Friday, June 19, 2020

Tips Keluarga Arab? Pikir Lagi!|Fashion Style

September tahun ini, surat kabar di Inggris memberitakan telah terjadi pembunuhan seorang au pair Prancis oleh host family-nya. Si ibu, seorang sosialita dan artis, bekerja sama dengan suaminya tega membakar tubuh au pair mereka di kebun belakang rumah. Pas saya lihat nama host family tersebut, mereka ternyata keturunan Prancis-Aljazair yang menetap di Inggris.

Beberapa kali saya menerima surel dari pembaca blog yang curhat soal calon host family mereka. Calon keluarganya bukannative, melainkan orang keturunan Arab yang lahir dan besar ataupun sudah lama tinggal di negara tersebut. Tanpa pikir panjang, saya langsung menyuruh mereka skip dan cari keluarga lain.

Katakan saja saya rasis, tapi saya memang sudah mem-black list para calon keluarga angkat keturunan Arab. Keturunan Arab disini maksudnya tidak hanya mereka yang tinggal di Arab Saudi, tapi juga Maroko, Libya, Aljazair, ataupun negara berparas Arab lain.

Tidak hanya sekali dua kali saya mendengar berita buruk au pair dari para keluarga Arab tersebut, namun saya pun pernah mengalaminya.

Pertama kali ke Belgia, keluarga angkat saya dua-duanya keturunan Maroko yang besar dan sudah lama tinggal di Belgia. Meskipun dari gaya dan pola pikir sudah mengikuti orang Belgia, namun kultur dan karakter mereka sejatinya tetaplah orang Maroko.

Setelah 5 bulan tinggal bersama, saya resmi stop kontrak dengan mereka. Si ibu memiliki sifat yang terlalu perfeksionis, emosional, dan sangat menyakitkan kalau bicara. Sementara si bapak, diam-diam menghanyutkan. Betul-betul perpaduan keluarga temperamen yang membuat saya cukup tertekan.

Lain lagi dengan kisah teman saya yang harus tinggal dengan pasangan keluarga Tunisia-Denmark. Berbanding terbalik dengan sifat kalem si bapak yang orang Denmark asli, si ibu bersikap paling bossy dan keras di keluarga. Bahkan sebelum mengakhiri kontrak dengan keluarga tersebut, teman saya sampai dimaki-maki dengan kata-kata kasar terlebih dahulu.

Teman saya ini sampai mengalami kecelakaan fisik di tangannya saat bekerja, namun diacuhkan saja oleh si keluarga. Sialnya, karena ibu Arab yang paling berkuasa di rumah, si bapak juga hanya bisa diam dan tak tahu harus berbuat apa. No wonder, Danish men are the passive ones at home.

Pernah juga seorang teman saya tinggal di keluarga pasangan Arab Saudi yang bapaknya exceptional perhitungan dengan waktu dan uang. Entah kenapa, teman saya ini seperti diadu antara tugas dan uang sakunya. Si bapak malah pernah ingin menarik kembali uang yang diberi hanya karena teman saya berani bicara dan menentang.

Tidak hanya keluarga Arab, saya juga sedikit skeptis dengan pasangan keluarga dari negara Asia Selatan dan Timur yang tinggal di Eropa. Mungkin karena sudah terbiasa memiliki pembantu di negara asal mereka, makanya mereka melihat au pair layaknya pembantu rumah tangga yang super fleksibel, mudah disuruh-suruh, dan money-oriented.

Oh, come on! Meskipun berasal dari negara berkembang, kita tidak datang ke Eropa untuk mencari uang layaknya TKW/TKI yang bekerja di Timur Tengah. Kadang kala kita harus bersikap sedikit cool agar tidak direndahkan oleh keluarga Arab yang sok kaya itu.

Oke, tidak semua keluarga Arab yang tinggal di Eropa memperlakukan au pair dengan buruk. Ada juga keluarga yang bersikap transparan, lemah lembut, dan mematuhi regulasi. Tidak adahost family yang sempurna memang. Bahkan keluarga native pun bisa bertindak kasar dan tidak adil dengan au pair mereka. Seperti kata Brian, host dad saya, "sangat tidak fair bicara masalah latar belakang keturunan, karena bukankah keluarga jahat ada dimana-mana? Tidak harus orang Arab kan?"

Lalu, bagaimana mencegah tindakan buruk calon keluarga angkat sebelum betul-betul setuju jadi au pair mereka?

Banyak-banyaklah diskusi! Mau itu keluarga Arab, keluarga Belanda, ataupun keluarga Spanyol, sulit sekali menerka sifat asli seseorang hanya lewat email ataupun Skype. Namun dengan berdiskusi panjang lebar dan mendalam, setidaknya kita bisa mendapatkan gambaran tentang tugas dan ekspektasi si keluarga.

Ada baiknya lagi minta kontak au pair yang sedang atau pernah tinggal dengan mereka. Dari para au pair itu, kita bisa mendapatkan informasi paling relevan tentang bagaimana mereka diperlakukan oleh si keluarga. Red flag kalau mereka pernah punya au pair dari Filipina!

Girls, au pair Filipina adalah tipikal YES-man yang terlalu penurut, money-oriented, dan biasanya "oke-oke saja" bekerja overtime. Banyak sekali kisah au pair Filipina yang bukannya dianggap keluarga, namun asisten rumah tangga semata. Keluarga yang sudah pernah punya au pair Filipina sebelumnya biasanya akan memperlakukan au pair Asia lainnya sama persis dengan perlakuan mereka ke para gadis Filipina tersebut. Kalau mereka diperlakukan baik, chances are you would be treated the same.

Kalau memang si keluarga tidak pernah punya au pair sebelumnya, sering-seringlah bertanya tentang tugas dan hak kalian sedetail mungkin. Keluarga yang baru pertama kali punya au pair biasanya akan lebih santun dan berhati-hati dengan regulasi. Artinya, mereka akan berusaha membuat si au pair merasa nyaman di rumah mereka. Tapi hal ini juga kadang bisa meleset, karena bisa jadi si keluarga terlalu perfeksionis dan banyak ekspektasi.

Jadi, sebelum benar-benar girang karena sudah dapat offer dari satu keluarga, jangan lupa cross-checked lagi tentang latar belakang, ekspektasi, dan referensi keluarga tersebut!

Tips Guide Au Pair: Mulai dari Mana?|Fashion Style

Beberapa kali saya menerima surel dari pembaca yang mengatakan kalau mereka sangat tertarik menjadi au pair namun tidak tahu harus mulai dari mana. Meskipun sudah ada guide au pair yang pernah saya tulis sebelumnya, namun kelihatannya para pemula harus dibekali banyak referensi lain agar lebih jelas.

Cerita sedikit tentang pengalaman newbie dulu. Pertama kali memutuskan au pair, umur saya saat itu 22 tahun dan sedang sibuk mengurus tugas akhir kampus. Keinginan untuk tinggal di luar negeri sudah lama menjadi mimpi dan memang selalu optimis hingga saat itu. Tahu sebentar lagi akan lulus, saya jadi kepikiran ingin lanjut S2 dan cari beasiswa. Tapi karena yakin IPK dan bahasa Inggris masih pas-pasan, terpaksa skip!

Masih tetap dengan mimpi bisa hidup di luar negeri, banyak keyword yang saya masukkan di Google untuk sekedar mencari cara lain. Beberapa cara tersebut bisa dengan bekerja menjadi seorang skilled worker, volunteer, ikut kompetisi seni atau sains, WWOOF, ataupun jalan-jalan.

Ide menjadi seorang skilled worker sepertinya mustahil, apalagi saya masihfresh graduate saat itu. Volunteering, sepertinya juga belum memungkinkan plus butuh biaya lain. Pun begitu dengan travelling, setidaknya saya mesti menabung 2 tahun dulu agar bisa menginjakkan kaki ke Eropa. Meskipun menabung selama 2 tahun diarasa belum mampu juga kesana, tapi impian ke Eropa memang sudah saya tulis lama di buku jurnal. Plus, rincian kapan, musim apa, hingga biaya yang kira-kira mesti ditabung.

Satu hari, saya mampir ke toko buku online untuk mencari buku-buku travelling. Saya dulu memang penggila buku travelling ataupun cerita-cerita yang berbau luar negeri. Bagi saya, buku-buku seperti ini membawa inspirasi dan motivasi untuk bisa juga merasakan apa yang sudah penulis lakukan. Seperti tidak sabar ingin ikut berpetualang.

Karena pilihan buku yang ada di toko luar biasa banyaknya, saya iseng-iseng mengklik bagian "SALE". Dari bagian tersebut, entah kenapa saya iseng-iseng klik lagi genre "ROMANTIS". Kalau mau jujur, saya bukan termasuk penyuka novel bernuansa romansa ataupun percintaan. Tapi ternyata, dari menyusuri kumpulan buku fiksi percintaan ini, jalan saya ke Eropa terasa lebih lebar.

Satu judul buku menarik perhatian saya. Saya lupa judulnya apa, tapi intinya tentang kisah cinta seorang cewek Indonesia yang tinggal di Austria. Meskipun fiksi, tapi beberapa intrik dari kisah ini diambil dari kisah nyata si cewek yang bekerja sebagai au pair di Wina. Eh, saya lalu penasaran "apa itu au pair?". Mengapa si cewek ini bisa dengan "mudahnya" ke Eropa dengan hanya menjadi au pair? Lalu, dari situlah rasa penasaran saya berkembang setiap hari.

Sama seperti para pemula di luar sana, saya pun berusaha mencari tahu tentang seluk-beluk au pair ini sendiri. Apa yang saya lakukan? Mulai dari mana?

1. Pahami dulu apa au pair itu

Sebelum terlalu bahagia bisa ke Eropa dengan menjadi au pair, seorang pemula mesti betul-betul mengerti apa itu au pair. Sorry, au pair bukan pembantu ya! Cari tahu dulu mulai dari tugas, tanggung jawab, jam kerja, ataupun hak yang bisa kita dapatkan. Pelajari sampai ke detail-detailnya tentang peranan au pair di keluarga. Keep browsing kesana kemari sampai betul-betul paham konsep utama jadi au pair.

Semua pencarian saya lakukan secara mandiri via online tanpa tahu harus bertanya ke siapa. Apalagi dulu, banyak cerita di internet hanya terpaku dengan au pair Belanda, Jerman, dan Prancis saja. Sementara saya tidak minat ke tiga negara tersebut.

2. Cek regulasi

Saat tahu tujuan au pair, saya langsung merasa au pair adalah hal yang selama ini saya cari. Nyaris gratis, tanpa embel-embel sertifikat bahasa, lalu bisa hijrah ke Eropa. Praktis, saya sangat antusias membuat profil di Au Pair World dan kebingungan memilih negara mana saja yang menarik.

Tapi tunggu! Sebelum memutuskan pilih negara, ada baiknya kita mesti tahu juga negara mana yang berlaku bagi pemegang paspor Indonesia. Tidak semua negara bisa kita jadikan host country, lho. Contohnya saya, pertama kali cari keluarga di Au Pair World inginnya dari Selandia Baru yang setelah dilihat regulasinya, tidak memungkinkan bagi orang Indonesia.

Postingan saya tentang guide au pair ataupun tips au pair sebelumnya mungkin bisa dijadikan referensi saat memilih negara. Menurut saya, Au Pair World pun bisa digunakan sebagai bahan referensi terbaik untuk mengecek regulasi tiap negara. Tidak hanya itu, Au Pair World juga memuat banyak informasi penting yang berhubungan dengan tugas, hari libur, ataupun hak au pair.

Three. Buat profil

Yakin sudah tahu ingin ke negara mana, selanjutnya adalah membuat profil dan mencari keluarga angkat. Pilihlah setidaknya dua hingga lima negara yang paling membuat kamu termotivasi. Pasang foto-foto terbaik bersama anak-anak dan tulislah esai sejujur mungkin tentang motivasi kamu jadi au pair. Percayalah, saya pun harus update profil hingga 10 kali untuk menuliskan the real me as a person.

Sangat disarankan untuk membuat profil di lebih dari satu situs agar peluang mendapatkan host family lebih besar. Selain itu, coba juga cari situs au pair ataupun agensi gratis agar tidak membebankan kamu soal biaya.

Cek postingan berikut untuk lebih tahu tips memenangkan hati keluarga angkat !

Four. Perbanyak referensi

Jadi au pair tidak hanya kerja dan jalan-jalan, but more than those! Ingat ya, au pair bukan liburan. Ada tanggung jawab yang mesti kamu pegang disitu. Jadi au pair juga tidak selamanya menyenangkan, bahkan bisa jadi sangat menyeramkan. Meskipun, kamu juga tetap harus memikirkan ada banyak enaknya jadi au pair .

Saat saya mencari tahu tentang au pair sekitar 4 tahun lalu, artikel di Google kebanyakan berisi tentang cerita-cerita bahagia au pair Belanda, Jerman, dan Prancis. Tiga negara ini memang sangat populer bagi cewek-cewek Indonesia. Semua cerita yang dibagikan kebanyakan menyenangkan seperti tidak ada cacat.

Wah, kalau kamu sudah mengalaminya, sebenarnya cerita au pair tidak selamanya demikian. Beberapa postingan saya di blog ini juga memuat beberapa cerita menyedihkan saya bersama host family yang berakhir putus kontrak dan perang dingin.

Banyak-banyaklah membaca kisah au pair Indonesia yang baik dan buruk. Memang, tidak semua cerita buruk biasanya diceritakan dan muncul di net. Tapi percayalah, pengalaman buruk tersebut memang benar adanya.

Selain baca blog para au pair Indonesia, boleh juga tonton video para au pair vlogger di Youtube untuk melihat secara lebih dekat keseharian au pair. Saya dulu juga membaca buku Icha Ayu yang berjudul Au Pair - Backpacking Keliling Eropa dengan Menjadi Babysitter sebagai referensi lain mengenal dunia au pair.

Jika memang tidak malas, sila baca juga beberapa curhatan hati para au pair dalam bahasa Inggris yang bisa kamu temukan di net. Kadang, tulisan berbahasa Inggris ini menceritakan poin dan fakta lain yang tak kamu duga-duga ketika memutuskan jadi au pair.

5. Persiapkan intellectual kamu

Selagi memperkaya referensi dan terus mencari keluarga angkat, saya sarankan untuk mulai mempersiapkan intellectual. Mengapa, karena tinggal di luar negeri tidak selamanya menyenangkan. Selain dipaksa untuk mandiri dan bertanggungjawab, kamu harus membentuk sifat berani.

Berani disini maksudnya adalah berani menerima resiko, berani speak up, berani menentang jika ada masalah, berani melawan diktator, berani menghadapi orang-orang baru, dan berani membahagiakan diri sendiri. Banyak sekali saya temukan au pair di Eropa yang terpaksa pulang karena bermasalah dengan host family mereka, ataupun karena baru sadar ternyataau pair isn't for them. So, be ready!

Bagaimana, masih bingungkah memulai langkah menjadi au pair? Kalau ada pertanyaan, feel free untuk bertanya di kolom komentar atau via contact ya. Cheers!

More manual:

Hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair

Guide untuk para calon au pair

Usia yang tepat mulai au pair pertama kali

Pakai agensi atau mandiri?

Thursday, June 18, 2020

Tips Review Penerbangan Philippine Airlines Kelas Ekonomi Rute Kuala Lumpur - Shanghai |Fashion Style

Sebelum keberangkatan ke suatu tempat dengan maskapai baru, saya memang selalu rajin research dulu tentang kualitas dan tempat duduk pesawat yang akan saya naiki. Kali ini saya akan kembali ke Cina bersama ibu mengunjungi adik yang sedang studi disana. Karena akan membawa emak-emak jalan, saya memang mencari full board airlines yang cukup nyaman untuk penerbangan cukup jauh.

Pilihan pertama saya kemarin adalah Malaysia Airlines yang terbang dari Jakarta PP hanya 3,5 juta saja per orang. Sialnya, saat akan di-booking, harga promo tersebut sudah naik di atas 6 jutaan. Harganya masih oke sih, tapi karena kali ini gantian saya yang akan membelikan tiket, budget terpaksa harus ditekan maksimal 10 juta untuk dua orang.

Sempat bingung cari rute terbaik, akhirnya pilihan jatuh ke Philippine Airlines setelah melihat harganya hanya 1 juta saja one way dari Kuala Lumpur ke Shanghai, dan transit di Manila selama 11 jam. It was a great deal! Meskipun harus transit di malam hari, namun kesempatan ini akan saya gunakan sekalian bertemu teman Filipina yang sudah lama kenal namun belum pernah ketemu.

Sayangnya, tidak banyak review berbahasa Indonesia tentang maskapai ini selain reputasinya sebagai salah satu maskapai paling berbahaya di dunia. Makanya kali ini saya ingin berbagi pengalaman tentang pengalaman penerbangan kami menggunakan Philippine Airlines.

Proses check-in dan bagasi

Satu hari sebelum keberangkatan, saya mencoba check-in via website mereka namun ternyata gagal. Saat membeli tiket via Traveloka, saya sudah bisa memilih tempat duduk. Namun saat mencoba check-in, tempat duduk yang sudah saya pilih sebelumnya (yang ternyata) di kelas premium economy dipindahkan ke bangku ekonomi. Mungkin karena penerbangan rute Kuala Lumpur - Manila sedang sepi kala itu.

Di Kuala Lumpur, petugas konter membantu saya mencetak dua boarding pass untuk penerbangan lanjutan. Tapi katanya, mereka tidak bisa mencetak boarding pass untuk keberangkatan dari Manila. Jadi kami harus mendatangi transfer desk setibanya di Manila untuk meminta boarding pass.

Philippine Airlines termasuk tidak pelit menyediakan bagasi gratis hingga 30 kg* bagi penerbangan internasional. Karena memang kami hanya transit di Manila, jadi bagasi tidak harus diambil di conveyor karena akan menginap dulu di bandara. Petugas imigrasi pun sangat santai memberikan kami cap keluar airport Manila.

*Untuk tiket yang dipesan pada/setelah 17 Agustus 2018, penumpang kelas Economy Saver/Value/Classic/Flex untuk penerbangan internasional Asia (kecuali Jepang) mendapatkan 25 kg, sementara Premium Economy 30kg

Kursi

Pesawat yang akan digunakan untuk kedua rute menggunakan Airbus 321 yang cukup luas berkonfigurasi 3-3 untuk kelas premium economy dan ekonomi. Lebar kursi kelas ekonomi 30 inchi sementara premium economy 34 inchi.

Benar saja, tidak banyak penumpang yang akan berangkat dari Kuala Lumpur ke Manila sehingga kursi bagian belakang pesawat banyak sekali yang kosong.

Beberapa susunan kursi pesawat kali ini menurut saya sedikit aneh. Tapi beruntung juga karena ibu saya kebetulan dapat kursi 42K di dekat pintu keluar dengan ruang gerak yang luas. Sayangnya kursi 42H dan 42J entah kenapa sempit sekali berbeda dengan deretan kursi di nomor belakang.

Saking sempitnya, bapak-bapak yang berada di samping saya jadi pindah ke kursi di depan kami yang memang kosong dan super luas.

Di rute kedua dari Manila ke Shanghai, pesawat ternyata penuh, jadi saya dan ibu bisa mencicipi kursi premium economy di bagian depan yang super luas untuk kaki. Sayangnya karena pesawat yang kami gunakan kali ini hanya untuk penerbangan pendek, tidak ada in-flight entertainment untuk membunuh kebosanan.

Tapi karena pesawat dari Manila berangkat sangat pagi, tak heran, hampir semua penumpang hanya tertidur pulas saat lampu mulai dipadamkan.

Makanan

Ini juga alasan saya kadang lebih melirik full board ketimbang low cost airlines yang kadang harganya lebih mahal; dapat makanan! Meskipun pergi dengan harga 1 juta saja, kami sudah bisa menikmati bagasi dan makanan gratis.

Karena ibu saya vegetarian, jauh sebelum keberangkatan saya sudah menghubungi pihak Traveloka untuk memintaspecial meal. Lucunya, mereka tidak bisa memesankan menu vegetarian selain VGML (pure vegan) only. Oke, noted, saya iyakan saja dulu.

Saya lalu menghubungi pihak Philippine Airlines di Denpasar—setelah yang di Jakarta tidak mengangkat telpon saya, untuk mengganti menu VGML dengan menu vegetarian lain semisal vegetarian oriental (VOML) atau vegetarian lacto-ovo (VLML). Katanya sih sudah diganti, tapi saat di pesawat, kami berdua masih mendapat menu VGML.

FYI, setelah menelpon, sebenarnya saya mengirim email ke mereka lagi untuk mengganti jika ada menu Low Fat atau Halal Meal. Namun tidak dibalas.

Untuk rute Kuala Lumpur ke Manila, kami sebenarnya cukup menyesal memesan menu vegetarian karena ternyata menu regulernya kelihatan lebih enak. Ada pilihan nasi ikan dan nasi ayam yang terlihat lebih berwarna dan menggugah selera. Sementara menu lunch kami kali itu hanya nasi zukini dan labu yang membuat saya tidak nafsu.

Di rute menuju Shanghai, menu reguler bisa dipilih antara American breakfast berkomposisi babi atau sapi. Makanan vegetarian kami lagi-lagi hambar karena hanya terdiri dari nasi, jamur, dan tahu bumbu merah. Saking hambar tapi lapar, ibu saya menambahkan sambal goreng yang memang sempat dibeli saat di Kuala Lumpur.

Menu VGML Philippine Airlines kurang recommended, sementara menu regulernya terlihat lebih enak dan menarik. Kalau memang tidak ada keterbatasan makan seperti kami, boleh saja menikmati menu reguler mereka. Philippine Airlines tidak menyediakan Moslem Meal (MOML), jadi siap-siap harus menyerah saja dengan pilihan lain.

Service on board

Menurut kami, pramugari Philippine Airlines terlihat sangat cantik dan cute dengan seragam biru tua dan lipstik merah mereka. Saat berada di dalam pesawat pun, kami dilayani dengan ramah dan penuh senyuman.

Pramugari yang melayani kelas ekonomi terlihat muda dan fresh, sementara di kelas bisnis lebih tua dan bersahaja. Beberapa kali pramugari pun menawari penumpang teh, kopi, atau air putih dari depan hingga belakang. Terlihat sekali bahwa selling point maskapai ini adalah servis dan keramahan khas Filipina dari para awak kabin mereka.

Meskipun beberapa pramugari membiarkan rambut pendek mereka tergerai, namun kesan profesional dan rapih masih tetap terlihat. Saya pun kadang tidak berhenti memandangi wajah mereka yang super cute itu.

Terminal 2 Ninoy Aquino International Airport (NAIA)

Selama di Manila, kami tiba dan berangkat di Terminal 2 yang memang dikhususkan untuk penerbangan internasional dan domestik menggunakan Philippine Airlines. Bandara terlihat mulai sibuk saat Subuh dengan banyaknya antrian di tempat makan dan minum setelah melewati immigration border.

Kami tiba di Manila sekitar jam 8 malam dan memang sudah berniat menginap di hotel di dekat bandara saja. Carel, teman online yang sudah saya kenal nyaris 7 tahun lalu, sudah menunggu di pintu kedatangan. Hari itu pertama kali saya bertemu dengan Carel setelah sempat losing contact selama beberapa bulan.

Sebenarnya malam itu Carel tidak bisa menjemput karena sedang berada jauh di luar Manila. Tapi demi pertemuan pertama kami, Carel rela naik bus selama 5 jam menuju bandara. Huhu, terharu.

Tips dari Carel, kalau memang baru pertama kali ke Manila dan bingung dengan sistem taksi disana, sebaiknya unduh aplikasi Grab atau Uber. Supir online dari dua aplikasi tersebut bebas keluar masuk NAIA, sampai disediakan spot khusus untuk menjemput penumpang.

Banyak sekali cerita beredar kalau taksi di bandara sering menipu penumpang asing. Makanya daripada bingung harus naik apa dan kemana, mending pakai Grab atau Uber untuk mengantar ke tempat tujuan.

Kami contohnya, untuk menuju hotel yang hanya berjarak 5 km saja dari bandara, dipatok harga 450 Peso oleh supir taksi. Sementara saat menggunakan Grab, kami hanya membayar 177 Peso saja. Enaknya di Filipina, banyak orang bisa berbahasa Inggris sehingga memudahkan komunikasi dengan para supir online.

KESIMPULAN:

Yes for service, kursi, dan bagasi yang tidak pelit. No for vegetarian meal and customer service. Kalau memang sedang ada promo murah dari Philippine Airlines ke tempat lain, saya tidak segan untuk mencoba maskapai ini lagi.

Tips Ke Tembok Cina Pakai Sopir dan Mobil Pribadi|Fashion Style

Ke Beijing tanpa melihat Tembok Cina rasanya ada yang kurang. Apalagi perjalanan saya dan keluarga saat itu sudah jauh-jauh dari Shanghai naik kereta cepat selama lebih dari 5 jam.

Cerita sedikit tentang sejarahnya, Tembok Cina merupakan salah satu bangunan terpanjang yang pernah dibuat manusia. Pembangunan tembok ini sebenarnya sudah dimulai sekitar tahun 722 SM sebelum masa Dinasti Qin. Pada tahun 220 SM di bawah pemerintahan Dinasti Qin, Tembok Cina mulai dilanjutkan pembangunannya hingga banyak memakan korban jiwa.

Setelah mengalami pasang surut pembangunan yang banyak menelan jiwa dan biaya, Tembok Cina direkonstruksi pada zaman Dinasti Ming sebagai benteng pertahanan serta gerbang masuk ke daerah perbatasan. Pada masa pemerintahan ini juga, Tembok Cina berhasil diselesaikan dengan panjang hingga 8850 km.

Tidak banyak yang tahu bahwa di luar segala kemegahan dan kegagahannya, Tembok Cina menyimpan duka mendalam yang misterius. Kabarnya, para lelaki zaman dulu dipaksa bekerja untuk membangun tembok tanpa diberi upah dan makan. Karena banyaknya manusia yang tidak bisa bertahan hidup, jasad mereka langsung dikuburkan di bawah konstruksi bangunan.

Saat melihat rute ke Tembok Cina, saya cukup kaget karena ternyata lokasinya berada di gunung yang jauh dari pusat kota Beijing. Bagian tembok pun sebenarnya dibagi-bagi berdasarkan apa yang ingin pengunjung lihat dan bagaimana cara kesana. Ada empat bagian tembok yang paling terkenal, seperti Badaling, Mutianyu, Jinshanling, dan Simatai. Ada banyak lagi bagian tembok yang terbuka untuk umum, namun untuk menuju kesana biasanya lebih sulit dan butuh usaha mendaki yang panjang.

Where to go?

Bingung akan kemana, saya langsung saja mencari cara menuju Tembok Cina dengan mempertimbangkan bagian tembok mana yang oke plus transportasi termudah.

Badaling merupakan bagian tembok yang paling dekat dengan Beijing, paling mudah transportasinya dari pusat kota, paling mudah didaki, tapi juga paling ramai oleh turis. Mutianyu adalah spot terbaik yang lebih jauh dari Badaling, lebih sedikit turis, lebih susah dakiannya, tapi juga menawarkan pemandangan hutan dan gunung yang fantastis.

Jinshanling lebih jauh, lebih menantang, tidak sedikit turis yang datang, tapi juga butuh waktu lebih lama untuk naik ke gunung menuju tembok. Kalau memang berjiwa petualang dan malas melihat banyak turis, bagian tembok ini memang paling pas untuk sang penantang. Sementara Simatai, mengundang banyak grup turis datang meskipun jarak tempuhnya cukup jauh. Kabarnya, bagian tembok ini adalah bagian terbaik melihat Tembok Cina secara keseluruhan arsitektur.

How to get there?

Karena membawa ibu ikut travelling, kami tidak ingin repot mesti mengejar bus paling pagi lalu harus berganti-ganti moda transportasi sebelum sampai tujuan. Apalagi kami datang ke Cina saat musim dingin dengan suhu -7 derajat Celsius. Aduh, ibu saya sudah mulai malas duluan.

Saya langsung skip ke Tembok Cina menggunakan transportasi umum, lalu mencari-cari informasi tur. Sebenarnya banyak grup tur yang bersedia antar-jemput ke hotel hingga mampir dulu ke objek wisata lainnya. Tapi harganya itu mahal sekali. Belum lagi karena sudah terjadwal, mau tidak mau kami harus ikut jadwal pemandu wisata tanpa boleh berlama-lama di suatu tempat.

Akhirnya setelah membaca pengalaman beberapa travel blogger, kami lebih tertarik menyewa sopir dan kendaraan pribadi. Saya menemukan rekomendasi salah seorang blogger tentang Mark's Guide & Driver Service - Day Tour di TripAdvisor . Ternyata Mark, si pemilik, juga memiliki situs tur perjalanan yang sangat rinci di Best-our .

Beberapa opsi pun ditawarkan sesuai dengan budget dan pilihan lokasi pengunjung. Kami sepakat mengunjungi Mutianyu (baca: Mu Tien Yu) dengan harga 600 CNY (bukan per orang) sudah termasuk mobil dan sopir pribadi. Harga tersebut adalah yang termurah karena si sopir hanya bisa berbahasa Mandarin. Sementara sopir berbahasa Inggris-Mandarin dikenakan tarif 700 CNY.

Saya dan ibu cukup lega karena adik saya memang sudah fasih berbahasa Mandarin. Jadinya kami tidak perlu mengeluarkan 100 CNY tambahan hanya untuk English driver.It was so easy, stress-free, dan kami tidak harus mengikuti jadwal bus atau pemandu wisata dulu.

Kami menghubungi Mark via email dan 10 menit kemudian langsung dikonfirmasi dengan cepat.

How was the experience?

Sesuai dengan kesepakatan, jam 8 pagi, seorang bapak sekitar umur 50 tahunan sudah menunggu kami di lobi dengan membawa kertas bernama saya. Si bapak yang bermarga Sun itu langsung menyambut kami ramah dan langsung keluar mengambil mobil.

Jumlah penumpang hanya 3 orang, tapi mobil yang kami gunakan saat itu cukup besar muat hingga 6 penumpang. Mobilnya super bersih dan sangat nyaman.

Si bapak juga tidak berhenti mengajak adik saya mengobrol saat tahu doski sudah fasih berbahasa Mandarin. Pak Sun juga dengan ramah dan terbuka menjawab beberapa pertanyaan kami seputar Cina. Meskipun hanya bisa berbahasa Mandarin, tapi saya juga paham selera humor beliau yang kadang garing tapi tetap lucu.

Perjalanan dari hotel ke Mutianyu ditempuh sekitar 1,5 jam. Sangat disarankan minta jemput pagi-pagi sekitar jam 7.30-8.30 untuk menghindari macet. Suasana kota pagi itu masih lenggang karena kami memang berangkat saat akhir pekan.

Sedikit cemas juga karena kabarnya akhir pekan merupakan waktu terburuk mengunjungi Tembok Cina dikarenakan naiknya lonjakan turis. Turis-turis ini tidak hanya warga negara asing, lho. Orang Cina pun sebenarnya sangat senang jalan-jalan keliling negara mereka di akhir pekan.

Sebelum sampai di loket pembelian tiket, Pak Sun menanyakan apakah ingin diantar sampai ke atas ataukah ingin ditunggu di kaki gunung lalu menuju ke atas pakai shuttle bus? Jadi sebenarnya, para sopir hanya mengantar dan memarkirkan mobil hingga sampai loket pembelian tiket di bawah ini.

Dari tempat parkiran menuju lokasi ke atas sekitar 3,5 km yang dapat ditempuh dengan naik shuttle bus atau hiking sendiri. Pak Sun menawarkan, mobil bisa naik sampai atas asal si pengunjung meluangkan waktu dan uangnya sedikit untuk membeli makanan atau minuman di restoran Subway. Jadi sebenarnya parkiran atas itu milik Subway. Makanya kalau ingin parkir di atas, setidaknya mampir dan belilah produk mereka sedikit.

No worry! Semua langsung oke.

Ngomong-ngomong, tiket masuk ke lokasi harganya 60 CNY per orang. Kata Pak Sun, kalau punya kartu pelajar, bisa didiskon sampai 20 CNY dengan menunjukkan kartu ke petugas tiket.

Sampai di atas, Pak Sun keluar dan menunjukkan kami loket cable car. Jadi sebenarnya ada dua opsi menuju bagian atas Tembok Cina, bisa dengan cable car atau hiking sendiri. Baca-baca di blog, katanya mendaki memerlukan waktu sekitar 1 jam 45 menit. Daripada kelelahan dan kedinginan, kami semua sepakat naik ke atas naik cable car saja.

Untuk menuju loket cable car dari parkiran ini pengunjung tetap harus mendaki lagi, lho. Ibu saya sampai ngos-ngosan menuju ke atas.

Lokasi cable car-nya juga ternyata ada dua pilihan, spot 6 dan spot 14. Spot 6 paling dekat dari pintu masuk parkiran tapi lebih asik kalau sedang musim panas. Soalnya cable car ini bagian depannya terbuka, hanya muat 2 orang, lalu sekembalinya dari atas bisa meluncur menggunakan sejenis kapal tunggangan kecil.

Sementara spot 14 dakiannya lebih panjang dan tinggi. Kami terpaksa harus mendaki lebih tinggi karena memang cable car di spot tersebut lebih cocok untuk kami bertiga. Harga di kedua spot tersebut pun sebenarnya sama saja, one way 100 CNY sementara return 120 CNY.

Kami naik cable car sekitar jam setengah 10, tapi ternyata sudah ada beberapa pengunjung yang selesai dan siap turun gunung.

Pak Sun hanya mengantar kami hingga menuju loket cable car saja. Beliau memberikan waktu 2 jam sekalian menunggu di Subway.

Beruntung sekali kami datang cukup pagi. Karena meskipun akhir pekan, pengunjung masih sangat sepi. Foto-foto pun tidak perlu editing Photoshop segala karena bisa bebas memotret tanpa halangan kepala orang.

Walaupun datang di musim yang kurang tepat, tapi pemandangan hutan dan gunung di sekitar Tembok Cina membuat foto semakin terlihat magis. Apalagi saat itu sedang foggy, jadinya banyak siluet terlihat cantik dengan batang pepohonan yang daunnya mengering.

Saya suka Mutianyu dan semua pengalaman kami bersama Pak Sun. Namun ibu saya sebaliknya, beliau ternyata lebih suka tempat wisata yang lebih banyak turis karena bisa diajak berfoto-foto. Saking sepinya Mutianyu pagi itu, beberapa turis pun "kena paksa" foto dengan ibu saya.

Tengah hari, saat kami mulai turun gunung, banyak sekali pengunjung mulai mendaki ke atas. Suhu udara pun terasa mulai naik karena matahari bersinar dengan teriknya.

Anyway, karena harus hiking sedikit, ada baiknya menggunakan sepatu dengan sol karet yang tidak licin. Banyak juga turis yang ternyata pakai hi-heels boot dan pantofel kesini.

Musim dingin memang bukan waktu yang tepat menuju Tembok Cina, tapi asal tidak ada angin dan salju, semuanya tetap aman. We still love to be there!

Tips Permohonan Pinjam Paspor di Kedubes Norwegia|Fashion Style

Setelah 9 minggu menyerahkan aplikasi visa au pair di Konsulat Jenderal Norwegia di Denpasar, saya belum mendengar keputusan apapun dari kedubes di Jakarta. Padahal menurut website UDI, normalnya keputusan visa akan dikeluarkan setelah 8 minggu dokumen diserahkan.

Ada perasaan deg-degan menunggu karena sebenarnya saya sudah memiliki rencana travelling ke Cina sebelum menuju Oslo. Si paspor sudah harus saya kantongi guna mengurus visa Cina di awal tahun. Tiket sudah dibeli, semua dokumen sudah siap, hanya menunggu si paspor saja. Gawat juga kan kalau saya gagal berangkat ke Cina hanya karena menunggu keputusan visa Norwegia yang belumgranted.

Bingung harus bagaimana, saya hubungi pihak UDI di Norwegia, Konjen di Denpasar, serta kedubes di Jakarta.

Pertama, saya email pihak UDI untuk menanyakan kira-kira kapan keputusan visa saya keluar. Dua hari kemudian, email saya dibalas dengan menyatakan bahwa mereka tidak menjamin visa saya bisa keluar sebelum pertengahan Januari. Jadi kata mereka, aplikasi saya baru terdaftar di Jakarta 3 minggu setelah handed dokumen di Denpasar.

Bagian ini sempat membuat saya kesal. Jadi ternyata, dokumen saya baru benar-benar sampai di kedutaan 3 minggu setelah saya serahkan di Denpasar. Satu minggu di-pending karena hari libur Galungan, lalu 2 minggu pending karena katanya masih di kurir pengiriman. How could be that long?!

Oke, setelah dari UDI, saya email pihak konjen di Denpasar untuk menanyakan kira-kira paspor saya bisa dipinjam dulu kah selagi menunggu keputusan. Kata si petugas, hal tersebut harus saya tanyakan langsung ke kedutaan karena dokumen saya sudah berada disana.

Dari Denpasar, saya telpon kedubes di Jakarta untuk menanyakan peminjaman paspor ini. Lalu, tanpa memberi jawaban, saya dilempar ke VFS Global untuk menanyakan masalah tersebut. Sempat bingung, saya telpon juga VFS Global.

"Sebenarnya bisa. Mbak langsung buat surat permohonan pinjam paspor saja ke kedutaannya, karena semua tergantung di kedutaan berapa lama bisa meminjamkan paspornya," kata si mbak dari VFS ramah.

Karena tidak apply visa dari VFS, akhirnya lagi-lagi saya harus menelpon kedubes antara jam 2-4 siang tertuju ke bagian visa.

"Of course! Tentu saja boleh pinjam. Sebenarnya paspor tidak perlu di-keep sama kedutaan sih ya. Jadi tergantung Ibu apakah mau keep sendiri atau dititip disini selama proses. Soalnya kita melihat kalau sepertinya aplikasi Ibu memang belum ada jawaban dari Norwegia. Buat saja surat pinjam paspor atau kalau memang ingin diwakilkan, surat kuasa wajib dilampirkan ya," jelas si ibu bagian visa tegas dan ramah.

Thank God! Saya lega. Ternyata paspor memang boleh dipinjam dulu.

Dua hari kemudian, saya menerima telpon dari kedubes soal peminjaman paspor ini. Kata mereka, karena kemarin saya submit via Denpasar, harusnya paspor akan dikembalikan lagi kesana. Atau, saya juga boleh mengambil langsung ke kedutaan di jam kerja.

Karena saya tidak tinggal di Denpasar pun di Jakarta, akhirnya si mbak menjelaskan lagi kalau saya juga boleh menyuruh orang mengambilkan paspor disertai dengan surat kuasa berbahasa Inggris. Untuk waktu peminjaman paspor pun tidak dibatasi, sesuai dengan keperluan si pemilik saja. Setelah paspor selesai digunakan, paspor sila dikembalikan melalui konsulat jenderal atau langsung diantarkan ke kedutaan.

"Tapi saya tinggal di Palembang, Mbak. Memang domisili saya disini sih. Apa memungkinkan kalau saya kirim langsung saja ke Jakarta kalau sudah selesai pakai paspornya?"

"Sebenarnya kita tidak terima direct dari applicant sih. Memang seharusnya Ibu serahkan kembali ke Denpasar, tempat pas pertama kali submit. Tapi kalau memang domisilinya disana, ya sudah, tidak masalah juga."

Oke, done! Jadi kesimpulannya, pinjam paspor di kedutaan selama proses menunggu visa itu possible. Apalagi kalau waktu tunggunya lebih dari satu bulan. Namun tentu saja, kembali lagi ke kebijakan masing-masing kedutaan besar. Ada baiknya semua pertanyaan dan uneg-uneg ditanyakan langsung visa telpon ke kedutaan besar bersangkutan agar lebih jelas.

**UPDATE!!!!**

Per 1 Agustus 2019, semua aplikasi yang masuk (visa atau izin tinggal Norwegia) dari Indonesia, hanya bisa diantarkan lewat VFS Jakarta. Aplikasi akan diantarkan langsung ke Kedubes Norwegia di Bangkok untuk diteruskan ke UDI. Kalau butuh paspor disela-sela waktu tunggu, harap sertakan SURAT PERMOHONAN dirangkap ke dalam berkas aplikasi.

Wednesday, June 17, 2020

Tips Izin Tinggal Norwegia Saya Akhirnya Granted!|Fashion Style

February brings perennials after a long halt!

Sure, February brings the good news. Setelah akhirnya harus menunggu lebih dari 3 bulan, kabar mengenai izin tinggal Norwegia saya granted juga.

Dua kali mengurus aplikasi au pair di dua negara, baru sekalinya ini saya merasa was-was, deg-degan, plus mesti merepotkan banyak orang. Sayangnya, karena keputusan dari UDI baru diterima  awal Februari, saya dan keluarga di Oslo harus menunggu lebih lama lagi sebelum visa Norwegia betul-betul tertempel di paspor. Padahal kemarin harusnya awal Februari sudah harus ke Oslo.

Tips dari saya, tidak usah apply via Konsulat Jenderal Norwegia di Denpasar dan Medan. Demi menghemat waktu dan biaya, akan lebih baik kalau langsung apply saja via VFS Global di Jakarta. Karena tidak perlu syarat biometrik, dokumen bisa dikirimkan ke kantor mereka dan langsung bisa diproses.

Jujur saja, saya sangat menyesal harus mengurus dokumen di Denpasar dulu. Proses menunggunya panjang sekali. Belum lagi kantor disana hanya buka dua kali seminggu. Duh!

Begini proses dan catatan kecil saya hingga granted:

31 Oktober - Menyerahkan dokumen ke Denpasar

8 November - Katanya dokumen saya baru dikirimkan ke Jakarta

22 November - Dokumen saya baru diterima kedubes dan diregistrasi

29 November - Dapat email dari UDI kalau aplikasi saya sudah diterima dan sedang menunggu untuk diproses

22 Januari - Dapat email dari UDI kalau aplikasi saya belum selesai diproses

31 Januari - Residence permit saya granted

Dari penjelasan UDI, aplikasi saya baru terhitung "diterima" ketika Kedubes Norwegia meregistrasi di sistem mereka. Jadi 3 minggu sebelumnya dari saya menyerahkan di Denpasar is totally useless alias sama sekali tidak dihitung.

Kalau mau dihitung, dari kedubes di Jakarta menerima aplikasi saya hingga residence permit granted, memang memerlukan waktu 2 bulanan. Kata petugas UDI, aplikasi saya sebenarnya bisa selesai tepat waktu (22 Januari). Tapi karena dipotong hari libur Natal & Tahun Baru serta sempat kekurangan staf, makanya mereka butuh waktu satu minggu lebih lama.

Anyway, meskipun sudah granted, tapi visa saya belum bisa dicetak karena paspor belum dikembalikan ke kedubes setelah dipinjam dulu. Karena kedubes di Jakarta tidak mau bertanggungjawab atas kehilangan paspor, plus data saya terekam di Denpasar, saya tidak boleh direct post si paspor ke kedubes. Mereka menyarankan saya datang sendiri ke kedubes untuk mengembalikan paspor, atau sila kirim kembali ke Denpasar biar staf disana yang akan mengirim ke Jakarta.

To be perfectly honest, saya tidak percaya lagi dengan hitungan waktu kerja di Denpasar. Jam buka yang tidak fleksibel membuat saya ketar-ketir kalau harus berurusan lagi dengan mereka. Bisa-bisa visa baru sampai di tangan 2 minggu kemudian.

Mau tidak mau, saya merepotkan beberapa teman di Jakarta yang bersedia mengembalikan dan mengambil paspor saya kembali. Seriously, it takes much more time, effort, and money! Tapi mau bagaimana lagi, beginilah nasib anak Palembang yang apply di Denpasar, tapi semua tanggung jawab dan urusan ada di Jakarta.

Catatan:

Kalau ada yang tanya beda izin tinggal dan visa itu apa, begini penjelasannya! Jadi izin tinggal itu dikeluarkan oleh imigrasi Norwegia, sementara visa dikeluarkan oleh Kedubes Norwegia. Visa baru bisa dikeluarkan kalau kedubes menerima keputusan dari Norwegia bahwa izin tinggal sudah granted. Visa dicetak sebagai alat masuk Schengen Area, sementara keputusan izin tinggal dari UDI digunakan untuk membuat ID card setibanya di Norwegia.

Setelah izin tinggal disetujui oleh UDI, lalu kebetulan host family juga sudah membelikan tiket dan tahu kapan akan tiba di Norwegia, ada baiknya segera booking janji biometrik di kantor polisi terdekat. Normalnya, au pair bisa membuat janji temu maksimal 7 hari setelah tiba di Norwegia. Tapi karena kantor polisi sering penuh, booking in advance sangat dianjurkan agar kartu ID kita cepat selesai. Proses booking janji temu bisa dilakukan melalui aplikasi portal yang sebelumnya digunakan saat membuat aplikasi ( https://selfservice.udi.no/ ).

UPDATE!

Per tanggal 1 Januari 2018, biaya aplikasi izin tinggal jangka panjang ke Norwegia naik jadi 5300 NOK (>9 juta) yang sepenuhnya merupakan kewajiban au pair. Kalau memang ingin jadi au pair di Norwegia, coba tunggu hingga Oktober 2018. Setiap satu atau dua tahun sekali, biasanya pemerintah Norwegia akan menaikkan pocket money au pair sebanding dengan biaya aplikasi. Siapa tahu kan, akhir tahun ini duit saku au pair di Norwegia bisa naik jadi 7000 NOK (sebelum pajak).

Tips Hijrah ke Luar Negeri Itu Melelahkan|Fashion Style

Muncul perasaan sedih, haru, namun bercampur bahagia ketika pesawat Thai Airways yang saya tumpangi mendarat di Bandara Oslo-Gardermoen. Bahagia karena akhirnya perjalanan panjang nan melelahkan selesai juga. Haru karena bisa mendapat kesempatan kembali lagi ke Eropa. Tapi juga sedih karena lagi-lagi meninggalkan keluarga dan teman-teman terdekat di Indonesia.

Ini kali ketiganya saya pindah dan tinggal di Eropa. Setelah drama visa Norwegia dan paspor yang cukup menyita waktu, tenaga, dan biaya, akhirnya semua terbayarkan karena bisa mendapatkan izin tinggal selama 2 tahun di negara terbahagia di dunia ini (2017).

Dalam waktu three tahun terakhir, saya bersyukur bisa mendapat kesempatan tinggal di 3 negara Eropa plus jalan-jalan ke banyak tempat. Tapi dalam waktu 3 tahun juga, saya sudah 5 kali mengepak barang untuk pindah dan pulang. Kalau ada yang mengatakan saya beruntung, tentu saya harus lebih banyak bersyukur.

Namun kalau ada yang bertanya lebih jauh tentang perasaan saya, sejujurnya saya depresi. Moving abroad is stressful and tiring! Jangankan pindah negara, bayangkan saja kalian harus pindah sekolah selama 3 kali dalam kurun waktu 3 tahun. It's no fun anymore, isn't it?

Oke, tidak hanya saya au pair yang pindah ke banyak negara dalam waktu beberapa tahun. Banyak juga teman au pair yang selesai di Belanda, lalu pindah ke Belgia, tanpa pulang dulu ke Indonesia. Culture clash pasti ada, meskipun kedua negara tersebut sama-sama di Eropa. Tapi coba saja jika harus bolak-balik pindahan dulu dari Indonesia, the culture never stops shocking me!

Mengapa?

1. Belajar bahasa dan budaya baru lagi

Learning language is tough and needs a strong commitment. Saya tahu bahwa belajar bahasa apapun memang tidak akan pernah sia-sia. Tapi bagaimana kalau pembelajaran yang sedang ditekuni terpaksa terhenti hanya karena harus pulang?

Bisa dikatakan, sampai sekarang level bahasa saya nanggung, alias masih disitu-situ aja. Sempat belajar bahasa Prancis, tapi hanya baby talk atau frase paling dasar saja. Belajar bahasa Belanda, eh tahunya malah sedikit terpakai karena di rumah kebanyakan pakai bahasa Inggris.

Sampai di Denmark, belajar bahasa baru lagi. Saat saya sedang serius menekuni bahasa tersebut, akhirnya saya mesti puas saja stop di Modul 4 karena memang sudah habis kontrak dan harus pulang ke Indonesia.

Pindah lagi ke Norwegia, mesti ulang belajar bahasa baru karena memang perlu.Then, it starts again from the basic!Walaupun bahasa Denmark dan Norwegia sedikit mirip, tapi aksen dan pengucapannya super beda.

Banyak belajar, tapi skill nanggung. That's me.

2. Cari teman baru lagi

Mencari teman di Skandinavia lebih sulit ketimbang mencari teman di Eropa Barat. Contohnya, orang-orang Belgia cenderung lebih suka basa-basi dan terbuka ketimbang para penduduk Skandinavia. Teman asli Belgia saya memang tidak banyak, namun setidaknya mereka lebih mudah diajak ngobrol saat baru pertama kenal.

Tinggal dua tahun di Denmark, saya sudah cukup banyak berkenalan dengan orang baru dan akhirnya bisa dijadikan teman nongkrong saat akhir pekan. Mencari para teman ini pun tidak mudah. Saya harus aktif di banyak acara, volunteering, ikut meet up, ataupun sekedar memenuhi undangan dari kenalan lainnya dulu.

Bertemu dengan orang baru pun tidak secepatnya langsung menjadikan mereka teman. Ada banyak pengalaman yang membuat saya harus datang ke acara, haha hehe dengan orang baru, lalu pulangnya tetap sendiri tanpa menyambung silaturahim dengan mereka. Yah namanya juga cocok-cocokkan.

Lalu setelah mendapat teman yang nyaman di Denmark dan Belgia, saya harus kembali memulai frase mencari teman di Norwegia yang pastinya butuh waktu. Kadang, pindah-pindah tempat tinggal bukannya menambah teman, namun kehilangan yang sudah ada.

3. Keliling dan mengenal daerah baru lagi

Entah kenapa, setibanya di Oslo, akhir pekan saya berjalan sangat datar. Berbeda saat baru tiba di Brussels dan Kopenhagen, keinginan untuk menjelajah tempat baru rasanya begitu membuncah. Sepanjang jalan mengitari kota selalu membawa perasaan bahagia dan penasaran. Ada apa lagi ya di sudut sana? Kafe mana lagi ya yang oke untuk nongkrong? Tempat pemberhentian selanjutnya diman aya? Daftar kunjungan yang wajib saya datangi rasanya sudah panjang.

Akhir pekan lalu, saya hanya jalan-jalan 10 menit di kota lalu pulang. Everything still looks the same as two years back I was here. Nothing new.

Oslo memang tidak terlalu berbeda dengan banyak ibukota di Eropa. Turis, museum, kafe, bar, tempat selfie, dan salju. Oslo juga sebenarnya tidak baru, karena saya pernah important ke kota ini. Lama-lama main di sentral, eh kok, bosan juga ya?

4. Mempelajari sistem kependudukan dan transportasi publik lagi

Tiba di Oslo, tidak membuat saya serta merta langsung menjadi bagian penduduk Norwegia. Ada banyak sekali hal yang harus lakukan agar bisa mendapatkan hak yang sama dengan penduduk lokal.

Sebelum pindah ke tempat baru, biasanya saya lakukan riset mini dulu sebagai bahan perkenalan dengan negara yang akan saya tempati. Dari cara membeli tiket kereta, diskon untuk anak muda, kartu telepon, buka akun bank, hingga pajak, biasanya saya pelajari satu-satu. Hal ini rutin saya lakukan agar tidak kaget dan setidaknya mengerti sedikit tentang sistem di negara yang akan saya tempati.

Menjadi orang baru lagi tidak gampang. Kita harus dituntut untuk lebih banyak tahu dan belajar, bukan hanya having fun.

5. Berkencan dengan cowok baru lagi

Bagi yang masih jomblo, pindah ke negara baru bisa berarti tantangan baru. Cowok Belgia tentu saja berbeda dengan cowok Denmark. Pun begitu dengan cowok Norwegia yang katanya sangat suka alam dan kegiatan luar ruangan.

Tidak hanya cari teman baru yang melelahkan, namun juga berkencan . Saya yang bukan ekspert, tapi mantan serial dater ini, rasanya terlalu malas jika harus berkenalan dan berkencan dengan banyak cowok baru lagi.

Girls, modern dating is so overwhelming. Kamu kenalan lewat online, ketemuan, baper, berharap lebih, eh lalu si bule menghilang. Begitu saja terus sampai lelah atau akhirnya menemukan yang terbaik. Anyway, it always takes time to find the right one. But, I give up already.

Kata orang, sesuatu yang baru itu terlihat lebih menarik dan menyenangkan. Tapi entah mengapa, pindahan kali ini justru membuat saya sedikit menutup diri dan malas-malasan. Saat saya curhat hal ini ke adik, saya dibuat jleb dengan komentar singkat dia, "who've decided?"

Iya. Ini yang sudah saya putuskan. Inilah resiko yang harus saya hadapi ketika mulai nyaman di satu tempat, lalu harus pindah lagi ke tempat baru.

It's just started. It's only the beginning. Daripada saya mengeluh terus, lebih baik tetap berpikiran positif bahwa akan selalu ada kejutan menarik di setiap tempat yang pernah saya tinggali. Oslo might be boring, but my life could not be!

Yes. Welcome to Norway!