Sunday, June 14, 2020

Tips 7 Tips Agar Host Family Melirik Profil Mu|Fashion Style

Membuat profil au pair yang bagus adalah satu hal yang mesti selalu di-improve. Saya ingat betul pertama kali membuat profil di Au Pair World, saya meminta bantuan seorang teman untuk mengoreksi apakah profil saya sudah bagus atau belum. Karena tahu dia pernah pengalaman jadi au pair 2 kali sebelumnya, saya percaya kalau si teman ini setidaknya tahu mana tulisan yang bagus atau tidak.

Betul saja, dia menilai profil saya terlalu etnosentris dan blak-blakan jual mahal. Saya terlalu terpusat pada diri sendiri, tanpa memikirkan si calon keluarga yang membaca. Padahal harusnya profil berfungsi sebagai CV yang memungkinkan host family tahu siapa kita dan motivasi kita jadi au pair.

Tiga kali jadi au pair dan harus menulis profil, saya akhirnya bertemu juga dengan keluarga angkat yang mau meng-hire saya jadi au pair mereka. Tentu saja, tidak semudah itu. Ibaratnya cari kerja, saya juga banyak mengalami penolakan terlebih dahulu meskipun sudah pernah menjadi au pair sebelumnya.

Di postingan tentang pencarian keluarga angkat , saya sudah menuliskan beberapa tips bagaimana menuliskan profil yang menarik di situs pencarian au pair. Berikut saya ulas kembali beberapa tips untuk kalian yang mungkin masih juga bingung bagaimana menuliskan profil yang bagus.Just bear in mind, profil yang bagus tidak akan langsung mengantarkan kamu ke Eropa. Tapi setidaknya, jadikanlah goal agar calon keluarga melirik profil mu dan tertarik untuk mengenal mu lebih jauh.

1. Background kamu

Kalau harus menulis profil tanpa format asli dari agensi atau situs di internet, boleh mulai memperkenalkan diri secara singkat seperti;

"Halo, nama saya Nin, usia 23 tahun, dan berasal dari Palembang, Indonesia."

Tapi kalau memang nama dan umur kamu sudah terlihat jelas di situs tersebut, contohnya Au Pair World, tidak perlu menuliskan identitas kembali. Langsung saja to the point;

"Halo, saya Nin (cukup nama panggilan), berasal dari Palembang, Indonesia, dan sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir di Universitas X."

Calon host family ingin langsung tahu apa yang sedang kamu lakukan sekarang, seperti pekerjaan atau pendidikan terakhir. Ketimbang harus bertele-tele menuliskan semuanya dalam kalimat yang panjang, mungkin bisa ditulis seperti ini;

"Saya sekarang masih kuliah di kampus X dan mengambil jurusan Farmasi."

"Saya bekerja di TK Anak Bangsa sebagai guru TK selama 3 tahun."

"Sekarang saya masih bekerja di Perusahaan Indah Karya sebagai Akuntan selama 1 tahun."

"Sekarang saya masih tinggal di Berlin sebagai au pair dan kontrak saya akan selesai Juli 2018."

2. What do you do in your spare time?

Selain sibuk bekerja atau sekolah, host family juga ingin tahu, apa yang senang kamu lakukan saat sedang tidak dikerjar deadline kantor atau kampus. Hobi atau kegiatan favorit mu setidaknya sedikit menguak "who you are".

"Selain sibuk kuliah, saya sangat suka renang, mamanggang kue, ataupun hiking."

"Meskipun pekerjaan saya hampir 24/7, tapi saya juga suka melakukan aktifitas lain seperti menggambar atau membaca buku. Buku terakhir yang saya baca berjudul X dan isinya sangat menginspirasi kehidupan saya sekarang."

"Sejak tinggal di Amsterdam, saya jadi sangat suka bersepeda keliling kota setiap akhir pekan sekalian mengunjungi banyak hidden gems yang ternyata tidak semua orang tahu."

Tell them that you are an active person, an interesting girl with bunch of hobbies! Kalau memang suka menonton film, let them know what is your favourite one! Jadi tidak hanya menyebutkan apa yang kamu suka, tapi juga beri keluarga angkat clue kalau kamu banyak mendapatkan manfaat atau ide dari hobi mu itu.

Three. Pengalaman dengan anak-anak

Karena au pair tugasnya lebih relevan ke anak-anak (bukan cleaning, normalnya), maka host family harus tahu juga seberapa lama jam terbang mu meng-handle anak kecil. Jangan takut kalau belum pernah jadi au pair sebelumnya, karena kamu tetap bisa menjual potensi saat mengasuh keponakan.

"Karena sudah bekerja selama 3 tahun di SD 31, saya memiliki tanggung jawab besar untuk mengajar anak-anak membaca dan berhitung."

"Saya memang belum pernah menjadi au pair sebelumnya, tapi pekerjaan sebagai freelance babysitter yang sering saya lakukan membuat saya cukup dekat dengan anak-anak dan dunia mereka."

"Meskipun ini akan menjadi au pair pertama saya, tapi saya yakin dengan kemampuan mengasuh anak-anak sejak beberapa tahun lalu. Banyak om dan tante yang percaya menitipkan anak mereka ke saya saat mereka bekerja. Karena pekerjaan ini, saya pun mengerti bagaimana caranya menidurkan anak, bermain dengan mereka, ataupun memandikan si kecil."

"Karena pengalaman saya menjadi au pair selama satu tahun di Paris, saya pun sudah cukup familiar dengan gaya hidup orang Eropa dan anak-anak mereka."

Tell them more about your experience! Kalau memang pernah bekerja menjadi seorang guru, jelaskan apa yang membuat mereka merasa yakin kalau kamulah au pair yang mereka cari. Apa value yang kamu pelajari selama menjadi seorang guru dan membuat mu bisa mengaplikasikannya ke kehidupan internasional au pair.

Jika kamu memang sering mengasuh keponakan, "jual lagi" diri kamu di dalam profil dan jelaskan kalau kamu tipikal orang yang bisa mengatasi stres hanya karena tangisan anak kecil.

Perlu diingat, anak-anak Australia atau Eropa berbeda dengan anak-anak di Indonesia. Anak kecil di negara Barat sudah dibudayakan untuk mandiri, sementara anak kecil di Indonesia lebih haus perhatian dan pelayanan. Umur 2 tahun di Eropa sudah bisa makan sendiri, sementara di Indonesia, masih harus kejar-kejaran saat menyuapi makan.

4. Motivasi ingin jadi au pair

Ini juga jadi bagian yang paling krusial bagi para calon keluarga untuk tahu apa motivasi mu menjadi au pair. Sekedar jalan-jalan kah, cari pacar bule kah, cari duit kah, cari visa tinggal saja kah, atau lebih dari itu?

Kalau kamu memuat profil di situs au pair Skandinavia, tentu saja kamu harus menuliskan apa alasan kamu ingin jadi au pair di Eropa Utara. Apa yang paling mendasari mimpi mu untuk kesana. Jangan hanya tuliskan ingin jalan-jalan saja, karena au pair bukanlah holiday for free!

Jika harus menulis profil di situs pencarian au pair umum, tulis saja alasan mendasar untuk menjadi au pair. Ingin bertemu teman internasional atau selalu penasaran dengan kuliner khas sana, mungkin?

Tulis juga apa kira-kira pelajaran yang bisa kamu dapatkan dari menjadi seorang au pair. Apa yang bisa membuat hidup mu lebih berarti jika bisa tinggal di Eropa atau Australia. What do you gain by being an au pair?

Kalau kamu sekarang sedang bekerja di Indonesia, apa alasan mu ingin berhenti dan apa yang membuat mu yakin au pair adalah langkah yang tepat. Sama halnya jika kamu sekarang adalah mahasiswa tingkat akhir, mengapa kamu ingin jadi au pair selepas lulus?

Be specific dan tolong juga hindari minta dikasihani seperti profil gadis-gadis Filipina ;

"I need to make cash due to the fact I want to ship my sisters to highschool."

"My father is only a farmer, so I must make extra cash to assist my own family."

Salah? Tentu saja tidak. Banyak sekali profil seperti itu, terutama dari Filipina. That's their own choice, of course! Tapi tentu saja, impian kita ke Eropa bukan hanya cari duit, toh? Jangan samakan mimpi kita dengan para mbak TKI yang berjuang bagi keluarga dan devisa negara. Kita berbeda!

5.Make it simple

Biasanya hanya karena ingin terlihat serius dan panjang, kita lalu menuliskan semua hal di satu profil. Sejujurnya, it is so annoying and boring just to read it. Treat you profile as your CV. Buatlah sesimpel mungkin, tapi memuat seluruh poin terpenting.

Sekali lagi, kalau calon keluarga tertarik ke kamu, mereka pasti ingin mengenal mu lebih jauh dan bisa jadi akan diajak interview. Jadi daripada menulis cerita super panjang soal keluarga mu, just keep it simple by just talking about yourself.

You get my go with the flow?

6. Pasang foto terbaik

Saya berhasil menjadi au pair di keluarga Denmark karena foto-foto yang ada di profil saya. Host dad saya , Brian, juga menggarisbawahi kalau foto adalah bagian terpenting agar host family tahu kamu orang seperti apa.

"We liked your profile because you smiled a lot with the kids," kata Brian.

Contohnya dari 5 foto terbaik yang akan dipajang, usahakan 4 di antaranya adalah foto kamu dan anak-anak. Satunya lagi adalah foto mu dan keluarga atau teman terbaik. Boleh saja pasang swafoto jika memang saat itu kamu sedang melakukan hobi. Contohnya, foto sedang menunggang kuda, foto saat berkunjung ke Bromo, atau foto sedang menjahit baju.

Seperti kata Brian, keep smiling. Ayo, mulai pajang foto terbaik mu tersenyum ceria saat bermain dengan host kids atau keponakan di rumah!

7. Make it personal

Beberapa situs pencarian au pair, contohnya Au Pair World, memungkinkan kamu untuk menyapa calon host family duluan lewat profil mereka. Dibandingkan harus copy-paste tiap pesan ke para keluarga ini, ada baiknya kamu baca dulu profil mereka baik-baik lalu baru tulis pesan secara personal.

"Halo Martha (panggil nama depan mereka), saya sangat tertarik menjadi au pair di Belgia dan saya lihat kalau profil kamu sangat menarik. Kamu punya 2 anak yang umurnya masih kecil dan kebetulan saya pernah mengasuh anak di umur segitu. Kalau tidak keberatan, boleh cek profil saya kembali dan saya sangat berharap bisa mengenal keluarga mu lebih jauh."

Poin plus jika kamu bisa menuliskan opening line dengan bahasa lokal yang keluarga tersebut gunakan. Boleh saja, lho, menarik perhatian keluarga angkat lewat bahasa Prancis atau Jerman yang sudah kamu kuasai sedikit-sedikit.

Buat keluarga angkat tahu kalau kamu adalah kandidat tepat yang mereka cari. Seperti yang saya sebutkan di atas, mungkin kamu belum menemukan host family yang kamu cari hanya karena sudah mengikuti poin-poin saya di atas. Tapi berbahagialah kalau setidaknya kamu mendapatkan respon baik dari calon keluarga. Bukankah memang itu tujuan awal kita?

Sudah mendapatkan respon positif dan ternyata host family ingin lanjut ke proses wawancara? Baca cerita saya sebelumnya tentang persiapan sebelum interview agar kamu tidak terlalu grogi!

Good luck, girls!

Tips Beda Host Dad, Beda Cerita|Fashion Style

Host family itu unik. Mereka punya gaya hidup, karakter, serta membawa pengalaman yang berbeda pula untuk au pairnya.

Tiga tahun lebih jadi au pair di Eropa, saya sudah tinggal dengan 4 keluarga yang semuanya membawa cerita baru dalam hidup saya. Meskipun saya lebih banyak berinteraksi dengan si emak dan anak-anaknya, namun si bapak sebenarnya juga punya cerita yang menarik.

Empat host dad saya memiliki latar belakang dan pekerjaan yang tak sama. Tinggal bersama mereka membuat saya tidak luput dari pengamatan mengenai kebiasaan si bapak-bapak ini di rumah, mulai dari gaya hidup hingga fashion.

Let me introduce the daddies!

1. Keluarga Maroko

Pertama kali jadi au pair, saya tinggal dengan pasangan keluarga Maroko yang lahir dan besar di Belgia. Saya memang tidak lama tinggal dengan mereka. Setelah satu bulan tinggal bersama, akhirnya saya memutuskan putus kontrak namun tetap terus tinggal sesuai perjanjian yang sudah disepakati. Pun begitu, saya dan mereka tetap say goodbye dengan cara yang baik lima bulan kemudian.

Si bapak, Idriss, usianya saat itu sekitar 36 tahun. Pekerjaannya sebagai guru IT di salah satu sekolah menegah membuatnya tidak sesibuk si istri. Dibanding istrinya yang terlihat lebih intelektual, Idriss juga tidak terlalu fasih berbahasa Inggris dan Belanda?Meskipun tinggal di Belgia. Sehari-hari si bapak hanya berkomunikasi dengan bahasa Prancis ke anak-anaknya. Kalau pun harus menjelaskan sesuatu ke saya dalam bahasa Inggris, Idriss seperti kesulitan menafsirkan makna yang dimaksud.

Hobi si bapak ini important Playstation. Kadang kalau mesti jaga anak, Idriss menaruh si bayi di kursi goyang lalu menggunakan ujung jari kakinya untuk menggoyangkan si kursi. Tanpa membuat anak menangis karena nyaman di kursi goyang, mata dan jari tangannya tetap fokus essential Playstation. Saking seriusnya primary, Idriss sampai kadang teriak-teriak sendiri di ruang tengah.

Karena mereka keluarga muslim, Idriss selalu menyapa saya dengan "Assalamua'laikum" setiap pagi. Saya juga cukup kaget di awal-awal dengan kebiasaan bangun tidur Idriss yang baru melek jam 8 atau 9-an saat weekdays. Kalau sedang libur atau akhir pekan, Idriss baru bangun jam 11-an lalu langsung menuju dapur mengambil sarapan.

Meskipun si bapak Maroko ini sering teriak dan omongannya cenderung kasar ke anak-anaknya, tapi beliau pintar masak. Si istri saja sampai mengakui kalau Idriss sudah pegang pisau dapur, makanan apapun akan terasa enak. Agree!

2. Keluarga Belgia

Host dad saya yang kedua bernama Koenrad. Usianya saat itu hampir 40 tahun. Pun begitu, mukanya masih kelihatan ganteng dan bugar. Maklum, dia lebih suka naik sepeda ke kantor ketimbang naik mobil.

Berbeda dengan para French speakersdi Walloon, si bapak jangkung yang tinggal di utara Belgia ini fasih berbahasa Belanda, Inggris, dan Prancis. Beliau juga cinta mati sama istrinya, lho! I can see it. Maklum, mereka menikah saat Koenrad berumur 27 tahun dan si istri 24 tahun. Cukup muda untuk ukuran orang Eropa.

Dibandingkan si istri yangquirky dancasual, Koenrad lebih rapih danstylish. Dia juga tidak takut memakai celana hijau, kuning, atau merah tua ke kantor.

Host family saya ini juga termasuk orang kreatif, sukses, namun super sibuk. Selain punya bisnis student housing di Belgia, Koenrad dan si istri tidak ragu membangun sebuah hostel baru di Ghent dari hasil renovasi gedung legendaris di pusat kota. Waktu saya disana, hostel mereka baru dibangun sekitar satu tahunan. Hebatnya, hostel tersebut sudah menjadi salah satu hostel butik berinterior terkeren di dunia! Sudah sering masuk majalah sampai dibukukan malah.

Selain mengurus bisnis properti, saya sebenarnya tidak paham dengan jam kerja pasangan ini. Pagi, jam 9-an kerja. Pulang hanya di jam makan malam. Sekitar jam eight-an keluar lagi sampai tengah malam. Alasannya ya tetap kerja. Luar biasa! Tidak heran kalau Koenrad dan istrinya mendapat penghargaan sebagai salah satu pebisnis muda tersukses di Belgia tahun 2013.

Mungkin karena merasa sudah sukses di usia muda, entah kenapa saya juga kurang suka dengan idealisme Koenrad. Mereka sebenarnya tergolong keluarga yang punya banyak duit, tapi terkesan pelit dan irit. Penampilan mereka biasa saja. Mobil pun tak seberapa, bahkan mirip angkutan kota. Ya bagus memang, hidup sederhana. Tapi saya pernah diceramahi gara-gara mengatur suhu ruangan yang terlampau panas.

Alasannya karena global warming, padahal menurut saya hanya karena tagihan listrik yang takut membengkak. Si bapak sampai menjelaskan soal efek pemanasan global layaknya saya anak SD yang tidak tahu apa-apa.

"You can wear jumper or more sweaters if you still feel cold," saran dia saat itu.

Meh!

Three. Keluarga Denmark

Perkenalkan host dad saya yang ketiga, Brian. Si bapak pemilik perusahaan alat gym di Denmark yang jago masak, urus anak, dan hobi buang duit. Usianya sekarang sekitar 45 tahun. Tapi karena pandai merawat diri dan suka work out, si bapak masih terlihat ganteng di usianya yang sudah di atas 40 tahun.

Pertama kali ketemu Brian, saya sudah bisa merasakan aura bossy-nya dia. Pernah saya telat bangun pas baru awal-awal tinggal di rumah mereka, langsung dimarahi saat itu juga.  "For me, time is so important!" katanya.

Gara-gara aura bossy-nya Brian, saya kadang merasa segan dan juga takut kalau tiba-tiba kena panggil. Well, apalagi ini? Salah apalagi? Untunglah setelah hidup bersama selama beberapa bulan, Brian terlihat lebih kalem dan menganggap saya seperti keluarga.

Brian termasuk bapak yang unik. Sebelum sibuk dengan pekerjaan, beliau katanya pecinta berat film. Dalam seminggu, dia bisa datang ke bioskop 2-four kali. Karena suka sekali menonton, tiap ruangan dan kamar pasti dipasang TV. Lucunya, TV disejajarkan dengan luas dinding dimana TV tersebut dipasang. Kalau dindingnya lebar, si TV pun akan dipasang yang besar. Kalau dindingnya kecil, TV juga dipilih yang sedikit kecil.

Di kamar host kid saya pun ada 2 TV yang dipasang sejajar dengan tingkatan tempat tidur. Satu tingkat tempat tidur, satu TV terpasang. Pokoknya dibuat senyaman mungkin. Padahal, saking sibuknya mereka, menonton pun jarang. Sekalinya menonton, hanya acara anak-anak.

Soal makanan, Brian juga punya taste yang sangat tinggi. Si bapak ini tidak suka kalau bahan makanan yang akan dimasak terlihat layu atau sudah terlalu lama di kulkas. Pun soal penyajian makanan, bagi Brian, warna itu sangat penting. "Usahakan ada warna merah atau hijau di tiap penyajian," katanya saat itu.

Karena terlalu strict soal kesegaran sayuran ini, kadang saya merasa sayang dengan banyaknya bahan makanan yang dibuang padahal masih sangat bagus. Pisang yang kecoklatan sedikit, langsung dibuang. Salad yang baru dua hari di kulkas, buang! Daun bawang yang baru dipakai setengah, sisanya buang!

"Well, I could buy it more. No worry," katanya santai.

Bukannya apa, kalau saya tipe orang yang suka makan, mungkin sudah gendut makan sisa bahan makanan di rumah mereka. Sayangnya, saya pun terlalu picky soal makanan dan cepat kenyang.

Meskipun hobi buang-buang bahan makanan, Brian sebenarnya sangat pintar memasak. Saya pun tidak ragu dengan skill masak beliau. Dibandingkan mengganti popok anak, Brian lebih suka pegang panci. Tahun kedua, saat si kembar beranjak besar, tugas memasak saya akhirnya dia yang pegang. He feels happier though.

Karena tahu kaya, Brian juga tidak ragu buang-buang uang. Di rumah sudah terparkir dua mobil, masih menambah satu mobil sport. Padahal garasi saja pas-pasan.

Si bapak satu ini juga hobi beli sepatu olahraga untuk menunjang aktifitas gym-nya. Selain itu, tak terhitung lagi berapa banyak kemeja yang sering dia beli versus yang sering dia pakai. Saya lho yang repot menyetrika.

Meskipun karakter alaminyabossy dan emosional, tapi Brian sangat menghargai equality di dalam rumah tangga. Jam 6 pagi si bapak bangun, sarapan, lalu nge-gym dulu sebelum berangkat ke kantor. Jam 5 sore Brian pulang, langsung masak, lalu tetap setia pula mendongeng sebelum anak tidur. Plus, memandikan anak kalo dibutuhkan. Tengah malamnya, saat si kembar merengek, Brian juga yang bangun dan membuatkan susu. Begitu saja terus alurnya selama 2 tahun saya disana.

Beruntunglah si istri yang mendapatkan suami macam Brian ini. Sudah ganteng, mapan, kaya, stylish, rajin olahraga, jago masak, plus tidak ragu membantu mengurus anak. Bravo!

Four. Keluarga Norwegia

Bapak yang keempat ini bernama Lasse. Umurnya juga hampir sama dengan Brian, sekitar 45 tahun. Saat tahu pekerjaan Lasse, saya sebenarnya cukup kaget. He is a painter alias tukang cat!

Jangan salah, sektor pertukangan di Norwegia menempati peringkat teratas dengan gaji tertinggi, lho! Lasse sebenarnya mengelola perusahaan keluarga yang dia sendiri sebagai bosnya. Perusahaan jasa pengecatan ini sudah dia bangun sekitar 8 tahun lalu dan memiliki 5 pegawai sampai sekarang. Meskipun punya perusahaan, dia juga ikut andil dalam proses pengecatan.

Berbeda dengan tiga host dad saya lainnya, Lasse termasuk yang super cerewet dan paling hobi mengobrol. Tiap melihat muka saya, selalu saja ada yang dibicarakan. Padahal obrolannya kadang tidak penting, hanya masalah cuaca atau sampah. Kadang obrolan yang pernah dibahas, diulang lagi.

Di mobil, saat kami harus menempuh perjalanan selama three jam ke Hemsedal, mulutnya tidak berhenti bercerita. Tidak cukup mengobrol dengan saya, si bapak ini menelpon temannya dan haha hehe sambil menyetir. Selesai dengan si teman satu, lanjut lagi telepon teman satunya. Semua selesai, lalu kembali lagi ke saya.

Tapi di luar sifat cerewetnya,  Lasse termasuk orang yang down to earth dan sangat hangat—kalau sudah kenal. Saya paling suka senyum Lasse yang terlihat sangat genuine dan bersahabat. Tidak ada aura bos sama sekali.

Meskipun fasih berbahasa Inggris, tapi logat Norwegianya masih sangat kental. Pun dengan karakternya, the true Norwegian man! Selain hobi ski dan being outdoor, si bapak juga maniak olahraga lainnya. Dari marathon, ski jumping, renang, golf, sampai berburu pun pernah dilakoni. Super pas dengan si istri yang juga mantan atlit berkuda.

Berlawanan dengan Brian, Lasse malah tidak suka buang-buang makanan. Tanpa harus membawa makanan bercita rasa tinggi di rumah, Lasse sebisa mungkin menghabiskan apa yang tersedia di kulkas ketimbang harus membeli lagi dan lagi.

Tipikal lelaki Skandinavia, Lasse juga sangat menghargai equality di dalam rumah tangga. Si bapak ini tidak segan berbagi tugas mengurus anak dengan istrinya, memisahkan laundry, hingga memasak. Beliau juga paling care dengan istrinya yang kadang butuh "me time".

Di usianya yang baru 30 tahun, Lasse sudah bisa membangun kabin sendiri di Hemsedal dengan uang hasil keringatnya tanpa bantuan finansial orang tua sedikit pun.

Sebenarnya kalau ingin dibahas satu per satu, setiap host dad harus mendapat satu tempat postingan di blog ini. Cerita mereka di rumah sebenarnya lebih unik ketimbang apa yang saya ungkapkan di atas. Dari mereka juga saya bisa belajar banyak hal. Contohnya si Brian yang ternyata lebih pandai menyetrika dibanding saya!

Bisa disimpulkan bahwa para suami Eropa lebih cekatan dan tidak segan membantu pekerjaan rumah. Istri tidak lagi berprofesi layaknya pembantu, namun memungkinkan juga untuk bekerja dan membantu finansial keluarga. Tiap host dad saya punya kesibukan masing-masing, tapi sekembalinya ke rumah, mereka tetaplah seorang ayah dan suami yang baik bagi istri dan anak-anaknya. Take a bow untuk para bapak ini!

Kalian sendiri, ada cerita unik apa dari host dad?

Tips Nyalon di Istanbul|Fashion Style

Akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di Turki, negara ke-28 yang berhasil saya singgahi hingga sekarang. Setelah sebelumnya menghabiskan waktu di Cappadocia, saya terbang kembali ke Istanbul dan rencananya akan menghabiskan sisa liburan di kota ini.

Jujur saja, ekspektasi saya terhadap kemegahan Istanbul harus terhempas setelah melihat lautan turis dimana-mana. Oke, oke, saya paham. Istanbul kota terbesar di Turki. Cuaca mulai bagus dan tentu saja orang-orang dari seluruh dunia mulai berdatangan. Summer is also coming earlier!

Tapi sungguh, Barcelona pun kalah. Masuk metro, penuh orang lokal. Masuk bus, berdiri pula. Ingin masuk objek wisata, antrinya sudah membuat malas duluan. Jalan kaki, mesti "macet" karena turis lainnya juga ikut jalan. Turis-turis ini macam-macam; mulai dari nenek-nenek sampai bayi. Tahu kan, nenek-nenek kalau diajak jalan banyak bingungnya. Bayi diajak jalan, ada keretanya. Done, Istanbul!

Daripada absen kemana-mana lalu hanya stay di hostel murahan ini, saya kepikiran ide untuk rileks dan leye-leye sejenak mempercantik diri di salon. Tapi harus yang hairdresser-nya bisa bahasa Inggris tentu saja. Meskipun Turki sudah mengadopsi gaya hidup orang Eropa, tapi sungguh sulit menemukan warga Istanbul yang bisa bahasa Inggris. Ada, para anak muda atau orang yang bekerja di bidang pariwisata. Lainnya, "I don like speak Inglish. You, speak Turks to mi." Amburadul!

Jadi ceritanya, saya memang sudah ingin ganti gaya rambut. Setidaknya, potong rambut sedikitlah. Sampai Norwegia, saya malas melirik salon karena mahalnya minta ampun. Harga gunting rambut untuk cewek paling murah 400 NOK, belum termasuk cuci dan blow.

Di Turki, biaya hidupnya kira-kira setengah dari harga pasaran yang ada di Norwegia. Lumayan juga, ketimbang saya mesti jatuh miskin potong rambut di Oslo.

Browsing sana-sini via internet, ketemu juga Salon Kadir yang banyak mendapatkan review bagus di Trip Advisor. Beberapa blogger juga memuat review sangat baik terhadap salon ini. Plusnya, si pegawai bisa bahasa Inggris! That's what tourists are looking for!

Letak si salon kebetulan di daerah Sultan Ahmed dekat terowongan Cankurtaran, hanya jalan kaki sekitar 11 menit dari hostel saya. Tempatnya sangat mudah ditemukan dan kebetulan memang berdekatan dengan beberapa objek wisata yang sering dikunjungi turis.

Bagian potong rambut untuk perempuan dan laki-laki dipisah. Saat saya datang, seorang owner menyapa dan menanyakan keperluan saya ke salon. Maksud Anda, saya bisa beli batako di salon, begitu?

"Okay, just come in. I will call Sevgi," katanya mempersilakan saya menunggu di ruangan khusus perempuan di belakang.

Salonnya sama saja seperti di Indonesia, simpel. Hanya terdapat 2 kaca dan meja rias. Si mbak hairdresser pun datang dan menyambut saya ramah. Dia menanyakan foto gaya rambut yang ingin saya tiru. No comment, just layered. Si mbak mengangguk dan langsung menyuruh saya duduk di kursi keramas sebelum potong rambut.

Si mbak ini namanya Sevgi, asli Turki, dan sudah belajar memotong rambut sejak usianya 12 tahun. Maklum, Salon Kadir sebenarnya salon keluarga yang skill-nya diturunkan dari sang ayah. Salon yang saya datangi ini pun umurnya sudah 30 tahun dan sekarang dikelola oleh sang kakak. Kabarnya, Salon Kadir akan memperluas cabang mereka hingga Amsterdam dan kota lain di Jerman.

Yang saya salut, meskipun bahasa Inggris Sevgi tidak terlalu fasih, tapi saya menghargai niatnya bercerita dan mengobrol. Potongan rambut saya juga sebenarnya biasa saja; layered panjang. Tapi karena si mbak ini telaten mengeriting rambut seusai digunting, saya merasa penampilan saya saat itu WOW sekali! I love it very much!!

Saya memang sudah lama tidak ke salon karena sering kecewa. Ada yang kepanjanganlah, kependekanlah, tidak sesuai bentuk muka lah. Makanya sekali ini saya merasa, amazing! Puas sekali!

Harganya juga cukup terjangkau, 50 TL untuk potong rambut saja. Sementara kalau sekalian cuci dan blow/brush, total semuanya 100 TL (200 NOK). Mahal? Masih lebih mahal di Norwegia!

Alih-alih marketing, Sevgi juga menawarkan ke saya colouring. "Cheap price", katanya. Padahal menurut saya, biasa saja, 150 TL. Tapi dibandingkan Oslo yang harganya paling murah 700 NOK, akhirnya saya nekad juga sekalian mewarnai rambut.

"Your face is so soft. Black colour (hair), no. Too strong!" kata dia sekalian mewarnai helai demi helai rambut saya.

Saya juga sebenarnya masih suka warna alami rambut hitam khas orang Indonesia. Tapi betul juga, setelah melihat hasil pewarnaan rambutnya, garis muka saya terlihat jadi lebih halus. Yang diwarnai juga tipis sekali, tidak semua ujung rambut. Duh, makin puas sama si Mbak Sevgi ini!

Berikut bonus foto saya dengan si mas ganteng yang kebetulan lagi magang di Salon Kadir. Maaf ya fotonya saya sensor karena saat difoto, mata saya lagi mengantuk.

Perhatian: BUKAN IKLAN ya! Saya tidak dibayar, pun menerima diskon tambahan dari hasil me-reviewsalon mereka.

Kalian sendiri bagaimana, ada pengalaman lain saat travelling selain hanya foto-foto dan mengunjungi tempat wisata?

Saturday, June 13, 2020

Tips Tips Belajar Bahasa Asing (1)|Fashion Style

Pada bagian ini saya akan memberikan sedikit tips dalam memilih bahasa yang akan kamu pelajari. Tips ini sebenarnya saya gabung-gabungkan dari pengalaman pribadi belajar bahasa asing baik otodidak maupun melalui native speaker langsung. Let's jump!

1. Pilih bahasa asing yang digunakan setidaknya oleh dua negara

Sebagai contekan, ada beberapa bahasa yang biasanya digunakan oleh lebih dari satu negara di dunia. Bahkan bahasa ini pun sebenarnya merupakan bahasa kedua yang direkomendasikan untuk dipelajari selain bahasa Inggris. Berikut bahasa kedua yang menurut saya baik untuk mulai dipelajari.

French , bahasa yang kata orang, sekali lagi kata orang, paling romantis di dunia ini dipakai di beberapa negara di Eropa selain Perancis. Contohnya, Belgia, Luksemburg, dan Swiss (di beberapa bagian region), negara di Afrika, Maroko, bahkan beberapa tempat di Kanada.

Spanish, selain di Spanyol sendiri, bahasa ini juga digunakan di Amerika Latin. Bahkan sudah banyak universitas di Amerika yang memberikan persyaratan kepada calon mahasiswa baru harus memiliki sertifikat keahlian bahasa Spanyol (DELE).

German , bahasa ini dipakai juga di Austria, Swiss, serta beberapa kawasan di Luksemburg dan Belgia.

Arabic, negara-negara yang tergabung di UAE (United Arab Emirates) berbicara dengan bahasa ini. Selain itu juga, Maroko dan beberapa negara di Afrika memakai bahasa Arab sebagai bahasa utama mereka.

Mandarin Chinese, bahasa Mandarin memang cukup populer dan digunakan oleh lebih 960juta orang di dunia. Bukan hanya di China sendiri, tapi juga di Taiwan, Hongkong, Macau, dan Shenzhen.

2. Pilih bahasa yang cara pengucapannya mirip dengan lafal bahasa Indonesia

Tips ini sebenarnya yang membuat saya sangat selektif dalam memilih bahasa apa yang akan saya pelajari. Kalau ditanya, bahasa apa yang tidak mau saya pelajari, jawabannya adalah Perancis! Sumpah, saya merasa harus berpikir dua kali untuk belajar bahasa ini. Apa yang ditulis dan diucapkan, nyaris 80% berbeda! Ini beberapa bahasa yang cukup dikenal dengan lafal pengucapan yang tidak terlalu susah.

Italiano, keputusan saya belajar bahasa ini gara-gara pelafalan kata-katanya miriiiippp banget sama bahasa Indonesia. Paling ya beda 10-20%. Tapi tidak terlalu banyak perbedaan yang berarti dari segi pengucapan.

Spanish, antara bahasa Spanyol dan Italia sebenarnya tidak terlalu berbeda. Seorang kenalan dari Spanyol pernah mengatakan, kalau kamu sudah bisa bahasa Italia, tidak akan terlalu susah mempelajari bahasa Spanyol. Bahkan dari segi grammar pun, bahasa Spanyol dibawah bahasa Italia (alias lebih gampang).

Dutch, ada beberapa alfabet yang sedikit berbeda dari bahasa kita. Walaupun bahasa yang ditulis sedikit berbeda dari pengucapan, tapi biasanya kita sudah bisa menebak apa pelafalan dari kata tersebut. Bahasa Belanda sendiri juga sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan pelafalan bahasa Inggris. Kombinasi saja sih.

Finnish, yang ini memang agak langka dan hanya dipakai di Finlandia. Tapi beberapa hari ke belakang saya sempat penasaran dengan bahasa ini sampai akhirnya searching di YouTube. Huhu. Bahasanya susah gampang, tapi pertimbangannya cuma satu, yang ditulis itulah yang diucapkan!

Turkish, kalau ngomongin Turki kok saya langsung inget cowok-cowok perpaduan muka Arab dan Eropa yang ganteng-ganteng ya? Hihi.. Bahasa ini juga tidak terlalu susah untuk diucapkan. Hampir sama seperti bahasa Belanda, mungkin sedikit berbeda, tapi tidak terlalu menyusahkan.

Three. Pilih bahasa berdasarkan tulisannya

Yang terakhir ini menurut saya sangat subjektif sekali. Saya sendiri sebenarnya malas mempelajari bahasa asing yang memiliki tulisan lain di luar tulisan latin. Saya jadi mesti harus belajar tiga kali untuk memahaminya. Pertama, belajar bahasanya dulu. Yang kedua, belajar tulisannya. Dan yang ketiga, saya mesti paham apa yang ditulis, apa bacaannya, lalu kemudian apa artinya. Deuuhh...panjang! Itulah hal yang akhirnya membuat saya menyerah belajar bahasa Thai.

Tapi kalau kamu tekun dan bisa menguasai bahasa dengan tulisannya, jujur saya salut! Artinya kamu bisa dapat poin plus dong dari bahasa yang sedang kamu pelajari. Tentunya bisa lebih enak mencurahkan isi hati, karena tidak ada orang yang mengerti.

Mandarin Chinese, tidak ada salahnya kamu mempelajari bahasa ini beserta tulisannya. Bahasa Mandarin mulai menjadi bahasa internasional bahkan diterima di beberapa badan/perusahaan asing ternama di dunia.

Arabic, tidak rugi juga belajar bahasa ini. Selain bisa mengerti sedikit bahasa Al-Qur'an, saat di Tanah Suci biasanya kita tidak akan kesulitan menawar barang (lho..lho.. kok ujung-ujungnya belanja??).  Saya sendiri tiga tahun mempelajari bahasa Arab di sekolah. Tapi dasar memang dodol dan malas ribet, akhirnya sampai sekarang tidak mengerti arti tulisan Arab sama sekali. Saya bisa baca, tapi tidak mengerti artinya.

Japanese, orang Eropa punya minat tinggi terhadap kebudayaan di Asia. Salah satunya adalah Jepang. Ingat cerita Nobita di film Doraemon yang nyasar tidak bisa pulang gara-gara tidak bisa baca huruf kanji?

Korean, yang ini lagi musim! Banyak gadis-gadis di luar sana lagi serius mendalami bahasa Korea dan tulisannya biar bisa ngerti postingan yang ada di website Korea. Tidak ada salahnya juga sih belajar bahasa ini. Dulu saya sempat iseng-iseng belajar dan menurut saya tingkat kesulitannya dibanding bahasa Jepang lebih kecil.

Greek, ada yang tertarik belajar bahasa dewa-dewi ini?

*tip lagi: walaupun bahasa asing di atas menggoda untuk dipelajari, saran saya mantapkanlah dulu bahasa Inggris setidaknya di level Intermediate. Karena menurut saya, porsi untuk belajar bahasa Inggris tetap harus dilebihkan untuk keperluan globalisasi.

Sekian tips belajar bahasa asing dari saya. Semoga bisa membuka pikiran dan membantu kira-kira bahasa mana yang ingin dipelajari. Habis dari sini, cepat-cepat daftar ke tempat kursus atau belajar lewat YouTube dan buku ya.

Tips Ayo Belajar Bahasa Asing!|Fashion Style

Apa yang kalian lakukan di rumah saat sedang galau, bad mood, kesepian, ataupun bosan tiada tara?

Nonton TV atau DVD?

Dengar radio?

Curhat sama teman?

Jalan ke mal?

Atau tidur-tiduran di kasur, pasang AC, sekalian BBMan sama someone?

Semuanya tidak ada yang salah. Semuanya bisa kita lakukan untuk membunuh rasa bosan dan jenuhnya rutinitas setiap hari. Tapi tahu apa yang biasanya saya lakukan saat sedang bosan dan malas sekali melakukan aktifitas di luar? BELAJAR BAHASA ASING!

Lho kok, sedang bosan masih sempet-sempetnya belajar? Belajar bahasa asing pula! Bahasa Inggris aja belum lulus ini. Yuhuuu.. Entah kenapa daripada berkeluh kesah dan mikirin si doi yang belum tentu mikirin kita (duilee..Curhat) saya lebih menikmati buku-buku touring ataupun buka Youtube untuk belajar bahasa asing. Saya merasa selain kegiatan ini positif, pikiran juga teralihkan dari rasa bosan yang kadang membuat saya mau teriak sejadi-jadinya.

Terus apa sih enaknya belajar bahasa asing? Bukannya bahasa Inggris aja belum tentu sampai tingkat 'lumayan' ya? Tidak ada waktu nih belajar bahasa asing, tidak ada mentornya, tidak ada accomplice ngomongnya.

Nah, ada beberapa alasan yang membuat saya mau belajar bahasa asing dan merasa perlu sekali untuk mempelajarinya. Yang jelas satu, kita mesti punya passion ataupun minat untuk belajar dulu. Susah juga sih untuk belajar kalau minatnya belum terbangun. Lagipula tidak setiap orang punya kemampuan di bidang linguistik alias bahasa. Saya sebenarnya juga tidak memiliki passion di bahasa asing, bakat dan minat saya pun sebenarnya lebih ke seni ataupun desain. Saya juga baru mulai belajar bahasa asing beberapa bulan ini. Tapi kok jadi nyandu ya? Berikut alasan saya mengapa merasa kita perlu mempelajari bahasa asing:

1. Karena saya suka traveling. Sungguh, walaupun tidak begitu membantu saat menanyakan suatu tempat saat kesasar, tapi kata-kata sederhana seperti "terima kasih", "halo", "maaf", ataupun "sampai jumpa" dalam bahasa mereka membuat saya merasa dihargai oleh penduduk lokal. Saat berkesempatan ke Thailand tahun lalu, saya mati-matian mempelajari bahasa mereka. Tidak penting ya sepertinya? Tapi kok saya malah jatuh cinta ya sama bahasa itu. Hohoho.. Tapi sedihnya saya akhirnya menyerah juga mempelajari bahasa Thai gara-gara malas belajar hurufnya yang keriting-keriting itu. Hehe.. Di Thailand sendiri saya akhirnya cuma mengingat kata-kata dasar seperti "halo" dan "terima kasih". :p

2. Menambah kemampuan bahasa asing. Kalau kamu ada keinginan untuk melanjutkan studi di luar negeri ataupun tertarik bekerja di perusahan multinasional, tentunya kemampuan bahasa asing sangat diperlukan. Saya sendirinya sebenarnya sangat tertarik melanjutkan studi ke Eropa kalau ada kesempatan (dan dapat beasiswa gratis : p ). Makanya saya mulai memperkaya kemampuan saya untuk menguasai setidaknya dua bahasa asing selain Bahasa Inggris (yang masih pas-pasan ini).

3. Kamuflase. Kenapa saya bilang kamuflase? Bahasa asing ini sebenarnya ibarat penyamaran. Saya pernah sangat kesal pada someone (eheemm..) dan nyindir dia lewat Twitter. Hahahaa..typical sekali ya. Kalau ditulis pakai bahasa Indonesia, pasti si doi ngerti dong. Pakai bahasa Inggris juga pasti si doi bakalan ngerti. Akhirnya saya nyindir alias ngatain dia pake bahasa Spanyol! Hahahaa.. Untungnya dia bukan termasuk orang yang kepo-an (kopi terus tempel di Google Translate) untuk tahu apa yang sedang saya tulis.

4. Tebar pesona sama bule atau orang asing. Eh ini serius, waktu di bandara saya tidak sengaja bertemu dengan cowok dari Taiwan yang mau ke Bali. Gara-gara dulunya sering nonton film Meteor Garden jadinya saya spontan langsung ngomong ni hao ma (apa kabar?) saat tahu dia dari Taiwan. Tahu reaksi dia? Wah, dia surprise dan berbinar banget (asli, hiperbolik!). Saya sampai ditepok-tepokin segala lagi. Dari situ akhirnya dia jadi welcome dan friendly banget, padahal sebelumnya agak-agak 'males' gitu. Tuh kan, cuma gara-gara 'apa kabar?' doang?!

5. Meningkatkan rasa percaya diri. Tahu dong kalau sekarang lagi masa-masanya globalisasi. Jadi mau tidak mau kita juga sebenarnya 'harus' ikut globalisasi ini. Kecuali kalau kita mau menetapkan diri sebagai makhluk 'tertinggal' selama-lamanya. Dalam era globalisasi ini, tentunya persaingan bakalan semakin ketat dan kita juga mesti meningkatkan kemampuan agar bisa bersaing. Kalau kamu merasa tidak berbakat di dunia tarik suara ataupun bisnis, sebenarnya menguasai setidaknya dua bahasa asing bisa meningkatkan rasa percaya diri. Saya merasa kemampuan desain dan sains saya biasa-biasa saja, nyanyi tidak bisa, musik apalagi, ya sudah saya harus percaya pada kemampuan diri di bidang lain.

6. Bisa ngajarin orang lain dan dapet duit saku. Haha.. Asli, tiba-tiba otak bisnis saya berjalan gara-gara melihat peluang bagus. Di kota saya, sulit sekali mencari mentor yang bisa berbahasa asing dengan baik. Sialnya kalaupun mau belajar bahasa, saya harus otodidak dan bolak-balik cari ilmu di Youtube. Memang sih otodidak kesannya lebih 'rajin', tapi tetap saja dong, saya butuh seseorang yang mampu menjadi guide saya disaat saya salah ataupun perlu bantuan (muka miris). Makanya saya niat banget belajar bahasa asing terus nantinya mau diajarin ke orang-orang di kota saya yang membutuhkan mentor privat. Memang sih, level bahasa asing saya masih basic, tapi suatu hari nanti saya percaya kok dimanapun dan kapanpun ada saja orang yang butuh. Makanya dari sekarang banting tulang membuat si lidah ini terbiasa ngomong dengan bahasa alien. Hehe..

Nah, itulah alasan kenapa akhirnya saya punya passion untuk belajar bahasa asing dan merasa kalau mempelajarinya perlu. Kalau kamu juga punya passion yang sama, ayo mulai belajar bahasa asing dari sekarang! Yakinlah, tidak akan rugi mempelajari bahasa asing manapun.

Tips Tips Belajar Bahasa Asing (2)|Fashion Style

Setelah mengetahui bahasa apa yang mulai kamu ingin pelajari, sekarang saatnya mulai ke tahap inti. Kamu boleh langsung ikutan kursus di kota kamu ataupun bisa belajar otodidak. Bagi yang di tempat tinggalnya sudah tersedia tempat kursus bahasa asing, tinggal datang dan langsung daftar. Nah saya, susah sekali belajar kursus bahasa asing disini dikarenakan tidak adanya lembaga yang membuka kelas bahasa tersebut.

Ada lembaga bahasa di kampus menyediakan kursus bahasa asing semisal Jepang, Jerman, atau Perancis. Tapi sayangnya, pembukaan kelas didasari pada kuota siswa. Kelas baru akan dibuka kalau jumlah siswa minimal 15 orang. Teman saya yang ingin belajar bahasa Perancis sempat sebal gara-gara harus menunggu pendaftar dulu baru kelas barunya dibuka. Sebalnya, orang yang baru mendaftar untuk kelas bahasa Perancis baru 5 orang!

Belajar lewat kursus ataupun otodidak sebenarnya sama. Sama-sama harus tekun dan rajin agar bahasa asingnya lancar. Tapi memang ada keunggulan dan kekurangan dari tiap masing-masing cara belajar. Kalau kamu suka suasana belajar yang ramai/dinamis, langsung bertemu dengan native speaker/belajar langsung dari tutor, mendapatkan sertifikat, memang sebaiknya kamu ikut kelas. Kekurangannya adalah sistem belajar yang monoton, moody datang ke kelas, dan yang terpenting biasanya biaya yang dikeluarkan juga besar.

Tapi kalau kamu mengalami keterbatasan seperti saya, sulit mendapatkan kursus bahasa asing di tempatmu, mau tidak mau harus mulai terbiasa belajar secara otodidak. Memang kita harus belajar ekstra keras, menunggu mood dulu untuk belajar, tidak ada tutor untuk belajar, tapi asiknya adalah kita bisa menentukan kapanpun akan belajar, kita juga lebih mandiri dengan belajar sendiri, dan hemat biaya.

Berikut hints dari saya untuk kalian yang ingin mempelajari bahasa baru, baik melalui kursus ataupun otodidak:

1. Mulailah dengan 3 kata sakti. Di tempat kursus biasanya kamu akan menerima modul yang berisi materi-materi pelajaran yang akan dipelajari. Sebaiknya sebelum memulai kursus atau belajar, pelajarilah dulu speaking paling dasarnya. Kata-kata sakti seperti 'halo', 'apa kabar?', dan 'terima kasih' biasanya akan membantu kalian di sesi paling awal.

2. Perkenalan diri. Untuk kamu yang belajar otodidak, selain dimulai dengan 3 kata sakti di atas, pelajaran berikutnya adalah dengan proses perkenalan diri. Biasanya perkenalan diri yang pendek sedikit lebih gampang. Kalimat perkenalan seperti 'Halo, apa kabar? Nama saya..... Senang berkenalan dengan kamu' bisa kamu pelajari berulang-ulang. Perhatikan juga kalimat yang digunakan, karena biasanya terdapat perbedaan percakapan formal-informal dan soal gender kata.

3. Ayo ngomong! Yang paling penting belajar bahasa adalah ngomong! Ngomong dong ngomong (iklan banget). Ngomong apaan, kan belum lancar? Ya, ngomong 3 kalimat sakti dan perkenalan diri.

4. Jangan lupa beli kamus. Saya sarankan untuk membeli kamus yang setidaknya memuat kata kerja dasar dari bahasa tersebut. Sejujurnya saya sendiri tidak punya kamus saku dan lebih sering memanfaatkan aplikasi translator untuk membantu. Tapi saya memang harus beli kamus nih sepertinya. Karena beberapa kata kerja di translator itu sebenarnya kadang kurang tepat.

5. Manfaatkan YouTube. Siapa guru kedua saya belajar bahasa selain buku teks? Jawabannya adalah video. Selain mendapatkan gambaran yang pasti tentang tulisannya, saya juga lebih mudah memahami gaya bicara si native.

6. Dengar dan dengar. Kamu sudah punya modul dan kamus, tapi koneksi internet sedang tidak bagus sehingga YouTube kelamaan buffering-nya? Kamu bisa mendownload podcast atau rekaman suara native speaker saat sedang memberikan materi tentang pelajaran. Tapi seperti yang saya bilang di tulisan sebelumnya, bahasa Inggris kamu setidaknya harus berada di level Intermediate karena rata-rata para native speaker menggunakan bahasa tersebut untuk memberikan materi.

7. Mulailah kalimat sederhana dengan native. Chatting merupakan kegiatan yang sebenarnya bisa sangat bermanfaat kalau kita mampu menggunakannya dengan benar. Maksud saya, chatting yang berkualitas itu bukan hanya curhat tentang kegalauan atau menghabiskan waktu. Kamu juga bisa cari aplikasi di smartphone yang memungkinkan untuk berbicara dengan orang asing ataupun native speaker dari bahasa yang sedang kamu pelajari. Dulu saya sangat menyukai aplikasi Yahoo! Messenger yang memungkinkan kita masuk 'room' dan ngobrol dengan orang asing. Lumayan sih melatih percakapan dalam bahasa Inggris.

8. Saatnya menulis. Sekarang setidaknya kamu sudah bisa berbicara kalimat sederhana dengan orang asing, pelajaran selanjutnya adalah kamu harus menulis. Bahasa asing yang menggunakan huruf latin memang tidak ada masalah, tapi bagaimana dengan kamu yang belajar bahasa Jepang atau Mandarin? Tentunya tulisan tidak bisa dianggap sepele. Kurang panjang, kurang garis, kurang titik, kurang bundar, bisa mempengaruhi arti sebuah kata.

9. Komitmen. Belajar itu tidak mudah makanya dibutuhkan keseriusan dan komitmen yang tinggi. Intinya saat kamu mulai menyerah dan merasa tidak semangat, coba kamu ingat kembali apa alasan kamu belajar. Ingat kembali apa hal yang akan kamu dapatkan seandainya level bahasa asing kamu sudah di tingkat Intermediate. Saya sendiri sempat hampir menyerah, tapi akhirnya saya ingat, saya ini orangnya paling malas mengulang dari awal lagi. Membosankan. Daripada saya mengulang yang lupa, lebih baik saya meneruskan apa yang sudah pernah saya pelajari. Lagipula saya merasa tidak ada ruginya juga belajar bahasa apapun.

10. Latihan dan terus latihan. Saya yang sudah belajar bahasa Arab selama 3 tahun, sampai saat ini belum bisa fasih ngomong. Kenapa? Gara-gara saya tidak latihan dan kebanyakan melupakan pelajaran. Tapi ini tidak berlaku untuk kamu yang terus latihan demi meningkatkan level bahasa kamu. Bahkan, kamu mungkin bisa hampir lulus level dasar di bulan ke-2.

Friday, June 12, 2020

Tips Bahasa Perancis: Fashion|Fashion Style

Hola todos.. (Spanish, halo semua..)

bueno tardes (Spanish, selamat siang)

Baiklah, sepertinya saya sedikit nggak nyambung nih. Judul postingannya 'Bahasa Perancis' tapi opening greetings-nya malah pakai bahasa Spanyol. Haha.. Maafkan. Di tulisan sebelumnya saya sudah mengaku kalau saya agak iritasi sama bahasa Perancis. Kenapa? Membingungkan! Tulisannya apa, bacanya apa. Saya pernah menuruti salah seorang native speaker asal Perancis bicara, yang ada tenggorokan saya kering dan sakit.

Postingan kali ini cukup simpel, membahas tulisan dengan lafal bahasa Perancis. Beberapa waktu yang lalu saya mendengarkan seorang penyiar radio menyebutkan brand asal Perancis dengan ngaco. Saya jadi sok pinter dan mikir, seorang penyiar radio harusnya cari info yang bener dulu baru di-share ke pendengar. Ini kok dengan bangga menyebut salah satu brand pakaian asal Perancis tapi cara pelafalannya salah. Duuuhh...kok saya waktu itu jadi kesal sendiri ya. Secara saya juga bukan tukang belanja barang bermerk, tapi memang cukup aktif beli majalah fashion. Makanya ketika mendengar si penyiar salah sebut seperti itu, sedikit risih di telinga saya.

Berikut beberapa brand ternama asal Perancis yang orang sering mengucapkannya dengan lafal yang kurang tepat. Hayooo..jangan mengaku suka beli barang mahal ya, tapi menyebut merk-nya saja salah.

Chanel (baca: syanel)

Louis Vuitton (baca: lui vitong) 'o pada foto' . Ini nih brand yang penyebutannya salah sama si penyiar. Tau dia nyebut apa?? LUIS VUITON, jaaahhh...ular piton kali ah.

Dior (baca: jio) 'o pada foto'

Hermes (baca: ighrmes) 'e pada Memes'

Balenciaga (baca: balonsiagya) 'o pada balon'

Givenchy (baca: zyivongzi)

YSL/Yves Saint Laurent (baca: ivs sang lorang). Jadi inget zaman SMA dulu tiap ke toko sepatu terus lihat merk ini bacanya 'waives seint loren'. Haha..

Lacoste (baca: lekost)

Chacarel (baca: syakarel)

Nina Ricci (baca: nina rici)

Pierre Cardin (baca: pier kardan)

LANVIN (baca: longvang)

Celine (baca: selin)

Christian Lacroix (baca: krisciong lakroa)

Le Coq Sportif (baca: lu kog sportif)

Etam (baca: ehtam) 'e pada lele'

Karl Lagerfeld (baca: karl laguerfeld)

Kookai (baca: kukay)

Chantelle (baca: syongtel)

Catherine Malandrino (baca: kehtrin malandrino)

Huruf R pada bahasa Perancis kurang lebih dibaca ghr.

See? Kenapa saya tidak menyukai bahasa Perancis? Saya tidak rela tenggorokan saya gatal-gatal. Haha.. Atau memang saya-nya saja kali ya yang tidak bakat jadi orang romantis.

(brand source: Discount Upon)