Friday, June 26, 2020

Tips Ketika Rindu Rumah|Fashion Style

Kapan pulang? dan masih betah disana? adalah dua pertanyaan dominan yang paling sering ditanyakan ke saya dari setibanya di Eropa. Biasanya pertanyaan semacam ini sering sekali dilontarkan oleh teman-teman yang memang masih berkontakan via media sosial. Saya tahu, pertanyaan ini hanya basa-basi terlepas dari apa kabar?.

Bosan sekali ditanya pertanyaan demikian, belum lagi belakangan ini ada satu pertanyaan tambahan, kapan nikah?. HELL OH! Nyaris tiga tahun hijrah ke Eropa, saya kira hanya saya saja yang belum menemukan jodoh di usia segini, tahunya dari 36 mahasiswa seangkatan kuliah dulu, baru 9 orang yang menikah. Ehe.

Jujur saja, saya sangat betah tinggal di Eropa dengan segala kebebasan, kemudahan, kecanggihan, dan kemajuan yang benua ini miliki. Travelling jadi sangat mudah karena letak satu negara ke negara lainnya begitu dekat. Belum lagi, banyak festival dan konser musik internasional yang sering digelar di Eropa. Kalau mau jujur, terlepas dari ukuran ibukota ini, saya lebih kenal Brussels dan Kopenhagen ketimbang Jakarta. I am so scared and feel lost in Jakarta.

Tapiiiii...percayalah, dari banyak kebobrokan, kedangkalan, kesulitan, dan kemacetan yang Indonesia miliki, saya tetap rindu kampung halaman. Bagi saya, home is where my mom is. Jadi selama ibu saya masih tinggal di Palembang, saya tetap akan menyebut kota itu sebagai rumah.

Saya bersyukur sekali bisa hijrah ke Eropa dan mencoba hal-hal baru yang tidak akan pernah bisa saya cicipi di Palembang. Meskipun tercatat sebagai kota terbesar ketujuh di Indonesia, tapi Palembang memang tidak bisa disamakan dengan kota-kota lain di Pulau Jawa. Akses informasi masih lambat, tren kadang ketinggalan, bukan kota seni, tidak banyak tempat hang out, dan sulitnya mencari pekerjaan di industri kreatif selain jadi PNS.

But, man, I miss this city so bad! Saya lahir dan dibesarkan di kota ini. Dari kecil main becek, main layangan, menangkap capung, sampai jadi manusia modern pun saya rasakan di Palembang. Saya rindu dengan orang-orang Palembang yang besar omong dan belagu, tapi sebenarnya rendah diri dan penakut.

Sama seperti kota-kota besar lainnya, orang Palembang juga tetap update dengan tren terbaru dan sering show off. Anak-anak gaul juga sering nongkrong di mall dan kafe. Namun tak jarang, anak-anak gaul juga makannya di pinggir jalan, pecel lele 15 ribuan.

Orang Palembang sekarang sudah konsumtif dan hedonis, tapi bukan berarti mereka tidak tahu dimana tempat belanja murah.We still adore Pasar 16!Banyak mall yang parkirannya selalu penuh saat akhir pekan, tapi mereka juga tahu bahwa Benteng Kuto Besak menyajikan hiburan dan tempat makan lain di sisi Sungai Musi.

Tidak banyak yang bisa dikunjungi di Palembang sebagai tempat wisata, tapi saya rindu dengan tata kotanya belakangan ini yang semakin hijau. Belum lagi Palembang sedang mempersiapkan menjadi tuan rumah SEA Games 2018 dan sedang sibuk membangun LRT demi melancarkan lalu lintas saat banyak tamu internasional datang.

Saya selalu rindu pempek, version, kemplang, martabak Har, dan segala penganan khas Palembang yang mustahil bisa saya dapatkan di Denmark. Pernah suatu kali, saya sampai menangis rindu mencicipi makanan Palembang saat beberapa bulan tiba di Denmark. Salah sekali jika pendatang mengatakan bahwa pempek terenak hanya yang ada di toko-toko besar. Nyatanya, warung pempek dari yang termurah sampai termahal ada di setiap sudut kota Palembang. Semuanya enak!

Lalu kenapa tidak bikin sendiri? Beda rasanya. Bagi saya, pempek terbaik itu yang dibuat dari olahan daging ikan gabus yang lembut. *Alasan! Padahal malas bikin sendiri*

Saya juga rindu pepes ikan Patin pedas buatan nenek dan pindang tulang buatan Uwak Jakyah di Palembang. Rindu sate manis dan sate Padang di dekat rumah. Rindu (sekali!!) mie ayam Bang Ilham di dekat SMA saya dulu. Rindu juga kehidupan masyarakat Tionghoa yang selalu akur dengan masyarakat pribumi di area yang saya tinggali.

Meskipun makanan adalah hal utama yang selalu saya (dan para perantau lain) rindukan, tapi saya juga rindu keluarga dan teman-teman baik di Indonesia. Sulit sekali menemukan teman sebaik teman-teman lama saya di Palembang. Kami memang jarang bicara via media sosial, tapi saya selalu sadar, kadang hanya mereka yang mengerti tentang cita-cita dan perasaan saya terdalam. Because we grew up and fought for dreams together.

Saya selalu kagum dengan kemudahan dan kecanggihan akses transportasi di Eropa. Saya juga selalu sebal dengan kemacetan lalu lintas kota Palembang sekarang ditambah lagi dengan para pengendara yang tidak mau mengalah. Tapi kadang, saya rindu angkot biru, kuning, merah, hijau, yang sempat jadi moda transportasi sejak SMP dulu.

Saya cinta setiap sudut Kopenhagen yang aman, tenteram, dan damai. Tapi saya juga rindu dengan keramahan tetangga, tukang ojek yang saya kenal, dan anjing Tante Jar di Palembang.

Kopenhagen memberikan kemewahan dalam segala hal. Tapi saya juga rindu dengan kesederhanaan orang-orang Palembang dalam hidup. Orang-orang Palembang memang tidak terlalu banyak memiliki harapan tinggi terhadap cita-cita dan masa depan. Pun begitu dengan kebahagiaan. Bagi kami, makan pempek plus cuko atau version panas-panas di warung pinggiran adalah sebuah kebahagiaan di hari itu.

Saya sangat betah hidup di Eropa dan jauh dari kekepoan individu. Tapi saya juga sering kesepian dan sedih jauh dari orang-orang dan makanan tercinta. Selain berkomunikasi dengan keluarga dan teman lewat media sosial, saya juga sering menonton Studio 42 UHF tentang Kelakar Betok khasjoke-joke Palembang yang selalu membuat ngakak.

Dang! I omit Palembang.

Tips Saya Bosan Travelling|Fashion Style

Sekarang saya di Paris lagi untuk ketiga kalinya. Sebelum sampai Paris, badan dan koper saya ini sudah melompat ke beberapa negara seperti Austria, Slovakia, Jerman, dan Islandia. Bayangkan, dalam satu hari, saya bisa ada di 3 negara. Makan pagi di Bratislava, makan siang di Berlin, lalu makan malam di Reykjavík. Saya beruntung? Iya. Saya bahagia? Mungkin. Saya lelah? Iya! Pasti!

Saya tidak pernah tahu kalau saya juga bisa bosan jalan-jalan, apalagi di Eropa. Kelelahan terbesar adalah saat pulang dari Cina awal Juni lalu. Belum penuh mengecas tenaga selama 3 minggu, saya harus terbang lagi ke Barcelona karena tiketnya sudah dibeli dari 6 bulan yang lalu. Tidak sampai seminggu pulang ke Denmark, saya masih mengantongi tiket pesawat ke Vienna.

Kalau ada yang mengatakan saya kaya raya, mungkin mereka salah. Meskipun di tahun 2017 ini saya hampir tiap bulan travelling ke banyak negara, tapi sesungguhnya uang saku perbulan lah yang saya gunakan untuk membiayai ongkos perjalanan. Tidak mau rugi, selama masih tinggal di Eropa, alasan saya. Asal kalian tahu, 80% perjalanan saya di Eropa ini pun, saya lakukan sendiri. Jadi bisa dibayangkan betapa kesepiannya saya kadang.

Puncaknya adalah sekarang, saat saya datang lagi ke Paris. Sebelum ke Paris, saya sempat ganti pesawat dulu di Berlin. Sempat membuncah perasaan ingin cepat-cepat pulang ke Kopenhagen dan berlindung hangat di bawah selimut kamar. Saya tahu, luar negeri tidak diciptakan untuk kenyamanan. Tapi sekali lagi, saya mulai bosan dan hanya ingin cepat pulang. No matter how much you love to travel, if you do it for long or often enough, you will get sick of it.

Perasaan seperti capek sendirian mengangkut koper kesana kemari, naik turun tangga stasiun, hingga mengangkat ke kabin pesawat. Bosan mendengar dengkuran lelah para traveller yang sekamar dengan saya di hostel. Bosan dengan suara loker dan gemerincing kunci yang selalu mengganggu tidur di pagi hari. Lelah mendengar serutan resleting penghuni kamar yang siap packing dan check out. Bosan mencari WiFi yang kadang sekalinya ketemu, kacrutnya bukan main. Belum lagi perasaan kecewa setelah mendapati kamar hostel yang bising karena berdekatan dengan jalan raya, perlengkapan dapur yang tidak lengkap, ataupun toilet yang jorok.

Kesempatan bertemu orang lokal, melihat tempat berarsitektur keren, mencoba makanan setempat, hangout di kafe, bukan lagi hal yang menarik setibanya saya di tempat baru. Padahal, justru itulah momentum berharga yang bisa saya dapatkan saat travelling. Sering kali saya mendapati diri yang hanya ingin berleha-leha di kamar, tidak bicara dan bertemu dengan seorang pun, ataupun hanya menunggu saat pulang.

Back to Paris, I start to hate the locals so bad! Orang-orang lokal yang biasanya selalu saya ingin jumpai, menjadi sangat menyebalkan. Kafe-kafe ala Prancis yang cocok untuk menikmati kopi dan croissant, saya acuhkan begitu saja. Acara kultural seperti nonton kabaret, kunjungan ke museum, atau menemukan hidden gems pun, saya coret habis-habisan dari to-do list. Things start to look the same all over Europe.

Saya tidak mengeluh. Travel burnout atau keadaan dimana para traveller merasa jenuh, muak, dan lelah travelling adalah hal yang lumrah. Travelling itu melelahkan. Packing, unpacking, staying in dorm rooms and hotels, booking flights, planning bus routes, reading maps…it all gets a little bit exhausting. Travellingmenyenangkan di awal-awal, tapi kalau dilakukan secara terus-terusan, kenyamanan saya merasa dirampas dan ingin secara mengecas kembali di tempat, yang disebut "rumah".

Thursday, June 25, 2020

Tips Dinner Sendirian? Siapa Takut!|Fashion Style

Soupa Bistro, Bratislava

Dari kecil hingga kuliah, saya bisa menghitung berapa kali saya terbiasa makan di luar. Saya anaknya memang tidak terlalu suka jajan. Sekalinya makan-makan pun, biasanya bersama teman yang selalu saja available saat diajak ketemuan.

Hijrah ke Denmark dua tahun lalu, saya merasa lebih sering kesepian karena memang jarang sekali menghabiskan waktu dengan teman. Pernah suatu kali, ada pageant seru atau restoran yang pengen saya coba, ternyata tidak terlalu menyenangkan jika datang sendiri.

Kadang kaki ini gatal ingin kesana, ingin kesini, tapi malas karena tidak punya teman jalan. Bosan juga lama-lama sering batal jalan hanya karena tidak ada teman, akhirnya saya paksakan saja datang ke banyak kafe, festival, museum, ataupun restoran sendirian.

Di Eropa menjadi hal yang sangat wajar jika orang-orang datang ke festival ataupun museum sendirian. Tapi untuk dinner solo, hmmm, everything is gonna be awkward!

Daging domba di Kopar Restaurant, Reykjav?Okay

Dulu di Palembang, saya sebenarnya bukan orang yang suka keluar nongkrongin restoran cepat saji hanya untuk mengenyangkan perut. Boleh, sesekali. Tapi entah kenapa sejak tinggal di Denmark, selera saya terhadap makanan berubah. Seorang teman pun pernah mengatakan kalau saya memiliki standar yang cukup tinggi untuk makanan.

Pernah suatu kali, saat saya dan dua orang teman masak mie rebus, si teman saya ini hanya menyeduh mie-nya dengan air panas dan ditambahkan bubuk mie. Sementara saya, harus dimasak di atas kompor, ditambahkan sayuran, telur, daging kepiting, hingga bawang goreng. Untuk semangkuk mie rebus, makanan saya termasuk "mahal".

Perubahan selera makan saya ini akhirnya juga berpengaruh dengan tempat makan yang selalu saya pilih. Sedari kecil, orang tua saya selalu mengatakan kalau makan di luar itu, yang dibeli bukan hanya makanannya, tapi juga atmosfirnya. It's totally okay spending some bucks just for experiencing good food and ambience. Dan inilah saya sekarang, selalu penasaran ingin mencoba fine dining atau tempat makan recommended yang ada di banyak tempat.

F-Hoone, Tallinn

Sayangnya, karena rasa penasaran yang "mahal", lagi-lagi saya kesulitan menemukan teman yang mau diajak mencicipi tasting menu ataupun wine di restoran sekitaran Kopenhagen. Maklum, kantong kami masih pas-pasan. Atau mungkin hanya saya saja yang terlalu boros? ;p

Gara-gara hal inilah, daripada menunggu teman dan mati penasaran, saya beranikan diri mereservasi meja di restoran untuk berdua, lalu datang sendirian. Awkward? Iya, kadang. Tapi sebenarnya saya cuek saja karena orang-orang di restoran sebenarnya tidak terlalu memperhatikan.

Saat liburan di Reykjavík , saya sengaja mereservasi meja di salah satu restoran ternama dan memesan 3-course menu. Restorannya sangat antik dengan kursi-kursi kulit dan meja kayu. Meja di sekeliling saya semuanya penuh oleh pelanggan yang datang bersama pasangan dan teman. Meskipun sempat mati gaya dan sedikit krik krik, tapi saya tahan untuk tidak  mengecek ponsel apalagi sok sibuk dengan internet.

?SterGRO, Kopenhagen

Karena kebiasaan yang sering travelling sendirian , akhirnya saya juga keseringan dinner solo di banyak tempat. Tidak jarang saya mendapati orang-orang yang terlihat takjub dan aneh karena saya makan sendirian. Saat di Tallinn, saya paksakan datang ke sebuah tempat makan oke hanya karena tempat tersebut sangat direkomendasikan. Tahu saya datang sendiri, mereka sengaja memisahkan meja hanya untuk saya. Sialnya, karena posisi meja tepat di tengah ruangan, keberadaan saya sangat sukses menyita perhatian banyak pelanggan yang saat itu kebanyakan datang dengan pasangan. Hiks. Miris.

Meskipun sendirian, saat datang pun biasanya saya tidak tanggung-tanggung, sengaja memakai dress dan pakaian rapih hanya untuk makan di restoran oke. Kadang kala, si pelayan menyangka saya sedang menunggu seseorang. But, no, I am not.

"It is really nice seeing you coming alone. Where did you know this place?" tanya seorang pelanggan di hadapan saya. Restoran kecil tersebut memang di-set di sebuah meja dan bangku panjang hanya untuk menampung 24 orang. Kalau dilihat kanan kiri, memang hanya saya satu-satunya orang yang datang sendirian kesana. Lucunya, sudah sendirian, saya datang paling telat. Tapi tidak jadi masalah karena memang dasarnya saya sudah penasaran mencicipi makanan di tempat tersebut.

Dinner solo memang jadi momen yang sangat tidak menyenangkan, apalagi kalau saya sedang travelling. Tujuan punya teman makan itu, agar kita bisa menilai makanan yang dipesan sekalian cerita-cerita seru. Sungguh, dinner solo bisa sangat kesepian dan awkward. Tapi sekali lagi, daripada saya hanya menunggu kehadiran seseorang atau teman yang tidak satu selera, it's time for being a loner!

Tips Enaknya Jadi Au Pair|Fashion Style

Kalau kamu belum tahu au pair itu apa, sebaiknya kamu baca dan mengerti dulu baik-baik konteks au pair itu sendiri. Bagi yang masih juga skeptis saat tahu au pair disamakan dengan babu, think! Think again!

Meskipun banyak sekali cerita tentang au pair yang terpaksa bekerja overtime ataupun kedapatan keluarga angkat yang mean, tapi keluarga angkat itu ibarat perusahaan. Tidak semua perusahaan memperlakukan karyawannya dengan baik. Tapi, kalau memang bernasib mendapatkan perusahaan oke, fasilitas dan perlakuan mewah pun tidak jarang akan didapatkan.

Di postingan sebelumnya, saya pernah memberikan alasan mengapa kamu harus menjadi au pair setidaknya selama satu tahun. Selain mendapat kesempatan jalan-jalan keluar negeri dan belajar budaya baru, beberapa keuntungan berikut ini bisa kamu dapatkan langsung dari keluarga angkat.

1. Kamar dan fasilitas rumah yang cutting-edge

Walaupun tidak bisa dipukul rata, tapi kebanyakan keluarga yang mendatangkan au pair ke rumah mereka termasuk orang kaya. Bayangkan, satu keluarga harus mendatangkan seorang gadis asing ke rumah mereka, dibelikan tiket pesawat, dibayari kursus ini itu, belum lagi asuransi dan lainnya. Meskipun banyak yang menganggap memiliki au pair lebih murah dari mempekerjakan nanny, tapi si keluarga setidaknya harus mengeluarkan uang lebih juga setiap bulannya untuk kebutuhan primer si au pair.

Para keluarga kaya ini tidak jarang memiliki rumah mewah dengan fasilitas modern yang mengagumkan. Mereka biasanya menyediakan televisi, radio, hingga Netflix bagi si au pair agar merasa homey. Fasilitas lain seperti kamar mandi pribadi, ruang gym, laptop pinjaman, ataupun kompor listrik pun biasanya bisa au pair rasakan selama menjadi keluarga di rumah mereka.

2. Eat what you want

Kalau bernasib baik mendapatkan keluarga royal dan tidak pelit, biasanya au pair juga bebas makan apapun yang sudah disediakan keluarga angkat. Untuk mencukupi gizi dan kebutuhan si au pair, banyak keluarga yang peduli dengan makanan favorit au pair mereka, termasuk vegan ataupun Halal.

Seorang au pair yang saya kenal, bahkan dipercaya memegang langsung kartu kredit si keluarga angkatnya agar bebas membeli sendiri makanan yang dia mau di grocery store. Beberapa au pair yang saya kenal pun disediakan lemari es sendiri untuk menyimpan makanan favoritnya semisal salmon, soda, ataupun jenis-jenis snack yang selalu dia makan. Karena tahu salmon adalah barang mahal, lucunya si au pair ini sedikit memanfaatkan kesempatan untuk dibelikan salmon setiap minggunya.

3. Liburan yang mewah

Liburan dengan keluarga angkat itu ibarat blessing in disguise. Di satu sisi, keluarga angkat tidak keberatan membayar tiket pesawat si au pair, disewakan kamar hotel pribadi, bahkan diajak keliling kesana kemari GRATIS! Di sisi lain, liburan dengan keluarga angkat itu sungguh tidak bebas. Meskipun judulnya liburan, tapi sejatinya yang liburan itu malah si keluarga. Faktanya, au pair masih belum bisa bebas tugas mengasuh anak-anak saat liburan.

Sekali lagi, liburan dengan keluarga angkat memang bisa sangat menyenangkan tapi juga terkekang. Lebih dari itu, sebenarnya banyak juga pengalaman tak terlupakan yang au pair bisa dapatkan. Selain jalan-jalan kesana kemari gratis dan menginap di hotel mahal, au pair juga diikutsertakan ke aktifitas keluarga seru seperti snorkelling, sky diving, menunggang kuda, ataupun ski.

Seorang teman mantan au pair pernah diajak liburan gratis dengan jet pribadi keluarga angkatnya, lho! Beberapa teman au pair lain sering diajak bolak-balik UK, Hollywood, summer cottage,pulau-pulau cantik, ataupun hotel mewah, karena keluarga angkat mereka memang sering pergi ke tempat tersebut.

4. Hadiah tak diharapkan

Percayalah, keluarga angkat yang baik akan selalu menghadiahi pengalaman yang seru dan menarik bagi au pair mereka. Saat di Belgia, saya beruntung mendapatkan kesempatan once in a lifetime naik helikopter yang diterbangkan dan mendarat langsung di halaman rumah keluarga angkat saya.

Seorang au pair pernah bekerja di rumah keluarga yang ibunya seorang pengrajin perhiasan. Saat si au pair ini bertunangan, si ibu bersedia membuatkan cincin pernikahan yang berkomposisi berlian. Ada lagi mantan au pair yang saya kenal, tiba-tiba mendapatkan hadiah Natal berupa pc beserta CD-power langsung. Ada juga seorang au pair yang ingin pergi liburan, diberi uang jajan lebih oleh si keluarga angkat.

Sekali lagi, seorang au pair tidak akan pernah tahu dan berharap lebih pada keluarga angkat mereka. Tapi kalau memang kebetulan mendapatkan keluarga kaya dan baik hati, berbagai hadiah pun bisa didapatkan bertubi-tubi.

5. You can also drive

Banyak keluarga angkat yang biasanya membutuhkan au pair dengan surat izin mengemudi, agar bisa mengantar-jemput anak-anak mereka dari berbagai aktifitas. Mengemudi mobil bisa jadi sangat membosankan dan menjemukan, apalagi ini bagian dari tugas.

Eiits, tapi kalau berkesempatan mencoba mobil mewah si keluarga angkat, siapa yang tidak mau coba? Meskipun titelnya, pinjaman keluarga angkat, kapan lagi bisa mengemudi mobil sport BMW keluaran terbaru di jalanan Eropa?! Fasten your seat belt!

Tips Mencari Cowok Ganteng di Cina|Fashion Style

Di awal tahun ini, saya sempat jalan dengan seorang cowok Korea-Amerika yang datang ke Kopenhagen untuk urusan bisnis. Menyinggung sedikit soal percintaan, saya baru tahu kalau ternyata si doi pernah pacaran dengan cewek Cina selama beberapa tahun.

"Waktu saya ke Chengdu, saya seperti artis," katanya.

"Kenapa?" tanya saya sedikit skeptis dengan rasa percaya dirinya yang tinggi.

"Cowok-cowok Cina tuh jelek-jelek, tahu gak sih?"

"No!! Di Indonesia, cowok keturunan Tionghoa justru ganteng, keren, dan maskulin," kata saya sambil membayangkan muka VJ Daniel, Morgan Oey, Joe Taslim, ataupun anaknya Om Ferry Salim itu.

"Iya, di Indonesia. Kamu sudah pernah ke Cina belum? Mantan saya saja sampai berkata begitu, lho."

Membayangkan muka-muka ganteng pemain Meteor Garden ataupun MVP Lover, rasanya brilliant mustahil kalau cowok Cina bermuka pas-pasan. Lagipula, masalah fisik kan relatif. Tidak hanya di Cina, di Eropa pun tidak semua bule mancung dan tinggi semampai.

"Duh, datang kesini deh! Lihat dan buktikan sendiri," kata adik saya, yang memang sedang menyelesaikan studinya di Cina, saat ditanya soal keberadaan makhluk ganteng di negeri Panda.

Jujur, saya datang ke Cina sebenarnya bukan dalam proses berkencan ataupun mencari pasangan hidup. Tapi karena teringat dengan obrolan dengan si cowok Korea-Amerika beberapa waktu lalu, saya jadi penasaran sekalian lucu saja kalau bisa membuktikan ketidakbenaran omongan si doi.

Karena memang ingin mengeksplor satu tempat lebih lama, saya hanya jalan-jalan ke Shanghai, Suzhou, dan beberapa kota kecil lainnya yang masih masuk wilayah Provinsi Jiangsu. Pembuktian pun berlangsung selama 10 hari.

Tidak hanya tempat turis dan transportasi umum, saya juga sempat mendatangi mall, restoran, ataupun tempat nongkrong anak muda di Jiangsu. Benar saja, siap-siap kecewa untuk para cewek! Kenyataannya, sulit sekali menemukan cowok ganteng disini. Bahkan menurut saya, cowok-cowok keturunan Tionghoa di Indonesia jauh lebih ganteng!

Para cowok di Tongji

Para cowok yang saya lihat kebanyakan kurus ceking, mungil, dan kadang sedikit malu-malu kalau berdekatan dengan cewek di subway. Yang membawa pasangan, sering terlihat romantis duduk bersama pacar mereka dan biasanya tidak malu membawakan tas tangan si cewek kemana pun berada.

Saat liburan ke Thailand, saya dengan mudah menemukan cowok good-looking yang ada di jalanan, mall, ataupun transportasi umum. Mirip-mirip di Indonesia lah. Tapi di Cina, entah apa yang terjadi. Muka mereka nyaris semuanya sama dengan postur tubuh yang kebanyakan seragam pula.

Kalau ada yang menyamakan mereka dengan si negara tetangga, sungguh sangat jauh. Cowok-cowok Korea dan Jepang memang super stylish dan suka dandan. Sementara cowok-cowok Cina, far from sophisticated! Karena saat itu sedang musim panas, seragam andalan mereka hanya kaos oblong, celana panjang, dan sepatu. Salah? Tidak. Tapi beda jauh dengan cewek-ceweknya!

Cewek-cewek Cina bergaun cantik melenggang di hangatnya musim panas

Kabar baik bagi para cowok yang mengagumi cewek langsing, rambut panjang halus, dan berkulit putih. China is a real heaven! Serius, saya sampai bingung kenapa populasi cewek cantik di Cina terlalu banyak ketimbang cowoknya.

Meskipun bukan negara fashion, tapi cewek Cina tahu betul cara berpakaian. Di musim panas, mereka bisa saja menunjukkan kulit putih nan mulus di tengah teriknya matahari. Saya sampai dibuat wow sendiri melihat kaki-kaki ramping mereka yang polos tanpa bulu.

Dibandingkan dengan cewek-cewek Eropa yang lebih suka memakai kacamata hitam, cewek Cina lebih nyaman menggenggam payung mereka saat cuaca sedang terik. Pakaian yang dipakai pun ajaib! Meskipun harus berjalan jauh dan naik kendaraan umum, mereka tetap oke saja memakai sepatu hak tinggi, cheongsam, dress panjang, ataupun topi besar. Begh, kalau di Indonesia, pakaian antik seperti itu hanya akan dipakai saat kondangan.

"Musim panas memang lebih modis, coba saja tunggu saat musim dingin. Mulai deh, gayanya lebih cuek. Dari yang pakai jaket warna pink, celana warna biru, lalu boot-nya kuning," kata adik saya, saat saya mengomentari outfit para cewek Cina.

Hayo, cari yang paling ganteng!

Saya sendiri sebenarnya bukan seorangfashion slave ataupun fashion guru. Tapi cukup lama tinggal di Eropa, saya pun jadi ikut memperhatikan cara berpakaian orang-orang sana yang begitu elegan dan stylish. Saat datang ke Cina, saya jadi tahu kalau sebenarnya cewek-cewek Cina berpakaian yang praktikal, hingga terkesan cuek dan apa adanya.

Karena keseringan melihat pasangan cewek cantik dan cowok biasa, saya akhirnya iseng-iseng menginstall Tinder kembali dan mengecek siapa tahu ada satu cowok kyut disana. Dari sekian kali swipe sana sini dan match dengan beberapa orang cowok, yang justru mengirim pesan duluan kebanyakan bule. Diihh! Cowok Cina kebanyakan penakut, apalagi kalau tahu kita turis atau orang asing.

Lalu, saya bertanya-tanya, apa cowok-cowok ganteng hanya ada di television saja ya?

"Tidak juga. Katanya, cowok-cowok Cina di bagian utara lebih banyak yang ganteng ketimbang di selatan. Terus yang kamu lihat di television itu bukan di Cina, tapi Taiwan," kata adik saya lagi.

"Lho, beda?"

"Beda lah. Di Taiwan orang-orangnya lebih oke dan tahu cara merawat diri. Mereka juga lebih terbuka dengan dunia. Lha di Cina, apa-apa diblok (Facebook, Twitter, atau Instagram). Jadi cewek Cina menganggap, para cowok di negara mereka adalah yang terganteng di dunia," tambah adik saya lagi.

"Aha!"

Karena jomplangnya populasi manusia ganteng dan cantik, wajar saja saya beberapa kali mendapati banyak pasangan beda negara disini. Ceweknya Cina, tapi cowoknya ternyata orang Korea atau bule. Pssttt.. katanya cowok Korea sengaja menikahi cewek Cina untuk memperluas bisnis di negara tersebut.How lucky they are!

Nanjing Road, tempat terbaik melihat cewek elegant dan cowok kasual

Ngomong-ngomong, meskipun para cowok Cina bermuka pas-pasan, tapi mereka terkenal super royal terhadap pasangan. Cowok-cowok ini juga hobi sekali memanjakan si cewek dengan barang-barang mahal ataupun ribuan perhatian cinta. Gara-gara hal ini juga, cewek Cina jadi ikutan manja dan si cowok pun kadang tidak berdaya alias takut, kalau si cewek tiba-tiba moody atau ngambek. Duh!

Wednesday, June 24, 2020

Tips 5 Alasan Semua Orang Menanti Musim Panas|Fashion Style

Memasuki bulan Agustus, suhu musim panas di Eropa mulai sedikit bergeser menjadi hangat-hangat sejuk. Liburan ke Wina bulan lalu, saya mesti mengumpat dalam hati karena panasnya bisa sampai 34 derajat! Jujur, saya bukan penyuka musim panas meskipun sudah 20 tahun lebih tinggal di Indonesia.

Walaupun musim panas identik dengan rasa bahagia dan suka cita, tapi saya juga benci hal-hal klasik seperti keringat, para serangga yang mulai girang beterbangan, ataupun kulit yang mulai gosong. Tapi sejujurnya, musim panas juga membawa warna tersendiri dalam satu tahun. Inilah alasan mengapa warga empat musim tetap mencintai dan selalu menanti musim panas!

1. 2. 3. Matahari

Yesh! Alasannya adalah karena sinar matahari yang membawa rasa hangat dan siang hari yang panjang. Dalam satu tahun, warga empat musim harus menggerutu karena lebih dari 8 bulan mereka harus menutup diri dari jaket, mantel, dan segala pernak-perniknya yang sungguh ribet. Saat musim panas datang, inilah waktunya bersuka cita memamerkan bentuk tubuh, menggosongkan kulit, ataupun memakai baju neon yang hanya pas dengan spektrum matahari.

Karena siang hari yang lebih panjang, aktifitas warga empat musim pun menjadi aktif karena ditemani sang surya hingga tengah malam. Saat berkunjung ke Reykjav?Ok di musim panas, baru sekalinya itu saya menyaksikan matahari yang hanya menggantung di langit tanpa sepenuhnya terbenam. Matahari hanya membenamkan setengah diri jam 12 malam, lalu bersinar apik kembali jam 3 pagi.

Sayangnya, musim panas tahun ini di Eropa Utara sedikit mengecewakan karena terus-terusan diguyur hujan dan temperatur yang terbilang masih dingin. Suhu rata-rata siang hari 17-20 derajat, lalu turun drastis menjadi thirteen derajat di malam hari. Di Reykjav?Okay, suhu di tengah hari bolong bisa hanya 11 derajat, yang memaksa orang harus tetap memakai jaket tebal.

4. Libur panjang

Hari terbahagia para anak sekolah dan orang tua adalah saat musim panas. Libur sekolah biasanya dimulai dari akhir Juni hingga awal Agustus atau awal September. Kapan lagi bisa menikmati sinar matahari lebih lama, kalau bukan di musim ini. Makanya banyak juga perusahaan dan kantor yang sedikit "memaksa" karyawan mereka untuk mengambil cuti.

Sebalnya, karena bertepatan dengan libur panjang, banyak pantai dan tempat liburan jadi penuh sesak oleh turis. Sisi positifnya, banyak tempat-tempat seru seperti amusement park ataupun museum yang memang hanya dibuka saat suhu mulai bersahabat dengan kulit.

Five. Festival seru

Hari yang lebih panjang dan cuaca yang lebih hangat hanya bisa berarti satu hal: musim festival. Dibandingkan dengan ketiga musim lainnya, festival terseru dan terbanyak memang digelar saat musim panas. Dari open air cinema, konser musik, ataupun lomba olahraga yang bertemakan outdoor, hanya akan ditemui di bulan Juni hingga Agustus.

Tidak perlu juga merasa miserable dan gundah gulana karena tidak bisa liburan ke pantai, karena warga empat musim tahu kemana harus berlabuh saat akhir pekan datang; pergi ke salah satu festival musik seru bersama teman ataupun pacar, lalu meneguk bir dingin saat matahari terbenam.

BONUS!! It is a berry sweet season!

Stroberi, rasberi, bluberi, ceri, sampai huckleberry, they bring a load of happiness and colours in the summer!

Tips Mencontek Gaya Eropa, Belanja Murah di Indonesia|Fashion Style

Beberapa hari yang lalu, seorang teman lama menghubungi saya via sosial media. Teman saya ini ternyata akan liburan selama beberapa hari ke Eropa. Gara-gara postingan tentang pelajaran fashion , tiba-tiba saya merasa jadi fashion guru karena dicecar banyak pertanyaan tentang pakaian seperti apa yang cocok untuk dipakai di Eropa.

Karena berencana liburan di pertengahan September, si teman sering kali menanyakan apakah cocok memakai boot dan mantel saat liburan ke Eropa di penghujung musim panas. Jawabannya, no! Penghujung musim panas di negara empat musim tidak bisa diprediksi. Kadang lembab, tapi juga bisa sangat kering.

Di Eropa Utara, suhu bisa sangat hangat di siang hari, tapi mendadak turun jadi thirteen derajat di malam hari. Makanya ketimbang boot dan mantel tebal, membawa pakaian yang multifungsional saat liburan ke negara empat musim menjadi sangat mutlak.

Kembali ke teman saya tadi, meskipun tipikal cewek stylish dan pandai berdandan, si doski sebenarnya seorang #PejuangIrit . Artinya, dia bisa saja bergaya sebegitu fenomenalnya, berdandan sebegitu menornya, tapi tetap saja suka berburu barang murah hanya untuk memenuhi gayanya sehari-hari. Pertanyaan dia selanjutnya, dimana bisa mendapatkan barang-barang bergaya Eropa di Indonesia, tanpa harus merogoh kocek sedalam kantong celananya Zara ataupun MANGO.

1. Belanja ke pasar barang bekas

Sejujurnya, saya juga mantan #PejuangIrit . I (still) love secondhand market! Saking cinta dan adiktifnya, saya tidak akan pulang dari pasar sebelum uang habis. Bah!

Yang saya suka dari pasar barang bekas, selain bisa menemukan barang unik dan lucu, saya juga sering menemukan banyak koleksi style khas Eropa yang masih bagus-bagus. Dari mantel, sweater, syal, hingga kaos kaki berbahan wool, semuanya lengkap. Memang sih, kadang modelnya terlalu jadul ataupun ukurannya yang hanya satu. Tapi apa salahnya bergerilya ke kios pakaian satu in line with satu kan?

Psstt... belanja di pasar barang bekas juga bisa berarti dua hal, olahraga dan berhitung cepat Matematika. Go bargain them!

2. Belanja on line

Kalau memang tidak ingin repot mencari pakaian di pasar barang bekas, banyak sekali toko fashion online yang bisa dijadikan pilihan untuk berbelanja. Saya juga sebenarnya pecinta belanja online karena simpeldan lebih banyak pilihan.

Tapi, belanja online juga mesti cerdas. Tidak semua tempat belanja on-line menjual barang yang sama dengan harga yang sama pula. Makanya sebelum memutuskan membeli pakaian di satu toko, jangan malas untuk membandingkan dulu ke beberapa toko on line lainnya.

Salah satu barang fashion Eropa multifungsional adalah jaket parka. Selain membawa beberapa potong kaos, pakaian mini, dan get dressed, saya juga menganjurkan si teman untuk membawa jaket parka berwarna herbal atau gelap untuk berjaga dari angin malam.

Awalnya saya mengira jaket parka di Indonesia bisa sangat mahal. Tapi lihat apa yang saya temukan di kedua toko ini! Mahal memang, jaket parka yang dijual Lazada. Namun saya tiba-tibaspeechless saat melihat jaket parka  berbahan katun yang benar-benar sama dijual dengan harga super super super murah di website-nya Shopee .

Selisih harga hingga Rp 141.000 yang sadis

Jaket ini saya temukan di koleksi Garansi Harga Termurah, Uang Kembali 2x Lipat . Dalam kampanye ini, Shopee akan mengembalikan uang kita kalau seandainya ditemukan barang yang sama dengan harga lebih murah di e-commerce lain. Beberapa barang fashion cewek  ataupun cowok yang saya cek di koleksi yang sama pun, murahnya juga ampun-ampunan. Plus, gratis ongkos kirim untuk minimum pembelanjaan tertentu.

Sebenarnya ada beberapa e-commerce terkenal lainnya yang bisa dijadikan opsi belanja, seperti Buka Lapak atau Tokopedia. Berikut perbandingan harga jaket parka dari dua e-commerce lain.

Melirik harga Shopee, selisih harga dari e-trade ini masih bisa beli gorengan

Dilihat dari perbandingan harga jaket parka empat e-commerce terkenal di atas, bisa dipastikan kalau harga termurah masih dipegang Shopee.Makanya menurut saya, pilihan belanja online lewat Shopee bisa jadi salah satu alternatif irit.Again, be a smart shopper!

Three. Belanja di pasar murah

Sejujurnya saya hanya akan datang ke pilihan terakhir ini jika memang kebetulan sedang di luar dan ingin windows shopping. Sekalian lihat-lihat toko, siapa tahu memang ada barang yang dicari.

Meskipun tidak selalu mendapatkan barang fashion dengan gaya Eropa, tapi biasanya harga yang dipatok pun lumayan murah dan bisa ditawar dibandingkan harus datang ke toko mahal yang ada di mall. Banyak juga get dressed-get dressed lucu ataupun kemeja murah untuk menambah perbendaharaan isi lemari yang bisa dipakai di Indonesia, ataupun saat liburan ke negara empat musim.

Kuncinya, kalau memang harus membeli pakaian di Indonesia hanya untuk dibawa liburan ke Eropa, bawalah pakaian berpotongan simpel dan berwarna natural. Orang-orang Eropa sangat anti memakai pakaian ribet, banyak motif, ataupun tabrak warna. Di musim panas yang extremely good hangat pun, jangan heran kalau banyak juga penduduk Eropa yang memakai pakaian hitam.