Thursday, July 9, 2020

Tips STOCKHOLM: Kota Trendi, Gudangnya Cowok Cewek nan Modis|Fashion Style

Saya memang sudah jatuh cinta dengan Stockholm sejak tinggal di Indonesia. Salah satu MLM kosmetik, si O, yang memang asalnya dari Swedia sering sekali membuat para anggota MLM bergiat-giat ria menuntaskan isi tabungan agar dapat poin. Kumpulan poin dan jaringan anggota pun diyakini memang bisa membawa beberapa orang berkunjung ke Stockholm. Saya? Hah, hanya anak muda pemakai kosmetik yang jauh dari kata sukses di MLM. Stockholm rasanya begitu jauh dari Indonesia. Tapi entah kenapa walaupun jauh, saya yakin saja suatu kali bisa kesini. Benar saja,finally here I am now, in Stockholm, tanpa embel-embel MLM.

Kunjungan pertama saya ke Stockholm kali ini sebenarnya bukan dalam rangka sengaja jalan-jalan atau weekend getaway. Yang pertama, saya hanya ingin kesini demi menuntaskan rasa penasaran. Yang kedua, karena seorang teman memang tinggal di Swedia, kebetulan pula hari ulang tahun saya saat weekend, jadinya saya datang hanya ingin merayakan ulang tahun bersama dia. Sayangnya, si teman ini malah harus bekerja tepat di hari itu. Duh!

Sebelum ke Stockholm, beberapa orang teman di Denmark mengatakan kalau sebenarnya Kopenhagen dan Stockholm sama saja. Sama-sama ibukota, sama-sama di Skandinavia, sama-sama dingin, sama-sama banyak bule rambut pirangnya, dan berbagai "sama-sama" lainnya. Mereka sendiri lebih menyukai Kopenhagen ketimbang Stockholm. Kecuali satu orang teman asal Rusia, Albina, yang memang sempat tinggal dan bersekolah di Swedia. Dibandingkan Kopenhagen, Albina merasa Stockholm jauh lebih hidup dan berwarna. Dari Albina inilah, saya dikenalkan ke Lidiya, salah seorang teman sekolahnya dulu yang sekarang tinggal di Stockholm. Lidiya juga yang akhirnya jadi pemandu wisata dan teman jalan di hari ulang tahun saya.

Sebagai seorang teman baru, Lidiya termasuk yang super sabar dan sangat niat menemani jalan-jalan. Walaupun beberapa kali sering terlihat sibuk dengan ponselnya, ternyata Lidiya sedang mengecek beberapa tempat-tempat seru yang sekiranya bisa didatangi. Sebelum kedatangan saya pun, tanpa diminta, dia sudah memesan tempat makan malam di tiga restoran berbeda yang ada di Stockholm. Speechless!

Karena niatnya hanya birthday getaway, saya memang minta ke Lidiya untuk diantarkan ke tempat-tempat utama yang banyak orang lokalnya saja. Coret dulu daftar ke museum dan hingar-bingar turis. Selain ingin menikmati hari ulang tahun sehari penuh, saya juga sengaja live the moment alias tidak pegang ponsel sama sekali. Tapi karena ingin cerita ini dipublikasi ke blog, akhirnya harus juga memotret pemandangan sekali dua kali.

Beginilah agenda random saya dan Lidiya di Stockholm dalam rangka birthday getaway yang jauh dari kata kue dan lilin:

Jalan kaki dari Vasastan sampai S?Dermalm

Karena hapal jalan dan memang suka jogging, saya dibawa Lidiya mengitari distrik Vasastan, Gamla Stan, hingga Södermalm yang terkenal sebagai area hipster di Stockholm. Jalanan di Stockholm memang benar-benar berbeda dengan yang ada di Kopenhagen. Di Stockholm, selain tidak terlalu bicycle friendly,kebanyakan jalanan tidak datar alias sering naik turun tebing. Hal ini tentu saja cukup menyulitkan bagi saya karena harus menyesuaikan ritme jalan kaki Lidiya yang cepat.

Dari Södermalm, Lidiya mengantarkan saya menaiki sebuah bukit agar dapat menikmati pemandangan Stockholm dari ketinggian. Saya bingung kenapa teman-teman di Denmark mengatakan Kopenhagen dan Stockholm sama saja. They're totally different! Stockholm memang benar-benar keren dan berbeda dari sisi geografisnya. Pemandangan segar dengan pulau-pulau yang dipisahkan oleh air, tentu saja tidak akan pernah saya temui di kota mini seperti Kopenhagen.

Naik kapal bus dan bersepeda di Djurg?Rden

Seriusan, saya benar-benar jatuh cinta dengan Djurg?Rden setibanya kami disini. Lidiya juga menawarkan untuk mengelilingi sekitar pulau dengan sepeda sekalian menuju kafe favoritnya untuk makan siang. Djurg?Rden memang sangat berbeda dengan distrik lain yang sudah saya kunjungi. Pulau ini memang benar-benar teduh, hijau, dan jauh dari turis. Acara bersepeda pun lebih santai karena sepanjang jalan melihat pepohonan hijau dan trem tua yang lewat pun jadi penghias lengkap pulau ini.

Tempat makan siang yang dipilih Lidiya juga sungguh keren dan hanya didatangi oleh orang-orang lokal. Nama kafenya Café Ektorpet, yang letaknya dekat dengan pelabuhan dan dikelilingi pepohonan hijau. Duduk di luar sambil menikmati open sandwich dan kannelbulle-nya Swedia, ditambah lagi dikelilingi pemandangan yang pas, I just don't know what to say. Superb!

Skip Skansen, saatnya memacu adrenalin di Tivoli Grona Lund

Dari kapal bus menuju Djurg?Rden pun, sebenarnya para penumpang kapal sudah mendengar teriakan-teriakan histeris dari taman bermain Tivoli Grand Lund. Meskipun di Kopenhagen juga ada Tivoli yang sama-sama memiliki wahana permainan pemacu adrenalin, tapi pemandangan vicinity sekitar Grona Lund di Stockholm ini berbeda. Tivoli Grona Lund juga letaknya masih di Djurg?Rden, bersamaan dengan museum ABBA dan Skansen. Karena sudah melihat sisi lain viking zaman dulu di Denmark, saya putuskan untuk melewatkan Skansen.

Selesai makan siang, saya akhirnya diyakinkan Lidiya untuk masuk dan mencoba wahana permainan gila yang ada di Grona Lund. Naik wahana-wahana ini memang antara keren dan gila! Keren karena saya bisa melihat daerah perairan Stockholm dan pulau-pulaunya dari ketinggian, gila karena belum sempat menikmati pemandangan tersebut, badan saya sudah dilempar dan diayunkan kesana-kemari.

Makan malam dan fancy bars

Setelah kelelahan jalan kaki, saya berisitirahat sebentar di apartemennya Lidiya dan pacarnya, Mattias, yang saat saya temui baru selesai jogging. Apartemen Lidiya dan Mattias memang cukup homey dan sangat musikal. Mattias ternyata memang berbakat memainkan banyak alat musik petik, salah satu yang menyita perhatian saya adalah double bass yang berdiri kokoh di sudut ruangan.

Setelah pasangan ini selesai dress up, kami menuju restoran Lobster and Burger tak jauh dari apartemen mereka. Nyatanya, saat itu kami makan malam bukan di tempat yang sudah Lidiya pesan. Lobster and Burger memang tidak murah, pilihan makanannya pun hanya burger atau lobster. Tapi karena saya memang penyuka seafood dan rindu makan lobster, akhirnya saya sendiri yang memilih tempat ini ketika melewati apartemen mereka. Lidiya dan Mattias sendiri oke-oke saja dengan dua pilihan makanan itu.

Selanjutnya adalah merayakan satu jam terakhir hari ulang tahun saya. Karena tempat live music dan banyak kafe sudah tutup, akhirnya saya diajak menuju dua bar cocktail favorit Lidiya yang masih berada di area centrum Stockholm. Walaupun malam itu cukup dingin, tapi suasana ready to party para Stockholmer begitu terasa. Saya sendiri beruntung diajak pasangan ini ke tempat favorit mereka. Tempatnya terkesan mewah dan cukup formal. Saya hampir saja salah kostum tanpa blazer hitam yang digunakan malam itu.

I might not say Paris, but Stockholm

Satu hal yang paling menarik perhatian saya tentang Stockholm adalah gaya berpakaian para Stockholmer yang nyaris seragam tapi sungguh stylish. Tidak dipungkiri, menurut banyak artikel yang pernah saya baca, Swedia menempati posisi pertama di Eropa sebagai negara dengan penduduk terganteng dan tercantik. Bahkan sempat ada pertanyaan, why Swedes are so good looking? Iya, saya juga bertanya-tanya kenapa. Karena tinggi yang semampai, rambut pirang, mata biru, dan sambutan mereka yang hangatkah?

Dibandingkan Paris yang memang kota mode dunia, saya merasa jalanan di Stockholm lebih mirip panggung runaway di kehidupan nyata. Mobil-mobil mewah dengan gas kencangnya, trench coat, everything black, crisp shirt, khakis, rambut yang disisir rapih, dan sepatu pantofel.

Saya memang bukan penggila fesyen dan tren, namun memerhatikan gaya para kaum adam saat itu, membuat saya mengerti mengapa banyak yang mengatakan Swedia itu seperti pusatnya kaum homosexual dan cowok-cowok metroseksual. Cowok-cowok di Stockholm gayanya memang sama, tapi sungguh modis luar biasa. Gaya yang saya lihat sungguh Eropa sekali dengan tingkat formalitas di atas rata-rata. Rambut mereka selalu terlihat rapih dengan sepatu pantofel cokelat yang dipadankan dengan jenis gaya apapun. Sewaktu mampir ke apartemen Lidiya, saya jadi ikut melihat koleksi sepatu-sepatu Mattias yang ternyata nyaris 80 persennya model pantofel.

Di Kopenhagen, saya baru melihat dandanan cowok semacam itu kalau mereka sengaja ingin berpesta di akhir pekan. Di Stockholm, saya sering melihat seorang bapak muda mendorong troli anaknya di jalanan dengan gaya yang seperti ingin berangkat kerja. Istrinya? Duh, sama-sama modisnya. Walaupun masuk sebagai kota mode di dunia, tapi saya merasa gaya para Stockholmer seperti tidak dipaksakan. Mereka seperti memang sudah diajarkan untuk tampil rapih dan keren dari lahir. Salut!

Tips 9 Hal yang Harus Dilakukan Saat Tinggal di Luar Negeri Agar Lebih Bermakna|Fashion Style

Berkesempatan tinggal di luar negeri memang bukanlah untuk semua orang. Baik itu untuk keperluan studi, pertukaran budaya, au pair, ataupun ikut keluarga. Orientasi selama hidup di luar negeri tentunya tidak hanya sebatas foto-foto lalu dipamerkan secara halus di media sosial. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan agar sekembalinya ke Indonesia, kita tidak merasa kehilangan momen penting selama hidup di negara orang.

1. Make friends and stay connected

Berteman dengan orang asing di negara asing memang tidaklah mudah, terlebih lagi kalau kita termasuk orang yang pemalu. Di Denmark sendiri, banyak para imigran dari negara tetangga yang juga merasa kesulitan berteman dengan orang lokal . Orang-orang dari Eropa Utara memang cenderung tidak terlalu terbuka dengan orang asing, terutama yang tidak bisa bahasa mereka. Tapi daripada mati kesepian, cobalah untuk tetap berteman dengan orang-orang yang bukan sebangsa kita. Orang-orang dari Asia, Eropa Timur, ataupun Amerika cukup sociable untuk didekati dan diajak bicara.

Cobalah untuk bergabung di akun Meetup yang akan menghubungkan kita dengan banyak orang di negara yang sedang kita tinggali. Kita juga bisa datang ke acara-acara seru yang cocok dengan minat. Dari acara ini, biasanya kita akan bertemu banyak orang dari negara-negara lain dengan minat yang sama. Saya juga mendapatkan beberapa teman baru (yang sekarang jadi teman dekat) karena sering datang ke beberapa acara yang ada di Meetup.

Memang tidak semua orang yang kita temui akan menjadi teman, tapi setidaknya kita sudah mencoba untuk bersosialisasi. Kalau memang bertemu dengan orang yang pas, jangan lupa untuk selalu stay connected karena siapa tahu kalian bisa jalan atau nongkrong lagi setelahnya. Sebisa mungkin batasi untuk selalu dan hanya ingin berteman dengan teman sebangsa. Selain kesannya menutup diri dari adaptasi di negara orang, kita juga akan kehilangan momen berharga untuk membentuk jaringan dengan teman internasional.

2. Eat like locals

Soal makanan, lidah saya juga termasuk yang sangat Indonesia sekali. Saya tidak bisa hidup tanpa makanan pedas dan segala bentuk rempah-rempahan. Jujur saja, saya pernah menangis karena benar-benar rindu makanan khas Palembang. Mau masak sendiri, malasnya tidak bisa ditawar. Sebalnya lagi, beberapa teman malah sering sekali mengirimkan foto-foto makanan Indonesia yang membuat saya ingin menampar muka mereka dengan kentang rebus. Hiks!

Awalnya saya juga sangat kesulitan menerima makanan yang hanya berasa lada hitam dan garam. Tapi lama-kelamaan, karena terlalu sering dicekoki, akhirnya sampai detik ini nyaman-nyaman saja. Mungkin karena saya tinggal dengan orang lokal, makanya selera makan saya pun terpaksa harus ikut berubah. Yang tadinya harus makan nasi tiga kali sehari, sekarang hanya dibatasi sehari sekali. Itupun bukan nasi, tapi bisa jadi mie, kentang, atau roti.

Walaupun sangat rindu makanan Indonesia, tapi saya tidak selalu menolak makanan lokal yang patut dicoba. Kapan lagi bisa mencicipi Smørrebrød favoritnya orang Denmark atau makan balletjes dan mashed potatoes khas orang Belgia sepuasnya dengan rasa yang otentik kalau bukan di negaranya langsung.

3. Pelajari bahasa dan budaya mereka

Mempelajari bahasa asing memang tidak mudah. Terlebih lagi kalau bahasa tersebut kurang menarik dan hanya sedikit orang yang menggunakannya di dunia ini. Untuk menguasai bahasa asing pun, beberapa orang membutuhkan waktu yang lama. Banyak yang mengatakan, tidak perlu belajar bahasa daerah setempat kalau hanya tinggal setahun dua tahun. Eiittss... Jangan berpikiran begitu dulu! Tidak ada yang sia-sia untuk urusan belajar. Lagipula, saya merasa orang-orang yang hanya berpikiran untuk selalu menggunakan bahasa Inggris adalah tipe-tipe pemalas dan arogan.

Bagi saya, mempelajari bahasa setempat merupakan proper manner kita sebagai pendatang. Tidak harus bisa cas cis cus, cukup dengan mempelajari bahasa dan fase dasar, membuat kita semakin menyatu dengan orang lokal. Berlatih untuk tidak menggunakan bahasa Inggris saat di kafe atau supermarket merupakan upaya awal. Yakinlah, orang lokal akan merasa sangat dihargai kalau orang asing mau belajar bahasa mereka.

Untuk urusan budaya pun, tetaplah bersikap open minded. Di negara-negara barat, pesta biasanya akan selalu dibarengi dengan alkohol. Kalau suatu kali ada teman yang mengundang datang dan nongkrong, jangan juga selalu ditolak. Tetap terima undangan mereka dan jujurlah kalau kita memang tidak minum alkohol. Sejujurnya, mereka sangat menghargai kejujuran kita dan sebisa mungkin menyuguhi minuman non-alkohol.

Saat tinggal di negara orang pun, biasanya kita akan menemui beberapa budaya yang menurut kita aneh, namun tidak untuk mereka. Daripada bersikap terlalu apatis dan seperti menjaga jarak, yakinkan diri untuk selalu menghargai budaya orang. Bagaimana perasaan kita kalau ada orang asing di Indonesia yang sama sekali cuek dengan budaya kita? Bukankah kita juga sebal dengan sikap mereka yang arogan? So, treat people like we want to be treated.

Four. Kenali negara tempat kamu tinggal

Sejujurnya, saya menyesal saat tidak mengenal Belgia dengan baik sewaktu tinggal disana. Saya hanya terpaku dengan Ghent dan Brussels saja, namun tidak ada kesempatan lebih untuk berkunjung ke daerah Selatan. Padahal daerah-daerah di Belgia Selatan kerennya bukan main.

Daripada sibuk memikirkan ingin ke negara ini, ke negara itu, keliling sana, keliling sini, masukan juga beberapa tempat oke di negara yang sedang kita tinggali. Saya yakin, kita pasti akan menemukan beberapa tempat eksotis yang jauh dari keriuhan turis. Kalau cuaca sedang bagus, jalan santai ataupun bersepeda ke sekitar daerah yang kita tempati demi menemukan spot-spot cantik tidak ada salahnya juga. Walaupun kata orang Denmark adalah negara membosankan dengan keterbatasan pemandangan alam, tapi saya tetap bertekad untuk mengunjungi beberapa tempat di utara kok.

5. Jangan kebanyakan atau terlalu pelit jalan-jalan

Saya yakin, saat di Indonesia, kita sudah mempunyai daftar tempat-tempat yang akan dikunjungi sebelum datang dan tinggal di negara orang. Apalagi benua Eropa, yang negara-negaranya berdekatan dan tidak butuh lama untuk lompat dari Swiss ke Kroasia. Tapi janganlah terlalu sibuk mencoret-coret daftar hanya gara-gara pasang target. Menurut saya, jalan-jalan memiliki esensinya masing-masing. Keseringan jalan-jalan tentunya membutuhkan banyak uang dan waktu.

Terlalu sedikit jalan-jalan karena sibuk menabung juga sebenarnya tidak baik. Ayolah, kapan lagi bisa ke Eropa dan melihat Berlin, Oslo, Talinn, lebih dekat? Eropa, dilihat dari peta pun, memiliki celah yang sangat jauh dari Indonesia. Tidak perlu mendatangi setiap negara walaupun kata orang must visit.

Kalau memang sedikit membatasi budget untuk jalan-jalan, coba datangi negara-negara "murah" yang memang must visit before you die ataupun cocok dengan sesuatu yang sedang kita minati. Contohnya, kalau memang suka pantai, negara-negara hangat seperti Yunani atau Spanyol super tepat untuk liburan berikutnya. Bagi penggila arsitektur, menabunglah demi ke Maroko atau Britania Raya untuk mengagumi keindahan interior dan bangunan di negara ini.

6. Lakukan kegiatan yang tidak bisa dilakukan di Indonesia

Mencoba hal-hal baru selama tinggal di luar negeri, tentunya bisa menambah pengalaman kita saat di negara orang. Kalau awalnya tidak sempat kepikiran untuk menonton ballet dan opera saat di Indonesia, cobalah untuk memesan tiket pentas saat berkunjung ke Vienna atau Budapest. Yang tadinya kita sangat sulit menggerakkan badan dan tidak suka menari, bergabung dengan klub salsa yang jauh dari minat, membuat kita merasakan hal seru saat berhasil menggoyangkan tubuh yang kaku.

Bagi yang suka kegiatan seni, membantu orang, dan ingin bergabung dengan beberapa acara seru, cobalah untuk berpartisipasi menjadi sukarelawan. Pekerjaan seperti sukarelawan ini memang terkenal di kalangan pelajar yang ada di negara barat. Jika punya kesempatan untuk kerja part time, kenapa tidak dicoba? Beberapa teman saya bercerita kalau mereka pernah menjadi bartender dan cleaner untuk beberapa waktu.

Kamu tipe anak muda pemalu yang tidak pernah keluar lewat dari jam 9 malam saat di Indonesia? Hentikan kebiasaan itu dan pergilah ke kota lepas jam 10 malam di hari Jumat. Rasakan atmosfir anak-anak muda yang akan menyambut akhir pekan mereka bersama teman di Jumat malam. Tidak mood ikut berpesta dan meneguk minuman keras? Di beberapa kota di luar negeri, masih banyak café bar yang buka hingga larut malam sambil menyuguhkan musik-musik live sebagai teman minum kopi.

7. Belajar dengan serius

Seriusan, belajarlah seserius orang-orang Eropa! Mereka benar-benar bisa membagi waktu antarahaving fun dan tetap belajar di akhir pekan sekali pun. Jangan karena sibuk travelling secara mudah kesana kemari, kita jadi lupa tujuan awal datang dan tinggal di negara orang. Bukan hanya belajar di kampus yang harus serius, tapi setiap hal baru yang sedang dipelajari memang harus dijadikan keseriusan. Apalagi untuk para penerima beasiswa yang usahanya sangat sulit untuk memenangkan hati para pemberi bantuan dana.

8. Berkencan (bagi yang jomblo)

Budaya berkencan di luar negeri memang berbeda dengan di Indonesia, baik itu di bagian Asia manapun, Amerika, maupun di Eropa. Daripada sibuk memikirkan nasib kejombloan kita, sementara teman-teman di Indonesia sudah mulai bertunangan, menikah, hingga punya anak, kenapa tidak coba berkencan dengan bule-bule lucu?

Tenang saja, berkencan disini sifatnya tidak harus pacaran kok. Minum-minum kopi santai atau nonton film terbaru sambil membahas topik seru biasanya akan membuat kita menilai beberapa karakter kaum adam dan hawa di beberapa negara. Cowok-cowok Asia terkenal lembut, masih penuh rasa gengsi yang tinggi, tapi cukup peduli membayari ini itu. Namun jangan kaget saat berkencan dengan cowok-cowok bule (terutama di bagian utara Eropa) yang tegas, sweet, tapi mendukung feminisme yang kadang membuat kita menilai mereka kurang maskulin.

Walaupun banyak cewek barat yang tidak terlalu menyukai kelembutan cowok Asia, tapi sempat juga beberapa kali saya menemukan pasangan cowok Asia dan cewek barat di Eropa. Bisa jadi kalau karakter si cowok ini sudah kebarat-baratan, ataupun memang si cewek yang suka dengan kelembutan cowok-cowok Asia. Cewek barat memang terkenal mandiri dan tidak terlalu suka dikekang. Tapi tenang saja, mereka juga cewek yang senang kalau dimengerti dan dimanja kok. Hihi..

9. Buatlah dokumentasi dan jurnal

Jangan terlalu kebanyakan motret sana-sini seperti turis. Tapi jangan juga pelit motret gara-gara takut dianggap narsis. Potretlah hal-hal seru untuk dijadikan dokumentasi selama kita di luar negeri. Kita akan sangat menyesal saat tahu belum sempat mengabadikan foto di Kastil Drakula waktu berkunjung ke Romania, atau kelupaan berfoto dengan beberapa teman sekelas saat mengikuti kursus masak di Italia. Momen seru seperti ini tentunya tidak terjadi setiap hari dan memang pantas diabadikan. Hanya saja, tidak perlu semua momen dipotret lalu harus dipamerkan sehalus mungkin di media sosial. Ada kalanya, momen yang ditangkap cukup jadi kenangan pribadi.

Kalau tidak malas, catatlah hal-hal penting yang tidak boleh dilupakan saat di luar negeri. Saya pribadi agak malas menulis seluruh catatan perjalanan ke dalam jurnal. Biasanya saya hanya mencatat ide-ide penting untuk dituliskan lagi di weblog. Selebihnya, foto-foto yang berhasil saya potret biasanya akan menggambarkan seribu kata tentang peristiwa yang terjadi saat itu.

Wednesday, July 8, 2020

Tips KOPENHAGEN: Kota Pecinta Desain dan Rileksnya Nongkrong|Fashion Style

Pertama kali datang ke Kopenhagen , saya sedikit skeptis dengan kota mini ini. Apa yang Kopenhagen miliki selain pelabuhan dengan bangunan warna-warninya? Sempat bertanya dengan cowok lokal di Tinder, saya malah dijawab tegas, "apa yang kamu mau? Banyak bar tuh!" Oke.

Sama seperti ibukota lain di Eropa, Kopenhagen juga memiliki museum dan segala bentuk tempat tamasya lainnya. Saya sebenarnya kurang begitu menyukai museum ataupun bangunan-bangunan kuno semacam kastil ataupun gereja tua. Gaya jalan saya sebenarnya lebih senang mengunjungi tempat-tempat yang banyak orang lokalnya, rileks, dan tidak selalu harus menconteng daftar must visit.

Nyaris setahun tinggal di Denmark dan lebih sering bolak-balik Kopenhagen, saya menyadari kalau Kopenhagen memang cukup membosankan. Apalagi kalau hanya bolak-balik stasiun N?Rreport atau Str?Get menuju Kongens Nytorv lalu berlabuh di Nyhavn, yang selalu ramai oleh turis. Wah, benar dah, bosan!

Kembali ke jawaban si cowok Tinder, sebenarnya Kopenhagen memang cukup menyediakan hiburan yang kita inginkan. Hanya saja, hiburan tersebut kadang tetap saja membosankan kalau dilakukan terus menerus. Ingin belanja, shopping center mereka tersebar dimana-mana. Nonton film box office ataupun indie, banyak bioskop tersebar seantero kota. Tertarik mencoba bar crawl dan craft beer, ya memang tempatnya disini.

Lalu apalagi yang bisa dinikmati di Kopenhagen selain hiburan ala hedonis layaknya manusia kota di atas? Menurut saya, desain dan tempat nongkrongnya! Saya memang pecinta desain dan arsitektur modern, namun tidak terlalu suka membuang uang demi nongkrong berjam-jam agar dianggap gaul. Tapi itu duluuuu.. Dulu, saat saya menganggap nongkrong hanyalah gaya hidup hedonis demi mengisi postingan Facebook dan Instagram. Semenjak disini, nongkrong seperti jadi gaya hidup saya dan teman setiap akhir pekan. Bukan demi memenuhi postingan, tapi hanya ingin menikmati atmosfir akhir pekan di kota yang sebenarnya sangat rileks dan menghibur.

Desain Skandinavia di Denmark

Kopenhagen memang salah satu pusat desain di Skandinavia. Ciri khas desain Denmark yang simpel, elegan, dan berkarakteristik sebenarnya bisa dinikmati di beberapa sudut Kopenhagen. Salah satu tempat terbaik menikmati desain Denmark adalah Design Museum Denmark , sekitar 3 km dari pusat kota. Walaupun museum, namun hasil desain yang dipamerkan jauh dari kata membosankan. Berbagai furnitur khas desain Denmark lebih berwarna-warni serta menyegarkan mata. Seorang teman yang tidak mengerti desain pun, jadi ikut menikmati segala objek yang ada di museum ini.

Tempat lainnya untuk menikmati desain Denmark adalah mengunjungi toko desain yang ada di Kopenhagen. Kalau memang hanya ingin lihat-lihat, saya biasanya datang ke toko perabotan interior khas Denmark seperti Normann Copenhagen , Illums Bolighus , atau lantai 4 Magasin . Salah satu toko perabotan khas Denmark favorit saya adalah Søstrene Grene  yang tokonya menyebar seantero Denmark. Di Kopenhagen sendiri, ada empat toko, salah satunya di kawasan Strøget. Selain murah, barang-barang yang dijual pun memang didesain di Denmark dan sangat berkarakter.

Skip museum kuno

Selain terkenal karena desainnya, Kopenhagen juga memiliki banyak tempat dan bangunan dengan arsitektur yang sangat kreatif. Bagi yang tidak terlalu suka melihat-lihat museum, saya lebih cenderung merekomendasikan The Black Diamond, perpustakaan keren di sisi perairan Kopenhagen. Selain menyimpan banyak buku, The Black Diamond juga memiliki jadwal pameran seni serta kafe santai dengan pemandangan perairan dan Cirkelbroen (jembatan bulat).

Tempat lainnya adalah 8TALLET , sebuah apartemen berarsitektur unik dan modern yang terletak di Ørestad, tak jauh dari bandara Kopenhagen. Karena memang berupa hunian, tempat ini pun memiliki jam-jam tertentu bagi pengunjung yang ingin melihat-lihat ataupun makan di kafenya. Daerah Ørestad sampai Bella Center sendiri merupakan daerah hunian yang memang banyak memiliki bangunan bergaya arsitektur modern, unik, dan berwarna-warni seperti Asrama Tietgen, VM Houses, VM Mountain, ataupun Bella Sky Bar & Restaurant yang lebih hip dan mewah.

Kembali lebih dekat ke pusat kota, Superkilen Parkdi daerah Nørrebroadalah salah satu tempat wajib kunjung di Kopenhagen.Berbeda dengan taman lain yang lebih teduh dan hijau, Superkilen menyajikan tempat publik yang super seru dan berwarna. Dari lantai bergelombang hitam putih, hingga lantai kotak merah merona di bagian yang lebih dekat dengan jalan rayanya. Trust me, your Instagram photos will far from mainstream museum!

Jauhi tempat nongkrong yang sangat turistik

Bicara soal nongkrong dan menghabiskan waktu bersama, orang Denmark memang sangat menyukai konsep hyggelig, yang tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris secara langsung. Namun hygge bisa dikaitkan dengan membawa perasaan bahagia, nyaman, serta intim bersama kerabat dan keluarga, biasanya saat cuaca dingin dan buruk.

Di Kopenhagen, tempat-tempat nongkrong yang super hyggelig juga tersebar dimana-mana. Dari yang hip bagi para orang lokal, hingga terkenal juga bagi pelancong. Saya pribadi lebih menyukai tempat nongkrong yang lebih banyak orang lokalnya ketimbang sangat turistik. Walaupun masih di pusat kota, ada beberapa tempat tertentu yang jauh dari jangkauan turis. Kebanyakan pengunjung lebih sering bicara bahasa Denmark, meskipun para pelayan dan kasirnya sangat fasih berbahasa Inggris.

Daripada menyusuri daerah pejalan kaki yang lurus di Strøget, banyak juga kafe-kafe tersembunyi di lorong-lorong sekitar daerah penuh turis ini. Daerah lainnya yang banyak tempat makan dan terkenal sebagai tempat nongkrong adalah distrik Vesterbro, tak jauh dari stasiun utama Kopenhagen. Sebuah area hipster bernama Kødbyen atau Meatpacking district juga terkenal bagi para lokal menikmati makanan simpel khas Denmark ataupun minum-minum bersama teman di akhir pekan.

Distrik terkenal lainnya adalah Nørrebro, Østerbro, dan Frederiksberg. Saya pribadi lebih mengenal daerah Vesterbro, Nørrebro, dan beberapa bagian di sekitar stasiun Nørreport. Tempat makan dan nongkrong yang banyak anak mudanya memang lebih banyak ditemui di distrik tersebut. Sementara Frederiksberg sendiri, merupakan daerah upper class dengan pilihan tempat makan yang lebih elegan dan berkelas.

Salah satu tempat makan lain yang terkenal bagi orang lokal dan turis adalah Papirøen atau Pulau Kertas di daerah pelabuhan Kopenhagen. Pulau ini sendiri sebenarnya lebih dikenal karena tempat jajan street food-nya yang sangat ramai saat musim panas. Bahkan di musim dingin pun, banyak orang yang harus antri menunggu bangku kosong di dalam ruangan. Bila bingung memilih tempat makan di seputar Kopenhagen, datang ke tempat ini, lalu berkelilinglah melihat para stan yang menjual banyak pilihan makanan, dari vegan hingga dessert khas Italia. Tapi kadang, saya sama bingungnya harus makan apa kalau sudah banyak pilihan begitu.

Selain tempat makan, banyak juga para Copenhageners yang piknik di taman, sisi pelabuhan, atau pantai saat matahari sedang terik-teriknya. Beberapa tempat yang biasanya ramai didatangi lokal adalah Amager Strandpark, Ofelia Plads, Operaen, Arsenaløen, atauIslands Brygge. Kebanyakan dari mereka biasanya hanya berjemur diri di bawah terik matahari, atau sekalian minum bir yang dibeli dari supermarket terdekat.

Tips 9 Alasan Positif Mengapa Harus Ikut Kegiatan Sukarelawan|Fashion Style

Baru-baru ini, akhir pekan saya harus tergadaikan karena diisi dengan acara ataupun competition yang ada di Kopenhagen dan place sekitarnya. Bukan dengan sengaja datang sebagai peserta atau penonton, tapi bekerja sebagai sukarelawan di acara tersebut. Iya, bahkan akhir pekan pun saya memutuskan untuk tetap bekerja.

Saya memang sudah tahu kegiatan sukarelawan sejak dulu. Tapi jujur saja, baru sekarang bisa benar-benar mengikuti dan terlibat langsung di dalamnya. Saya ingat betul, saat mendaftar ke salah satu program beasiswa pemuda ke Jerman, mereka sempat menanyakan tentang kegiatan sukarelawan yang pernah diikuti saat pengisian formulir. Saya bingung, tidak ada kegiatan sukarelawan yang pernah saya ikuti selama ini. Malu, merasa ada kesempatan yang hilang, hingga minder bercampur menjadi satu. Padahal, pengalaman mengikuti kegiatan sukarelawan adalah salah satu poin penting yang akan dinilai oleh juri.

Di kota kelahiran saya, Palembang, kegiatan sukarelawan memang nihil. Ada, sukarelawan saat demo, yang dibayar hanya dengan nasi bungkus dan sama sekali memalukan dicantumkan di dalam CV. Di beberapa kota besar di Indonesia sebenarnya kegiatan sukarelawan ini sudah cukup terjamah. Niat sudah ada, tapi cukup memberatkan bagi saya harus pulang pergi naik pesawat bekerja sebagai sukarelawan kala itu.

Bermula dari salah satu topik di buku bahasa Denmark tentang sukarelawan, akhirnya saya penasaran lalu menelusuri tentang kegiatan tersebut di Denmark. Semakin ditelusuri, semakin membuka pikiran saya tentang kegiatan ini. Dulunya, saya sempat minder karena tidak memiliki skill sama sekali di banyak bidang sosial. Yang saya tahu, kegiatan sukarelawan lebih banyak dan terbatas membantu orang-orang soal masalah kesehatan, edukasi, hingga perang. Ternyata, kegiatan sosial maknanya lebih luas dan siapapun bisa membantu di banyak bidang.

Beberapa manfaat positif pun bisa didapatkan melalui kegiatan ini. Walaupun saya baru mendapatkan kesempatan menjadi sukarelawan saat tinggal di Denmark, tapi kegiatan semacam ini memang harus dicoba oleh anak muda dimana pun berada, setidaknya sekali seumur hidup. Mengapa?

1. Mencoba melirik hal baru yang tidak ditemui setiap hari

Walaupun Kopenhagen memang tempatnya anak nongkrong, tapi kalau setiap akhir pekan harus dipenuhi dengan jadwal hedonisasi, saya juga bosan. Selain itu, hidup juga makin konsumtif dan terlalu datar. Mengisi sesuatu yang baru, dapat menciptakan variasi dan warna di akhir pekan agar tidak selalu melirik tempat belanja, tv, ataupun cuma stuck di layar ponsel mengintipi timeline. Sesungguhnya kehidupan yang baik itu tidak hanya seimbang, namun juga bervariasi.

2. Belajar hal lain yang bukan bidangnya

Selain berkesempatan menemukan variasi di masa muda, kegiatan sukarelawan juga membuat kita belajar banyak hal. Seperti yang saya jelaskan di atas, dulu saya sempat berpikir kalau kegiatan ini hanya terbatas di hal-hal tertentu saja. Ternyata, kegiatan sosial dalam membantu seseorang maknanya lebih luas.

Tidak harus menjadi sukarelawan di bidang yang kita tekuni ataupun sukai. Contohnya mencoba bekerja di teater atau museum, walaupun tidak mengerti sama sekali, membuat kita menemukan dunia lain yang jauh dari kapasitas selama ini.

Banyak acara dan competition musik, olahraga, seni, ataupun kafe non-profit yang juga membutuhkan bantuan sukarelawan. Walaupun ada beberapa pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus, namun banyak sekali bidang yang nyatanya tidak membutuhkan keahlian apapun. Yang terpenting, bawalah semangat positif, pikiran terbuka, serta keinginan yang kuat untuk membantu proyek yang akan diikuti.

Three. Berlatih bahasa asing langsung tanpa papan tulis

Menjadi sukarelawan tentunya juga akan sangat menguntungkan bagi orang-orang yang sedang tinggal di luar negeri. Bertemu langsung dengan orang lokal, memaksakan lidah untuk bicara bahasa mereka. Walaupun belum sempurna, namun setidaknya sudah berusaha mencoba melatih kuping dan telinga agar lebih terbiasa.

Kesempatan seperti ini tentunya tidak bisa saya dapatkan jika hanya nongkrong di kafe atau belajar di kelas. Meskipun banyak juga kegiatan yang tidak mengharuskan sukarelawan bisa bahasa lokal, namun meminimalisir bahasa Inggris tentu tidak ada salahnya juga.

Four. Belajar bersosialisasi

Tinggal di negara asing memang sangat tidak menyenangkan bagi banyak orang. Terutama bagi para pelajar, au pair, pekerja, ataupun istri yang ikut suaminya tinggal di luar negeri. Rasa kesepian dan kesendirian yang sering menyerang, biasanya menimbulkan rasa ingin menutup diri dari lingkungan luar, hingga hanya ingin menemukan teman yang satu bangsa satu bahasa saja.

Mengikuti kegiatan sukarelawan di negara asing adalah salah satu cara melawan rasa kesepian dan nyaman yang selama ini ditakuti. Tidak hanya di luar negeri, banyak juga yang tinggal di Indonesia, masih kurang mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan sosial. Bergaul bersama orang-orang dengan banyak perbedaan; bahasa, umur, agama, suku bangsa, dan latar belakang sosial, membuat kita lebih kaya pengalaman. Menutup diri dan hanya mengikuti perasaan nyaman, sama sekali tidak membuat berkembang.

Five. Lebih percaya diri

Bekerja bersama tim yang sama sekali belum dikenal sebelumnya, tentunya juga bisa meningkatkan rasa kepercayaan diri. Kita yang tadinya pemalu, biasanya akan dipaksa untuk membuka mulut dan lebih cepat beradaptasi. Perasaan yang tadinya minder, akan terenyahkan ketika sadar bahwa teman satu tim pun ternyata menjadi sukarelawan untuk mendapatkan manfaat positif serupa. Mereka yang memiliki usia dan latar belakang berbeda, tidak lantas menjadi senior atau sok tahu. Intinya, kita dan mereka sama-sama ingin membantu menyukseskan satu misi sekalian menciptakannetworking yang lebih luas.

6. Mengenal lebih dekat lingkungan sekitar

Aktif di kegiatan sosial tentu saja menjadikan seseorang lebih peka dengan lingkungan sekitar. Tidak hanya meningkatkan rasa kepedulian, tapi juga sadar bahwa ada banyak hal yang menarik dan patut dijadikan perhatian di sekitar kehidupan kita.

Saya yang tadinya tidak pernah ke satu daerah di Kopenhagen, akhirnya datang ke tempat tersebut karena jadi sukarelawan. Sangat menarik, karena sebenarnya daerah yang saya datangi memang lepas dari jamahan dan sangat lokal. Selain tempat-tempat baru, rasa empati pun biasanya akan muncul menyadari bahwa ternyata banyak orang yang memang jauh dari hidup nyaman dan perhatian. That's why we're here for caring.

7. Pengalaman yang tak ternilai

Mengajar anak-anak di pedalaman Kalimantan, ikut membantu korban bencana alam, masuk keluar gratis di festival keren, ataupun ikut terlibat mengkampanyekan pelarangan perburuan hiu, merupakan banyak pengalaman seru yang akan tersimpan secara memorable. Dari banyaknya pengalaman ini, tentunya akan mengubah cara pandang kita untuk berpikiran lebih positif, membuka cakrawala tentang banyak pengetahuan, hingga meningkatkan semangat juang yang tinggi.

Eight. Mempercantik Curriculum Vitae

Banyak para pencari kerja yang sudah nyaman dengan gelar wisuda, pengalaman kerja, ataupun kemampuan akademis yang dimiliki. Hanya beberapa orang dari mereka yang menyisipkan pengalaman di kegiatan sosial, seperti menjadi sukarelawan. Padahal, banyak perusahaan yang tidak hanya mencari karyawan berdasarkan apa yang ada di deskripsi pekerjaan. Namun juga mereka mencari orang-orang dengan kemampuan kepimpinan yang baik, memiliki perasaan empati, serta mampu bekerja di dalam tim. Tidak hanya dengan aktif berorganisasi di kampus, kita juga bisa memperolehnya dengan menjadi sukarelawan.

Selain mencari kerja, pengalaman sebagai sukarelawan pun sangat berharga di mata para pemberi beasiswa. Orang-orang yang pernah menjadi sukarelawan diyakini memiliki kemampuan menyelesaikan masalah, berorganisasi, dan jiwa kepimpinan yang baik. Percayalah, menjadi sukarelawan akan membawa manfaat yang sangat positif bagi karir di masa mendatang.

9. Bersenang-senang

Bekerja tidak hanya soal uang ataupun jabatan. Bersenang-senang pun tidak hanya sekedar membuang uang di kafe ataupun bioskop. Membantu orang di kegiatan sosial merupakan salah satu bentuk kebahagiaan yang bisa dirasakan. Bertemu teman baru, mendapatkan pengalaman seru, terlibat dalam kesuksesan acara, ataupun membantu banyak orang untuk menjadi lebih bahagia, tentunya salah bentuk kesenangan batin lainnya. Satu hal lagi, dengan jadi sukarelawan di banyak event, kita bisa keluar masuk ke acara gratis! Having fun to the fullest yooo!

Di Denmark sendiri, beberapa acara dan festival biasanya menyiapkan pesta setelah semua acara selesai. Tidak jarang, mereka mengundang para sukarelawan untuk bergabung menikmati musik, minuman, dan makanan yang lebih wah ketimbang sandwich isi tuna. So, bersenang-senang tidak hanya di diskotek dan menghamburkan uang kan? Bukankah hidup yang baik itu adalah hidup yang banyak memberi arti?

Tips Mewahnya Penerbangan Internasional Kelas Bisnis Singapore Airlines Rute Kopenhagen - Singapura - Jakarta|Fashion Style

Bermula dari niat yang belum ingin pulang kampung ke Indonesia, tiba-tiba saya dikagetkan dengan kiriman tiket pesawat dari kakak yang ada di Palembang. Sebelumnya memang beliau sudah tahu kalau saya masih beralasan tidak punya uang untuk pulang. Namun karena rasa sayangnya (uhukk), sebulan sebelum keberangkatan saya sudah dikirimi tiket pesawat yang tidak tanggung-tanggung, kelas bisnis!

Maskapai yang dipilihnya pun bukan maskapai sembarangan, Singapore Airlines. Saya yang kere ini, harus kaget ketika tahu berapa harga tiket pergi yang harus beliau bayar melalui tagihan kartu kreditnya. Perbedaannya bisa sampai four kali lipat dari tiket kelas ekonomi.

Jangan Lupa Verifikasi!

Penerbangan extremely panjang kali ini akan dimulai dari Kopenhagen ke Singapura selama 12 jam, baru lanjut ke Jakarta sekitar 1 jam forty five menit. Sayangnya, ada peringatan dari Singapore Airlines yang menyatakan saya harus memverifikasi dulu kartu kredit yang digunakan saat membayar di kantor SIA terdekat.

Sebenarnya verifikasi kartu kredit tidak berlaku apabila pemesanan dilakukan di website travel agent seperti Nusatrip atau Traveloka. Namun beberapa maskapai penerbangan besar memang menerapkan verifikasi kartu kredit terlebih dahulu, jika pemesanan dilakukan lewat website resmi mereka. Verifikasi ini bertujuan untuk menghalangi penipuan data kartu kredit. Gagal menunjukkan kartu kredit saat check-in atau belum menyelesaikan proses verifikasi, seseorang bisa gagal diterbangkan atau harus membeli tiket baru.

Di Palembang tidak ada kantor Singapore Airlines sehingga kakak saya tidak bisa melakukan proses verifikasi. Akhirnya saya mencoba menghubungi pihak SIA yang ada di Kopenhagen via e-mail untuk menerangkan masalah ini. Setelah beberapa kali bertukaran electronic mail, saya akhirnya menyerah dan mengatakan ke kakak untuk membelikan tiket baru di kelas ekonomi saja karena proses verifikasi memang wajib dilakukan.

Lucunya, tiga hari sebelum keberangkatan, pihak SIA mengirimkan e mail lagi ke saya dan mengingatkan untuk (lagi-lagi) jangan lupa verifikasi kartu kredit sebelum take a look at-in. Setelah proses berkirim email yang cukup panjang, akhirnya ada solusi untuk masalah saya ini. Pihak SIA mengatakan, saya tetap bisa menggunakan tiket kelas bisnis asalkan menerangkan ke pihak konter check-in untuk mengisi formulir surat kuasa dan menyertakan information kartu kredit atau kartu debit saya sebagai jaminan.

Rejeki di Kelas Bisnis

Karena tidak ingin mendapatkan masalah soal kartu kredit di konter check-in, kakak saya lebih menganjurkan untuk menggunakan tiket ekonomi saja. Sebenarnya saya juga tidak terlalu berharap lagi naik penerbangan kelas bisnis, tapi iseng-iseng double check-in di kelas bisnis dan ekonomi via online.

Tiba di konter check-in, ternyata ada masalah karena saya ketahuan check-in dua kali. Karena saat itu pihak representatif Singapore Airlines sedang melayani tiga penumpang lain yang juga ada masalah di kelas bisnis, akhirnya saya dibuatkan boarding pass di kelas ekonomi oleh petugas konter check-in. Namun karena pihak konter juga menyayangkan tiket bisnis saya, akhirnya saya disuruh menunggu pihak representatif selesai menangani penumpang lain, lalu melihat apakah tiket saya bisa di-upgrade.

Saya juga sebenarnya sudah benar-benar menyerah di kelas ekonomi. Terlebih lagi sudah tahu kalau Singapore Airlines adalah salah satu maskapai yang sangat strict dan jarang bisa meng-upgrade penumpang tanpa ada alasan tertentu. Tapi tetap saja, karena penasaran dan ingin tahu kelanjutan tiket kelas bisnis yang sudah dipesan, saya sabar menunggu.

Satu jam kemudian, di last minute penutupan konter check-in, akhirnya saya berhasil bicara dengan pihak representatif SIA dan menerangkan soal kartu kredit ini. Di menit-menit terakhir pun, mereka sigap membantu saya mengisi formulir surat kuasa dan tetap mengusahakan saya duduk di bangku kelas bisnis. Boarding pass yang semula kelas ekonomi, berganti menjadi boarding pass berlabel biru milik penumpang kelas bisnis. Benar-benar pengalaman seumur hidup.

"Thank to your brother from me," kata pihak representatif SIA konter gate ramah.

Saat ingin masuk pesawat dan menunjukkan boarding pass berlabel biru, lagi-lagi saya pun disambut ramah oleh petugas konter check-in yang tadinya ikut melayani saya, "oh, so you have changed your mind? I hope you have a good flight."

Catatan:

Verifikasi kartu kredit sebenarnya tidak berlaku di semua maskapai dan semua kelas penerbangan. Kakak saya membelikan tiket kelas ekonomi melalui website Singapore Airlines langsung, namun tidak ada masalah di konter check-in. Verifikasi kartu kredit hanya berlaku (maskapai manapun) apabila ada peringatan di e-tiket yang menyatakan penumpang harus menunjukkan atau memverifikasi kartu kredit yang dipakai saat memesan tiket. Kalau memang diwajibkan, proses verifikasi juga tidak harus datang langsung ke kantor maskapai seperti SIA, tapi bisa melalui websitenya langsung (Qatar Airways), atau mengirimkan information diri, surat kuasa, dan experiment kartu fisik pemilik kartu kredit. Info selengkapnya bisa ditanyakan terlebih dahulu ke maskapai penerbangan atau memperhatikan syarat di internet site resmi mereka.

Privasi dan Kursi yang Nyaman

Masuk ke kabin kelas bisnis, saya disambut ramah oleh pramugara dan pramugari yang semuanya berparas Asia. Mereka tidak berhenti tersenyum sambil menawarkan minuman selagi menunggu pesawat berangkat. Saya pun ditanya ingin minum apa setelah pesawat lepas landas. Karena baru pertama kali naik penerbangan internasional kelas bisnis, saya juga bingung ingin minum apa.

"Nothing special," kata saya. Melihat wajah saya yang kebingungan, pramugaranya seperti kurang puas mendengar jawaban saya. Ia pun menawarkan cocktail, mocktail, atau minuman alhokol lainnya. "Aha! Cocktail!" jawab saya yang diikuti senyuman puas si pramugara.

Sebelum pesawat lepas landas, saya juga sempat berkiriman foto dengan si kakak dan mengucapkan ribuan terima kasih. Beliau juga menghubungi saya dan terus-terusan menanyakan apakah pesawatnya sudah terbang atau belum untuk mengecek keberadaan Wi-Fi on Board yang sayangnya tidak ada. Sepertinya beliau juga ikut bahagia karena saya akhirnya bisa menggunakan tiket yang dia kirimkan.

Kursi di penerbangan kelas bisnis Singapore Airlines benar-benar besaaaar dan nyaman. Kursi yang berbalutkan kulit top class yang empuk ini, bisa disulap jadi kasur untuk tidur. Selimut yang diberikan pun lebih besar dan hangat. Segala kenyamanan seperti ini memang pas dipadukan dengan penerbangan yang extremely lama dari Kopenhagen ke Singapura yang memakan waktu 12 jam.

Sialnya, saya tidak bisa tidur karena jam tubuh lebih mengikuti waktu Kopenhagen. Jadinya saya hanya bisa membalikkan badan kesana kemari saja di atas pesawat. Belum lagi hiburan KrisWorld yang outstanding membosankan dibandingkan banyaknya pilihan movie dan lagu di pesawat Timur Tengah semisal Emirates atau Qatar Airways.

Berbeda dengan penerbangan pendek dari Singapura menuju Jakarta, pesawat yang digunakan agak kecil. Walaupun sama-sama nyaman dan mendapatkan pelayanan spesial, biasanya penumpang juga bisa memilih makanan tertentu sesuai food regimen. Senyum manis ramah pun berkali-kali dihadiahi pramugara atau pramugari yang datang ke kursi kita. Sungguh berbeda dengan pramugara atau pramugari yang melayani kelas ekonomi. Biasanya senyum mereka sedikit pudar dikarenakan kelelahan melayani banyaknya penumpang.

Makan lagi, lagi, dan lagi

Di penerbangan panjang internasional kelas bisnis, biasanya makanan akan ditawarkan secara eksklusif pula. Melihat rentetan menu Singapore Airlines, makanan yang ditawarkan bisa empat hingga lima sajian, apalagi penerbangan tersebut melewati waktu makan malam. Sayangnya, saya tidak mengambil foto makanan satu pun di atas pesawat.

Bedanya dengan penerbangan kelas ekonomi yang memakai peralatan plastik, meja di kelas bisnis akan ditutupi taplak putih terlebih dahulu sebelum diisi oleh piring-piring porselen yang anggun. Beruntungnya saya bisa mencicipi Foie Gras atau hati angsa yang mahal itu. Tapi sayangnya perut sudah kekenyangan di bagian pencuci mulut hingga harus menolak cheese cake danchoco cake, hingga memilih buah-buahan saja.

Walaupun makanan utama sudah lewat, tapi Singapore Airlines juga menyediakan snack ringan seperti biskuit hingga snack berat seperti mie. Melihat penumpang yang masih sadar di jam-jam tidur, biasanya pramugara atau pramugari yang lewat pun tidak berhenti bertanya apakah ada minuman atau makanan yang ingin dipesan. Kalau sudah kekenyangan dan tidak ingin diganggu, aktifkan saja tombol "Do Not Disturb".

Lounge Silver Kris di Changi Airport

Tidak bisa menikmati SAS Lounge di Kopenhagen, saya akhirnya hanya menghabiskan waktu di front room Changi Airport. Transit saya di Singapura kali ini 6 jam sebelum terbang lagi ke Jakarta. Niat awal yang inginnya jalan-jalan dulu di Singapura, harus terhenti ketika tubuh mulai kelelahan dengan penerbangan panjang tanpa tidur. Saya pun tidak sempat foto-foto dan menyempatkan diri tidur sejenak di sofa-couch empuk yang ada di lounge.

Melihat makanan gratis di front room yang semuanya menu-menu Asia, saya belum juga ingin makan apa-apa selain mengambil air mineral. Rasa mengantuk sepertinya lebih besar dari rasa kelaparan. Hingga three jam sebelum keberangkatan dan tetap saja tidak bisa tidur, akhirnya saya niatkan untuk mengambil beberapa makanan mumpung living room lagi sepi.

Lounge Silver Kris sendiri sedikit temaram dengan couch-sofa empuk yang memenuhi isi ruangan. Colokan listrik biasanya berada di bagian dekat dengan dinding. Toiletnya notable bersih dan besar. Karena biasa dijadikan tempat transit, tersedia pula kamar mandi lengkap dengan segala peralatan mandi dan handuk.

Special observe to my brother:

Septian, bunch of thanks! Akhirnya adik mu berhasil mencoret satu lagi daftarTo-do-list-before-dying: naik penerbangan internasional kelas bisnis--gratis!

Tuesday, July 7, 2020

Tips Pilih Mana: Tinggal di Kota Besar, Pinggir Kota, atau Pedesaan?|Fashion Style

Saat menulis tulisan ini, sebenarnya saya sedang lapar dan ngidam ramen. Sudah lebih dari sebulan ini saya memang absen makan di luar bersama teman geng karena sedang berpuasa. Rindu sudah lama tidak makan di luar, membuat saya mulai bosan isi makanan dalam kulkas. Duh!

Lalu apa hubungannya dengan ramen? Iya, karena restoran ramen cuma adanya di Kopenhagen, akhirnya saya harus manyun makan sereal dulu malam ini. Walaupun bisa delivery, tapi ternyata daerah tempat saya tinggal terlalu jauh dari restoran mereka. Makanan yang bisa diantar rata-rata hanya pizza atau sushi di sekitar sini. Nasib tinggal di pinggiran kota ya beginilah.

Mengurut dari pengalaman tinggal di kota besar, pinggir kota, dan sempat juga tinggal di pedesaan selama 7 bulan di Belgia, membuat saya bisa membuat perbandingan tentang suka duka tinggal di daerah tersebut. Walaupun setiap negara dan kota tidak bisa disamakan, namun secara generalisasi, beginilah plus dan minus yang pernah saya rasakan.

Tinggal di kota besar

Plus:

1. Kemudahan dan kecepatan dalam menerima informasi.

2. Transportasi publik beroperasi lebih lama dan bervariasi; contohnya Metro atau tram yang hanya ada di ibukota ataupun kota besar lainnya.

3. Banyaknya tempat makan dan nongkrong yang hip.

Four. Suasana yang lebih hidup dan berwarna.

5. Banyak competition dan konser yang hanya digelar di kota besar.

Minus:

1. Sibuk and let's name it: macet!

2. Tingkah laku masyarakatnya yang tergolong individualis dan cuek.

3. Di Eropa, sangat sulit menemukan perumahan di kota besar. Kebanyakan orang tinggal di apartemen dengan ruang yang terbatas.

Four. Keamanan di kota besar cenderung rendah.

5. Tingkat stres masyarakat perkotaan yang lebih tinggi.

Tinggal di pinggir kota

Plus:

1. Walaupun Metro tidak beroperasi, namun jadwal bus dan kereta ke kota besar biasanya sangat teratur dan lebih sering.

2. Banyak orang yang memilih memiliki rumah pribadi yang besar dan lengkap dengan taman.

Three. Kehidupan berjalan lebih tenang.

4. Banyaknya taman yang membuat suasana lebih hijau dan menyegarkan.

Five. Meskipun tidak seheboh di kota besar, biasanya akan sering digelar juga acara kultural dan konser lokal.

Minus:

1. Keterbatasan tempat nongkrong dan pilihan tempat makan.

2. Kebanyakan transportasi publik hanya berjalan hingga tengah malam saja.

Three. Ramai di pagi hari, namun makin sepi selepas jam 9 malam.

4. Meskipun terdapat supermarket dan pertokoan, namun jam tutupnya biasanya lebih cepat dari yang ada di ibukota.

Five. Tidak ada yang menarik selain dijadikan tempat tinggal orang-orang yang kebanyakan bekerja di ibukota.

Tinggal di pedesaan

Plus:

1. Pecinta alam, inilah tempat terbaikmu!

2. Jauh dari pusat kota membuat kehidupan di pedesaan berjalan sangat tenang dan santai.

3. Biasanya tetangga kanan kiri saling mengenal satu sama lain.

4. Masyarakat yang tinggal di pedesaan lebih ramah dan hangat.

Five. Keamanan yang lebih tinggi. Sewaktu tinggal di Belgia, rumah keluarga saya yang ada di Laarne sama sekali tidak pernah dikunci selama bertahun-tahun. Tapi mereka tidak pernah melaporkan ada barang yang hilang tuh.

Minus:

1. Karena rata-rata orang yang tinggal di pedesaan punya mobil pribadi, bus dan kereta pun tidak beroperasi secara maksimal, bahkan tidak sampai tengah malam.

2. Tidak banyak yang dapat dilihat kecuali hutan, padang rumput, dan danau.

Three. Sulit sekali mencari tempat nongkrong untuk anak muda. Di Eropa, bar-bar yang ada di pedesaan biasanya hanya berisi orang-orang tua saja.

Four. Suasana malam yang sangat sunyi dan membosankan.

Five. Kurangnya pergelaran festival dan konser, hingga harus datang jauh-jauh dulu ke kota besar terdekat.

Kalau saya sendiri, lebih cenderung memilih kota besar sebagai tempat tinggal. Saya suka nongkrong, saya suka jalan-jalan ke toko buku atau kafe, saya pun sudah cukup terbiasa dengan hiruk-pikuk kota. Kemudahan akses transportasi dan kehidupan yang lebih berwarna sangat cocok bagi para kaum muda seperti saya ini. Kalau kamu?

Tips COPENHAGEN: Place for Going Out and Design Lovers|Fashion Style

Came to Copenhagen approximately a year ago, I changed into a piece skeptical with this tiny town. What Copenhagen have beside the landmark colourful port? I had asked a neighborhood man in Tinder and he simply responded firmly, "relies upon on what do you need. Check out those masses of bars!" Okay, bars are everywhere I bet.

Like some other capital cities in Europe, Copenhagen additionally has plenty of museum and a few sightseeing places (in which I assume a piece uninteresting). I genuinely don't without a doubt like museums and any historic building like citadel or vintage church. What I enjoy is touring places where the locals are, mingling with them whilst relaxing, and no longer usually have to test have to-go to field all of the time.

Almost a year, backward and forward Herlev-Copenhagen, I found out Copenhagen is absolutely monotonous. Since my region handiest have buses going to N?Rreport Station, so that is the maximum cushty route I favor to seize the city. But, that is also distinctly tedious by stopping in Norreport station or Str?Get, taking walks alongside the pedestrian until Kongens Nytorv and say good day again to Nyhavn, where is constantly crowded by travelers.

Back to the answer of Tinder guy, simply Copenhagen gives enough fun things we want. However, the pleasures itself every now and then nevertheless boring while all you can do every weekends just purchasing, looking container workplace, or bar crawls (sure, this is the right region certainly!).

So, what else I can revel in in Copenhagen apart from the ones dull exercises in the weekends?Within the equal place? For me, the designs and locations for striking out wherein I can spot the Danes! I'm so rewarded by many stunning points of interest and studies I get with the aid of ventured off the center and head over to the districts that surround it, especially at some stage in the push hours of the principle vacationer attractions. Think you could see how the locals stay with the aid of strolling round Str?Get or Queen Louise Bridge? Think once more.

Scandinavian design in Denmark

Indubitably, Copenhagen is one of the layout towns in Europe. Danish layout which is easy, fashionable, and so formidable can be enjoyed in a few corners of Copenhagen. Danes are surely so interested to layout indeed. If you have got chance to take a glance their homes, maximum in their fixtures, indoors furniture, or appliances are coming from the maximum costly Danish dressmaker's manufacturers. For instance Normann, Kay Bojesen. Georg Jensen, and some other well-known names.

One of the best places to enjoy Danish design is Design Museum Denmark , about 3 km from the city center. Although this is kind of "old" museum, but the exhibitions are far from dull. The exhibitions which are mostly furniture are colorful and so refreshing for eyes. My friend who had no interest of any design, terribly enjoyed all the things in this place when she visited. Good reason for young people (under 26-year-old) to be here, even they're not student, is free entrance.

Other places to enjoy Danish design are some local design stores in Copenhagen. If I just want window shopping without (or less) spending money, I will come to interior furnishings stores like Normann Copenhagen , Illums Bolighus , or the 4th floor of Magasin du Nord . One of my favourite places is Sostrene Grene where the stores spread out around Denmark. In Copenhagen, there are four stores and one of them is located in ​​Strøget. Besides good for pocket, the goods are so cute and typical Danish design. Can't take my hands off to grab all the things!

Skip the ancient museums

As well as design, Copenhagen also has a lot of places and buildings with a very creative and unique architecture. For those who dislike checking around the museum like me, I am more likely to recommend The Black Diamond , cool library in the waters of Copenhagen. Besides collecting a lot of books, The Black Diamond also hold art exhibitions, concert venue, and relaxing café with water and Cirkelbroen (round bridge) views.

The other place is 8TALLET , a unique architecture and modern apartment located in Ørestad, not far from Copenhagen airport. Because this is apartment, there are some rules to be respected for residents before visitors can see around or eat in the café. Ørestad to Bella Center itself is actually a residential area where does have many modern architectural, unique, and colorful buildings like Tietgen Dormitory , VM Houses, VM Mountain, or more hip and luxurious Bella Sky Bar & Restaurant .

Back closer to the center, Superkilen Park in the neighborhood of Nørrebro, is one of the must visit places in Copenhagen. So different from another shady and green parks, Superkilen presents a public area with super fun and colorful floors. From the undulating black and white to rosy boxes in the area closer to the main street. Trust me, this is lovely yet non-mainstream spot for your next Instagram posts!

Stay away from actual touristic spots

Talking about hanging out and quality time, the Danes are very fond to hygge concept, which can't be translated into English directly. However, hygge can be associated with happiness, comfortable, and intimate feeling with relatives or lovers, usually during bad weather.

In Copenhagen, hangout spots are mostly created to be super hyggelig and also scattered everywhere. From the hip ones with lots of Danes, to the well-known also for travelers. As I said above, I personally prefer hangout where the locals are than mingling with tourists. Although in the center, actually there are some specific places beyond the tourists' radars. Most customers speak Danish, even the waiters and the cashier are very fluent in English. Rather than straight along the pedestrian of Strøget, many hidden gems actually just in the alleys around it.

Another famous area where has lots of choices to eat and drink is Vesterbro, a neighborhood not far from the main station of Copenhagen. An area hipster named Kødbyen or Meatpacking district is well-known by locals enjoying simple Danish meal or just drinking with friends in the weekends.

Other famous neighborhoods are Nørrebro, Osterbro, and Frederiksberg. I personally know Vesterbro, Nørrebro, and some parts of Nørreport station. Cool spots where I can find so many young Danes are indeed in those areas. While Frederiksberg, well-known as an upper class area with more elegant and classy choices for eating or hanging out.

Craving for another? One eating place option for locals and tourists is Papirøen or Paper Island in the harbor area of ​​Copenhagen. The island itself is actually better known with street foods and so crowded during the summer. Even in winter, many people have to queue waiting for the empty chair in the room. If in perplexity where to eat around Copenhagen, I suggest just come to this place. Check around to see the booths that sell a lot of food options, from vegan to a typical Italian dessert. But sometimes, I'm double confused what should I eat if there are so many choices like that.

Copenhagen is undoubtedly expensive. Putting my bum in different local cafés every weekend is also not a solution to be happy (even I am). Spending money wisely is all I have to remember whenever taking my card and inserting it easily in the cashier. So, if the weather is (totally) good, take my friends for short picnic is kind of alternative. Many Copenhageners will also picnic in the park, port, or beach, when the sun shines at its best. Meet the Danes in Amager Strandpark, Ofelia Plads, Operaen, Arsenaløen, or Islands Brygge. Most of them are usually just tanning in the sun, biting their strawberries, or drinking beers which have just purchased from the nearest supermarket.

Follow my blog with Bloglovin