Saturday, June 20, 2020

Tips Ketika Para Au Pair Mencari Cinta |Fashion Style

Sebelum memutuskan jadi au pair di tahun 2014, ide saya tentang au pair hanyalah bisa travelling keliling Eropa selain membantu pekerjaan keluarga angkat di rumah. Saya tidak pernah menyadari bahwa beberapa bulan sebelum habis kontrak di Belgia, saya merasakan excitement lain yang ternyata bisa berbuah pengalaman selama tinggal di luar negeri.

Dulu sewaktu tinggal di Belgia, saya termasuk anak yang kurang aktif. Motivasi awal yang tinggi untuk belajar bahasa akhirnya harus terabaikan saat ada konflik batin dengan keluarga angkat.

Teman saya di Belgia tidak banyak dan semuanya au pair Indonesia. Awalnya, persoalan yang selalu dibahas kalau sedang kumpul hanyalah tentang tugas rumahan dan hari libur. Hingga akhirnya seorang teman menggebu-gebu bercerita kalau dia sedang asik textingan dengan banyak cowok Belgia di Tinder dan OKCupid.

Jujur saja, saya tidak pernah tertarik dengan aplikasi kencan online. Di Indonesia, aplikasi tersebut sangat sedikit sekali yang menggunakan.  Masih ada anggapan, orang yang pakai aplikasi semacam itu dinilai tidak laku dan sulit mendapatkan pasangan hingga harus mencari pacar virtual. Tapi saat itu saya sedang di Eropa, tempat dimana para individunya tidak sesosial orang Indonesia. Sulit sekali bisa berkenalan dengan orang baru tanpa harus kenalan lewat internet.

Iseng-iseng mencoba, saya akhirnya tertantang membuat profil di OKCupid. Saya hanya penasaran dengan ide dan konsep yang situs kencan ini tawarkan. Satu bulan membuat profil, saling bertukar pesan dengan beberapa cowok, lalu saya hapus akun tersebut. Membosankan. Cowok-cowoknya pun terkesan sok tau dan kaku.

"Coba saja pakai Tinder. Lebih simpel kok," saran seorang teman.

Sampai detik ini, Tinder masih laku keras di Eropa dan penggunanya pun masih banyak. Menjadi sangat normal para jomblowan/wati bertemu dari aplikasi ini, berkencan, lalu tak jarang memutuskan jadian. Sayangnya, Tinder sering pula berubah fungsi menjadi tempat mencari partner seks semata.

Saya awalnya tidak suka dengan konsep swipe right swipe left di Tinder. Kok, para cowok-cowok itu seperti barang di katalog yang bisa kita tolak ataupun suka dengan hanya bermodalkan ujung jari. Padahal yang kita lihat hanyalah foto dan tulisan super singkat di profil mereka. Jatuhnya seperti hanya menilai seseorang berdasarkan foto saja. Makanya, it's somewhat tough to make your profile bolder on Tinder!

Tapi meskipun begitu, setelah banyak desakan dari teman, saya coba juga aplikasi ini sekitar satu bulanan. Dari Tinder, saya memulai kencan pertama dengan cowok Belgia imut bernama Sibren. Gara-gara aplikasi ini juga, para au pair Indonesia yang saya kenal jadi autis geser kanan geser kiri setiap waktu. Bahkan Tinder kadang jadi ajang kompetisi sebanyakan matched hingga beratus-ratus.

Belum lagi soal curhatan mereka yang matched dengan cowok-cowok super kece, tapi tidak juga dikirimi pesan. Atau, beberapa kali juga para au pair ini hepinya bukan main ketika akhirnya diajak kencan dengan cowok lucu yang mereka temukan di Tinder.

Trust me, dating white guys in Europe is a feat! Mengapa? Karena kadang tidak menyangka bahwa ada cowok bule muda, lucu, keren, bisa suka dan mengajak jalan. Ada perasaan menyenangkan setiap kali saling sapa, chatting, hingga memutuskan berkencan dengan orang baru. Cowok-cowok di Belgia yang pernah saya kencani rata-rata sudah mapan dan punya mobil di usia yang masih muda. Makanya kencan pun bisa sangat eksklusif karena diantar jemput lalu diajak ke bar atau tempat makan.

Karena main Tinder bisa jadi candu dan merasa "laku", tak jarang juga misi para cewek hanyalah sekedar kencan-kencan lucu ataupun one night stand. Tak cocok dengan satu, bisa pilih-pilih lagi di Tinder. Pangsa market Tinder memang sangat menguntungkan untuk si cewek ketimbang cowok. Namun jangan salah, banyak juga cowok ganteng bertubuh atletis yang tidak mencari keseriusan tapi teman tidur saja. Tapi cowok sopan dan benar-benar niat mencari teman jalan atau pasangan pun juga banyak kok.

Waktu daftar di aplikasi kencan, tujuan saya memang bukan untuk cari pacar, tapi pengalaman dan teman jalan. Kalau ada yang mengatakan saya cantik dan seksi karena banyak sekali teman kencan, itu salah besar. Sudah kodratnya, cewek menang banyak kalau eksis di aplikasi online. Cukup diam saja, sudah banyak Like. Lagipula, berkencan dengan cowok beda negara ini merupakan pengalaman baru yang cukup seru.

Saya pun tidak terlalu pilah-pilih asalkan fotonya normal dan profilnya jelas. Karena memang tujuannya cari teman jalan dan pengalaman, saya sudah pernah kencan dengan cowok terjelek (versi teman saya) hingga terganteng dan super mapan. Kadang capek sendiri karena kebanyakan kencan kesana kemari tanpa tujuan yang jelas.

Namun, banyak juga teman saya yang menemukan pasangan hingga jodohnya lewat aplikasi online. Menemukan orang yang tepat pun tidak bisa hanya ketemu satu orang, lalu cocok. Teman-teman au pair kadang harus gonta-ganti teman jalan dulu baru bisa menemukan yang benar-benar klik.

Jika ada yang tanya, sesulit itu kah dapat kenalan cowok di dunia nyata tanpa harus daftar di aplikasi kencan dulu? Jawabannya, iya! Sewaktu tinggal di Denmark, saya memutuskan menjadi orang yang super aktif dan sosial. Tapi tetap saja, tidak mudah kenalan dengan orang baru dan langsung cocok. Jangankan cari pacar, cari teman saja susah. Sempat juga beberapa kali kenalan dengan cowok di festival ataupun acara, tapi tidak ada status lebih dari kenalan.

Yang saya tahu, hampir semua au pair Indonesia di Eropa berkenalan dengan para cowok lewat aplikasi atau situs kencan online. Why not, it's easy. Lagipula orang Eropa kebanyakan dingin dan cuek kalau ketemu langsung. Mereka baru akan terbuka kalau kita sudah kenal dan setidaknya bertukar informasi. Ada sih yang kenalan langsung di dunia nyata, tapi sangat sedikit. Itu pun biasanya tidak jauh berkenalan di bar ataupun klub malam. Too lame, right?

Meskipun begitu, saya ikut bahagia saat tahu teman sesama au pair ada yang sampai menemukan pasangan via online. Tapi kadang sedih juga kalau gara-gara pacar ini, si teman jadi anti-sosial. Kegiatan yang tadinya hang out dan nongkrong setiap weekend dengan teman, harus berubah menjadi kunjungan ke rumah pacar. Niatnya tadi bisa menambah teman baru dan bersosialisasi saat masa au pair, kadang jadi menarik diri karena sudah ada pacar yang menemani.

Padahal tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan tinggal di luar negeri. Namun sayangnya, karena sedang dimabuk cinta dengan si pacar beda negara, para au pair seperti kehilangan kesempatan menikmati host country dan travelling ke negara lainnya. Rutenya hanya rumah host family - rumah pacar - rumah host family - rumah pacar.

Tidak ada yang salah memang jika mereka bahagia. Apalagi kalau si pacar termasuk orang yang sosial dan punya banyak teman. Kita mungkin bisa ikut kumpul-kumpul dengan gengnya saat days off.

Namun, yakin ingin memutuskan pacaran? Bukankah masa kontrak au pair hanya berkisar 12 hingga 24 bulan? Sudah siapkah pacaran lalu tiba-tiba harus kembali ke negara asal? Apakah siap juga untuk memilih LDR menyambung tali kasih? Ataukah jalani saja hubungan ini sampai ada kata putus?

Apapun pilihan si au pair, kebanyakan dari mereka juga sebenarnya mencari keseriusan. Dari rasa serius terhadap pasangan ini lah, banyak au pair mengejar cintanya agar bisa tinggal di Eropa bersama si pacar. Namun lagi-lagi, tidak gampang. Pacaran bukan hanya mengejar green card ataupun kesenangan, tapi mesti bersiap juga untuk drama, sakit hati, dan kekecewaan. Girls, modern dating is tough, especially if you are living overseas.

Ada yang tertarik mencari cinta di Eropa?

Tips Mencicipi Kangguru dan Buaya di Banksia Food & Beer|Fashion Style

Tahun lalu saya berkesempatan fine dining dengan para member InterNations yang tergabung di grup Girls Night Out. InterNations sendiri adalah wadah perkumpulan ekspatriat di negara tertentu yang sering mengadakan event seru setiap minggunya. Sila coba saja daftar menjadi member mereka untuk update event terbaru sekalian bertemu dengan para global minded lain.

Saya sendiri sebenarnya kebagian informasi bukan melalui akun InterNations, tapi Meetup . Julia, host acara yang terkenal quirky dan easygoing, mengundang 6-8 cewek di sekitar area Kopenhagen untuk makan malam sekalian nonton bareng film di bioskop setelahnya.

Restoran yang dipilih pun berada di Indre By atau downtown-nya Kopenhagen. Karena sedang ada promo di Sweetdeal , Julia hanya menekankan kepada para undangan untuk hanya membayar 290 DKK termasuk tiket nonton dan 3-course menu makanan Australia di Banksia Food and Beer. Sounds very enticing!

Iseng-iseng mengecek situsnya, Banksia adalah restoran Australia yang ternyata menyediakan kangguru dan buaya sebagai menu andalan mereka. Harga menu yang ditawarkan pun termasuk mahal-mahal. Untuk menu kangguru, pelanggan harus merogoh kocek 235 DKK in keeping with porsi. Beruntung sekali saya bisa mencicipi 3 macam menu hanya dengan 200 DKK saja, plus tiket nonton ninety DKK.

Jam 6 sore ditengah cuaca Kopenhagen yang basah, saya masuk ke restoran berdua lantai ini. Lantai pertama dibuat lebih rileks sekalian menyediakan menu burger mini kangguru dan bir keran. Sementara naik ke lantai atas, suasana cozy dan elegan menyambut di pintu depan. Julia yang sudah menunggu, melambaikan tangan ke saya.

Atmosfir lantai dua Banksia memang wonderful nyaman dan intim. Lampu-lampu dibuat temaram, lilin sudah benderang di tiap meja, serta meja-meja simpel nan elegan menambah kesan mewah restoran. Beberapa grup tamu pun sudah memenuhi ruangan berdekatan dengan meja kami. Ingin sekali memotret ruangan dalam restoran, tapi saya buru-buru menyimpan ponsel dan lebih menikmati suasana makan malam ketika semua cewek dari InterNations telah tiba.

Kembali ke menu Banksia, jadi dari kupon promo yang Julia dapatkan di Sweetdeal, kami boleh memilih satu dari masing-masing appetizer, main course, dan dessert. Meskipun dengan harga 200 DKK kami tidak bisa asal pilih makanan yang ada di menu, namun pilihan yang sudah disediakan pun tidak pelit dan semuanya terlihat enak.

Untuk menu pembuka, pelanggan boleh memilih antara Crocodile Dumpling Soup atau satu makanan Italia, yang saya lupa namanya, berbentuk bola-bola nasi yang digoreng. Penasaran dengan menu buaya, saya memutuskan untuk memilih sup buaya sebagai appetizer.

Sup buaya yang bercitarasa Australia-Asia ini ternyata cukup menyegarkan dan pedas dengan perpaduan daun serai, cabe, dan lemon. Sementara daging buayanya diisi di dalam dumpling yang lembut. Dagingnya berwarna putih dan menurut saya lebih mirip daging ayam yang direbus namun tanpa serat. Lumayan pas dipadukan dengan sup berkuah pedas segar.

Di menu utama, pelanggan boleh memilih antara Banksia Steak 150GR, Seared Tuna, atau menu andalan mereka, The Kangaroo. Meskipun di luar sana banyak pendapat yang pro kontra dengan daging kangguru, saya tetap penasaran dan memilih kangguru sebagai menu utama. Iseng-iseng bertanya ke pelayannya, ternyata daging kangguru bukan didatangkan langsung dari Australia tapi Jerman.

The Kangaroo disajikan super apik dengan perpaduan mashed potato,buah bit bakar, dedaunan segar, dukkah kacang, serta saus buah bit hangat. Rasanya? Juara! Daging kanggurunya super lembut dan saus buah bit-nya juga pas sebagai pelengkap.

Berbeda dengan daging sapi yang banyak serat, daging kangguru memiliki serat lebih sedikit dan teksturnya lebih lembut. Katanya juga, daging kangguru mengandung banyak protein, lho!

Setelah lumayan kenyang menyantap makanan utama, saatnya menunggu makanan penutup yang bisa dipilih antara Beer Tiramisu atau Brownies. Tentu saja saya memilih tiramisu berasa bir yang cukup unik dan baru.

Tiramisu disajikan dengan taburan kacang tanah dan Macadamia dipadukan dengan saus bir dan madu. Rasanya menurut saya sedikit aneh karena perpaduan manis dan pahit dari alkohol yang kurang pas di lidah saya. Pun begitu, bagi yang suka bir, tiramisu yang lembut akan mencair di lidah bersama rasa alkohol yang cukup strong pasti akan menambah kesan baru dan berbeda.

Overall, pengalaman makan buaya dan kangguru menjadi sangat seru karena sekalian bisa bertukar cerita dengan girls member InterNations lainnya. Saya juga cukup beruntung bisa makan di tempat ini karena ternyata Banksia sudah tutup permanen di akhir tahun 2017.

Bagi yang punya kantong cetek seperti saya namun tetap ingin makan enak di restoran dengan harga murah di sekitar place Kopenhagen, boleh cek promo atau diskon di Sweetdeal. Biasanya akan ada kupon makan atau nongkrong dengan diskon lumayan setiap minggunya.

Friday, June 19, 2020

Tips Ide Kencan Seru: Camping di Hutan|Fashion Style

Sejak di Belgia dulu, saya dan beberapa orang teman pernah berencana camping saat musim panas di Ardennes. Ardennes, wilayah kecil di selatannya Belgia menjadi salah satu tempat paling populer selama musim panas karena keindahan hutan dan alamnya yang sedikit berbeda dari wilayah utara Belgia. Sayang sekali, saya harus segera pulang ke Indonesia di awal musim semi.

Musim panas tahun kedua di Denmark, ide camping masih berada di top list what-to-do. Ingin mengajak beberapa teman, tapi sepertinya mereka masih sibuk kerja. Tidak ingin rugi menghabiskan musim panas hanya di kota, saya memasukkan camping sebagai ide kencan berikutnya bersama Bunny .

Sedikit kaget ternyata doi sangat antusias dengan ide kencan outdoor yang saya ajukan. Kami memang baru kenal sekitar satu bulan, tapi karena doi orangnya sopan dan terbuka dengan ide baru, saya pun cukup senang ada teman camping. Ibaratnya, cukup aman untuk mempercayai doi sebagai teman berpetualang di alam bebas.

Di Denmark terdapat banyak tempat yang sebenarnya bisa dijadikan lokasi camping,mulai dari lokasi berbayar hingga gratisan. Dari hutan, tebing, hingga pantai. Mencari tempat gratisan juga tidak sulit karena bisa langsung diakses di website Balai Konservasi Sumber Daya Alam Denmark . Karena Bunny lebih mengenal negaranya, mencari spotcamping adalah tugas doi.

Berbekal tenda pinjaman mini milik Brian, saya dan Bunny mantap akan camping di akhir pekan. Tugas membawa peralatan pun dibagi rata. Saya kebagian membawa bahan makanan, alat makan plastik, dan tenda. Sementara Bunny yang akan membawa duvet, bantal, hingga peralatan untuk memanggang.

Sempat nyasar ke perumahan penduduk, saya dan Bunny sampai ke lokasi camping yang ternyata adalah lapangan kecil dikelilingi pepohonan. Karena hujan yang terus mengguyur dan lamanya waktu tempuh, kami baru sampai jam 8 malam.

Tanpa persiapan peralatan camping yang benar, kami hanya mengandalkan lampu senter dari ponsel saja. Suasana sekitar begitu gelap dan sepi. Belum lagi keadaan rumput yang masih basah karena hujan. Kabar baiknya, di Denmark tidak ada hewan liar dan berbahaya, makanya saya cukup berani gelap-gelapan di hutan saat itu.

Saat melihat tempat panggangan yang sudah disediakan, Bunny langsung bersigap menyalakan api. Dengan sangat serius, cowok Denmark ini berusaha memadukan spiritus, arang, hingga ranting kayu hanya untuk mendapatkan sedikit cercahan. Saya, meskipun pernah tergabung sebagai anggota Pramuka, hanya jadi penonton sesekali membantu.

Setelah semua urusan api dan tenda selesai, kami mulai menyiapkan bahan makanan siap panggang yang terdiri dari daun bawang, kentang, wortel, sosis sapi, serta ayam yang telah dibumbui. Bagian terserunya tentu saja saat memanggang makanan diiringi suara nyanyian di perut. Everybody was starving!

Sempat panik gara-gara hujan turun cukup deras di tengah malam dan takut kebasahan, nyatanya kami tetap bisa tidur dengan baik. Pagi-pagi buta, sekitar jam 5-an, kuping saya mulai tergganggu dengan bisingnya suara pesawat hingga tidur pun tak nyenyak lagi.

Tak kaget, lokasi camping kami saat itu memang sangat berdekatan dengan Bandara Kastrup. Namun tak menyangka juga kalau pesawat yang terbang rendah bisa sangat menganggu.

Bosan dengan suara bising pesawat yang makin mengaung saat hari mulai terang, saya bangun dan langsung membuka tenda.

Uh lala ~

Good morning, sunshine!

Udara segar nan lembab masuk menyegarkan wajah. Mata pun dibuat segar dengan hijaunya pepohonan dan rumput di sekitar yang semalam absen warna aslinya.

Kaki saya masih membeku. Dari semalam saya merasa kedinginan karena selimut yang dibawa Bunny tidak mampu menahan hawa dingin. Jangan salah, meskipun saat itu musim panas, tapi suhu malam di Denmark bisa turun lagi jadi 15-17 derajat Celsius. Lalu Bunny, masih tidur nyenyak dengan cover hangat pribadinya.

Saat sarapan, kami sekalian main tebak-tebakan pesawat dari maskapai mana yang sedang terbang di udara. Kencan juga semakin romantis karena Bunny mengajak mengitari hutan dulu sebelum pulang. Doi pun sekali lagi, sangat kooperatif dan helpful melipat kembali tenda hingga membersihkan sampah makanan dari sisa semalam.

Setelah camping date pertama ini, entah kenapa saya dan Bunny malah semakin antusias merencanakan kencan selanjutnya. Bukannya menyeramkan tinggal berdua saja di hutan yang gelap, kami malah menikmati kebisuan dan suasana hutan Denmark saat musim panas. Dengan keahlian Bunny yang bisa menyalakan api unggun, saya ikut merasa aman punya camping mate yang multi-talented seperti doi. Ehehe.

Dua minggu kemudian, sebelum saya pulang ke Indonesia, kami merencanakan kembali ide camping date. Kali kedua ini, kami tetap memilih hutan yang tidak jauh dari sempat saya tinggal. Karena sudah tahu situasi dan kondisi sebelumnya, saya dan Bunny juga lebih optimal mempersiapkan peralatan seperti membawa sleeping bag, senter, bantal, korek api, panggangan sekali pakai, dan alumunium foil yang berguna saat memanggang.

Menurut saya, camping bisa jadi ide kencan seru yang bisa dicoba bersama pacar ataupun gebetan yang cukup kita kenal. It would bring something new in your dating scene. Karena dari sini juga, akan sedikit ketahuan sifat asli si pasangan apakah mereka termasuk orang yang kooperatif atau hanya hobi mengeluh.

Camping memang tidak gratis, karena kita juga mesti siap dengan peralatan dan bahan makanan yang sebenarnya lebih banyak menguras biaya, pun tidak banyak. Yang paling penting dari semua persiapan, camping tidak akan berjalan tanpa kehadiran tenda.

Saya cukup beruntung karena bisa meminjam tenda milik Brian yang katanya sudah hampir 3 tahun disimpan di gudang. Tenda ini pun tidak besar, berukuran 210 x 110 cm yang hanya cukup untuk orang dua saja. Katanya, dulu Brian memang sengaja membeli tenda ini untuk Emilia, host kid saya. Kalaupun ingin membeli tenda murah meriah, coba cari di Bilka atau Føtex dengan harga 199 DKK.

Overall, saya bahagia akhirnya bisa camping di Eropa saat musim panas. Kegiatan outdoor seperti ini tetap saya ingin coba saat di Norwegia nanti. No doubt, alam Norwegia lebih menarik dan indah ketimbang Denmark.So, see you in the next camping!

Kalian sendiri bagaimana, lebih prefer ber-camping ria dengan pacar atau teman?

Peringatan!!

Camping berdua di alam bebas bisa sangat berbahaya jika kalian memang tidak terlatih menghadapi resiko atau kecelakaan yang akan ditimbulkan. Just because we do it, doesn't mean you have to do so.

Tips Keluarga Arab? Pikir Lagi!|Fashion Style

September tahun ini, surat kabar di Inggris memberitakan telah terjadi pembunuhan seorang au pair Prancis oleh host family-nya. Si ibu, seorang sosialita dan artis, bekerja sama dengan suaminya tega membakar tubuh au pair mereka di kebun belakang rumah. Pas saya lihat nama host family tersebut, mereka ternyata keturunan Prancis-Aljazair yang menetap di Inggris.

Beberapa kali saya menerima surel dari pembaca blog yang curhat soal calon host family mereka. Calon keluarganya bukannative, melainkan orang keturunan Arab yang lahir dan besar ataupun sudah lama tinggal di negara tersebut. Tanpa pikir panjang, saya langsung menyuruh mereka skip dan cari keluarga lain.

Katakan saja saya rasis, tapi saya memang sudah mem-black list para calon keluarga angkat keturunan Arab. Keturunan Arab disini maksudnya tidak hanya mereka yang tinggal di Arab Saudi, tapi juga Maroko, Libya, Aljazair, ataupun negara berparas Arab lain.

Tidak hanya sekali dua kali saya mendengar berita buruk au pair dari para keluarga Arab tersebut, namun saya pun pernah mengalaminya.

Pertama kali ke Belgia, keluarga angkat saya dua-duanya keturunan Maroko yang besar dan sudah lama tinggal di Belgia. Meskipun dari gaya dan pola pikir sudah mengikuti orang Belgia, namun kultur dan karakter mereka sejatinya tetaplah orang Maroko.

Setelah 5 bulan tinggal bersama, saya resmi stop kontrak dengan mereka. Si ibu memiliki sifat yang terlalu perfeksionis, emosional, dan sangat menyakitkan kalau bicara. Sementara si bapak, diam-diam menghanyutkan. Betul-betul perpaduan keluarga temperamen yang membuat saya cukup tertekan.

Lain lagi dengan kisah teman saya yang harus tinggal dengan pasangan keluarga Tunisia-Denmark. Berbanding terbalik dengan sifat kalem si bapak yang orang Denmark asli, si ibu bersikap paling bossy dan keras di keluarga. Bahkan sebelum mengakhiri kontrak dengan keluarga tersebut, teman saya sampai dimaki-maki dengan kata-kata kasar terlebih dahulu.

Teman saya ini sampai mengalami kecelakaan fisik di tangannya saat bekerja, namun diacuhkan saja oleh si keluarga. Sialnya, karena ibu Arab yang paling berkuasa di rumah, si bapak juga hanya bisa diam dan tak tahu harus berbuat apa. No wonder, Danish men are the passive ones at home.

Pernah juga seorang teman saya tinggal di keluarga pasangan Arab Saudi yang bapaknya exceptional perhitungan dengan waktu dan uang. Entah kenapa, teman saya ini seperti diadu antara tugas dan uang sakunya. Si bapak malah pernah ingin menarik kembali uang yang diberi hanya karena teman saya berani bicara dan menentang.

Tidak hanya keluarga Arab, saya juga sedikit skeptis dengan pasangan keluarga dari negara Asia Selatan dan Timur yang tinggal di Eropa. Mungkin karena sudah terbiasa memiliki pembantu di negara asal mereka, makanya mereka melihat au pair layaknya pembantu rumah tangga yang super fleksibel, mudah disuruh-suruh, dan money-oriented.

Oh, come on! Meskipun berasal dari negara berkembang, kita tidak datang ke Eropa untuk mencari uang layaknya TKW/TKI yang bekerja di Timur Tengah. Kadang kala kita harus bersikap sedikit cool agar tidak direndahkan oleh keluarga Arab yang sok kaya itu.

Oke, tidak semua keluarga Arab yang tinggal di Eropa memperlakukan au pair dengan buruk. Ada juga keluarga yang bersikap transparan, lemah lembut, dan mematuhi regulasi. Tidak adahost family yang sempurna memang. Bahkan keluarga native pun bisa bertindak kasar dan tidak adil dengan au pair mereka. Seperti kata Brian, host dad saya, "sangat tidak fair bicara masalah latar belakang keturunan, karena bukankah keluarga jahat ada dimana-mana? Tidak harus orang Arab kan?"

Lalu, bagaimana mencegah tindakan buruk calon keluarga angkat sebelum betul-betul setuju jadi au pair mereka?

Banyak-banyaklah diskusi! Mau itu keluarga Arab, keluarga Belanda, ataupun keluarga Spanyol, sulit sekali menerka sifat asli seseorang hanya lewat email ataupun Skype. Namun dengan berdiskusi panjang lebar dan mendalam, setidaknya kita bisa mendapatkan gambaran tentang tugas dan ekspektasi si keluarga.

Ada baiknya lagi minta kontak au pair yang sedang atau pernah tinggal dengan mereka. Dari para au pair itu, kita bisa mendapatkan informasi paling relevan tentang bagaimana mereka diperlakukan oleh si keluarga. Red flag kalau mereka pernah punya au pair dari Filipina!

Girls, au pair Filipina adalah tipikal YES-man yang terlalu penurut, money-oriented, dan biasanya "oke-oke saja" bekerja overtime. Banyak sekali kisah au pair Filipina yang bukannya dianggap keluarga, namun asisten rumah tangga semata. Keluarga yang sudah pernah punya au pair Filipina sebelumnya biasanya akan memperlakukan au pair Asia lainnya sama persis dengan perlakuan mereka ke para gadis Filipina tersebut. Kalau mereka diperlakukan baik, chances are you would be treated the same.

Kalau memang si keluarga tidak pernah punya au pair sebelumnya, sering-seringlah bertanya tentang tugas dan hak kalian sedetail mungkin. Keluarga yang baru pertama kali punya au pair biasanya akan lebih santun dan berhati-hati dengan regulasi. Artinya, mereka akan berusaha membuat si au pair merasa nyaman di rumah mereka. Tapi hal ini juga kadang bisa meleset, karena bisa jadi si keluarga terlalu perfeksionis dan banyak ekspektasi.

Jadi, sebelum benar-benar girang karena sudah dapat offer dari satu keluarga, jangan lupa cross-checked lagi tentang latar belakang, ekspektasi, dan referensi keluarga tersebut!

Tips Guide Au Pair: Mulai dari Mana?|Fashion Style

Beberapa kali saya menerima surel dari pembaca yang mengatakan kalau mereka sangat tertarik menjadi au pair namun tidak tahu harus mulai dari mana. Meskipun sudah ada guide au pair yang pernah saya tulis sebelumnya, namun kelihatannya para pemula harus dibekali banyak referensi lain agar lebih jelas.

Cerita sedikit tentang pengalaman newbie dulu. Pertama kali memutuskan au pair, umur saya saat itu 22 tahun dan sedang sibuk mengurus tugas akhir kampus. Keinginan untuk tinggal di luar negeri sudah lama menjadi mimpi dan memang selalu optimis hingga saat itu. Tahu sebentar lagi akan lulus, saya jadi kepikiran ingin lanjut S2 dan cari beasiswa. Tapi karena yakin IPK dan bahasa Inggris masih pas-pasan, terpaksa skip!

Masih tetap dengan mimpi bisa hidup di luar negeri, banyak keyword yang saya masukkan di Google untuk sekedar mencari cara lain. Beberapa cara tersebut bisa dengan bekerja menjadi seorang skilled worker, volunteer, ikut kompetisi seni atau sains, WWOOF, ataupun jalan-jalan.

Ide menjadi seorang skilled worker sepertinya mustahil, apalagi saya masihfresh graduate saat itu. Volunteering, sepertinya juga belum memungkinkan plus butuh biaya lain. Pun begitu dengan travelling, setidaknya saya mesti menabung 2 tahun dulu agar bisa menginjakkan kaki ke Eropa. Meskipun menabung selama 2 tahun diarasa belum mampu juga kesana, tapi impian ke Eropa memang sudah saya tulis lama di buku jurnal. Plus, rincian kapan, musim apa, hingga biaya yang kira-kira mesti ditabung.

Satu hari, saya mampir ke toko buku online untuk mencari buku-buku travelling. Saya dulu memang penggila buku travelling ataupun cerita-cerita yang berbau luar negeri. Bagi saya, buku-buku seperti ini membawa inspirasi dan motivasi untuk bisa juga merasakan apa yang sudah penulis lakukan. Seperti tidak sabar ingin ikut berpetualang.

Karena pilihan buku yang ada di toko luar biasa banyaknya, saya iseng-iseng mengklik bagian "SALE". Dari bagian tersebut, entah kenapa saya iseng-iseng klik lagi genre "ROMANTIS". Kalau mau jujur, saya bukan termasuk penyuka novel bernuansa romansa ataupun percintaan. Tapi ternyata, dari menyusuri kumpulan buku fiksi percintaan ini, jalan saya ke Eropa terasa lebih lebar.

Satu judul buku menarik perhatian saya. Saya lupa judulnya apa, tapi intinya tentang kisah cinta seorang cewek Indonesia yang tinggal di Austria. Meskipun fiksi, tapi beberapa intrik dari kisah ini diambil dari kisah nyata si cewek yang bekerja sebagai au pair di Wina. Eh, saya lalu penasaran "apa itu au pair?". Mengapa si cewek ini bisa dengan "mudahnya" ke Eropa dengan hanya menjadi au pair? Lalu, dari situlah rasa penasaran saya berkembang setiap hari.

Sama seperti para pemula di luar sana, saya pun berusaha mencari tahu tentang seluk-beluk au pair ini sendiri. Apa yang saya lakukan? Mulai dari mana?

1. Pahami dulu apa au pair itu

Sebelum terlalu bahagia bisa ke Eropa dengan menjadi au pair, seorang pemula mesti betul-betul mengerti apa itu au pair. Sorry, au pair bukan pembantu ya! Cari tahu dulu mulai dari tugas, tanggung jawab, jam kerja, ataupun hak yang bisa kita dapatkan. Pelajari sampai ke detail-detailnya tentang peranan au pair di keluarga. Keep browsing kesana kemari sampai betul-betul paham konsep utama jadi au pair.

Semua pencarian saya lakukan secara mandiri via online tanpa tahu harus bertanya ke siapa. Apalagi dulu, banyak cerita di internet hanya terpaku dengan au pair Belanda, Jerman, dan Prancis saja. Sementara saya tidak minat ke tiga negara tersebut.

2. Cek regulasi

Saat tahu tujuan au pair, saya langsung merasa au pair adalah hal yang selama ini saya cari. Nyaris gratis, tanpa embel-embel sertifikat bahasa, lalu bisa hijrah ke Eropa. Praktis, saya sangat antusias membuat profil di Au Pair World dan kebingungan memilih negara mana saja yang menarik.

Tapi tunggu! Sebelum memutuskan pilih negara, ada baiknya kita mesti tahu juga negara mana yang berlaku bagi pemegang paspor Indonesia. Tidak semua negara bisa kita jadikan host country, lho. Contohnya saya, pertama kali cari keluarga di Au Pair World inginnya dari Selandia Baru yang setelah dilihat regulasinya, tidak memungkinkan bagi orang Indonesia.

Postingan saya tentang guide au pair ataupun tips au pair sebelumnya mungkin bisa dijadikan referensi saat memilih negara. Menurut saya, Au Pair World pun bisa digunakan sebagai bahan referensi terbaik untuk mengecek regulasi tiap negara. Tidak hanya itu, Au Pair World juga memuat banyak informasi penting yang berhubungan dengan tugas, hari libur, ataupun hak au pair.

Three. Buat profil

Yakin sudah tahu ingin ke negara mana, selanjutnya adalah membuat profil dan mencari keluarga angkat. Pilihlah setidaknya dua hingga lima negara yang paling membuat kamu termotivasi. Pasang foto-foto terbaik bersama anak-anak dan tulislah esai sejujur mungkin tentang motivasi kamu jadi au pair. Percayalah, saya pun harus update profil hingga 10 kali untuk menuliskan the real me as a person.

Sangat disarankan untuk membuat profil di lebih dari satu situs agar peluang mendapatkan host family lebih besar. Selain itu, coba juga cari situs au pair ataupun agensi gratis agar tidak membebankan kamu soal biaya.

Cek postingan berikut untuk lebih tahu tips memenangkan hati keluarga angkat !

Four. Perbanyak referensi

Jadi au pair tidak hanya kerja dan jalan-jalan, but more than those! Ingat ya, au pair bukan liburan. Ada tanggung jawab yang mesti kamu pegang disitu. Jadi au pair juga tidak selamanya menyenangkan, bahkan bisa jadi sangat menyeramkan. Meskipun, kamu juga tetap harus memikirkan ada banyak enaknya jadi au pair .

Saat saya mencari tahu tentang au pair sekitar 4 tahun lalu, artikel di Google kebanyakan berisi tentang cerita-cerita bahagia au pair Belanda, Jerman, dan Prancis. Tiga negara ini memang sangat populer bagi cewek-cewek Indonesia. Semua cerita yang dibagikan kebanyakan menyenangkan seperti tidak ada cacat.

Wah, kalau kamu sudah mengalaminya, sebenarnya cerita au pair tidak selamanya demikian. Beberapa postingan saya di blog ini juga memuat beberapa cerita menyedihkan saya bersama host family yang berakhir putus kontrak dan perang dingin.

Banyak-banyaklah membaca kisah au pair Indonesia yang baik dan buruk. Memang, tidak semua cerita buruk biasanya diceritakan dan muncul di net. Tapi percayalah, pengalaman buruk tersebut memang benar adanya.

Selain baca blog para au pair Indonesia, boleh juga tonton video para au pair vlogger di Youtube untuk melihat secara lebih dekat keseharian au pair. Saya dulu juga membaca buku Icha Ayu yang berjudul Au Pair - Backpacking Keliling Eropa dengan Menjadi Babysitter sebagai referensi lain mengenal dunia au pair.

Jika memang tidak malas, sila baca juga beberapa curhatan hati para au pair dalam bahasa Inggris yang bisa kamu temukan di net. Kadang, tulisan berbahasa Inggris ini menceritakan poin dan fakta lain yang tak kamu duga-duga ketika memutuskan jadi au pair.

5. Persiapkan intellectual kamu

Selagi memperkaya referensi dan terus mencari keluarga angkat, saya sarankan untuk mulai mempersiapkan intellectual. Mengapa, karena tinggal di luar negeri tidak selamanya menyenangkan. Selain dipaksa untuk mandiri dan bertanggungjawab, kamu harus membentuk sifat berani.

Berani disini maksudnya adalah berani menerima resiko, berani speak up, berani menentang jika ada masalah, berani melawan diktator, berani menghadapi orang-orang baru, dan berani membahagiakan diri sendiri. Banyak sekali saya temukan au pair di Eropa yang terpaksa pulang karena bermasalah dengan host family mereka, ataupun karena baru sadar ternyataau pair isn't for them. So, be ready!

Bagaimana, masih bingungkah memulai langkah menjadi au pair? Kalau ada pertanyaan, feel free untuk bertanya di kolom komentar atau via contact ya. Cheers!

More manual:

Hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair

Guide untuk para calon au pair

Usia yang tepat mulai au pair pertama kali

Pakai agensi atau mandiri?

Thursday, June 18, 2020

Tips Review Penerbangan Philippine Airlines Kelas Ekonomi Rute Kuala Lumpur - Shanghai |Fashion Style

Sebelum keberangkatan ke suatu tempat dengan maskapai baru, saya memang selalu rajin research dulu tentang kualitas dan tempat duduk pesawat yang akan saya naiki. Kali ini saya akan kembali ke Cina bersama ibu mengunjungi adik yang sedang studi disana. Karena akan membawa emak-emak jalan, saya memang mencari full board airlines yang cukup nyaman untuk penerbangan cukup jauh.

Pilihan pertama saya kemarin adalah Malaysia Airlines yang terbang dari Jakarta PP hanya 3,5 juta saja per orang. Sialnya, saat akan di-booking, harga promo tersebut sudah naik di atas 6 jutaan. Harganya masih oke sih, tapi karena kali ini gantian saya yang akan membelikan tiket, budget terpaksa harus ditekan maksimal 10 juta untuk dua orang.

Sempat bingung cari rute terbaik, akhirnya pilihan jatuh ke Philippine Airlines setelah melihat harganya hanya 1 juta saja one way dari Kuala Lumpur ke Shanghai, dan transit di Manila selama 11 jam. It was a great deal! Meskipun harus transit di malam hari, namun kesempatan ini akan saya gunakan sekalian bertemu teman Filipina yang sudah lama kenal namun belum pernah ketemu.

Sayangnya, tidak banyak review berbahasa Indonesia tentang maskapai ini selain reputasinya sebagai salah satu maskapai paling berbahaya di dunia. Makanya kali ini saya ingin berbagi pengalaman tentang pengalaman penerbangan kami menggunakan Philippine Airlines.

Proses check-in dan bagasi

Satu hari sebelum keberangkatan, saya mencoba check-in via website mereka namun ternyata gagal. Saat membeli tiket via Traveloka, saya sudah bisa memilih tempat duduk. Namun saat mencoba check-in, tempat duduk yang sudah saya pilih sebelumnya (yang ternyata) di kelas premium economy dipindahkan ke bangku ekonomi. Mungkin karena penerbangan rute Kuala Lumpur - Manila sedang sepi kala itu.

Di Kuala Lumpur, petugas konter membantu saya mencetak dua boarding pass untuk penerbangan lanjutan. Tapi katanya, mereka tidak bisa mencetak boarding pass untuk keberangkatan dari Manila. Jadi kami harus mendatangi transfer desk setibanya di Manila untuk meminta boarding pass.

Philippine Airlines termasuk tidak pelit menyediakan bagasi gratis hingga 30 kg* bagi penerbangan internasional. Karena memang kami hanya transit di Manila, jadi bagasi tidak harus diambil di conveyor karena akan menginap dulu di bandara. Petugas imigrasi pun sangat santai memberikan kami cap keluar airport Manila.

*Untuk tiket yang dipesan pada/setelah 17 Agustus 2018, penumpang kelas Economy Saver/Value/Classic/Flex untuk penerbangan internasional Asia (kecuali Jepang) mendapatkan 25 kg, sementara Premium Economy 30kg

Kursi

Pesawat yang akan digunakan untuk kedua rute menggunakan Airbus 321 yang cukup luas berkonfigurasi 3-3 untuk kelas premium economy dan ekonomi. Lebar kursi kelas ekonomi 30 inchi sementara premium economy 34 inchi.

Benar saja, tidak banyak penumpang yang akan berangkat dari Kuala Lumpur ke Manila sehingga kursi bagian belakang pesawat banyak sekali yang kosong.

Beberapa susunan kursi pesawat kali ini menurut saya sedikit aneh. Tapi beruntung juga karena ibu saya kebetulan dapat kursi 42K di dekat pintu keluar dengan ruang gerak yang luas. Sayangnya kursi 42H dan 42J entah kenapa sempit sekali berbeda dengan deretan kursi di nomor belakang.

Saking sempitnya, bapak-bapak yang berada di samping saya jadi pindah ke kursi di depan kami yang memang kosong dan super luas.

Di rute kedua dari Manila ke Shanghai, pesawat ternyata penuh, jadi saya dan ibu bisa mencicipi kursi premium economy di bagian depan yang super luas untuk kaki. Sayangnya karena pesawat yang kami gunakan kali ini hanya untuk penerbangan pendek, tidak ada in-flight entertainment untuk membunuh kebosanan.

Tapi karena pesawat dari Manila berangkat sangat pagi, tak heran, hampir semua penumpang hanya tertidur pulas saat lampu mulai dipadamkan.

Makanan

Ini juga alasan saya kadang lebih melirik full board ketimbang low cost airlines yang kadang harganya lebih mahal; dapat makanan! Meskipun pergi dengan harga 1 juta saja, kami sudah bisa menikmati bagasi dan makanan gratis.

Karena ibu saya vegetarian, jauh sebelum keberangkatan saya sudah menghubungi pihak Traveloka untuk memintaspecial meal. Lucunya, mereka tidak bisa memesankan menu vegetarian selain VGML (pure vegan) only. Oke, noted, saya iyakan saja dulu.

Saya lalu menghubungi pihak Philippine Airlines di Denpasar—setelah yang di Jakarta tidak mengangkat telpon saya, untuk mengganti menu VGML dengan menu vegetarian lain semisal vegetarian oriental (VOML) atau vegetarian lacto-ovo (VLML). Katanya sih sudah diganti, tapi saat di pesawat, kami berdua masih mendapat menu VGML.

FYI, setelah menelpon, sebenarnya saya mengirim email ke mereka lagi untuk mengganti jika ada menu Low Fat atau Halal Meal. Namun tidak dibalas.

Untuk rute Kuala Lumpur ke Manila, kami sebenarnya cukup menyesal memesan menu vegetarian karena ternyata menu regulernya kelihatan lebih enak. Ada pilihan nasi ikan dan nasi ayam yang terlihat lebih berwarna dan menggugah selera. Sementara menu lunch kami kali itu hanya nasi zukini dan labu yang membuat saya tidak nafsu.

Di rute menuju Shanghai, menu reguler bisa dipilih antara American breakfast berkomposisi babi atau sapi. Makanan vegetarian kami lagi-lagi hambar karena hanya terdiri dari nasi, jamur, dan tahu bumbu merah. Saking hambar tapi lapar, ibu saya menambahkan sambal goreng yang memang sempat dibeli saat di Kuala Lumpur.

Menu VGML Philippine Airlines kurang recommended, sementara menu regulernya terlihat lebih enak dan menarik. Kalau memang tidak ada keterbatasan makan seperti kami, boleh saja menikmati menu reguler mereka. Philippine Airlines tidak menyediakan Moslem Meal (MOML), jadi siap-siap harus menyerah saja dengan pilihan lain.

Service on board

Menurut kami, pramugari Philippine Airlines terlihat sangat cantik dan cute dengan seragam biru tua dan lipstik merah mereka. Saat berada di dalam pesawat pun, kami dilayani dengan ramah dan penuh senyuman.

Pramugari yang melayani kelas ekonomi terlihat muda dan fresh, sementara di kelas bisnis lebih tua dan bersahaja. Beberapa kali pramugari pun menawari penumpang teh, kopi, atau air putih dari depan hingga belakang. Terlihat sekali bahwa selling point maskapai ini adalah servis dan keramahan khas Filipina dari para awak kabin mereka.

Meskipun beberapa pramugari membiarkan rambut pendek mereka tergerai, namun kesan profesional dan rapih masih tetap terlihat. Saya pun kadang tidak berhenti memandangi wajah mereka yang super cute itu.

Terminal 2 Ninoy Aquino International Airport (NAIA)

Selama di Manila, kami tiba dan berangkat di Terminal 2 yang memang dikhususkan untuk penerbangan internasional dan domestik menggunakan Philippine Airlines. Bandara terlihat mulai sibuk saat Subuh dengan banyaknya antrian di tempat makan dan minum setelah melewati immigration border.

Kami tiba di Manila sekitar jam 8 malam dan memang sudah berniat menginap di hotel di dekat bandara saja. Carel, teman online yang sudah saya kenal nyaris 7 tahun lalu, sudah menunggu di pintu kedatangan. Hari itu pertama kali saya bertemu dengan Carel setelah sempat losing contact selama beberapa bulan.

Sebenarnya malam itu Carel tidak bisa menjemput karena sedang berada jauh di luar Manila. Tapi demi pertemuan pertama kami, Carel rela naik bus selama 5 jam menuju bandara. Huhu, terharu.

Tips dari Carel, kalau memang baru pertama kali ke Manila dan bingung dengan sistem taksi disana, sebaiknya unduh aplikasi Grab atau Uber. Supir online dari dua aplikasi tersebut bebas keluar masuk NAIA, sampai disediakan spot khusus untuk menjemput penumpang.

Banyak sekali cerita beredar kalau taksi di bandara sering menipu penumpang asing. Makanya daripada bingung harus naik apa dan kemana, mending pakai Grab atau Uber untuk mengantar ke tempat tujuan.

Kami contohnya, untuk menuju hotel yang hanya berjarak 5 km saja dari bandara, dipatok harga 450 Peso oleh supir taksi. Sementara saat menggunakan Grab, kami hanya membayar 177 Peso saja. Enaknya di Filipina, banyak orang bisa berbahasa Inggris sehingga memudahkan komunikasi dengan para supir online.

KESIMPULAN:

Yes for service, kursi, dan bagasi yang tidak pelit. No for vegetarian meal and customer service. Kalau memang sedang ada promo murah dari Philippine Airlines ke tempat lain, saya tidak segan untuk mencoba maskapai ini lagi.

Tips Ke Tembok Cina Pakai Sopir dan Mobil Pribadi|Fashion Style

Ke Beijing tanpa melihat Tembok Cina rasanya ada yang kurang. Apalagi perjalanan saya dan keluarga saat itu sudah jauh-jauh dari Shanghai naik kereta cepat selama lebih dari 5 jam.

Cerita sedikit tentang sejarahnya, Tembok Cina merupakan salah satu bangunan terpanjang yang pernah dibuat manusia. Pembangunan tembok ini sebenarnya sudah dimulai sekitar tahun 722 SM sebelum masa Dinasti Qin. Pada tahun 220 SM di bawah pemerintahan Dinasti Qin, Tembok Cina mulai dilanjutkan pembangunannya hingga banyak memakan korban jiwa.

Setelah mengalami pasang surut pembangunan yang banyak menelan jiwa dan biaya, Tembok Cina direkonstruksi pada zaman Dinasti Ming sebagai benteng pertahanan serta gerbang masuk ke daerah perbatasan. Pada masa pemerintahan ini juga, Tembok Cina berhasil diselesaikan dengan panjang hingga 8850 km.

Tidak banyak yang tahu bahwa di luar segala kemegahan dan kegagahannya, Tembok Cina menyimpan duka mendalam yang misterius. Kabarnya, para lelaki zaman dulu dipaksa bekerja untuk membangun tembok tanpa diberi upah dan makan. Karena banyaknya manusia yang tidak bisa bertahan hidup, jasad mereka langsung dikuburkan di bawah konstruksi bangunan.

Saat melihat rute ke Tembok Cina, saya cukup kaget karena ternyata lokasinya berada di gunung yang jauh dari pusat kota Beijing. Bagian tembok pun sebenarnya dibagi-bagi berdasarkan apa yang ingin pengunjung lihat dan bagaimana cara kesana. Ada empat bagian tembok yang paling terkenal, seperti Badaling, Mutianyu, Jinshanling, dan Simatai. Ada banyak lagi bagian tembok yang terbuka untuk umum, namun untuk menuju kesana biasanya lebih sulit dan butuh usaha mendaki yang panjang.

Where to go?

Bingung akan kemana, saya langsung saja mencari cara menuju Tembok Cina dengan mempertimbangkan bagian tembok mana yang oke plus transportasi termudah.

Badaling merupakan bagian tembok yang paling dekat dengan Beijing, paling mudah transportasinya dari pusat kota, paling mudah didaki, tapi juga paling ramai oleh turis. Mutianyu adalah spot terbaik yang lebih jauh dari Badaling, lebih sedikit turis, lebih susah dakiannya, tapi juga menawarkan pemandangan hutan dan gunung yang fantastis.

Jinshanling lebih jauh, lebih menantang, tidak sedikit turis yang datang, tapi juga butuh waktu lebih lama untuk naik ke gunung menuju tembok. Kalau memang berjiwa petualang dan malas melihat banyak turis, bagian tembok ini memang paling pas untuk sang penantang. Sementara Simatai, mengundang banyak grup turis datang meskipun jarak tempuhnya cukup jauh. Kabarnya, bagian tembok ini adalah bagian terbaik melihat Tembok Cina secara keseluruhan arsitektur.

How to get there?

Karena membawa ibu ikut travelling, kami tidak ingin repot mesti mengejar bus paling pagi lalu harus berganti-ganti moda transportasi sebelum sampai tujuan. Apalagi kami datang ke Cina saat musim dingin dengan suhu -7 derajat Celsius. Aduh, ibu saya sudah mulai malas duluan.

Saya langsung skip ke Tembok Cina menggunakan transportasi umum, lalu mencari-cari informasi tur. Sebenarnya banyak grup tur yang bersedia antar-jemput ke hotel hingga mampir dulu ke objek wisata lainnya. Tapi harganya itu mahal sekali. Belum lagi karena sudah terjadwal, mau tidak mau kami harus ikut jadwal pemandu wisata tanpa boleh berlama-lama di suatu tempat.

Akhirnya setelah membaca pengalaman beberapa travel blogger, kami lebih tertarik menyewa sopir dan kendaraan pribadi. Saya menemukan rekomendasi salah seorang blogger tentang Mark's Guide & Driver Service - Day Tour di TripAdvisor . Ternyata Mark, si pemilik, juga memiliki situs tur perjalanan yang sangat rinci di Best-our .

Beberapa opsi pun ditawarkan sesuai dengan budget dan pilihan lokasi pengunjung. Kami sepakat mengunjungi Mutianyu (baca: Mu Tien Yu) dengan harga 600 CNY (bukan per orang) sudah termasuk mobil dan sopir pribadi. Harga tersebut adalah yang termurah karena si sopir hanya bisa berbahasa Mandarin. Sementara sopir berbahasa Inggris-Mandarin dikenakan tarif 700 CNY.

Saya dan ibu cukup lega karena adik saya memang sudah fasih berbahasa Mandarin. Jadinya kami tidak perlu mengeluarkan 100 CNY tambahan hanya untuk English driver.It was so easy, stress-free, dan kami tidak harus mengikuti jadwal bus atau pemandu wisata dulu.

Kami menghubungi Mark via email dan 10 menit kemudian langsung dikonfirmasi dengan cepat.

How was the experience?

Sesuai dengan kesepakatan, jam 8 pagi, seorang bapak sekitar umur 50 tahunan sudah menunggu kami di lobi dengan membawa kertas bernama saya. Si bapak yang bermarga Sun itu langsung menyambut kami ramah dan langsung keluar mengambil mobil.

Jumlah penumpang hanya 3 orang, tapi mobil yang kami gunakan saat itu cukup besar muat hingga 6 penumpang. Mobilnya super bersih dan sangat nyaman.

Si bapak juga tidak berhenti mengajak adik saya mengobrol saat tahu doski sudah fasih berbahasa Mandarin. Pak Sun juga dengan ramah dan terbuka menjawab beberapa pertanyaan kami seputar Cina. Meskipun hanya bisa berbahasa Mandarin, tapi saya juga paham selera humor beliau yang kadang garing tapi tetap lucu.

Perjalanan dari hotel ke Mutianyu ditempuh sekitar 1,5 jam. Sangat disarankan minta jemput pagi-pagi sekitar jam 7.30-8.30 untuk menghindari macet. Suasana kota pagi itu masih lenggang karena kami memang berangkat saat akhir pekan.

Sedikit cemas juga karena kabarnya akhir pekan merupakan waktu terburuk mengunjungi Tembok Cina dikarenakan naiknya lonjakan turis. Turis-turis ini tidak hanya warga negara asing, lho. Orang Cina pun sebenarnya sangat senang jalan-jalan keliling negara mereka di akhir pekan.

Sebelum sampai di loket pembelian tiket, Pak Sun menanyakan apakah ingin diantar sampai ke atas ataukah ingin ditunggu di kaki gunung lalu menuju ke atas pakai shuttle bus? Jadi sebenarnya, para sopir hanya mengantar dan memarkirkan mobil hingga sampai loket pembelian tiket di bawah ini.

Dari tempat parkiran menuju lokasi ke atas sekitar 3,5 km yang dapat ditempuh dengan naik shuttle bus atau hiking sendiri. Pak Sun menawarkan, mobil bisa naik sampai atas asal si pengunjung meluangkan waktu dan uangnya sedikit untuk membeli makanan atau minuman di restoran Subway. Jadi sebenarnya parkiran atas itu milik Subway. Makanya kalau ingin parkir di atas, setidaknya mampir dan belilah produk mereka sedikit.

No worry! Semua langsung oke.

Ngomong-ngomong, tiket masuk ke lokasi harganya 60 CNY per orang. Kata Pak Sun, kalau punya kartu pelajar, bisa didiskon sampai 20 CNY dengan menunjukkan kartu ke petugas tiket.

Sampai di atas, Pak Sun keluar dan menunjukkan kami loket cable car. Jadi sebenarnya ada dua opsi menuju bagian atas Tembok Cina, bisa dengan cable car atau hiking sendiri. Baca-baca di blog, katanya mendaki memerlukan waktu sekitar 1 jam 45 menit. Daripada kelelahan dan kedinginan, kami semua sepakat naik ke atas naik cable car saja.

Untuk menuju loket cable car dari parkiran ini pengunjung tetap harus mendaki lagi, lho. Ibu saya sampai ngos-ngosan menuju ke atas.

Lokasi cable car-nya juga ternyata ada dua pilihan, spot 6 dan spot 14. Spot 6 paling dekat dari pintu masuk parkiran tapi lebih asik kalau sedang musim panas. Soalnya cable car ini bagian depannya terbuka, hanya muat 2 orang, lalu sekembalinya dari atas bisa meluncur menggunakan sejenis kapal tunggangan kecil.

Sementara spot 14 dakiannya lebih panjang dan tinggi. Kami terpaksa harus mendaki lebih tinggi karena memang cable car di spot tersebut lebih cocok untuk kami bertiga. Harga di kedua spot tersebut pun sebenarnya sama saja, one way 100 CNY sementara return 120 CNY.

Kami naik cable car sekitar jam setengah 10, tapi ternyata sudah ada beberapa pengunjung yang selesai dan siap turun gunung.

Pak Sun hanya mengantar kami hingga menuju loket cable car saja. Beliau memberikan waktu 2 jam sekalian menunggu di Subway.

Beruntung sekali kami datang cukup pagi. Karena meskipun akhir pekan, pengunjung masih sangat sepi. Foto-foto pun tidak perlu editing Photoshop segala karena bisa bebas memotret tanpa halangan kepala orang.

Walaupun datang di musim yang kurang tepat, tapi pemandangan hutan dan gunung di sekitar Tembok Cina membuat foto semakin terlihat magis. Apalagi saat itu sedang foggy, jadinya banyak siluet terlihat cantik dengan batang pepohonan yang daunnya mengering.

Saya suka Mutianyu dan semua pengalaman kami bersama Pak Sun. Namun ibu saya sebaliknya, beliau ternyata lebih suka tempat wisata yang lebih banyak turis karena bisa diajak berfoto-foto. Saking sepinya Mutianyu pagi itu, beberapa turis pun "kena paksa" foto dengan ibu saya.

Tengah hari, saat kami mulai turun gunung, banyak sekali pengunjung mulai mendaki ke atas. Suhu udara pun terasa mulai naik karena matahari bersinar dengan teriknya.

Anyway, karena harus hiking sedikit, ada baiknya menggunakan sepatu dengan sol karet yang tidak licin. Banyak juga turis yang ternyata pakai hi-heels boot dan pantofel kesini.

Musim dingin memang bukan waktu yang tepat menuju Tembok Cina, tapi asal tidak ada angin dan salju, semuanya tetap aman. We still love to be there!