Sunday, July 12, 2020

Tips Uang Saku di Denmark Naik, Pajak Menunggu!|Fashion Style

Hari ini saya gajian. Tapi langsung sakit hati setelah sadar uang saya harus dipotong nyaris 32% untuk bayar pajak. Hiks!

Saya mengerti kenapa orang Denmark disebut-sebut sebagai orang paling bahagia di dunia. Setelah harus "sakit" dipotong gajinya untuk membayar pajak tiap bulan, nyatanya memang warganya mendapatkan banyak fasilitas dari pemerintah. Selain mendapatkan fasilitas rumah sakit gratis, mereka juga dapat menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi tanpa dipungut biaya apapun. Lucunya, bukannya harus membayar uang kuliah, para pelajar justru mendapatkan tunjangan pendidikan yang besarnya 4000-5000kr perbulan.

Pemotongan pajak penghasilan ini pun dihitung persenannya berdasarkan jumlah gaji yang kita terima setiap tahun. Seseorang wajib kena pajak jika penghasilannya lebih dari forty two.900kr. Semakin besar penghasilan yang diterima setiap tahunnya, semakin besar pajak yang harus dibayar. Seperti Louise yang gajinya harus dipotong 37% untuk membayar pajak tiap bulan, lalu Brian yang mesti kena pajak penghasilan sampai 60%.

Lalu kenapa au pair juga harus membayar pajak, padahal katanya au pair bukanlah dianggap sebuah pekerjaan?

Per tanggal 1 Juli 2015, diberlakukan peraturan baru soal status au pair. Salah satunya, au pair boleh mengikuti kegiatan sukarela tanpa dibayar lalu tentang kenaikan gaji yang sebelumnya 3500kr menjadi 4000kr. Senang? Tentu saja! Tapi hanya ketika saya berada di Indonesia. Setelahnya disini, saya harus dibuat pusing oleh beberapa penjabaran pajak yang intinya harus saya bayar sebelum tanggal 20 setiap bulannya.

Kalau dihitung, jumlah uang saku saya 48000kr pertahun dibandingkan au pair lama yang hanya 42000kr. Artinya, saya memang sudah wajib dikenai pajak di Denmark. Sialnya, dibandingkan au pair lama yang bisa mendapatkan uang saku 3250kr hingga 3500kr perbulan, saya hanya mendapatkan tidak sampai 3000kr setiap bulan! Aaarrgghh..

Sebenarnya saya memang sudah diberitahu Louise soal uang pajak ini sebelum saya terbang ke Denmark. Namun Louise juga tidak tahu kalau pajak yang harus dibayarkan lebih dari apa yang dia tahu. Ikhlas tidak ikhlas, ya nyatanya pajak tetaplah harus dibayarkan.

Karena fame kependudukan saya sudah nyaris disamakan dengan warga Denmark, maka saya harus membayar pajak eight% untuk fasilitas kesehatan, 23.7% untuk pajak balai kota, lalu tidak sampai 1% sisanya untuk membayar pajak gereja. Tapi karena saya bukan pengikut gereja, jadinya pajak ini bisa dihapuskan dari kewajiban saya. Untuk pajak balai kota sendiri, tergantung dimana domisili au pair tersebut. Tiap balai kota menerapkan pajak yang berbeda-beda untuk setiap penduduknya.

Meski au pair bukanlah dianggap sebuah pekerjaan, namun ternyata kami juga harus membayar pajak atas fasilitas tempat tinggal dan makan gratis. Walaupun semua makanan saya di rumah dibeli oleh keluarga asuh, namun ternyata hitungan kasarnya saya "membayar" sekitar 768kr perbulan untuk makanan tersebut.

Seseorang yang bekerja untuk usahanya sendiri, masuk ke pajak tipe B, yang artinya akan ada pembebasan pajak 2 bulan dalam satu tahun yaitu bulan Februari dan Desember. Untuk kedua bulan tersebut saya akan mendapatkan gaji penuh tanpa dipotong pajak.

Walaupun mendapatkan fasilitas rumah sakit gratis, nyatanya au pair bukanlah penduduk permanen kota Denmark. Siapa sih au pair yang ingin sakit di masa-masa kontraknya? Saya juga berharap tidak ingin sakit parah lalu "bahagia" bisa berobat free of charge di rumah sakit. Meski ada juga pemeriksaan kanker rahim dan payudara yang sebenarnya beruntung juga bisa free of charge disini. Sayangnya untuk dokter gigi tidak digratiskan karena klinik dokter gigi tersebut berjalan sendiri tanpa dibantu pemerintah.

Kalau dibandingkan dengan Indonesia, jangankan memutar uang pajak untuk kepentingan masyarakat umum, yang ada pajak dikorupsi. Belum lagi adanya perbedaan fasilitas yang didapat untuk orang miskin dan kaya di rumah sakit. Berbeda di Denmark, orang termiskin dan terkaya sekalipun tetap akan mendapatkan pelayanan rumah sakit yang sama. Ya sudahlah, selamat datang di salah satu negara termahal dunia dimana nyaris semua hal diberlakukan pajak yang tinggi!

**per tanggal 1 Januari 2016 uang saku au pair di Denmark menjadi 4050kr/bulan

Tips Mengenal Sistem Transportasi Umum yang Mahal di Denmark|Fashion Style

Setelah uang saku harus dipotong pajak , saya pun juga harus jadi financial manager untuk diri sendiri. Selain membagi pos-pos uang untuk belanja, jalan-jalan, dan tabungan, saya juga harus menyisihkan 25% dari uang saku untuk pos transportasi setiap bulannya.

Karena sudah jadi penduduk sementara Denmark, saya harus memikirkan betapa mahalnya uang yang harus dikeluarkan demi naik kendaraan umum disini. Sewaktu di Belgia, saya hanya perlu membeli tiket ?23.60 in keeping with bulan naik bus tanpa batas ke semua daerah Flemish. Sementara disini, harus menyisihkan 655kr atau sekitar ?88 consistent with bulan untuk naik kendaraan umum (kereta, bus, dan metro) tanpa batas hanya di beberapa penjuru Denmark.

Denmark memang kota mahal. Bahkan orang Denmark sendiri mengakui kalau biaya transportasi umum di negara mereka memanglah mahal. Untuk punya mobil pribadi pun, mereka harus membayar pajak yang tinggi. Belum lagi urusan bensin dan biaya perawatannya. Transportasi umum di Denmark sendiri sebenarnya sangat nyaman dan bagus ketimbang Belgia. Terutama untuk kereta antarkota yang lebih mirip kereta antarnegara, atau betapa mudah dan cepatnya akses dari Kopenhagen ke bagian selatan Swedia, Malmö.

Sebelum berangkat ke negara tujuan, saya memang rajin mempelajari dulu tentang sistem transportasi umum dan pembelian tiket di negara tersebut. Menurut saya transportasi menjadi hal terpenting karena nyaris setiap hari saya harus berangkat ke sekolah bahasa, belum lagi hang out setiap minggunya.

Berbeda dengan Belgia yang lebih simpel, mempelajari sistem transportasi umum di Denmark cukup membuat saya pusing. Denmark memberlakukan sistem zona yang dibagi menjadi ninety nine bagian. Belum lagi banyak sekali pilihan tiket yang bisa dipilih berdasarkan reputation, umur, dan intensitas ke tempat tujuan. Sebagai au pair, berikut saya berikan gambaran tentang sistem transportasi yang ada di Denmark!

1. Pahami dulu zona transportasi umum di Denmark

Memahami pembagian zona yang ada di Denmark membuat kita terhindar dari overpaying ke tempat tujuan. Saya juga awalnya sering sekali "ketipu" hingga akhirnya harus mengeluarkan uang lebih demi sebuah single ticket. Sebelum memulai, silakan ketahui dahulu zona tempat tinggal kita lalu cek website Movia untuk menggunakan dan mengecek kalkutor zona yang ada di Denmark.

2. Rencanakan rute dan hitunglah zona yang akan dilewati

Karena saya tinggal di Herlev (baca: Hearlu), maka sesuai peta zona di bawah ini Herlev berada pada zona 31 (warna merah).

Sekolah bahasa yang akan saya datangi nyaris setiap hari berada di Ballerup, masuk ke Zona forty two (warna biru muda). Sesuai dengan peta zona, maka saya akan melintasi 2 zona jika ingin ke Ballerup. Lain halnya jika saya ingin ke Roskilde yang ada di zona eight (warna oranye), maka harus melintasi 6 zona. Silakan lihat bagian peta di kanan bawah, tabel menerangkan tentang pembagian beberapa zona yang akan dilewati berdasarkan warna.

3. Pembelian tiket everyday untuk semua moda transportasi

Di Denmark, satu tiket yang dibeli berlaku untuk semua moda transportasi seperti bus, kereta, dan metro. Waktu berlaku tiket pun berdasarkan dengan jumlah zona yang ditempuh. Tiket yang berada pada satu zona berlaku sampai 60 menit, 2 zona berlaku 75 menit, 3 zona berlaku 90 menit, dan seterusnya ditambah 15 menit.

Jika perjalanan pertama menggunakan bus, maka tiket bisa langsung dibeli di supir saat akan naik dengan uang tunai. Sementara jika perjalanan pertama dilakukan dengan kereta dan metro, tiket bisa langsung dibeli melalui mesin ataupun 7-Eleven. Pembelian tiket inipun dihitung berdasarkan zona yang akan dilewati.

Untuk pembelian tiket regular dengan uang tunai, dikenakan tarif 12kr in line with zona. Sementara pembelian tiket melalui SMS akan dikenakan diskon khusus. Contohnya untuk tiket ke 2 zona seharga 24kr, bisa dibeli dengan harga 15kr saja melalui SMS.

Menurut saya, membeli tiket bus langsung dengan si sopir bisa menghindarkan kita dari overpaying asalkan tahu kemana rute yang akan kita ambil dan tahu total zonanya. Contohnya saya berada di Herlev (warna merah-lihat peta) ingin ke Kopenhagen (warna kuning) yang masuk ke Zona 1, artinya saya hanya akan melintasi 3 zona. Namun karena saat itu si sopir juga tidak tahu berapa zona yang akan dilewati jadinya dia sembarang hitung hingga 4 zona. Saya pun "terdoktrin" untuk selalu membayar 96kr PP dari Herlev-Kopenhagen, padahal bisa berhemat 24kr seandainya lebih paham sejak awal.

Sopir bus biasanya lebih acuh dan hanya menuruti pembelian tiket sesuai jumlah zona yang penumpang katakan. Jadi daripada mengatakan "ke Kopenhagen", sebut saja "three zona". Berbeda halnya jika kita membeli tiket metro atau kereta melalui mesin atau 7-Eleven, mereka biasanya akan menghitung jumlah zona berdasarkan rute kereta yang akan kita lewati. Dari Herlev menuju Hellerup yang sebenarnya hanya 2 zona, bisa menjadi 3 zona karena si kereta melintasi zona lain sebelum tiba di Hellerup.

Untuk lebih jelasnya soal jadwal kereta, jumlah zona, serta harga tiket yang harus dibayarkan silakan buka website ini .

Four. Membeli tiket bulanan untuk intensitas tanpa batas

Tiket bulanan atau Periodekort ini saya pilih karena setelah dihitung-hitung, jatuhnya lebih murah ketimbang harus membeli tiket normal setiap waktu. Tiket ini juga cocok bagi au pair yang sering pulang pergi tempat kursus nyaris setiap hari menggunakan transportasi umum. Belum lagi acara nongkrong di kota besar setiap akhir pekan.

Karena kota besar yang selalu saya datangi adalah Kopenhagen, sementara saya harus ikut sekolah bahasa di Ballerup, maka saya harus membeli tiket bulanan four zona. Keempat zona ini pun bukan sembarangan zona yang berada di sekitar Herlev, tapi dihitung berdasarkan rute menuju Kopenhagen atau Ballerup saja. Untuk ke Kopenhagen dari Herlev, saya harus melewati Zona 31, 2, 1, sementara Ballerup sendiri berada di Zona 42 (warna biru muda-lihat peta).

Lalu bagaimana jika saya ingin ke Lyngby (warna biru muda) yang ada di Zona 41? Tiket bulanan ini tidak berlaku karena zona yang tercatat hanya Zona 31, 2, 1, 42 saja. Untuk ke zona lainnya saya tetap harus membayar tiket lagi. Untuk harga tiket bulanan di tahun 2015 ini sendiri, bisa cek disini .

Sebenarnya membeli tiket bulanan ini memanglah sangat mahal di awal. Namun cukup affordable apabila rute yang dilewati setiap minggu hanya itu-itu saja. Lagipula selama 30 hari kita dapat mengakses semua moda transportasi yang ada tanpa batas waktu, kecuali untuk night bus yang akan dikenakan harga 2 kali lipat dari harga normal.

Selain bisa dibeli melalui aplikasi DSB, tiket ini juga dapat dibeli melalui kantor DSB yang ada di stasiun kereta kota-kota besar seperti Kopenhagen, Aarhus, Odense. Bagi yang baru pertama kali membeli, harus menyertakan pas foto diri berukuran 3x4 sebagai identitas. Setelahnya, tiket ini dapat diperpanjang langsung dengan membeli Periodekort di mesin.

5. Membeli Wildcard bagi yang berusia di bawah 26 tahun

Menggunakan Wildcard akan sangat menghemat biaya jika ingin bepergian ke daerah yang lebih jauh menggunakan kereta. Wildcard sendiri dapat dibeli melalui aplikasi DSB yang dapat diunduh di Google Play atau App Store seharga 125kr atau di 7-Eleven tertentu dengan harga 150kr yang masa keanggotaannya berlaku selama satu tahun.

Memiliki kartu ini memungkinkan para muda-mudi mendapatkan diskon kereta hingga 50% di hari Sabtu, atau 20% untuk tiket menuju Malm?, serta diskon produk lainnya di 7-Eleven. Wildcard bisa sangat menguntungkan jika memang ingin mengunjungi daerah-daerah di Denmark yang cukup jauh dari tempat tinggal.

6. Berlangganan Rejsekort

Rejsekort adalah kartu transportasi isi ulang yang juga dapat digunakan pada semua moda transportasi di Denmark. Bagi yang sudah memiliki Wildcard, bisa mendaftar langsung untuk mendapatkan Rejsekort for Young Person di kantor DSB. Dengan kartu ini, para muda-mudi bisa mendapatkan diskon transportasi umum yang sama seperti membeli tiket lewat SMS.

Kartu fisik Rejsekort didapat setelah mengisi formulir dan menyerahkan uang 50kr untuk membeli kartu di loket DSB. Jangan lupa juga untuk melakukan check in saat akan menaiki transportasi umum, lalu check out saat sampai tempat tujuan. Jangan check out setiap kali turun dari transportasi umum, namun check out hanya saat sudah benar-benar sampai di tempat yang kita tuju.

Banyak yang mengatakan Rejsekort bisa sangat hemat dibandingkan membeli tiket bulanan. Namun saat saya hitung sendiri, langganan Rejsekort juga tidak sehemat yang semua orang kira. Memang kita mendapatkan diskon harga di waktu-waktu tertentu, namun bisa juga sangat boros mengingat kita harus sering-sering juga isi ulang.

7. Naik sepeda sekalian cuci mata

Selain Amsterdam, Kopenhagen juga penuh oleh pengendara sepeda. Dibandingkan naik transportasi umum yang mahal, orang-orang yang masih tinggal di dalam location besar Kopenhagen lebih memilih sepeda sebagai transportasi mereka.Berbeda dengan Herlev yang jalanannya kebanyakan tanjakan, jalanan di kota besar seperti Kopenhagen kebanyakan datar sehingga lebih nyaman untuk bersepeda.

Bukan hanya hemat dan sehat, bersepeda juga memungkinkan kita cuci mata. Di Kopenhagen, saya sering menemui banyak cowok-cowok keren yang bersepeda sekalian konvoian bersama teman. Jadi tidak perlu takut mati gaya saat bersepeda, karena nyatanya pengendara sepeda juga banyak yang oke-oke.

Tapi yakinlah, saat cuaca buruk sepeda bukanlah transportasi yang nyaman digunakan. Saya sendiri sudah kapok bersepeda saat musim dingin, ketika wajah lebih sering kena angin hingga sepeda mudah goyah dan harus digayuh lebih kuat. Pengalaman saya berbelanja saat musim dingin di Belgia pun akhirnya benar-benar membuat saya menyerah sering-sering menggunakan sepeda di Denmark.

Namun sebenarnya, bersepeda cukup mengasyikkan juga apalagi saat cuaca sedang sempurna. Selain itu, kita juga tidak terpaku jadwal bus dan takut ketinggalan kereta terakhir karena fleksibilitas pengendara sepeda. Mungkin saat memasuki musim semi yang cukup hangat, saya akan bersepeda kembali.

Memahami sistem transportasi umum di Denmark memang cukup membingungkan di awal-awal, belum lagi soal pembagian zona yang banyak orang juga tidak mengerti. Namun ilmu matematika kita harus benar-benar diasah disini kalau tidak ingin membayar lebih.

Untuk info selengkapnya mengenai transportasi umum di Denmark serta info lain tentang Denmark, silakan cek di website ini .

Saturday, July 11, 2020

Tips Kota yang Sepi, Negara yang Sepi|Fashion Style

Kalau ingin menilai diri sendiri, saya termasuk orang yang introvert secara publik, namun tidak secara personal. Saya memang lebih suka tempat-tempat yang tenang demi hanya membaca buku atau berjalan menikmati alam. Tapi sesuka-sukanya saya dengan ketenangan, Denmark menurut saya terlalu kaku!

Karena tinggal hanya 11 km dari Kopenhagen, tentunya waktu luang saya sering dihabiskan di kota ini. Sama seperti Amsterdam, warga Kopenhagen juga lebih suka mengendarai sepeda ke tempat-tempat yang masih menjadi The Great Copenhagen Area. Selain harga tiket transportasi umum yang mahal, Kopenhagen hanyalah kota kecil yang jalanannya kebanyakan flat sehingga sangat nyaman bersepeda serta tidak terlalu lama menjangkau ke banyak tempat. Jalanan untuk sepeda pun dibuat serapih mungkin agar hak pengendara sepeda terjamin.

Saya memang belum pernah ke kota-kota besar lain seperti Århus atau Odense, tapi melihat Kopenhagen, cukup memberikan gambaran bagaimana suasana kota-kota lainnya. Walaupun Kopenhagen adalah kota terbesar sekaligus ibukota Denmark, tapi kota ini sungguh sepi. Jika ingin melihat banyak orang berlalu lalang, silakan saja mendatangi tempat-tempat yang sering didatangi turis di sekitar area stasiun utama Kopenhagen, Nørreport, hingga Østerport.

Daerah itu pun menjadi ramai karena memang pusat-pusat tempat wisata berada disana. Selain itu, ada juga jalan terkenal bernama Strøget (baca: Stro' el) yang kanan-kirinya kebanyakan toko-toko fashion yang nantinya jalan ini berujung di salah satu mall dan Nyhavn (baca: Nuha 'n).

Salah satu sudut keramaian di sentral Kopenhagen

Daerah pejalan kaki yang kanan kirinya pertokoan memang tidak pernah sepi

Saat naik bus dari Herlev (baca: Hearlu), suasana terasa begitu lenggang walaupun saya sudah masuk bagian utara wilayah Kopenhagen. Namun suasana berubah ramai saat bus berhenti di stasiun Nørreport. Pernah juga saya berhenti di bagian lain Denmark, Bagsværd, yang tidak jauh dari Herlev. Ketika ingin ganti bus menuju Herlev, stasiun terasa begitu sepi dan hening. Padahal hari itu Sabtu dan waktu belum menunjukkan pukul 9 malam. Saya membayangkan masih begitu hidupnya suasana di kota kecil Belgia di waktu yang sama.

Don't worry, she'll be fine in lonesome.
Salah satu sudut permukiman mahal di Hellerup

Suasana hening pun juga terasa saat naik kendaraan umum di Denmark. Di bus, metro, ataupun kereta, orang-orang sepertinya tutup mulut lalu hanya memandangi ponsel atau luar jendela. Di kereta sendiri, ada satu koridor yang khusus ditujukan untuk orang-orang anti bising. Bahkan pernah ada kejadian teman saya yang sedang main ponsel dengan earphonedan jelas-jelas tanpa suara pun, ditegur oleh nenek-nenek. "Kamu tahu tidak kalau ini ruangan anti bising?", katanya dalam bahasa Denmark.

Tapi dibalik sepi dan heningnya negara ini, sebenarnya rasa tenteram dan aman selalu dapat saya rasakan. Suatu malam, saat baru satu minggu di Denmark, saya sempat tersasar hingga dua jam. Selain ponsel mati, saya juga sulit sekali menemui orang yang sekedar lewat di jalanan demi menanyakan arah. Beruntung saya berhasil bertemu dengan dua orang pesepeda, lalu satu orang wanita yang sedang mengajak jalan anjingnya di tengah malam. Alhamdulillah dari wanita itulah saya akhirnya bisa menemukan jalan pulang ke rumah dengan aman. Sialnya, jalan yang harusnya bisa ditempuh 8 menit saja menembus hutan, terpaksa menjadi 55 menit karena saya harus berputar melewati jalanan aspal.

Jalanan sekitar stasiun utama Kopenhagen dan Tivoli di Sabtu malam

Saya jadi mengerti mengapa Denmark dijuluki sebagai salah satu kota teraman di dunia selain Selandia Baru. Jumlah populasi yang sedikit membuat tingkat kriminalitas di negara ini sangat rendah. Tidak akan ada yang merampok, membegal, ataupun menculik sekiranya kita ingin jalan kaki sendirian di tengah malam sekali pun. Saya juga pernah mendengar pengakuan seorang ekspatriat dari Amerika yang sudah tinggal lama di Kopenhagen mengatakan bahwa hanya di Denmark dia berani berjalan kaki membawa anjingnya saat jam 2 pagi. Di Washington DC, tempat dia tinggal, ada beberapa wilayah yang saat siang hari pun dia tidak berani lewati.

Selain jumlah populasinya yang sedikit, Brian, host dad saya, juga mengatakan kalau sebenarnya tidak ada yang berbahaya di Denmark. Mereka tidak punya singa, hewan berbisa, atau sesuatu yang mematikan seperti di Indonesia. Bahkan kalau bertemu laba-laba pun, tidak perlu juga dibunuh karena biasanya mereka hanya menumpang lewat. Fiuuhh..

Tips Waktunya Berkencan di Eropa!|Fashion Style

Jadi au pair tidak selalu berurusan dengan kerjaan rumah tangga, anak, atau kursus bahasa. Ada kalanya saya juga butuh teman lawan jenis yang bisa diajak most important ke kaf?, bicara panjang lebar dari A sampe Z, sekalian menghabiskan malam akhir pekan. Berkencan di Eropa dan Indonesia tentunya berbeda. Bukan hanya dari orangnya, tapi juga dengan budaya berkencan yang cukup membuat saya kadang rindu "manisnya" kencan a la Indonesia.

1. It's not easy to meet but find

Tinggalkanlah ekspektasi betapa mudahnya bertemu dengan prince charming di Eropa seperti layaknya novel-novel romantis atau American teenage drama dalam kehidupan nyata. Sebagai seorang au pair yang jaringan pertemanannya terbatas, bertemu dengan para cowok asing yang berkualitas tentunya perlu sedikit usaha. Dari yang usaha sering-sering datang ke bar atau klub malam, ataupun menghabiskan banyak waktu kenalan dengan pria asing via aplikasi kencan seperti POF, Tinder, OK Cupid, Happn, dan sejenisnya.

Tapi berkenalan dengan para bule ini di bar ataupun klub malam pun tidaklah gampang. Di Denmark sendiri, seorang cowok harus benar-benar dalam keadaan mabuk dulu baru bisa mendekati cewek yang ada di bar. Saya pernah mendapat cerita dari seorang teman kencan yang mengatakan kalau kakaknya adalah cowok yang sangat pemalu. Dia tidak akan berani datang ke bar mendekati para wanita tanpa meneguk alkohol yang banyak terlebih dahulu. Saat seseorang dalam keadaan mabuk inilah, biasanya rasa percaya dirinya meningkat sehingga bisa lebih banyak bicara.

Sayangnya, siapa juga yang ingin berkenalan dengan cowok-cowok ganteng saat mereka lagi mabuk? Omongan mereka biasanya semakin aneh dengan muka yang sangat kusut. Sialnya, kalau sudah benar-benar sangat mabuk, keesokan harinya mungkin saja dia bisa lupa sempat berkenalan dengan kita.

Menemukan bule-bule ini sebenarnya tidak terlalu sulit kalau memang mau menghabiskan waktu yang cukup panjang di beberapa aplikasi kencan. Sungguh, mereka benar-benar eksis disini! Dari yang super ganteng, biasa saja, well-educated, hingga well-paid job. Kita juga bisa sedikit picky dengan siapa kita mau berkencan, tanpa harus bertemu dengan si pemabuk dulu. Sayangnya, kadang aplikasi seperti ini buang-buang waktu hingga terkesan sangat superficial alias dangkal. Para cowok ini pun juga biasanya bisa kasar, angkuh, dan sedikit rasis di percakapan online.

Kesempatan lainnya adalah menemukan orang-orang yang "tepat" lewat teman ataupun mendatangi tempat-tempat favorit. Menemukan teman kencan lewat kursus dansa, speed dating yang terorganisir dengan baik, ataupun gathering dengan orang-orang baru yang ada di aplikasi semacam Meetup sebenarnya lebih worth-it dan berwarna. Tapi perlu diperhatikan juga kalau Meetup sebenernya lebih bertujuan untuk bertemu orang baru di banyak event, bukan untuk cari pasangan. But, who knows?

2. Fase pra-kencan

Seorang teman asal Eropa Timur mengatakan kalau budaya kencan di tempat mereka sedikit berbeda dengan budaya di Eropa Barat, Utara, ataupun Selatan. Di Indonesia sendiri, pasangan baru bisa dikatakan berkencan kalau mereka sudah punya hubungan alias ada status. Jadi kalau cuma jalan ke mall berdua atau dinner romantis, kalau statusnya belum jadian, tetap saja diberi label "teman jalan" atau TTM.

Di Indonesia, biasanya cowok akan datang ke rumah menjemput sekalian kenalan dengan ortu. Cara semacam ini juga sebenarnya berlaku untuk beberapa pria yang ada di bagian Eropa manapun, kecuali bagian "kenalan dengan ortu". Tapi karena wanita di Eropa juga lebih mandiri dan penuh antisipasi, biasanya pasangan kencan akan bertemu langsung di satu tempat yang sudah ditentukan. Walaupun kencan pertama kebanyakan dilakukan di tempat umum, tapi banyak juga yang langsung datang ke rumah si wanita ataupun si cowok saat kencan pertama.

Three. Saat ketemu

Pertemuan akan terkesan penuh kejutan kalau pasangan berkenalan lewat aplikasi kencan. Dari yang mulai muka asli jauh berbeda dari foto, tinggi cowok yang di luar dugaan, ataupun gaya pasangan yang ternyata bukan tipe kita.

Saya sendiri sebenarnya banyak menemukan fakta yang juga sedikit berbeda dari yang ada di foto. Dari yang mulai lebih ganteng dari yang ada di foto, hingga berbohong soal tinggi badan yang sepertinya 5 cm kurang dari pengakuan profil. Tapi sekali lagi, jangan pernah berharap terlalu tinggi karena belum tentu mereka menilai kita sesempurna yang ada di foto ataupun texting. Intinya, tetap penuh senyum ramah dan sapa mereka saat bertemu.

Soal budaya sapa-menyapa ini sendiri juga sebenarnya cukup beragam. Di Belgia, biasanya saling sapa dengan cium pipi kanan dan kiri. Memang sedikit aneh dan sungkan di awal, tapi saya akhirnya tetap beradaptasi di negara orang. Di Denmark sendiri, budaya sapa dimulai dengan berpelukan dengan cepat dan tidak terlalu dekap. Berjabatan tangan dinilai terlalu formal dan bisa membuat teman kencan merasa kita terlalu menjaga jarak.

Kencan pertama di tempat umum biasanya dimulai dengan pertemuan di kedai kopi, kafé brunch, taman, bar, ataupun arena permainan. Yang paling umum dilakukan adalah coffee meeting sambil menyesap hangatnya kopi sekalian membahas topik-topik umum seperti sekolah, kegiatan di waktu senggang, hobi, ataupun soal pekerjaan. Banyak juga teman kencan yang biasanya mengajak minum bir atau cocktails di bar sekalian menikmati dentuman musik seru yang tetap cosy.

Kalau pertemuan dilakukan di apartemen pribadi, biasanya si host akan menyiapkan beberapa snack ataupun wine. Walaupun cukup beresiko, tapi banyak juga pasangan kencan yang terlalu malu jika bertemu di tempat umum. Bagi mereka, suasana privat seperti ini justru membuat rasa kepercayaan diri meningkat hingga tidak malu berbicara terbuka dengan teman kencan.

4. Bersikap jujur namun tetapopen minded is a must must must!

Topik kontroversial seperti masalah agama dan politik memang sebaiknya dihindari kalau memang belum kenal orang tersebut dengan baik. Hal semacam ini bisa jadi ajang adu debat menjaga pendapat. Orang Indonesia yang beragama, walaupun tidak pernah menjalankan perintah agamanya sekalipun, akan cukup tersinggung jika mendengar pengakuan sempit para atheis di Eropa.

Penduduk Eropa kebanyakan memang tidak percaya Tuhan dibandingkan penduduk Amerika. Bagi mereka, agama membuat manusia seperti terblok-blok dan terkekang. Walaupun begitu, sebenarnya mereka cukup berpikiran terbuka terhadap orang-orang beragama yang mau menjalankan perintah Tuhan--walaupun bagi mereka sungguh mustahil ada.

Saya sendiri sebenarnya cukup malas kalau sudah bawa-bawa agama, apalagi saat kencan pertama. Saya lebih banyak tutup mulut, bukan karena tidak tahu-menahu, tapi lebih menghindari adu debat. Lucunya, saya pernah berkencan dengan seseorang yang cukup apatis dengan agama apapun, hingga sangat jelas menghina sebuah kepercayaan. Oke, cukup.

So, kalau memang tidak minum alkohol, jujurlah sebelum bertemu. Biasanya ada beberapa pasangan yang mengajak minum-minum lucu di bar saat kencan. Walaupun sedikit aneh minum cokelat panas ataupun soda di bar, tapi setidaknya kita sudah jujur kalau alkohol memang bukan hal yang menjadi gaya hidup di Indonesia. Kalau pasangan memang menghargai hal ini, mereka biasanya akan tetap terbuka dan lebih mengajak kita ngopi cantik saja.

5. This is what we pay for equality in Europe

Persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan adalah hal yang sudah melekat keras sejak lama di Eropa Barat dan Utara. Para wanita tidak dibuat manja oleh kehadiran lelaki untuk sekedar mengangkut barang belanjaan, bekerja terlalu keras hingga larut malam, sampai membayar tagihan kencan!

Di Indonesia ataupun banyak negara di Asia, umumnya si cowok yang akan membayar penuh makanan yang dipesan. Hal ini juga dinilai sebagai lambang maskulinitas pria di Asia yang cukup malu kalau makanan mereka dibayar oleh wanita. Tidak hanya itu, cewek Asia juga dibuat manja dengan dibelikan barang ini-itu kapanpun mereka mau.

Bagi cowok suatu kebanggaan karena bisa memanjakan wanita walaupun mesti absen kongkow dengan teman sebulan. Bagi cewek, suatu hal yang romantis kalau pasangan bersedia melakukan hal tersebut. Mereka merasa tersanjung, dicintai, dan diperhatikan.

Di Eropa, well, siap-siap dengan budaya kencan yang berbeda. Para cowok umumnya bersedia membayar minuman saat kencan pertama, namun tidak untuk makan malam. You pay what you eat. Herannya, mereka juga tidak malu mengatakan ke kasir agar tagihan dibayar terpisah. Tapi tentunya tidak semua cowok Eropa seperti ini. Umumnya, mereka bersedia membayar semua makanan dan minuman hingga tiket konser atau nonton bioskop, saat kencan pertama. Bahkan ada juga yang bersedia membayar dinner romantis saat kencan kedua ataupun ketiga.

Ada cerita, kalau cowok-cowok di Denmark cukup "perhitungan" soal tagihan kencan ini. Mereka biasanya sedikit anti membayar makan malam yang mahal hingga berpikir untuk bayar sendiri-sendiri. Cerita dari teman, seorang temannya pernah ditagih oleh si pria untuk jangan lupa menransfer tagihan makan sejumlah 100 Krona setelah kencan pertama! Lucunya, cowok Denmark cukup direct untuk urusan keuangan. Mereka tidak malu mengakui sedang bokek, ataupun bertanya apakah kita bersedia membayari minuman di bar setelah semua dinner di restoran dia yang membayar.

6. What to be aware?

Berbeda dengan Indonesia yang biasanya kencan dilakukan dengan penuh rasa jaim, gengsi, dan malu, siap-siap dengan kejutan lain saat berkencan dengan pria asing di negara mereka! Para cowok biasanya tidak segan memegang tangan, menyentuh beberapa bagian tubuh, hingga memeluk. Kurang ajar? No! Hal ini sebenarnya merupakan bahasa tubuh yang mengatakan kalau mereka tertarik dengan kita. Kalau kita cukup terbuka dengan sinyal ini, biasanya mereka juga tidak malu untuk memberikan kecupan bahkan di tempat umum sekalipun.

Kalau memang tidak merasa nyaman berdekatan dengan mereka, cukup jaga jarak dan tetap jaga bahan pembicaraan senetral mungkin. Para pria biasanya cukup kuat mendapatkan sinyal "penolakan" tersebut dan sangat menghargai ketidaknyamanan kita dengan sentuhan.

Saat para cowok ini diajak berkencan di tempat pribadi, biasanya proses akan berlanjut ke hal yang lebih serius. Nonton movie, masak, ataupun minum-minum bersama cenderung mengarah ke ciuman yang lebih hangat ataupun hubungan badan. Kalau memang gaya kencan seperti ini jauh dari apa yang kita harapkan, hindari berkencan di tempat pribadi dan selalu waspada dengan tujuan para cowok. Tapi tentu saja isi otak cowok beda-beda. Banyak juga dari mereka yang mengundang datang sekedar untuk cicip masakan atau murni nonton film bersama tanpa ada aktifitas seksual.

Sewaktu di Belgia, karena "memiliki" rumah sendiri, saya pernah mengundang salah seorang cowok asli Belgia, Ken, datang jam 10 malam. Karena kesibukannya yang sangat susah diajak ketemuan di luar, akhirnya spontanitas saja saya mengundangnya ke rumah malam itu. Yang ada, kita hanya duduk di meja makan dan kebanyakan bicara soal pekerjaan Ken sebagai seorang guru musik. Dia juga tidak banyak komplain saat saya hanya bisa menyuguhi air keran. Selepas memainkan piano sambil bernyanyi di lantai atas, akhirnya jam 1 pagi Ken pamit pulang.

7. Enjoy the moment and say bye

Kencan biasanya berakhir dengan cium pipi kanan kiri, dekapan cepat yang lebih hangat, ataupun kecupan singkat di pipi atau bibir sebagai tanda perpisahan. Para cowok yang datang mengendarai mobil, biasanya juga tidak sungkan menawarkan angkutan ke rumah jika si cewek bersedia. Atau jika sama-sama naik transportasi umum, si cowok akan mengantar cewek menuju stasiun ataupun halte bus.

Tidak semua teman kencan seseru di teks ataupun telepon. Kadang topik obrolan menjadi basi dan suasana sangat kaku saat ketemu. Kalau sudah seperti ini, jangan takut untuk mengakhiri pertemuan walaupun baru berlangsung 30 menit.

Intinya, berkencan dengan para bule di Eropa sebenarnya sangat seru. Selain dapat pengetahuan tentang tempat nongkrong dan makan enak, ataupun berita hip di kota mereka, kita juga bisa lebih jujur dan terbuka tentang hal-hal yang tidak disukai.

Tidak perlu sungkan dan jaim saat ditawari makan malam, tapi jangan juga memesan makanan yang terlalu mahal. Sikap sok manis dan pemalu tidaklah salah, tapi para cowok asing ini biasanya lebih menyukai cewek yang independen, aktif, dan memiliki selera humor yang tinggi.

Tips Masyarakat Kopenhagen dan Stereotipe Orang Denmark|Fashion Style

Lahir dan besar di Palembang membuat saya menjadi orang yang lebih menyukai suasana medium city ketimbang hiruk-pikuk di Jakarta. Menurut saya orang-orang di kota terbesar secara alami mempunyai pola hidup yang tidak rileks, cenderung kaku, dan individualis. Wajar memang, mengingat pusat negara dan kesibukan ada disana, sehingga karakter orang-orang yang bermukim pun cenderung berwarna-warni.

Sewaktu di Belgia, saya memang merasakan perbedaan besar ketika tinggal di dekat Brussels dan Ghent. Orang-orang yang ada di Brussels sangat bervariasi, tidak santai, dan sedikit emosional, terutama para imigran. Berbeda ketika berada di Ghent, saya kebanyakan bertemu dengan orang asli Belgia, sehingga atmosfer pun terasa lebih hangat dan bersahabat.

Sejujurnya saya bukannya kontra dengan para imigran, karena sebenarnya saya juga pendatang. Namun tinggal di Ghent membuat saya merasakan Belgia sebenarnya karena sering bertemu orang asli negara tersebut. *Saat menulis tulisan ini pun saya merindukan suasana Ghent lagi!*

Begitu pun dengan Indonesia, orang-orang yang ada di Jakarta tentunya sudah kebanyakan pendatang dari kota lain. Menemukan orang asli Betawinya sendiri tidak gampang. Namun cobalah ke kota besar lain seperti Medan, Yogyakarta, atau Surabaya, suasana asli yang hangat dan akrab akan lebih terasa.

Kembali ke Kopenhagen, ibukota Denmark. Kota ramah pengendara sepeda ini sama saja dengan ibukota negara lain, ramai oleh pendatang dan sibuk. Banyak juga orang Denmark asli yang bermukim di Kopenhagen, namun mereka lebih memilih tempat-tempat yang sedikit ujung wilayah Kopenhagen.

Sejauh ini, saya merasa nyaris 70% orang-orang yang ada di Kopenhagen adalah pendatang. Rata-rata mereka datang dari negara-negara Eropa Timur seperti Hungaria, Polandia, atau Turki. Sementara dari Asia sendiri, saya lebih sering bertemu dengan orang China, Filipina, dan Thailand. Banyak juga yang berasal dari Jerman atau Swedia datang ke Kopenhagen untuk sekolah gratis di CBS (Copenhagen Business School), DTU (Technical University of Denmark), atau KU (Københavns Universitet). Kabarnya sekolah bisnis di Kopenhagen adalah salah satu terbaik di Eropa.

Walaupun banyak kampus oke di Kopenhagen, kota pelajar sebenarnya adalah Aarhus. Sama seperti di Belgia, kebanyakan pelajar dari kota-kota lain akan bermuara di Ghent. Makanya kota ini pun terkesan lebih youthful dan bersahabat. Satu lagi, kota pelajar ini juga biasanya akan sedikit sepi di hari Sabtu karena kebanyakan pelajar akan pulang ke rumah orang tuanya dan kembali di Minggu sore.

Sebenarnya tinggal di ibukota negara seperti Kopenhagen tidak merugikan juga. Selain saya bisa bertemu dengan banyak teman internasional, banyak juga acara-acara seru yang diadakan di kota ini. Sayangnya menurut saya, sekali lagi, masyarakat Kopenhagen hampir sama dengan tipe-tipe orang di ibukota negara lainnya. Terlalu sering bolak-balik Kopenhagen sebenarnya cukup bosan juga. Apalagi pada dasarnya Kopenhagen lebih terkenal sebagai tempat membuang duit saat nongkrong (baca: pesta dan mabuk) di akhir pekan.

Oh ya, bukan di Kopenhagen saja, mungkin saya harus bicara tentang masyarakat Denmark keseluruhan. Ada stereotipe yang mengatakan bahwa orang Denmark itu pada dasarnya memang sangat tertutup, sering terprovokasi media, dan berpola pikir sempit. Hal ini memang sepertinya benar karena pada kenyataannya orang Denmark yang saya tanya pun mengakui hal tersebut.

Sangat sulit masuk ke lingkungan pertemanan orang asli Denmark kalau kita tidak bicara bahasa mereka. Namun jika kita sudah sangat dekat dengan mereka, "they will stick with you forever," aku salah satu orang Denmark.

Walaupun orang-orang Barat memang tidak terlatih untuk bertutur sapa dan mengenal tetangga sekitar mereka tinggal, namun ada juga yang ramah. Di Denmark sendiri, ada juga beberapa orang yang tidak segan menyunggingkan senyuman atau sekedar say hi saat berpapasan. Namun orang yang saya temui itu tentu saja bukanlah di Kopenhagen, namun lebih di daerah pinggir kota atau pedesaan yang lebih sepi.

Yang saya tahu, orang Barat memang tidak mengenal istilah SKSD seperti kita di Asia. Orang Asia memang terkesan lebih terbuka dan ramah walaupun baru detik itu bertemu. Kita bisa saja bicara soal masalah berita hingga keluarga ke orang yang tidak sengaja menegur di dalam bus.

Namun bagi orang sini, random conversation seperti itu tidaklah penting dan mereka hanya menilai kita sama sekali tidak peduli. Oke, satu hal yang saya tangkap, bagi kita random conversation bisa berupa awal dari bersikap ramah. Tapi bagi mereka, justru deep conversation yang carefree lebih berharga dan intim.

Friday, July 10, 2020

Tips Belajar Bahasa Denmark: Simpel tapi Menantang|Fashion Style

"I hate Danish!"

"When I heard Danes talk their own language, it's like they devour potatoes at the equal time."

"I've been right here for 5 years, however I cannot speak Danish but even though I recognize primarily all of component."

"Meskipun sudah three tahun di Denmark, saya pun masih harus battle sama pronunciation-nya."

Itulah beberapa komentar yang sering saya dengar dari para ekspat tentang bahasa Denmark.Mereka tidak suka dengan bahasa ini, tidak bisa bicara walaupun sudah cukup lama tinggal disini, bahkan malas belajar. Cukup beralasan memang, mengingat Kopenhagen adalah kota internasional dengan penduduk yang kebanyakan warga pendatang dari negara lain. Berbeda dengan ibukota negara lain yang pernah dikunjungi, saya rasanya sedang berada di UK ketika hampir setiap sudut Kopenhagen dipenuhi oleh para pendatang yang berbicara bahasa Inggris.

Orang asli Denmark dari penjuru utara sampai selatan pun sebenarnya sangat fasih bicara bahasa Inggris, kecuali para generasi tua yang tidak terlalu percaya diri dengan kemampuan bahasa mereka. Anak-anak muda dari usia 14 tahun sudah mampu berdialog dengan baik, walaupun kadang mereka masih rendah hati mengakui bahasa Inggris mereka tidak sempurna.

Saat berbelanja atau di kafe, jika pelanggan tidak bisa bicara bahasa Denmark, kasir ataupun pelayan secepatnya langsung berganti ke bahasa Inggris. Di Kopenhagen sendiri pun, kebanyakan orang Denmark akan sangat bangga jika bisa show off tentang Bahasa Inggris mereka ke orang asing. Mereka cenderung lebih nyaman bicara bahasa Inggris ketimbang mendengar orang asing berusaha bicara bahasa mereka dengan pengucapan yang super kacau.

Hampir semua penduduk Denmark bisa bahasa Inggris, lalu kenapa juga mesti belajar bahasa ini? Sayangnya, karena banyak warga pendatang yang memenuhi negara mereka, pemerintah akhirnya "mewajibkan" kursus bahasa Denmark bagi setiap pendatang yang sudah memiliki nomor CPR dengan tujuan pekerjaan ataupun studi. Namun karena biasanya masa studi software Master hanya sekitar 2 tahun, kebanyakan mahasiswa software ini menjadikan kursus bahasa Denmark sebagai opsional.

Di kelas saya, banyak sekali para pencari kerja yang mesti ekstra sabar belajar bahasa ini sampai mereka mampu melamar ke beberapa tempat kerja. Mereka sebenarnya sedikit berjudi dengan keadaan karena ikut suami atau pacar ke Denmark, mengungsi dari daerah perang, ataupun ingin mendapatkan kesempatan hidup yang lebih baik. Walaupun hampir semua orang di Denmark bisa berbahasa Inggris, namun lapangan pekerjaan akan terbuka lebih lebar bagi para pendatang jika mampu berbicara bahasa lokal.

Pelajaran bahasa memang tidak untuk semua orang, terutama mempelajari bahasa baru yang jauh dari bahasa ibu. Selain antusiasme dan motivasi, nilai fungsional sebuah bahasa juga berperan untuk menentukan suka tidaknya kita dengan bahasa tersebut. Bagi pendatang yang bekerja di sektor IT, mungkin saja mereka tidak perlu belajar bahasa Denmark terutama jika lingkungan pekerjaan tersebut lebih mengedepankan bahasa Inggris. Para mahasiswa juga tidak perlu juga repot-repot mengikuti kelas bahasa Denmark di malam hari karena kelas pun kebanyakan internasional dan memakai bahasa Inggris.

Setelah dua bulan mengikuti kelas bahasa di Ballerup, saya cukup mengerti tentang masalah bahasa di Denmark. Selain karena kebanyakan penduduk di Denmark bisa berbahasa Inggris dengan baik, bahasa Denmark sendiri memang terdengar sangat aneh bagi semua orang. Apalagi kelas Modul 1, dimana semua orang baru berkenalan dengan alfabet dan kata-kata baru, pasti menjadikan bahasa ini sebagai ajang lucu-lucuan. Saya pun merasa kalau mereka bicara dengan lidah yang terbelit-belit dulu hingga bisa menjadikan banyak kata menjadi satu kalimat. Intinya, banyak anggapan tentang betapa anehnya bahasa ini makanya banyak yang malas belajar.

Menurut saya, bahasa Denmark memang cukup aneh di awal-awal. Saya sendiri masih cukup sulit berhadapan dengan pelafalan kata-kata yang tidak punya aturan. Bunyi kata-kata itu sendiri bisa berubah sesuai padanan alfabet. Belum lagi saya masih harus belajar ekstra keras untuk membedakan ? Dan e, ? Dan y, atau ? Dan o. Walaupun orang Denmark mengakui pelafalan adalah hal tersulit dari bahasa mereka, namun saya sedikit diuntungkan karena gramatikanya cukup mirip dengan bahasa Belanda. Struktur kalimatnya juga lebih simpel ketimbang bahasa Inggris dan tidak "kesana-kemari" seperti bahasa Belanda.

Kesimpelan bahasa Denmark juga sebenarnya terlihat dari ketiadaan "please", "Madam/Sir", atau "smakkelijk!" yang berarti "selamat menikmati (makanan)!" dalam bahasa Belanda. Karena terlalu kasual, para siswa juga tidak memanggil guru mereka dengan "sopan". Mereka lebih senang jika guru dan siswa seperti teman dengan hanya memanggil nama depan agar terkesan akrab.

Generasi muda Denmark yang juga cuek, tidak peduli apakah harus memanggil "Madam/Sir" saat percakapan formal. Bahkan anak-anak pun bisa memanggil orang tua mereka hanya dengan nama. Dari sini, saya merasa bahwa orang Denmark tidak terlalu suka hal-hal yang bersifat terlalu formal dan serius.

Bagi saya, mempelajari bahasa lokal merupakan proper manner sebagai pendatang. Saya lebih bangga jika mampu berkomunikasi dalam bahasa Denmark dengan pelayan di toko atau kafe meskipun tahu muka saya sangat-sangat Asia. Lagipula sebagai au pair, datang ke sekolah dan bertemu orang-orang baru yang sama struggling-nya belajar bahasa Denmark adalah pengalaman yang sangat menyenangkan. Saya tidak harus selalu berkutat dengan tugas rumah tangga setiap hari sehingga lupa bertemu teman baru. Flot!

Tips Sulitnya Berteman dengan Orang Denmark|Fashion Style

Bulan November tahun lalu, saat saya kembali lagi ke Belgia dan menunggu kereta ke Brussels dari Charleroi, saya duduk di bangku kosong bersebelahan dengan seorang kakek-kakek di lobi. Si kakek lagi bersiap membuka kotak makan siangnya, yang saat dilirik berisi roti dan bacon. Selang sepuluh menit kemudian, si kakek tiba-tiba menyapa saya dengan senyuman ramah, "bonjour, madamoiselle." Saya pun mau tidak mau menyapa balik dengan senyuman kaku. Dari situ, percakapan dengan si kakek dimulai.

Si kakek awalnya bertanya tentang asal-usul saya dalam bahasa Prancis. Tapi karena saya sudah terbata-bata menjawab pertanyaannya, akhirnya si kakek bersedia mengganti dengan bahasa Belanda. Dia tidak berhenti mengoceh sambil mengunyah sampai isi mulutnyamuncrat kemana-mana.  Saya pun cukup kepo bertanya tentang kehidupannya yang ternyata kesepian setelah ditinggal sang istri. Semakin lama, si kakek juga bicara dengan suara yang cukup keras hingga menganggu orang yang duduk di belakang kami. Lucunya, dia hanya tertawa dan tidak peduli.

Saat duduk di kereta menuju Brussels, saya sadar kalau rata-rata masyarakat di Belgia lebih hangat dan bersahabat. Walaupun masyarakat Eropa umumnya tidak suka percakapan basa-basi, namun mereka juga tidak segan menyapa orang asing. Saat bicara dengan orang asing pun, mereka seperti benar-benar niat ingin mengajak ngobrol. Terutama kaum-kaum sendu alias tua yang kebanyakan kesepian.

Hal ini seperti justru yang tidak bisa saya rasakan di Denmark. Orang-orang Denmark terkenal sangat tertutup dan dingin terhadap orang asing. Mereka hanya bicara dengan teman mereka sendiri dan tidak menyukai percakapan basa-basi. Kalau sudah seperti ini, jangan harap bisa jadi teman dekat mereka apalagi sudah tahu akan meninggalkan Denmark dalam waktu dekat.

Bagi orang Denmark, pertemanan tidak bisa dipupuk dalam waktu enam bulan atau dua tahun saja. Rata-rata teman dekat mereka adalah orang-orang yang sudah mereka temui sejak sekolah dasar bahkan sangat kecil. Hal ini tentu saja cukup sulit bagi orang Asia yang terlahir dengan kehangatan dan karakter sosial yang tinggi. Bagi kita, semakin banyak teman, semakin banyak relasi, semakin banyak rejeki. Namun bagi orang Denmark, tidak ada tempat bagi orang-orang baru, kalau mereka saja belum tentu ada waktu untuk menemui teman-teman lama.

Saya pernah mendengar pernyataan ini dari orang Denmark, I still have my old friends and I don't think I really need a new friend. Atau, it's really nice when I'm drunk then I can talk to the strangers. Feels like we're best friend forever. But when I'm sober, I don't really have to call or talk to them anymore. I love that idea!

Ya, pergilah ke klub atau bar saat banyak orang Denmark mabuk. Mereka akan bicara panjang lebar tentang pengalaman dan kehidupan, layaknya sahabat karib. Namun setelahnya, jangan harap mereka akan berlaku sama dalam keadaan sadar. Orang Denmark beranggapan bahwa persahabatan bukan hanya mengobrol sebentar, saling invite Facebook, lalu jadi teman. Persahabatan bagi mereka sangat murni, dipupuk melalui waktu yang lama, hingga saling mengenal satu sama lain.

Hal inilah yang membuat banyak orang asing merasa sangat sulit menjalin pertemanan dengan orang asli Denmark. Selain kendala bahasa, orang Denmark juga merasa tidak ada guna berteman dengan orang asing yang jelas-jelas akan meninggalkan negara mereka. Sangat sulit bagi orang Denmark menghabiskan waktu nongkrong bersama, memiliki kenangan yang indah, lalu nantinya akan bersedih hati karena si asing akan terbang ke negara asalnya.