Sunday, June 28, 2020

Tips Pengalaman Tes IELTS Pertama di Eropa|Fashion Style

Akhirnya, saya berhasil menaklukkan salah satu ketakutan terbesar dalam hidup: tes IELTS!

Iya, entah kenapa tes Bahasa Inggris yang satu ini selalu jadi momok seram. Meskipun saya sudah belajar bahasa Inggris sedari umur 9 tahun, tapi tetap saja tidak ada keberanian untuk mengikuti uji kefasihan. Selain harganya mahal, kalau ternyata tidak mencapai goal, melayang saja kan uang yang sudah terbayar.

Setelah hampir eight tahun menunda untuk mengikuti IELTS/TOEFL, ujung-ujungnya saya korbankan juga 1875 DKK atau sekitar 3,five juta demi menguji kemampuan bahasa Inggris. Sebenarnya niat tes IELTS memang hanya didasari untuk mendaftar ke salah satu perguruan tinggi, yang sudah diniatkan sejak saya tamat SMA hingga tamat kuliah. Mengingat kontrak au pair di Denmark juga akan habis, saya iseng-iseng saja ingin mendaftar ke salah satu kampus di negara lain.

Ingin mengikuti tes pun sebenarnya maju mundur karena saya sudah malas belajar. Baik itu belajar sebelum mengikuti tes, maupun belajar di bangku kuliah. Tapi setelah pertimbangan matang, dua bulan sebelum tes, saya mendaftar juga.

Di Eropa Utara, harga tesnya lebih mahal dari negara-negara lain. Di Denmark saja, tes IELTS dihargai 1875 DKK (Kopenhagen) hingga lebih dari 2000 DKK (Faroe Island). Sementara di Finlandia, tes IELTS harganya ?250, lebih mahal ?40 dari Belgia ataupun Jerman.

Karena di Kopenhagen cepat sekali penuh, pendaftaran pun harus dilakukan sesegera mungkin. Ada dua opsi untuk bagian tes Speaking, bisa lain hari ataupun di hari yang sama dengan tiga tes lainnya. Merujuk ke pengalaman tes module Bahasa Denmark , saya memilih tes Speaking di hari lain saja.

Speaking Test

Satu minggu sebelum tes dimulai, pihak EDU sudah mengirimkan email konfirmasi soal jadwal dan tempat tes Speaking. Karena memilih beda hari, tes Speaking saya diadakan satu hari sebelum tiga tes lainnya.

Jam 2.45 sore, saya sudah datang ke tempat ujian untuk mendaftarkan diri dan difoto. Sesuai dengan jadwal tes, jam 3 teng, seorang bapak penguji asli Inggris sudah menyambut saya ramah di depan sebuah ruangan.

Si bapak yang bernama Mark ini sebenarnya sama sekali tidak menakutkan. Ekspresinya memang datar, tapi terkesan hangat dan ramah. Saya juga jadinya tidak terlalu deg-degan dan menjawab sesantai mungkin.

Tes Speaking bagian pertama sangat gampang. Topiknya hanya sebatas sekolah, cokelat, dan buku. Semuanya bisa saya jawab dengan lugas karena memang hal semacam ini sudah menjadi pembicaraan sehari-hari.

Bagian kedua, saya mulai kehabisan kata-kata. Topiknya sangat jelek, menurut saya, soal kesibukan. Meskipun sudah mencoba menuliskan poin-poin yang akan diucapkan, saya merasa ada dua poin yang kelupaan.

Bagian ketiga, beberapa pertanyaan lanjutan ditanyakan oleh Mark, yaitu tentang tekanan saat sekolah dan hidup di masa mendatang. Saya sempat berpikir sekitar 2-3 detik sebelum menjawab pertanyaan, karena sedikit bingung menyambung dari opini sebelumnya.

Kuncinya: bicara lugas dan lancar tanpa terlalu pusing memikirkan opini. Isi opini boleh mengarang, yang penting tata bahasa, perkaya kata-kata baru, dan anggap saja si penguji adalah teman kita.

Listening Test

Kalau sudah terbiasa mendengar podcast, lagu berbahasa Inggris, radio, ataupun menonton BBC, sebenarnya tidak ada masalah. Meskipun aksen yang dipakai adalah British-Inggris, tapi kata-kata yang digunakan sebenarnya hampir semuanya sama saja dengan Inggris-Amerika. Justru saya merasa, rekaman orang di IELTS lebih jelas ketimbang mendengarkan teman-teman asal UK mengobrol.

Di bagian awal, percakapan masih mudah karena biasanya hanya menyangkut nama, nomor, umur, ataupun kata-kata dasar yang hanya diperbolehkan ditulis dengan satu kata saja di lembar jawaban.

Masuk ke bagian pertengahan dan akhir, percakapan lebih berat menyangkut soal teknologi, sains, ekonomi, seni, ataupun pendidikan. Sedikit mengecoh, karena selain mendengar, kita juga harus membaca dan berpikir kira-kira jawaban mana yang tepat. Saya sempat sedikit blank di bagian ini hingga harus menjawab asal.

Reading Test

Tes bagian ini menurut saya adalah bagian paling membosankan. Jujur saja, saya sama sekali tidak ada persiapan dan banyak latihan. Tes Reading bahasa Inggris dimana-mana sama saja, ya tidak IELTS, tidak UAN, tidak UAS, ataupun ujian semesteran. Intinya, ada teks yang panjang (sekali), lalu harus menjawab True-False, memilih opsi, ataupun mengisi isian dari A-Z.

Lupakan soal paham atau tidaknya kita dengan seluruh isi teks, karena nyatanya, tugas kita bukan disuruh menerjemahkan. Untuk Academic Test, biasanya peserta tes diharapkan untuk sepenuhnya menganalisa pertanyaan sekalian mencocokan dengan isi teks.

Sekali lagi, bagian paling membosankan dan menyita waktu, karena terlalu tricky. Di sepuluh jawaban terakhir, lagi-lagi saya mulai blank hingga akhirnya asal tembak saja. Sudah dianalisa, dibaca berulang-ulang, dilihat-lihat lagi, tetap saja tidak menemukan jawaban. Oke, goodbye! A! B! C!

Writing Test

Mendengar komentar dari teman-teman yang sudah pernah mengikuti tes IELTS (hingga berkali-kali), saya sepakat kalau tes Writing adalah tes yang HARUS penuh persiapan. Berbeda dengan General Training, peserta tes Academic diharapkan mampu menuangkan opini, ide, serta kemampuan analisa ke dalam tulisan yang bahasanya lebih formal dan tertata.

Meskipun sudah disediakan waktu 70 hari persiapan, saya hanya menggunakan kurang dari five hari untuk latihan menulis. Padahal saya paham sekali dengan kekurangan terbesar saya saat menulis artikel dalam bahasa Inggris.

Sehari sebelum tes pun, saya hanya membuka beberapa artikel internet, lalu mempelajari beberapa pola yang diharapkan oleh IELTS. Mempelajari pola jawaban menjadi sangat penting agar kita tahu struktur bahasa ataupun paragraf seperti apa yang mereka nilai.

Kalau ingin mendapat nilai tinggi di bagian ini, jangan lupa sering-sering membaca berita terbaru berbahasa Inggris. Selain mendapatkan kosa kata non-mainstream, kita juga terbiasa dengan isu terhangat semisal ekonomi, pendidikan, budaya, ataupun masalah dunia lainnya. Struktur tata bahasa menjadi poin penting lainnya agar tulisan kita menjadi tepat sasaran sesuai penggunaan waktu dan kaedah yang berlaku.

Pengalaman saya di bulan April, tes Writing di bagian pertama sebenarnya tidak terlalu banyak analisa karena diagram batang yang digunakan mudah diteliti. Topiknya pun tentang perbandingan jumlah siswa yang belajar di tiap subjek pelajaran.

Sementara bagian kedua, tangan saya hampir patah menulis?Padahal sebenarnya juga tidak ada yang ditulis, tentang topik yang lagi-lagi?Menurut saya?Jelek. Yaitu tentang isu pembangunan di sektor ekonomi yang berdampak dengan kemunduran norma sosial. Apaaaa coba?!

RESULT!!

Kalau ingin jujur, mengingat ini adalah tes pertama, saya sebenarnya tidak menaruh harapan yang terlalu besar soal skor. Iya memang, saya menetapkan skor 7.0 karena memang si kampus yang saya incar menarafkan skor segitu. Tapi sekali lagi, I am happy because it's over.

Tiga belas hari setelah tes selesai, saya sudah bisa mengakses hasilnya di internet. Eng... Ing... Eng....

Skor IELTS saya hanya 6.Zero!

Benar saja, nilai di bagian Writing dan Reading paling anjlok, hanya 5.5. Karena sebelumnya memang sudah tidak ada persiapan matang dan ekspektasi tinggi, saya pun mengakui kemampuan saya di tahun ini berada di taraf itu. I have tried my best yooo! (;

Tapi setelah semuanya berakhir, entah kenapa lagi-lagi saya berjanji pada diri sendiri untuk tidak akan mengulang tes selama beberapa tahun ke depan. Seriusan, tes IELTS layaknya ujian mana pun yang stres dan menakutkan. Satu lagi, mahal!

Tips Kembali Kreatif di Kelas Desain|Fashion Style

Minggu ini adalah minggu terakhir kelas desain saya di Designskolen - Designmuseum Danmark. Sedih, tapi juga bahagia karena akhirnya bisa melihat hasil kerja semua siswa dari awal masuk hingga akhir musim.

Masuk sekolah desain memang impian saya dari tamat SMP. Yang dulu saya tahu, desain hanyalah seputar fashion dan mode. Tapi ternyata, sekolah desain lebih luas mencakup grafis, produk, tekstil, hingga perabotan.

Beberapa bulan sebelum kedatangan di Denmark, sebenarnya saya sudah mencari-cari kelas desain yang bisa saya ikuti di Kopenhagen. Sama seperti di Belgia dulu, saya juga ingin tetap kreatif meskipun sedang berada di negara orang. FYI, saya sempat mengikuti kelas menggambar akhir pekan sewaktu di Ghent.

Awalnya, saya ingin mendaftar ke sekolah fashion milik seorang fashion designer terkenal, Margrethe-Skolen/Scandinavian Academy of Fashion Design. Sebelum ke Denmark pun, saya sudah bertanya dengan Louise, host mom saya, tentang keinginan yang ingin bolos seminggu sekali demi mengikuti kelas ini. Alhamdulillah, Louise setuju-setuju saja.

Sesampainya di Denmark, saya urungkan niat ke Margrethe-Skolen karena ternyata setelah dipikir-pikir biayanya cukup mahal. Sekolah fashion design yang cukup menarik lainnya adalah Fashion Design Akademiet. Tapi karena kelas menjahit lebih mahal, saya berniat mengambil kelas Fashion Illustration saja. Masih sekalian menimbang dan mencari, akhirnya ketertarikan saya lebih besar ke proyek-proyek kerja yang diadakan oleh Designskolen - Designmuseum Danmark.

Sebenarnya ada beberapa sekolah desain lain yang juga sama menariknya. Tapi sayangnya, biaya yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Jujur saja, niat untuk masuk ke Designskolen pun mesti saya tahan satu tahun karena saya terlalu boros dan selalu kehabisan uang :p

Finally, di kelas musim semi 2017 saya benar-benar bisa mendaftar dan mengikuti kelas hingga akhir. To be honest, I am on a nine cloud! This is what I always dream of: learning design, not only theory but practical. I always miss doing something with my hands.

Sekolah desain ini sendiri adalah kelas yang diadakan oleh Designmuseum Danmark di Kopenhagen. Museum ini lebih fokus ke desain yang pamerannya selalu unik dan mengagumkan, dari mulai fashion hingga kursi-kursi kelas dunia yang didesain Finn Juhl, Arne Jacobsen, dan desainer kursi Denmark terkenal lainnya. Makanya kelas desain saya kali ini sangat beragam dan tidak hanya belajar soal fashion, tapi juga cara mendesain kursi hingga membuat pola di kain.

This class is totally super fun! Kelasnya terbagi dari tiga angkatan; anak-anak, remaja, dan dewasa. Untuk kelas dewasa, diadakan setiap Rabu jam 18.30. Setiap musim hanya menerima maksimum 12-15 orang dan saya adalah satu-satunya orang berbahasa Inggris di musim ini. Bahasa pengantar selalu menggunakan bahasa Denmark, tapi Anders, pengajar kami, tidak sungkan untuk menjelaskan garis besarnya ke saya dalam bahasa Inggris. Untunglah saya sudah belajar bahasa Denmark selama satu tahun lebih, jadi masih ada beberapa frase dasar yang saya bisa ikuti.

Karena kelas desain sudah berakhir, berikut saya tampilkan foto-foto hasil proyek siswa di kelas saya yang sempat dijadikan pameran di sekolah. Enjoy!

Oh ya, ada satu lagi hal menarik dari sekolah desain ini, mereka selalu mengundang desainer ataupun arsitek di setiap subjek. Pernah suatu kali, dua orang arsitek terkenal Denmark, Charlotte Carstensen dan Julie Dufour, datang untuk memberikan proyek chair exhibition design. Dalam 3 pertemuan, semua siswa diberikan peran sebagai desainer dan diberi kesempatan untuk mendesain sendiri sebuah ruangan pameran kursi.

Setelah proyek usai, Charlotte baru memberi tahu kalau ternyata semua hasil proyek siswa akan dipamerkan di Designmuseum Danmark. Oh my G! Tidak semua hasil seni dan desain seseorang bisa dipamerkan di museum seterkenal ini. Seperti kata seorang teman sekelas saya, "kapan lagi hasil karya kita bisa masuk pameran? It's only once in a lifetime!"

Setelah kelas desain ini berakhir, Anders, pengajar kami berharap kalau semua siswa tetap menjadi kreatif dan selalu terhubung dengan ide-ide segar. Walau bagaimana pun setiap sudut Kopenhagen bisa jadi sumber inspirasi dan kelas, tidak hanya di ruang workshop. I agree!

Bagi kalian yang juga ingin belajar ilmu baru selagi di negara orang, just go for it! Kapan lagi belajar langsung dari ahlinya? It's time to learn dan discover something new. It might be a bit pricey, but trust me, it's going to be worth it!

Tips Drama Visa Cina yang Menguras Emosi, Waktu, dan Biaya|Fashion Style

"Mengurus visa turis Cina sangat mudah! Paling mudah! Praktis! Tidak butuh syarat banyak!"

Iya, kalau mengurus aplikasinya di Indonesia! Di Denmark, entah kenapa aplikasi saya malah dipersulit.

Berawal dari niat mengunjungi adik saya yang sedang studi di Cina, saya memutuskan memasukkan aplikasi 3 minggu sebelum keberangkatan. Selain karena waktu mengurus visa Cina yang reguler hanya 4 hari kerja, saya juga harus mengurus aplikasi perpanjangan residence permit baru dulu.

Residence permit saya habis tanggal 6 Mei 2017, sementara saya mesti ke Cina di penghujung bulan Mei. Karena baru saja mengurus perpanjangan permit baru, akhirnya saya tidak mengantongi kartu residence permit yang valid.

Tapi, ada ketentuan tertulis dari Ministry of Immigration, Integration, and Housing, yang memperbolehkan orang yang permit barunya sedang diproses, keluar masuk Denmark selama maksimum 90 hari jika memang ingin travelling. Namanya Re-entry Permit, stiker berbentuk visa yang akan ditempel di paspor kita dan berfungsi sebagai residence permit.

Re-entry Permit dapat diperoleh di kantor Danish Agency atau Citizen Center. Jelas sekali, Re-entry Permit fungsinya sama dengan residence permit yang memperbolehkan kita keluar Denmark sesuai dengan berapa lama kita travelling. More info here.

Karena tahu tidak mengantongi kartu residence permit, saya mencoba menghubungi pihak Kedutaan Besar Cina untuk menanyakan masalah ini. Mungkin saja mereka bisa membantu menjelaskan kira-kira dokumen apa saja yang perlu saya lengkapi saat membuat visa.

Saya e-mail, tidak dibalas. Saya telepon beberapa kali, tidak pernah diangkat. Akhirnya saya nekad saja membuat janji via online untuk menyerahkan aplikasi di Chinese Visa Application Center.

Syarat-syarat dokumen terlihat sangat gampang:

1. Paspor yang masa berlakunya tidak kurang dari 6 bulan PLUS fotokopi halaman facts diri di depan.

2. Pasfoto ukuran 4,8x3,3mm (TRUST ME!! Mereka tidak pernah mengukur sisi kali sisi. Di Denmark sangat sulit menemukan tukang cuci cetak foto. Jadi, jangan permasalahkan ukuran, yang penting terlihat jelas saja sudah cukup. Saya menggunakan foto 4,5x3,5 sama sekali tidak masalah)

3. Formulir aplikasi visa yang diisi dengan lengkap dan ditandatangani (Di VAC Kopenhagen, formulir tersedia dengan gratis di tempat.)

4. Bukti tanda kependudukan legal kalau pemohon membuat visa tidak di negara asal mereka PLUS fotokopinya. Bisa berupa residence permit, kartu mahasiswa, ataupun surat lain yang menyatakan pemohon tinggal secara legal di negara dimana pemohon membuat visa.

Tambahan:

1. Tiket pesawat pulang-pergi

2. Konfirmasi reserving penginapan

3. Surat undangan (jika ada)

4. Detail perjalanan (tidak harus)

Meskipun bisa membuat visa tipe S2, tapi saya batalkan saja untuk tetap membuat visa turis tipe L. Visa tipe S2 diberikan kepada pemohon yang pergi ke Cina dengan tujuan mengunjungi keluarga yang sedang studi ataupun kerja. Masa berlaku tinggal bisa sampai 180 hari, lho.

Hari Pertama

Setelah mengambil nomor antrian, saya menunggu giliran untuk menyerahkan dokumen di loket. Sebenarnya tidak terlalu banyak orang yang mengantri di Chinese VAC Kopenhagen. Tanpa harus booking jadwal thru on-line, orang-orang juga bisa langsung datang, mengisi formulir di tempat, lalu menunggu giliran dipanggil. Namun memang, orang yang reserving jadwal through on-line biasanya akan dilayani terlebih dahulu.

Kantornya pun cukup lengkap. Karena selain mesin fotokopi, orang-orang juga bisa mengeprint dokumen langsung jika ada yang mesti dilengkapi lagi.

Tibalah giliran saya di satu loket yang petugasnya seorang wanita bermuka jutek. Semua petugas loket orang Cina. Tapi entah kenapa hanya dia yang tidak terlalu bersahabat.

"What is your nationality?" katanya.

"Indonesia."

Saat melihat paspor saya masih tertutupi sampul hitam, dia segera menyuruh melepaskannya.

"This because I still have my old passport here. So, I put them together in a passport cover."

"We don't need your old passport. We only need your new one," katanya lagi dengan jutek.

"Okay. I thought you need the old one to see my travel history."

"No, no need."

Dia mengecek dokumen saya dan mencentang statistics-records yang cocok dengan information passport.

"Where is your residence permit?" tanya si petugas jutek sambil terus membolak-balik dokumen yang saya lampirkan.

"Well, it is in the process. I have just submitted my new residence permit application. Thus, I wrote in the note (in visa form) regarding my residence permit extension."

"We cannot give you a visa if you don't have a residence permit."

"But I have attached my Re-entry Permit copy. It works the same as residence permit, which is allowing me to come and leave Denmark multiple times."

"Yes. But we need to see when and where you submit your extension permit. We need to know that you really submit the application of your extension."

Blablabla... Sampai akhirnya dokumen saya semuanya dikembalikan untuk segera dilengkapi. Si petugas jutek menyuruh saya datang lagi sekalian menambahkan surat keterangan dari Citizen Center yang menyatakan kalau saya benar-benar sedang memperpanjang residence permit. Meskipun sedikit kecewa, saya akhirnya pulang ke rumah sekalian meminta konfirmasi lagi ke pihak Citizen Center tempat saya membuat data biometrik.

Hari Kedua

Karena si petugas ingin saya menyertakan surat pernyataan dari Citizen Center, akhirnya saya menghubungi pihak tersebut jikalau mereka bersedia membuatkan saya surat keterangan. Saat e-mail tidak dibalas, saya langsung saja menelpon yang ternyata juga harus antri selama 10 menit.

Setelah berhasil menghubungi mereka dan menceritakan masalah saya, pihak Citizen Center mengatakan kalau mereka sama sekali tidak ada hak untuk membuatkan surat tersebut. Pertama, karena mereka hanya bertugas mengurusi pembuatan residence permit bagi pemohon yang tinggal di Denmark.

Yang kedua, di website New in Denmark sudah jelas sekali menyatakan tentang Re-entry Permit ini. Seperti yang sudah saya jelaskan di atas, Re-entry Permit hanya diberikan kepada pemohon yang MEMANG sedang menunggu perpanjangan residence permit baru, namun harus travelling keluar Denmark selama proses menunggu.

Yang ketiga, dibandingkan dengan surat pernyataan dari Citizen Center, petugas yang sedang menerima panggilan menyarankan untuk meminta host family yang membuatkan surat pernyataan.

"They are the right people to make you that statement since you are living with them," katanya.

"Terus bagaimana saya bisa membuktikan kepada pihak visa center kalau saya memang sedang perpanjangan permit? Apa hanya bisa dibuktikan dengan tanda terima dari Citizen Center saat pengambilan facts biometrik?"

"Yes, that should be fine. Di tanda terima tersebut juga bisa dilihat jika kamu memang sudah mengambil data biometrik yang tujuannya untuk keperluan pembuat permit baru."

Hari Ketiga

Empat hari setelah menyiapkan semua dokumen tambahan, saya datang lagi ke Chinese VAC di Kopenhagen.

Dokumen tambahan tersebut:

1. Fotokopi tanda terima dari Citizen Center yang menyatakan saya sudah selesai mengambil data biometrik.

2. Fotokopi kartu residence permit lama

3. Surat pernyataan au pair dari Louise yang menyatakan saya memang au pair mereka, lama kontrak, hingga masa travelling yang diijinkan oleh pihak keluarga.

Saat tiba giliran menyerahkan dokumen, sialnya saya lagi-lagi mesti bertemu dengan si petugas jutek. Duh!

"So, how is it? What was the last time? Did you bring all the documents?" tanyanya saat mengambil dokumen saya.

Saya hanya diam saja tidak menjawab pertanyaan satu pun. Saya hanya membiarkan dia mengecek sendiri dokumen tambahan yang sudah disiapkan.

"But,..." katanya ragu saat pengecekan. "Where is that statement?"

"I have already contacted them (Citizen Center) and they said, they have no right to make it. They even said, my host family is the right person to make it for me since I am living and working for them," kata saya tegas.

"Iya. Tapi tidak cukup bukti. Kami tidak bisa memberikan visa kalau status kamu tidak jelas di Denmark."

Hah, what, status tidak jelas? Saya hanya menarik napas panjang saat mendengar pernyataan dia.

Dokumen saya dicek halaman demi halaman oleh si petugas. Kata in keeping with kata yang saya tulis, hingga apapun yang ada di formulir visa saya dibaca berulang-ulang.

"So, you are an au pair and you'll be here until September?"

"Yes!"

"And what will you do after?"

"Come back to Indonesia."

"Why do you want double entry visa?"

"Because I am thinking to come back to China with my mom within 6 months."

"No, we cannot give you. You even have no residence permit now. Only single entry."

Saya hanya menarik napas dalam-dalam pasrah.

"This is your receipt," katanya lagi-lagi judes sambil menyerahkan tanda terima. "I don't know about the decision. But maybe you need an interview with the embassy. Maybe."

Hah? Interview lagi? Ini saja sebelum diwawancara pihak kedutaan, saya merasa sudah duluan dicecar banyak pertanyaan oleh si petugas.

Hari Keempat

Hari Senin, saya menerima panggilan dari Chinese VAC, dari orang yang sama, mengatakan kalau ternyata saya memang butuh interview dengan pihak Kedubes Cina.

"Ini saya buatkan janji interview dengan mereka. Hari Kamis, jam 2.30 ya."

Gila! Hari ini baru Senin dan saya mesti menunggu three hari lagi untuk diwawancara. Artinya saya hanya memiliki waktu satu minggu sebelum keberangkatan untuk menunggu fame visa saya yang belum tentu juga diterima.

I'm loss of life! Really!

Hari Kelima

Saya miskomunikasi dengan si petugas Chinese VAC yang membuatkan janji dengan Kedubes Cina.

"Kamu yang mau datang untuk interview ya?" kata seorang petugas di kedubes yang membukakan pintu ketika saya tidak berhenti memencet bel.

"Iya. Jam 2.30 kan?"

"No, it was this morning. Seperti yang kamu tahu, kantor hanya buka dari jam 9-12 siang. Dokumen kamu sudah saya kembalikan lagi ke Chinese VAC dengan catatan kalau ternyata yang di-interview tidak datang."

"Iya. Tapi ditelinga saya, dia mengatakan jam two thirty."

"No, no, ten thirty."

"Yaaah.. Jadi saya mesti membuat janji baru lagi? Saya sudah mesti ke Cina tanggal 23 ini. Apakah kira-kira permohonan saya diterima?"

"Iya, sepertinya masih sempat," kata si petugas sambil berpikir singkat. "Masalahnya, saya harus melihat dokumen kamu dulu baru bisa memutuskan. Begini saja, nanti saya hubungi lagi pihak Chinese VAC dan mengatakan kalau ada miskomunikasi jadi kamu bisa datang lagi hari Selasa."

Double pffttt ~

Hari Keenam

Saya datang lagi ke Kedubes Cina 15 menit sebelum janji interview. Seorang petugas laki-laki yang sebelumnya sempat saya temui ternyata adalah orang yang juga akan mewawancarai saya.

Setelah mewawancarai seorang pemohon, akhirnya tiba giliran saya.

"So, we will take your fingerprints first and then we start the interview," katanya ramah.

Selesai mengambil sidik jari dan memeriksa dokumen saya, si petugas mulai menanyakan tentang keberadaan saya di Denmark. Sudah berapa lama di Denmark, apa itu au pair, siapa yang mengurus program au pair ini, dengan visa apa saya bisa datang ke Denmark, lalu tujuan dan kota mana saja yang akan saya kunjungi di Cina. Wawancara santai pun hanya sekitar five menit.

"The Chinese Visa Application Center will inform you when your passport is ready to be picked up," katanya lagi mengakhiri wawancara hari itu.

Hari Ketujuh

Sempat deg-degan visa tidak akan di-approve, saya cek popularity visa yang bisa ditelusuri through internet site VAC dari hari Rabu. Hari Jumat saya cek, ternyata paspor sudah dikembalikan ke pihak VAC. Artinya, paspor sudah bisa saya ambil hari itu juga.

Kalian harus tahu, biaya visa Cina lewat VAC di Kopenhagen mahalnya 3x lipat dari di Indonesia. Paling mahal adalah pemohon berkewarganegaraan Amerika, lalu Eropa, dan kewarganegaraan lain yang paling murah dimulai dari 765 DKK (sekitar 1,5 juta rupiah) untuk single entry yang jenis reguler 4 hari kerja. Hiks.

Karena sudah habis-habisan biaya transportasi kesana kemari, lalu ditambah lagi biaya visa yang mahal, saya akhirnya lega juga karena paspor sudah tertempel visa Cina.Though, it's never been easy.

Saturday, June 27, 2020

Tips Memahami Keheningan Cowok Finlandia dalam Tiga Bahasa|Fashion Style

Yuk, curcol soal cowok-cowok Eropa lagi! :p

Seriusan, dari sekian kali berkencan dengan para cowok Eropa, hanya cowok dari bangsa satu ini yang membuat saya pusing bukan main. Finlandia, negara bagian utara Eropa yang masuk ke dalam wilayah Nordik meskipun letaknya lebih dekat dengan Rusia dan Eropa Timur.

Ketertarikan saya dengan Finlandia sebenarnya bermula sejak kuliah. Tidak jarang, dosen saya menyebut-nyebut sistem edukasi Finlandia yang terbaik seluruh dunia hingga sering dijadikan tempat untuk studi banding. Karena hal inilah, di awal semester 6 saya nekad belajar bahasa Finlandia secara otodidak!

Hijrah ke Belgia dan Denmark, membuat saya lupa kalau pernah belajar bahasa Finlandia. Hingga suatu ketika, perkenalan saya dengan seorang cowok asli Finlandia pun muncul.

"Hauska tutustua! (Senang berkenalan dengan kamu!)" kata saya saat tahu dia berasal dari Finlandia.

"Wow! Kamu bisa bahasa Finlandia?" katanya takjub sambil tepuk tangan.

"Ei (Tidak). Cuma ingat minun nimeni on Nin (nama saya Nin)."

"M ä  oon Jan (saya Jan)," kata seorang  cowok imut yang sering bolak-balik Finlandia-Denmark dan sudah mapan di usianya yang baru 24 tahun saat itu.

Jan, you are a sweet bastard, seriously! Gara-gara cowok ini, saya jadi tergila-gila dengan cowok Finlandia dan negaranya. Gara-gara cowok ini juga, saya akhirnya belajar tentang Finlandia lebih jauh. Tapi, gara-gara dia juga saya merasa di-PHP!

Ladies, cowok Finlandia yang kalian kenal via internet akan sungguh berbeda jika bertemu secara langsung di benua mereka. They are super confusing! If you do not know how they are.

No small speak, please!

Awal mula berkenalan dengan Jan, saya dan dia sebenarnya lebih banyak bicara through texting. Sama seperti tipe cowok pada umumnya, Jan juga senang mengobrol, berbagi gambar dan suara, hingga kadang suka gombal di WhatsApp.

Tapi karena saya tidak tahu anehnya cowok Finlandia, beberapa minggu kemudian ada yang berubah dari cowok ini. Tiap kali ingin mengobrol, pasti saya duluan yang memulai. Gaya bicaranya pun sudah mulai hemat, tidak lagi boros seperti awal-awal dulu.

Frustasi, bingung, pusing, lalu selalu berasumsi dan menanyakan entah apa yang terjadi dengan cowok ini, saya akhirnya mantap berkesimpulan kalau Jan memang tidak suka dengan saya. Tidak seperti cowok lainnya, yang kalau tertarik dengan cewek pasti penuh dengan rasa penasaran, Jan malah sebaliknya.

Hingga akhirnya, saya mempelajari satu hal baru tentang orang-orang Finlandia; mereka tidak suka basa-basi! Gara-gara rasa frustasi terhadap sinyal Jan, saya akhirnya ikut mempelajari karakter orang Finlandia lewat Finnish Nightmares . I am suddenly falling in love with the character, Matti!

Matti adalah karakter komik yang diciptakan oleh Karolina Korhonen yang memiliki sifat dasar orang-orang Finlandia yang introvert, menyukai ketenangan, Personal area, sopan, dan tidak suka berbasa-basi.

Dari Finnish Nightmares, secara tidak langsung saya jadi paham karakter orang-orang Finlandia yang memang mirip Jan. Ibarat kata, orang-orang Finlandia itu seperti komputer yang hanya bisa menjawab pertanyaan tanpa bertanya balik. Pfft.

How they reply your text?

Natal tahun lalu, saya memang sengaja memotret pohon Natal di rumah dan mengirimkan ucapan selamat Natal ke beberapa kontak di WhatsApp. Termasuk para cowok-cowok Eropa yang masih berhubungan dengan saya via texting.

MERRY CHRISTMAS, (insert nama yang dikirimi pesan)!

Beginilah cara mereka membalas pesan saya:

Lihat cara seorang cowok Finlandia membalas pesan saya? Double pfft? Iya!

Saat mengirim pesan ke doi, saya memang sengaja menuliskan Selamat Natal ke dalam bahasa Finlandia. Lalu dibalas "begitu saja" oleh doi, kiitos samoin (sama-sama ya).

Drunken grasp

Ladies, kalau kalian memang sempat terlanjur jatuh hati dengan para cowok Finlandia, jangan dulu mudah berasumsi kalau mereka tidak tertarik dengan kita ya. Cowok Finlandia memang tidak ekspresif, pemalu, dan irit bicara.

Bagi mereka, diam itu emas. Ini benar-benar kenyataan, lho, bukan hanya pepatah. Daripada tidak ada kata-kata baik yang bisa diucapkan, cowok Finlandia yang fasih berbahasa Swedia dan Inggris pun lebih baik tidak bicara satu kata pun.

Meskipun terlahir ganteng dan menawan, cowok Finlandia juga termasuk tidak percaya diri. Makanya kebanyakan cowok Finlandia pembawaannya misterius dan cool, but so insecure and craving for love inside.

So, how to make Finns talk? Give them vodka! Yessh, orang-orang Finlandia juga terkenal dengan alkohol dan raja mabuk. Katanya, alkohol dapat membantu mereka lebih percaya diri saat mendekati lawan jenis. Alkohol juga yang membuat mereka lebih terbuka dan nyaman diajak bicara. But, I do not know if it's always good to have a first date in the bar.

Master of friend area

Sudah dekat dengan cowok Finlandia, sudah diajak jalan, tapi tiba-tiba dia menghilang dan semakin membingungkan?! How come??!!

Cowok Finlandia memang sangat berhati-hati untuk jatuh cinta, terutama dengan gadis-gadis asing yang mereka temui saat travelling. Meskipun si cewek cantik jelita bak malaikat, tapi kalau ternyata si doski tinggal di Antartika, cowok Finlandia berani saja bye.

Meskipun benci dengan cuaca dingin tanpa henti, tapi cowok Finlandia juga sangat cinta dengan negara mereka. Sangat sulit sekali mengajak si cowok pindah ke negara lain jika kalian memang sedang berada di proses ingin melangsungkan pernikahan. Mereka sangat girang bisa jalan-jalan dan tinggal di negara lain, tapi tidak untuk waktu yang lama. No matter where, they always call Finland a home.

Jadi kalau sudah tahu akan LDR ataupun hubungan tidak akan berlanjut hanya karena jarak, cowok Finlandia lebih baik kabur dan meninggalkan si cewek. Saya pernah mengobrol dengan cowok Finlandia yang tinggal di Tampere dan gebetan doi yang ada di Helsinki.

"It's only two hours driving, right?" tanya saya menguatkan niatnya untuk tetap mengejar si cewek.

"Yes, it is. Tapi susah. Dia tinggal di asrama kampus. Sementara saya juga susah untuk mengambil cuti di hari kerja. It is just so difficult for us."

Jadi sebelum memastikan si doi benar-benar menginginkan komitmen, sebaiknya lupakan saja keinginan untuk pacaran kalau kalian memang tinggal di tempat yang berjauhan. Kecuali, si doi memang tipe pejuang dan petualang yang rela menerobos hutan, badai, dan angin kencang demi bertemu dengan sang tercinta.

Honesty

Katanya, orang-orang Finlandia adalah bangsa paling jujur sedunia. Karena irit bicara, orang-orang Finlandia juga tidak kebanyakan gombal dan berkata-kata manis demi memanjakan pasangan. Selain sulit sekali mengatakan kata I LOVE YOU, mereka lebih suka menyatakan rasa sayang lewat perbuatan ketimbang perkataan.

Orang-orang Finlandia juga menghargai kejujuran, makanya omongan mereka kebanyakan memang benarnya. Jadi, jangan berasumsi kalau mereka hanya gombal saat mengatakan kita cute, cantik, ataupun pintar. Sulit sekali, lho, bagi mereka untuk memuji seseorang dari dalam hati, apalagi untuk si gebetan yang sedang mereka taksir. Take their words more, but actions the most :)

Finnish vs Finnish-Swedish

Walaupun orang-orang asli Swedia hanya kurang dari 10% yang menempati Finlandia, namun kedua bangsa ini masih susah sekali berdamai hingga sekarang.  Orang Finlandia asli yang kebanyakan petani ataupun tukang kayu, sering dipandang down oleh orang keturunan Swedia yang lebih kaya dan sering membawa mobil mewah kemana-mana.

Dari gaya cowok-cowoknya, sebenarnya cowok asli Finlandia lebih maskulin ketimbang keturunan Swedia. Cowok Finlandia dianggap lebih macho karena pandai membuat rumah dan bekerja di hutan. Sementara, cowok keturunan Swedia dianggap lebih flamboyan karena terlalu stylish dan selalu bangga dengan bahasa Swedia mereka.

Kalau dilihat dari fitur muka dan gayanya pun, cowok keturunan Swedia lebih kebanyakan seperti para manusia Skandinavia umumnya; so stylish, blonde, and hot. Sementara cowok Finlandia, saya merasa mereka memiliki muka yang khas dan sedikit mirip-mirip di bagian mata dan hidung; perfectly fit, strong, cute, and very casual.

How to realize if they like you?

Kalian tahu pembalap asal Finlandia, Kimi Raikkonen? Coba saja cek di Youtube bagaimana ekspresi dan reaksi Kimi saat diwawancara. It seems like he hates all the questions! Haha.

Sama seperti cowok Finlandia lainnya, Kimi juga termasuk yang tidak ekspresif. Saat marah, bahagia, ataupun sedih, ekspresi Kimi hanya bisa datar. Ketidakespresifan cowok Finlandia ditambah lagi betapa iritnya mereka bicara, membuat kita para cewek bingung menerjemahkan sinyal cinta mereka. Does he like me? Does he care with me?

So, ladies, I am no longer a Finnish-guy-expert, but possibilities are these symptoms might be close to his behavior while he is inquisitive about you!

1. He is replying your text. Kalau kalian memang rajin textingan dan meskipun si cewek duluan yang selalu texting duluan, tapi selama si cowok masih rajin membalas, it is a clear sign that he likes you. Titik.

2. Dia jujur saat memberikan pujian. Meskipun sulit untuk mengungkapkan rasa suka, tapi cowok Finlandia selalu berusaha untuk memberikan sinyal positif ke si cewek meskipun sedikit.

3. Cowok Finlandia juga terkenal sweet, lho! Saat kamu datang atau pulang dari travelling, mereka tidak segan untuk menjemput ke bandara dan menawarkan menginap di tempat mereka. It happened to me once.

4. Karena memiliki rasa percaya diri yang rendah, cowok Finlandia juga sebenarnya sangat open menjalin hubungan dengan gadis asing asalkan si cewek mau diajak pindah ke negara mereka. Bagi mereka, cewek-cewek asing lebih ramah dan terbuka ketimbang cewek asli Finlandia.

5. You need to be a leader! Jangan takut texting duluan, mengajak jalan duluan, mencium duluan, ataupun menanyakan tentang perasaan si cowok duluan. But, please, don't freak him out! :D

Cowok Finlandia memang sedikit aneh, membingungkan, dan sedikit bicara, tapi bisa jadi merekalah tipe cowok independen dan macho yang kamu cari. Tapi sekali lagi, sebelum berpikiran aneh-aneh terhadap mereka, cobalah untuk lebih dulu mengerti dan belajar budaya Finlandia yang tidak seekspresif dan terbuka orang Indonesia. Moi moi!

Tips Party-nya Anak Muda Eropa|Fashion Style

Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Saya lupa kalau hari itu Jumat, tepat di pertengahan Januari dengan suhu musim dingin yang sungguh menusuk. Kereta saya menuju Kopenhagen mulai penuh oleh para anak muda yang sudah bersiap menikmati Jumat malam di ibukota.

Para cowok sudah rapih dengan kemeja dan kadang ada tambahan dasi kupu-kupu, lalu gadis-gadis tampak anggun berbalut gaun mini. Anak-anak muda ini sungguh elegan dan modis meskipun mantel musim dingin yang dipakai cukup konservatif. Kaki-kaki jenjang gadis Denmark tersebut juga hanya berbalutkan stocking tipis yang sebenarnya, saya tahu, menyiksa mereka di tengah gempuran angin dingin.

Saya dan dua orang teman berniat menuju salah satu karaoke bar terkenal (karena cuma satu-satunya) di Kopenhagen. Kami berjalan menyusuri daerah Str?Get di kawasan N?Rreport yang memang ramai saat Jumat dan Sabtu malam. Banyaknya tempat makan, bar, hingga klub malam, menjadikan kawasan pejalan kaki ini penuh oleh anak-anak muda yang ingin rileks sejenak dari penatnya bangku sekolah dan tesis.

Bicara soal pesta para ekstrovert, tentunya berhubungan dengan hura-hura. Apalagi kalau bukan menikmati dentuman musik di klub malam, berdandan seksi, meneguk minuman warna-warni beralkohol, hingga mencari pasangan di lantai dansa.

Tipe pesta seperti ini biasanya dilakukan oleh anak-anak abege tua yang baru boleh minum alkohol dan bermabuk-mabuk ria. Para mahasiswa yang baru masuk kampus biasanya juga selalu menyempatkan agenda berpesta di klub malam sebagai ajang menikmati hidup. They said, party hard like a student!

Tidak hanya para abege tua, para dewasa yang penat dengan essai dan pekerjaan, biasanya juga datang demi sekedar berjoget sekalian flirting kanan kiri. Beberapa dari mereka juga terkadang lebih kalem saat di klub malam karena hanya datang untuk menikmati musik lalu minum-minum bersama teman.

Lalu bagaimana dengan para introvert yang juga mulai muak dengan tugas kampus dan kantor? Walaupun anti dengan kata party, sebenarnya mereka juga tertarik dengan pesta yang sifatnya lebih tertutup dan tidak terlalu banyak orang. Datang ke apartemen teman tanpa berdandan seru, nonton film rame-rame, sambil meneguk beberapa kaleng bir, lebih terasa berharga ketimbang buang-buang energi di klub malam.

Saya pernah juga diundang seorang teman ke acara pesta privat di rumahnya. Para undangan pun sebenarnya hanya terbatas ke para koleganya saja. Walaupun sifatnya privat, namun doi tetap niat menyewa lampu blink-blink dan sound system demi memeriahkan suasana. Makanan pun tidak kalah heboh, 13 courses yang semuanya tentu saja gratis! (Yaiyalah, yang punya acara memang chef di restoran terkenal)

Meskipun anak-anak muda Eropa banyak juga yang hobi mabuk-mabukan, tapi tidak semuanya suka klub malam, lho. Partysering bermakna konotatif yang membuat imej siparty boys/girlsterkesan terlalu liar, kekanakkan, hobi joget-joget di dance floor with strangers, dan cenderung naughty. Padahal ada juga pesta yang sifatnya musiman alias diadakan karena ada event tertentu.

Tapi apakah semua yang masuk klub malam adalah tipikal orang-orang liar? NO! Kadang ada yang datang bersama teman tanpa joget-joget sedikit pun, memesan bir, lalu hanya duduk di sofa tanpa bicara sepatah kata pun. Grup semacam ini biasanya hanya ingin cari suasana sambil memerhatikan orang-orang yang lagi joget. Ada juga yang datang hanya untuk murni joget-joget tanpa tujuan mabuk dan flirting sedikit pun.

Sama halnya seperti di Indonesia yang dandan habis-habisan saat kondangan, anak-anak muda Eropa biasanya memanfaatkan momen party untuk berdandan to the next level. Baju-baju mini dipakai untuk menarik lawan jenis ataupun menyesuaikan keadaan klub malam yang biasanya semakin malam, semakin panas dan sesak.

Saya sendiri sebenarnya bukan penikmat lantai dansa dan klub malam, kecuali datang bersama teman-teman terdekat. Lewat dari jam 1 pun, saya biasanya sudah mulai gelisah ingin segera keluar karena suasana yang makin ramai dan tidak kondusif. Sebalnya lagi, kita mesti rela sikut-sikutan, dorong-dorongan, bahkan injak-injakan kaki dengan para pejoget lainnya.

Intinya, hati-hati bicara kata party dengan orang-orang Eropa yang baru kita kenal. Sekali lagi, meskipun party bermakna konotatif, tapi orang-orang yang masih menjadikan party sebagai hobi bisa dipandang rendah. Makanya, banyak anak muda yang memasuki usia 27 tahun sudah mulai mengurangi frekuensi ke klub malam karena merasa terlalu tua party hard like a student.

Tips Menunggangi Air France A380 Kelas Premium Economy ke Shanghai|Fashion Style

Berniat ingin liburan, merayakan ulang tahun, sekalian mengunjungi adik saya di Cina, saya memang sudah memantau tiket Air France tiga bulan sebelum keberangkatan. Selain karena jadwal dan waktu transit yang cukup nyaman, saya juga sebenarnya penasaran ingin mencoba kursi Premium Economy-nya dari Paris atau Shanghai, mengingat lama penerbangan lebih dari 10 jam.

Tahu ingin mengunjungi si adik, kakak saya di Palembang (lagi-lagi) mendukung penuh dengan membelikan tiket pulang pergi Turkish Airlines kelas Ekonomi. Beruntung sudah memegang tiket dua bulan sebelum keberangkatan, saya lega dan petantang-petenteng saja sekalian mengurus visa di Kopenhagen.

Sialnya, satu hari sebelum keberangkatan tiket saya dibatalkan oleh pihak Turkish Airlines gara-gara masalah verifikasi kartu kredit yang dipakai oleh kakak saya. Karena sedang berada di luar kota, beliau sulit sekali dihubungi. Akhirnya mau tidak mau saya beli tiket baru 20 jam sebelum keberangkatan! Untung, harga tiketnya masih terhitung murah dan sama saja seperti tiga bulan lalu.

Maskapai termurah adalah pesawat pulang-pergi naik Air France dan KLM. Ya sudah, langsung saja saya reserving saat itu juga di Economy Class. Lagi-lagi sial, saat test-in online dan ingin memilih kursi, pilihan saya begitu minim. Antara tetap pada pilihan kursi yang diberikan, 92C, yang notabene ada di tengah-tengah, atau membeli kursi baru yang harganya lebih mahal.

Karena tidak minat membeli kursi, saya akhirnya tinggalkan saja pilihan ke random seat itu. Jujur saja, saya yang terbang sendirian ini bukan penikmat bangku tengah. Tapi mau bagaimana lagi, opsi ini berlaku pada penerbangan saya dari Paris ke Shanghai.

1. Rejeki tidak kemana

Saat mengoper bagasi di Kastrup Airport, konter Air France terlihat sangat sepi. Saya dilayani oleh seorang petugas yang dari awal sampai selesai hanya berbicara bahasa Denmark.

"Oke. Ini boarding pass kamu. Silakan ke atas ya lewat jalur Fast Track," katanya sambil mengecek boarding pass saya .

Hah, Fast Track?

"Oh, tunggu tunggu. Bentar, saya baca dulu," ralatnya lagi. "Ah, maaf. Saya tidak melihat ada ketentuannya disini. Berarti mau tidak mau kamu mesti lewat jalur normal pas security border."

"Iya. It's okay.Sama sekali tidak ada masalah."

"Tapi itu koper kamu sudah saya kasih label Priority kok."

Hah, label Priority?

Saya masih bingung tapi mengangguk-angguk saja dengan apa yang dia bicarakan. Saat memegang boarding pass, sekali lagi saya mengecek tempat duduk di semua penerbangan. Oh wait, ada yang berubah! Kursi saya dari Paris menuju Shanghai dialihkan ke 85K. Mata saya menelusuri kolom terakhir boarding pass yang menerangkan kalau saya sudah di-upgrade ke Premium Economy. Pantas!

Yippie!! Rejeki memang tidak akan kemana. I was on cloud nine! Is this my early present?

Setelah mendarat, saya cepat-cepat keluar pesawat karena hanya memiliki waktu transit di Paris sekitar 45 menitan (pesawat dari Kopenhagen di-delay) dan langsung menuju imigrasi. Karena pesawat dari Paris memang terbang larut malam, beruntung sekali tidak ada yang mengantri di immigration border. Petugas imigrasi Paris pun tidak terlalu bawel dan langsung saja mengecap paspor saya.

Saat tiba di gate keberangkatan, ternyata pesawat sudah boarding dan banyak orang yang sudah mulai masuk pesawat. Beruntungnya kelas Premium Economy, selain mendapatkan label Priority untuk koper, penumpang di kelas ini juga mendapat prioritas boarding yang sama seperti First dan Business Class. Sayangnya, belum ada akses gratis ke living room bagi penumpang kelas Premium Economy Air France.

2. On board

Saya baru tahu thru seatguru.Com, kalau pesawat yang akan digunakan dari Paris ke Shanghai malam itu adalah jenis Airbus A380 jumbo double-decker. Kursi saya berada di dek atas berdekatan dengan Business Class dan beberapa kelas Economy di bagian belakang. Sementara di dek bawah adalah deretan First Class dan ratusan kursi kelas Economy lainnya.

Saat menimang ingin memesan tiket Air France tiga bulan lalu, sebenarnya saya sudah mulai mencari tahu seperti apa kabin Premium Economy Air France lewat internet. Kelas Premium Economy berada di kabin kecil di tengah-tengah kelas Bisnis dan Ekonomi. Susunan kursi berdimensi 2-3-2 yang hanya berjumlah five baris.

Kabin antara Business dan Economy Class juga dipisahkan oleh tirai. Tapi karena kabin begitu kecil, suasana privat lebih terasa. Kursi saya pun terlihat lebih nyaman dari kelas Ekonomi, namun tidak bisa dibaringkan sampai 180° seperti kursi Bisnis. Selain lebih besar dan terdapat sandaran kaki, air mineral ukuran kecil juga sudah disediakan di dekat layar monitor. Di sisi kursi juga terdapat fasilitas premium tambahan yang lumayan lengkap seperti headphone, lampu baca, colokan USB, bantal, remote, dan selimut.

Penerbangan dari Paris ke Shanghai malam itu ternyata begitu ramai. Kalau dihitung-hitung, hampir 90% penumpangnya adalah orang Cina yang ingin pulang kampung. Teman duduk saya pun adalah seorang lelaki usia 30 tahunan, muka Cina, tapi sepertinya lahir dan besar di Prancis. Dari ketemu sampai berpisah, saya selalu diajak bicara bahasa Prancis. Thanks to my French lesson! Setidaknya saya tidak bisu-bisu amat hanya menjawab non atau mérci.

3. Goodie bag Air France

Sebelum pesawat lepas landas, seorang pramugara membagikan daftar menu makanan dan amenities kit kepada semua penumpang di kelas Premium Economy. Saya pikir, penumpang di kelas Ekonomi juga ikut kebagian, seperti halnya di Qatar Airways. Tapi saat saya menoleh ke belakang, ternyata pouch lucu berlis merah atau kuning ini hanya dibagikan bagi penumpang di kabin Premium Economy.

Sepertinya Air France baru saja mengganti desain pouch mereka. Terakhir kali saya membaca review seorang penumpang, pouch yang dibagikan justru lebih lucu. Terlepas dari masalah desain, isi pouch Air France juga lumayan lengkap, dari sarung headphone, sikat gigi dan odol, masker mata, penutup telinga, dan kaos kaki panjang berwarna biru tua. Lumayan, bisa jadi suvenir untuk diri sendiri.

4. In-flight leisure

Menurut saya, hiburan di layar reveal Air France cukup lengkap dan menarik selama perjalanan. Bagian yang paling saya suka adalah video saat menerangkan tentang keselamatan di dalam pesawat. Video yang ditayangkan begitu apik dan khas Parisian sekali. Tidak seperti video kaku lainnya, Air France menayangkan 6 version cewek sebagai pemandu keselamatan.

Lucunya, fashion yang digunakan pun sungguh khas Parisian yang hobi memakai kaos garis-garis, rok A-line selutut, flat shoes, dan lipstik merah. Tingkah para model ini pun sungguh centil dan sangat memanjakan mata. Saya tidak melihat ada satu penumpang pun yang tidak terkesima menyimak video keselamatan sampai akhir.

Karena pesawat memang berangkat tengah malam, mata saya sudah tidak kuat menyimak hiburan yang ada di layar monitor. Setelah selesai menyikat gigi dan kembali ke kursi, akhirnya saya pasang headphone dan menyetel lagu Bruno Mars keras-keras sekalian menemani saya terlelap.

Five. Makanan

Sesaat setelah dibagikan menu makanan sebelum pesawat lepas landas, saya sudah tahu makanan apa yang akan saya pesan. Karena berangkat ke Shanghai, menu makanan pun terbagi jadi dua gaya, Chinese dan French fashion. Walaupun menu makanan Chinese fashion lebih menarik, tapi terpaksa saya urungkan karena menyajikan daging babi. Hiks.

Untuk makan malam kali ini, pilihan saya akhirnya jatuh ke masakan ala Prancis-Timur Tengah, nasi kari ayam. Lidah saya sebenarnya tidak terlalu rewel di dalam pesawat. Dinner kali ini lumayan enak, kecuali kuenya. Karena cukup lapar, saya menghabiskan nasi kari ayam dan side dish-nya yang menurut saya juara, salad udang. Sebagai tambahan, saya memesan white wine. Sementara teman sebangku saya memesan red wine yang pas dengan pork rice-nya.

Keesokan harinya, sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Shanghai, kami kembali disajikan menu makan pagi. Menu hari itu adalah omelette dan creamy spinach dengan tambahan roti, kopi, atau teh.

Overall:

Saya termasuk beruntung bisa di-upgrade ke kursi Premium Economy gratis, karena pesawat hari itu memang kebetulan lagi penuh. Meskipun review yang saya baca selalu pro dan kontra, tapi untuk keseluruhan, kelas Premium Economy Air France cukup worth it. Mengingat lama penerbangan yang panjang, saya rasa tidak ada salahnya menambah beberapa Krona demi kenyamanan.

Terlepas dari masalah tambahan biaya, saya cukup bahagia dengan kursi top class mereka. Meskipun, saya tetap tidak bisa tidur nyenyak karena kursi tidak bisa bersandar terlalu rendah. Akhirnya saya mesti gonta-gonti posisi tidur dan jalan-jalan kesana kemari demi melancarkan peredaran darah.

Oh ya, karena terbang dari Kopenhagen, pesawat saya menuju Paris sama sekali tidak ada masalah kecuali di-delay selama 20 menit. Saya ditempatkan di kursi 10D di dekat pintu keluar dan memungkinkan kaki saya mendapatkan banyak space yang longgar.

Karena Air France termasuk salah satu maskapai terbesar di Eropa, mereka juga menyediakan makanan dan minuman free of charge kepada semua penumpang. Dengan waktu tempuh ke Paris yang hanya 1jam 55 menit, saya memilih sandwich vegetarian sebagai bahan kunyahan malam itu.

Friday, June 26, 2020

Tips Sauna Asli Finlandia, Wajib Bugil!|Fashion Style

Kunjungan saya ke Helsinki kali ini sebenarnya tidak lama, hanya 3 hari. Sebelum berpindah kasur ke Tallinn keesokkan harinya, saya harus mencoba sauna asli Finlandia terlebih dahulu.

Tidak banyak yang tahu memang kalau sauna sebenarnya berasal dari Finlandia. Budaya sauna sendiri sudah jadi tradisi orang Finlandia jauh sebelum Masehi. Sampai sekarang, kabarnya sudah ada 3 juta tempat sauna yang tersebar di seluruh Finlandia.

Jangan bayangkan sauna cutting-edge yang sering kita jumpai di pusat kebugaran, pemandian umum dan kolam berenang, ataupun salon. Faktanya, sauna asli Finlandia jauh dari apa yang kita bayangkan selama ini.

Lupakan soal handuk atau baju renang, karena nyatanya tidak boleh ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh selama di ruang sauna. Lupakan juga soal betapa harmoninya sauna dengan aroma lilin ataupun wewangian, karena sauna Finlandia asli tidak ada wangi-wanginya sama sekali.

Aneh mungkin ya bagi kita yang tidak terbiasa. Tapi sebenarnya hal itu dilakukan karena memang ada alasannya, lho. Sauna berfungsi sebagai kesehatan saat pori-pori kulit kita berusaha mengeluarkan racun di dalam tubuh. Proses mengeluarkan racun ini justru tidak maksimal jika tubuh tertutupi oleh kain seperti handuk atau pakaian renang. Selain itu, orang Finlandia juga kadang menggunakan dedaunan birch untuk disebat-sebatkan ke tubuh yang fungsinya untuk membuat kulit lebih halus.

Orang Finlandia yang karakternya sangat tertutup dan jarang bicara, biasanya akan sangat terbuka di ruang sauna. Bagaimana tidak, hanya ada kamu dan mereka di ruangan yang begitu kecil. Mau tidak mau, percakapan pun sering terjadi di antara orang-orang yang tidak saling mengenal ini.

Saat datang ke Helsinki dan meminta rekomendasi ke Jan, seorang kenalan Finlandia , Jan justru menjawab begini: Bagi saya, sauna terbaik itu justru ada dua. Satu, di tempat pribadi. Dua, di tempat teman.

"Yah, saya kan tidak punya keduanya disini," balas saya.

"Too bad kamu datang pas weekend. Saya hanya bisa menggunakan sauna di apartemen ini setiap Rabu."

Daripada menunggu rekomendasi Jan yang sepertinya juga tidak pernah sauna di tempat publik, akhirnya saya cari-cari saja through internet. Karena hari itu sudah jam 6 sore, banyak tempat sauna yang akan tutup jam 7 atau eight malam. Belum lagi saya mesti naik kendaraan umum, siap-siap, dan segala macamnya, sepertinya tidak sempat lagi.

Hingga akhirnya saya menemukan tempat yang tutup hingga jam 9 malam, Sauna Arla namanya. Beruntung sekali, ternyata sauna ini hanya 12 menit jalan kaki dari penginapan saya di Vallila. Harganya juga murah, €12, tempat antara laki-laki dan wanita dipisah, dan terkenal sebagai salah satu sauna tradisional yang ada di Helsinki. Sempurna!

Saat saya datang, beberapa orang lelaki tengah berbalutkan handuk dan duduk-duduk di luar. Biasanya orang-orang ini rehat sejenak dari uap panas sauna, minum bir, lalu kembali lagi ke ruang sauna.

Seorang bapak di lobi yang sangat kecil menyambut saya ramah dengan aksen Finlandianya yang begitu kental. "Twelve euro, please. Tapi, ada satu hal yang mesti kamu tahu, kami hanya menerima uang tunai."

"That's perfect because I only have cash."

"Kamu punya handuk? Kalau tidak, kamu bisa menyewa disini. Harganya ?2."

Karena kebetulan tidak bawa handuk, akhirnya saya sewa saja di tempat. Sebetulnya saya juga ingin membeli daun birch seharga ?7. Tapi kelihatannya mereka hanya menjual birch yang beku, bukan yang segar.

Saat saya berada di lobi, seorang lelaki lewat dan langsung memberikan komentar positifnya di tempat ini. "This place is so good. You will like it and go out freshly."

Wow, so tempting!

Di tempat ini, ruang sauna wanita berada di lantai bawah sementara lelaki di lantai atas. Di ruangan sauna juga sama sekali tidak boleh berfoto-foto ria karena memang semua orang di dalamnya sedang telanjang. Perlengkapan di tempat ini pun sangat lengkap mulai dari sabun mandi, sampo, hingga pengering rambut.

Ketika saya menaruh barang-barang di loker, seorang ibu dan dua orang anak ceweknya sudah siap-siap ingin pulang. Saya juga bertemu dengan seorang wanita 30an yang sepertinya sudah selesai sauna dan mandi. Karena semua orang sudah selesai, kelihatannya malam itu hanya saya sendirian di ruang sauna.

Saya pun melucuti semua pakaian dan membasuh tubuh terlebih dahulu dengan air dingin. Setelah itu, barulah saya masuk ke ruangan sauna yang ditutupi oleh pintu kayu. Ruangannya berbatu dan tidak terlalu besar. Di samping kanan adalah tungku tinggi dari kayu dan berisi batu-batu panas.

"Tempat duduknya ada 5 tingkat. Kalau kamu baru pertama kali sauna, mungkin jangan dulu ke tingkat yang paling atas, soalnya uap panas akan sangat terasa di bangku itu. Terus, ini ada ember dan gayungnya. Kalau kamu merasa tungkunya mulai kering, kamu bisa menyiramkan air ini ke tungku ya," kata seorang ibu muda yang saya tanyai tentang prosedur sauna.

Ketika pintu ditutup dan ditinggal, saya hanya sendirian di ruangan itu. Kriik.. Krikk.. Saya duduk beralaskan handuk di tingkatan ketiga. Saat tungku yang berisi batu itu mulai kering, saya siram lagi menggunakan air. Temperatur di ruangan sauna kala itu sekitar 120 derajat Celcius.

Selang 15 menit kemudian, saya mulai merasa kepanasan dan keluar sebentar membasuh tubuh dengan air dingin. Karena tubuh kehilangan banyak cairan di ruangan sauna, ada baiknya minum air yang banyak sebelum kembali menguapkan diri.

Satu jam kemudian, setelah mondar-mandir ruang sauna dan kamar mandi, seorang wanita paruh baya datang dan menyapa saya.

"Moi," katanya.

Finally, saya tidak sendirian krik krik di ruang sauna!

"Maaf, tungkunya boleh saya siram air lagi kan?"

"Iya, silakan saja," kata saya.

Syaaas.... Syaaas... Si wanita menyiram air ke tungku dengan begitu kuatnya hingga banyak uap pun keluar. Mendadak, ruangan menjadi sangat panas hingga membuat saya harus berpindah setingkat ke bangku bawah.

"Kalau kamu kepanasan, pindah bangku saja ya. Soalnya saya mau tiduran di bangku paling atas di dekat tungku."

Betul saja, lima menit kemudian, percakapan antara saya dan si wanita pun tercipta. Si wanita cerita kalau Sauna Arla memang jadi favoritnya di Helsinki. Meskipun bisa bersauna di apartemennya, namun karena banyak penghuni apartemen yang mengantri, dia akhirnya memilih untuk pergi ke tempat publik saja.

"Saya biasanya sauna tiga sampai empat kali seminggu. Soalnya bagi saya, sauna itu seperti terapi alami setelah kamu stres dan capek dari kantor. Biasanya pulang-pulang dari sauna, badan saya terasa sangat segar dan enteng," jelasnya.

Setelah terbuka dan cerita tentang pengalaman dia di ruang sauna, 30 menit kemudian akhirnya saya pamit selesai. Badan saya mulai merah-merah seperti udah rebus berada di ruang sauna selama itu.

Setelah keramas dan membasuh diri, saya kembali lagi ke ruangan loker yang ternyata si wanita tadi sedang berbaring di bangku. Cukup mengagetkan! Obrolan saya dan dia pun akhirnya bersambung kembali selagi saya berpakaian. Kali ini temanya tentang makanan khas Finlandia vs makanan Indonesia.

"Oh, wait. Kalau tidak salah tetangga saya juga orang Indonesia, but we never really talk about food," katanya.

Saat sadar jam sudah menunjukkan pukul 8.Forty five malam, akhirnya si wanita juga pamit ke saya.

"I will be back to the room for the last 15 minutes and be ready to go home. It is really nice seeing and talking to you. I hope you have a pleasant day in Helsinki."

"Kiitos samoin!" balas saya.