Tuesday, May 26, 2020

Tips Persiapan Ikut Tes Pramugari di Oslo|Fashion Style

Kali ini saya akan sedikit cerita pengalaman yang berbeda saat tinggal di Eropa. Dari zaman lulus SMA dulu, saya memang sudah penasaran dan ingin coba ikut tes pramugari. Tapi belum kesampaian karena sibuk daftar masuk kuliah. Saat kuliah, tertarik ikut tes Lion Air, Garuda Indonesia, dan AirAsia di Palembang, tapi tidak percaya diri karena muka saya saat itu masih jerawatan. Apalagi katanya maskapai lokal sangatstrict dengan penampilan sampai tidak boleh ada bekas luka sedikit pun.

Keinginan ingin ikut tes ternyata masih ada sampai lulus kuliah. Tapi sumpah, saya tetap tidak berani ikut tes pramugari maskapai lokal karena sudah minder duluan. Dari masalah berat badan sampai bekas luka yang saat itu masih nampak. Ingin ikut tes maskapai internasional, tapi semuanya selalu diadakan di Jakarta. Jujur saja, saya malas terbang mahal-mahal dari Palembang ke Jakarta hanya untuk Walked-in Interview. Ya kali langsung lolos. Kalau tidak, rugi di ongkos.

Pindah ke Eropa, entah bagaimana ceritanya saya lalu berlangganan berita terbaru seputar jadwal rekrutmen maskapai Timur Tengah di portal Kara Grand . Setidaknya kalaupun ada rekrutmen di negara yang saya akan tinggali, biasanya ongkos ke kota besar tidak semahal tiket PP Palembang-Jakarta.

Gara-gara sering dikiriminewsletter setiap bulan, saya jadi tahu maskapai mana yang akan mengadakan rekrutmen di seluruh kota di dunia. Waktu di Belgia, sempat ada rekrutmen untuk maskapai Etihad, tapi tesnya di Brussels. Karena saya tinggal jauh dan transportasinya sangat terbatas di akhir pekan, saya lupakan. Dua tahun lalu di Denmark sempat ada juga rekrutmen Qatar Airways, tapi saya belum berani daftar karena tesnya diadakan saat hari kerja.

Bulan lalu saya menerima email langganan dari Kara Grand, Emirates akan mengadakan Open Day di 56 negara berbeda di Eropa dan salah satunya adalah di Oslo. Wow, this is the chance!

Saya sangat antusias karena akhirnya punya kesempatan juga untuk ikut tes pramugari disini. Apalagi yang saya pantau dari 3 tahun lalu, Norwegia bukanlah pilihan banyak maskapai Timur Tengah mencari awak kabin. Yang saya baca, hanya ada 33 personel asal Norwegia yang sekarang bekerja di Emirates. Berbeda dengan Swedia atau Denmark yang biasanya selalu mengadakan recruitment day sampai 4 kali setahun.

Kebetulan juga tes diadakan di hari Sabtu bertepatan dengan jadwal saya libur dan sedang berada di Oslo. FYI, saya hanya mendapatkan libur 2 kali akhir pekan (4 hari) dalam sebulan. Lokasi Open Day-nya pun di tengah kota dan hanya 15 menit naik tram dari tempat tinggal saya. Hmmm.. is this a sign?

Ada kekecewaan juga di awal bulan saat melihat di situs Emirates kalau Norwegia sempat dihapuskan dari jadwal rekrutmen. Katanya, Emirates sudah pernah beberapa kali membatalkan Open Day tanpa penjelasan satu hari sebelum atau saat hari H. Berita yang saya baca, tahun ini Emirates sempat membatalkan Open Day di Australia tepat dimana hari itu akan diadakan rekrutmen. Tidak ada yang pernah tahu alasannya karena semua otoritas Emirates.

Sedih lantaran Norwegia dihapus dari daftar, jadinya saya potong rambut sampai pendek. Haha! Saya juga kecewa karena sudah terlanjur membeli pump shoes untuk persiapan. Sepatunya saya beli secondhand, tapi masih sangat bagus. Sayangnya kebesaran dan tidak bisa ditukar ataupun dikembalikan. Nasib.

Dua minggu kemudian, tiba-tiba saya melihat komersial di Facebook kalau OSM Aviation akan mengadakan CV Drop Emirates di kantor mereka. Huh? Katanya tidak jadi.

Sebagai informasi, OSM Aviation itu seperti agensi penerbangan di Norwegia yang sering juga memberikan informasi lowongan kerja sebagai pilot atau pramugari. Mereka ternyata ditunjuk pihak Emirates untuk mengadakan CV Drop di kantor mereka. Jadi kita hanya disuruh datang, dandan yang rapih, lalu menyerahkan foto dan CV. Saya sangat tertarik, tapi waktunya bertabrakan dengan jadwal kerja saya. Mungkin karena banyak atau sedikit peminat, mereka sampai mengadakan 5 kali CV Drop event di akhir Agustus sampai awal September. Lagi-lagi, saya tetap tidak bisa datang.

Iseng-iseng buka situs Emirates, ternyata Norwegia ditambahkan kembali ke daftar dan sudah jelas lokasinya dimana. Yeay! Sebelumnya memang baru 'to be confirmed', makanya mungkin belum jelas apakah betul-betul akan ada Open Day atau tidak. Selain Norwegia, beberapa negara Eropa lain pun dimasukkan ke daftar, seperti Finlandia atau Serbia.It's gonna be a massive recruitment in Europe then!

Saya yang tadinya belum siap akhirnya langsung sigap mencari barang-barang lain yang saya butuhkan untuk foto dan Open Day. Bayangkan, karena saya kemarin sempat pulang ke Indonesia, saya sengaja tidak membawa banyak baju ke Norwegia. Padahal pakaian formal saya di rumah super lengkap. Tapi karena tiba-tiba ada acara ini, saya harus membeli outfit dari atas kepala sampai ujung kaki lagi.

Apa saja yang dibeli:

  1. Pump shoes 7 cm Tamaris - secondhand
  2. Blazer hitam Zara - secondhand
  3. Kemeja putih H&M - 'terpaksa' baru dan ini yang termurah
  4. Perlengkapan make up baru mulai dari foundation, concealer, hingga lipstik merah
  5. Stocking warna kulit 2 pasang - baru
  6. Ikat rambut sebagai pemanis karena rambut saya sudah pendek
  7. Anting-anting kecil - beli diskonan

Saya sebetulnya tidak ingin keluar banyak uang juga untuk persiapan ini. Barang yang bisa dibeli second, saya cari di Finn.no . Beberapa barang ada yang saya beli baru, tapi tetap dicari harga termurah. Maklum, saya rakyat miskin yang sekarang lebih memilih menabung daripada belanja baju.

Karena saat Open Day dibutuhkan foto, saya berulang kali memotret diri sendiri di dalam kamar. Thanks to the standing lamp karena bisa berfungsi sebagai tripod dadakan! Saya jadinya harus bolak-balik mengecek gambar dan mengatur ulang timer kamera sampai menemukan pose yang bagus. Sesi pemotretan ini murni semuanya memakai kamera ponsel, sendirian, dan akhirnya minta tolong teman mengedit ulang karena saya sudah lupa bagaimana menggunakan Photoshop.

Semua beres, hanya tinggal menunggu hari H. Seminggu sebelumnya muka tetap dirawat karena takut tiba-tiba ada jerawat. Ngomong-ngomong, gara-gara persiapan ini, saya jadi jatuh cinta dengan lipstik merah ðŸ’‹

Emirates Open Day, here I come!

Bersambung....

Tips Jadi Au Pair ke Amerika? Bisa!|Fashion Style

Dari dulu saya tidak pernah berani merekomendasikan Amerika Serikat sebagai negara tujuan au pair Indonesia karena syarat visanya yang tidak mudah. Selain itu, saya juga jarang sekali mendengar ada au pair Indonesia yang datang langsung dari Indonesia untuk jadi au pair kesana. Ada buku Keliling Amerika Ala Au Pair yang ditulis oleh Ariane O. Putri di tahun 2014 sempat membahas pengalamannya jadi au pair di Amerika selama 2 tahun. Tapi saya belum sempat membaca bukunya, jadi tidak tahu apa saja rintangan dalam mengurus visa kesana.

Saya sendiri sebetulnya tidak terlalu tertarik datang ke Amerika Serikat karena miskin budaya dan bahasa. Tapi banyak sekali pembaca weblog saya yang ternyata berminat ke Amerika dan berulang kali bertanya apakah bisa jadi au pair kesana. Beberapa tulisan lawas saya secara tegas menyatakan kalau pemegang paspor Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Amerika karena tidak berkualifikasi.

Dulu saya berpikir, untuk datang ke Amerika kita harus menunjuk salah satu dari 15 agensi resmi au pair yang sudah dipercaya. Sayangnya, banyak sekali agensi yang tidak melayani orang Indonesia karena proses visanya yang cukup sulit. Di sisi lain, kebanyakan agensi tersebut hanya menerima orang-orang Eropa, Filipina, ataupun Thailand. Tapi setelah saya mencoba mencari tahu satu in keeping with satu agensi tersebut, ternyata ada angin segar untuk pemegang paspor hijau. Kabar baiknya, kita bisa jadi au pair ke Amerika lewat visa J-1!

Sebelum menjelaskan terlalu jauh, berikut saya jabarkan dulu serba-serbi au pair di Amerika Serikat:

1. Berusia 18-26 tahun

2. Memiliki pengalaman di bidang childcare sebelumnya, seperti menjadi guru TK, nanny, babysitter, ataupun au pair. Wajib memiliki pengalaman kerja mengasuh bayi minimal 200 jam jika tertarik menjadi au pair bagi host kids berusia di bawah 2 tahun. Beberapa agensi bahkan mengharuskan calon au pair memberikan 2-3 referensi untuk mendeskripsikan performa saat mengasuh anak-anak.

3. Bersedia melampirkan SKCK dan surat keterangan sehat dari dokter.

4. Bisa menyetir dan memiliki SIM Internasional. Karena wilayah di Amerika jauh-jauh dan transportasi umumnya tidak sebaik di Eropa, makanya kebanyakan host family menginginkan au pair mereka bisa menyetir.

Five. Uang saku yang didapatkan in step with minggu US$195,75 (belum dipotong pajak).

6. Waktu kerja maksimal forty five jam/minggu dan tidak lebih dari 10 jam/hari.

7. Mendapatkan jatah libur berbayar selama 2 minggu/tahun.

8. Full support tiket pesawat dari Indonesia ke Amerika dari host family.

9. Mendapatkan uang kursus sebesar US$500 dari host family untuk belajar tentang budaya, sejarah, geologi, politik, dan seni Amerika. Kursus ini sifatnya wajib karena au pair diharuskan memenuhi 6 kredit studi selama program au pairnya.

10. Au pair bersedia menanggung biaya visa J-1 sebesar US$160.

11. Bersedia menjalani orientasi dan training minimum 32 jam dari Local Childcare Coordinator saat tiba di Amerika.

12. Berkesempatan memperpanjang visa sampai dengan 2 tahun dengan pilihan masa penambahan 6, nine, atau 12 bulan.

Untuk bisa datang ke Amerika dan jadi au pair, kita tidak bisa langsung mencari keluarga di situs-situs umum seperti Au Pair World. Yang harus kita lakukan adalah mendaftar dulu ke 15 agensi terpercaya yang sudah ditunjuk oleh pemerintah Amerika. Untuk melihat daftarnya, silakan lihat di Designated Sponsor Organizations.

Karena banyaknya penipuan yang sering terjadi di Amerika, makanya agensi ini ditunjuk untuk menyeleksi dulu keluarga atau au pair mana yang jujur dan bersih. Perlu digaris bawahi, kalau tidak semua agensi bisa menerima orang Indonesia. Dari 15 agensi yang sudah saya baca regulasinya satu per satu, hanya ada 2 agensi di Amerika yang possible bagi au pair Indonesia, yaitu Agent Au Pair dan Expert Au Pair .

Tidak seperti di Eropa yang hampir semua biaya agensi ditanggung oleh keluarga, di Amerika calon au pair harus bersedia juga menanggung biaya servis agensi yang jumlahnya tidak sedikit. Seperti Agent Au Pair yang menawarkan biaya US$800-1500 atau Expert Au Pair yang menawarkan US$1000 bagi calon au pair dari Indonesia. Biaya tersebut wajib dibayarkan setelah au pair menerima visa J-1.

Jadi prosesnya, kita daftar ke agensi, diwawancara, lalu pihak agensi akan mempertemukan kita dengan keluarga terpercaya yang sudah diseleksi juga. Kalau kita dan pihak keluarga sudah sepakat, pihak agensi akan membantu membuatkan surat sponsor yang harus dilampirkan saat pengurusan visa J-1.

Untuk melihat syarat membuat visa J-1, silakan dibaca di situs imigrasi Kedutaan Besar Amerika Serikat . Referensi lain untuk melihat deskripsi J-1 Exchange Visitor Visa, baca selengkapnya di J-1 Au Pair Program . Kalau sudah siap untuk membuat visa, kita harus mengisi formulir dulu lewat online di Consular Electronic Application Center . Tapi tenang saja soal step terakhir ini, pihak agensi akan menjelaskan lebih rinci ke calon au pair dalam melengkapi persyaratan dokumen sebelum membuat aplikasi online.

Menurut saya, kalau kamu memiliki tabungan minimal 20 juta dan sangat berniat ke Amerika lewat program au pair, just go for it! Akan ada pengalaman baru yang bisa didapat dan dipelajari dimana pun berada. Apalagi Amerika memiliki keberagaman ras yang luas dan membuatnya menjadi salah satu tempat terbaik untuk ditinggali.

**Sehubungan dengan BANYAKNYA kasus penipuan dari agensi dan calon keluarga angkat di Amerika, ada baiknya kamu lebih waspada terhadap oknum-oknum yang meminta uang SEBELUM visa J-1 di tangan. Silakan baca postingan saya disini sebagai referensi.

Tips Calon Au Pair, Waspada Penipuan!|Fashion Style

Saya tahu, mimpi untuk ke luar negeri rasanya tidak pernah padam. Keinginan untuk segera berangkat, tinggal di negara empat musim, dan melihat salju sudah terpatri sekian lama. Setelah tahu bahwa au pair bisa membawa mu ke luar negeri dengan 'mudah', kamu pun sangat bersemangat mencari keluarga angkat di negara impian.

Sayangnya, rasa suka cita calon au pair ini kadang tidak bersamaan dengan kewaspadaan. Tidak sedikit pembaca blog saya yang mengadu bahwa calon host family mereka terlihat mencurigakan dan minta uang. Saya perlu tekankan bahwa untuk jadi au pair itu tidak ada syarat deposito uang dimana pun. Kita hanya perlu menanggung biaya visa dan bayar biaya aplikasi ke imigrasi negara tersebut. Beberapa au pair ada yang harus menanggung tiket perjalanan mereka sendiri, tapi itu pun setelah ada kesepakatan dengan keluarga angkat.

Ke Australia beda lagi, itu bukan pakai visa au pair, tapi Working Holiday Visa (WHV) . Makanya ada syarat menunjukkan bukti finansial agar imigrasi Australia tahu kalau kamu mampu menanggung biaya hidup disana nanti.

Jujur saja, saya dulu juga begitu serius dan ambisius mendaftar ke banyak situs pencarian au pair, lalu pasrah saja dengan setiap keluarga yang memberikan respon positif. Beberapa host family dari Amerika dan Inggris pun sempat mengirimkan pesan. Ada yang saya tanggapi, ada juga yang tidak. Bad news-nya, kebanyakan scammers menggunakan foto keluarga palsu dan mengatasnamakan keluarga Amerika atau Inggris untuk mencari sasaran empuk! Informasi yang pernah saya baca, jaringan scammers ini sebetulnya tidak tinggal di Amerika atau Inggris, tapi di Afrika.

Sebagai calon au pair, kita harusnya tidak mudah terjerat penipuan ini karena rata-rata para scammers adalah keluarga palsu dari Amerika dan Inggris. Berkali-kali saya katakan bahwa au pair Indonesia TIDAK BISA jadi au pair ke Inggris. Titik! Jadi kalau memang ada keluarga Inggris yang berpura-pura mengirim pesan ke kamu, ya mudah saja, tidak usah ditanggapi.

Pun kalau ke Amerika, sudah jelas sekali bahwa kita hanya bisa mendapatkan keluarga angkat yang disediakan oleh agensi. Saya pernah menuliskan serba-serbinya disini . Kita tidak bisa cari host family sendiri di Au Pair World atau situs mana pun itu, karena sudah ada agensi yang ditunjuk oleh pemerintah Amerika untuk menghindari scamming ini.

Lalu, bagaimana dengan banyak keluarga di Eropa, apakah ada peluang kita kena tipu juga?

Saya belum pernah mendengar ada keluarga Eropa palsu yang sengaja mencari sasaran untuk menjalankan aksinya. Namun tentu saja sebagai calon au pair, kita tetap harus bersikap was-was. Salah dua bukti sederhana keluarga palsu yang patut dicurigai;

1. Menawarkan uang saku menggiurkan yang sangat tinggi dari standar; lebih five-20% masih okelah.

2. Tidak pernah mau diajak video call atau interview face to face karena alasannya keluarga mereka sangat tertutup. Nonsense!

Karena para scammers hanya berani menipu para calon au pair via email, maka kamu juga harus lebih teliti dan waspada dengan isi email yang terlihat mencurigakan. Cara terbaik menangkas para penipu ini adalah dengan tahu trik yang sering kali mereka gunakan dan tipe email seperti apa yang selalu mereka kirimkan.

1. Phishing

Biasanya para scammers akan mengirimkan email berisi tautan yang nantinya kamu disuruh mengisi informasi sensitif seperti email dan password. Kalau si penipu sudah mendapatkan infromasi sepenting itu, mereka bisa membajak email kamu untuk kembali digunakan sebagai penipuan. Jangan pernah klik tautan apa pun yang tidak berhubungan dengan informasi yang dikirimkan! Pun kalau sudah terlanjur di klik, jangan pernah isi data diri dan kata kunci email!

2. Visa for the United States

Ini yang sudah saya singgung di atas, para penipu sering sekali menggunakan foto palsu dan berpura-pura sebagai keluarga angkat yang tinggal di Amerika. Setelah menjelaskan panjang lebar tentang keluarga palsu mereka, si penipu ini biasanya ingin bertukar kontak segera. Tujuannya untuk mengiming-imingi kamu kesempatan jadi au pair di Amerika, tapi harus mengirimkan uang dan scanned copy dokumen penting terlebih dahulu.

Sekali lagi, kamu mesti ingat kalau untuk jadi au pair ke Amerika, kita harus mendaftar dulu ke agensi yang sudah ditunjuk oleh pemerintah, melakukan wawancara personal dengan staf agensi, baru kita bisa dipertemukan dengan calon keluarga angkat. Kalau satu sama lain sudah deal, baru kita membayar biaya agensi. Itu pun baru dibayarkan kalau visa J-1 kita sudah ditangan. So, abaikan keluarga palsu ini!

3. Visa for the United Kingdom

Kasus penipuan yang terjadi di Inggris sama saja dengan pola penipuan sebelumnya; calon au pair disuruh mengirimkan uang deposito dan scanned copy dokumen penting. Lagi-lagi saya ingatkan ya, pemegang paspor Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Inggris (baik Skotlandia ataupun Irlandia). Jadi please jangan bersikeras lagi untuk datang kesini! Kalau kamu memang sangat berniat ke Inggris, silakan apply visa pelajar dan lihat syaratnya di situs Kedutaan Besar Inggris .

4. Fake email dari situs pencarian au pair

Kalau kamu terdaftar di situs perncarian au pair, wajib waspada juga kalau tiba-tiba ada akun palsu yang nama emailnya mirip-mirip situs asli. Email asli dari situs asli biasanya mudah dibaca dan straight to the point, contohnya support@aupairworld.com. Tapi kalau ada email aneh seperti "au-pair@job4u.com" atau "au-pair@network4u.com" atau "aupair-world123@network.com", segera saja abaikan! Email dari situs agensi terpercaya dibuat dengan format hampir mirip dengan nama situs aslinya, tidak pakai embel-embel seperti akun email alay.

5. Email dari pengacara host family

Salah satu pembaca weblog saya mengaku sempat diminta mengirimkan uang atau deposito oleh advokat/pengacara/representatif di Inggris yang tujuannya untuk membuat "Affidavit of Moral and Good Behavior" atau sejenis SKCK. Yang lagi-lagi mesti kamu ingat, e-mail ini seribu persen dari penipu! Selain kita tidak bisa jadi au pair ke Inggris, mengirimkan sejumlah uang untuk deposito sama sekali bukan syarat membuat visa au pair!

Pernah kah kamu dikirimi email mencurigakan seperti yang saya tulis di atas? Kalau iya, segera saja abaikan dan blok email tersebut. Mudah saja untuk menghindari penipuan kalau kamu waspada dan mengabaikan semua email palsu keluarga Amerika atau Inggris. Tapi kalau memang ragu dan bingung apakah calon keluarga mu itu asli atau palsu, silakan kirim surel ke saya melalui Contact di atas atau tulis di kolom komentar di bawah. We'll figure it out together!

Monday, May 25, 2020

Tips Denmark, Negara Terburuk untuk Au Pair|Fashion Style

Memegang peringkat ke-3 (2018) sebagai negara terbahagia di dunia, tidak membuat Denmark menjadi tempat yang membahagiakan bagi para au pair. Terbukti dengan adanya wacana untuk melarang semua au pair non-Eropa di awal tahun 2018 kemarin, semakin menguatkan fakta bahwa peran au pairtidak lagi sama di negara ini.

Au pair berasal dari bahasa Prancis "at par" atau "equal to", yang mengindikasikan bahwa status au pair mesti disejajarkan, dianggap, dan diperlakukan seperti keluarga, bukan sebagai tukang bersih-bersih. Au pair mulai diperkenalkan di tahun 1840 saat keluarga kelas menengah merasa membutuhkan pengasuh untuk merawat anak-anak mereka di zaman perang. Biaya pengasuh saat itu sangat mahal, sehingga hanya bangsawan elit saja yang bisa membayar upah pekerja. Karena banyaknya permintaan inilah, gadis-gadis muda dari kelas menengah yang ingin mandiri dan menghasilkan uang sendiri bekerja sebagai pengasuh lepas. Agar gadis-gadis ini tidak sama layaknya 'pelayan berseragam', maka lahirlah konsep au pair yang ada hingga sekarang.

Sayangnya, tujuan asli au pair semakin tergerus zaman. Au pair yang harusnya diperlakukan sebagai keluarga, malah dimanfaatkan untuk bekerja lebih namun dibayar dengan upah rendah. Seiring dengan banyaknya kasus abusive yang dilaporkan di tahun 1998, pemerintah Filipina membuat pelarangan bagi semua anak-anak muda di negaranya untuk keluar negeri dan bekerja sebagai au pair. Hingga akhirnya, larangan tersebut dicabut di tahun 2010 untuk Denmark, Norwegia, dan Swiss, diikuti negara lainnya di tahun 2012.

Kasus penganiyaan terhadap au pair di Denmark lagi-lagi mencuat di awal 2018. Beberapa partai yang tergabung di parlemen sampai mengajukan wacana untuk melarang semua au pair non-Eropa untuk datang ke Denmark. Swiss sudah berhasil melakukannya di tahun 2015. Namun keputusan akhir yang dikeluarkan di pertengahan 2018 ternyata belum mengabulkan regulasi baru ini karena masih harus mengevaluasi banyak faktor terlebih dahulu.

Saya tahu keluarga jahat dan tidak adil itu ada dimana-mana, tidak hanya di Denmark. Namun di saat negara lain terlihat sangat tegas melindungi au pair, Denmark malah sebaliknya. Peraturan yang semula menawarkan au pair untuk bekerja membantu mengurus anak dan mengerjakan tugas rumah tangga ringan, digeser menjadi murni tugas bersih-bersih saja. Bahkan pernah ada satu pasangan peternak yang mencari au pair khusus untuk membantu merawat hewan ternak mereka di kampung.

Di Belgia, setiap keluarga yang ingin punya au pair wajib memiliki anak berusia maksimal 13 tahun. Tugas au pair pun kebanyakan mengurus anak karena keluarga di Barat rata-rata sudah punya cleaning lady. Di Denmark dan Norwegia, keluarga tidak harus punya anak untuk mendatangkan au pair. Bahkan Skandinavia masih memperbolehkan keluarga memiliki au pair hingga anak berumur 17 tahun. Asal tujuannya ingin 'pertukaran budaya', satu keluarga sudah bisa mempekerjakan au pair untuk membantu tugas rumah tangga seperticleaning atau memasak. Could you see it? Keluarga Skandinaviajadi sangat manja dan sangat bergantung dengan au pair meski anaknya sudah dewasa.

Saya datang ke Denmark tahun 2015 saat au pair Filipina sudah merajai lebih dari 80% populasi au pair disana. Tidak jarang saya mendengar banyak sekali kasus kerja lembur, tidak dibayar, diperlakukan layaknya cleaning lady, hingga au pair kabur yang menimpa para gadis Filipina tersebut. Mereka memang tidak pantas mendapatkan perlakuan demikian. Namun meskipun masyarakat Filipina dikenal sebagai orang-orang tangguh, pekerja keras, serta pengambil resiko, sayangnya tidak dibarengi dengan sikap berani berkonfrontasi. Kerja apa saja oke asal dapat uang dan hutang terbayar. Hal inilah yang membuat banyak sekali keluarga Skandinavia memanfaatkan au pair karena tahu mereka tidak bisa berkata tidak. Imbasnya, imej jelek au pair pun semakin terpatri di pikiran orang-orang di Denmark.

Belum lagi persyaratan visa au pair ke Skandinavia yang super mudah, memungkinkan banyak anak muda dari Filipina dan Indonesia makin berbondong-bondong ingin kesini. Dari yang tadinya Denmark tidak terkenal, semakin dijadikan negara impian tujuan au pair. Lucunya, tujuannya bukan untuk belajar bahasa atau mengagumi keindahan Denmark sepenuhnya, tapi murni karena uang. Bagus kalau dapat keluarga baik, but unfortunately I never trust Danish families anymore. Keluarga Denmark saya dulu memang tidak perhitungan, sangat menyenangkan, dan super royal. Soal pekerjaan, you won't believe what I have done because it was too much! Tapi karena sifat mereka yang baik dan positif ini jugalah yang membuat saya tidak sempat mengeluh.

Saya tergabung di grup au pair Denmark yang sering kali menerima curhatan tidak menyenangkan. Dari yang mulai keluarganya super perfeksionis, terlalu perhitungan, pelit makanan, hingga egois. Bahkan ada au pair baru di Denmark yang kaget setelah tahu rentetan tugas yang selama ini tidak pernah terbayangkan. No childcare, only cleaning. Period. Eh wait, the standard must be oriented to five-star hotel.

Tapi sebelum menyalahkan si keluarga, saya tetap ingin menggarisbawahi bahwa sebagai au pair Indonesia, kita jangan manja dan penakut. If you are mistreated, then speak up! Tidak berani juga bicara, then leave! Jangan pernah berpikir bahwa si keluarga berubah kalau kita tidak pernah mengutarakan apa yang salah. Jangan pernah juga berpikir malas untuk mengurus semua paper dari awal, jika memang bermasalah dan harus pindah. Beberapa au pair Indonesia yang saya kenal malas ganti keluarga hanya karena tidak ingin ribet urusan kontrak baru dan sudah nyaman dengan tempat tinggalnya. Sampai akhirnya, mereka menahan hati tinggal di lingkungan keluarga yang tidak sehat.

Saya suka Denmark dan tidak punya alasan untuk membenci. Momen terbahagia dalam hidup saya pun sebetulnya saat berada di negara ini. Namun kalau ingin jujur, saya tidak akan merekomendasikan negara ini untuk au pair Indonesia. Keluarga yang benar-benar baik di Denmark mungkin hanya 4:100.Go ahead to the West, girls! Kamu akan lebih dihargai disana dan pelajaran bahasa mu juga akan lebih melekat karena masih banyak yang tidak bisa bahasa Inggris.

Just do not come to Denmark as an au pair!

Tips 5 Hal yang Harus Dihindari Antar Au Pair|Fashion Style

Dunia au pair itu sebetulnya sempit dan sederhana. Kamu tidak akan menemukan masalah terpelik di dalamnya selain problematika keluarga dan anak-anak. Meskipun au pair adalah program pertukaran budaya dipadu dengan part-time job, tapi entah kenapa ada saja yang menjadikan status ini sebagai kompetisi.

Beda keluarga, beda perlakuan. Ibaratnya kamu bekerja di satu perusahaan, lalu teman mu kerja di perusahaan lain, pastinya treatment yang kalian dapatkan tidak akan sama. Mungkin konsepnya sama, sama-sama kerja 5-6 jam per hari. Tapi jadwal libur, tugas, serta fasilitas pastinya berbeda.

Bagi kalian au pair senior atau pun au pair baru, berikut hal yang menurut saya menyebalkan dan harus dihindari:

1. I'm the luckiest!

I don't care if you get an iPhone, invited to a gala dinner, or given ?400 voucher in a five* famous person hotel by using your host circle of relatives! If I do not, so do the opposite au pairs.

Inginnya cerita, tapi lalu membanggakan berbagai fasilitas yang didapatkan ke teman au pair lainnya. Cerita kalau host family kita terlalu baik dan selalu membelikan barang-barang mahal, tapi ada niat pamer di belakangnya.

Menurut saya, fasilitas dan nominal uang saku itu sangat sensitif. Jangan bertanya dan jangan juga cerita sendiri. Mengapa, karena efek yang akan terjadi ada dua; kamu jadi sombong atau kamu malah tidak bersyukur. Sombong karena tahu uang saku mu lebih besar dari teman yang lain. Tidak bersyukur karena ternyata uang saku mu sangat standar dibandingkan yang lain.

Kalau kamar kamu besar seperti hotel, bersyukurlah lalu ingat kembali kalau itu hanya kamar pinjaman. Tidak semua au pair mendapatkan kamar besar beserta fasilitas lengkap seperti tv atau kamar mandi pribadi. Tapi lagi-lagi, apa yang mau dibanggakan dari barang pinjaman? Better to shut your mouth up, because we don't care!

2. Membandingkan

Biasanya bermula dari seorang teman au pair curhat masalahnya tentanghost family dan ingin minta saran, lalu ada tipe-tipe au pair menyebalkan lain ikut berkomentar.

"Oh, host circle of relatives gue gak pernah pernah nge-deal with gue kayak gitu. Mereka mah baik, selalu ngebeliin apa yang gue pengen."

"Wah aku mah kerjanya enak hanya four jam. Dapet kartu transportasi bulanan, tiket nonton tiap bulan, dibeliin kado Natal iPad, kok kamu parah banget?"

"Kemaren hape gue ilang, lalu hf nawarin mau beliin gue iPhone X. Padahal gue gak minta. Baik banget sumpah mereka! Coba deh lo tanya ke hf lo, siapa tau hf lo sebaik hf gue."

"Keluarga aku gak pernah kayak gitu kok. Mereka baik parah!! Blalalalala ~ (lalu ujung-ujungnya malah cerita tentang dia sendiri)"

Woii, teman au pair itu minta pendapat dan saran, bukan minta diceritain ulang apa saja kebaikan keluarga angkat kalian! Daripada membandingkan kondisi mu yang mungkin justru lebih baik dari kondisi si teman, lebih baik berikan support berarti. Kalau tidak bisa, ya sebaiknya diam saja kalau tidak ditanya. Simpan kebaikan si keluarga angkat untuk kamu sendiri, bukan diumbar agar orang lain tambah down dengan kondisinya.

3. Curhat soal cowok

Seperti yang saya bilang di atas, dunia au pair itu mirip dunia anak SMP. Sempit dan sederhana. Kalau bukan masalah keluarga dan anak-anak, ya pasti masalah cowok. Au pair baru itu ibarat anak SMP yang baru kenal pacaran dan masalah cinta-cintaan. Tiap ketemu teman geng, tidak sabar ingin cerita banyak soal cowok dari online dating yang berhasil dia kencani.

I have been here and I was sooo fed up! Boleh, tentu saja boleh cerita tentang cowok-cowok lucu yang berhasil menarik perhatian. Tapi kalau topiknya hanya itu-itu saja, pernah berpikir kah kalau si teman ini pasti bete? Girls, try to read books or news instead to start a smart discussion!

Four. Pamer pacar

Bagi sebagian au pair, punya pacar bule itu adalah sebuah prestasi terbesar dan kebanggaan. Tidak jarang momen bahagia di-share kemana-mana untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain kalau si abang bule ganteng atau tajir. Lucunya lagi, kadang si pacar ikut dijadikan ajang kompetisi. Mulai dari siapa yang paling ganteng, paling punya banyak duit, paling romantis, paling kuat di ranjang, atau paling cepat mengajak nikah. Is your foreign boyfriend a trophy?

5. Masuk zona nyaman

Saya tahu, cari teman di negara baru itu sulit bukan main. Bersosialisasi dengan orang baru tentu saja tidak mudah, apalagi sudah beda kultur dan bahasa. Tapi menurut saya, kebanyakan teman au pair dari Indonesia juga menjadi bumerang. Apalagi kalau social circle hanya sebatas orang Indonesia saja.

Sayang sekali jauh-jauh datang ke luar negeri hanya untuk mendengarkan gosip, cerita soal cowok bule, atau masalah host family terus-terusan. Belum lagi drama dan adanya tendensi kalau kita dibicarakan di belakang. Mainlah 'yang jauh'. Meet other people from different background! Kamu akan mendapatkan banyak cerita dan pengetahuan baru yang tidak akan pernah kamu dapatkan selama berteman dengan orang Indonesia.

Get from your comfort area and be social!

Tips Cowok Norwegia di Online Dating|Fashion Style

Saya tidak pernah berpikir untuk kembali berkencan dan mencari teman jalan lagi di Norwegia. Terakhir kali menggunakan situs kencan adalah tahun lalu, saat masih di Denmark. Ketika saya masih jadi serial dater, lalu lelah sendiri sampai akhirnya bertemu seseorang yang menurut saya 'the one'. Sayangnya karena saat itu tahu harus LDR, kami sama-sama sepakat untuk putus hubungan.

Sedih, patah hati, lalu malas mencari lagi, karena menurut saya cowok Eropa Utara itu rata-ratauntouchable dan sangat tertutup. Makanya saat bertemu si the one, saya tidak tertarik mengenal cowok mana pun lagi.

Asal kalian tahu, mencari cowok yang kalian mau di Eropa Utara itu susah. Berbeda halnya jika kalian ke Barat, mungkin sudah jadi bahan rebutan alias mudah saja mendapatkan pasangan. Mengapa, karena cowok Barat lebih terbuka, berani, dan penasaran dengan identitas kalian. Asal dari mana, lagi apa di negara mereka, sudah berapa lama? Pokoknya mudah diajak diskusi dan jalan.

Kali ini giliran cerita tentang cowok Norwegia yang saya kenal via online dating. Sama seperti para cowok Skandinavia lainnya, mereka bukanlah orang yang mudah didekati dan terkesan memiliki batas dengan non-Norwegian. Kadang mereka sendiri tidak punya keberanian menyapa duluan meski sudah sama-sama matched, karena terlalu malu, takut ditolak, atau sangat menghargai perempuan.

1. They are SO similar

Saya memandangi foto-foto cowok Norwegia yang saya lihat di beberapa situs kencan. Semuanya begitu mirip; dari bentuk mukanya yang panjang-panjang, badannya yang diakui tinggi semampai, perutnya kotak-kotak, jenggotan, badan bertato, sampai gayanya yang sporty dan fancy.

Satu lagi yang pasaran, hobi mereka yang sangat suka berada di luar ruangan. Dari banyaknya foto-foto yang dipajang, setidaknya 3 atau 4 dari foto tersebut selalu memamerkan kegiatan outdoor saat ski, memancing, travelling, racing, hunting, trekking, hingga memanjat tebing. Kembali ke konsep "friluftsliv" atau kecintaan terhadap alam, membuat kegiatan outdoor jadi budaya tersendiri bagi orang Norwegia.

Dari sini juga saya tahu bahwa cowok Norwegia itu bisa berubah jadi sangat maskulin dan sporty saat di luar ruangan, tapi bisa juga fancy dan bersahaja ketika menghadiri private party. Lagi-lagi gayanya pun mirip; super rapi dengan kemeja, dasi kupu-kupu, hingga jas. Fakta ini selalu terlihat ketika host family saya mengadakan pesta kecil-kecilan di rumah. Para tamu cowok yang datang gayanya seperti ingin menghadiri gala.

2. They don't do online dating. But if they do, they want something serious.

Meskipun banyak cowok Norwegia yang berharap mendapatkan pasangan via online dating, tapi hanya sebagian kecil dari mereka yang aktif mencari cinta. Kebanyakan hanya mendaftar, sebulan dua bulan bosan sendiri, lalu meninggalkan semua harapan. Lagipula, orang Norwegia sebetulnya masih berharap bertemu pasangan dengan cara tradisional; dari keluarga, teman dekat, ataupun kenalan langsung in real life.

Karena hampir semua cowok Norwegia juga family-oriented, mereka lebih dulu memikirkan kapan harus punya anak ketimbang kapan nikah. Jadi kalau para cowok Norwegia ini serius mencari pasangan, bisa jadi doi juga ingin kalian serius menjadi ibu untuk anak-anaknya kelak. Untuk memiliki anak dan menikah ini pun tidak mudah. Cowok-cowok di atas usia 35 biasanya lebih siap untuk membangun rumah tangga dan mengurus anak ketimbang cowok-cowok muda yang masih ingin hura-hura dan pamer bodi.

Cowok Norwegia juga bukan tipikal orang yang ingin buang-buang waktu dengan banyak orang jika memang sudah ketemu satu yang cocok. Artinya, mereka hanya akan berkencan dengan satu cewek di waktu yang sama sebelum akhirnya memutuskan bertemu yang lain jika memang tidak ada kecocokkan.

Three. Seberapa mirip kalian?

Entah siapa yang lebih membosankan, para cowok Norwegia ini, apa kita yang kadang merasa tidak tertarik sama sekali dengan hutan dan pegunungan. Seperti yang saya katakan di poin pertama, cowok Norwegia hobinya sama; suka alam dan terus aktif di luar ruangan. Makanya bisa dipastikan doi setidaknya ingin punya satu hobi atau gaya hidup yang sama dengan si pacar.

Ngopi-ngopi di kafe, makan di restoran, atau datang ke museum, mungkin justru akan terdengar membosankan untuk mereka. Weekend di Oslo bisa jadi mimpi buruk kalau kalian ingin merasakan kehidupan malamnya. Mengapa, karena banyak bar kalem yang sepi pengunjung. Bukan karena tidak laku, tapi karena kebanyakan anak muda yang tinggal di Oslo melipir ke kabin di luar kota sejak dari Jumat malam.

Bisa dibayangkan kalau kita tipikal cewek kota yang suka hingar bingar metropolitan, mungkin akan kesulitan menerima perbedaan lifestyleini. Saya suka alam, tertarik juga mencoba olahraga luar ruangan, tapi saya selalu merasa tidak akan betah dengan gaya hidup demikian. Saya tidak bisa ski, boro-boro ingin ikut hunting di hutan. Jadi kalau tertarik dengan cowok Norwegia, setidaknya kalian harus benar-benar yakin bisa betah berlama-lama berada di luar ruangan dan bersedia mendengar cerita mereka soal ski championships. Cozy bagi orang Norwegia itu bukan menyesap cokelat hangat lalu meringkuk di dekat perapian, tapi keluar ruangan, menghirup udara segar, sambil menikmati segala aktifitas yang alam sudah sediakan. Tidak bisa ski, setidaknya suka olahraga atau berminatjogging keluar meskipun temperatur sedang minus.

Oh ya satu lagi, cowok Norwegia rata-rata sudah punya anak alias hewan peliharaan yang didominasi anjing. Anjing-anjing ini dirawat sejak kecil, makanya sudah dianggap anak sendiri. Pastikan dulu kalau kalian tidak anti dengan si guguk karena akan melukai hati doi kalau terang-terangan merasa jijik dan takut akut.

4. Older than their age

Sorry to say, tapi cowok Norwegia kebanyakan memang terlihat tua dari umur aslinya. Saya sedikit kaget ketika melihat banyak cowok usia 25 ke atas sudah mulai plontos dan lebih mirip usia 35-an. Belum lagi karena rambut dan jenggot yang kebanyakan pirang, membuat rona muka mereka terlihat makin tua.

Saya sampai berpikir, kalau jalan dengan cowok umur 28 mungkin bisa dikira jalan dengan om-om usia forty five-an. Sudah posturnya tinggi semampai, gayanya rapi aduhai, mukanya juga sedikit boros. Tapi sekali lagi, masalah fisik memang sangat relatif. Lucunya, cowok 20-an yang mukanya terlihat boros di awal justru akan awet tua saat usia mereka menginjak 50-an.

Menurut pendapat saya, sangat sulit memenangkan hati cowok Norwegia di negara asalnya jika kita orang asing. Cowok Norwegia punya standar tersendiri siapa yang akan mereka jadikan pacar. Masalah status juga sedikit menjadi perhatian jika mereka adalah cowok-cowok mapan berusia matang. Cowok hi-educated tentu saja mencari pasangan yang sama pintarnya. Cowok yang sudah punya posisi bagus juga akan berpikiran untuk mencari pacar yang memiliki pekerjaan stabil.

Jika ingin memberikan penilaian subjektif, cowok Swedia yang terkesan pemalu justru lebih open menjalin hubungan dengan gadis asing. Makanya tidak heran, cewek Asia yang saya lihat di Oslo ini rata-rata pasangannya cowok Swedia, pendatang lain, atau pun asli Norwegia yang usianya mendekati usia bapak saya.

Sunday, May 24, 2020

Tips Katakan "THANK YOU"|Fashion Style

Seorang kenalan menyapa via WhatsApp. Saya melirik ponsel sebentar, lalu tahu kalau si kenalan ini ternyata ingin minta bantuan. Katanya dia sudah bertanya ke teman yang lain, tapi tidak ada yang bisa membantu.

Saya tidak pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya. Yang saya tahu hanya namanya.  Baru kenalan pun sehari yang lalu karena doi ini mengaku temannya teman saya. Foto di WhatsApp juga tidak jelas sehingga sulit mengenali si empunya wajah.

Katanya dia betul-betul urgent ingin minta tolong. Saya tidak bisa membantu kala itu namun hanya coba memberikan banyak informasi yang mungkin bisa menjadi solusi. Seharian si kenalan mencoba bertanya ulang ke saya lagi dan lagi. Meskipun lagi sibuk babysitting, saya jadi tak tega dan ikut mencari informasi lain yang sekiranya bisa membantu.

Selesai mendapatkan bantuan, si kenalan ini hanya mengucapkan, "I love you."

Heh?

By the way, doi cewek. Tapi mungkin karena terlalu girang sudah mendapatkan jawaban yang relevan, dia hanya bisa mengungkapkan ekspresi bahagianya dengan kalimat tersebut, instead of....thank you.

Was it difficult to mention the ones two magic words in a 2nd?

Lalu saya paham, kalau orang Indonesia memang tidak terbiasa dengan ucapan "terima kasih". Dua kata ini biasanya dinilai 'sakral' hanya saat kita diberikan barang semisal hadiah atau angpao.

Pertama kali datang ke Belgia, saya sebetulnya sering sekali dibanjiri ucapan terima kasih dari host family untuk usaha sekecil apapun. Jujur saja, saya sedikit risih di awal dan merasa mereka terlalu berlebihan. I just did what I could.

Diambilkan jaket, terima kasih.

Dimasakkan makanan, terima kasih.

Diantar anaknya ke sekolah, terima kasih.

Dibukakan pintu, terima kasih.

Kelamaan sedikit jam mengasuh anaknya, diucapkan beribu terima kasih.

Saya heran, padahal menjaga anaknya memang tugas harian saya. Tapi tetap saja, sihost family tak segan berterima kasih atas apa yang sudah saya lakukan untuk mereka.

Datang ke Skandinavia, saya semakin heran dengan kebiasaan orang-orang lokal yang juga suka sekali berterima kasih untuk hal apapun.

"Mau pakai gula?"

"Iya, terima kasih."

"Selamat berakhir pekan!"

"Terima kasih. Kamu juga ya!"

"Ini kembaliannya."

"Terima kasih banyak!"

"Rok kamu lucu sekali!"

"Terima kasih."

"Semoga kalian menyukai makanannya."

"Terima kasih."

"Semoga perjalanannya menyenangkan!"

"Terima kasih!"

See? Setiap kepedulian orang lain yang menyenangkan kita, tak henti-hentinya dibalas dengan ucapan terima kasih. Kalian kira, orang yang memberikan informasi tak patut diberikan "perhargaan"? Kalian pikir informasi itu gratis? Kalian pikir, tidak ada waktu yang terbuang hanya untuk memberikan informasi yang sebetulnya sangat berguna untuk hidup mu?

Kita memang harusnya tidak boleh mengharapkan apapun atas apa yang sudah diberikan ke orang lain, pun ucapan terima kasih. Tapi kelamaan tinggal di Skandinavia, membuat saya terbiasa mengucapkan kata-kata sakti ini. Kadang sekembalinya ke Indonesia, kuping saya jadi jengah kalau ada usaha kecil seseorang yang dirasa tak bernilai harganya.

Baru-baru ini saya membantu sepupu mengganti jadwal tiket pesawat internasional yang sedang ada masalah di jadwal transitnya. Dari awal sampai akhir, saya yang membantunya bicara ke orang maskapai hingga membuat keputusan. Lalu setelah beres dan mendapat kode reservasi baru, sepupu saya ini hanya mengetik kalimat pendek, "OK", di akhir pembicaraan kami.

Ada lagi satu teman lama saya yang minta tolong dibuatkan surat pengunduran diri berbahasa Inggris yang sebetulnya bisa doi contek di Google, tapi malah lebih senang menyerahkan semuanya ke saya. Setelah selesai, doi hanya membalas pesan saya pendek, "mantap!"

Entah kenapa di Indonesia ucapan terima kasih terdengar sangat mahal bila diucapkan ke keluarga, sohib karib, atau orang yang lebih muda. Padahal di Eropa, anak-anak kecil dari umur 2 tahun sudah dibudayakan dan diwajibkan mengucapkan "terima kasih" tanpa melihat repute dan umur.

Host kid di keluarga Norwegia saya, tak henti-hentinya selalu diingatkan untuk berterima kasih kepada siapa pun. Kalau dia lupa, orang tuanya tak jarang menegur dan kembali memberikan pengarahan bahwa pertolongan orang lain itu patut dihargai.

Bahkan di Denmark dan Norwegia, selalu ada ucapan "Tak for mad/matten!" (Terima kasih makanannya!) setiap selesai makan. Ucapan ini diberikan kepada si pembuat makanan yang sudah bersusah payah masak untuk menyenangkan perut kita.

Di Indonesia, ucapan ini nyaris nihil diucapkan oleh anak-anak. Bahkan saya pernah membaca satu artikel yang mengatakan bahwa anak-anak tidak seharusnya berterima kasih setiap diberikan hadiah. Alasannya, karena ditakutkan si anak ini merasa bahwa apa yang sudah diberikan wajib mendapatkan pamrih. Padahal, thanking someone won't hurt you anyway.

Iseng-iseng, saya menonton lagi sinetron lawas Indonesia thru Youtube, Si Doel Anak Sekolahan, yang sangat populer di technology 90-an. Saya tidak ingin mengupas kejelekan sinetron ini karena ceritanya mengingatkan saya dengan masa kecil yang sangat herbal. Tapi lewat sinetron ini, bisa kita lihat bahwa anak-anak Indonesia memang tidak dibiasakan mengatakan "terima kasih" sejak dini.

Si Enyak yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga, tak henti-hentinya bekerja di rumah melayani keluarga. Mulai dari masak, membuatkan kopi untuk si Babe, jaga warung, juga melayani si Doel yang kadang kelelahan sepulang kerja. Lalu, apa yang didapat Enyak? Tidak ada. Jangankan ucapkan terima kasih, kadang si Enyak ini juga mendapat hinaan dari hasil jerih payahnya membuatkan kopi.

Pernah lagi ada adegan si Doel yang membantu anak-anak membetulkan rantai sepeda di tengah jalan, lalu setelah beres, ditinggalkan begitu saya oleh si anak ini. It's SO rude to do so here! Berani-beraninya kamu langsung meninggalkan seseorang yang sudah membetulkan sepeda mu tanpa ucapan terima kasih sedikit pun. Ingin dimaklumi karena dia anak-anak? Ya, begitulah. Karena sering mendapatkan kemakluman, anak-anak Indonesia jadi tidak tahu bagaimana seharusnya menghargai pertolongan orang lain.

Saya juga bukan anak Indonesia yang sempurna dulunya. Saya nyaris absen mengatakan terima kasih ke orang-orang yang seharusnya deserve it. Datang ke Eropa membuka pikiran saya, bahwa kebiasaan baik masyarakat sini memang sudah terbentuk sejak kecil lalu mendarah daging. Tenaga dan usaha manusia itu tidak murah harganya, tapi mengucapkan "terima kasih" pun tidak mengurangi isi kantong mu.