Wednesday, May 13, 2020

Tips Kuliah Biaya Sendiri: Uang Dari Mana?|Fashion Style

Meskipun niat saya di awal tidak berminat lanjut kuliah lagi, nyatanya saya pun berbelok arah untuk mencoba peruntungan daftar kuliah S-2 di beberapa kampus di Norwegia. Alasan utama saya memilih Norwegia tentu saja karena negara ini masih membebaskan uang kuliah bagi mahasiswa lokal dan internasional. Kesempatan ini tentu saja saya manfaatkan sebelum regulasi tersebut diubah menjadi 'berbayar' seperti halnya Finlandia per Autumn semester 2017 lalu. Tapi meskipun biaya kuliah gratis, mahasiswa tetap harus membayar iuran semester sebesar NOK 680-840 (€68-84).

Luckily, saya diterima di program studi Entrepreneurship di Universitas Oslo semester musim gugur tahun ini. Karena biaya kuliahnya sudah gratis, artinya saya hanya perlu menyiapkan biaya hidup untuk 2 tahun ke depan. Saya tidak pakai beasiswa, tidak minta support dari keluarga, ataupun berhutang ke pemerintah Norwegia. Biaya hidup ini murni saya akan tanggung sendiri.

Saat tahu saya akan kuliah dengan biaya sendiri, tanggapan orang tentunya tak sama. Kalau mungkin saya dapat beasiswa, mungkin mereka akan berpikir bahwa saya murid pandai yang sangat beruntung. Tahu bayar sendiri, tak elak saya dapat rentetan pertanyaan lain. “Lho, memangnya ada uangnya? Ada orang yang bantu? Memangnya tidak mahal kuliah disana? Siapa yang mau menjamin deposito? Bukankah uang segitu (deposito) terlalu besar ya untuk mahasiswa internasional?” Hellllooooo... mentang-mentang saya bukan anak menteri dan jurangan sawit, tidak berarti kuliah ke luar negeri jadi mustahil! Selain uang, ada juga namanya usaha dan mental yang membuat kita bisa bertahan di negeri orang. Lagipula au pair yang langsung bisa kuliah dengan biaya sendiri juga banyak!

FYI,dulu saya pun juga bersumpah untuk tidak akan pernah mau lanjut kuliah kalau masih harus bayar sendiri. Kuliah saja sudah melelahkan, apalagi harus cari uang dulu demi menutupi biaya hidup. Makanya saya berpikir untuk cari beasiswa agar bisa fokus kuliah saja. Nyatanya, saya minder cari dana beasiswa karena sadar IPK pas-pasan dan malas minta surat rekomendasi dari kampus. Sssttt.. saya pernah di-PHP dosen soalnya. Di sisi lain, saya dengar bahwa pengelola dana beasiswa sangat strict dengan penerima hibah untuk harus mempertahankan prestasi akademik dan dilarang bekerja sambilan selagi kuliah. Padahal mood belajar seseorang bisa naik turun dan minta dana beasiswa—apalagi yang berasal dari uang rakyat, pastinya punya tanggung jawab yang besar.

Sementara di Indonesia, saya hanya punya seorang ibu yang finansialnya tidak akan cukup membiayai semua kebutuhan saya selama belajar di luar negeri. Yang ada, saya merasa sangat malu jika harus minta dikirimi uang setiap bulan, mengingat selama jadi au pair 5 tahun ini juga saya tidak pernah minta apapun lagi ke beliau. "Sudah, Ma. Cukuplah sampai S-1 ini. Let me pay the rest!" kata saya saat itu. Saya juga tidak punya satu pun keluarga yang tinggal di Eropa sekiranya kepepet ingin pinjam uang. In the end, saya akhirnya berpikir untuk tidak ingin berhutang budi pada dana beasiswa ataupun duit keluarga yang membuat saya semakin terikat oleh beban moral.

Jadi bagaimana saya menyokong kehidupan disini hingga 2 tahun ke depan?

Rencananya saya akan bekerja sampingan. Selama jadi mahasiswa internasional, kita diperbolehkan bekerja 20 jam per minggu dan full time (37-40 jam) saat hari libur. Untuk semester ini, saya masih bekerja sebagai au pair dan tinggal di rumah host family. Soal makan dan akomodasi sudah ditanggung dan saya juga menerima uang saku sekitar NOK 6000 per bulan. Uang ini tentu saja lebih dari cukup untuk beli perlengkapan kuliah, ongkos transportasi umum, dan secangkir dua cangkir kopi di kafe. Pemerintah Norwegia sebetulnya juga menaksir biaya hidup pelajar di sini setidaknya NOK 11-12.000 per bulan.

Lalu, bagaimana di semester-semester selanjutnya?

Kontrak au pair saya berakhir Desember tahun ini, makanya harus mencari tempat tinggal dan pekerjaan baru secepatnya. To be honest, I can't wait to have my own life! Tidak perlu lagi tinggal di rumah orang dengan segala peraturan kaku, serta bebas mengundang siapa pun teman yang saya mau. Saya juga sangat tertarik bekerja di tempat lain semisal kafe, toko, atau restoran, yang tentu saja terbebas dari tangisan dan popok bayi! Di sisi lain, saya merasa beruntung sudah curi startduluan tinggal di Norwegia dan belajar bahasa, sehingga bicara bahasa lokal lumayan bisa. It's not gonna be easy to find a job with broken Norwegian, but I am pretty sure I'll learn more and more!

Pengalaman soal cari tempat tinggal dan pekerjaan baru ini tentu saja akan saya bahas di postingan lainnya. But, now you know bagaimana saya bisa menyokong kehidupan sendiri tanpa beasiswa dan dana orang tua!

No comments:

Post a Comment