Monday, June 15, 2020

Tips Au Pair: Cewek Muda Serba Bisa|Fashion Style

Suatu hari, seorang cewek muda Indonesia memiliki niat dan mimpi besar melihat dunia tapi terkendala biaya. Dia tahu betul dirinya bukan orang kaya, pun bukan orang pintar yang bisa sekolah tinggi ke Eropa lewat bantuan beasiswa. Benua biru ini masih ada dalam waiting list-nya, hingga suatu ketika dia menemukan satu jalan ke Eropa dengan menjadi au pair.

Tentu saja au pair bisa mengantarkannya menuju benua biru tanpa butuh dana besar. Namun, au pair yang sejatinya cultural exchange tidak segampang sledding di atas salju tanpa perlu usaha maksimum.

Si cewek muda ini sebetulnya tidak tahu bahwa dunia menyenangkan au pair justru bisa berbuah rasa sakit hati yang menimbulkan rasa trauma. Si cewek muda ini pun belum tahu kalau au pair bersifat sama-sama menguntungkan. You get Europe, they get a clean house.

Au pair memang bisa mewujudkan mimpi mu ke Eropa dan melihat dunia, tapi kamu juga harus tahu bahwa ada hal yang harus kamu tukar dari mimpi mu itu. There is no such a free thing!

Kalau ada yang mengatakan kita datang jauh-jauh ke Eropa hanya untuk jadi pembantu, please shut their mouth up! Au pair itu cewek muda luar biasa yang memiliki fleksibilitas tinggi dan energi pantang kendur!

Karena au pair itu juga...

1. Petugas bersih-bersih

Dari mulai vacuuming, mengepel, lap kaca, buang sampah, dan bersih-bersih dapur yang sampai ada kadar kebersihan sendiri-sendiri di tiap rumah, lho! Jangan remehkan bersih-bersih ini, karena kalau keluarga kamu termasuk super perfeksionis, ada sehelai rambut jatuh di lantai bisa saja disuruh vakum ulang.

2. Asisten rumah tangga

Karena au pair adalah asisten di rumah, kamu dirasa lebih tahu dimana letak barang-barang si keluarga yang kadang kamu sendiri juga tidak pernah melihatnya. Dimana kaos kaki si ini, dimana chargeran si emak, dimana kamu letakkan si piring, dimana kamu taruh baju yang gambarnya itu. Well, you have a big responsibility of their house!

Three. Koki

Beberapa keluarga biasanya mewajibkan au pair menyiapkan makan malam setiap hari. Saya contohnya. Tahu kan kalau selera orang Eropa dan Asia itu tidak sama? Banyak juga au pair yang sebenarnya tidak pintar memasak untuk orang lain. Saya lagi contohnya.

Kalau kamu suka memasak, ya silakan. Bad side-nya, kamu yang potong bahan, kamu yang masak, kamu juga yang beres-beres setelah makan malam. See, you are even more than a cook!

Four. Supir

Teman saya jadi supir si host kids setiap hari karena memang dia diwajibkan antar jemput anak ke sekolah, tempat kursus, atau melakukan aktifitas lainnya. Bagi dia, antar jemput anak itu cukup melelahkan dan membosankan. Apalagi dia tahu, selain merangkap jadi supir, dia kadang juga mesti belanja dan membawa barang belanjaan masuk dan keluar mobil lagi.

Five. Nanny

Para au pair sebetulnya tidak memiliki basic training sebagai pengasuh bayi dan anak, tapi mereka belajar dari pengalaman mengasuh anak si keluarga yang masih balita. This is not easy, girls. Ganti popok, menimang, hingga memandikan balita butuh fokus yang ekstra. Faktanya tidak semua au pair bisa mentolerir bau eek si bayi atau muntahan anak.

6. Petugas kebersihan hotel

Selain tukang bersih-bersih rumah, kamu juga lebih mirip petugas kebersihan resort yang mesti membersihkan rest room, susun baju, menyetrika, dan mengganti sprei setiap minggunya.

7. Guru TK

Sebagai au pair, kita juga dituntut untuk selalu tersenyum ria setiap hari. Bermain bersama, menggambar, menyanyi, berdansa, membuat sesuatu dari kertas, pokoknya harus selalu aktif setiap waktu. Jangan biarkan anak-anak sibuk dengan iPad atau tontonan saja.

Seriously, I'm fed up somehow! Karena setiap hari ketemu host kids, wajar jika kebanyakan au pair bosan, jenuh, eneg, dan tidak mood bermain dengan si anak. I want to choke my host kids sometime! Hah!

8. Pengasuh bagi penyandang cacat

Tidak semua keluarga memiliki anak normal. Beberapa keluarga juga ada yang concern memiliki au pair untuk anaknya yang disability dan butuh perhatian khusus. Lalu, kamu pikir ini gampang? No way! Kamu harus bantu dia makan, menyuapi, menggendong, atau memandikan si anak. Mengasuh anak berkebutuhan khusus sama dengan mengurus bayi, it takes full of attention and timing.

9. Anak SMP

Sekali lagi, karena kamu tinggal dengan keluarga angkat, kamu harus menjaga sikap agar selalu terlihat seperti anak baik-baik di rumah. Kadang ada saja keluarga yang mengunci pintu hingga jam 10 malam dan tidak membiarkan au pairnya masuk kalau pulang kemalaman. Atau kamu juga harus minta izin dulu jika ada teman yang ingin menginap dan masak-masak. Lalu minta izin lagi setiap keluar rumah, lalu kadang minta izin lagi bolehkah mengambil makanan di kulkas.

10. Kakak tertua

You are the boss! Tapi ini juga salah satu tanggung jawab kamu yang mesti mengingatkan si anak untuk tidur, stop bermain iPad, menjadwalkan waktu nonton TV, ataupun menjaga si anak kalau sedang sakit. Kamu adalah tangan ketiga yang membantu mengawasi anak jika orang tua mereka sedang tidak di rumah. Plus, menjaga dan mengajak anjing jalan jika dibutuhkan.

Eleven. Keluarga

Well, after all, a great host family would be so happy having you as their family. Mereka adalah keluarga yang melindungi, memperhatikan, dan juga peduli dengan waktu libur dan kehidupan kamu selama tinggal di rumah mereka. But wait! Keluarga itu harusnya tidak banyak meminta kan ya? Ya itu, jangan banyak minta meskipun kamu dituntut untuk selalu fleksibel dengan waktu, inisiatif, dan tenaga.

Saat kencan dengan seorang cowok, doi nanya kenapa saya mau jadi au pair. Dia bahkan menilai au pair tidak lebih dari cheap labour semata. Doi sebenarnya tidak berusaha menjelekkan profesi saya sebagai au pair. Hanya saja dia miris dengan banyaknya tugas au pair yang merangkap sebagai "apapun", namun hanya diganti dengan pocket money yang kecil dan tempat tinggal.

He is obviously right, but in another case, he is also wrong. Kita jadi au pair bukan untuk uang. Kita menukarkan mimpi datang ke Eropa, dapat tempat tinggal, makan enak, hingga bisa menabung, karena kita juga paham tidak ada sesuatu yang gratis. Tidak usah terlalu memikirkan uang yang sedikit, kalau memang sudah dihadiahihost family yang baik.

Just be proud eventually you're coming to Europe!

Tips Minggu-minggu Awal Tinggal di Norwegia|Fashion Style

Akhir musim dingin menyambut saya saat baru tiba di Oslo. Lagi-lagi, saya harus menjadi penduduk sementara di Norwegia selama dua tahun ke depan. Sama halnya seperti minggu-minggu awal di Denmark dan Belgia , kali ini saya pun harus bolak-balik banyak tempat hanya untuk membuat status kependudukan saya diakui oleh negara.

Kalau sudah diakui, saya pun otomatis akan mendapatkan hak yang sama dengan penduduk asli, contohnya perawatan gratis dari rumah sakit. Tapi sebelum mendapatkan banyak kemudahan dan keuntungan dari Norwegia, the first few weeks would be so tiring and long!

1. Pengambilan facts biometrik di kantor polisi

Sesampainya di Norwegia, dalam 7 hari ke depan kita diwajibkan datang ke kantor polisi terdekat. Hal ini bertujuan untuk pengambilan data biometrik seperti sidik jari, tanda tangan, dan foto diri, yang akan digunakan pada residence permit atau kartu identitas.

Perlu dicatat bahwa sebelum datang ke kantor polisi, wajib buat janji temu dulu! Masuk ke portal UDI, sign in dengan username dan kata sandi yang kita pakai saat submit aplikasi visa. Lalu klik menu 'Booking Appointment'.

Kantor polisi biasanya sangat sibuk dan kadang fully booked hingga kita harus menunggu lama. Saran saya, saat visa sudah granted dan tahu kapan akan tiba di Norwegia, sesegera mungkin buat janji temu lewat UDI. Lebih cepat lebih baik karena tanpa kartu identitas ini, memulai proses selanjutnya akan lebih lama.

Datanglah ke kantor polisi tepat waktu. Pengambilan biometrik sendiri sebenarnya hanya sekitar 5-10 menit saja. Kalau semua oke, residence permit atau ID card akan dikirimkan ke alamat rumah setelah10 hari kerja.

PENTING!!!!

Sebelum si kartu dikirimkan ke rumah, ada baiknya minta host family menempelkan nama kita di kotak pos. Tukang pos di Norwegia tidak akan menaruh surat yang tidak tertera nama kita di kotak pos orang lain.

Kasus saya, si kartu benar-benar tidak sampai ke rumah malah dikembalikan lagi kantor polisi. Saya sudah menunggu selama three minggu hingga akhirnya menghubungi pihak UDI. Kata mereka, saya harus menghubungi kantor polisi di tempat saya mengambil statistics biometrik.

Betul saja, kartu saya ternyata dikembalikan lagi ke kantor polisi tersebut dan saya harus datang mengambil kartunya sendiri. Di Oslo, loket pengambilan kartu dibuka hanya Selasa jam 1-2 siang dan Kamis jam 10-eleven pagi.

2. Tes TBC

Karena Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat kerentanan TBC sangat tinggi, semua penduduk yang datang langsung dari Indonesia wajib tes TBC terlebih dahulu. Tenang saja, tes ini hanya formalitas yang diwajibkan oleh pemerintah Norwegia untuk melindungi warga negaranya dari virus TBC bawaan pendatang.

Setelah pengambilan facts biometrik di kantor polisi, kita akan diberikan kertas yang melampirkan daftar klinik terdekat dari tempat tinggal. Beberapa klinik mewajibkan membuat janji temu terlebih dahulu, tapi banyak juga yang boleh langsung datang di jam-jam tertentu. Jangan lupa bawa paspor sebagai identitas diri!

Saya waktu itu ke klinik di Frogner yang ternyata datang untuk mengambil surat rujukan saja. Surat rujukan dan paspor harus dibawa kembali ke Ullevaal University Hospital di Oslo untuk mendapatkan tes. Sebelum ke rumah sakit, saya hubungi pihak RS dan bikin janji temu lagi.

Tes TBC ini gratis dan hanya memerlukan waktu 30 menit untuk pengambilan darah dan rontgen. Hasil tes baru bisa diketahuisekitar satu minggu kemudian. Hasil tes katanya tidak akan dikirimkan ke rumah, tapi bisa diketahui via telepon dengan pihak rumah sakit. Meskipun katanya tidak akan dikirim, tapi sekitar 4 minggu kemudian, saya tetap menerima surat dari rumah sakit tentang hasil tes saya yang semuanya normal.

Ngomong-ngomong, seperti yang saya katakan di atas, tes ini hanya formalitas saja. Hasil tes tidak akan mempengaruhi keputusan UDI dan polisi untuk mengeluarkan izin tinggal kita. Plus, kita juga tidak perlu melaporkan kembali ke UDI tentang hasil tes ini. Kalaupun hasil tes positif dan kita dinyatakan mengidap TBC, pihak rumah sakit akan memberikan perawatan lebih lanjut setiap satu  atau enam bulan sekali.

3. Lapor diri ke kantor pajak

Kalau kartu identitas warna pink sudah di tangan, secepat mungkin langsung datang ke Skattetaten (The Norwegian Tax Administration) untuk mendapatkan personal number atau Norwegian National Registry number yang berguna untuk membuka akun bank. Kita bisa datang langsung ke Skattetaten dan mengisi formulir 'Pindah ke Oslo'  yang sudah disediakan di tempat, atau bisa juga mem buat janji temuterlebih dahulu dan membawa formulir yang sudah dicetak dan diisi dari rumah.

Sila ambil nomor antrian dan tunggu sampai nomor kita dipanggil di loket. Bagi yang sudah membuat janji temu, nomor antrian kita akan dipanggil lebih cepat sesuai pilihan waktu yang kita sepakati. Dokumen yang dibawa ke loket hanya paspor, kartu identitas warna pink, dan formulir notifikasi 'Pindah ke Oslo'.

Normalnya, surat yang berisi personal number akan dikirimkan ke rumah 4-6 minggu kemudian. Fødselsnummer atau personal number yang tertera di surat notifikasi kita gunakan saat mendaftarkan diri kembali ke Skattetaten untuk mendapatkan rincian 'kartu pajak' yang harus dibayar setiap bulannya.

If you get onto this step, you are almost done. Setidaknya, berbahagialah!

4. Buka akun bank

Di Norwegia, uang tunai sangatlah langka, sensitif, dan sedikit sekali orang yang menggunakannya untuk pembayaran. Hampir semua toko dan alat pembayaran menggunakan kartu debit atau kartu kredit. Membeli tiket transportasi pun lebih mudah jika kita memiliki akun bank dan langsung bayar thru online.

Bad side-nya, sebagai au pair baru yang belum memiliki akun bank, mau tidak mau uang bulanan kita akan diberi berbentuk cashwhich is so annoying of handling the change. Makanya setelah mendapatkan personal number atau fødselsnummer, segera buka akun bank karena faktanya, proses di bank juga termasuk super lama. Apalagi kabarnya pihak bank Norwegia sering memperlambat proses buka akun bagi pendatang internasional.

Ada dua pilihan untuk membuka akun financial institution di Norwegia; daftar on-line through BankID atau datang langsung ke salah satu cabang bank yang kita pilih.

BankID adalah token yang bisa digunakan untuk membuka akun bank mana saja di Norwegia. Untuk mendapatkan BankID ini, kita harus masuk ke portal salah satu bank dan request BankID yang akan dikirimkan ke kantor pos terdekat. Untuk mengambil BankID di kantor pos, kita juga harus membawa paspor sebagai data diri.

Beberapa bank ada yang memperbolehkan kita datang langsung ke kantor mereka sekalian memproses BankID ini, sementara ada juga yang bisa dengan mudah kita lakukan secara online. Pendaftaran via online ini diproses dengan mengirimkan dokumen via email, kita cetak, tanda tangani, scanned, lalu kirim kembali ke mereka.

Saya sempat melakukan riset untuk memilih bank Norwegia yang menawarkan kartu debit atau kartu kredit tanpa biaya tahunan. Beberapa nama besar seperti Nordea, DNB, atau Skandia memiliki banyak cabang di Norwegia tapi sayangnya menetapkan biaya tahunan sebesar 250-three hundred NOK. Plus, beberapa financial institution besar juga menetapkan biaya tarik tunai di dalam dan luar negeri sebesar 10-40 NOK. Lumayan sekali kan?

Pilihan financial institution di bawah ini menurut saya paling pas untuk au pair atau anak muda yang risih kalau uang sakunya pun harus terpotong setiap tahunnya.

1. Danske Bank 'UNG Konto'

Cocok untuk anak muda berusia 18-27 tahun yang tertarik memiliki kartu debit atau kredit plus asuransi perjalanan. Gratis biaya tahunan, gratis tarik tunai, dan gratis biaya transaksi menggunakan SEPA di Eropa. Kita juga bisa menambahkan foto di kartu, free of charge.

2. OBOS Banken 'Ung Medlem'

Gratis biaya tahunan, tarik tunai, dan menawarkan biaya potongan keseluruhan yang paling kecil. Non-client dikenai biayakartu 250 NOK in step with tahun.

3. KLP Banken 'Medlem i KLP'

Seluruh customer KLP yang membuka akun bank tidak akan dikenai biaya tahunan kartu debit atau kredit. Tanpa harus mendatangi cabang mereka, KLP memberikan kemudahan apply via online saja dan kartu akan dikirimkan 7 hari setelah aplikasi kita disetujui.

4. Grong Sparebank 'Ung Voksen'

Bagi anak muda berusia di bawah 33 tahun, financial institution ini juga menawarkan free of charge biaya tahunan. Yang ingin mendesain sendiri foto diri di kartu, sangat memungkinkan dengan biaya tambahan one hundred NOK.

Sebenarnya, beberapa bank besar seperti DNB juga menawarkan gratis biaya administrasi tahunan bagi anak muda di bawah 33 tahun yang berstatus pelajar. Kalau kamu statusnya pelajar, just be happy karena akan dapat banyak potongan.

Bagi yang suka travelling dan sering menggunakan pesawat Norwegian, boleh coba buka kartu kredit (gratis biaya tahunan) di Bank Norwegian yang akan berbuah cash points setiap kali belanja.

Tips Persiapan Wawancara dengan Calon Host Family|Fashion Style

So, setelah akhirnya mencari host family ke banyak situs dan ternyata matching, kamu dihubungi kembali untuk seleksi wawancara dengan si keluarga. Bahagia? Pasti! Setidaknya, bersyukurlah ternyata profil mu berhasil dilirik oleh si keluarga angkat.

Bagi saya, sesi wawancara dengan host family selalu membuat nervous.Meskipun wawancara dilakukan via Skype, tapi tetap saja, saya tidak ingin tiba-tiba blank dan tidak tahu harus bicara apa dengan si calon keluarga.

Sebenarnya wawancara dengan calon keluarga angkat tidaklah setegang bicara dengan calon atasan di perusahaan besar. Obrolan biasanya terkesan lebih santai dan dimulai dengan proses kenalan. Tapi tetap saja, kita harus serius dan inilah waktunya 'menjual' diri kita di hadapan si keluarga agar diterima menjadi au pair mereka.

Ingat ya, kamu bukanlah satu-satunya calon au pair yang host family wawancarai. Saingan akan lebih berat kalau si keluarga mencari au pair dari seluruh negara. Agar tidak tertatih-tatih saat mengobrol dengan si keluarga, coba persiapkan hal berikut agar kamu lebih percaya diri di kamera.

1. Pelajari profil calon keluarga angkat

Baca lagi tentang profil si keluarga angkat. Umur, pekerjaan orang tua, nama anak dan usia mereka, serta apa saja ekspektasi si keluarga terhadap au pair nanti. Biasanya saat wawancara, si ibu dan/atau ayah angkat akan memperkenalkan diri mereka kembali secara singkat. Mereka juga akan menjelaskan lagi rutinitas, hobi, dan hal-hal mendasar tentang ekspektasi mereka ke kamu.

2. Catat pertanyaan yang menyangkut isi profil

Beberapa keluarga ada yang secara gamblang menuliskan panjang lebar apa ekspektasi mereka lewat profil. Namun ada juga keluarga yang hanya menuliskan sedikit detail, namun diperjelas kembali saat sesi wawancara.

Cari kembali pertanyaan yang kira-kira akan kamu tanyakan dan berhubungan dengan isi profil si keluarga. Contohnya, apakah tempat tinggal mereka jauh dari kota besar, perlu kah kamu menyetrika pakaian, atau apakah mereka pernah punya au pair sebelumnya. Kadang pertanyaan ini akan dijelaskan sendiri oleh si keluarga saat perkenalan.

3. Siapkan 2-four pertanyaan tambahan

Kalau memang ini wawancara pertama mu dengan si keluarga, jangan dulu menanyakan hal-hal yang bersifat meminta. Contohnya, soal tiket pesawat, biaya visa, biaya kursus, atau keadaan kamar.

Tanyakanlah hal-hal yang bersifat netral dan tetap menunjukkan ketertarikan mu dengan keluarga mereka. Contohnya, apakah kamu libur saat akhir pekan, apakah transportasi dari tempat tinggal si keluarga mudah dijangkau, apakah anak-anak mereka sosial, atau tanya juga apakah mereka memberikan mu waktu longgar untuk ke gereja atau kursus.

That's it!

Pertanyaan lainnya semacam tiket pesawat atau biaya kursus, bisa kamu tanyakan di email tambahan atau ketika kamu benar-benar yakin kalau host family juga tertarik setelah wawancara. Jika di wawancara pertama saja kamu sudah banyak minta ini itu, takutnya si keluarga malah berubah pikiran dan justru kamulah yang banyak ekspektasi.

4. Buat draft kasar tentang diri sendiri dan motivasi mu

Selain memperkenalkan diri mereka, si calon keluarga pasti ingin mendengar juga cerita singkat tentang kamu. Sekali lagi, jangan kebanyakan perkenalan dan straight to the point. Sebutkan saja umur, tempat tinggal yang sekarang, pendidikan terakhir, serta pengalaman kerja.

Kalau memang tidak ada pengalaman kerja sebelumnya, katakan saja kalau kamu memiliki ketertarikan dengan anak-anak dan budaya asing. Hal ini juga yang memotivasi kamu untuk jadi au pair di negara mereka. Meskipun ini akan jadi au pair pertama mu, tetaplah percaya diri dengan meyakinkan host family kalau pengalaman mu dengan anak-anak sudah terlatih saat mengasuh adik, sepupu, atau keponakan.

Siapkan juga dua atau empat kalimat yang menerangkan alasan kamu ingin jadi au pair di negara tersebut. Be specific ya, di negara tempat tinggal keluarga yang sedang mewawancarai mu! Mungkin kamu tertarik dengan arsitektur, bahasanya, makanan mereka, atau keinginan kamu yang ingin lanjut studi selepas au pair. Minimalisir kata-kata yang hanya ingin 'jalan-jalan' saja.

5. Atur nada bicara dan latih bahasa asing mu

Hampir semua keluarga angkat menggunakan bahasa Inggris saat sesi wawancara. Namun tidak jarang juga ada keluarga yang lebih nyaman menggunakan bahasa ibu mereka seperti bahasa Jerman atau Prancis. Meskipun kamu merasa cukup lancar bicara bahasa asing ini, tetaplah berlatih sebentar untuk mengutarakan maksud dan motivasi mu ke mereka.

Jangan mencatat semua yang ingin dikatakan, karena akan terkesan kamu tidak lancar berbahasa asing dan hanya membaca saja. Kalau memang tidak terlalu lancar bahasa Inggris, katakan di awal kalau kamu sedikit kesulitan bicara bahasa ini. Then, you need to speak slowly.

Tidak usah terlalu buru-buru saat bicara dengan calon keluarga dan bicaralah dengan intonasi yang jelas. Meskipun sifatnya santai, kamu tetap harus serius dan profesional.

6. Tersenyumlah senatural mungkin

Sebisa mungkin hindari ekspresi datar dan berlatihlah untuk tetap tersenyum saat sesi wawancara. Raut muka serius menandakan kamu bukanlah orang yang terbuka. Banyak cengengesan juga tidak baik karena kamu seperti essential-fundamental. Senyumlah senatural mungkin dan bersikaplah ramah bahkan saat pertama kali memulai percakapan.

Sapa mereka dengan antusias, "Hi... How are you?" atau bisa juga sekalian sebut nama mereka, "Hi Emily, how are you?"

Karena mereka adalah calon keluarga mu nanti, tidak usah panggil Madam atau Mister/Sir. Panggil nama mereka dan anggaplah si keluarga seperti teman mu sendiri.

Wawancara pertama dengan host family mungkin tidak akan menentukan nasib mu menjadi bagian dari keluarga mereka nanti. Tapi berusaha untuk mempersiapkan banyak hal terlebih dahulu setidaknya membuat kamu lebih siap mental dan belajar bersikap profesionaldengan orang asing.

Tenang saja, sebelum melangkah cantik keliling Eropa, saya dulu juga sempat ditolak berkali-kali oleh si keluarga angkat. Padahal saya memiliki pengalaman jadi au pair sebelumnya, lho. Teman saya, belum pernah jadi au pair, langsung diterima setelah satu kali wawancara dengan host family-nya. Jadi, punya pengalaman atau tidak, sebenarnya juga tidak menjamin apakah kamu bisa langsung mencuri hati keluarga angkat saat wawancara.

Saran saya, minta kontak au pair lama si keluarga (kalau memang ada) untuk referensi dan langsung saja tolak host family yang menanyakan apakah kamu punya pengalaman cleaning atau jadi domestic helper sebelumnya. Tipe keluarga seperti ini biasanya akan menaruh ekspektasi bersih-bersih berlebih bagi si calon au pair. Mereka sebenarnya bukan cari au pair, tapi pengganti cleaning lady.

Good success!

Sunday, June 14, 2020

Tips 7 Tips Agar Host Family Melirik Profil Mu|Fashion Style

Membuat profil au pair yang bagus adalah satu hal yang mesti selalu di-improve. Saya ingat betul pertama kali membuat profil di Au Pair World, saya meminta bantuan seorang teman untuk mengoreksi apakah profil saya sudah bagus atau belum. Karena tahu dia pernah pengalaman jadi au pair 2 kali sebelumnya, saya percaya kalau si teman ini setidaknya tahu mana tulisan yang bagus atau tidak.

Betul saja, dia menilai profil saya terlalu etnosentris dan blak-blakan jual mahal. Saya terlalu terpusat pada diri sendiri, tanpa memikirkan si calon keluarga yang membaca. Padahal harusnya profil berfungsi sebagai CV yang memungkinkan host family tahu siapa kita dan motivasi kita jadi au pair.

Tiga kali jadi au pair dan harus menulis profil, saya akhirnya bertemu juga dengan keluarga angkat yang mau meng-hire saya jadi au pair mereka. Tentu saja, tidak semudah itu. Ibaratnya cari kerja, saya juga banyak mengalami penolakan terlebih dahulu meskipun sudah pernah menjadi au pair sebelumnya.

Di postingan tentang pencarian keluarga angkat , saya sudah menuliskan beberapa tips bagaimana menuliskan profil yang menarik di situs pencarian au pair. Berikut saya ulas kembali beberapa tips untuk kalian yang mungkin masih juga bingung bagaimana menuliskan profil yang bagus.Just bear in mind, profil yang bagus tidak akan langsung mengantarkan kamu ke Eropa. Tapi setidaknya, jadikanlah goal agar calon keluarga melirik profil mu dan tertarik untuk mengenal mu lebih jauh.

1. Background kamu

Kalau harus menulis profil tanpa format asli dari agensi atau situs di internet, boleh mulai memperkenalkan diri secara singkat seperti;

"Halo, nama saya Nin, usia 23 tahun, dan berasal dari Palembang, Indonesia."

Tapi kalau memang nama dan umur kamu sudah terlihat jelas di situs tersebut, contohnya Au Pair World, tidak perlu menuliskan identitas kembali. Langsung saja to the point;

"Halo, saya Nin (cukup nama panggilan), berasal dari Palembang, Indonesia, dan sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir di Universitas X."

Calon host family ingin langsung tahu apa yang sedang kamu lakukan sekarang, seperti pekerjaan atau pendidikan terakhir. Ketimbang harus bertele-tele menuliskan semuanya dalam kalimat yang panjang, mungkin bisa ditulis seperti ini;

"Saya sekarang masih kuliah di kampus X dan mengambil jurusan Farmasi."

"Saya bekerja di TK Anak Bangsa sebagai guru TK selama 3 tahun."

"Sekarang saya masih bekerja di Perusahaan Indah Karya sebagai Akuntan selama 1 tahun."

"Sekarang saya masih tinggal di Berlin sebagai au pair dan kontrak saya akan selesai Juli 2018."

2. What do you do in your spare time?

Selain sibuk bekerja atau sekolah, host family juga ingin tahu, apa yang senang kamu lakukan saat sedang tidak dikerjar deadline kantor atau kampus. Hobi atau kegiatan favorit mu setidaknya sedikit menguak "who you are".

"Selain sibuk kuliah, saya sangat suka renang, mamanggang kue, ataupun hiking."

"Meskipun pekerjaan saya hampir 24/7, tapi saya juga suka melakukan aktifitas lain seperti menggambar atau membaca buku. Buku terakhir yang saya baca berjudul X dan isinya sangat menginspirasi kehidupan saya sekarang."

"Sejak tinggal di Amsterdam, saya jadi sangat suka bersepeda keliling kota setiap akhir pekan sekalian mengunjungi banyak hidden gems yang ternyata tidak semua orang tahu."

Tell them that you are an active person, an interesting girl with bunch of hobbies! Kalau memang suka menonton film, let them know what is your favourite one! Jadi tidak hanya menyebutkan apa yang kamu suka, tapi juga beri keluarga angkat clue kalau kamu banyak mendapatkan manfaat atau ide dari hobi mu itu.

Three. Pengalaman dengan anak-anak

Karena au pair tugasnya lebih relevan ke anak-anak (bukan cleaning, normalnya), maka host family harus tahu juga seberapa lama jam terbang mu meng-handle anak kecil. Jangan takut kalau belum pernah jadi au pair sebelumnya, karena kamu tetap bisa menjual potensi saat mengasuh keponakan.

"Karena sudah bekerja selama 3 tahun di SD 31, saya memiliki tanggung jawab besar untuk mengajar anak-anak membaca dan berhitung."

"Saya memang belum pernah menjadi au pair sebelumnya, tapi pekerjaan sebagai freelance babysitter yang sering saya lakukan membuat saya cukup dekat dengan anak-anak dan dunia mereka."

"Meskipun ini akan menjadi au pair pertama saya, tapi saya yakin dengan kemampuan mengasuh anak-anak sejak beberapa tahun lalu. Banyak om dan tante yang percaya menitipkan anak mereka ke saya saat mereka bekerja. Karena pekerjaan ini, saya pun mengerti bagaimana caranya menidurkan anak, bermain dengan mereka, ataupun memandikan si kecil."

"Karena pengalaman saya menjadi au pair selama satu tahun di Paris, saya pun sudah cukup familiar dengan gaya hidup orang Eropa dan anak-anak mereka."

Tell them more about your experience! Kalau memang pernah bekerja menjadi seorang guru, jelaskan apa yang membuat mereka merasa yakin kalau kamulah au pair yang mereka cari. Apa value yang kamu pelajari selama menjadi seorang guru dan membuat mu bisa mengaplikasikannya ke kehidupan internasional au pair.

Jika kamu memang sering mengasuh keponakan, "jual lagi" diri kamu di dalam profil dan jelaskan kalau kamu tipikal orang yang bisa mengatasi stres hanya karena tangisan anak kecil.

Perlu diingat, anak-anak Australia atau Eropa berbeda dengan anak-anak di Indonesia. Anak kecil di negara Barat sudah dibudayakan untuk mandiri, sementara anak kecil di Indonesia lebih haus perhatian dan pelayanan. Umur 2 tahun di Eropa sudah bisa makan sendiri, sementara di Indonesia, masih harus kejar-kejaran saat menyuapi makan.

4. Motivasi ingin jadi au pair

Ini juga jadi bagian yang paling krusial bagi para calon keluarga untuk tahu apa motivasi mu menjadi au pair. Sekedar jalan-jalan kah, cari pacar bule kah, cari duit kah, cari visa tinggal saja kah, atau lebih dari itu?

Kalau kamu memuat profil di situs au pair Skandinavia, tentu saja kamu harus menuliskan apa alasan kamu ingin jadi au pair di Eropa Utara. Apa yang paling mendasari mimpi mu untuk kesana. Jangan hanya tuliskan ingin jalan-jalan saja, karena au pair bukanlah holiday for free!

Jika harus menulis profil di situs pencarian au pair umum, tulis saja alasan mendasar untuk menjadi au pair. Ingin bertemu teman internasional atau selalu penasaran dengan kuliner khas sana, mungkin?

Tulis juga apa kira-kira pelajaran yang bisa kamu dapatkan dari menjadi seorang au pair. Apa yang bisa membuat hidup mu lebih berarti jika bisa tinggal di Eropa atau Australia. What do you gain by being an au pair?

Kalau kamu sekarang sedang bekerja di Indonesia, apa alasan mu ingin berhenti dan apa yang membuat mu yakin au pair adalah langkah yang tepat. Sama halnya jika kamu sekarang adalah mahasiswa tingkat akhir, mengapa kamu ingin jadi au pair selepas lulus?

Be specific dan tolong juga hindari minta dikasihani seperti profil gadis-gadis Filipina ;

"I need to make cash due to the fact I want to ship my sisters to highschool."

"My father is only a farmer, so I must make extra cash to assist my own family."

Salah? Tentu saja tidak. Banyak sekali profil seperti itu, terutama dari Filipina. That's their own choice, of course! Tapi tentu saja, impian kita ke Eropa bukan hanya cari duit, toh? Jangan samakan mimpi kita dengan para mbak TKI yang berjuang bagi keluarga dan devisa negara. Kita berbeda!

5.Make it simple

Biasanya hanya karena ingin terlihat serius dan panjang, kita lalu menuliskan semua hal di satu profil. Sejujurnya, it is so annoying and boring just to read it. Treat you profile as your CV. Buatlah sesimpel mungkin, tapi memuat seluruh poin terpenting.

Sekali lagi, kalau calon keluarga tertarik ke kamu, mereka pasti ingin mengenal mu lebih jauh dan bisa jadi akan diajak interview. Jadi daripada menulis cerita super panjang soal keluarga mu, just keep it simple by just talking about yourself.

You get my go with the flow?

6. Pasang foto terbaik

Saya berhasil menjadi au pair di keluarga Denmark karena foto-foto yang ada di profil saya. Host dad saya , Brian, juga menggarisbawahi kalau foto adalah bagian terpenting agar host family tahu kamu orang seperti apa.

"We liked your profile because you smiled a lot with the kids," kata Brian.

Contohnya dari 5 foto terbaik yang akan dipajang, usahakan 4 di antaranya adalah foto kamu dan anak-anak. Satunya lagi adalah foto mu dan keluarga atau teman terbaik. Boleh saja pasang swafoto jika memang saat itu kamu sedang melakukan hobi. Contohnya, foto sedang menunggang kuda, foto saat berkunjung ke Bromo, atau foto sedang menjahit baju.

Seperti kata Brian, keep smiling. Ayo, mulai pajang foto terbaik mu tersenyum ceria saat bermain dengan host kids atau keponakan di rumah!

7. Make it personal

Beberapa situs pencarian au pair, contohnya Au Pair World, memungkinkan kamu untuk menyapa calon host family duluan lewat profil mereka. Dibandingkan harus copy-paste tiap pesan ke para keluarga ini, ada baiknya kamu baca dulu profil mereka baik-baik lalu baru tulis pesan secara personal.

"Halo Martha (panggil nama depan mereka), saya sangat tertarik menjadi au pair di Belgia dan saya lihat kalau profil kamu sangat menarik. Kamu punya 2 anak yang umurnya masih kecil dan kebetulan saya pernah mengasuh anak di umur segitu. Kalau tidak keberatan, boleh cek profil saya kembali dan saya sangat berharap bisa mengenal keluarga mu lebih jauh."

Poin plus jika kamu bisa menuliskan opening line dengan bahasa lokal yang keluarga tersebut gunakan. Boleh saja, lho, menarik perhatian keluarga angkat lewat bahasa Prancis atau Jerman yang sudah kamu kuasai sedikit-sedikit.

Buat keluarga angkat tahu kalau kamu adalah kandidat tepat yang mereka cari. Seperti yang saya sebutkan di atas, mungkin kamu belum menemukan host family yang kamu cari hanya karena sudah mengikuti poin-poin saya di atas. Tapi berbahagialah kalau setidaknya kamu mendapatkan respon baik dari calon keluarga. Bukankah memang itu tujuan awal kita?

Sudah mendapatkan respon positif dan ternyata host family ingin lanjut ke proses wawancara? Baca cerita saya sebelumnya tentang persiapan sebelum interview agar kamu tidak terlalu grogi!

Good luck, girls!

Tips Beda Host Dad, Beda Cerita|Fashion Style

Host family itu unik. Mereka punya gaya hidup, karakter, serta membawa pengalaman yang berbeda pula untuk au pairnya.

Tiga tahun lebih jadi au pair di Eropa, saya sudah tinggal dengan 4 keluarga yang semuanya membawa cerita baru dalam hidup saya. Meskipun saya lebih banyak berinteraksi dengan si emak dan anak-anaknya, namun si bapak sebenarnya juga punya cerita yang menarik.

Empat host dad saya memiliki latar belakang dan pekerjaan yang tak sama. Tinggal bersama mereka membuat saya tidak luput dari pengamatan mengenai kebiasaan si bapak-bapak ini di rumah, mulai dari gaya hidup hingga fashion.

Let me introduce the daddies!

1. Keluarga Maroko

Pertama kali jadi au pair, saya tinggal dengan pasangan keluarga Maroko yang lahir dan besar di Belgia. Saya memang tidak lama tinggal dengan mereka. Setelah satu bulan tinggal bersama, akhirnya saya memutuskan putus kontrak namun tetap terus tinggal sesuai perjanjian yang sudah disepakati. Pun begitu, saya dan mereka tetap say goodbye dengan cara yang baik lima bulan kemudian.

Si bapak, Idriss, usianya saat itu sekitar 36 tahun. Pekerjaannya sebagai guru IT di salah satu sekolah menegah membuatnya tidak sesibuk si istri. Dibanding istrinya yang terlihat lebih intelektual, Idriss juga tidak terlalu fasih berbahasa Inggris dan Belanda?Meskipun tinggal di Belgia. Sehari-hari si bapak hanya berkomunikasi dengan bahasa Prancis ke anak-anaknya. Kalau pun harus menjelaskan sesuatu ke saya dalam bahasa Inggris, Idriss seperti kesulitan menafsirkan makna yang dimaksud.

Hobi si bapak ini important Playstation. Kadang kalau mesti jaga anak, Idriss menaruh si bayi di kursi goyang lalu menggunakan ujung jari kakinya untuk menggoyangkan si kursi. Tanpa membuat anak menangis karena nyaman di kursi goyang, mata dan jari tangannya tetap fokus essential Playstation. Saking seriusnya primary, Idriss sampai kadang teriak-teriak sendiri di ruang tengah.

Karena mereka keluarga muslim, Idriss selalu menyapa saya dengan "Assalamua'laikum" setiap pagi. Saya juga cukup kaget di awal-awal dengan kebiasaan bangun tidur Idriss yang baru melek jam 8 atau 9-an saat weekdays. Kalau sedang libur atau akhir pekan, Idriss baru bangun jam 11-an lalu langsung menuju dapur mengambil sarapan.

Meskipun si bapak Maroko ini sering teriak dan omongannya cenderung kasar ke anak-anaknya, tapi beliau pintar masak. Si istri saja sampai mengakui kalau Idriss sudah pegang pisau dapur, makanan apapun akan terasa enak. Agree!

2. Keluarga Belgia

Host dad saya yang kedua bernama Koenrad. Usianya saat itu hampir 40 tahun. Pun begitu, mukanya masih kelihatan ganteng dan bugar. Maklum, dia lebih suka naik sepeda ke kantor ketimbang naik mobil.

Berbeda dengan para French speakersdi Walloon, si bapak jangkung yang tinggal di utara Belgia ini fasih berbahasa Belanda, Inggris, dan Prancis. Beliau juga cinta mati sama istrinya, lho! I can see it. Maklum, mereka menikah saat Koenrad berumur 27 tahun dan si istri 24 tahun. Cukup muda untuk ukuran orang Eropa.

Dibandingkan si istri yangquirky dancasual, Koenrad lebih rapih danstylish. Dia juga tidak takut memakai celana hijau, kuning, atau merah tua ke kantor.

Host family saya ini juga termasuk orang kreatif, sukses, namun super sibuk. Selain punya bisnis student housing di Belgia, Koenrad dan si istri tidak ragu membangun sebuah hostel baru di Ghent dari hasil renovasi gedung legendaris di pusat kota. Waktu saya disana, hostel mereka baru dibangun sekitar satu tahunan. Hebatnya, hostel tersebut sudah menjadi salah satu hostel butik berinterior terkeren di dunia! Sudah sering masuk majalah sampai dibukukan malah.

Selain mengurus bisnis properti, saya sebenarnya tidak paham dengan jam kerja pasangan ini. Pagi, jam 9-an kerja. Pulang hanya di jam makan malam. Sekitar jam eight-an keluar lagi sampai tengah malam. Alasannya ya tetap kerja. Luar biasa! Tidak heran kalau Koenrad dan istrinya mendapat penghargaan sebagai salah satu pebisnis muda tersukses di Belgia tahun 2013.

Mungkin karena merasa sudah sukses di usia muda, entah kenapa saya juga kurang suka dengan idealisme Koenrad. Mereka sebenarnya tergolong keluarga yang punya banyak duit, tapi terkesan pelit dan irit. Penampilan mereka biasa saja. Mobil pun tak seberapa, bahkan mirip angkutan kota. Ya bagus memang, hidup sederhana. Tapi saya pernah diceramahi gara-gara mengatur suhu ruangan yang terlampau panas.

Alasannya karena global warming, padahal menurut saya hanya karena tagihan listrik yang takut membengkak. Si bapak sampai menjelaskan soal efek pemanasan global layaknya saya anak SD yang tidak tahu apa-apa.

"You can wear jumper or more sweaters if you still feel cold," saran dia saat itu.

Meh!

Three. Keluarga Denmark

Perkenalkan host dad saya yang ketiga, Brian. Si bapak pemilik perusahaan alat gym di Denmark yang jago masak, urus anak, dan hobi buang duit. Usianya sekarang sekitar 45 tahun. Tapi karena pandai merawat diri dan suka work out, si bapak masih terlihat ganteng di usianya yang sudah di atas 40 tahun.

Pertama kali ketemu Brian, saya sudah bisa merasakan aura bossy-nya dia. Pernah saya telat bangun pas baru awal-awal tinggal di rumah mereka, langsung dimarahi saat itu juga.  "For me, time is so important!" katanya.

Gara-gara aura bossy-nya Brian, saya kadang merasa segan dan juga takut kalau tiba-tiba kena panggil. Well, apalagi ini? Salah apalagi? Untunglah setelah hidup bersama selama beberapa bulan, Brian terlihat lebih kalem dan menganggap saya seperti keluarga.

Brian termasuk bapak yang unik. Sebelum sibuk dengan pekerjaan, beliau katanya pecinta berat film. Dalam seminggu, dia bisa datang ke bioskop 2-four kali. Karena suka sekali menonton, tiap ruangan dan kamar pasti dipasang TV. Lucunya, TV disejajarkan dengan luas dinding dimana TV tersebut dipasang. Kalau dindingnya lebar, si TV pun akan dipasang yang besar. Kalau dindingnya kecil, TV juga dipilih yang sedikit kecil.

Di kamar host kid saya pun ada 2 TV yang dipasang sejajar dengan tingkatan tempat tidur. Satu tingkat tempat tidur, satu TV terpasang. Pokoknya dibuat senyaman mungkin. Padahal, saking sibuknya mereka, menonton pun jarang. Sekalinya menonton, hanya acara anak-anak.

Soal makanan, Brian juga punya taste yang sangat tinggi. Si bapak ini tidak suka kalau bahan makanan yang akan dimasak terlihat layu atau sudah terlalu lama di kulkas. Pun soal penyajian makanan, bagi Brian, warna itu sangat penting. "Usahakan ada warna merah atau hijau di tiap penyajian," katanya saat itu.

Karena terlalu strict soal kesegaran sayuran ini, kadang saya merasa sayang dengan banyaknya bahan makanan yang dibuang padahal masih sangat bagus. Pisang yang kecoklatan sedikit, langsung dibuang. Salad yang baru dua hari di kulkas, buang! Daun bawang yang baru dipakai setengah, sisanya buang!

"Well, I could buy it more. No worry," katanya santai.

Bukannya apa, kalau saya tipe orang yang suka makan, mungkin sudah gendut makan sisa bahan makanan di rumah mereka. Sayangnya, saya pun terlalu picky soal makanan dan cepat kenyang.

Meskipun hobi buang-buang bahan makanan, Brian sebenarnya sangat pintar memasak. Saya pun tidak ragu dengan skill masak beliau. Dibandingkan mengganti popok anak, Brian lebih suka pegang panci. Tahun kedua, saat si kembar beranjak besar, tugas memasak saya akhirnya dia yang pegang. He feels happier though.

Karena tahu kaya, Brian juga tidak ragu buang-buang uang. Di rumah sudah terparkir dua mobil, masih menambah satu mobil sport. Padahal garasi saja pas-pasan.

Si bapak satu ini juga hobi beli sepatu olahraga untuk menunjang aktifitas gym-nya. Selain itu, tak terhitung lagi berapa banyak kemeja yang sering dia beli versus yang sering dia pakai. Saya lho yang repot menyetrika.

Meskipun karakter alaminyabossy dan emosional, tapi Brian sangat menghargai equality di dalam rumah tangga. Jam 6 pagi si bapak bangun, sarapan, lalu nge-gym dulu sebelum berangkat ke kantor. Jam 5 sore Brian pulang, langsung masak, lalu tetap setia pula mendongeng sebelum anak tidur. Plus, memandikan anak kalo dibutuhkan. Tengah malamnya, saat si kembar merengek, Brian juga yang bangun dan membuatkan susu. Begitu saja terus alurnya selama 2 tahun saya disana.

Beruntunglah si istri yang mendapatkan suami macam Brian ini. Sudah ganteng, mapan, kaya, stylish, rajin olahraga, jago masak, plus tidak ragu membantu mengurus anak. Bravo!

Four. Keluarga Norwegia

Bapak yang keempat ini bernama Lasse. Umurnya juga hampir sama dengan Brian, sekitar 45 tahun. Saat tahu pekerjaan Lasse, saya sebenarnya cukup kaget. He is a painter alias tukang cat!

Jangan salah, sektor pertukangan di Norwegia menempati peringkat teratas dengan gaji tertinggi, lho! Lasse sebenarnya mengelola perusahaan keluarga yang dia sendiri sebagai bosnya. Perusahaan jasa pengecatan ini sudah dia bangun sekitar 8 tahun lalu dan memiliki 5 pegawai sampai sekarang. Meskipun punya perusahaan, dia juga ikut andil dalam proses pengecatan.

Berbeda dengan tiga host dad saya lainnya, Lasse termasuk yang super cerewet dan paling hobi mengobrol. Tiap melihat muka saya, selalu saja ada yang dibicarakan. Padahal obrolannya kadang tidak penting, hanya masalah cuaca atau sampah. Kadang obrolan yang pernah dibahas, diulang lagi.

Di mobil, saat kami harus menempuh perjalanan selama three jam ke Hemsedal, mulutnya tidak berhenti bercerita. Tidak cukup mengobrol dengan saya, si bapak ini menelpon temannya dan haha hehe sambil menyetir. Selesai dengan si teman satu, lanjut lagi telepon teman satunya. Semua selesai, lalu kembali lagi ke saya.

Tapi di luar sifat cerewetnya,  Lasse termasuk orang yang down to earth dan sangat hangat—kalau sudah kenal. Saya paling suka senyum Lasse yang terlihat sangat genuine dan bersahabat. Tidak ada aura bos sama sekali.

Meskipun fasih berbahasa Inggris, tapi logat Norwegianya masih sangat kental. Pun dengan karakternya, the true Norwegian man! Selain hobi ski dan being outdoor, si bapak juga maniak olahraga lainnya. Dari marathon, ski jumping, renang, golf, sampai berburu pun pernah dilakoni. Super pas dengan si istri yang juga mantan atlit berkuda.

Berlawanan dengan Brian, Lasse malah tidak suka buang-buang makanan. Tanpa harus membawa makanan bercita rasa tinggi di rumah, Lasse sebisa mungkin menghabiskan apa yang tersedia di kulkas ketimbang harus membeli lagi dan lagi.

Tipikal lelaki Skandinavia, Lasse juga sangat menghargai equality di dalam rumah tangga. Si bapak ini tidak segan berbagi tugas mengurus anak dengan istrinya, memisahkan laundry, hingga memasak. Beliau juga paling care dengan istrinya yang kadang butuh "me time".

Di usianya yang baru 30 tahun, Lasse sudah bisa membangun kabin sendiri di Hemsedal dengan uang hasil keringatnya tanpa bantuan finansial orang tua sedikit pun.

Sebenarnya kalau ingin dibahas satu per satu, setiap host dad harus mendapat satu tempat postingan di blog ini. Cerita mereka di rumah sebenarnya lebih unik ketimbang apa yang saya ungkapkan di atas. Dari mereka juga saya bisa belajar banyak hal. Contohnya si Brian yang ternyata lebih pandai menyetrika dibanding saya!

Bisa disimpulkan bahwa para suami Eropa lebih cekatan dan tidak segan membantu pekerjaan rumah. Istri tidak lagi berprofesi layaknya pembantu, namun memungkinkan juga untuk bekerja dan membantu finansial keluarga. Tiap host dad saya punya kesibukan masing-masing, tapi sekembalinya ke rumah, mereka tetaplah seorang ayah dan suami yang baik bagi istri dan anak-anaknya. Take a bow untuk para bapak ini!

Kalian sendiri, ada cerita unik apa dari host dad?

Tips Nyalon di Istanbul|Fashion Style

Akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di Turki, negara ke-28 yang berhasil saya singgahi hingga sekarang. Setelah sebelumnya menghabiskan waktu di Cappadocia, saya terbang kembali ke Istanbul dan rencananya akan menghabiskan sisa liburan di kota ini.

Jujur saja, ekspektasi saya terhadap kemegahan Istanbul harus terhempas setelah melihat lautan turis dimana-mana. Oke, oke, saya paham. Istanbul kota terbesar di Turki. Cuaca mulai bagus dan tentu saja orang-orang dari seluruh dunia mulai berdatangan. Summer is also coming earlier!

Tapi sungguh, Barcelona pun kalah. Masuk metro, penuh orang lokal. Masuk bus, berdiri pula. Ingin masuk objek wisata, antrinya sudah membuat malas duluan. Jalan kaki, mesti "macet" karena turis lainnya juga ikut jalan. Turis-turis ini macam-macam; mulai dari nenek-nenek sampai bayi. Tahu kan, nenek-nenek kalau diajak jalan banyak bingungnya. Bayi diajak jalan, ada keretanya. Done, Istanbul!

Daripada absen kemana-mana lalu hanya stay di hostel murahan ini, saya kepikiran ide untuk rileks dan leye-leye sejenak mempercantik diri di salon. Tapi harus yang hairdresser-nya bisa bahasa Inggris tentu saja. Meskipun Turki sudah mengadopsi gaya hidup orang Eropa, tapi sungguh sulit menemukan warga Istanbul yang bisa bahasa Inggris. Ada, para anak muda atau orang yang bekerja di bidang pariwisata. Lainnya, "I don like speak Inglish. You, speak Turks to mi." Amburadul!

Jadi ceritanya, saya memang sudah ingin ganti gaya rambut. Setidaknya, potong rambut sedikitlah. Sampai Norwegia, saya malas melirik salon karena mahalnya minta ampun. Harga gunting rambut untuk cewek paling murah 400 NOK, belum termasuk cuci dan blow.

Di Turki, biaya hidupnya kira-kira setengah dari harga pasaran yang ada di Norwegia. Lumayan juga, ketimbang saya mesti jatuh miskin potong rambut di Oslo.

Browsing sana-sini via internet, ketemu juga Salon Kadir yang banyak mendapatkan review bagus di Trip Advisor. Beberapa blogger juga memuat review sangat baik terhadap salon ini. Plusnya, si pegawai bisa bahasa Inggris! That's what tourists are looking for!

Letak si salon kebetulan di daerah Sultan Ahmed dekat terowongan Cankurtaran, hanya jalan kaki sekitar 11 menit dari hostel saya. Tempatnya sangat mudah ditemukan dan kebetulan memang berdekatan dengan beberapa objek wisata yang sering dikunjungi turis.

Bagian potong rambut untuk perempuan dan laki-laki dipisah. Saat saya datang, seorang owner menyapa dan menanyakan keperluan saya ke salon. Maksud Anda, saya bisa beli batako di salon, begitu?

"Okay, just come in. I will call Sevgi," katanya mempersilakan saya menunggu di ruangan khusus perempuan di belakang.

Salonnya sama saja seperti di Indonesia, simpel. Hanya terdapat 2 kaca dan meja rias. Si mbak hairdresser pun datang dan menyambut saya ramah. Dia menanyakan foto gaya rambut yang ingin saya tiru. No comment, just layered. Si mbak mengangguk dan langsung menyuruh saya duduk di kursi keramas sebelum potong rambut.

Si mbak ini namanya Sevgi, asli Turki, dan sudah belajar memotong rambut sejak usianya 12 tahun. Maklum, Salon Kadir sebenarnya salon keluarga yang skill-nya diturunkan dari sang ayah. Salon yang saya datangi ini pun umurnya sudah 30 tahun dan sekarang dikelola oleh sang kakak. Kabarnya, Salon Kadir akan memperluas cabang mereka hingga Amsterdam dan kota lain di Jerman.

Yang saya salut, meskipun bahasa Inggris Sevgi tidak terlalu fasih, tapi saya menghargai niatnya bercerita dan mengobrol. Potongan rambut saya juga sebenarnya biasa saja; layered panjang. Tapi karena si mbak ini telaten mengeriting rambut seusai digunting, saya merasa penampilan saya saat itu WOW sekali! I love it very much!!

Saya memang sudah lama tidak ke salon karena sering kecewa. Ada yang kepanjanganlah, kependekanlah, tidak sesuai bentuk muka lah. Makanya sekali ini saya merasa, amazing! Puas sekali!

Harganya juga cukup terjangkau, 50 TL untuk potong rambut saja. Sementara kalau sekalian cuci dan blow/brush, total semuanya 100 TL (200 NOK). Mahal? Masih lebih mahal di Norwegia!

Alih-alih marketing, Sevgi juga menawarkan ke saya colouring. "Cheap price", katanya. Padahal menurut saya, biasa saja, 150 TL. Tapi dibandingkan Oslo yang harganya paling murah 700 NOK, akhirnya saya nekad juga sekalian mewarnai rambut.

"Your face is so soft. Black colour (hair), no. Too strong!" kata dia sekalian mewarnai helai demi helai rambut saya.

Saya juga sebenarnya masih suka warna alami rambut hitam khas orang Indonesia. Tapi betul juga, setelah melihat hasil pewarnaan rambutnya, garis muka saya terlihat jadi lebih halus. Yang diwarnai juga tipis sekali, tidak semua ujung rambut. Duh, makin puas sama si Mbak Sevgi ini!

Berikut bonus foto saya dengan si mas ganteng yang kebetulan lagi magang di Salon Kadir. Maaf ya fotonya saya sensor karena saat difoto, mata saya lagi mengantuk.

Perhatian: BUKAN IKLAN ya! Saya tidak dibayar, pun menerima diskon tambahan dari hasil me-reviewsalon mereka.

Kalian sendiri bagaimana, ada pengalaman lain saat travelling selain hanya foto-foto dan mengunjungi tempat wisata?

Saturday, June 13, 2020

Tips Tips Belajar Bahasa Asing (1)|Fashion Style

Pada bagian ini saya akan memberikan sedikit tips dalam memilih bahasa yang akan kamu pelajari. Tips ini sebenarnya saya gabung-gabungkan dari pengalaman pribadi belajar bahasa asing baik otodidak maupun melalui native speaker langsung. Let's jump!

1. Pilih bahasa asing yang digunakan setidaknya oleh dua negara

Sebagai contekan, ada beberapa bahasa yang biasanya digunakan oleh lebih dari satu negara di dunia. Bahkan bahasa ini pun sebenarnya merupakan bahasa kedua yang direkomendasikan untuk dipelajari selain bahasa Inggris. Berikut bahasa kedua yang menurut saya baik untuk mulai dipelajari.

French , bahasa yang kata orang, sekali lagi kata orang, paling romantis di dunia ini dipakai di beberapa negara di Eropa selain Perancis. Contohnya, Belgia, Luksemburg, dan Swiss (di beberapa bagian region), negara di Afrika, Maroko, bahkan beberapa tempat di Kanada.

Spanish, selain di Spanyol sendiri, bahasa ini juga digunakan di Amerika Latin. Bahkan sudah banyak universitas di Amerika yang memberikan persyaratan kepada calon mahasiswa baru harus memiliki sertifikat keahlian bahasa Spanyol (DELE).

German , bahasa ini dipakai juga di Austria, Swiss, serta beberapa kawasan di Luksemburg dan Belgia.

Arabic, negara-negara yang tergabung di UAE (United Arab Emirates) berbicara dengan bahasa ini. Selain itu juga, Maroko dan beberapa negara di Afrika memakai bahasa Arab sebagai bahasa utama mereka.

Mandarin Chinese, bahasa Mandarin memang cukup populer dan digunakan oleh lebih 960juta orang di dunia. Bukan hanya di China sendiri, tapi juga di Taiwan, Hongkong, Macau, dan Shenzhen.

2. Pilih bahasa yang cara pengucapannya mirip dengan lafal bahasa Indonesia

Tips ini sebenarnya yang membuat saya sangat selektif dalam memilih bahasa apa yang akan saya pelajari. Kalau ditanya, bahasa apa yang tidak mau saya pelajari, jawabannya adalah Perancis! Sumpah, saya merasa harus berpikir dua kali untuk belajar bahasa ini. Apa yang ditulis dan diucapkan, nyaris 80% berbeda! Ini beberapa bahasa yang cukup dikenal dengan lafal pengucapan yang tidak terlalu susah.

Italiano, keputusan saya belajar bahasa ini gara-gara pelafalan kata-katanya miriiiippp banget sama bahasa Indonesia. Paling ya beda 10-20%. Tapi tidak terlalu banyak perbedaan yang berarti dari segi pengucapan.

Spanish, antara bahasa Spanyol dan Italia sebenarnya tidak terlalu berbeda. Seorang kenalan dari Spanyol pernah mengatakan, kalau kamu sudah bisa bahasa Italia, tidak akan terlalu susah mempelajari bahasa Spanyol. Bahkan dari segi grammar pun, bahasa Spanyol dibawah bahasa Italia (alias lebih gampang).

Dutch, ada beberapa alfabet yang sedikit berbeda dari bahasa kita. Walaupun bahasa yang ditulis sedikit berbeda dari pengucapan, tapi biasanya kita sudah bisa menebak apa pelafalan dari kata tersebut. Bahasa Belanda sendiri juga sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan pelafalan bahasa Inggris. Kombinasi saja sih.

Finnish, yang ini memang agak langka dan hanya dipakai di Finlandia. Tapi beberapa hari ke belakang saya sempat penasaran dengan bahasa ini sampai akhirnya searching di YouTube. Huhu. Bahasanya susah gampang, tapi pertimbangannya cuma satu, yang ditulis itulah yang diucapkan!

Turkish, kalau ngomongin Turki kok saya langsung inget cowok-cowok perpaduan muka Arab dan Eropa yang ganteng-ganteng ya? Hihi.. Bahasa ini juga tidak terlalu susah untuk diucapkan. Hampir sama seperti bahasa Belanda, mungkin sedikit berbeda, tapi tidak terlalu menyusahkan.

Three. Pilih bahasa berdasarkan tulisannya

Yang terakhir ini menurut saya sangat subjektif sekali. Saya sendiri sebenarnya malas mempelajari bahasa asing yang memiliki tulisan lain di luar tulisan latin. Saya jadi mesti harus belajar tiga kali untuk memahaminya. Pertama, belajar bahasanya dulu. Yang kedua, belajar tulisannya. Dan yang ketiga, saya mesti paham apa yang ditulis, apa bacaannya, lalu kemudian apa artinya. Deuuhh...panjang! Itulah hal yang akhirnya membuat saya menyerah belajar bahasa Thai.

Tapi kalau kamu tekun dan bisa menguasai bahasa dengan tulisannya, jujur saya salut! Artinya kamu bisa dapat poin plus dong dari bahasa yang sedang kamu pelajari. Tentunya bisa lebih enak mencurahkan isi hati, karena tidak ada orang yang mengerti.

Mandarin Chinese, tidak ada salahnya kamu mempelajari bahasa ini beserta tulisannya. Bahasa Mandarin mulai menjadi bahasa internasional bahkan diterima di beberapa badan/perusahaan asing ternama di dunia.

Arabic, tidak rugi juga belajar bahasa ini. Selain bisa mengerti sedikit bahasa Al-Qur'an, saat di Tanah Suci biasanya kita tidak akan kesulitan menawar barang (lho..lho.. kok ujung-ujungnya belanja??).  Saya sendiri tiga tahun mempelajari bahasa Arab di sekolah. Tapi dasar memang dodol dan malas ribet, akhirnya sampai sekarang tidak mengerti arti tulisan Arab sama sekali. Saya bisa baca, tapi tidak mengerti artinya.

Japanese, orang Eropa punya minat tinggi terhadap kebudayaan di Asia. Salah satunya adalah Jepang. Ingat cerita Nobita di film Doraemon yang nyasar tidak bisa pulang gara-gara tidak bisa baca huruf kanji?

Korean, yang ini lagi musim! Banyak gadis-gadis di luar sana lagi serius mendalami bahasa Korea dan tulisannya biar bisa ngerti postingan yang ada di website Korea. Tidak ada salahnya juga sih belajar bahasa ini. Dulu saya sempat iseng-iseng belajar dan menurut saya tingkat kesulitannya dibanding bahasa Jepang lebih kecil.

Greek, ada yang tertarik belajar bahasa dewa-dewi ini?

*tip lagi: walaupun bahasa asing di atas menggoda untuk dipelajari, saran saya mantapkanlah dulu bahasa Inggris setidaknya di level Intermediate. Karena menurut saya, porsi untuk belajar bahasa Inggris tetap harus dilebihkan untuk keperluan globalisasi.

Sekian tips belajar bahasa asing dari saya. Semoga bisa membuka pikiran dan membantu kira-kira bahasa mana yang ingin dipelajari. Habis dari sini, cepat-cepat daftar ke tempat kursus atau belajar lewat YouTube dan buku ya.