Monday, June 8, 2020

Tips Mendapatkan Surat Izin Kerja Au Pair Belgia|Fashion Style

Berlanjut dari pencarian keluarga angkat, sekarang saatnya menyiapkan berkas-berkas untuk di-apply sebagai syarat memperoleh izin kerja dari Belgia. Karena pihak agensi AuPair Support Belgium sangat membantu dan menjawab email saya dengan sangat responsif, akhirnya pengurusan izin kerja ini Alhamdulillah berjalan lancar. Perlu diketahui juga, agensi mereka tidak memungut satu persen biaya pun dari calon host family maupun au pair. Bahkan mereka sangat bertanggungjawab dalam mengurusi dokumen-dokumen yang diperlukan untuk aplikasi izin kerja dan visa.

Sebelumnya saya memang sudah googling dokumen apa saya yang mesti dibutuhkan. Belum sempat membayangkan prosesnya bagaimana, saya sudah dibuat panik dengan banyaknya prosedur yang harus dilalui. Karena saya tinggal di luar Jakarta dengan mobilitas yang terbatas, prosedur tersebut cukup merepotkan di awal.

Dari hasil googlingan dan tanya kesana-kemari, ada yang menyarankan untuk mencoba menghubungi biro jasa yang ditunjuk oleh Kedutaan Belgia. Berharap mendapatkan bantuan, yang ada saya mesti mengeruk finansial lebih dalam karena biaya yang dipatok sangat mahal. Sebagai bocoran, untuk mengurus dokumen tersebut memerlukan biaya paling murah 5 juta rupiah secara keseluruhan (terjemah dokumen ke bahasa Belanda, legalisasi, dan urus SKCK di Mabes). Waduh, saya yang masih anak kuliahan (yang pasti kere) mana berani minta langsung ke ortu duit segitu banyaknya.

Dokumen yang diperlukan untuk apply ini sempat saya tanyakan ke Eva, adminnya agensi AuPair Support Belgium. Tapi ternyata, Tuhan masih baik sama saya, hingga Eva mengatakan kalau dokumen yang dibutuhkan tidak sebanyak itu. Karena agensi yang akan mengurus izin kerjanya, jadi dokumen yang saya butuhkan hanya:

1. Sertifikat kesehatan yang ASLI dari dokter yang ditunjuk oleh pihak kedutaan.

Nama-nama dokter yang ditunjuk bisa dilihat di link  ini. Setelah tanya dengan teman di blog sebelah, saya memutuskan untuk medical chek-up ke dr. Ivy Kumentas di Medicare Clinic. Biayanya 690ribu untuk tes rontgen, tes urin dan feses, BB/TB, dan tes darah. Saya sarankan untuk medical check-up ke dokter ini kalau agak risih dengan dokter laki-laki. Bukannya apa sih, soalnya bakal ada pemeriksaan tanda-tanda kanker pada payudara, yang pastinya bakal kena raba-raba di bagian itu.

Saya medical check-up hari Jumat, lalu pihak kedutaan menghubungi saya pada hari Rabu untuk mengambil hasil tes kesehatan yang dikirim oleh klinik. Ada 2 buah sertifikat kesehatan, untuk visa dan work permit. Sertifikat kesehatan untuk work permit inilah yang nantinya saya kirim ke pihak agensi.

2. Fotokopi halaman identitas paspor dan halaman yang sudah ada cap dari negara lain.

Three. Fotokopi ijazah terakhir (yang membuktikan kalau saya sekolah sampai umur 18 tahun) dan harus diterjemahkan ke Bahasa Inggris atau Perancis terlebih dahulu.

Dari hasil googling saya menemukan bahwa ijazah ini harus dilegalisasi, diterjemahkan dulu ke Bahasa Belanda/Perancis (tergantung vicinity tempat kita tinggal nanti) lalu dilegalisasi lagi ke Depkumham, Menlu, dan Kedutaan Belgia agar legal. Tapi nyatanya, saat saya hubungi pihak agensi, Eva mengatakan kalau saya tidak perlu membuang uang untuk melegalisasi itu semua dan saya cukup mempercayakan urusan ini padanya karena mereka sudah sering berurusan dengan pihak balai kota.

Saya sih bahagia-bahagia saja kalau ternyata tidak perlu bolak-balik Jakarta demi mengurus itu semua. Karena ingin 'diakui' prison, akhirnya saya meminta penerjemah tersumpah untuk menerjemahkan ijazah SMA ke Bahasa Inggris. Ongkos yang saya keluarkan 50ribu/halaman (total 100ribu karena ijazah bolak-balik) dan sudah termasuk ongkir (saat itu penerjemahnya di Jakarta dan sedang membuka harga promo).

Four. Four lembar foto berukuran 3.5x4.5cm berlatar belakang putih.

5. Mengirimkan surat kontrak kerja di halaman 4 yang bertandatangan asli.

Surat kontrak kerja berbahasa Belanda ini juga sudah dikirimkan Eva ke email sehingga saya cukup mengeprint halaman 4 dan menandatanganinya.

Setelah semua beres, saya mengirimkan semua dokumen ke agensi mereka di Belgia. Karena finansial yang lagi terbatas, saya akhirnya menggunakan jasa PT. POS Indonesia untuk mengirimkan dokumen. Biaya pengiriman EMS ke Belgia dengan berat kurang dari 0,5kg adalah 276ribu dengan lama pengiriman four-5 hari kerja. Sialnya, gara-gara saya mengirim dokumen berdekatan dengan hari libur Natal, dokumen saya baru sampai 2 minggu kemudian.

Sempat was-was apakah izin kerja saya akan diterbitkan oleh pihak balai kota di Belgia, mengingat proses yang saya jalani berbeda dengan kebanyakan orang. Tapi akhirnya, Alhamdulillah, satu bulan kemudian, Eva mengirimkan email dan memberi kabar kalau izin kerja saya sudah sampai di kantornya dan akan segera dikirimkan ke Indonesia. Finally, I got my blue work permit!

>> Tahap selanjutnya adalah mengajukan aplikasi visa ke Kedubes Belgia di Jakarta

Tips Membuat SKCK untuk Au Pair ke Belgia|Fashion Style

Gara-gara salah perkiraan waktu, saya akhirnya terpaksa membuat SKCK di waktu-waktu mepet. Maklum, di bulan Desember dan Januari lalu saya masih sibuk mengurus ujian akhir skripsi, sampai cuma diberi waktu 5 hari untuk revisi, notulensi, jilid skripsi, dan daftar wisuda. Saya baru sempat mengurus SKCK di awal bulan Februari ini.

Syarat untuk mengajukan aplikasi visa, salah satunya harus menyertakan police record atau SKCK yang berbahasa Inggris. Beberapa kali mencari info di internet, banyak yang mengatakan kalau SKCK yang diterima adalah SKCK terbitan Mabes Polri Jakarta. Tapi ada beberapa yang punya pengalaman, SKCK terbitan Polda pun dapat diterima.

Sebelum itu, saya sempat ke Polres Kota Palembang untuk menanyakan hal ini. Saya bertanya ke petugas, apakah SKCK dari Polres bisa langsung diteruskan ke Mabes Polri, mengingat kalau SKCK yang berlaku adalah yang berbahasa Inggris. Si petugas mengatakan kalau sebenarnya SKCK terbitan Polres sekarang juga berbahasa Inggris. Namun kalau keperluannya untuk membuat visa, saya harus membuatnya di Polda Sumatera Selatan.

Setelah dapat data, saya langsung tancap fuel ke Polda Sumatera Selatan untuk membuat SKCK. Saat itu sudah jam thirteen.15, tapi herannya petugas yang melayani tidak ada di tempat. Padahal setahu saya loket bagian SKCK baru tutup jam 15.00.

Dokumen yang harus dibawa untuk membuat SKCK baru di Polda:

1. Pas foto ukuran 4x6 berwarna 2 lembar

2. Kartu sidik jari

3. Surat pengantar dari Polsek

4. Fotokopi KTP

5. Uang administrasi Rp. 10.000

Karena belum ada surat pengantar dari Polsek, saya langsung ke Polsek sambil terus berharap kalau proses disana akan lancar dan saya bisa langsung balik lagi ke Polda.

Dokumen yang harus dibawa untuk membuat SKCK di Polsek:

1. Pas foto ukuran 3x4 berwarna 2 lembar

2. Map kuning

three. Fotokopi KTP

4. Uang administrasi Rp. 10.000

Di Polsek, saya disuruh mengisi formulir yang berisi tentang information pribadi dan ciri-ciri fisik. Karena dari rumah buru-buru, saya tidak bawa map yang juga dibutuhkan saat pembuatan SKCK. Untungnya pak polisinya baik dan tidak memedulikan apakah saya bawa map atau tidak. Yang ada, dia yang malah mencarikan map kuning yang tidak terpakai di meja kerjanya untuk saya.

Setengah jam kemudian saya sudah memegang surat pengantar dari Polres untuk dibawa ke Polda. Tapi ternyata apa? Saat saya tiba disana, lagi-lagi petugas yang melayani tidak muncul-muncul juga, padahal saat itu baru jam 14.20. Akhirnya saya bertanya ke polwan disitu dan dia mengatakan kalau loket sudah tutup.

Besoknya sekitar jam 10 pagi, saya balik lagi ke Polda untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan. Sebelumnya, saya diharuskan untuk sidik jari lebih dahulu dan membayar uang administrasi sebesar 10ribu. Setelah itu, saya serahkan dokumen lengkap ke petugas loket. Petugasnya memberikan saya form isian yang juga sama seperti form yang saya isi di Polsek.

Ketika petugasnya mengecek kembali dokumen yang saya berikan, dia mengatakan kalau untuk keperluan visa, dibutuhkan fotokopi paspor juga. Waduh, mana saya bawa paspor coba. Jadinya saya balik lagi ke rumah, langsung fotokopi, dan menyerahkan kembali ke mereka. Untungnya ini Palembang, bolak-balik Polda ke rumah bisa tembus 30 menit. Coba kalau di Jakarta? Waduuuhh.. Petugas akhirnya menyerahkan tanda terima agar besoknya saya kembali untuk mengambil SKCK.

Sebelum mengambil SKCK besoknya, saya coba menelepon kedutaan Belgia untuk kembali memastikan apakah SKCK terbitan Polda bisa diterima karena sudah bilingual. Pihak kedutaan mengatakan sebenarnya tidak ada masalah bagi mereka SKCK terbitan Polda ataukah Mabes Polri. Yang penting pihak Kemenlu dan Kemenkumham mau melegalisasinya. Jadi menurut saya, persoalannya bukan di kedutaan, tapi ada di kedua pihak itu, mau atau tidak melegalisasi SKCK terbitan Polda Sumatera Selatan nantinya. Soalnya kalau sudah dilegalisir Kemenlu dan Kemenkumham, pihak kedutaan sepertinya tidak ada masalah untuk melegalisasi.

Karena saya tidak punya waktu, lalu saya juga mesti ke Jakarta untuk mengurus legalisasi yang waktunya cukup lama, akhirnya saya memutuskan menggunakan biro jasa legalisasi dokumen yang ada di net saja. Setelah bertanya tentang tarif legalisasi ke beberapa biro, saya akhirnya menggunakan biro legalisasi dokumen JTC Indonesia yang kantornya ada di Pasar Minggu. Tapi satu, syaratnya SKCK harus terbitan Mabes Polri.

Ya sudah, saya tidak punya pilihan lain, daripada saya dibuat tambah repot, saya akhirnya minta bantuan teman yang tinggal di Jakarta untuk membuatkan saya SKCK di Mabes Polri. Selanjutnya, dia yang akan mengirimkan SKCK itu ke pihak JTC untuk kemudian dilegalisasi. Di hari yang sama saat mendapatkan SKCK, saya langsung mengirimkan ke alamat teman. Jumat saya kirim dokumen, Sabtunya sudah sampai.

Hari Seninnya, tiba-tiba teman saya menelepon dan mengatakan kalau pihak Mabes juga membutuhkan Kartu Keluarga (KK) yang memang tidak saya kirimkan ke dia. Saya memang sengaja tidak kirimkan, karena saat mencari information di net, KK tidak ada dalam dokumen yang dibutuhkan.

Teman saya mengatakan kalau fotokopi KK dapat di-email atau di-fax ke Mabes Polri, saat itu juga! Saya mendadak kebingungan, karena saat itu saya sedang di jalan dan kemana mesti mencari mesin fax. Untungnya mama membawa fotokopi KK dan langsung menuju ke kantor temannya terdekat untuk menumpang nge-fax. Sialnya lagi, nomor fax Mabes sibuk terus, jadinya dokumen itu belum bisa dikirim dan di kantor itu juga tidak ada mesin scan.

Setelah urusan di jalan selesai, kami buru-buru pulang dan scanning KK untuk segera dikirim ke email Mabes. Saat itu jam 14.40, saya konfirmasi ke teman saya bahwa fotokopi KK sudah dikirim ke email Mabes. Tapi sayangnya teman saya SMS kalau loketnya akan tutup dan bisa mengulang besoknya. Hahh, sial, saya rugi lagi 1 hari!

Di Mabes, teman saya juga disuruh mengisi shape yang sama seperti yang saya isi di Polsek/Polda. Sebelumnya saya juga melampirkan isian form ke dia, agar dia tidak kebingungan pas mengisi. Setelah semuanya lancar, besoknya dia disuruh kembali untuk mengambil SKCK baru selanjutnya untuk dikirimkan ke pihak biro legalisasi.

Dokumen yang harus dibawa untuk membuat SKCK di Mabes Polri:

1. Pas foto ukuran 4x6 berwarna four lembar

2. Fotokopi KTP

three. SKCK terbitan Polda fotokopinya 1 lembar

4. Fotokopi Kartu Keluarga (KK)

five. Fotokopi Akte Kelahiran

6. Uang administrasi Rp. 10.000

Begitulah prosedur saya memperoleh SKCK untuk keperluan mengajukan visa. Kalau informasi yang saya lihat di net membuat SKCK harus dimulai dari ada surat pengantar RT, RW, lurah, nyatanya saya tidak harus ke mereka dulu. Saya cukup ke Polsek, Polda, hingga langsung meneruskan ke Mabes. Namun tentunya setiap daerah memiliki prosedur yang berbeda sehingga sebaiknya ditanyakan ke pihak terkait lebih lanjut. Mengurus SKCK di Mabes sebenarnya tidak terlalu rumit, tapi karena saya di luar Jakarta, jadinya hal itu menjadi lumayan ribet. Sebelumnya ada juga biro yang menawarkan untuk membuatkan SKCK di Mabes dengan biaya 400ribu, tapi saya tolak karena lumayan mahal. Untung teman saya di Jakarta berbaik hati mengurusnya dan saya kasih ongkos setengah dari biaya biro saja.

Tips Hal yang Harus Diketahui Sebelum Memutuskan Jadi Au Pair|Fashion Style

Nyaris empat bulan saya disini, masih banyak saja tanggapan dan respon positif bahkan negatif dari orang terdekat saat tahu saya sedang di luar negeri. Ada yang menganggapnya wah sekali karena beruntung mendapatkan kesempatan ke luar negeri, ada juga yang menganggapnya biasa saja saat tahu pekerjaan saya sebagai au pair.

Au pair bukanlah pekerjaan yang berjenjang karir, tapi menurut saya program ini bisa memberikan pengalaman yang keren sekali (atau bahkan buruk sekali). Au pair memang bisa disamakan dengan homestay, sebuah program pertukaran budaya yang ditawarkan oleh beberapa yayasan dan beasiswa di Indonesia. Bedanya, kita juga bisa mencari uang dari keluarga tersebut dengan membantu mereka mengurus anak, bersih-bersih, atau melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya.

Upahnya? Jangan dikurs ke rupiah ya. Memang upahnya tergolong tinggi saat dibawa ke Indonesia. Tapi, biaya hidup di Eropa yang juga sama tingginya, menegaskan kalau upah yang kita terima ini sebanding dengan uang saku yang tidak besar nominalnya. Dapat banyak Euro, ya keluarnya banyak juga.

Selain dapat uang saku, enaknya jadi au pair itu...

1. Yang paling utama tentunya adalah tinggal di luar negeri

Tidak semua orang di Indonesia bisa jalan-jalan atau bahkan tinggal di Eropa. Asiknya, kita tinggal dengan keluarga yang akan mensponsori kita ini itu.

Selain kamar pribadi, keluarga biasanya juga mau membiayai tiket pesawat, makanan, asuransi kesehatan, tiket transportasi dalam kota, atau bahkan meminjamkan mobil pribadi! Serunya, dengan tinggal di benua baru, artinya pengalaman yang didapat pun juga baru. Teman  baru, bahasa baru, kebiasaan baru, semuanya menuntut kita untuk lebih tolerir dengan perbedaan.

Pola pikir kita yang tadinya masih konservatif, biasanya akan mengarah lebih open minded. Saya tidak mengatakan kalau konservatif itu jelek ya. Namun, dengan berpikiran lebih terbuka biasanya membuat kita menilai sesuatu dari cara pandang yang lebih baik.

2. Belajar bahasa dan budaya lokal

Salah satu konsep au pairing yang saya suka tentunya kita bisa belajar bahasa dan budaya langsung dari negara asalnya. Saya jadi ingat kata guru saya waktu SMA dulu, untuk apa menghabiskan uang jutaan rupiah belajar bahasa Inggris di Indonesia tapi sehari-hari masih bicara bahasa Indonesia. Lebih baik uangnya dikumpulkan dan belajar langsung di negara dimana bahasa itu diucapkan. Saya setuju 60%!!

Dengan tinggal di negaranya langsung, mau tidak mau setiap hari kita harus bicara, mendengar, dan melihat siaran di TV dengan bahasa lokal. Au pair membuka jalan kita untuk lebih baik belajar bahasa dengan mengikuti kursus bahasa yang biasanya biaya akan ditanggung oleh host family. Baiknya, ini adalah sebuah keharusan untuk semua au pair.

Three. Tentunya bisa jalan-jalan keliling Eropa

Dengan uang yang dikumpulkan dari penghasilan perbulan, kita bisa jalan-jalan ke negara tetangga ala backpacker.

Four. Lebih mandiri dan bertanggungjawab

Mengatur keuangan pribadi, beres kamar, mengatur waktu kerja dan most important hari demi hari, semuanya akan membuat kita lebih mengenal diri sendiri.

Tapi jadi au pair tidak selamanya enak, karena kita juga harus siap menerima segala duka laranya. Karena tidak enaknya jadi au pair itu...

1. Kesepian

It must be right! Sebulan, dua bulan, tiga bulan, mungkin masih oke. Kita mungkin masih bisa happy-happy dan tidak percaya sedang berada di benua lain. Masih senang jalan-jalan, belanja di chain shops, atau update foto-foto keren di tempat wisata.

Tapi banyak juga au pair yang mulai merasa kesepian bahkan di minggu-minggu awal kedatangan. Jauh dari keluarga dan teman terdekat, tinggal di tempat baru, memulai kebiasaan baru, memang tidak mudah bagi banyak orang.

Hal ini juga berlaku walaupun kamu tipe orang yang supel dan easy going. Anak muda Eropa cenderung kaku dan cuek sekali. Jadi jangan harap kita bisa langsung masuk ke lingkungan mereka kalau sebelumnya tidak ada komunikasi.

2. Sendiri

Mungkin kita sudah punya teman dekat di Eropa, sering jalan, atau curhat-curhatan. Tapi ingat, mereka juga selamanya tidak bisa selalu ada untuk kita. Apalagi kalau teman kita juga seorang au pair yang tinggalnya di kota lain dan baru bisa ditemui hanya saat akhir pekan. Kita harus selalu siap untuk jalan-jalan atau merawat diri saat sakit sendirian.

3. Tidak selamanya host family akan memperlakukan kita sebagai keluarga mereka

Beberapa host family malah cenderung memperlakukan kita layaknya "gue udah bayar elo segala macem, jadi kerja yang bener!". Banyak au pair yang punya cerita buruk diperlakukan tidak layak oleh host parents-nya gara-gara mereka merasa sudah membiayai ini itu dan timbal baliknya au pair harus kerja rodi dari pagi ke malam.

Cerita buruk lainnya, host family membatasi makanan untuk au pair di rumah, bahkan menyediakan kamar yang tanpa penghangat. Bisa dibayangkan kan betapa dinginnya kamar itu saat musim dingin? Konsep au pair pada dasarnya tidak menyamakan kita dengan nanny atau housekeeper, tapi praktek yang ada di lapangan menerangkan au pair memang nanny atau housekeeper! Gara-gara ada aupair di rumah, biasanya host family jadi manja dan berpikir kalau apapun yang kotor dan berantakan, biar saja suruh au pair yang mengerjakan.

4. Bersiaplah dengan peraturan baru

Tinggal di rumah orang menyuruh kita untuk bisa lebih membawa diri dan mengorbankan sedikit privasi. Kita mesti adaptasi dengan gaya hidup host family, alat-alat rumah tangga yang modern, bahkan mungkin peraturan lainnya.

Saya mengenal seorang au pair yang mengatakan kalau dia tidak bisa lagi bersuara setelah jam 10 malam karena orang rumahnya termasuk yang sangat sensitif terhadap bunyi. Posisi kamar yang semuanya di lantai atas dan berdekatan membuat suara bisik-bisik pun terdengar dari kamar sebelah. Si keluarga butuh istirahat yang tenang dan au pair ini mau tidak mau harus menonton TV dengan mode mute setelah jam tidur itu.

Peraturan baru yang tidak enak membuat kita harus ekstra sabar dan sadar kalau rumah yang kita tempati adalah rumahnya host family. Biarpun kita dibayar, sekali lagi, itu rumahnya mereka. Mereka yang punya aturan dan bersiaplah diusir kalau kita melanggarnya. Ada cerita seorang au pair yang diusir host family-nya hari itu juga gara-gara selalu pulang di atas jam 1 pagi. Memang tidak baik sih, tapi imbasnya ya bisa diusir kalau berani melanggar.

Sudah sampai mana kamu? Lebih melihat au pair sebagai pekerjaan dengan pengalaman seru yang menantang, atau justru tidak lebih dari sekedar perbudakan?

Kalau menurut kamu au pair ini seru dan wajib kamu coba di usia muda, coba kamu cek dulu apa yang saya nyatakan di bawah ini. Au pair bisa jadi pekerjaan yang menantang karena bagi saya walaupun pekerjaan ini 'cukup' mudah, namun tidak cocok untuk semua anak muda. Kamu bisa mencoba jadi au pair kalau kamu...

1. Still maintain your dream on

Eropa itu bukan cuma tujuan, tapi juga mimpi banyak orang. Percayalah, au pair bisa membuat kamu living in your dream.

2. Open minded

Free sex, minum-minuman keras, living together, itu semua budaya Barat. Kalau kamu tidak siap berkomunikasi atau berteman dengan orang-orang yang melakukan hal itu, lupakan mimpi untuk tinggal di luar negeri. Bukan saya mengatakan bahwa kamu harus mengikuti gaya hidup dan budaya mereka, namun dengan berpikiran open minded, kita akan lebih santai menghadapi tiap perbedaan tanpa perlu lupa akar kita.

3. Punya skill bahasa Inggris yang baik

Menurut saya ini wajib! Walaupun tidak ada syarat mutlak mesti hitung angka TOEFL/IELTS (kecuali Australia), namun kita juga mesti speak up dengan keluarga dan anak asuh. Sudah bahasa lokal belum lancar, ditambah bahasa Inggris yang masih kacau, bagaimana kita bisa berkomunikasi dan mengutarakan maksud nantinya?

4. Mau usaha dan mau belajar

Pilih cari keluarga dengan agensi atau mandiri, it's your choice. Tapi kalau cuma berlandaskan "mau jalan-jalan ke luar negeri" saja tanpa ada usaha, sama saja bohong. Saya punya kenalan yang berkeinginan jadi au pair, namun untuk membuat profil/motivation letter masih minta bantuan orang lain. Apa-apa ditanyakan tanpa mau mengecek langsung apa saja regulasi di tiap negara. Padahal dia bisa coba untuk belajar membuat resume tentang dirinya sendiri dan membaca lebih jeli aturan au pair di tiap negara lewat internet.

5. Siap mandiri, bertanggung jawab, dan patuh peraturan

Jauh dari keluarga dan rumah, cuaca baru, lingkungan baru, makanan baru, sudah siap menghadapi semuanya? Lebih bisa bertanggungjawab terhadap pekerjaan, anak orang, tugas rumah tangga? Baiklah, saya juga benci peraturan apalagi hal itu bisa membatasi diri saya. Namun, tidak semua orang siap dengan peraturan baru yang membuatnya harus mengubah kebiasaan lama di negara asal. Yang paling penting adalah lebih bisa membawa diri dan adaptasi.

6. Suka anak-anak dan pekerjaan rumah tangga

Ya walaupun belum ada pengalaman jadi guru TK atau kerja di daycare, namun setidaknya kamu tidak anti dengan anak-anak. Walaupun nyatanya mereka tidak selamanya menggemaskan tapi suatu kali mereka bisa jadi sosok yang menjengkelkan. Anak-anak orang Barat cenderung well-behaved atau nakal bukan main. Mereka biasanya lebih pintar dari anak seusia mereka dan sangat aktif.

Di lain sisi, kita juga harus melakukan pekerjaan rumah yang bahkan ibu mereka pun tidak pernah mengerjakan. Karena sudah hidup dengan yang serba modern dan canggih, kebanyakan wanita Barat malas melakukan pekerjaan rumah. Pegang sapu atau vacuum cleaner pun kadang tidak pernah.

Nah, orang Asia yang di mata orang Barat rajin pun tidak semuanya rajin-rajin. Jadi intinya, kalau kamu tidak anti mengelap debu, menyetrika pakaian, atau belanja bahan makanan, I bet you can handle it!

Sekarang kamu sudah merasa yakin au pair bisa membuka jalan menuju mimpi mu dan siap mencari keluarga, atau justru baru mau melupakan pekerjaan ini? Think it! Namun kalau kamu masih merasa tertantang mengurus anak bule dan mendapatkan pengalaman baru, selanjutnya adalah usaha mencari host family. Namun ingat ya, kamu harus...

1. Bisa lebih realistis dan tidak berekspektasi tinggi

Punya pacar bule, minum-minum kopi di kafe dengan teman seru, bergaya ala model catwalk di jalanan Eropa, wah sungguh bayangan yang keren. Namun tinggal di luar negeri tidak selamanya sekeren di teenage dramas. Keluarga yang kamu nilai luar biasa baiknya sebelum ketemu, belum tentu sebaik aslinya.

Tempat tinggal di countryside yang diimajinasi kamu akan hidup tenang damai, bisa menunggang kuda saat musim panas, berpetualang di alam, sepertinya keren sekali, bisa jadi cuma di khayalan belaka kalau kamu tipikal orang yang suka city life. Karena sejujurnya, countryside bisa jadi tempat yang jauh dari keramaian dan membosankan.

Sama kasusnya seperti imajinasi punya pacar bule atau teman-teman seru, hal itu tidak bisa langsung kamu dapatkan setibanya disini. Semuanya butuh proses dan seperti yang saya bilang, anak muda Eropa banyak yang cuek dan masa bodoh. Yakinlah, sesuatu yang bagus-bagus tentang luar negeri belum tentu semuanya seperti yang ada di foto dan cerita novel. Nanti juga ketawan kok jeleknya luar negeri ketimbang Indonesia. Hoho..

2. Ukur kapasitas diri

Ini untuk calon anak asuh yang akan kita urus. Saya tekankan, mengurus 1 anak belum tentu lebih mudah dibandingkan mengurus 3 anak. Apalagi anak yang diurus itu masih bayi dan butuh atensi ekstra. Akan lebih baik kalau tidak mengurus anak di bawah usia 2 tahun, namun mengurus anak di atas usia itupun kemampuan bahasa kita akan diuji karena mereka sudah bisa bicara fasih. Ada baiknya belajar bahasa negara setempat dulu minimal three bulan sebelum keberangkatan.

3. Berkomunikasilah sesering mungkin dengan calon host family kita

Akan lebih baik kalau mereka sebelumnya pernah punya au pair. Kita bisa minta kontak mantan au pair mereka dan mengenal host family lebih baik. Dari sini juga bisa ketawan gaya hidupnya host family yang mungkin tidak diceritakan ke kita. Tanyakan juga setiap detail pekerjaan yang akan kita kerjakan.

Kebanyakan, apa yang dinyatakan di kontrak berbeda dengan kenyataan. Tugas akan lebih banyak dari hari ke hari. Tugas yang semula dikerjakan oleh host dad atau host mom biasanya akan digantikan oleh au pair. Hati-hati juga dengan janji manis host family yang akan turut menyertakan kamu saat jalan-jalan ke negara-negara tetangga. Yang ada, kamu malah disuruh babysit anak-anak mereka dengan jam kerja ekstra. Sebaiknya tanyakan apa pekerjaan kamu dengan pasti jika mereka liburan, lalu apakah mereka akan membayar lebih kalau kerja ekstra.

4. Before you go, remember it is definitely not a holiday!

So, put together yourself!

Semua cerita au pair tidak sama dan begitu pun setiap keluarga. Walaupun masih banyak keluarga yang menganggap au pair sama dengan nanny atau housekeeper, tapi banyak juga keluarga yang memperlakukan au pair mereka dengan sangat baik layaknya anak atau keponakan sendiri. Jadi jangan takut untuk mengenal pribadi keluarga dan anak yang akan tinggal dengan kita lebih baik sebelum keberangkatan.

Lagipula sejujurnya, tidak ada au pair yang ingin punya masalah dengan host family mereka. The last, if you think you're not rich enough to travel abroad, or you're not smart (and lucky) enough to get a scholarship, then au pair challenges you!

More pointers:

Guide untuk calon au pair

Guide Au Pair: Mulai dari Mana?

Sunday, June 7, 2020

Tips Mengurus Aplikasi Visa Au Pair Belgia|Fashion Style

Hari Rabu, jam 14.45 saya sampai di Kedutaan Belgia. Karena halte busway Bundaran HI lagi tutup untuk proyek MRT, jadinya saya turun duluan di halte Sarinah dan mesti jalan kurang lebih 1,five km ke Deutsche Bank Building. Padahal kalau turunnya di halte Tosari sebenarnya lebih dekat sih.

Sebelum ke kedutaan saya memang sudah membuat janji dulu lewat telepon dengan resepsionisnya. Untuk membuat appoinment sendiri bisa dilakukan by phone atau email dan tidak terikat waktu.  Sebenarnya sih saya datang di jam genting, 15 menit lagi jam operasional kedutaan harusnya akan tutup. Tapi karena mbak resepsionisnya lagi baik (atau mungkin kasihan karena saya terlanjur sudah datang), jadinya beliau langsung memberikan saya nomor rekening untuk melunasi biaya pembuatan visa.

Setor biayanya di Deutsche Bank yang ada di lantai 1 sebelah kiri (dari turun carry), isi form setoran, dan tunggu nomor antrian. Ambil tanda terima financial institution dan segera bawa lagi ke lantai sixteen. Biaya untuk membuat visa sebesar 180 Euro atau Rp. 2.754.000 (according to 1 Jan 14, 1 Euro = IDR 15.Three hundred) yang tidak akan dikembalikan jika visa ditolak.

UPDATE!

Per tanggal 2 Maret 2015, ada tambahan biaya kontribusi yang harus dibayar bersamaan dengan biaya aplikasi visa sebesar ?One hundred eighty. Biaya kontribusi ini bisa dibayar oleh orang ketiga semisalnya sponsor atau calon keluarga angkat yang ada di Belgia. Untuk info lebih lanjut mengenai biaya ini, silakan tanya langsung Kedubes Belgia di Jakarta.

Saat itu sudah lewat jam 3 sore, tapi karena aplikasi saya sudah terlanjur masuk, jadinya saya dibiarkan menunggu sampai proses selesai. Kebetulan saat itu juga ada seorang cewek yang datangnya sama telat seperti saya, lagi mengurus visa studinya.

Dokumen yang dibutuhkan untuk aplikasi visa:

1. Paspor yang berlaku minimal 1 tahun sebelum expire date

2. Pas foto 3 lembar ukuran three.5x4.5cm berlatarbelakang putih

3. Surat Izin Kerja (mirip kartu) Tipe B berwarna biru

Untuk mendapatkan surat izin kerja, sila buka disini .

Four. Formulir Visa Jangka Panjang 2 rangkap

Sebelumnya pihak agensi juga menyertakan form visa yang dikirimkan ke saya. Namun form yang mereka kirimkan adalah form visa Schengen untuk jangka pendek. Lalu saya mencari lagi form untuk visa jangka panjang lewat internet dan mengisinya. Tapi setelah dicek ulang oleh petugas kedutaan, ternyata form saya berbeda dengan format mereka. Akhirnya saya disuruh mengisi ulang saat itu juga.Formulir visa jangka panjang dengan format yang benar bisa dibuka di link ini.

5. Surat kontrak kerja antara au pair dan host family

Agensi mengirimkan kontrak kerja yang sudah ditandatangani dan diisi oleh host own family, sehingga saya cukup menandatangani di bagian yang kosong.

6. SKCK yang sudah dilegalisir oleh Kemenlu, Kemenkumham, dan Kedutaan Belgia

Bisa baca cerita saya mendapatkan SKCK dwi bahasa ataupun legalisasi disini .

7. Sertifikat kesehatan ASLI

eight. Polis asuransi dari keluarga angkat

Opsional. Namun sebaiknya jika sudah ada, disertakan di dalam dokumen aplikasi.

Nine. Keterangan akan mengikuti kursus bahasa

Jika belum ada, sebaiknya minta keluarga angkat segera mengirimkannya. Surat keterangan ini juga bisa dijadikan bukti kalau kita setidaknya telah terdaftar di lembaga kursus di Belgia.

10. Flight booking ticket

Karena saat itu keluarga angkat saya tidak mau mengambil resiko dengan membelikan tiket sebelum visa keluar, jadinya dia minta tolong agensi untuk memberikan bukti konfirmasi tiket pesawat ke pihak kedutaan yang dikirimkan through e mail. Tentunya kita bisa menyertakan tiket keberangkatan sebenarnya kalau keluarga angkat memang sudah membelikan.

Sebenarnya tiket pesawat tidak perlu dibeli dulu saat mengajukan visa. Bukti konfirmasi pembelian tiket saja sudah cukup. Kita dapat minta bantuan travel agent untuk menerbitkan bukti konfirmasi tiket pesawat atau membuatnya sendiri (dummy ticket)lewat situs web beberapa maskapai penerbangan, seperti KLM dan Thai Airways.

Caranya sama seperti akan membeli tiket pesawat. Masukkan negara keberangkatan dan pilih negara tujuan, kemudian masukkan tanggal keberangkatan dan kepulangan. Lalu di bagian pembayaran, pilih opsi bahwa pembayaran akan dilakukan di Kantor thai Airways atau KLM terdekat. Voila...kode bookingstatus reservasi yang sudah terkonfirmasi akan dikirim ke email pribadi. Printout tersebut dapat dilampirkan untuk pengajuan visa.

(!) Dokumen yang disertakan semuanya harus ASLI, plus fotokopiannya sebanyak 1 lembar. Pihak kedutaan akan mengembalikan dokumen aslinya nanti.

Sebenarnya ada beberapa dokumen di atas yang sifatnya opsional, namun menurut saya, semakin lengkap dokumen yang disertakan, akan semakin cepat proses pembuatan visa. Pihak kedutaan juga rasanya tidak punya alasan untuk menolak visa kita, jika dokumen yang dilampirkan lengkap.

Setelah semua berkas diberikan, beberapa menit kemudian kita akan dipanggil untuk foto. Kalau bisa sebelum foto, dandan-dandan dulu yang rapih ya, jangan kucel seperti saya. Hehe.. Saya tidak tahu kalau foto ini akan dimuat di visa, jadinya ya rambut kemana muka kemana saat itu. Pikir saya pas foto yang dilampirkan, itulah yang dimuat.

Jika dirasa sudah beres, petugas akan memberikan tanda terima yang nantinya harus dibawa saat mengambil visa. Namun, kalau berada di luar kota dan tidak mau menunggu lama di Jakarta, pihak kedutaan juga bisa mengirimkan dokumen dan paspor ke alamat kita. Pembayaran tambahan untuk ongkos kirim bisa dibayar sekalian saat membayar visa di Deutsche Bank.

Pertanyaan paling penting, berapa lama waktu pengerjaan visa? Menurut saya, kedutaan Belgia memberikan waktu yang cukup singkat dalam pengerjaan visa ini. Kalau kedutaan lain mengharuskan membuat appointment dan mengajukan berkas jauh-jauh hari, kedutaan Belgia memberikan kelonggaran waktu untuk applicants. Saya mendapatkan visa setelah 3 hari kerja menunggu. Sebenarnya sih visa akan diberikan di hari ke-4, namun saya mengajukan nego ke petugasnya, sehingga di hari ke-3 jam 1 siangnya visa saya sudah bisa diambil.

Kalau ada pertanyaan yang tidak terjawab saat googling, cobalah untuk mendiskusikannya ke pihak kedutaan. Mbak resepsionisnya sangat membantu dan ramah saat menjawab pertanyaan. Bahkan beberapa kali saya email, mereka menjawab dengan sangat responsif. Saya juga sebenarnya tipe penelepon yang bandel. Soalnya setiap hari sejak mengajukan berkas, saya selalu menanyakan tentang nasib visa saya.

Alamat Kedutaan Belgia di Jakarta:

Deutsche Bank Building 16th floor. (Bundaran HI)

Jalan Imam Bonjol 80 10310 Jakarta

Indonesia

Telp.

Sixty two 21 316 20 30

62 21 316 20 35

62 816 947 859 Emergency range outdoor starting hours

jakarta@diplobel.Fed.Be

http://diplomatie.Belgium.Be/indonesia/

Tips Sebulan Pertama di Belgia|Fashion Style

Finally, sudah satu bulan saya di Belgia. Lama meninggalkan weblog, sekarang saatnya sharing lagi tentang serunya tinggal di salah sudut benua biru ini. Awal-awal kedatangan kesini, banyak pertanyaan yang sering ditanyakan ke saya tentang Eropa. Mulai dari berapa banyak bule ganteng yang sudah saya temui, sampai bagaimana kehidupan saya pribadi sebagai au pair.

Bagaimana perasaan setelah sampai Eropa, benua idaman semua orang di dunia?

Alhamdulillah saya senang sekali, pastilah itu. Beberapa menit sebelum Qatar Airways, yang membawa saya sebulan lalu kesini, mendarat di bandara internasional Brussel, saya tidak berhenti mengucap syukur. Rasanya tidak percaya bisa ke Eropa dan melihat pemandangan dari atas langit yang keren sekali. Saat kedatangan saya kesini, Eropa sedang masuk awal musim semi. Pemandangan dari atas langit berpadu antara warna hijau dan cokelat yang sungguh menarik. Pepohonan hijau tampak mengelilingi rumah khas Eropa yang biasanya cuma bisa saya lihat di foto.

Sudut kota di Eropa keren sekali pasti kan?

Hmmm.. Menurut saya 'begitu-begitu saja'. Eropa terkenal dengan bangunan kuno gaya neo gothic yang pasti ada di negara mana saja di Eropa. Kalau turis yang hanya bisa berkunjung sebentar kesini, pasti tidak akan melewatkan kesempatan berfoto di tiap sudut kota. Tapi saya pribadi lebih memilih membidik tempat lain yang lebih berwarna daripada sekedar foto-foto di katedral atau bangunan kuno. Balik ke tipikal masing-masing sih, saya suka yang berwarna dan dinamis. Hehe..

Tinggal dimana? Daerah perkotaan, pinggir kota, atau desa?

Saya tinggal di Londerzeel, sebuah desa yang kalau naik bus hanya sekitar 1 jam ke Brussel. Well, kalau mendengar kata 'desa', yang ada di pikiran pasti daerah terpencil, penduduknya sedikit, transportasi ke kota jarang, dan berteman dengan hewan ternak. Nyatanya itu tidak seratus persen salah! Londerzeel memang cukup jauh dari kota besar, tapi kehidupan disini menurut saya lebih baik dari perkotaan.

Saya memang medium-city person sekali, tidak terlalu suka keramaian dan macet. Londerzeel memang cenderung sepi, tapi pemandangan hijau dan peternakan kuda di dekat rumah membuat saya nyaman disini. Frekuensi bus yang ke Brussel pun datang setiap interval sejam. Lumayanlah kalau ingin melihat keramaian dan belanja ke kota besar sesekali. Disini juga terdapat stasiun kereta antarkota, supermarket, dan juga perpustakaan atau toko buku berbahasa Belanda yang jaraknya tidak terlalu jauh berjalan kaki dari rumah.

Serunya lagi, ada sportcentrum yang cukup terkenal disini yang bisa dikunjungi untuk sekedar work out di gym, renang, tenis, atau main trampolin. Selain itu, tinggal disini membuat saya lebih sering bertemu dengan orang Belgia pirang asli yang akan sangat jarang ditemui kalau di kota besar. Etnis Maroko lumayan mendominasi di kota-kota besar sampai saya agak bosan melihat mereka dimana-mana. Haha.. Tapi keuntungannya sih, toko dan restoran halal juga tidak sulit ditemui.

Bule disana ganteng-ganteng pasti kan?

Relatif ya. Menurut saya dimana saja pasti ada orang ganteng, tidak hanya di Eropa. Tapi karena saya cenderung tidak terlalu suka blonde man, jadi biasa saja melihat mereka. Namun balik lagi, ada yang ganteng, ada juga yang tidak.

Bagaimana kehidupan baru sebagai au pair? Bagaimana adaptasi disana?

Alhamdulillah masih berjalan baik-baik saja selama sebulan ini. Keluarga angkat saya orang Maroko muslim dan sangat memperhatikan makanan. Saya beruntung karena tidak perlu lagi takut apakah ayam dan daging di dalam kulkas halal atau tidak, karena keluarga angkat saya sangat memperhatikan kehalalan makanan. Mereka juga tidak pelit soal makanan. Dua kulkas mereka selalu penuh dan saya dibebaskan makan atau masak apa saja dari sana. Keluarga muda ini juga senang masak, sehingga saya selalu mencicipi makanan baru khas Eropa.

Selain itu, kalau sedang berkunjung ke rumah orang tuanya, saya juga diajak untuk makan siang yang biasanya menu khas Maroko. Walaupun orang Maroko di Belgia mempunyai citra yang agak buruk, tapi keluarga angkat saya ini termasuk yang baik. Alhamdulillah juga saya orang yang cenderung mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Jadi untuk saat ini belum ada masalah, kecuali makanan. Lidah saya sangat asia sekali, cenderung pedas dan kaya rasa rempah. Sementara makanan disini agak hambar dan kebanyakan kurang fresh.

Oh ya, cuaca juga membuat saya harus berkali-kali mengeluh. Karena baru masuk musim semi, cuaca masih dingin dan biasanya angin bertiup kencang. Walaupun sinar mentari sudah mulai terik, namun kadang suhu masih di bawah 10 derajat. Hal ini membuat saya sangat tidak nyaman jalan-jalan di siang hari.

Apa saja yang mesti dilakukan ketika awal-awal disana?

Sebagai au pair, hal pertama yang harus dilakukan tentunya adalah lapor diri ke city hall yang ada di tempat kita tinggal paling lambat delapan hari sejak kedatangan kita ke Belgia. Hal ini dilakukan agar kita mendapatkan temporary id card yang akan sangat diperlukan seperti membuka akun bank atau sewa blue bike.

Di city hall, petugas mencatat diri saya dan mengatakan seminggu lagi akan ada polisi yang akan datang untuk mengecek keadaan saya di rumah. Benar saja, Jumat malam, saat saya dan keluarga angkat sedang dinner, seorang polisi datang dan mengecek keberadaan saya di rumah. Biasa saja sih sebenarnya, datang dan sedikit bertanya, lalu pergi. Kata pak polisi, seminggu lagi akan ada surat pengantar dari city hall dan saya disuruh mengulang kesana. Baiklah, menunggu lagi.

Sebalnya gara-gara belum dapat id card ini, hostmom saya belum bisa membukakan akun bank di Fortis dan membelikan saya tiket bus De Lijn. Sebelumnya sempat ada syarat baru dari city hall yang mengharuskan saya cek kesehatan di dokter yang dikenal pemerintah Belgia. Mereka memberikan form untuk cek kesehatan yang isinya tidak beda dengan hasil cek kesehatan saya di Indonesia.

Hostmom saya coba membicarakan hal ini ke petugas city hall. Akhirnya petugasnya menyuruh untuk mengirimkan scanning hasil tes kesehatan dan SKCK saya lewat email. Mereka akan coba meneruskan ke Ministry of Foreign blablabla.. Hostmom saya juga sempat menelepon KBRI di Brussel tentang lapor diri. Apakah saya juga perlu lapor diri ke KBRI ataukah cukup sampai city hall Londerzeel saja. Petugas KBRI mengatakan kalau saya cukup lapor diri ke city hall terdekat. Namun, saya juga perlu lapor diri ke KBRI untuk data pemilu nantinya. Tapi sampai sekarang saya juga belum kesana.

Seminggu kemudian, surat dari city hall datang dan menyuruh saya kembali kesana dengan membawa dua lembar pasfoto. Saat datang, saya disuruh tanda tangan di alat digital dan membayar biaya kartu sebesar 17.20 Euro. Petugasnya mengatakan (lagi-lagi) dua minggu kemudian akan ada surat dari city hall yang isinya id card saya. Nanti saya disuruh datang lagi ke city hall untuk mengaktifkan kartu identitas itu. Haduuhh.. kerjaan saya di Londerzeel bolak-balik city hall saja sepertinya.

Pernah punya masalah dengan keluarga angkat atau anak mereka sebulan ke belakang?

Pernah, menyangkut jam kerja sebagai au pair. Awalnya sangat menyebalkan harus babysit hingga jam 9 malam nyaris setiap hari. Lalu, hostmom saya ini tipikal orang yang agak cerewet tapi sebenarnya pengertian. Hostdad saya orang yang cuek sekali, kurang fasih berbahasa Inggris, tapi selalu mencoba mengobrol walaupun kadang banyak diam.Hostdad saya ini sebenarnya sangat helpful dan menurut saya penurut sama istrinya.

Untuk masalah jam kerja ini, sempat saya tanyakan ke Eva dari agensi. Tapi percuma, si Eva juga tidak memberikan solusi. Jadi tinggal sayanya saja yang mengatur waktu. Sekarang jam setengah 8 malam anaknya sudah saya tinggal dengan orang tuanya. Anak yang saya asuh ini namanya In?S, umur 2 tahun. Awal kedatangan saya kesini, dia selalu menolak kehadiran saya yang mengajaknya fundamental. Tapi Alhamdulillah sekarang sudah mulai melunak dan dekat dengan saya.

Disana pakai bahasa apa? Sudah mulai kursus bahasa?

Londerzeel masuk Flandria atau Flemish area yang memakai bahasa Belanda sehari-harinya. Di rumah, saya memakai bahasa Inggris kalau mengobrol dengan ibunya. Keluarga ini sebenarnya lebih fasih bahasa Perancis dan Arab Maroko, tapi hostmom saya bisa empat bahasa kecuali suaminya. Untuk kursus bahasa, baru mulai akhir April ini. Jadinya saya baru belajar bahasa Belanda lewat buku atau percakapan Perancis standar di rumah.

Sudah punya teman?

Belum. Sempat tukar kontak dengan teman bule di Meerdonk sebelum berangkat kesini. Namun saya kehilangan nomor ponselnya sehingga komunikasi tidak berjalan baik. Pertengahan bulan April saya sempat meet up dengan Gita, au pair Indonesia yang juga baru datang kesini. Ya lumayanlah, ada teman Indonesia disini.

Pernah merasa kesepian dan bosan, atau kangen dengan Indonesia?

Pasti! Bosan karena rutinitas selalu menyerang saya nyaris setiap hari. Hari ini rutinitas begini begitu, besoknya ketemu hari lain, tapi aktifitasnya begitu lagi. Kursus bahasa belum mulai, jadinya saya tidak punya aktifitas lain dalam sebulan. Kalau kesepian tidak pernah, Alhamdulillah. Saya orang yang memang sudah terbiasa travelling sendirian, jadinya tidak masalah kalau tidak ada teman jalan. Walaupun minusnya, saya tidak punya foto pribadi di beberapa tempat. Hiks..

Untuk menghilangkan kebosanan, biasanya saya retail therapy ke kota-kota besar seperti Brussels atau Antwerp. Sungguh, saya ini bukan turis sejati. Ke kota lain bukannya mampir ke objek wisata disana, malah mampir ke toko-toko berantai satu per satu. Haha.. Retail therapy is the best way on the weekend lah!

Satu lagi, karena saya sangat suka art dan crafting, saya sering menyibukkan diri di kamar, gunting kertas atau gambar ini itu untuk mendadani kamar yang warnanya kaku. Kalau kangen dengan Indonesia, sepertinya belum, kecuali makanannya. Saya nyaris tiap hari dan tiap waktu makan mie dan cabe rawit. Bahkan makan pasta pun ditambah bawang goreng dan cabe rawit. Hehe...

Komunikasi disana bagaimana?

Thanks to your smartphone untuk aplikasi BBM dan Skype-nya. Komunikasi sangat lancar dan setiap hari juga bisa mengobrol dengan keluarga dan teman. Untuk SIM card, karena sejak awal sudah dibelikan BASE oleh hostdad, jadinya saya pakai ini saja.

Biasanya isi pulsa 15 Euro di Colruyt, 10 Euronya untuk langganan internet 1 GB perbulan, 5 Euronya untuk beli tiket De Lijn. Karena belum dibelikan tiket bus, jadinya sebulan ini saya bayar pakai dana pribadi dulu. Beli tiket De Lijn lebih murah lewat SMS. Walaupun pakai WiFi di rumah, tapi saya sangat perlu GPS kalau lagi jalan sendirian. Seriously, it will be your trusty friend!

Itulah daftar pertanyaan yang sering ditanyakan ke saya. Nyatanya, Alhamdulillah sebulan ini everything's going well (masih). A year is going faster, saya masih menunggu 11 bulan ke depan untuk pengalaman lainnya. Eropa memang seru, tapi juga 'dingin'.

Tips Pengalaman Legalisasi SKCK di Kedutaan Belgia via Biro |Fashion Style

Setelah disibukkan oleh urusan kuliah, saya lagi-lagi harus disibukkan oleh pengurusan dokumen sebagai syarat untuk mengajukan aplikasi visa au pair ke Belgia. Setelah saya hitung-hitung, dari mengurus SKCK sampai melegalisasinya, saya membutuhkan waktu kurang lebih 14 hari di Jakarta. Wah, saya mau apa di Jakarta dalam waktu selama itu? Lagipula kebanyakan waktu saya habis untuk menunggu. Makanya dari awal, saya sudah minta bantuan teman yang ada di Jakarta untuk membuatkan SKCK di Mabes Polri, lalu membayar biro jasa untuk melegalisasi dokumen. Kedutaan Belgia juga menunjuk beberapa biro jasa yang bisa membantu mengurus dan melegalisasi dokumen bagi yang tidak ingin repot. Daftar biro jasanya bisa dilihat di link ini.

Dari hasil tanya-tanya harga sana-sini, saya memutuskan untuk menggunakan biro legalisasi dokumen JTC Indonesia yang lebih murah dari biro lainnya. Biro ini saya dapatkan dari hasil googling yang menarifkan harga 350ribu untuk legalisasi di Kemenlu + Kemenkumham (3 hari kerja), dan 500ribu untuk legalisasi di Kedutaan Belgia. Mereka cuma menyaratkan fotokopi paspor 1 lembar untuk melegalisasi dokumen. Saya tahu, kalau mengurus sendiri, tidak akan sebengkak itu biayanya. Tapi lagi-lagi, karena saya di luar Jakarta, menggunakan biro akan lebih hemat dan tidak mati gaya menunggu.

Pihak JTC mengatakan legalisasi dokumen keseluruhan akan membutuhkan waktu sekitar 7 hari. Jadi dari situ, saya mulai menghitung kira-kira kapan waktu terbaik untuk ke Jakarta. Sebenarnya ada yang saya sebalkan dari pihak biro ini, saya merasa mereka agak curang waktu. Saat konfirmasi, mereka mengatakan dokumen sudah selesai dilegalisasi pihak Kemenlu dan Kemenkumham hari Jumat. Maka, dokumen baru bisa dilegalisasi Kedutaan Belgia Seninnya dan akan selesai hari Rabu. Padahal menurut informasi yang saya dapat, sebenarnya legalisasi kedutaan bisa memakan waktu hanya 2 hari kerja.

Ya sudahlah, lagi-lagi saya tidak punya pilihan. Padahal kalau dihitung-hitung lagi, mendingan saya saja yang mengurus legalisasi SKCK ke kedutaan Seninnya, jadi Selasa bisa diambil. Karena rencananya, saya sekalian ingin menyerahkan aplikasi visa yang sudah lengkap saat SKCK selesai dilegalisasi. Tapi ya mau bagaimana lagi, saya sudah terlanjur membayar ke pihak biro.

Hari Selasanya, saya mengirim surel ke pihak kedutaan untuk memastikan apakah SKCK boleh saya sendiri yang mengambil. Katanya boleh, asalkan menyerahkan tanda terima legalisasi. Saya hubungi pihak JTC untuk bernego apakah tanda terimanya bisa di-scan dan dikirim ke email saya. Pak Abdul, pimpinannya, mengatakan bisa-bisa saja, tapi dia baru bisa mengirimnya hari Rabu karena saat itu dia masih di luar kota.

Hari Rabu saya sudah di Jakarta dan menghubungi kembali Pak Abdul untuk menanyakan apakah tanda terima bisa dikirimkan ke email saya sesegera mungkin. Tidak diangkat, saya menghubungi kedutaan dan kembali menanyakan apakah SKCK tanpa tanda terima boleh diambil. Mbak resepsionis yang ramah itu mengatakan tidak masalah, karena nama yang ada di SKCK memang(jadi tidak ada pihak yang dirugikan kalau diambil maksudnya). Oalaahh, kalau tahu bisa, saya bisa langsung kesana dari pagi.

Di perjalanan menuju kedutaan Belgia, Pak Abdul SMS saya dan mengabari kalau dia masih di luar kota sehingga belum bisa mengirimkan tanda terimanya. Herannya, dia juga mengatakan telah menghubungi pihak kedutaan dan SKCK saya baru bisa diambil Kamis jam 2 siang. Hah? Kenapa jadi menambah waktu begitu ya? Saya tidak memedulikan SMS-nya dan meneruskan perjalanan ke kedutaan.

Saat sampai di kedutaan, saya menanyakan tentang SKCK saya. Si mbak mengecek SKCK saya yang katanya belum ditandatangani pihak kedutaan. Lho, kok bisa? Padahal kalau dokumen sudah diserahkan hari Senin, setidaknya Selasa sudah selesai dilegalisasi. Padahal saat itu saya datang ke kedutaan sudah jam 14.45, hari Rabu pula, kok bisa SKCK saya belum dilegalisasi. Tapi akhirnya si mbak resepsionis memperbolehkan saya menyerahkan dokumen yang sudah ada sekalian menunggu proses legalisasi karena memang sebelumnya saya juga sudah membuat appointment membuat visa ke mereka.

Hari Kamis, saya menghubungi pihak kedutaan untuk menanyakan kelengkapan dokumen aplikasi visa. Lucunya, tiba-tiba si mbak resepsionis mengatakan kalau pihak biro baru saja pulang untuk mengambil SKCK saya. What? Saya hanya ketawa kecil aja sambil bertanya-tanya, buat apa lagi SKCKnya diambil, orang saya sendiri yang mengurusnya ke kedutaan.

Yang paling menyebalkan, hari Kamis jam 16.47 pihak biro BARU mengirimkan tanda terima legalisasi ke saya. Saat saya cek dari tanda terima tersebut, ternyata pihak JTC baru mengirimkan dokumen saya ke kedutaan hari Rabu! Terbukti dengan adanya tanggal tanda terima dokumen dari pihak kedutaan. Pantas saja, hari Rabu saya kesana, SKCK-nya belum dilegalisasi pihak kedutaan. Di bagian bawah tanda terima juga tercatat '"BESOK", artinya legalisasi bisa diambil keesokkan harinya. Tuh kan! Ya wajar saja si biro baru datang Kamisnya. Dasar curang!

Coba kalau saya ikuti saran si biro untuk tetap menunggu tanda terima itu, wah, bisa-bisa saya rugi waktu lagi. Lihat saja, mereka baru mengirimkan tanda terimanya hari Kamis sore. Bisa-bisa Jumatnya baru bisa apply visa. Tapi di luar kejadian itu semua, sebenarnya menggunakan biro jasa memang bisa menghemat waktu untuk yang tinggal di luar kota. Namun cukup sampai legalisasi di Kemenlu dan Kemenkumham saja. Untuk legalisasi di kedutaan, kalau memang cuma perlu waktu 2-3 hari kerja, lebih baik diurus sendiri. Karena sekalian mengambil SKCK yang selesai, bisa langsung menyerahkan aplikasi visa.

Saturday, June 6, 2020

Tips Biaya Hidup (baca: Belanja) di Belgia|Fashion Style

Setiap berencana ke luar negeri, baik itu untuk urusan jalan-jalan, kuliah, atau jadi au pair, yang harus dipikirkan pastinya adalah masalah biaya hidup. Untuk yang jalan-jalan, mungkin hanya akan memikirkan soal biaya hidup harian yang masanya hanya seminggu sampai sebulan. Namun, bagi mahasiswa dan juga au pair, biaya hidup di Eropa hingga setahun atau dua tahun harus benar-benar dikalkulasi.

Memang standar biaya hidup di Eropa sangat tinggi untuk ukuran orang Indonesia, tapi kembali lagi ke gaya hidup pribadi masing-masing. Walaupun tinggal di Indonesia, kalau setiap minggu nongkrong di kafe, jalan ke bioskop, atau belanja produk branded, pastinya akan sangat boros. Tinggal di Eropa pun, kalau doyan masak dan membatasi untuk jajan di luar, akan sangat menghemat pengeluaran.

Berikut saya berikan gambaran berapa biaya untuk hidup di Belgia tiap kategori:

Akomodasi

Untuk seorang au pair, urusan akomodasi pastinya tidak lagi jadi masalah karena sudah tinggal dengan host family. Bagi mahasiswa yang menempuh pendidikan di Belgia, biasanya akomodasi akan disewakan oleh pihak kampus. Walaupun saya bukan mahasiswa disini, namun yang saya tahu besar biaya sewa asrama kampus sekitar €400/bulan.

Karena host family saya yang sekarang punya student housing di beberapa kota di Belgia, mereka cerita menawarkan biaya sewa satu kamar €450/bulan di Ghent sudah termasuk dapur, listrik, dan kamar mandi.

Student housing milik host family saya ini bahasanya mirip kos-kosan di Indonesia. Namun jangan salah, student housing di Belgia biasanya punya bangunan dan interior yang sangat modern mirip-mirip apartemen pribadi.

Bahan Makanan

Selama jadi au pair, saya biasanya juga punya tugas belanja bahan makanan tiap minggu. Belanja bahan makanan di Belgia jadi suatu hal yang sangat saya sukai, karena saya bisa langsung membandingkan harga dari satu tempat ke tempat lain dan yang jelas punya pengalaman sendiri selama bergerilya cari tempat termurah.

Kebanyakan orang Belgia biasanya akan pergi ke grocery store besar seperti Carefour atau Del Haize untukbelanja bahan makanan. Harga yang ditawarkan kedua tempat ini biasanya relatif sama, kecuali untuk Carefour Express atau Louise Del Haize. Kedua tempat terakhir tersebut biasanya punya selisih harga lebih mahal ?2-an.

Satu tempat yang sangat saya sukai untuk belanja adalah Colruyt. Dibandingkan Carefour dan Del Haize, harga beberapa bahan makanan di Colruyt lebih murah. Dua grocery store murah terkenal lainnya adalah ALDI dan LIDL.

Berbeda dengan LIDL yang masih menjual makanan dengan merk komersial, bahan makanan yang dijual di ALDI semuanya merk lokal sehingga harga yang ditawarkan pun murah meriah. Jangan harap akan menemukan merk ternama seperti Coca Cola atau Nutella disana. Namun biasanya akan ada alternatif coke atau pasta cokelat lainnya yang mirip dengan merk-merk ternama. Untuk belanja mingguan di ALDI dengan asumsi masak sendiri, kira-kira hanya menghabiskan €10-15.

Di banyak kota besar biasanya akan digelar pasar akhir pekan yang bisa jadi alternatif belanja bahan makanan murah. Selain sayur-sayurannya masih segar, semakin siang biasanya penjual juga akan semakin menurunkan harga. Seperti pasar akhir pekan terbesar di Brussels yang berlokasi di Gare du Midi, karena hari sudah siang saya membeli sekotak sedang stroberi yang masih segar dengan harga ?1 saja!

Di beberapa desa kecil lainnya biasanya juga menggelar pasar kaget seminggu sekali dan menjual sayur-sayuran segar. Kegiatan pasar mingguan seperti ini sebenarnya tidak asing di Indonesia, karena setiap hari pun, saya nyaris ke pasar tradisional. Namun jalan-jalan ke pasar di Belgia tentunya akan jadi cerita baru.

Untuk yang sangat suka makan ikan atau seafood seperti saya, belanja ikan di supermarket memang sangat tidak menyenangkan. Selain tidak segar, rasanya juga akan berbeda karena terlalu lama dibekukan. Ikan segar biasanya akan saya temukan di Vrijdagmarkt Ghent setiap hari Jumat atau pasar akhir pekan terbesar yang ada di Brussels. Banyak penjual yang menawarkan ikan-ikan segar dengan mobil besar mereka.

Untuk seekor ikan makarel sedang bisa saya beli dengan harga €1. Untuk salmon, biasa dijual perkilonya sekitar €25 karena sangat fresh dan gemuk. Kalau lagi sangat ingin makan salmon, saya biasanya beli sepotong salmon beku di ALDI seharga €3 yang bisa makan dua kali.

Di pinggir jalan biasanya juga bisa ditemukan kios penjual buah dan sayur-sayuran milik orang Turki yang buka dari Senin sampai Minggu. Harganya lumayan murah dan bisa jadi alternatif belanja, mengingat banyak toko yang tutup di hari Minggu. Semakin sore, biasanya mereka juga akan semakin menurunkan harga buah dan sayuran.

Kios penjual daging halal biasanya hanya dapat ditemukan di kota besar yang kebanyakan penduduknya warga pendatang dari Maroko atau Turki. Cobalah pergi ke daerah yang banyak bermukim kios-kios yang penjualnya pendatang dari kedua negara tersebut, dijamin akan menemukan daging halal disana.

Yang ingin membeli produk makanan dari Indonesia atau Asia, pastinya hanya bisa ditemukan di toko asia. Di Brussels, biasanya saya pergi ke supermaket KamYuen di daerah De Brouckere atau di Antwerp, toko asia bisa ditemukan di sepanjang jalan Chinatown tidak jauh dari Stasiun Antwerpen Central.

Ada juga beberapa toko kecil milik orang Afrika yang menjual bahan makanan khas Afrika dan Asia, namun stoknya tidak banyak atau minim pilihan. Harga yang ditawarkan toko asia ini pun yang pasti akan lebih mahal seperti sebungkus Indomie dijual seharga fifty five Sen. Namun hal itu tidak jadi masalah mengingat lidah yang pasti kangen makanan Indonesia.

Transportasi Umum

Belgia punya sistem transportasi sangat baik yang berbeda nama di tiap daerah. Untuk daerah Belgia Utara namanya De Lijn, TEC untuk Belgia Selatan, sementara di Brussels namanya STIB/MIVB. Tarif naik bus sekali jalan €1.55 (lewat SMS), €1.90 (beli di mesin/in advance), hingga €3 (beli di sopir). Sementara untuk tram tarifnya €2.40.

Kalau sering naik transportasi umum, sebaiknya berlangganan tiket bus dan tram agar lebih murah dan unlimited. Tarif De Lijn/TEC perbulannya €23.60 (di bawah 25 tahun), namun akan lebih murah kalau berlangganan 3 bulan, atau bahkan setahun.

Enaknya lagi, beberapa distrik memberikan diskon hingga 50% bahkan gratis (untuk di atas sixty five tahun) bagi warganya yang langganan De Lijn/TEC! Sayangnya, tiket De Lijn hanya bisa dipakai di daerah Flemish dan tidak bisa digunakan untuk naik bus ke Wallonia, maupun sebaliknya.

Hal ini juga dialami saat naik tram atau metro di Brussels. Walaupun sudah punya tiket De Lijn/TEC, sistem tram atau metro di Brussels tidak bisa menggunakan tiket tersebut. Kalau sekali dua kali naik tram sih tidak masalah bayar €2.40, namun kalau keseringan, ya tekor juga. Pilihannya adalah langganan tiket unlimited MTB (Metro-Tram-Bus) yang mencakup keseluruhan  (De Lijn, TEC, metro dan tram di Brussels) dengan biaya €55.50/bulan atau €583/tahun.

Walaupun Belgia adalah negara kecil, namun tidak selamanya bus atau tram bisa menjangkau setiap kota. Ada kalanya kereta (SNCB) merupakan tranportasi umum tercepat untuk menuju satu kota. Tiket kereta sekali jalan dihitung berdasarkan jarak dan bisa dibeli di mesin, loket, atau kondektur.

Sebelum memutuskan untuk membeli Standard Ticket ke satu kota, ada baiknya memilih opsi Go Pass 1 (untuk usia di bawah 26 tahun) yang harga tiket sekali jalannya ?6 ke seluruh kota di Belgia.

Jadi kalau dengan Standard Ticket harganya €12 sekali jalan, dengan Go Pass 1 kemana saja hanya €6/sekali jalan. Atau kalau memang sering travelling ke kota Belgia dari utara ke selatan, coba pakai Go Pass 10 yang bisa dipakai 10 kali jalan kemanapun dengan harga tiketnya €55.

Namun, harus diingat ya, cek dulu berapa harga Standard Ticket untuk sekali jalan/pulang-pergi. Karena bisa jadi, harga Standard Ticket yang PP lebih murah ketimbang pakai Go Pass. Atau kalau memang perginya pas akhir pekan, bisa juga beli Weekend Ticket dengan reduksi harga 50% untuk tiket PP.

Outfit Pribadi

One thing you have to know is barang Eropa yang dijual di chain shops itu kebanyakan barang China atau buatan negara ketiga seperti Turki, Bangladesh, Pakistan, bahkan Indonesia! So, apa masalahnya? Ya kalau selama ini dipikiran kita belanja di Eropa itu akan wah sekali, ya nyatanya tidak seperti juga.

Barang-barang yang ASLI buatan Eropa tentunya hanya dijual di butik-butik tertentu dan pastinya sangat mahal. Jadi kalau belanja barang China di Eropa tidak jadi masalah, liriklah deretan chain shops seperti ZARA, Mango, H&M, Forever 21, atau Pull & Bearyang barangnya lumayan bagus dan banyak pilihan.

Tenang saja, walaupun di Indonesia merk-merk tersebut sangat luxurious, tapi disini merk tersebut ya semurah-murahnya Eropa. Mirip Matahari di Indonesia lah, kualitasnya lumayan baik, masih dijangkau kantong, dan selalu ramai (apalagi pas diskon dan akhir pekan).

Atau bisa juga mengunjungi Primark, toko fashion terkenal dari Belanda, yang menjual barang fashionnya murah dengan desain simpel tapi klasik khas Eropa. Di Belgia sendiri, Primark baru ada di Liége, Ghent, dan Brussels.

Di butik kecil atau pasar mingguan biasanya juga menjual barang impor China yang dijual dengan harga murah. Tentunya barang tersebut dibuat dengan desain khas Asia yang kyut dan kadang agak lebay.

Untuk sepatu dan tas, beberapa toko yang sudah saya sebutkan di atas juga menjualnya. Kadang satu toko dan toko lainnya punya sepatu atau tas yang agak sama modelnya. Yang cari sepatu boot kulit khas Eropa dengan kualitas lumayan baik, liriklah toko sepatu Tamaris, MANO, atau TODS yang ada di chain shops. Biasanya mereka menjual boot asli buatan Eropa dengan harga paling murah €99.

Favorit saya sebenarnya Tamaris, merk sepatu buatan Jerman. Desainnya simpel, harganya tidak terlalu mahal dibandingkan yang lain, di kaki terlihat bagus, dan yang paling penting nyaman. Lalu untuk tas, karena saya tidak terlalu suka belanja barang ini, jadinya menurut saya, selama dia masih Made in China, ya dimana-mana sama saja. Namun ada satu toko yang pernah saya kunjungi di Ghent menjual produk tas kulit asli Made in Italy dengan harga sekitar €59.

Kalau tidak gengsi, cobalah pergi kerommelmarkt atau lapak barang second yang digelar setiap akhir pekan di beberapa kota. Selain bisa cuci mata dan menemukan banyak barang antik disana, kita juga bisa mendapatkan barang baru yang dijual murah. Kalau beruntung, kita juga menemukan boot atau tas kulit dengan harga €20 saja. Tapi saya juga pernah membeli boot hitam baru yang lumayan hangat saat cuaca dingin di pasar mingguan Gare du Midi seharga €10.

Empat kali ganti musim, empat kali ganti baju. Karena seringnya orang Eropa belanja setiap pergantian musim, toko-toko juga akan mengadakan big sale setiap dua kali setahun. Tepatnya saat summer di bulan Juli dan winter di bulan Januari.

Kosmetik

Cari yang asli Made in Belgium, France, Spain, atau Italy? Pilihlah kosmetiknya yang memang asli produk dari Eropa! Rata-rata sampo, sabun mandi, lipstik, atau pelembab yang dijual disini memang benar-benar diimpor dari negara tetangga. Kalau tidak terlalu pilih-pilih merk, bisa beli pasta gigi atau sampo seharga €1-an di supermarket murah seperti ALDI.

Yang suka pakai L'oreal, Maybeline, atau Revlon, supermarket seperti Carefour, Del Haize, atau Colruyt juga menjualnya. Merk-merk khas Eropa lainnya yang agak langka seperti Neutrogena bisa ditemukan di departement store semacam INNO atau toko farmasi.

Untuk yang cari produk kosmetik organik dan natural, bisa ditemukan di Bio Planet, Bio Shop, atau toko organik lainnya yang berlabel "natural". Bisa juga melirik The Body Shop, L'occitane, atau Yves Rocher untuk yang suka aroma buah dan tumbuh-tumbuhan. Parfum juga bisa ditemukan di Icci Paris atau departement store.

Nongkrong dan Jajan

Bagi saya, nongkrong bisa berupa ngobrol-ngobrol di kafe, nonton, ataupun cari light lunch di luar bersama teman. Yang pastinya biaya nongkrong ini pengeluaran yang kita lakukan di luar rumah.

Untuk yang suka ngobrol-ngobrol sambil makan es krim, wafel, ataupunminum kopi, harus merogoh kocek sekecil-kecilnya €4.50. Es krim atau frozen yoghurt mini biasanya berkisar €4-an, wafel polos sekitar €1 (kalau tambah topping yang rame bisa sampai €5), atau kopi sekitar €3.

Tarif nonton berkisar €10, namun ada diskon tambahan bagipelajar. Di hari Senin, beberapa bioskop juga memberikan tarif khusus €6 per film. Ada beberapa keuntungan lainnya saat Cinema Days yang diadakan oleh bank BNP Paribas Fortis pertahun. Di akhir bulan September, biasanya pemilik kartu Fortis bisa membeli tiket dengan harga €4.50/film. Lumayan kan?

Yang sering jajan makan siang di luar, siap-siap juga merogoh kocek minimal €6 sekali makan. Makanan siap saji semacam Quick, biasanya menawarkan harga satu burger, kentang, dan minum sekitar €10-15. Yang suka sandwich, bisa pilih Subway atau Panos. Sandwich yang saya suka di Panos itu Di Mare Pikant (sandwich dengan tuna pedas, salad, dan telur) seharga €3.

Kalau lagi jalan-jalan ke Korenmarkt Ghent, cobalah menu varian sup dengan isi mangkok lumayan banyak plus apel dan roti mini seharga €4 di Soup Lounge, a healthy stopover! Atau juga bisa coba kebab Turki seharga €4-5. Sebagai gambaran, harga seporsi menu di restoran (bisa mie, nasi, atau steak) minimal €8.

Biar hemat, bawa air botol dari rumah karena kalau beli di luar bisa €2. Untuk mahasiswa, biasanya tiap kampus punya kantin yang menjual makanan dengan harga pelajar alias sangat murah. Menu yang ditawarkan pun bervariasi, lingkungan yang bersih, dan yang pasti murahnya itu dong.

Ingin sesekali dining out di restoran wah dan ajak seseorang (bahkan empat orang)? Coba download aplikasi Groupon.inc lewat smartphone! Selain menawarkan paket-paket hotel dan menjual barang, banyak juga kupon-kupon konser atau restoran tertentu dengan harga diskonan.

Lain-lain (Telepon, Hobi,...)

Semenjak di Belgia, saya sangat jarang menggunakan kredit telepon untuk menelepon teman disini atau keluarga di Indonesia. Fasilitas chatting ala media sosial sepertinya "sudah cukup" berkabaran dengan para handai taulan dimanapun berada. Malesnya, baterai handphone pun jadi korban gara-gara paket data yang selalu on.

Untuk operator di Belgia sendiri ada nama-nama seperti Base, Mobistar, Proximus, Mobile Viking, Lyca Mobile, dan lainnya. Tentunya pilihan harga perbulan bervariasi tergantung pilihan simcard kita, postpaid atau prepaid.

Untuk saya pribadi, €10-15/bulan sudah sangat cukup menjalankan fungsi smartphone. Awalnya saya pilih Base, namun karena dinilai boros, jadinya saya pindah ke Mobistar (on Mobile). Karena hanya tinggal selama setahun di Belgia, saya memilih prepaid card.

Pengalaman pakai Base €10 hanya untuk beli paket data 1GB dan habis. Sementara Mobistar €10 sudah termasuk paket data 750MB, 500SMS, dan kredit telepon €10. Untuk operator lain saya kurang tahu, yang jelas Base dan Proximus adalah salah dua operator dengan tarif termahal.

Oh ya, disini tidak ada kios penjual pulsa. Kalau memang pakai prepaid card dan pulsanya habis, bisa beli voucher di supermarket dan toko khusus kecil atau juga bisa beli via internet lewat akun bank.

Biaya hobi bisa seperti memasak, menjahit, menggambar, atau lainnya. Untuk memenuhi alat-alat yang mendukung hobi, saya biasanya pergi ke toko home & living semacam HEMA, Blokker, CASA, atau IKEA. Selain barangnya lucu-lucu (cocok untuk yang suka interior), harganya juga masih bijaksana dengan isi dompet. Untuk yang suka menggambar, ada beberapa toko khusus yang menjual alat-alat gambar dengan harga Eropa (baca: mahal).

Kalau ingin cari barang-barang elektronik semisal smartphone, laptop, atau aksesoris lainnya, bisa tengok ke Media Markt, Fnac, atau beli online di negara sebelah. Biasanya harga yang ditawarkan di internet sudah termasuk biaya antar ke tempat tujuan.

Yang cari smartphone dengan harga murah, operator seperti Mobistar atau Base biasanya bekerja sama dengan pihak marketing merk smartphone terkenal. Ponsel high class seperti iPhone 5s dijual dengan harga €149.99 tapi syaratnya mesti langganan paket data tahunan minimum €55/bulan.

Sekian gambaran belanja-belinji di Belgia. Yang pasti, setiap orang punya pengeluaran yang berbeda-beda setiap bulannya tergantung dengan gaya hidup. Untuk ukuran seorang au pair dengan uang saku €450/bulan, tentunya tidak perlu lagi memikirkan urusan akomodasi dan makanan. Tapi tetap saja, belanja barang pribadi yang mempercantik diri sukses menyita uang bulanan!