dan selalu terhubung dengan ide-ide segar. Walau bagaimana pun setiap sudut Kopenhagen bisa jadi sumber inspirasi dan kelas, tidak hanya di ruang workshop. I agree!

Bagi kalian yang juga ingin belajar ilmu baru selagi di negara orang, just go for it! Kapan lagi belajar langsung dari ahlinya? It's time to learn dan discover something new. It might be a bit pricey, but trust me, it's going to be worth it!