Tuesday, May 12, 2020

Tips Rangkuman: Step-by-step Jadi Au Pair (PENTING!)|Fashion Style

Halo kalian, para anak muda Indonesia yang tertarik jadi au pair untuk pertama kalinya, kamu masuk ke laman yang tepat! Sejak pindah ke Belgia 5 tahun lalu, saya memang sudah gencar bercerita tentang pengalaman jadi au pair di banyak negara. Tak hanya soal manis-manisnya saja, tapi juga pahit ketir hidup sebagai personal assistant di rumah nativehost family.

Lama-lama saya sadar bahwa anak muda Indonesia yang ingin 'kabur' ke luar negeri semakin banyak. Impian para milenials pun sekarang tak hanya bisa keliling Eropa, tapi juga mencari kesempatan untuk tinggal lama di sini. Ketika peluang lanjut sekolah bukan mimpi yang mudah diraih, lalu software au pair pun mulai dilirik.

Tapi tahukah kalian bahwa yang ingin jadi au pair tambah banyak setaip tahunnya?! Terbukti di tahun 2014 saat saya jadi au pair di Belgia, hampir semua au pair Indonesia yang tinggal di sana saya kenal. Jumlahnya pun bisa dihitung dengan jari karena komunitas au pair Indonesia hanya itu-itu saja. Saat pindah ke Denmark setahun berikutnya, jumlah au pair Indonesia di sana juga tak sampai 10 orang. Namun secepat kilat beranak pinak menjadi puluhan orang dua tahun kemudian. Terbukti bahwa mimpi untuk tinggal di luar negeri memang semakin mudah diraih.

Bagi kalian yang tertarik jadi au pair juga, berikut saya beri panduan langkah apa saja yang harus dilakukan! Saya menyertakan banyak sekali tautan di bawah ini untuk kalian baca saat santai :)

1. Baca, baca, baca!!!!

You know nothing by just asking! Problem utama yang sering saya temui dari calon au pair baru adalah mereka lebih banyak bertanya daripada membaca. Bisa jadi malas, bisa jadi juga cari cara praktis. Tapi, impian tidak akan mudah diraih kalau hanya bergantung dari satu atau dua orang! We—para au pair senior ini—are not 100% available for you either!

Jadi, saran saya yang pertama tentu saja; buka web browser di ponsel atau laptop kamu, lalu mulai carilah informasi yang terkait soal au pair ini! Percayalah, saya dulu juga mulai dari 0. Tak banyak yang bisa ditanya hingga semua informasi harus dicari sendiri.

Cari dulu referensi semua au pair senior yang ada di net karena sekarang sudah banyak yang mau berbagi informasi lewat blog dan vlog. Baca dan tonton semua platform mereka dan telusuri apa yang mereka lakukan di negara tersebut. Blog Art och Lingua ini sebetulnya BANYAK sekali memuat cerita saya dari mulai au pair sampai sekarang, dari cerita au pair, mengurus visa, sampai cerita cinta.

Referensi:

Hal yang harus kamu ketahui sebelum memutuskan jadi au pair

10 alasan kenapa kamu harus jadi au pair

Apa para motivasi anak muda jadi au pair?

Guide au pair: mulai dari mana?

Usia yang tepat mulai au pair pertama kali

Setelah tahu apa itu au pair, yakinkan dulu diri kamu apakah au pair ini memang hal yang selama ini kamu cari. Pahami juga bahwa tinggal di luar negeri dengan jadi au pair itu ada enak dan tidaknya. Dari dulu saya tidak percaya cerita bahagia au pair yang selalu terpampang di internet. They are all lying! Faktanya, minusnya jadi au pair juga banyak! Makanya ini PR kalian untuk menemukan informasi yang berimbang soal plus dan minusnya jadi au pair. No worry, internet is a great resource!

Referensi:

Enaknya jadi au pair

Au pair: cewek muda serba bisa

Au pair: tukang masak keluarga

2. Tentukan negara tujuan dan jangan ngeyel

Problem kedua yang sering temui dari banyaknya pesan yang masuk lewat blog saya adalah; para calon au pair yang terlalu asik pilah-pilih negara ini itu dan tak tahu bahwa pemegang paspor Indonesia tak bisa kesana. Been there before! Saya dulu juga sama saja, memilih Selandia Baru sebagai negara prioritas hanya gara-gara ingin tinggal di salah satu negara tercantik di dunia. Padahal pemilik paspor Indonesia tak memenuhi regulasi untuk datang ke Selandia Baru jadi au pair.

Lama-lama cari informasi, saya tahu bahwa ada banyak negara di Eropa yang peluangnya lebih besar ketimbang repot-repot ke Selandia Baru. Kamu juga harus tahu, meskipun Jerman dan Belanda adalah dua negara yang paling sering terekspos program au pairnya, tapi ada beberapa negara lain yang juga bisa kamu coba!

Referensi:

First time au pair: ke negara mana?

Jadi au pair ke Amerika? Bisa!

Au pair ke Irlandia, Spanyol, Italia, dan Inggris

Denmark, negara terburuk bagi au pair

Mitos dan fakta au pair di Skandinavia

Kenapa jadi au pair di Denmark?

PR selanjutnya setelah tahu negara mana yang ingin kamu kunjungi adalah mengecek semua hak dan kewajiban kamu di negara tersebut. Tidak ada peraturan negara yang sama meskipun mereka sama-sama berada di Eropa! Jangan samakan regulasi di Jerman dan di Prancis, karena bahasanya saja sudah berbeda. Makanya jangan malas untuk menggali informasi penting tentang uang saku, maksimum jam kerja, durasi au pair berapa lama, pajak, tiket pesawat, bahasa yang digunakan, hingga hari libur.

Carinya dimana? Buka postingan ini sebagai referensi lain:

Pencarian keluarga angkat tanpa lelah (2)

Guide untuk calon au pair

Pajak di Denmark

Gaji au pair, sepadan kah?

Three. Cari keluarga angkat

Sudah paham tentang peraturan tiap negara serta hak & kewajiban au pair di sana? Langkah kamu selanjutnya adalah mencari keluarga angkat! To be honest, this is going to be your hardest part! Mengapa, karena banyak calon au pair yang juga sering mengeluh ke saya tentang betapa susahnya cari keluarga. No wonder, luck juga sangat berpengaruh di sini. Belum lagi saingan kita semua au pair di dunia, terutama Filipina.

Baca referensi saya berikut sebagai pedoman kamu menemukan host family impian! Ini penting sekali karena beberapa calon au pair juga sempat kena penipuan hanya karena terlalu percaya profil tak masuk akal.

Referensi:

Pencarian keluarga angkat tanpa lelah

Calon au pair, waspada penipuan!

Guide untuk calon au pair

Keluarga Arab, pikir lagi!

10 tipe keluarga yang mesti kamu pertimbangkan kembali

Pakai agensi atau mandiri?

7 tips agar keluarga asuh melirik profil mu

Gadis Filipina vs gadis Indonesia di Eropa

Selain itu, menurut saya, para calon au pair juga harus mempersiapkan diri untuk hal yang tak diinginkan, seperti contohnya ketika ada masalah dengan host family.

Referensi:

Keluarga baru, masalah baru

Saat au pair bermasalah dengan keluarga

4. Wawancara dan diskusi

Sudah menemukanhost family yang juga tertarik, lalu saatnya diwawancara? SELAMAT! Itu artinya profil kamu cukup menarik perhatian. Percayalah, saingan kamu sebetulnya banyak, lho!

Meskipun wawancaranya via Skype atau FaceTime dan terkesan lebih informal ketimbang interview kerja di kantoran, tapi bukan berarti kamu tak perlu persiapan. Saya juga sudah pernah menulis artikel tentang persiapan wawancara dengan host family yang bisa dibaca. Yang paling penting, speak your mind! Tanyakan apa yang ingin kamu tanyakan, jangan sungkan dan tak perlu memikirkan kesopanan. FYI, orang Eropa itu tak seperti orang Asia yang mudah tersinggung. Lebih baik straightforward daripada kamu mati penasaran.

Kalau memang tak semua hal bisa disampaikan face-to-face, kamu juga bisa menuliskan follow-up email lagi ke mereka tentang pertanyaan yang masih mengganjal. Jangan lupa juga untuk selalufollow up keputusan mereka apakah akan meng-hire kamu atau tidak. Satu sampai 10 hari adalah waktu yang tepat untuk menunggu keputusan, tapi lebih dari sana, asumsikan saja si calon keluarga tak memilih kamu. Selagi menunggu decision, jangan putus asa untuk terus cari keluarga lainnya.

5. Izin orang tua

Sebetulnya di antara semua step yang saya sebutkan di sini, restu orang tua bisa jadi masalah terberat yang akan memutus jalan mu sampai akhir. Apalagi program au pair ini bisa disalahartikan oleh orang Indonesia yang memang kebanyakan melihat hal dari satu sisi saja.

Karena malas memberi tahu orang-orang di sekeliling mereka karena takut dicap TKW, banyak juga au pair yang berbohong tentang tujuan mereka ke Eropa. Alasannya simpel, hanya agar bisa diizinkan ke luar negeri.

Tapi dari dulu saya selalu jujur ke keluarga bahwa niat saya ke Eropa memang ingin jadi au pair. Tak mudah menjelaskan ke mereka meskipun kalimatnya sudah saya rangkai sebagus mungkin. Ujung-ujungnya tetap saja saya dicap "jauh-jauh datang ke Eropa hanya untuk jadi pembantu".

Silakan baca cerita saya di sini kalau kamu ingin tahu proses meminta izin orang tua ke luar negeri tanpa terkesan seperti TKI. I knooow it would be hard, tapi tak ada salahnya mencoba jujur. Namun sebetulnya kembali lagi ke kalian, mau jujur atau tidak, silakan. Asal bertanggung jawab dan jangan sampai membuat repot semua keluarga hanya karena mereka tak tahu status kita yang sebenarnya di sini.

6. Mempersiapkan dokumen

Setelah semua proses di atas, kamu akhirnya bisa deal dengan host family dan saatnya menyiapkan semua dokumen untuk pembuatan visa danresidence permit au pair. Horreee! Meskipun happy sudah sampai di tahap ini, tapi kamu harus tahu bahwa pengurusan dokumen bisa jadi proses yang paling melelahkan setelah pencarian host family.

Mengapa, karena tiap negara punya peraturan yang berbeda-beda pula. Ini juga PR lain untuk kamu mencari tahu semua dokumen yang dibutuhkan saat pengajuan aplikasi. Saya sangat menyarankan pakai web browser kalian untuk masuk ke;

  • Situs AuPair World , mencari tahu regulasi setiap negara di dunia secara singkat. Dari situs ini juga biasanya kamu langsung diarahkan menuju ke banyak tautan lain yang berhubungan dengan imigrasi di negara tersebut.
  • Kalau malas pakai situs di atas, kamu boleh cari informasi terlebih dahulu secara mandiri lewat kata kunci di Google. Biasanya kamu juga langsung bisa mendapatkan tulisan atau vlog dari au pair terdahulu yang membagikan pengalamannya saat mengurus visa.
  • Situs lain yang berguna adalah situs kedutaan besar negara tersebut di Indonesia. Buka laman imigrasi mereka dan cari informasi kekonsuleran. Dari situs tersebut juga kita diarahkan menuju situs imigrasi lain yang informasinya berkenaan dengan semua masalah keimigrasian.
  • Cari informasi pengurusan visa lewat situs agensi visa di Indonesia, contohnya VFS atau TLS-Contact.
  • Jangan terpaku pada penelusuran berbahasa Indonesia saja, karena banyak informasi lebih mudah ditemukan lewat bahasa Inggris. Jangan malas juga mengaktifkan penerjemah otomatis di browser kita untuk langsung menerjemahkan situs yang kebetulan dipublikasikan dalam bahasa lokal.

Saat proses ini, jangan tutup juga kemungkinan untuk bertanya ke para senior au pair yang sudah kamu kenal sebelumnya. Boleh juga meninggalkan pesan di kolom komentar blog, IG, atau kanal YouTube untuk bertanya informasi lebih jelasnya. Yang pasti, jangan sampai bertanya masalah basic yang sebetulnya bisa kamu cari tahu sendiri tanpa harus bertanya kesana-sini.

Referensi:

Beda visa dan residence permit

7. Being familiarized with your host countries!

Selagi menunggu keputusan visa atau residence permit yang bisa memakan waktu berbulan-bulan, saya betul-betul sarankan juga kepada calon au pair untuk mengenali negara yang akan di tinggali. Menurut saya ini jadi penting agar kita tidak kaget tiba di lingkungan baru yang semuanya terasa sangat berbeda dengan Indonesia.

Persiapan ini juga sangat berguna kalau kita memang tak punya kenalan atau teman di negara tujuan. Being alone is suck, tapi being unprepared lebih buruk lagi!

  • Cari tahu cuaca dan temperatur rata-rata negara tersebut selama satu tahun. Tinggal di Norwegia tentu saja tidak sama dengal tinggal di Jerman. Tinggal di Utara Prancis pun tak sama dengan Selatan Prancis. Dengan mengetahui kondisi cuaca seperti ini, membuat kita lebih well-prepared dengan baju yang akan dikemas nantinya.
  • Cek juga soal biaya hidup. Para calon au pair baru kebanyakan punya pertanyaan sama; berapa uang yang harus dibawa untuk survive di satu bulan pertama di negara tujuan. Biasanya di bulan pertama ini host family belum memberi kita uang saku, makanya kita harus bertahan dulu untuk jajan di luar. Okelah, tidak perlu memikirkan soal makan di rumah dan akomodasi. Tapi setidaknya kamu punya bayangan kira-kira berapa yang harus dibawa setibanya di sana. Yang pasti, tidak perlu juga menyamakan standar kita dengan orang lain karena awal-awal saya di Denmark pun, saya hanya bawa 1 juta Rupiah!
  • Sistem transportasi bisa jadi sangat ribet di awal-awal kedatangan! Banyak au pair baru yang kesulitan beradaptasi dan kebingungan cara beli tiket bagaimana, sementara mereka juga belum punya kartu debit! Well, if you have prepared beforehand, this problem would be less daunting! Cari tahu tentang sistem transportasi di negara tersebut, cara beli tiketnya bagaimana, ada diskon kah untuk anak muda, serta jadwal bus atau kereta dari rumah host family nanti.
  • Kartu telepon, pajak, dan bank adalah hal yang mesti kamu pikirkan selanjutnya. Okelah, kita masih buta dengan semua hal di negara tersebut. Bisa jadi juga berpikir bahwa host family bisa membantu dalam semua hal di awal kedatangan. Tapi faktanya, kebanyakan au pair yang baru tiba di sini kebingungan karena host family mereka terlalu sibuk mengurusi semua post-arrival au pair dan akhirnya si au pair harus mengurus semua hal sendirian. Jadi daripada terlalu lama menunggu host family pasang aksi, mengetahui seluk beluk hal-hal praktikal bisa menghemat waktu. Contohnya, kamu tinggal minta tolong belikan host family SIM card baru operator XYZ karena kamu sudah tahu bahwa tarifnya lebih murah. Atau kamu juga bisa langsung datang ke bank ABC karena setelah kamu telusuri, bank ini punya bunga yang lumayan tinggi dan bebas biaya administrasi tahunan bagi anak muda.
  • Selanjutnya adalah cek kursus bahasa! Beberapa au pair ada yang sudah sempat berdiskusi dengan host family tentang sekolah bahasa yang akan mereka datangi. Namun tak jarang juga, sampai sini au pair malah ditelantarkan terlalu lama tak ke sekolah bahasa hanya karena host family (lagi-lagi) terlalu sibuk kerja. Jadi daripada semuanya harus menunggu keluarga, buka browser kamu lalu ketik kata kunci "sekolah bahasa xxx di kota yyy"! Meskipun tidak 100% sekolah tersebut yang akan kamu tuju, setidaknya kamu ada gambaran mengenai sistem sekolah bahasa yang ada di negara tersebut.
  • Cek peluang kerja dan tempat kuliah! Tak jarang beberapa au pair ada yang sudah tahu ingin kemana bahkan sebelum memulai au pairnya. This is great! Karena kamu sudah tahu apa yang kamu mau.
  • Cari kenalan atau networking. Awal mula saya jadi au pair, saya sudah menghubungi 1 au pair yang saya kenal di Belgia untuk jaga-jaga. Fortunately, dari blog walking dan komentar blog juga saya banyak mendapatkan kenalan. Hey, these people don't have to be your future close friends. Tapi punya orang yang dikenal setibanya di negara tujuan setidaknya bisa mengurangi kekhawatiran. Kalau tak mau punya kenalan au pair, boleh juga hubungi PPI di negara tujuan dan bertukar kontak dengan para pelajar Indonesia di sana.

Referensi:

Cari kerja di Eropa

Rencana setelah au pair

Hijrah ke luar negeri itu melelahkan

8. Packing time!

Kembali ke subpoin pertama dari poin di atas; dengan mengetahui kondisi cuaca di negara yang akan kamu tinggali, kita jadi lebih siap mempersiapkan barang bawaan nantinya.

Cek postingan berikut sebagai referensi mengemas barang saat pindah ke luar negeri:

Saat-saat terdepresi: packing time!

Menata isi bagasi ke luar negeri

Jangan bawa banyak barang ke Eropa

7 pelajaran fashion dari gadis Eropa

Bertahan dari dinginnya Eropa

Skincare favorit di segala musim

9. Beradaptasi

Finally, you are here, in a place where you have dreamt of living in!! Minggu-minggu pertama akan jadi masa yang menggembirakan bahkan menakutkan. You are living your dream, but at the same, living at someone else's place. Semuanya terasa baru dan kamu pun masih berusaha sadar dari mimpi.

Well, congratulations! Tapi hidup mu masih akan terus berlanjut ke depannya. It's time to face the reality dan melihat kesempatan di negara yang sudah bisa kamu tinggali. Step selanjutnya tentu saja lebih ke masalah teknis seperti lapor diri ke KBRI, menghubungi kenalan atau teman yang sudah sempat kamu tahu, lalu jangan lupa juga cek event seru di kota kamu tinggal. Nothing special? Main ke supermarket dan farmer market juga seru, lho! Please don't limit yourself dari semua orang karena kita tak akan pernah tahu masalah apa yang akan kita hadapi ke depannya. Having people beside is a huge advantage!

Referensi:

6 cara dapat uang tambahan selama jadi au pair

Dilema au pair: jalan-jalan atau menabung

4 cara mengembangkan diri sebagai au pair

Mengatur keuangan au pair

Teman internasional vs teman Indonesia

Hal yang harus dihindari antar au pair

Good luck for your au pair time!!

Tips Kompetisi "My Final Year" Berhadiah Suvenir Lucu dari Skandinavia! Mau??|Fashion Style

I am on cloud 9! Mengapa, karena sebentar lagi saya "wisuda" jadi au pair! Setelah mengalami ups and downs selama hampir 5 tahun ini, saya bersyukur bisa sampai di level sekarang. I have gained skills and learned a lot for sure! Tidak hanya soal mengganti popok bayi dan membersihkan muntahan anak di mobil, tapi juga belajar bagaimana menghadapi kesendirian serta mengenali diri sendiri secara lebih baik.

Dari blog ini juga saya tidak berhenti untuk belajar tentang isi konten dan interaksi dengan pembaca. Saya yang semakin bahagia karena 2019 adalah tahun terakhir jadi au pair, sangat excited membagi kebahagiaan ini untuk kalian yang selalu setia mampir ke Art och Lingua. Caranya, dengan mengadakan kompetisi "My Final Year" di blog ini!

Tidak ada syarat khusus untuk ikut, karena siapa pun boleh berpartisipasi. Baik new readers atau old ones sangat terbuka di sini.

WHAT TO DO?

Daripada hadiahnya saya undi ke banyak orang yang kadang luck-nya tidak sama, I want you to make something and think creatively instead! Caranya:

1. Layaknya writing competition, kamu harus menulis satu cerita dalam bentuk .pdf file yang isinya menjawab pertanyaan berikut:

  • Kalau bisa tinggal 1-2 tahun di luar Indonesia, negara mana yang kamu pilih? Mengapa? (Tidak harus negara yang belum pernah dikunjungi)
  • Lalu kalau kamu dan saya bisa melakukan satu aktifitas bersama di negara tersebut, kira-kira apa itu, dimana, serta mengapa?

Tulis dalam bentuk cerita ya, bukan jawaban seperti halnya esai ujian. Tak ada minimum atau batasan kata. So, speak the story out!

2. Cerita yang ditulis wajib menyertakan (minimal 1) ilustrasi, kolase, foto, ataupun desain grafis (.jpg atau .png) mengenai isi cerita tersebut. You don't have to be a designer or a photographer! Saya suka ilustrasi atau foto abstrak, mellow, pop, colorful, or whatever it is. Use your filter or editors at a high level!

Mengapa harus cerita sekalian berilustrasi, karena kamu berkompetisi memenangkan 2 paket hadiah! Apa itu?

THE PRIZE

Akan dipilih 2 pemenang untuk kategori Best Writing dan Best Illustration yang masing-masing mendapatkan one package of super lovely stuff you would definitely love! They are über cute to accompany your productive days! Designed in Scandinavia, bought in my favourite stores, and chosen carefully with passion!

1. Tumblr porcelain cup by Søstrene Grene (ini über lucu!)

2. Notes bersampul cantik by S?Strene Grene

three. Kartu fundamental bergambar by way of S?Strene Grene

4. Penghapus berwarna kyut by using S?Strene Grene

5. Reflective badges by Søstrene Grene

6. Kaos kaki by Happy Socks

7. Tas kanvas by Flying Tiger Copenhagen

eight. Cemilan asli Norwegia: Cokelat Freia dan Kvikklunsj

9. Additional surprise from me!!!! ;p

* S?Strene Grene: toko perabotan simpel nan elegan khas desain Denmark

* Flying Tiger Copenhagen: toko pernak-pernik lucu khas desain Denmark

* Happy Socks: produk asli desain Swedia yang terkenal dengan motifnya yang seru dan edgy

* Freia: perusahaan merk dagang Norwegia yang sudah ada sejak 1889

HOW TO DO?

1. Wajib follow akun Instagram @artochlingua dan Twitter @eienin .

2. Karya dikirimkan ke alamat email artolinguablog@aol.com dengan subjek "Kompetisi My Final Year". Tuliskan nama serta akun sosial media di badan email.

Three. Tulisan dan ilustrasi harap dikirim dalam record terpisah di satu e-mail (boleh pakai .Zip).

THE DEADLINE & ANNOUNCEMENT

Karya paling lambat diterima tanggal 19 Desember 2019 pukul 11.59 PM (GMT +1) dan pemenang diumumkan tanggal 29 Desember 2019 lewat blog. Hadiah akan dikirimkan ke alamat pemenang saat saya berada di Indonesia akhir tahun ini atau sekembalinya ke Norwegia.

WHY YOU SHOULD JOIN?

1. Because you love free stuff, don't you?!

2. Karena kalau kamu menang, award dan pengalaman ini bisa kamu gunakan sebagai portfolio untuk dicantumkan di resume kerja!

3. Karena kamu masih punya waktu sampai akhir tahun!

THE JURIES

1. Tentu saja saya ! (Hehe)

2. Mumu karena doi punya background di Desain Animasi dan jugahas an eye in colour compositions!

Interesting enough to join???? Saya tunggu karya kalian ya!

Tips Mengurus 'Study Permit' untuk Kuliah di Norwegia|Fashion Style

Sebagai informasi pendahuluan, saat ini saya sudah tinggal di Norwegia dan harus mengganti au pair permit yang hampir habis ke study permit. Karena sudah berada di wilayah Schengen, saya tidak perlu lagi visa seperti halnya teman-teman yang masih berada di Indonesia. Bagi yang bingung apa beda residence permit dan visa, bisa dibaca dulu di sini . Walaupun begitu, persyaratan yang diberlakukan sama saja dengan mahasiswa non-EU lain pada umumnya.

Bagi yang tinggal di Indonesia, permohonan aplikasi study permit dan visa Norwegia bisa diantarkan langsung ke VFS Jakarta. Yang tinggal di Norwegia, aplikasi diantarkan ke kantor polisi terdekat di kotamadya dimana kita tinggal.  Pemohon dapat menyerahkan aplikasinya langsung di Norwegia apabila memiliki residence permit sebagai high skilled workers atau pernah tinggal di sini selama 9 bulan terakhir. Sementara bagi yang tinggal di luar Indonesia dan Norwegia bisa menghubungi kedutaan besar Norwegia setempat.

FYI, study permit yang akan saya ajukan disini adalah permit untuk belajar di perguruan tinggi semisal universitas atau university college ya, bukan bible school atau high school. Sebelum mempersiapkan semua dokumen, berikut syarat utama untuk mengajukan study permit:

1. Membayar biaya aplikasi sebesar NOK 5300 (2019)*.

2. Sudah diterima sebagai mahasiswa full-time di institusi perguruan tinggi di Norwegia.

3. Memiliki bukti finansial sebesar NOK 121.200 (2019) yang bisa berupa dana beasiswa, pinjaman dari pemerintah Norwegia (Lånekassen), uang tabungan atas nama pribadi yang tersimpan di rekening bank Norwegia atau deposit di perguruan tinggi, atau bisa juga gabungan dari semua sumber dana yang telah disebutkan. Kalau pemohon sudah dapat job offer dari employer di Norwegia, jumlah gaji yang akan diberikan boleh ikut disertakan sebagai bukti sumber dana.

Four. Kalau harus membayar uang kuliah, kita juga diwajibkan memiliki dana tersebut di luar jumlah minimal finansial di atas.

Five. Wajib memiliki tempat tinggal di Norwegia.

6. Keadaan negara asal memungkinkan kita kembali setelah masa studi usai.

Setelah yakin bisa memenuhi semua persyaratan di atas, hal yang kita harus lakukan pertama kali adalah mengisi formulir dan membayar biaya aplikasi lewat Application portal . Mengapa harus isi dan bayar dulu, karena kita membutuhkan bukti nota pembayaran dan cover letter sebagai syarat kelengkapan dokumen.

Persyaratan kelengkapan dokumen saat mengajukan first time application:

1. Paspor dan fotokopi semua isi halaman yang berisi records diri dan stempel.

Karena tinggal di Norwegia, saya hanya perlu menunjukkan paspor ke petugas di kantor polisi dan menyerahkan fotokopiannya saja. Sementara bagi yang tinggal di luar Norwegia, harus menyerahkan dua dokumen di atas.

2. Cover letter dari Application portal yang sudah ditandatangani.

Setelah mendaftarkan diri dan membayar biaya aplikasi di Application portal, kita akan menerima 2attachments dokumen berupa nota pembayaran dan cover letter lewat email. Cover letter ini harus dicetak dan ditandatangani.

Three. Dua lembar foto terbaru ukuran paspor dengan latar belakang putih.

4. Surat pernyataan diterima (LoA) kuliah full-timedari institusi perguruan tinggi di Norwegia yang berisi nama, program studi, strata yang diambil, dan berapa lama masa belajar.

Untuk surat ini, saya harus minta salinan lagi ke bagian administrasi kampus karena LoA yang saya terima kemarin hanya berisi nama dan application studi. Mungkin karena tinggal di Norwegia, maka LoA yang dikirimkan hanya berisi notifikasi yang tidak dijelaskan secara rinci.

5. Dokumentasi keuangan bahwa kita memiliki dana sebesar NOK 121.200 atas nama pribadi.

Kita bisa melampirkan salah satu atau lebih sumber dana ini sebagai kombinasi:

- Dokumentasi bahwa kita mendapatkan beasiswa, hibah, atau pinjaman dari pemerintah Norwegia (L?Nekassen).

- Kontrak kerja paruh waktu dari employer di Norwegia yang menyatakan lama kontrak, waktu kerja per minggu/bulan, serta gaji yang akan didapat.

- Bank statement dari akun bank di Norwegia atau surat pernyataan terkait deposito yang kita serahkan ke pihak kampus. Untuk deposito ini, kita bisa pinjam dulu dari keluarga atau teman, lalu uangnya disetorkan ke rekening kampus sebagai syarat administrasi mendapatkan visa.

Baca di sini untuk tahu bagaimana saya memenuhi persyaratan ini tanpa beasiswa atau dana orang tua!

6. Dokumentasi bahwa kita sudah (terjamin) memiliki tempat tinggal di Norwegia.

Ini penting sekali karena cari tempat tinggal yang affordablebagi pelajar internasional di Norwegia itu susah! Daripada sesampainya di Norwegia bingung ingin tinggal dimana, sebaiknya persiapkan mendaftar akomodasi yang cocok dengan kantong dan preferensi. Sebagai mahasiswa internasional, kita bisa daftar dulu sebagai waiting lists di SiO (untuk Oslo dan Akerhus) atau organisasi student housing dari kampus lainnya, jauh sebelum kita diterima di kampus yang dituju. Hal ini untuk menghindari panjangnya antrian mahasiswa lain yang berminat menyewa kamar di student housing.

Kalau tidak tertarik tinggal di student housing, kita juga bisa menyertakan surat sewa-menyewa yang sudah ditanda tangani si tuan yang punya kamar, apartemen, ataupun rumah yang akan kita tinggali.

7. Dokumentasi bahwa kita bisa membayar biaya kuliah (jika diperlukan).

Meskipun kebanyakan universitas di Norwegia itu bebas uang kuliah, tapi ada beberapa kampus swasta masih membebankan uang kuliah bagi mahasiswanya. Jika diperlukan, kita tetap harus menyertakan dokumentasi bahwa kita mampu membayar uang kuliah tersebut di atas jumlah minimum tabungan yang diwajibkan.

8. Dokumentasi tambahan bagi yang menyerahkan aplikasi di luar negara asal pemohon (jika diperlukan).

Untuk kasus ini, saya harus menyerahkan bukti bahwa saya memang tinggal di Norwegia secara legal selama 9 bulan ke belakang. Dokumentasi bisa menggunakan kartu residence permit yang masih berlaku. Pun begitu bagi pemohon yang tidak tinggal di Indonesia.

Nine. Form tick list yang dicetak dan ditandatangani.

Itulah persyaratan umum bagi pemohon yang berusia di atas 18 tahun yang berniat studi di jenjang universitas. Untuk detailnya, silakan dibaca di situs UDI .

Setelah semua dokumen lengkap, selanjutnya kita langsung bisa membuat janji temu ke VFS di Jakarta atau kantor polisi di Norwegia (bagi yang berdomisili di sini).  Untuk janji temu bisa dibuat di Application Portal . Bagi yang belum pernah membuat visa atau residence permit ke Norwegia sebelumnya, harus registrasi terlebih dahulu.

Bagi yang tinggal di Indonesia, janji temu menyerahkan aplikasi ke VFS langsung dibuat lewat situs VFS. Untuk mahasiswa internasional, biasanya akan ada "Police Day" saat awal-awal masuk kuliah untuk mengurus residence permit setibanya di Norwegia. Cara ini lebih mudah ketimbang harus booking slot sendiri di kantor polisi lewat Application Portal.

Waktu tunggu keputusan dari UDI bervariasi tergantung case to case. Silakan lihat di sini untuk tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan menunggu keputusan dari imigrasi Norwegia. Meskipun perkuliahan sudah dimulai pertengahan Agustus dan kebanyakan mahasiswa asing memasukkan aplikasi saat libur musim panas, pihak UDI tetap berusaha memberikan keputusan sebelum studi dimulai. Normalnya, waktu tunggu untuk study permit sekitar 8 mingguan.

Anyway, bagi yang sedang bersiap-siap studi atau pindah ke Norwegia, jangan lupa baca postingan saya tentang biaya hidup di negara mahal ini agar mempersiapkan semuanya semaksimal mungkin  dan tidak sering syok! Lykke til!

*per 1 Januari 2020, biaya aplikasi untuk pengajuan study permit berubah menjadi NOK 4900

Monday, May 11, 2020

Tips Apply 'Study Permit' Tanpa Uang Jaminan Penuh|Fashion Style

Bagi yang belum tahu, saya sekarang sedang melanjutkan kuliah Master di Norwegia dengan biaya sendiri. Tidak seperti teman-teman pelajar lain yang mungkin baru akan mengajukan visa dan study permit Norwegia dari Indonesia, saya sudah duluan tinggal disini sebagai au pair dan minggu lalu mengajukan aplikasi untuk studi lewat kantor polisi di Oslo.

Tapi meskipun sudah tinggal disini, tapi syarat yang berlaku saat mengajukan study permit sama saja seperti mahasiswa internasional lainnya. Salah satu syarat kelengkapan dokumen yang paling berat bagi saya adalah menyertakan bukti finansial minimal sebesar NOK 121.200 (2019) ke UDI, pihak imigrasi Norwegia. Kalau dikonversi, besarnya sekitar Rp200 juta atau €12.120

Uang tersebut wajib ada di rekening bank Norwegia atas nama sendiri atau mesti didepositkan ke rekening kampus. Bagi yang tanya fungsi uang ini untuk apa, gunanya untuk menutupi biaya hidup kita selama 1 tahun di sini. Meskipun bebas uang kuliah, tapi biaya hidup di Norwegia sangat tinggi untuk ukuran orang Indonesia. Makanya pemerintah Norwegia tidak ingin mahasiswa asing terlunta-lunta di negara mereka hanya karena tidak memiliki cukup uang selama studi di sini. Make sense?

Tapi pihak imigrasi Norwegia memperbolehkan mahasiswa asing tidak harus menunjukkan semua uang tersebut asal;

1. Menjadi penerima dana hibah/beasiswa dari organisasi/pemerintah resmi.

2. Mendapatkan bantuan dana pinjaman dari pemerintah Norwegia (L?Nekassen).

3. Mendapat tawaran kerja dari employer di Norwegia.

Beruntunglah bagi mahasiswa asing yang tidak harus pusing-pusing memikirkan syarat tersebut jika menerima bantuan beasiswa full. Pun juga dengan para mahasiswa asing yang memenuhi syarat menerima Lånekassen dari pemerintah lokal. Bicara sedikit soal Lånekassen, jadi dana ini sebetulnya adalah dana pinjaman dan hibah yang diberikan pemerintah Norwegia kepada pelajar asing dengan syarat-syarat tertentu yang nominalnya tergantung program studi yang diambil. Jumlah dana yang diberikan biasanya sekitar NOK 11.000 per bulan bagi yang tinggal sendiri.

Sebetulnya Lånekassen hanyalah hak bagi pelajar berwarga negara Norwegia saja. Namun ada syarat tertentu yang memungkinkan mahasiswa asing juga berhak atas dana tersebut. Bagi yang menikah dengan Warga Negara Norwegia atau ikut keluarga/suami ke Norwegia, sangat memungkinkan daftar Lånekassen. Syarat lainnya juga berlaku bagi pelajar asing yang pernah sekolah selama 3 tahun di Norwegia atau pernah bekerja selama 24 bulan penuh dan membayar pajak. Keterangan lengkapnya bisa dibaca di sini . Karena sifatnya juga berupa pinjaman, pelajar yang menerima bantuan ini WAJIB mengembalikan dana pinjaman tersebut ketika masa studi mereka berakhir. Kalau semua mata pelajaran/kuliah lulus, pelajar hanya mengembalikan 30% dari total pinjaman yang mereka dapatkan. Namun kalau gagal, mereka harus mengembalikan 100% dana tersebut.

Sayangnya, saya tak memenuhi semua persyaratan. Saya memang sudah tinggal hampir 24 bulan di Norwegia, tapi status saya bukanlah full-time employee tapi au pair. Di Norwegia, meskipun au pair membayar pajak dan dapat uang saku tiap bulan, tapi program ini tetaplah tidak dianggap sebagai pekerjaan penuh waktu.

Karena sudah berniat lanjut S-2 di Norwegia, mau tidak mau saya harus mengumpulkan sendiri uang sebesar NOK 121.200 tersebut. Pertanyaannya, apakah saya punya uang sebesar itu?

Tentu saja, TIDAK! Bahkan dengan jadi au pair 5 tahun di Eropa, mustahil mengumpulkan dana sebesar itu tanpa embel-embel kerja sampingan lainnya . Apalagi rencana saya lanjut kuliah di Norwegia baru terpikir Agustus 2018 lalu. Dalam waktu satu tahun tentunya uang tabungan saya tidak akan beranak sebanyak itu. Apalagi saya juga tak tertarik cari uang tambahan di luar waktu kerja au pair karena terlalu muak bersih-bersih rumah dan jaga anak orang.

APA YANG SAYA LAKUKAN?

1. Menyertakan bank statement buku tabungan

Sejujurnya, dalam waktu 2 tahun jadi au pair di Norwegia, uang yang bisa saya kumpulkan jumlahnya tak sampai NOK 40.000. Untungnya, pihak imigrasi Norwegia tak mempermasalahkan nominal rekening ini asal saya memiliki sumber dana lainnya; contohnya gaji yang akan diberikan employer di Norwegia lewat job offer. Jadi kalau jumlah tabungan saya ditambah gaji dari job offer nominalnya NOK 121.200 per tahun, maka hal ini diperbolehkan. Atau kalau pun total gaji kita selama 1 tahun jumlahnya menutupi semua biaya tersebut, kita malah tidak perlu melampirkan bank statement lagi.

2. Melampirkan surat kontrak kerja au pair

Meskipun pelajar asing bisa bekerja selama 20 jam per minggu, tapi sebelum jadi pelajar, status saya adalah au pair di Norwegia. Saat mengajukan aplikasi study permit ini pun, kontrak saya masih berlaku dengan host family. Karena uang saku au pair ini bisa dijadikan salah satu sumber dana, maka saya lampirkan saja surat keterangan dari host family yang menyatakan sisa masa kontrak kerja serta total pendapatan yang saya miliki sampai kontrak tersebut berakhir. Jumlahnya lumayan, lebih dari NOK 20.000!

3. Mendapatkan job offer

Karena kontrak au pair saya berakhir Desember 2019, sementara harus apply study permit akhir September, saya kesulitan mencari pekerjaan yang baru available Januari 2020. Saya tentu saja tidak bisa cari pekerjaan lain karena au pair ini saja jam kerjanya sudah 20 jam per minggu.

Setelah mengobrol dan tanya ke beberapa orang teman, akhirnya ada bapak seorang teman yang mau mengontrak saya sebagai cleaning lady mingguan per Januari 2020. Dalam satu minggu, saya kerja 4-5 jam dan dibayar 180 kr/jam.

Sebetulnya si bapak ini tidak yakin akan mempekerjakan saya sampai 12 bulan. Tapi karena saya butuh job offer sebagai syarat administrasi, akhirnya si bapak mau membuatkan kontrak kerja sampai 1 tahun. Lumayan, sumber dana yang bisa saya dapat dalam satu tahun lebih dari NOK 30.000.

Ngomong-ngomong, job offer ini sifatnya tidak mengikat. Jadi kalau pun nantinya saya mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, tentu saja saya bisa membatalkan pekerjaan yang sudah ditawarkan ini. Cara minta tolong orang menawari pekerjaan ini pun harus hati-hati, karena seorang kenalan Indonesia di Norwegia sempat menuduh saya otak kriminal. Padahal maksud saya ingin ditawari pekerjaan sampingan, tapi orang ini salah paham lalu menyangka saya akan memalsukan dokumen. Katanya suaminya ikut marah besar saat saya menanyakan hal tersebut.

4. Pinjam teman

Dari total 3 sumber dana di atas, saya masih kekurangan biaya sedikit lagi. Banyak yang menyarankan agar saya pinjam ke host family dulu, tapi saya enggan. Pertama, karena mereka akan pindah ke Swiss . Kedua, saya tidak ingin menjelaskan panjang lebar soal masalah finansial ini hingga menimbulkan kesan skeptikal kalau uang mereka harus dikubur dalam rekening saya dalam waktu tertentu.

Satu-satunya cara terakhir adalah pinjam uang dulu ke teman. Tapi karena uang adalah hal sensitif, di-PHP itu sudah biasa dan kita harus lapang dada. Tidak semua teman yang sebenarnya sangat niat membantu punya kondisi finansial yang baik. Kadang dorongan semangat dan doa dari mereka juga sama berharganya untuk menaikkan mood kita yang sedang down.Di sisi lain, tidak semua teman dekat juga mengerti masalah kita dan jangan buang-buang waktu begging sampai merepotkan banyak orang. Buktinya, satu teman saya di Denmark sempat ingin meminta surat keterangan peminjaman bernilai hukum (pakai materai), paspor, serta SIM saya, karena takut uangnya dilarikan ke Indonesia. No words!

Tapi punya banyak teman di saat finansial lagi jeblok seperti ini memang bisa mengubah keadaan. Dari cerita sana-sini, tak hanya bantuan semangat yang saya dapatkan, tapi juga uang!Teman saya di Indonesia dan teman sekelas di kampus sampai berniat meminjamkan uangnya ke saya tanpa perlu penjelasan panjang lebar. Tak hanya mereka, di Norwegia ini juga saya mendapatkan bantuan pundi-pundi dari teman lain yang sangat membantu menggendutkan rekening. Being social is helpful somehow! Jujur saja, uang tabungan yang saya butuhkan juga di-make up paling banyak dari bantuan teman ini. Yang jelas, cara pinjam-meminjam uang teman seperti ini sebetulnya sangat lumrah terjadi di kalangan mahasiswa internasional, kok.

Saran dari saya, kalau memang berniat pinjam uang ke teman, carilah teman yang betul-betul mengerti keadaan kita. Kalau tahu finansialnya juga sedang susah, jangan paksa atau pinjamlah dengan skala kecil saja. Every penny helps! Satu lagi, tak semua yang kita butuhkan itu uang. Bagi saya, dukungan serta doa yang orang lain haturkan juga merupakan rezeki bagi relung hati.

Begitulah cara saya menutupi besarnya bukti finansial yang harus disertakan sebagai kelengkapan dokumen. It's NOT easy to save money , apalagi jumlahnya sebesar itu. Saya tidak tahu apakah cara tersebut membuat pihak imigrasi yakin 100% memberikan saya study permit, karena ini adalah kali pertama saya mengajukan permit tanpa garansi apa-apa dari seseorang. I'll tell you later, for sure!

Tips Cara Mencantumkan Pengalaman Au Pair di Resume Kerja|Fashion Style

Tahun ini adalah tahun paling produktif untuk saya karena banyaknya langkah dan perubahan yang terjadi sampai penghujung 2019. Saya yang dari dulu sadar bahwa au pair bukanlah kesempatan abadi sebagai pengganti karir, tentu saja selalu mencari peluang baru yang lebih baik. Dari coba-coba ikut tes pramugari Emirates hingga mendaftar kuliah lagi .

I did write and update my CV a looot this year! Tidak hanya untuk mendaftar kerja dan kuliah, tapi resume kerja adalah cermin bagi saya untuk mengukur diri, how far I have stepped by now. Lima tahun jadi au pair bukanlah waktu yang sebentar. Saat teman-teman saya di Indonesia sudah menapaki karir yang stabil, saya di sini masih saja berkutat dengan popok bayi dan vacuum cleaner setiap hari. Di satu sisi, saya bersyukur bisa mendapatkan pengalaman priceless yang belum tentu semua teman saya dapatkan. Tapi di sisi lain, saya bingung, apa hal yang bisa dijual ke employer selama 5 tahun ini?! Dibandingkan dengan rata-rata orang-orang Eropa, I have no enough education and skills!

Setelah 2 tahunan ini mencoba selalu memperbarui CV, saya sadar sebetulnya pengalaman jadi au pair itu cukup menjual, lho! Bagi kalian yang sekarang jadi/akan jadi au pair, jangan malu mencantumkan pengalaman ini di resume kerja. Tapi, jangan juga sampai salah langkah karena bisa jadi poin minus bagi employer!

1. Mention these skills

Saat ikut tes pramugari Emirates beberapa waktu lalu, saya menelusuri kata-kata kunci yang mungkin bisa cocok dengan segala pengalaman saya selama ini. Sebagai pramugari yang selalu berurusan dengan penumpang berbeda background, tentu saja perusahaan penerbanganan internasional membutuhkan seseorang yang service-minded, bisa menguasai bahasa asing, mudah beradaptasi, serta mampu mengendalikan homesickness dan kesendirian.

Dilihat dari pengalaman kita sebagai au pair, ada banyak soft skills yang sebetulnya dicari perusahaan. Contohnya;

  • Kemampuan berkomunikasi; tidak hanya pencapaian kita menguasai bahasa asing, tapi juga kemampuan mendengar, merasakan, mengobservasi, serta mengutarakan pendapat terhadap lingkungan yang sama sekali berbeda dari tempat asal kita.
  • Cultural awareness; membuat kita tidak serta merta menutup diri dari lingkungan baru, tapi juga berusaha menghargai dan menerima perbedaan di luar ranah nyaman selama ini.
  • Adaptability; bukan hanya terhadap makanan, budaya, tradisi, cuaca yang berbeda, namun pengalaman dan tantangan baru di negara asing menjadikan diri kita lebih berkembang, along with resilience.
  • Self-awareness; melatih diri kita untuk melihat dunia dari perspektif yang lebih luas tanpa bias dengan apa yang sudah kita yakini.
  • Self-reliance; karena semuanya tidak akan berjalan dengan rencana, dari host kids yang bandel sampai host parents yang pelit. Namun karena yakin bisa menghadapi semuanya, akhirnya ada rasa kepercayaan diri yang tertanam untuk mendorong diri untuk terus berkembang meskipun sempat melakukan kesalahan.

Sebagai pendahuluan, kita juga bisa menuliskan "A young professional with 3 years experience of being a kindergarten teacher and having international experience of cultural exchange in Finland."

2. Au pair is NOT a job!

Meskipun harus dapat working permit dulu, bayar pajak, serta diperlakukan layaknya pekerja, namun jangan pernah tuliskan pengalaman au pair di bagian "professional working experience". Mengapa, karena sejatinya au pair itu memang bukan pekerjaan, namun hanya program pertukaran budaya.

Awalnya saya sempat menuliskan au pair sebagai pengalaman profesional, namun semakin kesini, saya merasa hal tersebut justru tidak tepat. Host family memanglah employer yang punya kewajiban memberi kita uang saku, namun bukan real employer yang HRD perusahaan ingin tahu.

Dari pembelajaran ini saya akhirnya menaruh posisi au pair di bagian "additional experience" di bawah "pengalaman kerja". Tidak perlu tulis nama host family, cukup jelaskan 1 kalimat saja apa itu au pair, dimana, kapan. Contohnya, "Au pair - a cultural exchange programme in the Netherlands where I lived with a host family to learn their culture and Dutch for a year."

3. Employers don't want to know what you have done

Meneruskan poin ke-2, mengapa saya taruh pengalaman au pair sebagai "additional experience", karena sejatinya part-time domestic job tidak terlalu menjual ke perusahaan. Mereka tidak perlu tahu berapa banyak popok yang kita ganti seharian, berapa sering kita mencuci baju keluarga angkat dalam seminggu, ataupun seberapa pandai kita masak makan malam untuk satu keluarga.

No, they don't want to know those things!

Seorang teman saya sempat mencantumkan au pair ini di bagian "professional experience" saat mencari kerja di Indonesia. Awalnya memang lancar karena si teman sudah sampai tahap interview. Sayangnya, di bagian inilah teman saya ditanya-tanya soal pengalamannya au pair yang sebetulnya tak sampai 1 tahun itu.

"Oh jadi sekolah tinggi-tinggi, lalu selama setahun ke belakang cuma jadi pembantu ya di negara orang?" kata si pewawancara. Tajam.

"Bukan, Bu. Itu sebetulnya juga sekalian pertukaran budaya."

"Ya, tetap saja. Intinya kan tinggal di rumah orang, lalu bantu bersih-bersih."

Make sense! Tapi mungkin wording teman saya di resume kerjanya tidak tepat sehingga menimbulkan pernyataan demikian dari si pewawancara. Tidak semua orang di dunia ini tahu apa itu au pair. Ketimbang menjelaskan rentetan pekerjaan, sebaiknya tuliskan saja pencapaian kita selama jadi au pair. Contoh, "A culture exchanging in Norway where I am learning Norwegian in intermediate level and facing the diversity by living with a native host family."

Kalau kamu berniat jadi guru di TK internasional, bolehlah sekalian mencantumkan sedikit deskripsi seperti; "worked with children from age 0-8 years to assist their daily routines" atau "taught French kids English and Indonesian as an exchange of French culture in daily life".

4. Sell the experience, not the job desc

Saat menulis cover letter untuk syarat mendaftar kuliah S-2 di Universitas Oslo, saya dibuat pusing juga dengan pencapaian saya selama ini. Okelah, cover letter-nya memang berbau akademis yang mana saya juga bisa bercerita tentang pengalaman kerja dan ekstrakurikuler saat kuliah dulu. Tapi bukankah akan jadi tanda tanya juga "mengapa bisa jadi au pair sampai 5 tahun??!!". Tak ada pengalaman profesional setelah itu. Stuck jadi au pair!

Tapi meskipun pusing juga ingin menulis apa, untungnya saya cukup aktif dan oportunis selama tinggal di Eropa ini. Tidak hanya datang ke sekolah bahasa, tapi saya juga coba belajar menggambar dari kelas seni di Ghent, ikut kelas desain di Kopenhagen , sampai tak pernah absen ikut kegiatan volunteering dalam satu tahun. I know being an au pair alone is not getting me to the peak!

Saya sarankan juga bagi kalian untuk tidak hanya jadi "au pair biasa". Terus kembangkan diri , temukan passion dan belajarlah hal baru setiap waktu selama kita masih tinggal di negara orang ini. Datangi konferensi dan seminar, ikutlah volunteering untuk belajar teamwork dan branding management, serta cobalah belajar bahasa dengan serius. Banyak sekali kesempatan yang tak akan saya temui jika tinggal di Palembang, makanya kapan lagi ikut banyak kegiatan dengan world-class setting seperti ini. Hasilnya, sungguh worth-it! Bukan soal au pair yang saya tuliskan di cover letter, tapi pengalaman selama mengikuti kegiatan sukarelawan yang banyak sekali korelasinya dengan dunia kerja.

Kalau kamu ada kesempatan ikut kursus programming atau sempat punya projek kecil-kecilan dengan teman-teman lain, don't hesitate untuk juga mencantumkannya di resume kerja. Cara paling sederhana lainnya menurut saya adalah dengan ikut lomba dan kompetisi yang sesuai dengan bakat. Tahukah kamu kalau banyaknya prestasi yang kita raih juga bisa jadi professional portfolio ke depannya? Suka menulis, ikutlah kompetisi menulis. Suka membuat video, ikutlah kompetisi film pendek! And so on..

Trust me, it is definitely worth-it!

(Coba juga ikutan kompetisi menulis & ilustrasi "My Final Year" 2019 ini, siapa tahu kamu menang paket hadiah dari Skandinavia plus award-nya bisa jadi portfolio kerja!)

5. Tie the competence

Tidak semua mantan au pair bangga dengan titel "au pair" ini. Atau bisa jadi juga, simpelnya karena malu jadi au pair. Tidak semua mantan au pair juga ingin mencantumkan pengalaman au pairnya di resume kerja mengingat mungkin adanya ekspektasi berlebih dariemployer di Indonesia.

Seorang teman saya yang lain menolak untuk menuliskan pengalamannya ini di CV kerja. Alasannya karena takut para HRD perusahaan memandangnya overqualified hanya gara-gara pernah tinggal di luar negeri. Takut juga kalau si teman saya ini ingin minta gaji tinggi hanya karena sudah punya pengalaman internasional.

Well, that's totally up to you! Saya juga merasa bahwa tidak semua pekerjaan punya keterikatan dengan au pair ini. Banyak perusahaan yang tak peduli dengan pengalaman internasional. Banyak juga dari mereka yang lebih mengutamakan pengalaman profesional ketimbang deretan pengalaman lain yang tak ada kualifikasinya sama sekali dengan pekerjaan yang kita tuju.

Saya, karena sudah 5 tahun ini jadi au pair, mau tidak mau harus mencantumkan juga apa yang saya lakukan selepas lulus kuliah. On that's why, saya butuh ilmu dan skill tambahan setelah jadi au pair. Karena pengalaman jadi au pair sendirian bisa useless jika tidak didampingi pengalaman profesional dan kemampuan lainnya.

6. Host family could be our referee

Tahu kah kalian bahwa host family yang juga statusnya sebagai employer, bisa kita mintai surat rekomendasi sekiranya diperlukan dalam penulisan resume? Tak harus saat melamar pekerjaan, di beberapa kesempatan seperti contohnya melamar beasiswa ataupun cari kontrakan, kadang kita juga harus melampirkan surat rekomendasi dari seseorang yang kenal kita dengan cukup baik.

Happy writing and keep updating your CV!

Tips Autumn Vibes di Norwegia|Fashion Style

Selepas kontrak dengan host family di Denmark , saya pikir 2017 adalah tahun terakhir merasakan musim gugur di Eropa. Namun ternyata saya salah, masih ada 4 tahun berikutnya lagi menikmati musim paling berwarna sepanjang tahun ini, karena saya memutuskan jadi au pair lagi dan lanjut kuliah di Norwegia . FYI, musim gugur adalah musim terfavorit saya dan ada beberapa alasan yang kamu juga harus menyukainya !

Beberapa tahun terakhir ini musim panas di Eropa sedang tidak bersahabat alias abnormal. Norwegia contohnya, dari yang biasanya stabil di angka 25 derajat paling tinggi, bisa tembus hingga  28-31 derajat sampai satu minggu penuh. Di bagian Barat Eropa lebih sadis, berminggu-minggu di angka 33-40 derajat! Orang tua profesor saya yang asli orang Italia sampai hijrah dulu ke Norwegia istirahat dari panasnya musim panas di Barat.

Musim gugur bisa jadi dirindukan karena transisi dari panasnya musim panas sebelum berperang melawan salju di akhir tahun.But hey, it's autumn again in Norway!

Tidak seperti tahun lalu saat daun-daun sudah mulai berguguran di awal Oktober, tahun ini sepertinya sedikit lambat di Norwegia. Tipikal musim gugur, hujan biasanya terus turun sepanjang hari membuat temperatur lembab dan lebih dingin. Meskipun begitu, pergantian warna dedaunan yang apik di sepanjang hutan membuat Norwegia menjadi salah satu negara yang tepat menikmati musim gugur di Eropa.

Musim gugur di sini juga mengawali semester baru bagi anak sekolahan, musim berburu burung liar dan mengumpulkan jamur-jamur di hutan, serta saatnya mengeluarkan pakaian hangat lagi! Apel di pepohonan juga sudah mulai memerah dan waktunya membuatapple cake.

Berbeda dengan Denmark yang identik dengan sup labu, di Norwegia lebih identik dengan sup jamur. Anak-anak kecil maupun orang dewasa biasanya pergi ke hutan untuk 'memanen' jamur liar, Kantereller, yang berwarna kekuningan. Padahal jamur ini juga tersebar di Denmark, tapi mungkin karena tak banyak hutan di Denmark, makanya berburu Kantereller lebih sering dilakukan oleh orang Norwegia.

Meskipun jamur liar ini tersebar dimana-mana, tetap disarankan untuk riset lebih dahulu jenis jamurnya seperti apa atau pergi bersama orang lokal untuk memberi tahu mana jamur yang tepat. Banyak sekali jenis jamur beracun di hutan yang kalau sampai termakan akibatnya bisa sangat deadly. Di awal musim gugur tahun ini, sudah ada 5 orang masuk rumah sakit karena mengkonsumsi jamur beracun.

FYI, Kantereller ini harganya juga mahal kalau sudah dijual di supermarket. Jadi kalau ada kesempatan 'memanen' langsung dari hutan, silakan ambil sebanyak-banyaknya. Orang-orang Norwegia biasanya mengeringkannya terlebih dahulu sebelum diolah menjadi sup jamur. Beberapa orang juga membuat mushroom sauce sebagai teman makan steak.

Seperti tahun sebelumnya, tahun ini saya berkesempatan lagi ikut host family berburu ke gunung. Sebetulnya saya tidak ikut memegang senapan, tapi lebih ke post-hunting. Sedihnya lagi, perburuan kali ini bisa jadi momen terakhir saya di Hemsedal karena host family akan pindah ke Swiss . Tak semua orang Norwegia jago hunting, lho, karena berburu pun harus punya izin memiliki senapan.

Walaupun sedikit sedih, tapi akhirnya saya bisa mencicipi blueberry liar langsung dari hutan! Dibandingkan blueberry yang dijual di supermarket, blueberry liar ini bentuknya lebih kecil. Organik, karena langsung dipetik dari alam. Karena warnanya juga lebih pekat, kebanyakan makan blueberry bisa membuat lidah jadi biru. Sama seperti Kantareller, kalau berkesempatan menemukan blueberry di hutan, jangan lupa petik yang banyak dan bawa pulang. Lumayan, bisa dijadikan selai atau teman makan oatmeal.

Di Oslo sendiri, kita bisa jalan-jalan ke hutan di daerah Holmenkollen atau menikmati dedaunan yang mulai menguning di sepanjang jalan. Bagi yang tertarik menjadikan musim gugur di Oslo jadi objek foto, saya sarankan datang ke Frognerparken untuk 'bermain' dengan tumpukan dedaunan kering, National Library kalau tertarik melihat dedaunan merah yang menjalar di sepanjang bangunan, Oslomarka kalau ingin mencicipi blueberry liar di hutan, ataupun berjalan santai di Damstredet menikmati rumah-rumah antik khas Norwegia ala abad ke-19.

Datang ke Eropa saat musim gugur dan berniat memberi oleh-oleh ke kerabat di Indonesia tanpa perlu merogoh kocek? Ambilah dedaunan yang mulai berguguran tapi batangnya masih segar dan warnanya masih cerah. Lalu simpan di dalam lembaran buku untuk mempertahankan bentuk aslinya. Jika disimpan 2-3 minggu berikutnya tanpa terkena sinar matahari, warna dan bentuk asli daun akan tetap terlihat cantik. Kalau mau, kita juga bisa menuliskan nama kota serta tahun musim tersebut di atas daun, lalu menuliskan pesan kecil bagi teman atau keluarga sebagai hadiah. Isn't it more personal and authentic? Dedaunan ini juga bisa dipajang atau dijadikan pembatas buku, lho!

Autumn in Europe is definitely amazing! Setiap tempat di Eropa tentu saja punya pemandangan unik tersendiri yang bisa dinikmati sepanjang musim gugur. Tapi karena musim ini memang sangat identik dengan dedaunan yang berwarna-warni, area yang banyak hutan dan pepohonan mapelnya masih menjadi tempat terbaik menikmati musim gugur, Norwegia salah satunya.

Musim gugur juga erat kaitannya dengan kenyamanan dan perasaan mellow. Cokelat hangat, selimut lembut, sweater wol, serta mild temperature yang membuat kita malas keluar rumah. Satu lagi, Oktober juga sangat identik dengan Oktoberfest atau pesta bir serta Halloween! Just be ready to get hammered and 'trick or treat?'!

Sunday, May 10, 2020

Tips Rasanya Jadi Mahasiswa Lagi|Fashion Style

Tapi, apakah jadi mahasiswa lagi memang seberuntung itu? Makanya kali ini saya akan cerita pengalaman rasanya bisa kuliah lagi di Norwegia setelah 5 tahun jadi au pair. Perlu dicatat juga bahwa pengalaman ini murni personal dan tidak sama bagi setiap orang. Karena sedang kuliah Master program studi Entrepreneurship di Universitas Oslo (UiO), maka isi konten tidak berlaku bagi semua jurusan dan kampus yang ada di Norwegia.

So, bagaimana rasanya jadi mahasiswa lagi?

1. Trust me, it's hard!

Bayangkan, sehabis lulus kuliah S-1 saya langsung hijrah ke Eropa jadi au pair sampai five tahun lamanya. Tak ada pengalaman profesional lainnya, karena kehidupan saya sixty five% hanya jaga anak dan bersih-bersih rumah, lalu sisanya jalan-jalan, belajar bahasa asing, dan buang-buang uang di kafe. Tak pernah menyangka juga akan selama itu karena tadinya hanya berharap maksimal 2-3 tahun saja jadi au pair di Eropa.

Lalu setelah 5 tahun bosan dengan rutinitas kaku seperti ini, saya akhirnya mencoba mendaftarkan diri ke kampus di Norwegia dengan harapan siapa tahu bisa lanjut kuliah . Now I am living my dream! Diterima di Universitas Oslo , lalu meneruskan hidup di Norwegia selama 2 tahun ke depan menjadi mahasiswa S-2. Bahagia memang, namun faktanya, tantangan baru dimulai di hidup saya. Dari yang tadinya banyak waktu luang dan sering leha-leha di kamar, lalu bertransisi jadi mahasiswa yang datang ke kampus setiap hari itu, ternyata bukan perkara yang mudah.

Apalagi program studi yang saya pilih ini , Entrepreneurship, tidak ada hubungannya sama sekali dengan passion dan pengalaman  kerja atau pendidikan saya dulu. Otak saya seperti diajak berpikir dua kali lebih cepat untuk menyerap informasi dari penjelasan profesor di kelas. Lalu di sinilah saya mengerti mengapa sertifikat bahasa Inggris di level minimalupper-intermediate itu sangat diperlukan jika ingin kuliah di luar negeri. Ada yang namanya scanning teks, listening untuk menyerap dan mengerti pesan yang disampaikan, presentasi dan juga paraphrase kalimat yang sering kali dibutuhkan saat ujian tertulis.

Kalau ingin berkaca dari pengalaman kerja dan kuliah terdahulu, saya selalu merasa bahwa tahun pertama itu akan menjadi tahun terberat. Mulai dari adaptasi yang tak mudah, mengenal sistem kampus yang tak sama dengan kampus di Indonesia, hingga kadang ingin menyerah saja karena mungkin salah tujuan. Saran dari saya, kalau memang kamu sudah ada niat dan proyeksi melanjutkan sekolah di luar negeri setelah selesai au pair , jangan ditunda terlalu lama. Setahun dua tahun selesai, lanjut saja jika memang tak ada masalah lagi dari sisi waktu dan finansial.

2. Lebih produktif

Mungkin lebih tepatnya, less bored. Jadwal kuliah saya semester ini sebetulnya lebih mirip datang ke sekolah bahasa karena durasinya tidak lama, tapi nyaris setiap hari! Mulai dari jam 9.15 pagi sampai 12 siang, kecuali satu mata kuliah tambahan selesai sampai jam 4 sore. Sehabis kuliah di kelas, saya kadang harus stay dulu di kampus sekitar 2-3 jaman untuk mengerjakan tugas kelompok yang setiap minggu selalu menunggu deadline. Pulangnya, harus kembali kerja jadi au pair seperti biasa sampai host kids tertidur. Lalu, tetap harus kembali ke laptop demi menyelesaikan tugas kelompok ataupun belajar bahasa Norwegia otodidak lewat internet.

Untuk program studi saya ini, syarat lulus mata kuliah harus memenuhi absensi 80%. Yang artinya, satu mata kuliah hanya bisa bolos 2-3 kali saja. Kalau memang sakit, harus menyertakan surat pengantar dari dokter untuk dilaporkan ke pihak administrasi. Karena mata kuliahnya juga saling berkaitan, bolos satu mata kuliah bisa berakibat pada komitmen group work. Anggota lainnya harus mengerjakan tugas tambahan yang tak dimengerti satu orang yang absen tersebut.Stressed-detected, karena saya pikir kuliah Master itu banyak longgarnya dan sebebasnya datang-absen ke kelas!

Yang pasti, jadi mahasiswa lagi itu penuh tantangan karena tugas dan kewajibannya lebih banyak! Kuliah S-2 saya ini juga tak terlalu banyak teori karena memang kuliahnya sangat hands-on. Tugas per tugas langsung diarahkan untuk menganalisasi pasar bisnis lokal yang sering dilakukan investor atau para konsultan di dunia nyata. Tapi karena kasus bisnisnya lebih berfokus ke pasar Norwegia, mempunyai kemampuan bahasa Norwegia di level dasar akan menjadi poin plus.

Three. Pindah jurusan?

Kelas saya hanya berisi 14 orang yang 70% mahasiswanya berasal dari Asia. Dilihat dari latar belakang mereka, teman-teman sekelas saya ini kebanyakan sudah pernah S-2 sebelumnya di Norwegia, punya pengalaman kerja profesional bertahun-tahun, hingga ada yang sedang menyelesaikan post-doctoral di kampus yang sama. Artinya, mereka adalah orang-orang yang memang highly educated dengan latar belakang ilmu sains.

Belajar dikelilingi oleh orang-orang berpendidikan tinggi dengan setting luar negeri seperti ini, tentu saja menumbuhkan motivasi saya. Apalagi dari mereka juga saya banyak mendapatkan insights bagaimana berkuliah di Norwegia dan memenangkan job market di sini. Tapi lagi-lagi, tahun pertama itu adalah tahun paling berat yang selalu saya alami, baik di pekerjaan atau pendidikan. Saya selalu memikirkan proyeksi karir ke depannya akan seperti apa. Yakinkah akan belajar program studi ini sampai akhir, mengingat di awal-awal semester juga saya banyak lost-nya. Belum lagi job market di Norwegia ini sepertinya lebih terbuka lebar bagi para tech savvy.

Saat tugas kelompok pun, saya lebih tertarik mengerjakan slides untuk presentasi dan membuat prototype Business Model. Mengapa, karena bisa bermain dengan warna, desain, dan bentuk. Teman-teman sekelompok juga mengamini bahwa saya sepertinya salah masuk jurusan, karena lebih punya kemampuan sebagai desainer grafis. Saya memang harusnya lebih banyak belajar soal Finance atau Business Evaluation, tapi karena bidang ini sangat baru, cara saya belajar pun sedikit lambat. Belakangan, sempat juga terpikir untuk mencoba daftar kuliah lagi tahun depan di bidang desain. Tapi entahlah, belajar ilmu baru seperti Entrepreneurship ini juga menarik untuk didalami sebetulnya. Let’s see, because I can’t pressure myself in the future.

Four. Hidup penuh diskon

Inilah the real perk of being a student di Eropa; dapat diskon dimana-mana! Apalagi hidup di Norwegia yang mahal ini, punya student card yang sakti bisa mengurangi ongkos di banyak hal. Contoh yang paling utama tentu saja soal diskon tiket transportasi sampai 40% dan harga makanan di kantin yang lebih murah dari harga restoran di luar. Kantin-kantin kampus ini juga memberikan diskon setengah harga saat pembelian 1 jam sebelum closing, serta gratis sepiring makanan di pembelian ke-10.

Namun meskipun menurut saya cukup murah untuk ukuran pelajar, tapi banyak orang tetap menganggap harga makanan di kantin pelajar mahal. Untuk sekilo porsi menu buffet dipatok NOK 149. Saya biasanya tidak makan sampai 1 kilo, seperempat atau setengahnya saja. Cara lainnya kalau tidak ingin keluar uang demi makan siang, bisa bawa bekal sendiri dari rumah. Tapi karena saya cukup sibuk di pagi hari, beli makanan di kantin tetap jadi opsi paling tidak seminggu sekali.

Diskon lainnya tentu saja adalah tiket masuk festival ataupun museum. Saya sebetulnya sangat suka memasukkan jadwal ke museum sebagai salah satu alternatif mengisi akhir pekan. Namun tinggal di Oslo dua tahun ke belakang membuat saya menahan diri masuk museum karena tiket masuknya mahal. Sekarang, karena punya student card, saya tidak perlu membayar harga penuh. Jadi untuk masalah diskon ini, saya menganggap status pelajar memang lebih beruntung ketimbang au pair. Tapi kadang beberapa event atau sistem transportasi masih menambahkan syarat lain, contohnya 'pelajar dengan usia di bawah 30 tahun'.

Selain diskon makan dan transportasi, mahasiswa di Norwegia juga punya akses kuliah bahasa Norwegia intensif gratis yang diselenggarakan dari kampus. Mahasiswa asing yang terdaftar di universitas Norwegia bisa memasukkan Bahasa Norwegia sebagai mata kuliah tambahan setiap semester. Belajarnya memang bisa menguras waktu, tapi karena free of charge, kesempatan ini harusnya tak boleh disia-siakan. Di luar, kursus bahasa Norwegia intensif harganya sangat mahal, sekitar NOK 12.000.

Selain itu, tiap kampus juga menyediakan program Microsoft Office gratis yang bisa diunduh lewat akun pelajar kita. Jadi kalau baru beli laptop dan belum punya Office, unduh saja gratis lewat akun kampus ketimbang repot-repot membajak. Karena ada juga iuran fotokopi di awal semester, kita bisa mengkopi dan scanning dokumen dari mesin-mesin di tiap departemen secara gratis. Tapi kalo printing lain lagi, tetap berbayar dengan harga 8 øre per lembar.

Satu lagi yang penting, kita bisa membuka akun bank bebas biaya administrasi tahunan! Hampir semua bank di Norwegia ini punya sistem yang sama; prosesnya lama dan berbiaya tahunan sekitar NOK 270-300. Lumayan juga apalagi bagi yang berpenghasilan tak seberapa seperti para pelajar. Tapi bagi yang sedang menempuh pendidikan di sini, kita bisa membuka akun khusus pelajar yang punya keuntungan bebas biaya administrasi.

Oh ya, kalau ada yang penasaran apakah kuliah Master itu perlu punya buku? Tentu saja, PERLU! Tahu sendiri kan harga buku-buku kuliah itu betapa mahalnya?! Sebagai bocoran, satu buku kuliah Finance saya dipatok dengan harga lebih dari 1,8 juta rupiah! Tak hanya bagi mahasiswa asing, bagi mahasiswa lokal pun harganya terbilang sangat mahal. Di awal semester, toko buku kampus saya penuuuh oleh banyaknya mahasiswa baru yang mengantri membeli buku pelajaran baru. Saya melihat dua orang mahasiswa yang borong buku sampai sekeranjang penuh. Tanyalah harganya, meskipun sudah pakai student discount tetap saja bisa lebih dari belasan juta jika dikonversi.

Tapi untungnya, senior kampus saya berbaik hati memberikan soft copy buku dalam bentuk .pdf file. Cara ini sebetulnya termasuk 'ilegal' karena profesor saya di kampus betul-betul memaksa kami membeli buku fisik. Tapi apalah daya kantong kami tak ada yang mampu membeli semua buku yang direkomendasikan. Kalau memang terpaksa membeli buku fisik, saran lainnya bisa coba cari buku bekas di finn.no ataupun meminjam di perpustakaan yang antrian pinjamannya juga panjang.

5. No (hard) party because we are too old

Saya ingin menepis asumsi yang mengatakan bahwa pelajar di luar negeri doyan party dan hura-hura. Rata-rata yang suka party seperti ini adalah para mahasiswa yang baru memulai S-1 mereka dengan usia belasan atau awal 20-an. Untuk yang lanjut S-2, jangan harap semuanya memiliki gaya hidup yang sama. Karena jangankan party, diajak nongkrong saja banyak yang tak berminat.

Contohnya di kelas saya, semuanya sudah di atas 24 tahun, menikah dan punya anak, serta sangat serius belajar. Ketimbang party ala anak muda di diskotek, kami lebih suka datang ke pesta edukasi yang diselenggarakan oleh perusahaan, atau datang ke seminar yang selaras dengan program studi. Jadi asumsi bahwa semua pelajar luar negeri itu suka party, jelas saja salah!

Selain tak suka party, para mahasiswa S-2 ini juga bisa dibilang tak 'seasik' S-1 dulu. Saya ingat zaman kuliah S-1, saat saya betul-betul merasa menjadi bagian keluarga dengan teman sekelas. Bebas berekspresi dan saling terbuka satu sama lain. Di luar negeri, jangan harap bisa seterbuka itu meskipun dengan teman sekelas. Di kelas saya contohnya, orang-orang terlihat serius dan sangat jarang bercerita tentang masalah pribadi mereka. Bahkan untuk pertanyaan, "are you married or single?" pun dinilai terlalu personal. Makanya obrolan juga terkesan kaku dan hanya berkutat di masalah tugas dan ujian. Belum lagi beberapa kelompok orang merasa paling berkompeten dan menjadikan proses pembelajaran sebagai kompetisi mencapai nilai terbaik, bisa membuat suasana di dalam kelas layaknya olimpiade setiap hari.

Jadi kalau merasa kekurangan networking dan teman jalan, teman sekelas tak akan selalu bisa jadi prioritas di dalam daftar. Tak jarang para mahasiswa internasional lebih sering nongkrong dengan teman satu negara, cari networking lewat acara di MeetUp, ataupun sekedar cari teman kencan lewat online apps.

6. Less travelling

Ada untungnya juga jadi mahasiswa selepas kontrak au pair. Jalan-jalan yang dulunya jadi prioritas, sekarang bisa dikurangi untuk lebih fokus ke sekolah dan pekerjaan. Lima tahunan di Eropa, saya beruntung sudah menapakki lebih dari 20 negara (dengan gaji au pair!). Dulu masih enak karena hari libur bisa bernegosiasi dengan host family dan uang saku pun tiap bulan selalu muncul di rekening.

Sekarang, selain mesti berhemat, jadwal kuliah juga sangat tidak fleksibel. Di Norwegia, mahasiswa hanya mendapatkan jatah libur Natal &Tahun Baru serta Paskah, di luar hari libur publik lainnya. Tanggal-tanggal ini juga termasuk peak season yang harga tiketnya lebih mahal dari hari biasa. Satu-satunya kesempatan untuk libur lebih panjang memang harus menunggu summer lebih dahulu, dari pertengahan Juni sampai pertengahan Agustus. Kadang tak banyak juga mahasiswa yang aktif jalan-jalan karena sibuk cari summer job.

But anyway, menjauh sebentar dari kota tempat kita tinggal juga sangat perlu perlu sekurang-kurangnya setahun sekali. Yang namanya jadi pelajar, pasti ada masa pusingnya karena menumpuknya tugas kuliah dan ujian. Tapi saya selalu ingat kata-kata ibu di rumah, "Nak, sudah cukup ya jalan-jalan. Sekarang waktunya menabung dan fokus belajar, jangan keasikan jalan-jalan terus."

Paham, Mak!

Final verdict-nya, jadi mahasiswa lagi itu tidak mudah! Apalagi pengalaman profesional saya tidak banyak karena sudah terlalu lama jadi au pair. Semuanya sangat menantang karena selain program studinya sangat baru, lingkungan kampus dan teman sekelas yang sangat individual jangan sampai jadi keterbatasan dalam bergaul.

Well, that's a wrap and I really hope you enjoy this post!