Sunday, May 17, 2020

Tips Road Trip Impian ke Pulau Lofoten, Norwegia|Fashion Style

Sudah lama sebetulnya saya merencanakan ingin road trip ke Pulau Lofoten. Dulu inginnya ke Norwegia Utara bersama Michi—yang belum tahu siapa itu Michi, baca cerita saya disini ! Lalu karena sadar rencana tersebut hanya angan-angan belaka, saya lempar lagi rencana ini ke teman-teman au pair Indonesia di Denmark. Seorang au pair sudah mengantongi SIM Eropa dan sering antar-jemput host kids-nya, jadi saya anggap bisa diandalkan untuk jadi sopir 😛. Rencana sudah dibuat cukup matang sampai menghitung harga ongkosnya juga. Lagi-lagi, rencana tinggalah rencana.

Tahun ini, saya akhirnya bisa mewujudkan trip impian lewat darat ke Lofoten! Beruntung, seorang cowok Norwegia, sebut saja Mumu, secara spontan menawari saya perjalanan ke Lofoten melihat midnight sun.Rencana ini juga akhirnya bukan hanya wacana, meskipun sudah direncanakan Desember tahun lalu. (Next time mungkin saya akan sedikit cerita siapa itu Mumu)

Mengapa Lofoten?

Popularitas Lofoten naik drastis beberapa tahun ke belakang sejak seorang fotografer memamerken jepretan fotonya di Instagram. Banyak orang akhirnya penasaran dimana pulau cantik itu berada, hingga di tahun 2017, lebih dari 1 juta pengunjung memadati pulau ini setiap tahun. Padahal penduduk asli Lofoten sendiri tidak lebih dari 25 ribu jiwa. Puncak keramaian turis biasanya dimulai akhir Juni hingga pertengahan Agustus tepat saat liburan sekolah. Kami cukup beruntung datang kesini di awal Juni sebelum libur sekolah musim panas. Sudah terlihat beberapa rombongan turis memang, terutama dari Jerman dan Amerika, namun kebanyakan para lansia yang berjalan sambil menggendong kamera mereka.

Dimulai dari Oslo, kami menyusuri beberapa kawasan Norwegia Utara, sebelum berlabuh di Lofoten. Saya juga tidak sendirian merancang trip kali ini karena Mumu berinisiatif mengganti rute untuk mengunjungi banyak tempat. Beruntungnya lagi, Mumu sudah beberapa kali mengunjungi Lofoten karena ini juga kampung halaman neneknya. Perjalanan jadinya lebih mudah karena selain sudah tahu beberapa tempat, sebagai native, Mumu tidak kesulitan membaca rute, menemukan rules, dan berkomunikasi dengan warga setempat.

Svolv?R

Trip kami dimulai dari Svolv?R menuju ke ujung selatan pulau. Dari Skutvik, kami naik feri selama 1 jam 50 menit menuju wilayah administrasi sekaligus ibukota Pulau Lofoten ini. Meskipun lebih jauh mengemudi ke utara, namun biaya feri dari Skutvik ke Lofoten lebih murah dan cepat ketimbang dari Bodø.

Svolv?R is an amazing place! Salah satu desa tercantik di Lofoten ini menawarkan pemandangan luar biasa pegunungan, pantai, serta kabin nelayan (Rorbua) khas berwarna merah atau oker sebagai ciri utama Pulau Lofoten. FYI, Pulau Lofoten dulunya adalah kampung nelayan terbesar di Norwegia. Tak heran mengapa akan ditemukan banyak sekali kabin berwarna merah di sisi perairan yang jadi daya tarik Lofoten hingga saat ini.

Selain tempatnya yang cantik, Svolv?R juga seringkali dipenuhi turis saat musim panas karena menyediakan banyak restoran internasional beratmosfir hangat ala pedesaan yang cukup modern. Herannya, meskipun Lofoten adalah desa nelayan, sulit sekali menemukan restoran seafood di Svolv?R.

Kabelv?G

Tidak seperti tetangganya, banyak turis yang seringkali mengabaikan tempat ini. Satu-satunya tempat cantik di Kabelv?G yang kami singgahi adalah Pantai Rørvik. Beruntung karena bukan peak season, berjalan mengitari pantai jadi sangat tenang karena hanya tiga atau lima turis saja yang mampir untuk berfoto, lalu pergi.

Pasirnya putih bersih dan airnya biru jernih bergradasi. Cocok sekali untuk bersantai sekaligus berenang kalau airnya tidak terlalu dingin. Di sisi pantai juga disediakan selang air bersih untuk membilas dan minum.

Henningsv?R

Kata Mumu, Henningsv?R adalah desa yang wajib dikunjungi kalau datang ke Lofoten. Sama seperti Svolv?R, kebanyakan turis biasanya akan memadati desa ini saat musim panas. Pilihan tempat makan dan hiking paths menjadikan daya tarik lain bagi pengunjung.

Selain kabin nelayan yang berwarna merah, satu hal lagi yang pasti akan kita temui di pulau ini, jemuran ikan kod yang diasinkan. Mirip jemuran ikan asin di Indonesia, tapi di Norwegia ikannya digantung di kayu-kayu yang tinggi. Saya sebetulnya sudah melihat piramida jemuran ikan yang dikeringkan di Svolv?R, tapi di Henningsv?R ternyata jumlahnya lebih banyak. Jemuran ikan kod yang tergantung tak jauh dari pesisir pantai tidak hanya badan utuh, tapi juga jemuran kepalanya ikut diasinkan.

Sebelum memasuki pusat desa, kami juga melewati danau berwarna hijau permata yang cantiknya bukan essential! Mata betul-betul dimanjakan oleh segarnya air laut dengan latar belakang bukit bebatuan di sepanjang pulau.

Stamsund

Dari Henningsv?R, kami melipir ke Stamsund, desa neneknya Mumu. He was definitely going back to his childhood. Kami sekalian mampir ke rumah tinggal neneknya yang beberapa tahun lalu sudah dijual. Meskipun tak banyak yang bisa dilihat, tapi makan siang di restoran favorit Mumu di Stamsund semakin membuat kami malas berpindah.

Disini juga saya menemani Mumu memancing di laut lepas sampai dapat 4 ikan Batubara untuk lauk makan malam. It was so fun! Baru 1 menit melempar umpan, Mumu sudah berhasil menjerat ikan berukuran sedang.

Eggum

Kalau winter ada aurora borealis yang biasanya sering 'diburu' pendatang di Lofoten, maka summer ada midnight sun. Karena masuk lingkar arktik, wilayah Norwegia Utara selalu terang benderang karena matahari bersinar selama 24 jam saat musim panas. Sunset biasanya akan dimulai pukul 12 lalu bersinar kembali jam 1 pagi.

Untuk menyaksikan midnight sun, Eggum adalah salah satu tempat terbaik yang sering juga dijadikan camping spot. Sayangnya karena saat itu angin terlalu kencang dan menjadikan malam makin dingin, maka kami batalkan melihat midnight sun disini. Kata Mumu, midnight sun sama kerennya dengan aurora borealis karena matahari hanya menggantung di langit tanpa tenggelam. Pergerakkan matahari yang turun sebentar lalu naik lagi merupakan fenomena alam luar biasa untuk diabadikan.

Leknes

Kami sebetulnya tidak memasukkan Leknes ke daftar kunjungan di Lofoten. Tadinya ingin hiking sepanjang 2 km menuju Pantai Kvalvika sekalian mendirikan tenda, namun celakanya paha Mumu teriris pisau cukup dalam saat pendakian. Mau tidak mau kami harus turun dan menuju rumah sakit terdekat untuk menjahit luka Mumu.

Sepulang dari rumah sakit jam 2.30 pagi, kami sepakat menuju Pantai Haukland untuk bermalam di dalam mobil saja. Saat libur musim panas, tempat ini katanya penuh ramai oleh turis yang berkunjung atau beristirahat mendirikan tenda dan memarkir campervan. Terusan pantai ini adalah Uttakleiv yang sama populernya dan selalu penuh oleh turis.

Meski tidak jadi melihat keindahan Pantai Kvalvika yang bersembunyi di balik bukit, namun Haukland tidak kalah kerennya. Garis pantainya cukup panjang untuk berjalan-jalan sehingga katanya juga, pantai ini mirip seperti yang ada di Seychelles.

Reine

Foto-foto Lofoten yang ada di net kemungkinan besar diambil di Reine dengan latar belakang gunung tinggi menjulang dengan kabin nelayannya di sisi gunung. Desa di wilayah selatan Lofoten ini juga jadi salah satu destinasi terbaik dan terfavorit saya. Reine menggabungkan dua kawasan; rumah untuk orang lokal dan kabin nelayan yang selalu disewakan bagi turis. Karena sangat dekat dengan Moskenes, banyak juga para pendatang yang berlabuh dari Bod? Memulai petualangannya di Lofoten dari sini.

?

Di alfabet Norwegia, ? adalah huruf terakhir dan juga desa paling ujung di Pulau Lofoten. Tidak banyak yang bisa dilakukan di tempat ini selain hiking dan memancing. Karena sedang tidak berangin, saya dan Mumu sepakat memancing lagi di sisi laut. Baru 15 menit memancing, Mumu sudah menjerat 4 ikan Batubara yang ternyata lebih besar dari di Stamsund!

"It is easier to fish in the ocean karena ikannya lebih banyak dari air tawar," katanya.

Tak heran mengapa pesona Pulau Lofoten begitu tenar bagi para turis, internasional maupun lokal. Sepanjang jalan saya melihat bukit dan gunung kokoh dikelilingi laut yang menenangkan perasaan. Bunga katun dan kuning nan lembut menambah kesan damai di sekeliling pulau. Saya yang biasanya hanya melihat hutan berpohon besar di Norwegia Selatan, merasa beruntung bisa merasakan vegetasi lain di Utara.

Inilah Norwegia yang selama ini saya bayangkan saat musim panas; desa yang hijau dikelilingi bangunan berwarna-warni yang menambah kesan ceria. Kebanyakan rumah yang bermaterial kayu seperti rumah nenek-nenek semakin membawa memori zaman dulu. Sederhana namun syahdu. (Cek postingan ini untuk tahu berapa saya dan Mumu menghabiskan uang selama liburan!)

Tips Svartisen - Engenbreen: Camping di Dekat Gletser Abadi|Fashion Style

Mumu, cowok Norwegia yang road trip bersama saya ke Utara Norwegia, berkali-kali mengatakan bahwa kami harus memasukkan Svartisen ke dalam agenda perjalanan sepulang dari Pulau Lofoten . Mumu sangat penasaran dengan tempat ini, hingga tertarik untuk mencoba panjat es yang ditawarkan oleh pengelola Svartisen.

Svartisen adalah gletser terbesar kedua di Norwegia dengan luas 370 meter persegi dan 60 lidah gletser yang membujur dari atas gunung. Ada 2 wilayah Svartisen yang sering dikunjungi turis, yaitu Austerdalsisen dan Engenbreen. Austerdalsisen letaknya lebih ke dalam gunung, berjarak sekitar 32 km dari Mo i Rana dan bisa ditempuh selama 20 menit naik kapal. Karena punya waktu hanya 2 hari mengunjungi Svartisen, kami putuskan untuk datang ke Engenbreen yang hanya 10 menit naik kapal dari Holandsvika.

Walaupun Norwegia memang menjual alamnya yang spektakuler, tapi saya tidak pernah tahu kalau ada tempat sebagus Svartisen. Dari jalan raya, kami sudah bisa melihat lidah gletser membujur dari atas gunung hingga hampir ke danau. Ditambah lagi kokohnya pegunungan dan sejuknya warna air laut berbiru turkis, membuat saya tidak berhenti berdecak kagum. Padahal katanya Svartisen jadi salah satu tempat terpopuler di Norwegia, tapi saya belum pernah mendengar gaungnya sampai saya sendiri bisa melihat betapa cantiknya tempat ini!

Lidah gletser Engenbreen terletak di Kotamadya Meløy dan sudah terlihat dari jalanan sepanjang pantai (Fv17). Untuk mengunjungi Engenbreen, kami harus naik shuttle boat dari dermaga kecil di Holandsvika yang berjarak 158 km dari Mo i Rana. Meskipun katanya kapal ini muat sampai 30 orang, tapi penumpang yang kala itu naik tidak pernah sampai 15 orang. Bisa jadi juga karena belum masuk peak season, jadinya kapal yang digunakan lebih kecil.

Bagi yang tertarik, silakan cek jadwal (2019) shuttle boat-nya disini . Shuttle boat ini juga hanya beroperasi dari akhir Mei hingga akhir September, serta dikenakan biaya 200-250 NOK untuk tiket pulang pergi. Tiket bisa dibeli di tourist information center di Mo i Rana atau langsung ke nahkoda dengan uang tunai atau kartu kredit.

Herannya saat kami kesini, nahkoda kapal sama sekali tidak menagih uang tiket, baik saat berangkat ataupun saat kembali. Padahal Mumu dari awal sudah bertanya dan si nahkoda sendiri yang katanya akan datang dan menagih uang tiket. Tapi ternyata, kami naik shuttle boat gratis pulang pergi.

Setelah sampai di dermaga Engenbreen, pengunjung harus berjalan kaki atau naik sepeda melihat lebih dekat gletsernya sejauh 3 km. Total pulang pergi bisa sampai 4 jam berjalan kaki. Kalau tidak mau repot, bisa juga menyewa sepeda yang terparkir di dekat dermaga. Tidak ada informasi yang jelas soal penyewaan sepeda ini. Yang kami baca dari kertas yang tertempel di dermaga, harga sewa sepeda mulai dari 30 NOK/jam, lalu 80 NOK untuk seharian. Jika ingin menyewa trailer, ditambah lagi ongkos sewanya.

Karena membawa banyak sekali barang untuk perlengkapan camping, kami putuskan menyewa 2 sepeda dan salah satunya memakai trailer. Tujuan kami saat itu ingin camping di Brestua yang berjarak hanya 1,5 km dari dermaga.

Brestua ini bisa dibilang adalah pusat informasi di Engenbreen yang menyediakan restoran, kabin, serta camping spot. Dibuka hanya saat musim panas dari akhir Mei sampai akhir September. Yang tertarik bermalam disini dengan cara camping, Brestua menarik komisi sebesar 100 NOK per orang. Tersedia juga toilet dan kamar mandi gratis bagi para pengunjung selama 24 jam.

Herannya lagi, seorang pengelola restoran yang juga merangkap customer service di Svartisen hanya menyuruh kami membayar total 100 NOK, padahal di situsnya sendiri biaya tersebut untuk satu orang. Soal informasi tiket shuttle boat dan penyewaan sepeda pun, pengelola ini tidak tahu. Jadinya kami saat itu hanya membayar biaya camping saja. Ya sudahlah, rejeki. Daripada kebingungan lebih lama.

Di sekitar Brestua sebetulnya banyak sekali camping spot bagus yang langsung menghadap danau dan lidah gletser. Sayangnya, hari itu betul-betul berangin dan kami nyarishopeless ingin mendirikan tenda dimana. Saya mati-matian ingin sekali bangun tidur, buka tenda, lalu langsung melihat danau dan gletser terpampang di depan mata. Tapi Mumu juga merasa mendirikan tenda di lapangan terbuka hampir impossible.

Sudah mencari ke daerah sekitar pepohonan, kami juga kesulitan menemukan tanah datar dan kotoran sapi ada dimana-mana. Akhirnya daripada gagal, kami tetap mendirikan tenda di lapangan terbuka di seberang pepohonan tak jauh dari danau. Angin yang meniup memang masih kencang, tapi setidaknya sedikit terhalangi oleh jajaran pohon di seberangnya. Usaha mendirikan tenda ini pun tidak mudah karena kami berulang kali harus diterpa angin serta pondasi tenda yang seringkali jatuh.

Untungnya angin mulai reda sekitar jam 11 malam. Kami bisa keluar tenda dan masak untuk makan malam. Menu hari itu ikan Batubara hasil tangkapan Mumu serta fish sauce yang kami beli di supermarket sebelumnya.

This is my favourite camping spot so far! Danau air tawarnya bersiiiih sekali hingga membuat saya dan Mumu ingin toes dipping. Saking jernihnya, Mumu juga mengambil air minum untuk dimasak dari sini. Mumu juga rasanya gatal ingin nyemplung ke danau atau naik canoe menyusuri danau yang memang luar biasa indahnya! Kami sampai berencana ingin mandi sebentar di danau, tapi airnya terlalu dingin.

Kata Mumu, 20 tahun lalu lidah gletser membujur sampai ke dalam danau. Karena efek pemanasan worldwide, lidah gletser semakin lama semakin pendek. Bisa-bisa, 20-30 tahun kemudian sudah tidak ada lagi lidah gletser yang membujur ke bawah gunung di Svartisen.

Karena berada di lingkar arktrik, musim panas di Norwegia Utara berarti siang menjadi sangat panjang dan matahari tidak pernah tenggelam. Kami bisa main sebentar di danau sampai jam 2 pagi tanpa harus takut gelap. Tempat itu juga serasa milik pribadi karena tidak ada orang yang camping di tanah terbuka selain kami. Ada satu tenda yang kami lihat bermalam disana, tapi itu pun cukup jauh dari lokasi kami.

Jam 5 pagi,camping spot kami kedatangan gerombolan sapi ternak yang mencari makan di sekitar Brestua. Karena jumlahnya yang banyak, sapi-sapi ini menjadi malapetaka karena berisik sekali! Beberapa sapi bahkan berjalan sangat dekat dengan tenda kami sampai tersangkut tali tenda beberapa kali. Saya sedikit takut juga kalau saja sapi-sapi ini menyeruduk tenda yang berwarna merah menyala itu. Meskipun akhirnya tidak.

Siangnya, suasana camping spot masih tenang dan damai karena kami sama sekali tidak melihat pengunjung lain berjalan di sekitar area situ. Still felt like it was our own place! Sayangnya karena harus segera pindah ke tempat lain, kami tidak tertarik berjalan melihat gletser lebih dekat, ataupun mengikuti salah satu kegiatan yang dikelola Kotamadya Meløy.

Padahal saya dan Mumu sudah sangat tertarik mengikuti isklatring atau panjat es selama 3,5 jam seharga 650 NOK, tapi ternyata mereka tidak membuka kegiatan ini lagi. Ada banyak aktifitas lain yang waktunya lebih panjang dan mahal disini . Brestua juga mengelola guided tour sederhana untuk melihat dua mamalia jinak terbesar di Eropa, moose atau rusa besar, bernama Arnljot dan Wilma. Harga tiket masuk untuk melihat rusa besar ini sebesar 100 NOK.

One night was definitely not enough in Engenbreen because we needed mooore! Namun saya sangat merekomendasikan tempat ini jika kalian tertarik ke Norwegia Utara via darat!

Saturday, May 16, 2020

Tips Your New Bucket List: Melintasi Lingkar Arktik!|Fashion Style

Naik balon udara di Cappadocia? Berfoto di depan Menara Pisa di Roma? Melihat theNorthern Lights di Abisko? Bungee jumping di Christchurch? Apalagi destinasi favorit dan aktifitas impian yang ada di bucket list mu?

Saya dari dulu memang sangat terobsesi dengan negara dingin di kutub utara. Kalau lagi belajar geografi atau fisika astronomi, selalu tertarik menyimak kehidupan orang-orang Eskimo yang tinggal di dekat kutub dan perbedaan musimnya yang sangat ekstrim dari Indonesia. Beruntung sekarang saya tinggal di Norwegia, negara di Utara Eropa yang cukup dekat dengan kutub utara. Beberapa minggu lalu pun saya akhirnya bisa mencoret satu lagi aktifitas di bucket list; melintasi Lingkar Arktik!

Ada 2 garis melingkar tak kasat mata yang melintasi dua kutub di bumi, Lingkar Arktik di utara dan Lingkar Antartika di selatan. Di utara, Lingkar Arktik hanya melintasi sedikit negara seperti Norwegia (Saltfjellet), Swedia (Jokkmokk), Finlandia (Rovaniemi), Rusia (Murmansk), Amerika Serikat (Alaska), Kanada (Dempster Highway), Greenland (Sisimiut), dan Islandia (Grimsey Island). Lingkar Arktik ini menandai bahwa kawasan tersebut menjadi 'kingdom of light' saat musim panas karena matahari bersinar selama 24 jam, dan juga saat musim dingin karena sangat identik dengan the Northern Lights (Aurora Borealis). Musim dingin di kawasan Lingkar Arktik bisa menjadi sangat ekstrim dengan gelap yang panjang dan suhu yang selalu di bawah 0° C.

Selain ada di dalambucket list, melintasi Lingkar Arktik merupakan pengalaman berharga bagi saya yang hanyatraveller musiman danfirst-time explorer ini. Apalagi tidak setiap tahun saya bisa jalan-jalan ke Eropa Utara lewat darat.

Meskipun tidak pernah sama setiap tahun, tapi in step with Juni 2019 ditetapkan bahwa Lingkar Arktik berada di sixty six?33' Lintang Utara. Karena ekstrimnya temperatur dan lingkungan, diketahui hanya four juta orang yang bermukim di kawasan Lingkar Arktik hingga saat ini. Pemerintah Rusia bahkan memberikan upah minimum yang sangat tinggi bagi para penduduk yang mendiami kawasan di Lingkar Arktik.

Untuk melintasi Lingkar Arktik, kita hanya bisa melakukannya lewat darat dengan mobil atau kereta, dan lewat laut dengan naik kapal. Lingkar Arktik biasanya ditandai dengan sebuah monumen dan crains atau tumpukkan batu di sekelilingnya.

Di Norwegia, Lingkar Arktik melewati kawasan Saltfjellet yang memisahkan bagian Helgeland dan Salten. Bisa dibilang, lingkar ini juga memisahkan hampir setengah wilayah Norwegia. Dengan overall 40% wilayah yang berada di Lingkar Arktik, Norwegia memiliki banyak variasi alam yang luar biasa indah, dari jurang, gunung kokoh yang terjal sampai fjord yang tenang, gletser, dan juga kampung nelayan yang tenteram.

Untuk melintasi Lingkar Arktik di Norwegia ini, pengunjung dari Oslo hanya mengambil rute E6 sekitar 1 jam-an dari Mo i Rana. Biasanya pengunjung yang melintasi Lingkar Arktik juga bagian dari road trip atau tur ke Norwegia Utara.

Di sini Lingkar Arktik tidak hanya ditandai dengan monumen, tapi juga Arctic Circle Center yang dibangun tahun 1990 bersamaan selesainya jalan tol E6 yang melintasi gunung Saltfjellet. Di dalamnya kita bisa menemukan kafe, bioskop, exhibition center, serta toko suvenir yang menjual banyak barang khas Norwegia Utara.

Kalau kebetulan lagi lapar dan ada uang lebih, coba sekalian mencicipi makanan khas gunung di Norwegia; apapun yang berbau hasil buruan seperti rusa, kijang, atau babi hutan. Makan di kafetaria ini pun bisa dijadikan bucket list tambahan kalau mampir kesini. Karena Arctic Circle Center tutup saat musim dingin, sangat direkomendasikan datang di musim panas.

Jika malas makan makanan berat, coba saja duduk sebentar di dalam kafe sambil menyesap kopi dan makan wafel. Wafel di Norwegia lebih sering disajikan agak dingin dan berbentuk lembaran, bukan seperti wafel di Belgia yang tebal. Harga selembar wafel 40 NOK dan dimakan dengan krim plus selai stroberi atau raspberi.

Toko suvenir di Arctic Circle Center boleh juga jadi tujuan terakhir sebelum pergi sekalian cuci mata. Saya kira yang akan beli tidak banyak, tapi ternyata hampir tiap turis yang datang pasti keluar membawa buah tangan. Di Norwegia ini, tiap toko suvenir tidak pernah menjual barang yang sama. Barang yang dijual biasanya berkaitan dengan sejarah dan landmark tempat tersebut. Di toko ini saya menemukan banyak sekali suvenir lucu yang memang disesuaikan dengan Lingkar Arktik.

Tempelan kulkas atau gantungan kunci bentuknya macam-macam dan tidak pasaran. Mata saya sudah terfokus pada tempelan kulkas berbentuk makhluk lucu nan fluffy seharga 59 NOK per buah di atas. Hewannya macam-macam dari mulai domba, kijang, anjing, tikus, hingga rusa. Karena semuanya lucu-lucu dan sulit memilih mana yang harus dibeli, Mumu, cowok Norwegia yang pergi bersama saya road trip, menyuruh mengambil saja dua-duanya. Anyway, kebetulan saat itu Mumu yang membayar sekalian saya dihadiahi scarf bermotif Fair Isle karena kelupaan bawa dari rumah.

Rekomendasi untuk kalian yang berencana road trip ke Norwegia Utara saat musim panas; jangan lupa mampir ke Arctic Circle Center, berfoto di monumen Lingkar Arktik, mencicipi menu fast food khas gunung, serta membawa suvenir lucu sebagai pertanda pernah melintasi Lingkar Arktik yang jauh dari Indonesia ini! Bagi yang tertarik mengabadikan pengalaman selain dengan foto, kita juga bisa mendapatkan sertifikat digital"I have crossed the Arctic Circle" secara gratis dari sini .

Tips Pengumuman Penerimaan Mahasiswa di Norwegia|Fashion Style

Bulan Juli adalah waktu yang saya tunggu sehubungan dengan pengumuman penerimaan mahasiswa baru semester musim gugur tahun ini. Jujur saja, dari awal daftar kuliah sebetulnya ada perasaan pesimis apakah saya berhasil masuk di kampus yang saya tuju. Apalagi saya anaknya cukup tahu diri bahwa IPK pun tak sampai 3 dan nilai IELTS juga pas-pasan. Belum lagi banyak kampus di Norwegia punya passing grade yang tinggi terhadap calon mahasiswanya.

Tahun lalu, saya sempat mengobrol dengan seorang cewek Moldova yang sedikit skeptis dengan peluang saya diterima di kampus Norwegia. Saat tahu usia saya sudah late 20s, dia membuat saya down dengan isu yang katanya 50% calon mahasiswa yang diterima kuliah Master usianya masih di bawah 25.

"What?? Am I not young enough to continue my Master’s?!" tanya saya penasaran.

"Kamu tidak tahu kan kalau disini ada praktek diam-diam dari komisi penerimaan mahasiswa baru, bahwa prioritas lebih ditujukan ke calon mahasiswa di bawah 25 tahun? Lagipula orang-orang disini well-educated semua. Jadi wajar saja kalau usia 23 sudah lulus S1 lalu langsung lanjut S2," katanya.

Setelah cerita panjang lebar, ternyata si cewek Moldova ini merasa kecewa mengapa dia tidak diterima di satu pun kampus Norwegia meskipun nilainya diyakini sangat baik. Ceritanya ingin lanjut kuliah Arsitektur, sudah mendaftar ke hampir semua universitas di Norwegia, sudah legalisasi dokumen juga ke NOKUT, tapi tidak ada yang diterima. Mungkin karena kekecewaan ini, adanya pikiran negatif bahwa orang lain bisa lulus pun seperti mustahil.

Saya sempat menanyakan langsung ke pihak kampus apakah isu yang dikatakan si cewek Moldova benar, yang akhirnya dibantah oleh kampus tersebut. Selagi kita berkualifikasi, umur tak jadi masalah, apalagi untuk kuliah S2.

Ngomong-ngomong, karena hasil pengumuman sudah keluar, saya tak sabar ingin berbagi berita; baik atau buruk.FYI, saya ikut pendaftaran gelombang ketiga karena tinggal di Norwegia dan mempunyai residence permit yang masih berlaku. Untuk gelombang ketiga ini, pendaftaran dimulai dari Februari-April, lalu pengumumannya di bulan Juli. Gelombang ini juga hanya diperuntukkan bagi orang-orang Nordik serta non-Eropa yang bermukim di Norwegia. Artinya, saya berkompetisi dengan penduduk Nordik lainnya untuk mendapatakan satu kursi di kampus Norwegia.

1. Oslo Metropolitan University (OsloMet)

Untuk kampus yang ini, sebetulnya gelombang pendaftaran untuk mahasiswa asing hanya dijadwalkan dari Oktober-Desember saja. Saya juga sudah mendapatkan hasilnya awal Maret lalu. Kalau kalian sempat baca cerita saya saat mendaftar kuliah , sebetulnya tidak ada program studi di kampus ini yang cocok dengan background S1 saya. Tapi karena daftarnya juga gratis, jadinya iseng saja memasukkan aplikasi ke program yang 'mungkin' bisa dikait-kaitkan dengan pendidikan terakhir. Program studi yang dipilih adalah International Education Development dengan spesialisasi tentang Education, Culture and Sustainable Development dan Inequality, Power and Change.

Hasil: Tidak berkualifikasi - "You were lack of a relevant specialization to the programs you have applied for."

2. University of Oslo (UiO)

Karena harus lanjut au pair sampai habis kontrak tahun depan, saya memang lebih fokus memilih kampus yang ada di Oslo saja. UiO adalah kampus tertua di Norwegia yang memiliki program studi kuliah lebih variatif serta relevan dengan pendidikan saya dulu. Dari awal memang niatnya sudah ingin kuliah disini saja, sampai menghabiskan waktu 1,5 bulan untuk menulis motivation letters yang ditujukan ke tiga program yang saya pilih, yaituEntrepreneurship, Assessment and Evaluation, dan Higher Education. Dari situs resmi UiO, tertulis juga bahwa ketiga program ini persaingan jumlah peminat dan kursi yang disediakan sangat kompetitif.

Hasil: Diterima - Entrepreneurship

3. University of Bergen (UiB)

Daftar ke kampus ini sebetulnya modal iseng karena deadline pendaftarannya juga di bulan April. Program studi yang tersedia kebanyakan tentang ilmu eksak yang kajiannya lebih mendalam. Banyak program yang tidak tersedia bagi mahasiswa asing, namun hanya bagi penduduk Norwegia saja. Selain karena beberapa mata kuliah memakai bahasa lokal, beberapa kajian di program tersebut memang lebih menyesuaikan letak geografis dan SDA Norwegia sebagai lahan minyak dan tambang. Program yang saya pilih adalah Fisika dengan spesialisasi di bidang Medical Physics and Technology dan Measurement Science.

Hasil: Tidak berkualifikasi - “Your academic background was insufficient to be eligible for admission.”

Dari ketiga kampus dan program studi yang saya daftar di atas, bisa dikatakan UiO memang paling banyak peluangnya. Selain melihat dari mata kuliah yang kita ampu saat S1, ada juga syarat tambahan untuk melengkapi dokumen dengan menyertakan CV dan surat motivasi. Mungkin bisa jadi, saya diterima di UiO karena komisi penerimaan mahasiswa juga mempertimbangkan isi surat motivasi saya. Karena kalau ingin dilihat secara keseluruhan, justru pendidikan terakhir saya kemarin lebih memenuhi syarat masuk ke UiB. Nyatanya, keputusan penerimaan sekali lagi kembali ke kampus masing-masing.

Bagi kalian yang tertarik mendaftar kuliah ke Norwegia dan penasaran berapa banyak peminat dan jumlah kursi yang ditawarkan di masing-masing program, silakan buka statistik tahunannya disini (bahasa Norwegia). Kalau syarat dokumen terpenuhi, nilai mencukupi, serta pendidikan atau pengalaman kerja terakhir selaras dengan bidang yang akan kita pelajari, masuk kampus Norwegia tidaklah mustahil. Bahkan kabar yang saya dengar, sebetulnya banyak juga pendaftar yang sudah tahu dari awal tidak berkualifikasi, tapi nekad mendaftar. Tipe pendaftar seperti ini sebetulnya bukan pesaing berat dan akan tersingkirkan dengan sendirinya.

Tips Road Trip ke Norwegia Utara, Seberapa Mahal?|Fashion Style

Dulu, karena kampung halaman ayah saya ada di Malang, sementara kami sekeluarga tinggal di Palembang, 5-7 tahun sekali pasti menyempatkan mudik ke Pulau Jawa. Karena harga tiket pesawat yang sangat mahal, road trip adalah pilihan terakhir yang bisa keluarga saya lakukan meskipun harus berlama-lama di jalan.

Sampai di Norwegia, saya makin rindu road trip. Apalagi salah satu cara terbaik berkeliling tempat cantik di Norwegia hanyalah menggunakan mobil. Selain tidak perlu takut ketinggalan jadwal transportasi umum, berkendara sendiri membuat fleksibilitas dan mobilitas tinggi. Bisa berhenti beristirahat dan bebas mampir ke banyak hidden gems yang tak terjamah jika harus naik kereta atau pesawat.

Sayangnya saya tak punya SIM lokal ataupun internasional untuk menyetir disini. Sudah mengajak beberapa teman au pair yang punya SIM ikut road trip, tapi rencana hanyalah tinggal wacana. Awal Juni lalu akhirnya saya ditawari Mumu, seorang cowok Norwegia, yang secara spontan mengajak untuk road trip ke Pulau Lofoten , kampung halaman neneknya. Ohh finally, dream came true!

Road trip kali ini kami memakai mobil Mumu yang nanti semua biayanya akan dibagi 2, kecuali biaya servis mobil. Kalau ada yang tertarik sewa mobil di Norwegia, silakan cek situsnya SIXT , pusat penyewaan mobil yang menurut saya paling murah. Untuk satu mobil kecil berisi 4 orang bermesin manual, harganya sekitar 750 NOK per hari. It's more than enough ketimbang harus menyewa mobil besar bermesin automatic.

WHERE WE DROVE

Meskipun tujuan utama adalah mengunjungi Pulau Lofoten, tapi di tengah jalan biasanya ada saja penambahan atau pengurangan rute yang dari awal sudah direncanakan. That's how it is; we were so flexible to the opened options!

Untuk menuju Pulau Lofoten, kami menyebrang melewati pelabuhan Skutvik dan Moskenes untuk kembali ke Bod?. Tiket feri dari Skutvik lebih murah dibandingkan dari Bod?, tapi juga harus siap berkendara sedikit lama ke utara.

Berbeda dengan alam di Norwegia Selatan, vegetasi di Utara biasanya ditandai dengan pepohonan yang lebih pendek dan tidak terlalu lebat. Bunga katun dan bunga berwarna kuning tumbuh liar di sepanjang perjalanan menambah kesan syahdu. I couldn't stop wowing!

Pegunungan yang kokoh serta fyord yang cantik tak lepas mengiringi pandangan kami. Sepanjang perjalanan juga camper van ikut berlalu lalang dan mengingatkan saya dengan film-film Amerika lawas. Kadang-kadang, ada juga camper van retro berwarna biru muda keluaran Volkswagen lewat and it seemed getting back to the old days!

Di perjalanan menuju Utara, sejujurnya saya baru sadar kalau sedang berada di Norwegia. Oh wow, I am in Norway! How lucky I am! Inilah gambaran Norwegia saat musim panas yang selama ini ada di kepala saya; hijau, sederhana, tenang, dan damai. Apalagi saat melewati pedesaan yang jauh dari hiruk pikuk kota besar, saya dan Mumu berkali-kali bertanya pada diri sendiri, "could I live like them?" Jauh dari internet dan segala kehidupan modern. Yes, could we?

WHERE WE STAYED

Salah satu keuntungan berkeliling Norwegia dengan cara road trip adalah kita bisa menyewa kamar lebih murah yang jauh dari pusat kota untuk menghindari biaya hotel yang mahal.

Kabin

Norwegia sangat terkenal dengan kabin kayunya yang biasa digunakan saat musim panas atau dingin. Tidak hanya milik pribadi, banyak kabin-kabin mini mirip kontrakan tersedia di camping spot bagi pengendara mobil yang ingin menginap dalam waktu singkat. Kabin-kabin ini juga banyak macamnya, dari yang punya dapur dan toilet di dalam ataupun mesti sharing dengan tamu lainnya.

Karena malas saling berbagi fasilitas dengan orang lain, kami selalu menyewa satu kabin yang memiliki toilet dan dapur sendiri. Harga yang ditawarkan pun bervariasi dimulai dari three hundred-an NOK in step with malam untuk kabin tanpa dapur dan lavatory. Tamu yang menginap juga harus menjaga kebersihan kabin dan wajib membawa sarung dan sprei sendiri, serta dilarang merokok.

Kabin nelayan (Rorbua)

Di Lofoten, jangan sampai absen mencoba tinggal di kabin nelayan atau yang biasa disebut rorbua. Sebetulnya kabin nelayan ini bentuknya hampir sama dengan rumah panggung di Indonesia. Bahkan dulu rumah keluarga saya di Palembang juga bentuknya mirip rumah panggung. Rorbua ini juga sama saja, dulunya hanya berupa rumah panggung tradisional bercat merah atau oker milik para nelayan yang berada di dekat perairan.

Bedanya, sekarang rorbua dijadikan daya tarik kuat bagi pengunjung yang ingin merasakan sisi tradisional Norwegia yang sudah dimodernisasi. Beberapa perabotan masih berupa kayu yang sederhana, namun peralatan dapur dan toiletnya sudah sangat bersih dan modern. Harga menyewa rorbua per malam juga tidak murah, apalagi di tempat yang sudah terkenal oleh turis. Kami menyewa salah satu rorbua terbaik di SvolvÌr, Svinøya Rorbuer , seharga sekitar 1500-an NOK per malam.

Bed and Breakfast

Di beberapa tempat yang sedikit dekat dengan kota besar, pilihan kami jatuh ke B&B ketimbang AirBnB. Fasilitas B&B ini sebetulnya lebih di atas sedikit dari hostel, tapi kebersihannya hampir sama dengan hotel. Harga kamar yang ditawarkan pun cukup terjangkau dimulai dari 500-an NOK per malam. Sarapan yang disediakan juga tergantung kebijakan hotel; ada yang sudah dikemas di dalam kantong kertas, ada juga yang sampai menyediakan buffet. Sangat lumayan untuk transit pendek.

Camping in the wild

Tidak semua orang yang road trip di Norwegia berniat membayar mahal hanya untuk satu kamar. Banyak juga yang membawa tenda dan sleeping bag sendiri, lalu mencari spot terbaik di pegunungan, dekat danau, hutan, ataupun di pantai untuk mendirikan tenda. Asiknya, hampir semua tempat di Norwegia disediakan gratis untuk mendirikan tenda, asal bukan di sekitar lahan atau perumahan warga. Feel close to the nature, huh?

Di beberapa pantai dan hutan bahkan disediakan kamar mandi umum untuk bisa digunakan  pengunjung yang berniat bermalam di sekitar area tersebut. Camping spot di seluruh Norwegia juga memperbolehkan pengunjung untuk mendirikan tenda sendiri di dalam spot dan menarik komisi sekitar 100-200 NOK per malam. Enaknya, pengunjung juga bisa menggunakan kamar mandi 24 jam penuh. Baca cerita saya camping di gletser Svartisen disini !

This is the cheapest and most fun way to stay over. Tapi saya dan Mumu kadang malas mendirikan tenda ketika temperatur Norwegia masih 2 derajat saat musim panas. Pilihan lainnya adalah dengan cara tidur di dalam mobil dan menutupi kaca-kaca dengan sprei atau selimut gelap yang kami bawa. Saran saya, jauhi mendirikan tenda di pinggir jalan raya untuk menghindari klakson iseng saat malam hari.

WHAT WE ATE

Please don't find a way to get cheap food in Norway! Makan-makan termurah yang bisa kami lakukan saat road trip adalah belanja dulu ke supermarket, lalu masak di kamar kabin yang punya dapur sendiri. Selebihnya, kami tetap harus makan di luar sebagai variasi. Meskipun Mumu sudah lengkap membawa kulkas mini ke mobil, tapi tidak semua bahan makanan bisa awet dan tetap segar. Apalagi kami tidak berkendara selama 24 jam penuh dalam satu hari. Cara termurah lainnya yang bisa dicoba adalah dengan membeli sandwich atau sosis di pom bensin seharga 45-80 NOK. Well, tetap harus menyerah makan junk food sesekali kalau berminat.

Kami berdua sebetulnya tidak terlalu suka junk food dan lebih memilih membeli turmat. Turmat ini adalah produk asli Norwegia Utara yang dikeringkan serta dikemas dalam wadah kedap udara tanpa menghilangkan rasa aslinya. It's sooooo easy to be prepared karena hanya perlu air panas saja. Mirip mie instan yang diseduh, tapi ini versi lebih sehatnya.

Turmat bisa dibeli di toko-toko peralatan olahraga semisal Sport1 atau XXL. Olahan makanannya pun sangat banyak, dari bubur oatmeal, kari ayam, chilli con carno, beef stew, hingga sup sapi! Harganya berkisar dari 69-99 NOK per bungkus. Kalau bertanya soal kualitas makanan, tentu saja berbeda dari fresh dishes. Tapi soal rasa, semuanya enak-enak dan tidak hambar layaknya makanan instan lainnya. Try our favorite ones; pasta bolognese and chicken tika masala!

Somehow, homemade food and turmat would be boring, lalu akhirnya kami tetap harus datang ke restoran. Di Lofoten, harga makanan di restoran berbeda untuk musim panas dan musim dingin. Karena banyak turis datang saat musim panas, maka harga makanan pun dinaikkan sampai lebih dari 100 NOK per porsi. Untuk satu porsi makan malam sederhana di restoran tradisional Norwegia, harga standarnya dimulai dari 350 NOK. Sementara kalau tak terlalu picky ingin mencoba burger dan pizza, harganya masih standar seperti restoran fast food lainnya. But, seriously? Cheese burger in Lofoten?!

HOW MUCH WE SPENT

Here we go! Bisa dikatakan, kami berdua bukan tipikal budget traveler yang harus rela menanggalkan kenyamanan hanya demi bisa menikmati perjalanan. Jadi inilah total pengeluaran kami selama 10 hari road trip ke Norwegia Utara!

Murah? Mahal? Normal?

Yang pasti biaya di atas belum termasuk tiket masuk exhibition,dan museum yang kami kunjungi. Selain itu karena pakai mobil pribadi, tentu saja Mumu harus mengeluarkan uang lebih untuk servis mobil 2 kali. Biaya ini juga mungkin tak jauh beda jika ingin menyewa mobil sendiri. Belum lagi di tengah jalan kami harus beli ketel, termos, serta selimut yang lupa dibawa dari rumah.

Bagi kami, biaya di atas lebih dari ekspektasi normal. Harusnya bisa menghabiskan maksimal 10.000 NOK saja, tapi ternyata lebih besar! BUT, we did definitely enjoy the Northern Norway so much! Perjalanan ke Utara dengan harga sebesar itu tentu saja sangat worth-it, apalagi bagi saya yang hanya traveler musiman ini.

So, would you spend (more) money for a scenic road trip?

Friday, May 15, 2020

Tips (Jadinya) Kuliah S-2 di Universitas Oslo|Fashion Style

Kalau mengikuti cerita saya saat mendaftar kuliah di Norwegia sampai pengumuman dari kampus , kalian akan tahu bahwa saya memang berniat kuliah di Oslo. Selain karena masih harus menyelesaikan kontrak au pair yang tinggal beberapa bulan lagi, saya memang lebih nyaman hidup di ibukota dengan segala akses kemudahan informasi dan transportasi.

Pun begitu, selain mendaftar di University of Oslo (UiO), saya juga mencoba memasukkan aplikasi ke Oslo Metropolitan University (OsloMet) dan University of Bergen (UiB). Iseng saja, karena toh pendaftarannya gratis juga.

Bulan Juli adalah bulan yang saya tunggu dari tahun lalu, karena bulan inilah yang akan jadi penentu nasib saya ke depannya. Harus pulang kah setelah 5 tahun au pair di Eropa, masih harus jadi au pair lagi kah (BIG NO!), ataukah ada kesempatan untuk lanjut kuliah S-2 disini? Saya juga sebetulnya sudah menyiapkan banyak rencana jika memang harus pulang. Pulang pun tak masalah karena ide bisnis di otak saya rasanya juga sudah meluap. Apalagi berulang kali saya dan adik ipar membahas soal peluang bisnis yang kemungkinan akan kami jalani kalau saya pulang ke Palembang. Intinya, apapun hasil dari kampus, saya terima.

Pengumuman hasil diumumkan paling lambat tanggal 6 Juli. Untuk UiO, saya mendapatkan email jawaban di tanggal 4 Juli sekitar pukul 5.28 sore. Lagi di Prancis, lagi santai-santai duduk di bawah pohon, tiba-tiba email dari UiO muncul. Saya deg-degan bukan main sampai emailnya tidak ingin saya buka dulu karena masih takut membaca hasilnya. Tanpa babibu, saya langsung menghubungi adik saya di Cina yang ikut nervous dengan isi email tersebut. Meskipun katanya sudah siap dengan apapun isi email tersebut, tapi tetap saja, ujung penantian ini malah membuat saya semakin gugup. Setelah diyakinkan oleh adik, beberapa menit kemudian barulah saya siap.

Baiklah, whatever kan?!

1... 2... Three...

Saya buka email-nya dan membaca cepat untuk mencari kata-kata “unfortunately”, “regret”, “rejected”, yang ternyata tidak ada! Selintas saya hanya menemukan kata “offer” disana! Sekali lagi, isi surat tersebut saya baca secara teliti dari atas.

Whoaaaa!!! Saya diterima jadi mahasiswi Master di UiO untuk program studi yang memang jadi top priority! Senangnya bukan main, tapi nervous-nya juga belum usai. Adik saya yang saya kabari ternyata ikut gemetaran dan masih belum percaya juga dengan hasilnya.

Lebay? Dramatis? Mungkin. It’s not Harvard or Stanford, is it?

Iya, memang bukan! Tapi segala penantian, keputusasaan, serta ketidakpastian dari tahun lalu akhirnya memberikan jawaban manis. FYI, satu malam sebelum pengumuman ini, saya sebetulnya juga bermimpi bahwa nama saya tertulis di program studi Entrepreneurship. Kebetulan? Entahlah, tapi ternyata mimpi saya benar-benar jadi kenyataan.

Walaupun katanya masuk kampus Eropa tidak terlalu susah asal memenuhi syarat, tapi masih ada perasaan pesimis yang selalu menghantui. Apalagi UiO adalah kampus top di Norwegia yang banyak peminatnya. Dari data statistik tahunan yang saya baca disini (bahasa Norwegia),program studi Entrepreneurship ini hampir menerima 700 aplikasi tahun kemarin. Sementara yang berkualifikasi hanya 15% saja dan slot yang tersedia kurang lebih 5% dari total aplikasi setiap tahun. Cukup beralasan kan mengapa saya sangat pesimis tak diterima disini? Lihat saja, buktinya aplikasi saya ditolak di OsloMet dan UiB!

Anyway, time has answered! Akhir tahun ini akan banyak cerita baru yang dimulai di Norwegia sebagai seorang pelajar. Meskipun saya sudah diterima kuliah di UiO, tapi justru tantangan terberat adalah saat menjalani perkuliahan dan bertahan hidup di Oslo selama 2 tahun ke depan. Be with me, because I want to tell you more! ☺️