Saturday, June 6, 2020

Tips Menyudahi Kontrak Au Pair Lebih Awal |Fashion Style

Cerita au pair memang banyak yang menggembirakan dan seru, tapi banyak juga yang mengalami kisah sedih dan penuh penyesalan. Sekali lagi, tidak ada yang bisa menjamin kalau keluarga angkat benar-benar akan memperlakukan kita seperti seorang au pair, bukan nanny atau housekeeper. Bahkan seorang agensi pun, tidak bisa memberi jaminan apakah calon keluarga dan calon au pair itu baik atau tidak.

Kadang saya juga mengutuki diri sebagai seorang Asia yang terlalu 'pakai perasaan'. Apa-apa merasa tidak enakan, terlalu banyak berpikir apakah omongan kita kasar atau berlebihan, padahal budaya Barat lebih condong bersikap blak-blakan dan terbuka. Perlunya speak up dan jujur tentang ketidaknyamanan ini sangat penting jika kita merasa ada masalah dengan keluarga angkat.

Sejujurnya saya tidak punya masalah besar dengan keluarga angkat yang sekarang. Mereka masih memperlakukan saya dengan baik, menyiapkan makan malam, bahkan tidak pernah mengatur macam-macam. Masalah terjadi ketika host mommerasa tidak puas lagi dengan hasil kerja saya dan berpikir kalau saya bukanlah orang yang tepat untuk merawat anaknya.

Suatu pagi, saya salah aksi yang akhirnya membuat host mom marah besar. Berawal dari kesalahan menaruh keju di kotak makan yang sama, akhirnya si hostmom pagi-pagi sudah kesal dan mengatakan kalau kontrak ini tidak akan bisa bertahan setahun. Katanya dia perlu orang yang lebih detail, fleksibel, dan dinamis mengasuh anaknya. Sementara saya, cenderung cepat bosan dan tidak inisiatif.

Sejujurnya host mom saya ini memang orang yang gampang sekali naik pitam. Sekalinya marah, dia benar-benar memaki dan kadang membuat saya harus pura-pura tutup telinga atas semua perkataannya. Sebalnya, besoknya dia seolah lupa sudah mengatakan apa dan membiarkan semuanya berlalu.

Di hari yang sama setelah kena makian, saya langsung membahas semua yang terjadi lewat WhatsApp. Ya, lewat WhatsApp. Dia bukan orang yang bisa diajak bicara secara langsung karena terlalu sibuk dengan kantornya. Itu juga baru dibalas dua hari kemudian.

Kesalahan-kesalahan saya beberapa bulan lalu diungkapkan dan seolah-olah membuat semuanya adalah kesalahan saya. Yang membuat saya dongkol lagi, saat day off dan sedang di luar, host mom masih sempat-sempatnya kirim pesan WhatsApp yang komplain kenapa bagian bawah sofanya terlihat menjijikkan karena tidak saya sapu. Padahal dia tidak pernah minta.

Kedua, saya juga tidak pernah melihat cleaning lady-nya vacuuming sampai ke bagian bawah sofa. So, I thought, clean what you can see saja. Lagipula, itu hari libur saya! Kenapa dia tidak coba diskusikan besoknya saja? Toh saya memang selalu di rumah.

Walaupun mereka terlihat baik, namun sebenarnya sifat si host mom yang terlalu emosional dan perfeksionis membuat saya berpikir ulang untuk bertahan di rumah mereka. Apalagi gaya bossy-nya yang saya kurang suka. Kalau ada sesuatu yang salah, hilang, atau tidak wajar pada tempatnya, pasti langsung bertanya ke saya dengan muka mengkerut.

Padahal dari awal kontrak dia sudah menekankan untuk lebih fokus ke anaknya daripada ke pekerjaan rumah tangga. Ternyata, semakin hari semakin banyak tugas bersih-bersih dan selalu dicek. Lucunya, tidak ada yang pernah sempurna di mata host mom. Selaluuuuu saja ada yang kurang dan membuat dia menegur lagi dan lagi. Padahal selama ini dia tidak pernah menjelaskan mana yang sempurna mana yang tidak.

Au pair job can go smoothly or end quickly, like mine. Sangat sulit bertahan di kondisi yang membuat kita sudah tidak nyaman dan terhakimi. Tapi kalau kamu merasa sebaiknya mesti keluar, then you should leave. Bekerja dan tinggal dengan keluarga yang membuat kita merasa tertekan lama-lama bisa bikin stress.

Makanya ketika ada teman atau kenalan yang ingin jadi au pair, saya tekankan untuk mengenal dulu kondisi keluarga, pekerjaan, dan anak yang akan diasuh sebelum langsung menerima pekerjaan tersebut. Hal ini untuk menghindari masalah jam kerja yang sering overworked atau miskomunikasi yang sering terjadi.

Tips Pengalaman Puasa 22 Jam yang Tetap Nikmat di Eropa|Fashion Style

Selain berkesempatan untuk memberi hak pilih untuk pertama kalinya pada Pemilu 2014 di Eropa, Juli ini saya juga merasakan puasa terpanjang selama hidup. Walaupun tidak bisa buka atau sahur dengan keluarga di Indonesia, tapi saya masih bisa melakukannya dengan host family yang sekarang. Alhamdulillah mereka muslim dan menjalankan puasa saat Ramadhan. Asiknya, setiap buka puasa di rumah, merekalah yang selalu masak. Saya kebagian menata piring dan membersihkan dapur saja.

Walaupun sempat ada ketidaknyamanan antara saya dan host mom, tapi host parents ini masih memperlakukan saya dengan baik. Mereka juga selalu masak yang enak-enak dengan menu yang berbeda setiap harinya. Saya jadi bersyukur bisa mencicipi masakan Maroko dan kontinental dari mereka.

Menu berbuka puasa dengan porsi jumbo

Soal puasa tahun ini, host mom saya mengatakan adalah yang terlama di Belgia. Baru kali ini puasa jatuh di bulan Juni. Di Indonesia saya yang biasanya puasa 14 jam, disini jadi 22 jam. Sebelum Ramadhan, hostmom memang sudah mengingatkan kalau ini bakalan berat banget karena saya tidak terbiasa.

Benar sekali, hari pertama puasa badan saya langsung meriang. Selain karena perubahan musim dari spring ke summer, tubuh saya tidak terbiasa yang harus menahan haus dan lapar selama 22 jam. Yang biasanya jam setengah 7 sore sudah buka puasa, di Belgia saya baru bisa buka puasa jam 10 malam. Itu pun digabung dengan sahur. Karena jam 3 sudah fajar dan sulit bangun, saya cuma makan sekali.

Alhamdulillah hanya hari pertama saja yang berat. Hari-hari berikutnya saya bisa menjalani puasa dengan lancar. Lapar dan haus sudah pasti, tapi ibadah rasanya lebih nikmat dijalani di negara non-muslim ini. Karena baru masuk summer, cuaca juga masih sangat mendukung. Paling hangat hanya 25 derajat dan setiap hari nyaris hujan. Untungnya saya juga bukan orang yang suka nongkrong di pinggir jalan, makan-makan, atau ngopi. Jadinya setiap keluar rumah, lihat orang makan dan minum, biasa saja. Alhamdulillah...

Friday, June 5, 2020

Tips Tips Au Pair: Pencarian Keluarga Angkat Tanpa Lelah (Bagian 2)|Fashion Style

Sebelum menjadi au pair di Belgia, masa-masa terlama bagi saya adalah proses pencarian keluarga angkat. Siapa bilang mencari keluarga angkat itu mudah? Walaupun di luar sana ada banyak host family yang mencari au pair, tapi justru lebih banyak calon au pair yang sedang mencari keluarga. Meneruskan cerita pencarian keluarga disini, saya akan berbagi sedikit tips bagaimana mencari keluarga angkat.

Tentukan negara dan cek regulasi

Sebagai pemegang paspor Indonesia, tidak semua negara menerima au pair dari Indonesia. Beberapa negara di Eropa pun punya regulasi khusus yang dibutuhkan calon au pair sebelum memulai permohonan visa. Karena saya sering mengecek banyak regulasi di beberapa negara, saya berikan gambaran negara-negara yang bisa dijadikan pilihan mencari keluarga angkat. Namun yang saya terangkan disini hanyalah penilaian saya sendiri dan pengalaman teman au pair lainnya. Bagi yang ingin mengecek regulasi umum seperti batas umur, gaji, dan liburan, bisa di-googling sendiri atau cek di website Aupair World .

1. Australia

Negara yang cukup dekat dengan Indonesia ini memberikan waktu 1 tahun bagi au pair untuk bekerja dan berlibur disana menggunakan Working and Holiday visa. Jumlah keluarga yang membutuhkan au pair juga cukup banyak. Apalagi banyak dari mereka yang memang khusus mencari au pair dari Asia Tenggara seperti Thailand, Filipina, atau Indonesia.

Plus:

(+) Tidak perlu repot-repot belajar bahasa baru karena bahasa yang digunakan totally English!

( ) Kemudi mobil yang sama dengan Indonesia, sehingga tidak perlu adaptasi lagi.

( ) Karena lebih dekat dari Indonesia, kesempatan "mudik" pun bisa dipertimbangkan.

(+) Cuaca dingin yang katanya masih acceptable bagi orang Indonesia.

Minus:

(-) Urus visanya merepotkan dan butuh biaya banyak. Sebelum urus visa, kita harus lebih dulu mengajukan surat rekomendasi dari pemerintah yang banyak syarat-syaratnya, contohnya sertifikat bahasa Inggris, tes kesehatan, dan perlu juga menyiapkan dana tabungan sebagai bukti finansial. Cek cerita saya disini !

(-) Minim kultur dan tidak punya kesempatan belajar bahasa baru.

2. Austria

Negara yang punya alam yang sangat keren di bagian utaranya ini, bisa kamu pilih untuk meningkatkan level bahasa Jerman mu. Perlu diingat juga, sebelum mendaftar visa, sertifikat keahlian bahasa Jerman level A1 mesti dipersiapkan.

3. Belgia

Ini negara pertama saya jadi au pair. Negara kecil yang letaknya di sentral Eropa ini bisa dipertimbangkan kalau kalian berusia kurang dari 26 tahun.

Plus:

( ) Negara trilingual (Belanda, Perancis, Jerman) yang cocok bagi peminat bahasa asing.

( ) Gaji yang ditawarkan lumayan tinggi dibanding wilayah lain di Eropa, minimum ?450/bulan.

( ) Urus visa di kedubes Belgia-nya cepat.

Minus:

(-) Karena negaranya kecil, kadang cenderung membosankan. Tidak banyak yang bisa dieksplor disini. Namun Brussels, Brugge, atau Li?Ge punya keunikannya sendiri-sendiri.

(-) Mengurus visanya cukup merepotkan.

(-) Tidak terlalu kultural, menurut saya.

4. Belanda

Banyak au pair dari Indonesia yang memulai cerita au pairingnya dari negeri kincir angin dan keju ini.

Plus:

( ) Belanda punya budaya seru yang cukup mewakili Eropa.

( ) Yang tidak terlalu suka belajar bahasa Belanda, bisa bersyukur karena rata-rata orang Belanda bisa bahasa Inggris.

( ) Banyak restoran dan orang Indonesia yang tinggal, sehingga bisa mengobati rasa rindu kampung halaman.

( ) Dibandingkan masyarakat Belgia yang cenderung tertutup, kabarnya orang Belanda lebih ramah dan terbuka.

Minus:

(-) Kabar yang saya dengar, banyak juga kisah menyedihkan au pair Indonesia yang bekerja di keluarga Belanda. Memang tidak semua keluarga di Belanda memperlakukan au pair Indonesia dengan buruk, namun kadang kisah mereka membuat kita harus lebih waspada dan transparan saat berdiskusi dengan calon keluarga angkat nanti.

(-) Walaupun senang bisa bicara bahasa Inggris di tiap sudut kota, namun merugikan juga karena kita merasa tidak harus belajar bahasa Belanda. Selain itu, kursus bahasa Belanda untuk au pair tidak se-intensif di Belgia. Biaya kursusnya juga mahal dan hal ini cukup merugikan juga bagi au pair yang berkewajiban membayar sendiri.

Five. Denmark

Salah satu negara populer di Eropa Utara yang sering jadi tujuan au pair dari Asia Tenggara, khususnya Filipina.

Plus:

( ) Mereka yang memilih Denmark, biasanya lebih merujuk ke durasi masa kerja au pair yang bisa lebih dari 12 bulan.

( ) Negara aman dan tenang, minim kriminalitas.

( ) Banyaknya au pair asal Filipina yang bekerja disini, membuat kita bisa membangun komunitas dengan banyak au pair lainnya.

Minus:

(-) Siap-siap mengeluh di musim dingin, karena suhunya bisa mencapai -10 derajat Celcius.

(-) Biaya hidupnya yang lebih tinggi 30% dari negara-negara lain di Eropa Barat.

(-) Hati-hati dengan pola pikir keluarga Denmark yang "terlalu underestimate" dengan gadis dari Asia Tenggara. Wajar memang, mengingat banyaknya gadis muda dari Filipina yang tiap tahunnya selalu mencari kesempatan kerja jadi au pair dan cleaning lady. Ya, mirip-mirip kisah TKW dari Indonesia ke Hongkong atau Saudi Arabia.

6. Finlandia

Tertarik dengan negaranya Santa nan dingin?

Plus:

(+) Meskipun tidak masuk kawasan Skandinavia, Finlandia hampir mirip dengan negara-negara tetangganya. Alamnya masih pure dan alami, cocok untuk yang masih penasaran dengan Aurora Borealis.

(+) Walaupun di Finlandia sendiri tidak terlalu banyak orang asing, namun kabarnya orang Finlandia sendiri lebih laid-back dan cukup open.

Minus:

(-) Uang bulanan yang cukup kecil.

(-) Meskipun tinggal di ibukotanya sendiri, Helsinki, suasana disini terbilang agak sepi dan tidak terlalu hiruk pikuk seperti banyak kota besar di Eropa Barat. Kehidupan cenderung lambat dan agak membosankan.

(-) Mesti menyertakan sertifikat keahlian bahasa Finlandia/Swedia sebelum mendaftar visa.

7. Jerman

Selain Belanda, negaranya para pakar IT berikut merupakan salah satu tujuan favorit au pair dari Indonesia.

Plus:

( ) Biaya hidupnya yang cenderung lebih rendah dari negara di Eropa Barat lainnya.

( ) Negaranya yang luas memberikan banyak kesempatan untuk yang suka eksplorasi.

( ) Seorang teman au pair mengatakan orang Jerman cukup terbuka, kadang pemalu, namun sangat bersahabat dengan orang asing.

( ) Peluang menemukan keluarga angkat cukup besar mengingat banyak keluarga disana yang butuh bantuan au pair.

Minus:

(-) Siap-siap mengantongi sertifikat bahasa Jerman minimum level dasar sebelum terbang kesini. Para keluarga angkat juga biasanya mencari au pair yang bisa menguasai bahasa mereka, di luar bahasa Inggris. Yang ingin kesini, sebaiknya persiapkan kemampuan bahasa Jerman lebih dulu dan ikut tes di Goethe Institute untuk mendapatkan sertifikat bahasa.

(-) Karena biaya hidupnya rendah, gaji yang didapat pun lebih rendah (sekitar €260-300/bulan). Makanya kalau ingin kesini, pola pikir kita harus diubah. Au pairing ke Jerman bukan untuk making money tapi lebih kepada belajar budaya dan bahasa.

Eight. Luksemburg

Pernah dengar negara kecil yang posisinya berdekatan dengan Belgia Selatan? Walaupun belum pernah mendengar kisah teman-teman au pair dari sana, negara yang terkenal dengan jembatannya yang indah ini juga bisa jadi pilihan. Namun sayangnya, keluarga yang butuh au pair juga tidak sebanyak negara Eropa Barat lainnya. Bahasa nasionalnya Perancis dan Jerman, tapi kita tidak memerlukan sertifikat bahasa sebelum keberangkatan. Gaji yang ditawarkan pun lebih besar dari negara Eropa lainnya.

Nine. Norwegia

Selain Denmark, salah satu tujuan au pair dari Asia Tenggara lainnya adalah Norwegia! Negara yang memiliki alam menakjubkan dan keren karena Fjord-nya, bisa dipertimbangkan meskipun usia kalian sudah di atas 26 tahun.

Plus:

( ) Selain regulasinya mengizinkan calon au pair di atas 26 tahun untuk mendaftar, durasi masa tinggal yang lebih dari 12 bulan cukup menguntungkan bagi au pair yang tidak ingin segera meninggalkan Eropa.

(+) Negaranya cukup kultural dan sangat cocok bagi yang suka nature.

( ) Tidak seperti negara-negara di Eropa Barat yang cenderung hiruk pikuk, di Norwegia kehidupan berjalan lebih tenang.

Minus:

(-) Masyarakat Norwegia yang saya dengar cenderung konservatif, tidak terlalu bersahabat dengan orang baru, dan tertutup.

(-) Negara yang berdekatan dengan kutub utara ini akan sangat bersalju dan suhunya bisa gila-gilaan di musim dingin. Yang tidak suka cuaca ekstrem, hal tersebut bisa menjadi masalah.

(-) Walaupun gaji yang ditawarkan sepertinya cukup besar, namun biaya hidupnya juga sangat tinggi dibandingkan wilayah Skandinavia lainnya.

10. Prancis

Pertama kali ingat Eropa, pikiran orang pasti langsung tertuju ke landmark-nya sendiri, Eiffel Tower. Negara romantis dan sangat hidup seperti Prancis memang jadi salah satu tujuan populer calon au pair.

Plus:

( ) Budaya, bahasa, makanan, apalagi yang tidak bisa kamu pelajari kalau kamu kesini? Semuanya! Mulai dari yang suka seni, fashion, ataupun masak, Prancis memang bisa tempat yang cocok untuk kalian eksplor.

(+) Dulunya ke Prancis mesti butuh sertifikat bahasa minimal level A1 dulu. Namun, regulasi yang sekarang sepertinya tidak lagi membebani calon au pair untuk menyertakan sertifikat bahasa. Lucky you!

( ) Sebut saja Paris yang paling populer dan romantis. Namun di luar kota megapolitan itu, banyak kota lainnya yang "ikutan" romantis dan cantik.

Minus:

(-) Wajib menyertakan sertifikat bahasa level A1/A2. Orang Prancis asli terkenal sangat bangga dan sombong dengan bahasa mereka. Bahkan bila dibandingkan dengan orang Kanada yang notabenenya juga memakai bahasa Prancis, orang Prancis asli cukup annoyed dengan orang asing yang bicara bahasa mereka dengan kurang fasih. Jangan pula kalian cukup bangga dengan bahasa Inggris yang sudah level advanced. Karena orang Prancis sendiri nyatanya sangat minim yang bisa berbahasa Inggris.

Eleven. Swedia

Dibandingkan dua negara Skandinavia lainnya, saya lebih suka Swedia. Seperti dua negara lainnya, negara ini juga memperbolehkan au pair di atas usia 26 tahun.

Plus:

( ) Menurut saya, Swedia lebih "hidup" dan terbuka ketimbang negara Skandinavia lainnya. Imigran yang tinggal di negara ini pun lebih banyak, sehingga apresiasi terhadap orang asing juga lebih baik.

( ) Meskipun pajak di negara ini sama tingginya dengan Norwegia dan Denmark, namun biaya hidupnya cenderung lebih rendah se-Skandinavia.

( ) Sama seperti Norway yang punya alam yang masih asri, Swedia juga merupakan kota yang berwarna.

Minus:

(-) See its twins, Norway and Denmark! Saya rasa minus yang mereka punya hampir sama.

(-) Yang pernah jadi au pair sebelumnya di negara lain, sepertinya agak sulit mendapatkan work permit kesini.

Cek keahlian bahasa

Menurut saya, calon au pair juga tidak bisa langsung asal memilih calon negara tujuan. Karena persiapan selanjutnya tentu saja adalah mengajukan aplikasi visa yang kadang banyak juga syaratnya. Contohnya seperti Jerman, Austria, atau Finlandia yang harus menyertakan sertifikat keahlian bahasa minimum stage dasar saat mengajukan visa. Kalau memang ingin ke negara tersebut, sebaiknya persiapkan dulu kemampuan bahasa Jerman/Suomi dan mendaftarlah tes di institut terdaftar di Indonesia.

Bagi saya, mencari keluarga angkat juga harus lebih melihat potensi atau minat kita terhadap bahasa atau budaya mereka dulu.

1. Pergilah ke negara yang bahasanya sudah kamu kuasai sedikit dan berniat lanjut ke level atas.

2. Pergilah ke negara yang bahasanya memang kamu ingin pelajari.

Three. Pergilah ke negara yang bahasanya mampu kamu pelajari.

Kenapa bahasa menjadi sangat penting? Karena memang yang ditekankan disini adalah komunikasi. Walaupun banyak keluarga yang bisa bahasa Inggris, namun sebaiknya au pair harus menguasai bahasa dasar negara tersebut dulu sebelum berangkat.

Pentingnya tahu sedikit bahasa akan membuat kita semakin percaya diri saat berkomunikasi dengan orang lokal dan anak-anak mereka. Terutama di Prancis atau Norwegia yang masyarakatnya cenderung tidak banyak yang bisa Bahasa Inggris. Saya rasa tidak ada ruginya juga belajar bahasa mereka sebagai modal sebelum keberangkatan. Yakinlah, walaupun tidak terlalu sempurna dalam mengucapkan kata-katanya, penduduk asli di negara tersebut pasti akan lebih menghargai kita.

Meskipun sebagai au pair saya diberikan kesempatan untuk travelling to Europe, tapi yang terpenting bagi saya adalah proses belajar selama menjadi au pair itu sendiri. Travelling sih dari Indonesia kemungkinan juga bisa. Tapi kesempatan untuk belajar bahasa gratis selama setahun, siapa yang tidak mau? Gunakan kesempatan ini untuk belajar bahasa (ataupun ilmu lainnya) langsung di negaranya!

Segera daftar dan buat profil semenarik mungkin

Untuk mendaftarkan diri jadi au pair sendiri ada banyak cara. Untuk yang tidak mau repot, bisa mendaftarkan diri ke agensi au pair yang ada di Indonesia maupun luar negeri. Ada agensi berbayar, ada juga yang gratis. Memang tidak ada jaminan a hundred% agensi mampu mempertemukan au pair dengan calon keluarga angkat, namun setidaknya agensi akan berusaha mencarikan keluarga dan bisa diupayakan jadi penengah jikalau au pair ada masalah nantinya.

Lalu selanjutnya adalah membuat profil sebaik mungkin. Menurut saya pribadi, tidak ada yang bisa menilai bagaimana gambaran profil yang sempurna dan yang tidak. Karena ada juga yang profilnya cantik sekali, tapi tetap saja keluarga angkat tidak tertarik.

Menurut saya, yang paling penting itu:

1. Jelaskan tujuan kita menjadi seorang au pair. Ingat ya, "menjadi seorang au pair"! Boleh saja menuliskan kita ingin jalan-jalan keluar negeri, tapi yang dilihat keluarga angkat sebenarnya lebih dari itu. Kalau memang tujuan kita ingin belajar bahasa mereka, ya jelaskanlah. Atau kita berniat belajar budayanya, jelaskan juga apa yang menarik dari budaya mereka. Lebih baik lagi kalau kita bisa sedikit menjelaskan dengan bahasa negara tersebut. Yang pastinya peluang mendapatkan keluarga angkat menjadi lebih besar.

2. Coba tuliskan juga beberapa pengalaman kita bekerja dengan anak kecil. Bekerja disini bisa jadi pengalaman merawat bayi, menjadi guru TK, mengasuh keponakan atau sepupu saat orang tuanya tidak di rumah, atau sempat mencoba kegiatan sosial lainnya. Hal ini akan sangat berguna bagi keluarga angkat untuk melihat pengalaman kita sebelumnya.

3. Bagi yang memang sudah pernah punya pengalaman sebelumnya, boleh juga membagikan kontak salah seorang referens yang bisa memberikan kita rekomendasi ke calon keluarga angkat. Biasanya hal ini juga akan memudahkan keluarga angkat mengenal calon au pair lebih jauh. Sebisa mungkin carilah referensi yang ada hubungannya dengan pengalaman kita, contohnya kepala sekolah tempat kita mengajar, orang tua yang anaknya pernah kita urus, ataupun kontak keluarga angkat lama (bagi yang pernah jadi au pair/babysitter sebelumnya).

4. Tuliskan hobi kita yang bisa diterapkan disana. Contohnya kita suka masak, menggambar, crafting, musik, ataupun olahraga lainnya yang bisa dilakukan bersama anak-anak mereka. Tapi hal ini juga jangan terlalu dibuat heboh ya, karena takutnya calon keluarga angkat malah berpikir kita bersedia melakukan apapun untuk mereka nantinya. Seperti kasus seorang au pair yang jago main piano, ujung-ujungnya disuruh jadi guru piano (tanpa dibayar) bagi anak yang diasuhnya.

5. Pakailah foto selfie terbaik kita sendirian dan bersama anak-anak. Foto sendirian untuk menunjukkan "siapa kita" dan foto bersama anak-anak untuk menunjukkan "bagaimana kita". Fotonya pun cukup yang natural dan tidak perlu terlalu dibuat-buat. Yang penting foto tersebut menunjukkan pribadi kita sebenarnya.

Setelah semuanya siap, silakan menunggu konfirmasi dari agensi apakah ada keluarga yang tertarik dengan kita atau masih harus menunggu lama lagi. Bisa juga kita mencoba mendaftar ke situs-situs pencarian au pair dan berusaha mencari keluarga sendiri disana. Mencari keluarga angkat tanpa bantuan agensi cukup sulit juga. Yang pertama, kita harus memperkenalkan diri sendiri, mengurus visa sendiri, dan kalaupun ada masalah, ya dihadapi sendirian dulu. Namun perlu diingat juga, mendaftar ke beberapa situs bisa juga lebih sulit karena saingannya banyak. Jadi, siap-siap berusaha memenangkan hati para keluarga ya!

Baca juga:

Guide bagi calon au pair

Guide Au Pair: Mulai dari Mana?

Tertarik ke Amerika jadi Au Pair? Bisa!

Kesempatan jadi au pair di Irlandia, Spanyol, dan Italia

Tips Keluarga Baru, Masalah Baru|Fashion Style

Melanjutkan dari kisah au pairing saya yang bermasalah dengan keluarga lama, akhirnya saya sekarang sudah pindah ke rumah keluarga baru di Laarne, sebuah desa kecil dekat Ghent, sejak awal September lalu. Banyak lika-liku sebelum akhirnya bisa pindah kesini. Dari yang mulai sempat ada selisih paham dengan host mom lama, uang saya yang sampai sekarang tidak dibayar oleh host mom, sampai rasa kecewa dengan keluarga baru ini.

Sejujurnya, kisah saya sampai ganti family ini juga agak up and down. Awalnya sih saya bahagia sekali bisa pindah keluarga, apalagi dari hasil diskusi sebelumnya dengan host parents ini, membuat saya merasa keluarga yang sekarang benar-benar ideal dan jauuuuh lebih baik dari keluarga sebelumnya.

Namun, tentu saja tidak ada keluarga yang benar-benar sempurna. Walaupun saya awalnya merasa keluarga ini jauh lebih baik, tetap saja saya merasa dikecewakan.  Memang sih, rasa kecewa itu sekarang sudah saya pendam dalam-dalam dan berlapang hati saja, tapi bukan tidak mungkin ganti keluarga bisa membuat kita lebih bahagia.

Setidaknya itu yang pernah saya alami sejak pindah kesini. Sejujurnya, keluarga saya yang sekarang 70% lebih baik dari segi komunikasi dan pekerjaan ketimbang keluarga lama. Keluarga yang sekarang adalah sepasang suami istri yang punya perusahaan di Ghent dan bergerak di bidang student housing (estate). Mereka berdua adalah pasangan businessman/woman muda yang sangat sangat sibuk sehingga jarang sekali di rumah.

Anak-anak mereka, Tijl, Staf, dan Keet, menurut saya adalah pribadi yang menyenangkan dan sangat welcome dengan orang baru. Ketiganya juga sudah fasih bahasa Inggris dan diajarkan untuk selalu well behaved. Walaupun ya, kadang masih agak "liar" mengingat usia mereka yang memang lagi aktif-aktifnya. Keluarga ini sudah pernah meng-hire lima au pair sebelum saya sejak 5 tahun terakhir. Bahkan au pair pertama mereka yang dari Cina, melanjutkan sekolah master-nya di Universitas Ghent, dan karena dia punya kamar sendiri disini, biasanya setiap akhir pekan balik ke Laarne.

Walaupun tergolong keluarga yang cukup kaya, tapi keluarga saya ini cenderung masih down to earth. Rumah mereka yang di Laarne dibeli dari seorang petani dan direnovasi lagi. Renovasinya pun tidak sepenuhnya karena mereka juga masih mempertahankan bentuk asli rumah petani ala Eropa yang berdinding bata dan banyak properti kayu.

Disini saya tidak hanya mendapatkan kamar, tapi juga satu rumah dan isi-isinya yang bisa digunakan. Jadi mereka punya dua rumah berdampingan di satu lokasi. Saat tidak ada pekerjaan, saya bisa leha-leha di 'rumah pribadi' au pair, masak, atau sekedar bubble bath. Kalau lagi kerja dan babysit, saya stay di rumah mereka untuk mengontrol para bocah.

Si bapak dan emaknya juga sangat open minded dan senang cerita, tapi sikap mereka agak berubah ketika saya memutuskan untuk menarik diri dan cenderung pendiam. Sikap saya ini saya tunjukkan karena kecewa dengan mereka. Bayangkan saja, kekecewaan ini membuat saya jadi pribadi yang tertutup, tidak terlalu tertarik dengan urusan keluarga mereka, bahkan memutuskan bolos kursus bahasa! Karena kecewa ini juga, saya bahkan berpikir untuk kembali lagi ke keluarga lama. Jlebb..

Rasa kecewa saya ada dua sebab. Yang pertama adalah karena pengakuan telat mantan au pair mereka dan yang kedua, ada satu kesepakatan yang sudah saya dan host parents setujui bersama sedari awal malah dilanggar sendiri oleh mereka. Kesalnya bukan main dan saya merasa mereka tidak fair.

Soal pengakuan telat mantan au pair mereka ini juga sempat membuat saya ilfil dengan keluarga yang sekarang. Saya juga kesal setengah mati dengan mantan au pair ini yang tidak seratus persen jujur. Dari awal, dia memberikan respon 100% positif tentang keluarga ini kepada saya. Kenyataannya, ada suatu hal yang membuat dia juga pernah dikecewakan!

Jadi ceritanya, au pair kelima mereka ini cuma kerja 3 bulan. Pengakuan dari host parents saya, karena si au pair ini city life person, makanya dia tidak betah hidup di lingkungan yang sekarang saya tempati.

Awal-awal minta referensi, si au pair ini terlihat enggan menceritakan hal sebenarnya yang membuat dia ingin resign. Dia cuma mengatakan kalau keputusannya jadi au pair di Belgia adalah keputusan terburuk dalam hidupnya. Sebalnya, setelah sehari saya pindah, si au pair ini baru cerita kalau ada perlakuan host dad yang menurut dia keterlaluan dan omongannya sangat kasar. Makanya si au pair ini memutuskan untuk secepatnya pulang ke kampung halaman.

Yang kedua adalah tentang kesepakatan kursus seni yang rencananya akan saya ikuti. Pertama kali datang ke keluarga ini, saya sudah bicarakan dengan host parents bahwa saya berkeinginan mengikuti salah satu kursus gambar yang diadakan tiap Kamis malam. Mereka sih oke-oke saja, jadi saya anggap mereka setuju. Tahunya, seminggu di awal kepindahan saya disini mereka mengatakan kalau hal itu tidak mungkin terjadi dan mau tidak mau harus saya batalkan.

Mengingat jam kerja mereka yang agak gila, jadinya mereka berharap saya mengerti hal ini. Sumpah, saya rasanya kesal sekali! Rasanya sangat tidak fair dan terlalu mempedulikan urusan mereka sendiri. Setidaknya kalaupun dari awal mereka pikir itu impossible, janganlah memberikan saya harapan palsu. Untung saja, saya belum sempat membayar kursus itu. Karena kalau tidak jelas apa sebab pembatalan, pihak kursus tidak mau mengembalikan uang yang sudah dibayar.

Memang saya tidak berhak memaksakan kehendak karena di regulasi au pair sendiri, cuma kursus bahasa yang menjadi keharusan. Namun saya seperti kehilangan kesempatan untuk belajar hal baru dan ketemu orang yang satu hobi. Semenjak di Londerzeel, saya memang sudah mengincar kursus ini. Namun karena kejauhan, saya batalkan. Makanya saya sangat senang saat tahu mereka menyetujui rencana saya mengikuti kursus seni di Ghent. Tahunya..

Jam kerja keluarga saya yang sekarang kacau sekali. Mereka baru pulang jam 8 malam, tapi bisa saja pergi lagi jam 10 malam dan baru pulang jam 1 pagi-nya. Mau tidak mau nyaris setiap hari saya mesti babysit dan menunggu mereka pulang.

Kasus ini langsung saya ceritakan dengan ibu saya di Palembang. Saya cerita ke beliau karena saya merasa omongan orang tua itu adalah yang sebenar-benarnya. Saya jelaskan ke ibu kalau saya ada niat ganti family LAGI! Jelas-jelas ibu saya tidak setuju karena belum tentu keluarga yang baru bisa lebih baik dari yang sekarang. Ibu saya juga kesal dengan saya yang terlalu sering ganti keluarga angkat. Tidak nyaman disini, pindah. Tidak nyaman disana, pindah.

Karena kecewa, saya mati-matian menerangkan ke ibu kalau keputusan saya pindah keluarga sudah bulat. Namun ibu saya mengarahkan coba untuk bicara ke host family lama siapa tahu bisa balik lagi kesana. Lagipula saya sudah tahu sifat keluarga lama, jadi tidak perlu adaptasi lagi.

Memang, saat itu entah kenapa saya merasa malah cara pikir dan perlakuan keluarga lama  membuat saya lebih nyaman ketimbang di keluarga baru ini. Saya merasa benar-benar menyesal pindah ke Laarne dan mengurung diri saja di rumah. Saya juga sering kali merasa bahwa Londerzeel, tempat saya tinggal dulu, justru lebih baik dari lingkungan yang sekarang.

Saya pun sempat menghubungi host mom lama dan menceritakan hal yang sebenarnya. Tapi saya tidak bertanya apakah dia masih mau menerima saya atau tidak. Saya hanya cerita dan minta pendapat tentang apa yang sedang saya alami ini. Dengan diplomatisnya, tentu saja dia menasehati untuk tetap bertahan di keluarga yang sekarang. Nasehatnya sangat bagus sih dan membuat saya berpikir untuk lebih hati-hati dalam bertindak.

Saya juga curhat dengan satu teman au pair yang paling tahu cerita saya di Belgia bagaimana, dari yang paling sedih sampai sangat menyedihkan. Teman saya ini jelas menentang saya habis-habisan kalau ingin kembali ke keluarga lama. Dia sangat tahu apa yang menyebabkan saya ingin keluar dan pindah, dan hal itulah yang dia tanyakan lagi ke saya. Dia menegaskan jangan pernah kembali lagi ke orang yang sudah benar-benar membuat kita sakit hati dan kecewa.

Belum puas juga, akhirnya permasalahan ini saya bawa ke agensi Au Pair Support Belgium. Saya menerangkan kalau saya bermasalah lagi dengan keluarga yang sekarang dan menanyakan apa saja kesempatan yang masih ada untuk saya saat itu. Karena regulasi menerangkan kesempatan ganti keluarga hanyalah sekali dalam kurun waktu setahun atau mau tidak mau saya harus pulang ke negara asal.

Untungnya, karena saya baru seminggu pindah, dokumen pergantian work permit belum diserahkan ke authority bureau, jadinya masih ada kesempatan untuk ganti keluarga baru lagi. Saya juga curhat ke agensi dan meminta pendapat mereka tentang hal ini. Alhamdulillah kali ini agensi tidak hanya memihak ke host family, karena berkali-kali curhat ke mereka, selalu di balas panjang oleh asistennya. Agensi juga sudah siap saja mencarikan keluarga baru, asal saya sudah benar-benar membicarakan hal ini dengan keluarga yang sekarang. Padahal kasus tentang ganti keluarga ini baru keputusan saya saja dan sama sekali belum saya singgung ke host parents.

Yun Shu, au pair pertama mereka dari Cina, yang juga setiap weekend pulang kesini, sering kali juga saya mintai pendapat. Jie jie, biasa dia saya panggil, sebenarnya sedih juga mengetahui saya tidak nyaman tinggal di Laarne. Walaupun sempat jadi au pair keluarga ini sekitar 4 tahun yang lalu, tapi dia juga sebal dengan perlakuan si keluarga yang membuat saya kecewa.

Jie jie juga mendukung keputusan saya kalau ingin ganti family maupun tetap tinggal disini. Sarannya, kalau ingin ganti keluarga, lakukanlah secepatnya dan carilah yang mungkin bisa lebih baik. Begitupun kalau saya ingin tetap tinggal, sebisa mungkin carilah cara agar saya bisa lebih bahagia dan produktif.

Jie jie juga sangat menyayangkan kegiatan saya yang cuma tinggal di rumah setiap hari karena bolos kursus bahasa. Dia sebenarnya mengerti kenapa saya bolos dan dia juga tidak menyalahkan. Tapi katanya akan lebih baik kalau saya tetap mencari kegiatan di luar agar bisa ketemu orang baru dan bicara.

Akhirnya setelah sebulan bergulat dengan rasa kekecewaan, bolos kursus bahasa, kesepian yang menderu gara-gara keseringan di rumah, awal Oktober saya memutuskan untuk tetap tinggal dengan keluarga yang sekarang. Pola pikir saya mulai diubah untuk lebih bijaksana dalam bertindak dan melihat masalah.

Walaupun sudah sempat kecewa, tapi saya berpikir waktu di Eropa sudah tinggal 6 bulan lagi. Kalau saya cuma memendam rasa kecewa dan tinggal di rumah saja, kapan saya bisa eksplorasi dan ketemu orang barunya? Lagipula untuk apa saya jauh-jauh kesini kalau tidak bahagia?

Kejelekan-kejelekan keluarga baru yang sempat membutakan, saya buang jauh-jauh. Saya mulai semangat lagi keluar rumah sekedar cari tempat baru untuk dieksplor. Walaupun tidak ikut kursus bahasa, saya tetap datang ke perpustakaan untuk belajar sendiri. Memang kebanyakan bosannya sih, tapi lebih baik ketimbang ilmu saya tidak berkembang.

Well, ini keputusan yang saya buat, dan saya tidak pernah kecewa atas apa yang sudah putuskan. Saya melihatnya sebagai pembelajaran bahwa ternyata kita tidak bisa selamanya hidup di zona nyaman. Bagi saya tinggal di keluarga yang sekarang adalah di luar zona nyaman saya. Memang agak sulit mengikuti habit dan daily life keluarga baru ini, tapi setidaknya, mereka lebih terbuka dan mau diajak komunikasi. Lagipula saya bersyukur keluarga ini mau menerima saya apa adanya, walaupun sih mereka juga sepertinya agak sungkan saat tahu  saya agak menarik diri dari keluarga mereka.

Tips Ketika Au Pair Bermasalah dengan Keluarga Angkat|Fashion Style

Au pair mana yang ingin punya masalah dengan keluarga angkat mereka? Terlebih lagi setelah lama kenalan dan bicara via Skype, mereka merasa sudah kenal satu sama lain dengan lebih baik. Namun ekspektasi sebelum berangkat tak jarang selalu berbeda dengan realita. Mendengar cerita dari teman-teman au pair yang lain, banyak dari mereka mendapati kenyataan yang berbeda dengan kontrak tertulis yang sudah dibuat bersama.

Bukan hanya seorang au pair, banyak keluarga angkat yang merasa surprise juga mendapati au pair yang ternyata berbeda dari yang mereka kenal selama ini. Bisa jadi seleksi host family - au pair ini sebuah perjudian.

Sebenarnya au pair, terlebih yang dari Indonesia, tidak pernah meminta aneh-aneh juga dari host family. Setidaknya, host family harus lebih menghargai kontrak kerja, jujur, dan jangan terlalu mean. Kebanyakan yang tertulis di kertas hanyalah formalitas belaka. Host family juga kadang tidak jujur dengan apa yang ditulis disana. Padahal yang menguatkan au pair hanyalah kontrak kerja tersebut.

Namun tak jarang, ada juga host family yang sangat menghargai apa yang sudah mereka sepakati bersama. Regulasi au pair hanya boleh bekerja selama 4 jam, ya mereka tetap membatasi pekerjaan au pair segitu. Atau saat au pair kerja ekstra, mereka sanggup bayar lebih.

Tapi ketemu keluarga yang begini susah sekali. Walaupun host family sudah pernah meng-hire au pair sebelumnya, kadang masih juga belum bisa menghargai apa yang tertulis di kontrak. Ujung-ujungnya au pair jadi kecewa dan mulai berpikir untuk mengakhiri kontrak dengan keluarga tersebut. Bagaimana kalau sudah begini?

1. Jangan takut

Saat kita merasa sudah tidak nyaman dengan kondisi di rumah, cobalah untuk tetap bersikap tenang dan be positive. Sebelum memutuskan untuk mulai mencari keluarga baru, kita tetap harus berpikir apa yang membuat kita tidak nyaman disana.

Seorang teman saya, merasa harus kerja rodi nyaris setiap hari. Namun perlakuan host family-nya yang sangat baik dan care, membuat dia berpikir ulang untuk pindah keluarga baru. Walaupun mesti kerja rodi, pada dasarnya dia sendiri tidak pernah disuruh-suruh melakukan sesuatu. Pekerjaan itu dia lakukan karena memang merasa tidak enakan dengan keluarganya yang baik itu. Coba pertimbangkan lagi apa yang membuat kita masih harus bertahan, atau hal tak termaafkan apa saja yang membuat kita memang harus keluar.

2. Segera hubungi agensi atau teman-teman au pair lainnya

Posisi agensi disini adalah sebagai penengah antara kita dan host family. Sejauh ini, saya memang sering menghubungi agensi untuk mediasi atau sekedar bertanya hal-hal yang membuat saya kalut. Agensi juga tidak selamanya memihak ke host family kok, mereka juga kadang memberikan saran yang meringankan au pair.

Bagi yang bekerja tanpa bantuan agensi, coba hubungi teman-teman au pair lainnya untuk minta saran. Karena biasanya pengalaman dan saran mereka bisa dipertimbangkan untuk langkah kita selanjutnya.

3. Mulailah berkomunikasi tentang apa yang kita rasakan ke host family

Hal ini sebenarnya tidak mudah, karena saya pun termasuk orang yang sangat sulit mengutarakan apa yang saya rasakan ke orang lain. Namun karena benar-benar harus jujur, saya berani bicara ke host mom tentang kekecewaan saya. Walaupun sempat berdebat dan akhirnya malah saya yang banyak diam, namun setidaknya host mom mengerti apa yang membuat saya kecewa.

Memang tidak 100% saya jelaskan semuanya ke dia, karena jujur saja, saya juga takut bicara dengan orang yang gampang emosian dan mau menang sendiri. Agar omongan lebih terarah, coba tulis dulu hal-hal apa saja yang membuat kita merasa tidak nyaman lagi bersama mereka. Dengan begini, kita bisa lebih jelas mengutarakan maksud kita ke host family.

4. Kalau memang jalan satu-satunya hanyalah dengan ganti family baru, segeralah hubungi agensi untuk minta dicarikan host family lain yang sedang urgent butuh au pair.

Sembari menunggu berita agensi, ada baiknya juga kita mencari sendiri lewat internet. Harus diperhatikan juga waktu kita mencari host family baru hanyalah 2 minggu setelah putus kontrak dengan family lama.

Kalau family-nya sudah benar-benar kecewa, bisa jadi belum 2 minggu, kita sudah diusir dari rumah mereka. Atau ada juga host family yang bersedia memberikan kita waktu beberapa bulan mencari family baru, karena sebenarnya mereka juga masih butuh bantuan. Jika sampai waktu yang diberikan kita juga belum dapat family baru, mau tidak mau kita harus pulang ke Indonesia. Namun kita harus tetap tenang, karena agensi biasanya akan memberikan opsi lain yang membuat kita masih bisa bertahan tanpa harus pulang lebih awal.

5. Bekerjalah lebih baik selama pencarian

Walaupun kita merasa sudah malas-malasan dan tidak nyaman tinggal, tapi kita harus tetap bekerja dengan lebih baik di rumah host family yang sekarang. Anggap saja itu upah karena mereka masih memberikan kita kesempatan tinggal selama mencari keluarga baru.

6. Tinggalkan kesan baik pada host family lama

Sekecewa-kecewanya saya, sesakit-sakit hatinya saya, tapi saya merasa tetap harus berterimakasih dengan host family yang dulu. Walau bagaimanapun, mereka yang sudah membawa saya ke Eropa. Mereka juga sudah mengeluarkan uang yang tidak sedikit mengundang seorang gadis asing untuk mengurus anaknya.

Tapi memang pada dasarnya host family saya ini baik, makanya juga saya tidak mau ada "perang" lagi ketika pindah dari rumah mereka. Saya tetap ingin menjaga komunikasi dan meninggalkan kesan baik dengan semua keluarga disana. Namun ada juga teman saya yang merasa host family-nya tidak perlu dikasih hati lagi karena sudah sangat keterlaluan. Kalau kasus yang begini, memang sebaiknya tinggalkan saja!

Sekali lagi, tidak pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi. Saya pun menilai, pekerjaan-pekerjaan tak terduga di luar kontrak kerja bisa diberikan karena host family sendiri tidak ingin rugi. Namun kalaupun memang terjadi masalah, be brave!

Kita jangan takut kalau memang benar. Jangan sampai waktu setahun di Eropa jadi kelam dan kelabu hanya karena masalah ganti family ini. Kalau memang jalan satu-satunya harus ganti family dan memulai hidup baru, face it!

Thursday, June 4, 2020

Tips Menjalin Hubungan Baik dengan Keluarga Angkat|Fashion Style

Tiap keluarga angkat atau host family memang tidak sama. Ada yang sangat bersahabat, ada yang penuh aturan, ada yang cerewet, atau ada juga yang terlalu perfeksionis dan mengekang. Meski kita tidak tahu bagaimana sifat asli host family sebelum berangkat, namun sejatinya tidak ada host family yang sempurna.Host family adalah keluarga baru sekaligus ibarat perusahaan untuk kita. Tidak ada salahnya menjalin hubungan baik dengan mereka selama kita tinggal di rumahnya.

Tinggal di rumah orang lain memang tidak bisa secuek di rumah sendiri. Selalu ingat, kita adalah au pair yang bertukar pengalaman tempat tinggal untuk membantu melakukan beberapa pekerjaan dasar di rumah mereka. Ada baiknya kita tetap selalu bersikap baik di rumah keluarga angkat dan berusaha menjalin hubungan baik dengan mereka.

What to do?

Dare to talk!

Ini permasalahan utama mengapa saya sering miskomunikasi dengan keluarga yang sekarang. Dari yang malu, banyak pikir, atau malah malas bicara, akhirnya saya tidak bisa mengutarakan apa yang harusnya dikatakan.

Sebenarnya bukan soal si au pair yang pemalu atau introvert, tapi sejauh yang saya temui, rata-rata au pair dari Asia memang tipikal orang yang suka menyimpan perasaan dan lebih baik diam. Padahal komunikasi dengan host family menjadi hal yang sangat vital.

Awalnya memang sering kaku lidah, namun kalau sudah terbiasa, sebenarnya para keluarga bule itu juga open dan pikiran mereka kadang tidak sama dengan apa yang kita pikirkan. So, harus berani mengutarakan dulu apa yang kita rasakan! Harus berani! Harus!

Banyak sapa dan tanyakan kabar mereka

Apa yang membuat kamu dan teman atau gebetan lama berbetah-betah duduk di kafe?Pastinya ada topik seru untuk dibahas kan? Karena kita tinggal dengan host family yang dianggap keluarga juga, sebaiknya kita juga harus selalu menjaga komunikasi dan percakapan agar suasana tidak kaku.

Tidak harus menjadi seorang yang cerewet dan segala hal harus diceritakan, karena ada waktunya kita juga malas bicara dan memilih diam. Cobalah untuk ikut membaca koran atau berita tentang negara yang sedang kita tinggali. Hal ini bisa jadi topik seru untuk jadi topik dengan host family. Selain itu, host family pun bisa jadi akan sedikit terkesan karena kita mau lebih mengenal negara mereka.

Kebiasaan lainnya adalah menyapa di pagi hari dan sebelum tidur, berbincang tentang cuaca, atau menanyakan kabar harian. Yang keluarga saya lakukan saat semua anggota keluarga sudah pulang ke rumah adalah menanyakan tentang berita mereka hari itu. Walaupun kadang skenarionya cuma jadi begini;

"Hello, Nin. How was your day?"

"Good. Good. And how was Ghent, also hard rain?"

"Yes, also windy. How was the kids? Everything is okay?"

"Yes, everything is okay."

tapi setidaknya kita berusaha mengakrabkan diri dengan host parents dan ingin tahu apa yang terjadi di luar. Kedengarannya sih basa-basi, namun sebenernya mereka benar-benar ingin tahu apa saja hal yang sudah kita lakukan di negara mereka. Jika ada hal menarik yang terjadi, kita bisa menemukan satu topik untuk membuat percakapan lebih panjang.

Hal yang sama juga harus kita lakukan ke host kid(s). Walaupun seringnya cuma mendapatkan jawaban "good", "no", "yes", atau bahkan tidak ada jawaban sama sekali, saya tetap berusaha untuk selalu berkomunikasi dengan mereka. Yang sering ditanyakan biasanya tentang sekolah, pekerjaan rumah, teman, atau pertandingan basket mereka. Ssstt..pertanyaan seperti ini sebenarnya bukan kepo lho, tapi bagian dari perhatian.

Makan bersama

Sejak tinggal di keluarga yang sekarang, setiap pagi dan malam biasanya saya berkumpul di meja dan makan bersama. Walaupun beberapa kali absen ikut sarapan dan dinner, tapi biasanya saya menyempatkan untuk duduk dan mendengarkan cerita para bocah dan orang tuanya.

Beberapa teman au pair ada juga yang malas melakukan hal ini karena canggung. Tapi sebenarnya, hal inilah yang membuat kita benar-benar dianggap jadi bagian keluarga mereka. Duduk, makan bersama, dan cerita tentang apa saja yang sudah dilakukan hari itu. Jujur saja, saya juga kadang malas karena tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan. Tapi saya juga menyukai bagian dimana para anggota keluarga berkumpul dan berbincang. Bukankah hal ini sudah sangat jarang dilakukan saat kita sudah besar?

Mari memasak!

Hal menyenangkan selama tinggal di Belgia adalahsaya bisa sekalian belajar memasak dan mencicipi makanan khas sana yang cenderung berkuah dan bersaus. Baru sekalinya ini saya merasa makan udang dan wortel mentah itu enak. Atau juga, baru sekalinya ini saya merasa roti yang dilumuri minyak olive bisa senikmat saat di Belgia.

Keluarga saya yang dulu dan sekarang dua-duanya suka memasak. Bedanya, keluarga yang dulu suka masakan seafood yang segar, sementara yang sekarang sukanya daging-dagingan yang berlemak. Walaupun saya lebih suka masakan keluarga yang dulu, tapi dari keluarga yang sekarang, saya diajari resep spaghetti dan saus bolognese paprika khas keluarga mereka yang enak.

Bagi saya, inilah namanya pertukaran budaya. Selain kita bisa mencicipi masakan khas dari host country, kita juga sesekali bisa menghidangkan makanan khas Indonesia di meja mereka. Walaupun sering ada ketakutan bakal tidak cocok dengan lidah mereka, namun makanan cukup familiar seperti nasi goreng atau bakso masih cukup bisa diterima. Bisa juga sesekali membuat muffin sederhana atau tiramisu untuk dimakan bersama. Setidaksukanya kamu memasak, atau setidaksukanya mereka dengan makanan Asia, tapi tidak ada salahnya mengenalkan satuuuu saja masakan karya kita di meja mereka.

Let's play together and be enthusiastic

Karena host kids saya sudah besar dan cukup mandiri, saya tidak perlu terlalu aware dengan mereka. Kalau lapar, mereka bisa makan sendiri. Kalau mandi, mereka juga bisa mandi sendiri. Bahkan kalau bosan, mereka juga bisa memilih main atau nonton tv. Karena kemandirian tersebut, saya benar-benar jadi kakak yang kadang hanya bertugas mengingatkan tentang jadwal tidur atau menegur kalau ada salah. Namun ada kalanya tugas au pair tidak hanya bersih-bersih dan mengontrol, tapi juga ikut main dan melakukan aktifitas bersama anak.

Tidak perlu jadi seorang guru TK yang harus menggiring essential atau harus punya banyak ide untuk mengisi hari-hari kosong mereka, karena sejujurnya kita bukan seorang penghibur anak-anak! Yang harus kita tunjukkan adalah rasa antusias saat bermain atau berkumpul bersama. Meski saya punya sedikit masalah bercakap-cakap ria dengan anak-anak, namun saya selalu berusaha ikut nonton tv bersama atau essential trampolin di luar walaupun malas sekali.

Kalau sedang good mood, saya biasanya mengajak si gadis kecil, Keet, menggambar sesuatu yang memang adalah hobinya. Hal yang selalu membuat dia penasaran adalah saat saya dengan baiknya menggambar seorang gadis berkepang lengkap dengan badan-badannya.

Lucu sekali saat melihat dia antusias menggambar hal yang sama dengan yang saya lakukan. Host kid saya yang satu ini memang punya hobi yang sama dengan saya. Berbeda dengan kakak-kakaknya yang aktif di olahraga, sebenarnya melakukan sesuatu dengan Keet bisa jadi lebih seru. Namun kadang saya juga tidak in good mood dan akhirnya meninggalkan dia bermain dengan iPad-nya.

Aktifitas lain yang bisa dilakukan dengan anak-anak yang sudah lebih besar sebenarnya cukup mudah. Mainan klasik seperti UNO, Monopoly, atau board game juga seru. Aktifitas olahraga seperti renang dan bersepeda bisa juga dipilih kalau memang cuaca sedang bagus.

Voor jou, van mij

Arti dari kalimat di atas "untuk mu, dari aku". Walaupun tidak wajib, tapi sebaiknya berikanlah hadiah kecil pada host kids saat mereka berulang tahun, menang perlombaan, atau dapat juara kelas. Dengan gaji au pair yang pas-pasan kita juga tidak harus membelikan mereka sepatu basket atau mainan super canggih. Cukup belikan mug bergambar lucu, bando-bando imut, atau hadiah buatan tangan bisa jadi kenangan sendiri untuk mereka. Yang suka memasak, bisa juga membuatkan mereka cake cokelat favorit. Jangankan anak-anak, kita sendiri juga senang kan diberi kado? :)

Be bendy but attainable

Jadi au pair menuntut fleksibilitas yang tinggi. Meski sudah jelas jam kerja cuma enam jam per hari, namun kadang host family masih butuh kita babysit di Sabtu malam atau saat kita libur. Apapun agenda kita saat libur baiknya didiskusikan dengan host parents dari jauh hari. Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman dan jadwal yang berbenturan. Tanyakan juga tentang rencana host family saat akhir pekan untuk mengatur agenda kita.

Saya sempat ditegur host parents gara-gara ingin libur dari Jumat malam secara mendadak. Padahal Jumat malam itu saya masih kerja dan ternyata mereka butuh saya babysit. Untuk menghindari kesalahpahaman seperti ini, saya sekarang lebih aware dan mengalah dengan jadwal padat mereka. But fortunately, rata-rata host family tidak akan membebani au pair untuk babysit di tiap Sabtu malam kok.

Beritahukan teman dan rencana mu

Apa tanggapan kalian ketika ada anggota keluarga baru tinggal di rumah, namun pergi dan pulang tidak ada kabar? Atau bagaimana tanggapan kalian saat teman anggota keluarga baru datang, tapi kita tidak tahu bentuk mukanya, siapa, dan apa saja pekerjaan mereka di kamar?

Well, mungkin kita bisa saja cuek kalau yang dimaksudkan adalah kakak atau adik kandung sendiri. Tapi coba kamu bayangkan seandainya ada gadis asing datang dari tempat jauh yang sudah kita anggap sebagai keluarga, tiba-tiba tidak pulang ke rumah tanpa memberi kabar? Bukankah kita juga ikutan khawatir kemana dia dan apa yang terjadi?

Host family di rumah juga merasakan hal yang sama dengan kita. Dengan tidak menanyakan kabar kita, bukan berarti mereka tidak ingin tahu dan cuek. Mereka hanya menghargai privasi kita dengan tidak menanyakan macam-macam tentang hal yang kita lakukan.

Namun ada baiknya kita memberi kabar kemana kita akan pergi, di rumah siapa kita akan menginap, atau apakah kita akan pulang atau tidak. Sebenarnya host family lah yang bertanggungjawab atas kita di negara asing ini. Dengan memberi tahu siapa teman dan kemana kita akan pergi, menjelaskan kalau kita menghargai mereka.

Di lain sisi, jikalaupun ada sesuatu terjadi pada kita, mereka tahu akan mencari kemana. Tuliskan juga beberapa nomor telepon dan alamat teman-teman terdekat di kertas dan tempelkan di kamar kita untuk mengantisipasi seandainya host parents mencari beberapa kontak teman terdekat yang bisa dihubungi.

Be socializing

Ada kalanya, host family punya acara dinner di rumah dan mengundang teman-teman mereka. Sejauh ini, kalaupun ada dinner di rumah, host family saya selalu mengajak untuk makan bersama di satu meja. Tapi ada juga beberapa keluarga yang hanya ingin menikmati acara dinner dengan teman-teman mereka tanpa diganggu anak atau au pair. Kalau kondisi ini terjadi, kita tidak perlu kecewa dan cukup biarkan host parents berkumpul bersama teman-temannya.

Yang ingin saya gambarkan disini bukan soal acara dinnernya, tapi ada masa dimana host family menawarkan au pair ikut acara mereka atau mengajak ke suatu tempat. Seringkali host parents saya menawari untuk datang ke acaramereka di hostel atau student housing. Meski saya tahu disana saya pasti akan sendirian dan tidak ada teman bicara, tapi ikut acara seperti ini membuat saya bisa lebih tahu pekerjaan host parents dan apa yang membuat mereka sangat sibuk setiap hari.

Seandainya host family memang menawari ikut ke sebuah acara, sesekali boleh saja kita terima ajakan mereka. Jangan terlalu sering menolak tawaran ini karena menandakan kita terlalu menjaga jarak dan tidak ingin terlalu ikut campur. Saat di acara itu pun, jangan cuma sibuk dengan ponsel dan menyendiri di pojokan. Cobalah untuk mencari teman bicara atau cukup sok-sok memperhatikan apa yang terjadi. Karena nyatanya acara orang barat memang tidak seakrab acaranya orang Asia.

Jadi au pair yang menyenangkan memang tidak mudah. Kita juga tidak harus berpura-pura untuk menjadi orang yang sok easy going untuk membuat keluarga angkat senang. Cukup jadi sendiri, jaga sikap, jujur, dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan dan anak-anak mereka itu saja kadang sudah cukup kok.

Tips Bertahan dari Dinginnya Eropa|Fashion Style

Bagi yang sudah pernah tinggal di negara empat musim sebelumnya, tentu tahu bagaimana rasanya suhu 7 derajat Celcius saat musim gugur atau -five derajat saat musim dingin. Panas untuk bule hampir sama dengan dingin untuk orang-orang tropis seperti kita. Bagi para bule, suhu 25 derajat dengan matahari yang terik sudah cukup membuat mereka nyaris telanjang. Begitu pula dengan kita, suhu 7 derajat dengan kondisi mendung dan berangin, sudah pasti membuat kita nyaris menutup seluruh anggota tubuh karena kedinginan.

Pertama kali mempersiapkan diri akan tinggal di Eropa, saya sempat melihat prakiraan cuaca jika saya tiba disini. Saat itu baru masuk musim semi yang katanya mulai hangat dengan suhu maksimum 7 derajat di siang hari. Karena belum tahu dinginnya 7 derajat itu seperti apa, jadinya saya hanya menyiapkan mantel tebal dan pakaian ala kadarnya. Sempat juga mencari tahu gaya berpakaian orang saat musim semi yang kelihatannya santai dan sudah bisa pakai flat shoes kemana-mana. Faktanya, saya harus disambut dinginnya musim semi yang saat itu masih bertemperatur minus.

Memang tidak ada yang bisa memprediksi cuaca tiap tahunnya. Kalau pada tahun itu musim dingin bisa mencapai -10 derajat Celcius, bisa jadi awal musim semi akan sangat bersalju dan dingin. Suhu di beberapa bagian Eropa juga akan berbeda di tiap tempatnya. Eropa utara dan timur menjadi wilayah yang sangat dingin saat akhir tahun karena lebih dekat dengan kutub. Eropa barat dan tengah cenderung bertemperatur "regular" atau bisa bersalju. Sementara di bagian selatan Eropa sendiri bisa lebih hangat dengan curah hujan yang tinggi.

Agar tubuh tetap hangat dan tidak salah kostum, namun tetap stylish saat bepergian, berikut beberapa tips saya berikan sesuai pengalaman saya di tahun ini!

Rambut dan telinga

Saya sempat mengalami masalah kulit kepala kering pertama kali menginjakkan kaki di Eropa. Kulit kepala saya yang biasanya berminyak saat musim panas mendadak kering karena perubahan cuaca. Untuk menghindari hal ini ada baiknya tidak terlalu sering mencuci rambut saat musim dingin. Yang saya lakukan biasanya cukup dua hari sekali dengan air hangat untuk membuka pori-pori dan diakhiri dengan air dingin untuk membuat batang rambut tetap lembut. Air hangat tidak cukup baik untuk rambut karena bisa membuat kulit kepala makin kering, batang rambut menipis, dan akhirnya rambut bisa rontok.

Baiknya juga melapisi batang rambut dengan leave-in conditioner atau minyak argan untuk memberikan proteksi lebih. Topi semacam beanie bisa dijadikan opsi untuk menutupi kulit kepala dan telinga dari kedinginan saat bepergian keluar. Atau kalau malas pakai beanie hat karena membuat rambut lepek, bisa juga gunakan earmuff untuk menahan angin dan hawa dingin yang bisa membuat telinga menjadi kaku dan sakit.

Muka

Bagian ini tentunya paling vital karena paling sering terkena dinginnya angin. Perawatan yang dilakukan pun mesti lebihintens mengingat kulit muka juga mesti beradaptasi dengan perubahan suhu. Sama halnya dengan kulit kepala, krim yang saya gunakan di Indonesia juga tidak berfungsi dengan baik saat musim dingin. Yang ada kulit saya makin kering karena memang krim muka yang saya gunakan tidak mengandung air.

Saat musim dingin, sebaiknya pilih krim muka dengan bahan dasar air dan tidak mengandung alkohol. Pelembab di Eropa rata-rata tidak mengandung SPF, sehingga saya juga harus melapisi kulit dengan sunblock ber-SPF tinggi. Pernyataan kalau saat musim dingin tidak butuh sunblock itu justru salah besar! Walaupun cuaca sedang mendung, SPF tetap sangat penting digunakan untuk melindungi kulit muka dari pengaruh buruk sinar matahari yang malah lebih berbahaya saat musim dingin.

Kalau masih nyaman menggunakan krim dari Indonesia yang biasanya sudah cocok dengan kulit tanpa membuatnya makin kering, coba saja mengoleskan minyak almon, argan, atau zaitun sebelum mengaplikasikan krim muka untuk menjaga kelembabannya.

Berhubung kantung mata saya sudah turun dan kelihatan seperti orang capek terus, saya juga mengoleskan krim mata saat siang dan sebelum tidur untuk menjaga kelembaban di daerah tersebut. Pernah kejadian kulit di sekitar mata saya jadi kering dan menghasilkan garis-garis halus yang membuat muka kelihatan tua! Hiiiih..

Bibir

Suhu yang rendah dan kering membuat kulit bibir mudah terkelupas bahkan luka. Tahu kenapa orang Rusia dikatakan bangsa yang tidak ramah karena jarang senyum? Karena mereka harus bertahan di temperatur yang nyaris selalu di bawah -five derajat Celcius selama beberapa bulan! Suhu rendah mudah membuat bibir kering dan sekalinya senyum, bisa-bisa kulit ikut merenggang dan menyakitkan. Bahkan di keadaan yang sangat dingin, bibir bisa berdarah karena luka.

Pelembab bibir wajib digunakan setiap hari untuk membuatnya tetap lembab. Membersihkan kulit mati di bibir juga mesti sering dilakukan untuk membuatnya tetap lembut. Hal sederhana yang sering saya lakukan saat mandi adalah mengelupasi sel-sel kulit mati di bibir. Air hangat membuat kulit bibir melembut dan cukup mudah dikelupas. Bisa juga menggunakan scrub khusus bibir buatan sendiri dari gula dan minyak zaitun.

Tubuh

Karena sering tertutup oleh pakaian, daerah sekitar tangan dan badan biasanya lebih hangat dari bagian tubuh manapun. Memilih pakaian juga tidak boleh sembarangan agar tetap merasa hangat. Gaya berpakaian layering atau bertumpuk memang cukup ampuh. Namun kalau bahan pakaiannya menghangatkan, hanya beberapa lapis saja sudah cukup tanpa harus menumpuk banyak jaket tebal.

Untuk mantel, ada banyak pilihan yang bisa digunakan. Saya pribadi, saat suhu masih di atas 2 sampai 8 derajat Celcius, mantel berbahan campuran wool ampuh menghangatkan tubuh sekaligus memberikan kesan neat dan classy.

Mantel berbahan campuran wool yang tetap stylish saat cuaca dingin

Kalau sudah di bawah 2 derajat, saya biasanya memilih anorak andalan yang cukup tebal dan anti angin. Anorak yang saya beli di pasar loak (mirip dengan gambar di bawah) cuma 45ribu saja dan sangat menghangatkan di bawah suhu 0 derajat Celcius!

Image 2 of WATERPROOF COMBINED PARKA from Zara
Anorak ZARA yang tidak tembus air

Menyambut musim gugur atau di akhir musim semi, biasanya suhu masih 10 derajat di siang hari dengan sinar matahari yang hangat. Walaupun sudah cukup nyaman untuk bepergian, namun jangan lupakan parka, padded jacket, trench coat, jaket kulit, atau cardigan tebal berbahan wool untuk melindungi tubuh dari hawa dingin.

Image 4 of COTTON PARKA from Zara
Parka ZARA berbahan katun khas musim gugur

Agar tidak terlalu banyak menumpuk pakaian di dalam mantel, cobalah untuk memakai pakaian berbahan kashmir atau wool yang lembut namun sangat menghangatkan. Saya pribadi, biasanya menggunakan empat lapis pakaian saat cuaca sedang dingin-dinginnya. Pakaian thermal di lapis pertama, kaos atau kemeja katun di lapis kedua, pullover di lapis ketiga, dan anorak setelahnya. Bahkan saya bisa saja menggunakan tank top sebagai dalaman, kaus katun tangan panjang, dan anorak saat bepergian.

Pakaian thermal bisa juga diganti dengan dua lapis kaus katun agak mengetat di badan, atau dalaman tangan panjang berbahan dasar spandex. Pakaian yang mengetat ini cukup menghangatkan tubuh dan bisa berfungsi sebagai dalaman thermal saat musim dingin. Saya juga suka mengoleksi kemeja flanel yang dibeli dari pasar loak di Indonesia sebagai koleksi pakaian hangat. Cukup pakaian thermal, kemeja flanel, dan anorak, you can go, girl!

Bagian tubuh yang sering kena angin dingin lainnya adalah leher. Kadang mantel kita tidak cukup tinggi menutupi bagian tubuh yang ini. Solusinya dengan memakai scarf, syal tebal, atau sweater berleher tinggi untuk menghangatkannya.

Selain pakaian yang menghangatkan, kita juga harus aware dengan kesehatan kulit tubuh saat musim dingin. Mandi dan berendam dengan air hangat saat cuaca dingin memang sangat nyaman dan menyegarkan. Namun kalau lebih dari 5 menit, justru akan membuat kulit tambah kering. Jika terus dibiarkan, kulit bisa menjadi bersisik, luka, dan parahnya bisa kena eczema.

Meskipun dingin bisa membuat kita malas membasuh tubuh dengan air, namun saya selalu berusaha menjaga kebersihan tubuh dengan mandi sekali sehari saat cuaca dingin. Hindari terlalu lama berendam dan mandi dengan air hangat. Sebisa mungkin basuh tubuh dengan air yang lebih dingin sehabis mandi untuk membuat pori-porinya tertutup. Mengoleskan pelembab tubuh yang creamy seperti body butter juga sangat penting. Saya pribadi juga mengoleskan pelembab tubuh yang berbeda di tiap musim. Body milk atau body lotion dengan formula ringan biasanya cocok digunakan saat musim panas, sementara body cream atau body butter yang cukup rich untuk musim dingin. Jangan lupa juga untuk rajin menghilangkan sel-sel kulit mati dengan scrub agar pelembab tubuh lebih cepat menyerap.

Tangan dan jari

Jari-jari tangan yang lentik akan sangat tidak cantik kalau terlihat kering dan bersisik. Hal yang sangat saya sebalkan adalah ketika merasakan jari-jari tangan saya kedinginan karena bisa membuatnya mengkerut dan kering. Hindari membasuh tangan dengan air yang terlalu dingin atau terlalu hangat, karena keduanya juga bisa membuat kulit kering. Sabun cuci tangan dengan kandungan sabun yang keras juga bisa membuat kulit kesat dan semakin kering. Gunakan krim tangan dan krim kuku sehabis mencuci tangan. Saat bepergian, sebelum menggunakan sarung tangan, selalu oleskan juga krim tangan untuk membuatnya tetap lembut.

Kaki

Jeans sebenarnya sangat tidak disarankan karena menyerap dingin. Tapi saya juga sangat suka memakai denims karena memang celana jenis ini yang paling nyaman digunakan kapan pun. Saya biasanya memakai celana ketat berbahan spandex sebelum menggunakan denims untuk memberikan efek thermal. Bisa juga memakai celana berbahan wool atau stocking tebal untuk menutupi kaki. Untuk stocking sendiri, saya harus menggunakan dua lapis agar kaki tetap hangat. Lapis pertama stocking 400D, sementara lapis kedua stocking wool 1200D.

Bungkus jemari-jemari kaki dengan kaus kaki berbahan wool sehabis mengoleskan krim kaki. Kadang saya juga menggunakan dua lapis kaus kaki dengan bahan yang berbeda, lapis pertama katun biasa, lalu dilapisi lagi kaus kaki berbahan wool. Saat cuaca sedang memburuk, bisa juga melapisi lagi betis dengan leg warmer ataukaus kaki selutut.

Hati-hati juga dengan pemilihan sepatu saat musim dingin! Sama seperti mantel, sepatu juga menjadi sangat important untuk membungkus jari-jari agar tetap lemas saat berjalan. Jangan sampai karena salah pilih sepatu, kaki jadi terasa beku dan mati rasa. Hal ini juga pernah saya alami pertama kali datang ke Eropa di suhu musim semi yang masih -three derajat Celcius! Saya tidak bisa merasakan jemari kaki lagi karena sangat beku dan rasanya digigit-gigit.

Saat bersalju, jalanan akan menjadi licin dan berbahaya. Kalau saljunya masih sebatas beberapa sentimeter seperti yang saya rasakan tahun ini, tidak terlalu bermasalah. Namun kalau saljunya sudah mencapai beberapa puluh sentimeter dan menjadi es, jalan pun harus hati-hati karena sangat licin. Sepatu boot tinggi dengan sol karet dan dalaman fur adalah pilihan terbaik saat kondisi ini.

http://normalizer.liveclicker.com/thumb/7/1883974359_1_Flv_512x288_thumb_1.jpg/women-keen-hoodoo-high-lace-snow-boots-1.jpg
Boot bersol karet cocok untuk menahan licinnya salju

Walaupun terlihat youthful dan sangat nyaman digunakan, tapi saya sangat sangat sangat tidak menyarakan sepatu baseball semacam Converse digunakan saat suhu di bawah 0 derajat Celcius! Apalagi kebanyakan sepatu jenis ini berbahan katun yang tidak bisa menghangatkan jemari kaki meskipun sudah memakai kaus kaki dobel. Saat cuaca tidak bersalju namun minus, sepatu berbahan kulit adalah yang paling sangat dianjurkan.

Saya juga sebenarnya suka sneakers bertali yang membuat penampilan lebih casual dan muda. Namun demi kenyamanan, saya hanya menggunakan sepatu jenis ini saat cuaca di atas 5 derajat. Itupun dengan syarat bahan sepatu tersebut bukan katun dan punya dalaman yang bisa menghangatkan.

Untuk mengantisipasi pemakaian kaus kaki dobel dan membengkaknya jari-jari saat dingin, belilah sepatu satu nomor lebih besar dari ukuran normal. Jika budget memungkinkan, pilihlah sepatu berbahan kulit asli yang lebih lembut dan nyaman di kaki.

Selain menutupi tubuh dengan pakaian hangat, jangan lupakan juga kesehatan kulit dengan melakukan perawatan rutin. Makanan kaya serat dan air putih yang cukup juga membantu kulit agar tetap lembab saat musim dingin. Ready to chill out in windchill??