Saturday, May 9, 2020

Tips This is My Final Au Pair Year!!|Fashion Style

It is soooo near an cease!!!!

Ngomong-ngomong, saat menulis tulisan ini, saya masih ada di Zermatt, Swiss, dalam rangka 'business trip'. Host family saya memutuskan pindah ke tempat impian di Pegunungan Alpen, untuk bermukim dan meneruskan hidup dengan meninggalkan semua kehidupan sosial mereka di Norwegia. Pegunungan Alpen yang membentang di Swiss tentu saja jadi pilihan utama karena Zermatt adalah tempat spesial yang selalu jadi area favorit ber-ski bagi orang-orang berduit. Tak heran juga mengapa Swiss, karena negaranya sama-sama makmur dan semahal Norwegia, namun dengan pajak penghasilan yang lebih rendah.

I am one of the luckiest au pairs yang bisa terbang dengan gratis ke tempat ini tanpa perlu merogoh kocek teramat dalam untuk menemukan the real winter wonderland di Eropa. Zermatt is AWESOME! Kanan kiri membentang pepohonan pinus berselimut salju, perumahan berkayu oak yang hampir semuanya adalah tempat penginapan, serta cuitan burung yang menambah tenangnya desa ini dengan tingkat polusi hampir zero! Zermatt bisa jadi adalah tempat terakhir yang saya singgahi dalam rangka "kunjungan kerja" sebagai au pair .

Kalau bisa menyudahi lebih awal, sebetulnya saya sudah ingin cepat-cepat diwisuda saja sebagai au pair dari beberapa bulan yang lalu. Tapi karena kontrak dan komitmen yang mengikat, saya terus saja bekerja sekalian menafkahi diri sendiri setelah diterima jadi mahasiswa S-2 di Universitas Oslo .

Saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan formal setelah 5 tahun hanya berkutat dengan anak-orang & tugas rumah tangga saja. Kesempatan ini saya gunakan karena banyak kampus di Norwegia masih membebaskan biaya kuliah bagi mahasiswa lokal dan internasional. Meskipun begitu, biaya hidup yang tinggi juga cukup memberatkan apalagi saya kuliah pakai biaya sendiri dan tanpa sponsor.

Mungkin ada yang berasumsi kalau hidup saya setelah selesai au pair ini cukup enak karena sudah ada Mumu . At least, bisa menumpang dan makan gratis di apartemen doi. Well, if that's what you really think, then you are wrong!I have stood on my own feet since day 1!Mumu memang teman terbaik dan partner saya di Norwegia, namun bukan berarti dia ATM berjalan dan pengganti bapak saya di sini. He would help me if needed, tapi bukan berarti juga saya bisa menggantungkan semua harapan ke dia. Meskipun, I feel safe because he is always by my side.

Namun walaupun hepi juga sebentar lagi akan menamatkan kontrak terakhir au pair, ada perasaan gelisah yang terus membuncah di akhir tahun ini. Dulu, meskipun harus kerja rodi jaga anak dan bersih-bersih rumah, namun tinggal tunggu awal bulan, uang saku sudah otomatis masuk ke rekening tabungan. Mulai tahun depan, saya otomatis harus cari penghasilan sendiri untuk menyokong kehidupan sampai tamat kuliah.

FYI, saya memutuskan untuk tidak tinggal dengan Mumu dulu, namun menyewa kamar di student housing. Yang artinya, semua biaya sewa dan makan setiap hari harus saya tanggung sendiri. Ada perasaan takut juga bagaimana kalau saya tidak dapat kerja per awal tahun dan tidak bisa bayar sewa bulanan. Perasaan kalut ini bahkan menyelimuti hampir setiap hari! Maklumlah, uang saku yang saya kumpulkan selama 2 tahun ini tak seberapa, belum lagi masih tertitip di orang lain pula.

But the best thing is, I know myself better every day! Setelah semua pengalaman yang sudah saya lewati ini, saya yakin semuanya akan baik-baik saja. Au pair sudah berakhir, no kehidupan mewah, no kamar luas dan modern, no kulkas penuh makanan mahal, no gaji otomatis tiap awal bulan. A bit terrifying to leave them all, but this is LIFE I have always wanted; free from all the limitations!

Terima kasih yang sudah mampir ke blog ini dan selalu membaca cerita tentang kehidupan saya sebagai seorang au pair - dan sekarang sebagai pelajar. Saya tetap akan menulis lika-liku dunia au pair karena informasi tentang au pair itu selalu up-to-date setiap tahunnya. I am soooo happy sharing my au pair life to you for these 5 years! Semoga kalian selalu kembali mengunjungi Art och Lingua untuk menggali cerita terbaru saya di fase berikutnya.

Untuk yang akan mulai, masih jadi au pair, atau akan lanjut au pair lagi, good luck!! Being an au pair is definitely full of fun, but interdependent and addicted!

Ngomong-ngomong, kalau ada yang tanya, apakah saya sedih meninggalkan host kids saya setelah 2 tahun bersama mereka? I WILL BE!! I 1000% WILL BE! Sekesal-kesalnya saya dengan dua bocah Norwegia itu, tapi sejak usia si adik baru 3 minggu, saya adalah orang tua ketiga yang selalu mengasuh dan mengganti popoknya. Saya juga yang paling tahu perkembangan kecerdasan si kakak yang tadinya belum bisa bicara saat pertama kali saya tiba di Oslo, sampai sekarang, sudah cerewet kalau diajak adu mulut. I am sad, but again, happy not to take care of them anymore!

Friday, May 8, 2020

Tips Berapa Sebetulnya Gaji Nanny dan Cleaning Lady di Norwegia?|Fashion Style

Di postingan sebelumnya , saya membahas soal uang saku au pair versus gaji mahasiswa asing dari hasil kerja paruh waktu atau uang bulanan dari dana beasiswa atau hibah pemerintah Norwegia. Meskipun, masih dinilai kurang relevan karena gol au pair dan mahasiswa asing tentu saja berbeda. Au pair komitmen utamanya adalah sebagai pengasuh anak dan asisten rumah tangga, sementara pelajar punya komitmen yang besar terhadap studi. Tapi intinya, uang saku au pair sudah didesain sedemikian rupa mengikuti kisaran rata-rata uang saku anak sekolahan di Eropa.

Karena mungkin kurang apple to apple, kali ini saya coba beri gambaran berapa besar sebetulnya gaji seorang nanny atau cleaning lady lepas di Norwegia. Anyway, meskipun saya beri contoh Norwegia, namun gambaran kasar ini bisa juga diterapkan di hampir semua negara Eropa. Dari sini kalian bisa compare sendiri apakah uang saku yang sudah ditakar oleh imigrasi negara setempat cukup adil atau belum.

Sebelumnya, saya ingin jelaskan dulu bahwa babysitter, nanny, atau cleaning lady adalah jenis pekerjaan low-skilled di Norwegia yang artinya tidak perlu skill khusus. Selain cleaning lady, dua pekerjaan lainnya hanya bersifat freelance alias kita sendiri yang mencari employer dan menentukan sendiri kapan ingin bekerja. Sementara untuk jadicleaning lady, kita bisa daftar lewat agensi atau memilih bekerja sendiri. Kerja di agensi tentunya punya pemasukan lebih besar, sekitar NOK 180 per jam, tapi dalam sehari setidaknya bisa kerja di dua tempat berbeda maksimal selama 8 jam.

FYI juga, gaji per jam di sini juga dihitung berdasarkan usia serta jam kerjanya. Usia di atas 27 tahun wajib mendapatkan upah lebih dari abege 20-an. Kerja di atas pukul 9 malam dan hari libur juga wajib mendapatkan upah 160% dari upah normal.

Sebagai gambaran, nanny lepas yang kerjanya hanya fokus ke anak, biasanya diberi upah NOK 50-100 per jam. Kalau si keluarga royal, tak jarang ada yang bisa memberi sampai NOK 150 per jamnya. Tentunya hitung-hitungan ini dikembalikan lagi ke negosiasi antara kita dan pihak employer. Sementara untuk cleaning lady tanpa agensi yang hanya fokus ke pekerjaan rumah, upah biasanya dimulai di angka NOK 100 per jam.

Katakanlah hitungan ini kita samakan dengan jam kerja au pair 5-6 jam per hari; 3 jam urus anak, 3 jam beres-beres rumah. Maka dalam satu hari nanny + cleaning lady ini bisa dapat upah NOK 600 (dengan asumsi upah NOK 100/jam untuk jaga anak).

NOK six hundred x five hari = NOK 3000 dalam seminggu

Di Norwegia, jenis pekerjaan lepas seperti ini sebetulnya bebas pajak jika pendapatan kita per tahunnya tidak lebih dari NOK 6000. Jika lebih, pekerjaan ini dianggap sebagai full-time dan harus bayar pajak 30-35% seperti jenis pekerjaan normal. Untuk pekerjaan penuh waktu di Norwegia, seminggu jam kerjanya 37,5-40 jam. Katakan saja 4 jam kerja sebagai cleaning lady dengan total upah NOK 400, lalu ditambah jaga anak orang NOK 120 per jam dengan total NOK 480 selama 4 jam berikutnya.

NOK 880 x 20 hari = NOK 17.600 dalam sebulan

Setelah potong pajak 30%, gaji yang tersisa NOK 12.320

Belum lagi mesti dipotong sewa apartemen atau kamar, uang makan, plus juga uang transportasi. Masalahnya lagi, adakah keluarga yang mau menyewa jasa nanny untuk kerja 4 jam per hari dengan upah NOK 120 sampai 2 tahun kontrak? Ada, tapi mungkin hanya 5% keluarga di Norwegia! Dibandingkan merekrut nanny full-time dengan biaya aduhai, para keluarga ini cenderung memilih jasa au pair yang bisa kerja secara fleksibel jaga anak plus bersih-bersih rumah. Bahkan kalau kalian cari kerja tambahan di luar dengan jadi nanny lepas, kebanyakan keluarga hanya mau memberi NOK 100 per jamnya. Itu juga tidak setiap hari mereka butuh nanny.

Kesimpulannya, jadi nanny lepas dan tidak tinggal dengan host family pun, belum tentu menjamin uang yang kita terima akan lebih besar kalau kita live-in. Kecuali kalian bisa tinggal gratis, kamar termurah ukuran kecil masih harus dibayar dengan harga minimum NOK 3500 untuk yang ada di Oslo. Belum lagi uang makan pribadi yang berkisar antara NOK 2000-2500 per bulannya. In the end, mau live-in atau live-out, hidup au pair memang lebih terjamin namun juga punya resiko yang tinggi untuk di-kick out tanpa notifikasi oleh host family.

Kalau kalian tanya saya, sudah adil kah uang saku para au pair ini, menurut saya sudah adil! Asaaaal... Ada beberapa persyaratannya;

  1. Parahost family harus bisa menempatkan posisi kapan au pair diperlakukan sebagai keluarga dan kapan harus bersikap profesional. Ini yang susah, karena biasanya host family banyak yang tidak mau rugi dan bersikap semau hati. Jam 9 malam ketok pintu minta cucikan baju, ada! Yang tiba-tiba membatalkan tanggal libur secara pihak, juga ada! Jadi ya no wonder-lah kalau au pair ini memang statusnya abu-abu.
  2. Kerja memang harus sesuai kontrak dan menghargai au pair yang kerja overtime dengan menambahi hari libur atau uang saku. Meskipun ada regulasi dari pemerintah untuk tidak membayar au pair lebih dari apa yang sudah tercantum di kontrak, tapi menurut saya, keluarga yang baik itu justru tahu caranya menghargai tenaga seseorang. Kalau tidak ingin bayar lebih, silakan patuhi isi kontrak untuk stick to 5-6 hours a day saja!
  3. Jangan terlalu banyak ekspektasi dengan au pair untuk bisa bertindak layaknya orang tua ketiga. Au pair itu bukan "high-skilled and well-trained nanny101" yang bisa mengerjakan semua hal dalam satu hari. Kalau memang diharuskan lebih banyak mengasuh anak, jangan lagi ditambahi dengan tugas rumah tangga tak jelas. Kalau memang au pair sudah kelelahan membersihkan rumah hari ini, jangan manja dan uruslah anak kalian sendiri! Saya sering sebal dengan para host family yang tiba-tiba menanggalkan semua tanggung jawab semenjak ada au pair, karena dirasa para au pair bisa bersih-bersih rumah sekalian jaga anak. Hei para keluarga, jaga anak itu bukan tanggung jawab yang mudah!! Belum lagi kalau anak-anak kalian susah diatur dan kamilah yang harus bertanggungjawab mendamaikan mereka. I don't think NOK 5900 costs me a lot!
  4. Tidak ada jadwal babysit malam hari lebih dari 2 kali sebulan! Kita maklum jikahost family mungkin ingin dating berdua saja atau punya aktifitas sosial di luar. Tapi membiarkan anak untuk dijaga oleh au pair seorang diri di malam hari setiap waktu juga tak adil! Kecuali host family siap membayar upah 160% lebih besar karena au pair harus kerja secara fleksibel meskipun di malam hari.

Jadi kalau kamu kebetulan dapat keluarga model di atas, wajarlah menyalahkan keadaan dan uang saku yang pas-pasan. Jaga anak orang dengan penuh tanggung jawab itu sungguh tak mudah! Belum lagi kita harus beradaptasi dengan gaya parenting orang tuanya yang kemungkinan besar tak cocok dengan karakter dan pola asuh yang kita anut.

Tambahan:

Beberapa waktu lalu, saya tanya ke Mumu (siapa dia? cek postingan saya di sini ) berapa harusnya host familydi Norwegia memberikan uang saku ke au pair?

He said, 10 thousand Krones! Itu netto ya, karena urusan pajak harusnya keluarga yang menanggung. Mumu juga berpendapat, tanggung jawab au pair itu sama besarnya dengan pekerjaan full-time lainnya di luaran. Tak ada salahnya orang tua menghabiskan lebih banyak uang untuk orang yang berjasa menjaga anak-anak mereka di rumah dengan sepenuh hati dan penuh kepercayaan. Lagipula kebanyakan keluarga yang punya au pair ini sebetulnya tajir melintir.

Masih untung au pair ini semuanya orang baik. Bagaimana kalau tiba-tiba anak kalian diracuni atau dikasari?! Lalu setelah si au pair jaga anak, masih harus diberi kerja tambahan pula bersih-bersih rumah dengan ekspektasi tinggi! That's crazy!

I couldn't agree more! Kalau saya punya finansial di atas rata-rata dan butuh sekali punya au pair, saya juga tak pelit-pelit memberikan fasilitas berlebih untuk orang yang tepat, agar mereka semakin berdedikasi dan termotivasi untuk bekerja dengan baik. Kalau tak mampu, sebaiknya jangan pamer bisa menggaji au pair apalagi sok bossy seolah-olah memiliki au pair sepenuhnya hanya karena sudah membayar NOK 5900 per bulan!

Tips Exam!!|Fashion Style

Karena dari dulu saya sangat tertarik lanjut kuliah di luar negeri, rasanya begitu terinspirasi dan terhibur tiap kali membaca atau mendengar cerita orang Indonesia yang bisa lanjut kuliah di Eropa. Kali ini gantian, saya yang ingin cerita bagaimana sistem ujian di kampus saya di Universitas Oslo, setelah kemarin-kemarin lebih banyak cerita soal sistem kuliah di kelas .

Yang pasti setiap program studi dan kampus di Norwegia punya sistem yang beda-beda. Akhir tahun jadi masa paling sibuk bagi para mahasiswa karena semester musim gugur akan segera berakhir yang artinya, ujian sudah di depan mata! Perpustakaan biasanya jadi tempat nongkrong paling sering dikunjungi di kampus dan selalu penuh. Jam operasional akan ditambah menjadi setiap hari dan beberapa kantin kampus ikut buka lebih lama demi menemani masa-masa ujian para mahasiswa. Hampir semua kantin kampus juga memberikan diskon sampai 50% di minggu-minggu ujian untuk jenis makanan buffet.

Kembali ke program studi saya di Entrepreneurship & Innovation Management, dari awal semester sebetulnya saya sudah sangat disibukkan dengan banyaknya tugas kelompok.Literally, BANYAK! Di 3 mata kuliah semester ini, profesor saya sudah mulai mengadakan ujian individual bahkan dari satu bulan pertama kami belajar. Satu mata kuliah ada 3 ujian individu, ditambah tugas dan ujian kelompok. Belum lagi kami masih ada 2 mata kuliah lainnya yang sama-sama punya tugas dan ujian sendiri. Saya tak mengerti bagaimana para elit program studi ini mengatur jadwal sedemikian rupa sampai seintensif ini. Ternyata kuliah S-2 begini amat yakk!

Di sisi lain, ada mata kuliah tambahan (elective course)sebesar 10 ECTS yang menurut saya, sama sekali tak berguna. Salahnya mungkin juga ada pada saya yang salah mengambil mata kuliah. Ujiannya lisan dan bidang studinya juga sebetulnya tak terlalu saya minati, meskipun lumayan menarik; Renewable Energy & Technology System. Padahal ternyata ada beberapa mata kuliah general lain yang ujiannya dikerjakan di rumah alias home exam!

Untuk sistem nilai, di sini pakai huruf A-F atau pass/fail grading. F dinyatakan gagal dan nilai terendah untuk lulus adalah E. Pengajar di kampus ada yang memberikan nilai A, A/B, B, B/C, C, C/D, D, D/E, dan E dibandingkan berbentuk angka, meskipun hasil akhirnya hanya A-E saja. Jangan khawatir juga dapat C, karena di sini C diartikan "Good" atau sama seperti "B-" di Indonesia. Untuk dapat nilai A juga sebetulnya tak terlalu sulit asal tugas yang kita kerjakan sesempurna maunya pengajar dan ujian kompetensinya bisa dijawab dengan cukup baik. FYI, kalau memang ada niat lanjut S-3 atau sampai Ph.D, nilai jadi sangat penting.

Saya sebetulnya sudah cukup lelah dengan banyaknya tugas dan ujian yang harus dikerjakan semester ini. Dari 4 bulanan kuliah, rasanya hanya 2-3 minggu free tanpa tugas dan ujian. Namun ada baiknya, program studi ini lebih banyak menekankanhands-on experience ketimbang hanya mendengarkan teori dari dosen di kelas. Kalau memang tak terlalu baik di ujian individu, nilai kita bisa tertolong dengan nilai tugas dan ujian kelompok yang porsinya bisa sampai 60% dari total keseluruhan. Karena isi ujiannya juga tak ada di buku, kami sekelas juga tak perlu repot-repot nongkrong di perpustakaan saat masa ujian. Profesor saya cukup adil dan hanya mengambil soal-soal dari apa yang sudah diajarkan, meskipun ujiannya lebih mirip ujian anak SD yang 100% hapalan!

(Anyway, kampus di sini sangat terbuka menerima kritikan dan masukan dari para mahasiswa setelah semester berakhir untuk meningkatkan mutu program studi. Jadinya kalau memang dirasa banyak sistem yang kurang berhasil dan tak memuaskan, well, you are so welcome to file the feedback. Yes, I am ready!)

Oke, saya lelah, namun bukan berarti juga menyerah. I just wanted to brag since December is going to be the busiest month ever! Karena selain ujian dan tugas yang never ending, saya juga mesti siap-siap pindahan ke Swiss dan segera mengakhiri masa au pair ini! Tired, happy, but also a little bit of scared of what might happen next year.

Tips Pengumuman Pemenang Kompetisi “My Final Year”|Fashion Style

2020 is just around the corner!

Tapi sebelum 2019 usai, saya ingin menutup postingan terakhir tahun ini dengan pengumuman pemenang Kompetisi "My Final Year" yang diadakan sejak bulan September lalu. Sedikit pesimis kalau ada yang ingin berpartisipasi, tapi nyatanya, di akhir-akhir submission justru semakin banyak yang mengirimkan karya! Saya juga banyak membaca, mendapatkan inspirasi dan gambaran tentang negara mana saja yang ingin kalian tinggali jika diberi kesempatan 1-2 tahun. Ternyata, tiga negara terfavorit adalah Britania Raya, Jepang, dan Prancis!

To be honest, I was so baffled!!! Semua karya, baik dalam bentuk tulisan dan ilustrasi, keren-keren dan personal sekali! Saya yang tadinya akan jadi juri tunggal untuk menilai tulisan, mesti menarik seorang teman yang pandai literatur demi memutuskan siapa yang paling paling paling baik diantara yang ter-terbaik! Mumu was in charge to be the only judge of your illustrations!

Terima kasih banyak bagi yang sudah ikut berpartisipasi dan membuat karya yang mungkin cukup melelahkan. Saya betul-betul menghargai kerja keras kalian, terutama yang rela begadang dan submit di akhir-akhir waktu. Tapi sayangnya, hanya ada 2 pemenang yang masing-masing merupakan Best Writing dan Best Illustration.

...and here they are!

BEST ILLUSTRATION

Annisa Wijaya (IG/Twitter: @nisawijaya_) - Not a Dream to be Dreamed Of

Mumu said: I don't know what it says, but it looks like a lot of work went into it. Looks very professional and well done!

BEST WRITING

Klara (IG: @klaradvier) - Prancis

"Saya lahir dan dibesarkan dari keluarga Katolik. Banyak cerita Santo dan Santa alias Orang Kudus yang saya baca dan dengar. Namun yang selalu menjadi favorit saya sampai sekarang adalah kisah gadis kecil bernama Bernadette Soubirous yang juga menjadi kisah dibalik tempat ziarah kota Lourdes. Kalau diberikan kesempatan untuk tinggal di negara lain selain Indonesia, saya akan memilih Perancis. Keinginan itu sejalan dengan mimpi saya untuk menjadi seorang Au Pair.
Kalau mimpi saya menjadi seorang Au Pair di Perancis terwujud, kota pertama yang ingin saya kunjungi tentunya adalah Paris. Mungkin untuk Nin, kota ini sudah biasa saja. Namun, saya tidak akan bohong, saya juga ingin melihat langsung penampakan Menara Eiffel di kota Paris. Melihat kerlap kerlip kota Paris di malam hari. Walaupun setelah saya menggali banyak informasi tentang kota Paris, ternyata tidak seindah bayangan saya.
Namun, kota Paris bukanlah kota tujuan utama saya. Melainkan satu kota di tenggara Perancis, Annecy, yang juga menjadi kota tempat mantan Au Pair, Kak Icha Ayu. Kota yang dijuluki Venesianya Perancis ini menawarkan keindahan kota yang sungguh cantik. Berdekatan dengan danau Annecy, kota ini dikelilingi dengan kanal-kanal layaknya Venesia di Italia. Kota ini juga berdekatan dengan Swiss, sehingga dekat dengan gunung dan perbukitan.
Nah, kalau saya berkesempatan Au Pair di Perancis, saya ingin mengajak Nin ke kota ini ketimbang Paris. Saya sendiri pun tidak terlalu menyukai wisata kota yang penuh wisatawan dan segala keramaiannya. Saya lebih menyukai wisata alam dan ketenangannya. Di kota Annecy, saya tidak ingin mengajak Nin camping, karena saya pun sebetulnya bukan anak Pramuka yang mengerti bagaimana mendirikan tenda. Saya hanya ingin sekedar berjalan-jalan di sekitaran kota. Dan mengunjungi Gorges du Fier yang berjarak sekitar 10km dari kota Annecy. Gorges du Fier adalah sebuah dinding ngarai/tebing yang terbentuk oleh alam dan dipasangi jembatan setinggi 25 meter diatas sungai di bawah tebing."
Baca cerita lengkap Klara di sini !

Why Klara: First of all, she REALLY knows what she wants for 2 years in France! Meskipun tempat yang dipilih mainstream, tapi ide untuk membawa saya ke kota Annecy ketimbang Paris terdengar begitu meyakinkan! Jepp, I'd love to go to Gorges du Fier!

Selamaaaaat kepada para The Best Winners di kompetisi kali ini karena kalian berdua masing-masing akan mendapatkan paket lucu asli desain Skandinavia.

BUT! As I said earlier, saya betul-betul kebingungan menentukan siapakah yang harus jadi pemenang, hingga akhirnya saya putuskan untuk menambah daftar pemenang menjadi The Most Favorite Ones. Tiga orang yang menjadi pilihan favorit saya ini akan mendapatkan masing-masing 3 lembar kartupos bergambar cetakan Prancis, Belgia, Italia atau Denmark (randomly chosen), serta cokelat Kvikk Lunsj asli khas Norwegia.

THE MOST FAVORITE;

ILLUSTRATION

Wastuwedha Kidung (IG: @wastuwedha/Twitter: @unyilkecilusil) - Ibu Peri

Mumu said: Very interesting! I like that the whole drawing is just one line. The line is the adventure and we get to follow it on the whole journey.

WRITING

1. I Gusti Made Dwi Guna (IG: @gunamars) - Narni, Land of Dream

"Narni, disebut sebagai sebuah komune di Provinsi Terni, Umbria di Italia. Sebuah tempat yang hanya bisa saya bayangkan karena belum pernah ke sana. Narni memiliki kontur kota yang tidak sepenuhnya tua, kuno, konservatif. Saya suka melihat arsitektur kota yang berwarna tanah, ochre, khaki, dan aneka warna alam lain yang berpadu dengan hijau landscape membentang lapang. Seni arsitektur yang klasik juga adalah hal unik yang tak mungkin dilewatkan.
Terakhir sempat mengecek story Instagram kamu yang konon peserta ajang menulis ini semakin membludak, namun adakah di antara mereka yang mengajak berjualan kopi keliling? Sebab itulah yang akan kita lakukan jika suatu saat nanti kita mendaratkan kaki di negeri nan indah, tempat bermuaranya mimpi bernama Narni. Iya, saya ingin kita berjualan kopi keliling dengan mobil Piaggio APE."
Baca cerita lengkap Gusti di sini !

Why Gusti: Definisi penulis yang menulis dengan sangat baik, menawarkan keunikan ide yang otentik dan cukup personal. Tempat yang dipilih Gusti pun cenderung out of radar, tapi doi mampu membuat jalan cerita yang imajinatif!

2.  Winda Rossalia (IG: @windarossalia/Twitter: @windarossalia) - Festival dan Daftar Impian di Korea Selatan

"Sejujurnya aku tak punya pikiran menjadikan Korea Selatan sebagai tempat yang ingin dikunjungi. Alasannya karena sudah terlalu banyak orang yang pergi kesana dan menurut ku kurang seru kalau pergi ke negara yang sudah sering dikunjungi oleh banyak orang. Namun Korea Selatan bukan hanya tentang Gangnam street-nya, Namsan Tower yang ada di Seoul, pantai di Pulau Jeju, atau menikmati musim gugur di Nami Island saja. Ada banyak festival yang ingin ku datangi selam 4 musim, serta mencicipi kuliner khas Korea yang selama ini hanya bisa ku lihat di serial drama.
Di satu sisi, aku ingin sekali mengajak Kak Nin ke secondhand bookstore atau dikenal dengan nama Seoul Book Respository. Kalau tidak salah baca nih ya, Kak Nin suka baca buku dan aku pun begitu. Aku selalu ingin berlama-lama kalau sudah di toko buku ataupun di perpustakaan. Apalagi di Seoul Book Respository ini desain bangunannya sangat keren dan bikin takjub karena ini salah satu store/perpustakaan dengan bangunan yang besar dan luas."
Baca cerita lengkap Winda di sini !

Why Winda: Kamu harus baca cerita lengkap Winda yang panjang untuk memahami kegelisahan dan kekocakkannya saat menentukan negara mana yang ingin dia tinggali! Meskipun ada banyak deretan target aktifitas yang ingin ia capai selama satu tahun di Korea Selatan, tapi idenya membawa saya ke toko buku bekas ini adalah ide yang PALING saya sukai dari semua tulisan! Hei, saya sebetulnya tak hanya suka membaca, tapi juga suka menikmati dan mengamati interior yang tak biasa. Well done, you studied me so well!

Bagi yang belum menang, PLEASE don't be sad dan tetaplah terus berkarya. Saya doakan semoga kalian diberikan kesempatan untuk menapakki dan tinggal di negara terfavorit seperti halnya mimpi yang sudah kalian tulis. I am pretty sure I will run another competition in the future with more interesting giveaways and hopefully you're still interested to join!

Sekali lagi, terima kasih banyak dan selamat kepada seluruh pemenang! Kalian semua akan dihubungi dan hadiah akan dikirimkan ke alamat masing-masing. Sampai ketemu di postingan berikutnya tahun depan!!

HAPPY NEW YEAAAAR!!

Thursday, May 7, 2020

Tips Pengalaman Naik Cathay Pacific Kelas Bisnis dan Ekonomi Rute Zürich - Hong Kong - Jakarta (PP)|Fashion Style

Sudah lama saya mendengar reputasi baik Cathay Pacific yang selalu menjadi top airlines setiap tahunnya. Tak terlalu banyak kesempatan untuk mencoba maskapai asal Hong Kong ini, akhirnya di akhir tahun 2019 saya bisa mencicipi duduk di dua kelas sekaligus dalam satu rute; Ekonomi dan Bisnis.

Naik maskapai ini juga sebetulnya kebetulan karena di tanggal yang saya pilih, hanya Cathay Pacific yang harganya paling murah untuk pulang ke Indonesia. Maklum, akhir tahun, peak season. Saya memesan tiket bolak-balik seharga NOK 6700 atau sekitar €658. Harga maskapai lainnya sudah di atas angka €900, bahkan mencapai €1400 untuk kelas Ekonomi! Tak lsampai Oslo memang, karena saya harus memesan tiket lagi setelahnya.

Tapi apakah benar reputasi Cathay Pacific sebaik yang selalu diberitakan di media? Berikut review saya selama mengudara bersama Cathay Pacific!

Check-in dan bagasi

Hampir seragam dengan banyak full board airlines lainnya, Cathay Pacific tak pelit menjatah penumpang kelas Ekonomi dengan berat bagasi sampai 30 kg. Di Zürich sendiri, yang menjadi base di Eropa, penumpang bisa langsung mencetak baggage tag, menuju mesin scanner dan memindai barcode sendiri, tanpa perlu mengantri di konter check-in.

Untuk proses check-in, penumpang sudah diperbolehkan online check-in minimal 48 jam sebelum keberangkatan. Saya mengalami masalah saat online check-in ini karena proses dinyatakan gagal saat akan check-in rute Hong Kong - Jakarta. Cukup menyebalkan, dikarenakan saya memang ingin memilih kursi sendiri demi menghindari dapat kursi tengah secara random.

Karena kegagalan check-in ini, saya menghubungi pihak Cathay Pacific via help center chat mereka. Asumsi saya saat itu, mungkin saya tak bisa check-in karena bukan warga asal Eropa atau Swiss, jadi harus menunjukkan residence permit dulu di bandara. Namun petugas customer service-nya mengatakan bukan itu yang menyebabkan kegagalan, melainkan bandara Zürich menemukan ada kecurigaan di sistem mereka. Waduh!

Dua jam sebelum keberangkatan, saya mengantri di konter check-in untuk mendaftarkan bagasi dan meminta boarding pass. Saya juga komplen ke petugas konternya, kenapa proses check-in saya gagal hingga akhir. Petugas konter hanya menjelaskan bahwa rute Hong Kong - Jakarta sedang overbooking. Jadi untuk saat itu, saya hanya bisa mendapatkan boarding pass Zürich - Hong Kong, sementara penerbangan selanjutnya harus dikonfirmasi ulang ke konter yang ada di Hong Kong.

"Masih ada kursi di lorong kah?" tanya saya ke si petugas konter untuk mengecek.

"Kalau saya lihat di sini sebetulnya tidak ada. Tapi saya akan informasikan ke petugas di Hong Kong kalau kamu request kursi di lorong ya. Yang saya lihat memang kursi yang masih tersedia hanya di Premium Economy dan Business saja ini. But, don't worry, you are set! They will help you!" kata si petugas santai.

Ngomong-ngomong, bandara Zürich ini ternyata besar dan panjang sekali! Dari konter check-in menuju ke gate sampai butuh kereta dan perjalanannya cukup lama. Belum lagi mengantri di security border-nya. Untuk jaga-jaga, saya menyarankan datang maksimum 2 jam sebelum keberangkatan untuk penerbangan internasional! Apalagi kalau bawa anak-anak dan masih ingin window shopping dulu.

Di Hong Kong, saya langsung menuju konter check-in untuk mendapatkan boarding pass ke Jakarta dan sempat komplen juga mengapa saya tak bisa online check-in dan memilih kursi sendiri.

"Iya, saya lihat di sini kamu request kursi di lorong ya. Tapi sayangnya sudah tidak ada kursi di bagian lorong," kata si petugas konter.

"Tapi kan itu bukan salah saya. Saya tetap prefer kursi di bagian lorong kalau ada. Kenapa juga saya tak bisa online check-in?"

"Kamu tidak bisa online check-in karena memang pesawatnya sedang overbooking. Jadinya kami sengaja memilih meng-upgrade kursi kamu ke Premium Economy. Ini ada kursi di bagian A, dekat jendela, tapi sudah dipindahkan ke kelas Premium Economy," jelas si petugas konter sambil memberikan saya boarding pass yang kelasnya sudah di-upgrade.

Oalaaahhh....

Kenyamanan Kursi dan Kabin

Setelah laporan panjang soal proses check-in, kali ini mari membahas soal kenyaman kursi Cathay Pacific. Untuk pesawat, saya menggunakan 3 jenis pesawat berbeda untuk rute pulang pergi ini. Rute Zürich - Hong Kong, pesawat yang digunakan adalah Airbus A350-1000 dengan formasi 3-3-3 di kelas Ekonomi.

Kalau mau jujur, kursi kelas Ekonomi di Cathay Pacific ini sungguh kurang nyaman. Bantalannya sangat keras dan beberapa kursi tak bisa disandarkan! Untuk standar Ekonomi, maskapai ini malah kalah jauh dari Thai Airways , menurut saya.

Sementara untuk rute Hong Kong - Jakarta, pesawat yang digunakan adalah Boeing 777-300ER. Di rute ini, saya yang tadinya mendapatkan kursi Premium Economy, di-upgrade kembali ke kelas Bisnis! Ketahuannya saat saya iseng-iseng mengecek situs mereka untuk mengecek ulang pemesanan. Tiba-tiba saya melihat nomor kursi saya sudah diganti jadi 20K yang mana adalah kursi kelas Bisnis. Saat boarding pun, kartu boarding pass saya mengalami error lalu diganti dengan boarding pass kelas Bisnis yang baru.

Sepertinya pesawat memang sangat penuh saat itu, makanya beberapa penumpang kelas Ekonomi kecipratan rejeki di-upgrade langsung ke Bisnis untuk mengakomodir penumpang lain di kelas lainnya. Bapak-bapak di samping saya cerita kalau harusnya beliau memesan Premium Economy dari Johannesburg, tapi sampai boarding gate, boarding pass-nya langsung diganti ke kelas Bisnis.

Anyway, kalau boleh curhat, duduk di kursi Bisnis Cathay Pacific bisa jadi adalah mimpi saya sejak lama. Pernah suatu kali saya iseng membuka Instagramnya Ruben Onsu yang sekeluarga naik kelas Bisnis ke Hong Kong untuk liburan. Sepertinya sangat nyaman bisa mendapatkan fasilitas berlebih seperti itu.

Tapi karena perjalanan Hong Kong - Jakarta tak terlalu lama, hanya sekitar 4 jaman, naik kelas Bisnis sebetulnya tak terlalu worth-it. Bagi saya, kelas Bisnis menjadi sangat nyaman kalau penerbangan harus menempuh jarak panjang sampai harus tidur dan beristirahat.

Untuk kursinya sendiri, lagi-lagi saya harus katakan, biasa saja. Dibandingkan kursi Bisnis Singapore Airlines yang lebih elegan dan empuk, bantalan keras Cathay Airways seragam saja seperti kelas Ekonominya.

Saya juga kurang suka dengan LCD besarnya yang kurang solid. Buka tutup dulu layaknya jendela. Layar ini juga harusnya dikatupkan kembali saat mendarat agar tak tiba-tiba tertutup sendiri layaknya saya saat itu. Sedang asik-asik nonton di akhir episode, saat mendarat tiba-tiba si layar terkatup sendiri ke belakang. Ppppfftt!

Makanan

Untuk pilihan makanan, baik di kelas Ekonomi maupun Bisnis, saya bisa katakan biasa-biasa saja. Menu yang ditawarkan biasanya mengikuti rute pesawat, dengan campuran menu Hongkongers. Ada beberapa menu yang bahkan diulang-ulang kembali dengan presentasi makanan yang sedikit berbeda.

Rute Zürich - Hong Kong (Economy Class)

Rute Hong Kong - Jakarta (Business Class)

Kalau mau jujur, presentasi makanan di kelas Bisnis ini sebetulnya tak terlalu menarik. Yang menarik memang hanya piring porselennya yang berbeda dari kelas Ekonomi. Cara mereka menyajikan juga secara berkeliling sambil membawa makanan yang bisa langsung dipilih oleh penumpang kelas Bisnis. Di sesi ini, saya memilih Dim Sum, meskipun presentasi mie goreng sebetulnya lebih menarik.

Rute Jakarta - Hong Kong - Zürich

Di rute kepulangan ke Zürich, saya tidak menyempatkan memotret menu makanan apa saja yang disajikan saat itu. Tapi sebetulnya makanan yang tersedia juga hampir sama seperti di atas. Untuk makan malam utama dari Hongkong ke Zürich, saya lewatkan karena mata saya sudah tak kuat menahan kantuk. Padahal saat saya baca menu utamanya, lebih menggoda ketimbang rute sebelumnya.

Saat sarapan, saya lagi-lagi mengambil menu bubur yang kali ini variasinya menggunakan Beef Stroganoff. Bubur ini juga sebetulnya hanya berasa asin saja, tipikal makanan Hong Kong yang ringan di pagi hari. Tapi sejujurnya cukup menyegarkan tenggorakan karena hangat dan lumer, ketimbang omelet dan sosis.

Meskipun menunya cenderung hambar, namun saya cukup terkesan dengan sajian dessert mereka yang selalu menyajikan es krim setelah makan besar. Kita juga bisa memesan snack tambahan di sela waktu sekiranya masih kelaparan lewat awak kabin.

Fasilitas dan pelayanan di kabin

Soal fasilitas, mungkin saya lebih menyoroti daftar pilihan entertainment yang tersedia selama penerbangan. Meskipun banyak sekali film-film bermutu yang bisa kita nonton, namun saya kurang tertarik dengan isi lagu mereka yang kebanyakan jadul. Selain itu toiletnya juga kurang bersih dan cenderung messy, bahkan di kelas Bisnis sekali pun.

Lalu pelayanan, saya mungkin akan menaruh angka 6. Mengapa, karena bisa dikatakan awak kabinnya kurang responsif. Untuk mengantarkan makanan dari depan ke belakang memang biasanya harus bolak-balik dua kali untuk mengisi kembali trolley. Saya dan penumpang yang duduk di kursi agak belakang harus menunggu mungkin 15 menitan lebih sebelum makanan kami diantarkan. Padahal saat itu kami sudah lapar luar biasa. Mengapa saya tahu, karena pasangan muda yang duduk di samping saya sampai mengupas pisang bawannya demi menahan lapar.

Saat mengangkat nampan kotor pun lamanya bukan main. Padahal penumpang sudah selesai makan 20 menit yang lalu, namun awak kabin belum juga kembali mengumpulkan piring kotor.

Satu hal lagi yang saya kecewa, salah satu awak kabin bahkan menghentikan penyajian mie instan sebagai snack, sekitar 2,5 jam sebelum mendarat. Padahal 2 menit yang lalu doi baru saja mengantarkan mie instan ke salah satu penumpang. Lalu saat saya request minta mie instan, doi menolak dengan alasan, sebentar lagi sarapan akan diantarkan. Padahal saya tahu sarapan diantarkan biasanya kurang lebih satu jam sebelum mendarat. Yang membuat saya kesal, ternyata satu jam kemudian ada yang request mie instan, tapi tetap dibuatkan oleh awak kabin yang lain!

Kesimpulan:

Tak ada yang sangat istimewa dari Cathay Pacific ketimbang maskapai besar lainnya. Semuanya terkesan biasa saja, menurut saya. Jam keberangkatan pun delay dan pelayanan selama di udara juga kurang responsif.

Tips 2020: The Newest Year After Five-Year|Fashion Style

Setelah 5 tahun jadi au pair dan selalu merasa hidup dengan banyak batasan, akhirnya di tahun ini saya bebas melakukan apa yang saya mau — meskipun dengan tanggung jawab yang lebih besar pula! Beruntungnya lagi, dari bulan lalu saya masih sempat pulang ke Indonesia demi melepas penat sebelum kembali menyelesaikan studi di Norwegia.

Pulang ke Indonesia selalu menjadi terapi ketika masih punya kesempatan berkumpul bersama keluarga sekalian makan makanan khas yang tak ada kloningannya di Eropa.This is SO good! Bangun tidur dengan santai, tak ada suara teriakan anak, tak ada SMS soal daftar pekerjaan rumah tangga, serta tak ada batas sungkan karena masih tinggal di rumah orang.I am at home, literally my parents' home, Kota Palembang!

What are (gonna be) new matters in 2020 that make me this glad?

1. Tempat Tinggal

Tidak ada yang lebih bahagia dari tinggal di rumah sendiri. Bukan rumah orang tua, tapi betul-betul rumah sendiri. Tempat dimana bisa tidur nyenyak dan bangun jam berapa pun kita mau! Tempat dimana kita bisa undang banyak teman tanpa peduli dengan komentar si tuan rumah. Tempat terbaik juga dimana kita bebas melakukan apapun tanpa tatapan sinis dari si tuan rumah karena kamar berantakan.

Yes, this is a place I have always wanted! Meskipun tempat tersebut hanya berupa kamar berukuran mini dengan fasilitas berbagi, tapi setidaknya inilah tempat ternyaman berbayar yang saya punya hak atasnya! Saya juga tidak sabar memberi tahu kalian, tempat ternyaman seperti apa yang akan saya tinggali di tahun ini setelah melepaskan semua atribut mewah milik host family. (Baca di sini bagi yang ingin tahu dimana saya tinggal sekarang!)

2. Pekerjaan

Say bye to those home cleaning and babysitting jobs! Bukan, bukan saya sombong untuk menghindari pekerjaan tersebut. Tapi kalau sudah jadi au pair 5 tahun lamanya, kalian akan mengerti mengapa pekerjaan serupa tak lagi menarik dan menantang. Saya juga sudah bersumpah untuk menjauh dari tawaran babysitting yang masih berhubungan dengan anak-anak, meskipun dinilai tugasnya mudah; hanya jaga anak-anak main atau makan.

Di tahun yang baru ini, mulai mencari kerja di luar bidang yang sudah saya tekuni adalah langkah awal mengembangkan karir yang lebih profesional. Soal pekerjaan ini juga saya akan bahas selengkapnya di postingan lain, because I can't wait to tell you more what am I gonna do for living!

3. Networking

Sudah tidak lagi jadi au pair, bukan berarti saya memutus tali silaturahim dengan para au pair yang masih aktif di luar sana. Mereka semua adalah anak muda hebat yang selalu punya cerita dan berita soal dunia peraupairan. Sejak mendedikasikan weblog ini untuk menyebarkan informasi seputar au pair, saya juga sudah berkomitmen untuk terus memperbarui semua informasi tentang au pair setiap tahun.

Namun karena sudah punya banyak waktu untuk diri sendiri, diharapkan saya juga bisa memperluas jaringan dari pekerjaan paruh waktu atau magang yang mungkin nanti akan saya jalani. Sejujurnya, saya juga tak sabar keluar dan bertemu orang-orang baru lagi. I can't wait to learn more from them!

4. Resolusi

Jepp! Dari yang harus fokus investasi, cari kerja, sampai lancar bahasa Norwegia level B2 adalah beberapa target saya di awal 2020. Tahun lalu saya masih terlalu boros untuk mengeluarkan uang demi jalan-jalan yangmoderate serta sulitnya menabung demi memuaskan gaya hidup. Beruntung, belum menginjak usia 30 tahun, 30 negara sudah saya singgahi. Tahun ini tak ada lagi target negara tertentu yang harus saya kunjungi demifeed Facebook ataupun kumpulan foto keren di Instagram. Sekarang saatnya berpikir serius demi dana pensiun dan dana cadangan,because I am tired of being broke!

Target lain adalah setidaknya menyelesaikan dan fasih bahasa lokal di level B2. Di Norwegia, level B2 ini sudah dianggap cukup baik untuk melamar kerja atau mendaftar ke sekolah yang syaratnya harus bisa "godt norsk". Lagipula sejujurnya saya mulai muak memakai bahasa Inggris di percakapan sehari-hari meskipun hampir semua penduduk Norwegia mampu berbahasa Inggris dengan lancar.I am quite hard to myselfsoal bahasa Norwegia ini. Bahkan berkali-kali misuh-misuh ke Mumu , kapan kah saya bisa mengerti dan bicara secara fasih?!

Five. Atmosfir

Mungkin lebih tepatnya, the real feeling of freedom like a wild bird! Saya sadar bahwa tahun ini juga bisa lebih berat karena saya harus berdiri di kaki sendiri tanpa fasilitas dan liburan mewah setiap tahun. Tapi karena keterbatasan itulah, saya yakin bahwa hidup layaknya mahasiswa kere di luar negeri akan membawa perubahan besar di hidup saya. Hidup mandiri itu memang berat namun akan mengasah mental sekuat baja, because most of the time, life is unfair.

Meskipun nantinya masih harus mengatur waktu antara membagi jadwal kuliah, kerja paruh waktu, dan berorganisasi, tapi setidaknya saya tidak merasa berhutang budi pada siapapun hanya karena masih menumpang. I am not afraid of being kicked out dan residence permit saya dicabut hanya karena tak cocok dengan employer (layaknya host family sebagai 'bos' kita). Bayangkan kalau masih jadi au pair, mengatur waktu untuk liburan dan ketemu orang baru saja masih dirasa cukup susah. Hmmm... This freedom smells so fresh, sodara-sodara!

Walaupun katanya 2020 itu hanyalah 2019-dengan-resolusi-lawas tapi wajah yang baru, namun bagi saya, this is a new happiest year! Bagaimana dengan kalian sendiri, adakah hal baru yang ditunggu tahun ini?

Tips Berburu 'Student Job' Tanpa Lelah (Bagian 1)|Fashion Style

"It doesn't matter if you flip burgers, bricks or houses. Just don't sit on your ass all day flipping channels. Hustle." - Denzel Washington

Setelah pencarian host families tanpa lelah sejak 5 tahun ke belakang, kegiatan saya berburu pekerjaan baru memang belum terhenti sampai di situ. Ketika mendengar cerita berkuliah saya di Norwegia, salah satu om menyayangkan keputusan saya harus kuliah dengan biaya sendiri. Apalagi setelah tahu saya akan kuliah sekalian bekerja paruh waktu untuk menopang biaya hidup. Ide ini dipandangnya cukup nekad dan gila mengingat beliau dulu bisa kuliah di luar negeri juga karena bantuan beasiswa.

"Kalau ada beasiswa, ya kenapa juga harus repot-repot kerja? Sebaiknya fokus saja ke studi, daripada harus mengorbankan waktu sekalian kerja part-time," ujarnya.

Dari sana, beliau dengan pedenya menyuruh saya mencari tahu informasi beasiswa LPDP yang begitu dia banggakan tersebut — meskipun dulunya dapat beasiswa dari Pemerintah Jerman, DAAD. Katanya tak masalah apply meskipun saya sudah masuk semester dua. Jadi maksudnya on going saja begitu. Well, demi memuaskan keingintahuan beliau, saya cari saja informasi soal beasiswa tesis LPDP yang mungkin memang tersedia tahun ini. Namun untungnya, memang tak ada!

Oke, saya bukan anti beasiswa. Saya malah sebetulnya sangat ingin dapat beasiswa tiap bulan tanpa perlu repot-repot dan capek memikirkan soal biaya hidup. Kuliah dengan biaya sendiri itu super duper berat, Sodara! Tapi apa daya, saya tahu diri. Nilai IPK pas-pasan, malas minta surat rekomendasi (lagi), belum lagi saingannya bejibun. Jadi daripada berekspektasi harus bisa kuliah dengan dana beasiswa, saya tetap akan kuliah meskipun harus menopang biaya hidup dengan kerja sambilan.

Lagipula, kuliah sekalian kerja paruh waktu di luar negeri itu sebetulnya punya banyak manfaat. Selain cari uang, kesempatan lainnya adalah;

1. Memperlancar bahasa lokal

2. Menambah pengalaman dan memperluas networking

3. Mengenal lebih jauh budaya kerja setempat

4. Punya rekan kerja dan tak lagi bicara dengan tembok layaknya kesendirian au pair dulu!

Di Norwegia, pelajar asing yang mendapatkan izin tinggal bisa bekerja paruh waktu sampai 20 jam per minggu. Di sini, kerja paruh waktu disebut deltid atau 50% porsinya, mengingat kerja heltid (100%) itu sama dengan 37,5-40 jam per minggu.

Kalau ada yang tanya ke saya, apakah cari kerja paruh waktu di Norwegia itu mudah, jawabannya adalah mudah! Syaratnya, kamu mesti bisa lancar bahasa Norwegia, dan yang kedua, kamu punya orang dalam alias teman yang bisa jadi referensi utama mu ke bos di tempat kerja tersebut. Mudah kan? ;p

Tapi bagi pelajar asing, cari kerja di Norwegia tanpa kedua syarat tersebut bisa jadi malapetaka karena keterbatasan lowongan kerja. Belum lagi, 70% lowongan kerja yang tersedia di sini sebetulnya tidak diiklankan, melainkan hanya kabar dari mulut ke mulut. Jadi kalau networking kita sempit, jangan harap bisa dapat pekerjaan dengan mudah, bahkan untuk jadi cleaning lady sekali pun!

Pekerjaan yang dikira mudah semisal pelayan McDonalds atau pegawai pom bensin pun tak banyak melirik pelajar asing karena masalah bahasa. Mengapa syarat bahasa Norwegia sangat mutlak di kota-kota besar semisal Oslo atau Bergen, karena tingginya persaingan antara orang asing dan warga lokal. Jadi kalau kamu hanya terpaku di bahasa Inggris, bisa dipastikan lowongan kerja akan sangat sedikit sekali. Makanya banyak pelajar asing lebih realistis dan memilih bekerja sebagai kurir makanan (layaknya GoFood), kurir koran, petugas kebersihan, atau babysitter lepas, yang berkualifikasi tanpa perlu menguasai bahasa lokal.

Kembali ke saya pribadi, karena memang tak punya orang dalam dan networking yang luas, saya masih sedikit beruntung karena bisa bicara dan mengerti bahasa Norwegia (level A2) meskipun memang belum cukup kuat untuk bersaing di luaran. Itulah mengapa ada manfaatnya jadi pelajar setelah menyelesaikan masa au pair, karena level bahasa kita biasanya lebih baik ketimbang para pelajar asing lain yang baru saja datang ke Norwegia. Plusnya lagi, karena memahami isi konten yang ada di internet, kita bisa curi start duluan berburu pekerjaan paruh waktu di banyak situs lowongan kerja seperti Finn, Glassdoor, Nav, Indeed, Karrierestart, dan masih banyak lainnya.

Untuk jenis pekerjaan, saya tak neko-neko.I don't care as long as I could pay my bills dan latihan bicara bahasa lokal. Jadi pilihannya bisa ke pelayan restoran, penjaga toko, atau asisten butik yang setiap hari menggunakan bahasa Norwegia. Selain jenis pekerjaan tersebut, saya juga mencoba melamar ke perusahaan startup di Norwegia pada posisi magang berbayar (paid internship). Saya mesti sombong sedikit untuk hanya memilih posisi magang yang dibayar karena sekarang memang sedang butuh uang.

Getting a process takes time!

Lalu apakah dengan menguasai bahasa Norwegia stage A2 membuat kesempatan saya lebih besar? Sebetulnya tidak juga. Dari banyaknya lowongan pekerjaan paruh waktu tersebut, tak semuanyaa saya berkualifikasi dikarenakan tetap ada persyaratan yang mengharuskan menguasai bahasa Norwegia dengan sangat lancar. Jadi walaupun sudah bisa bahasa lokal sedikit-sedikit, saya juga tak mau bertaruh mengirim lamaran kerja ke beberapa tempat yang memang mewajibkan bahasa Norwegia fasih sebagai syarat mutlak. Lagipula menulis resume dan surat lamaran kerja itu sangat melelahkan, lho! Saya mesti menyesuaikan isi surat lamaran dengan jenis pekerjaan yang saya lamar.

Kembali lagi, karena saya tidak punya orang dalam atau kenalan, serta degree bahasa Norwegia masih stage dasar, cari kerja paruh waktu menjadi tantangan yang sangat berat. Jangan salah, untuk posisi yang kita kira mudah seperti pelayan restoran atau pegawai toko, saingannya bejibun terutama dari kalangan pelajar lokal itu sendiri! Meskipun kita sudah banyak pengalaman lokal dan internasional, tapi kesempatan biasanya tetap diberikan kepada para pelajar lokal yang bahkan belum punya pengalaman sama sekali.

Cari kerja dimana pun juga melelahkan karena memerlukan proses yang panjang, mulai dari kirim lamaran sampai mendapatkan jawaban. Untuk posisi magang di musim panas (summer internship), saya bahkan sudah mengirim berkas lamaran sejak September tahun lalu. Prosesnya begitu lama dan saingannya pun sangat kompetitif, mengingat posisi yang saya lamar ini juga adalah paid internship. Sedangkan untuk kerja paruh waktu, saya memang sudah rutin mengirimkan lamaran sejak akhir November lalu. Dalam satu bulan, saya bisa mengirimkan 10-20 lamaran kerja ke banyak tempat. Ada yang direspon, ada pula yang tak ada kabar sama sekali. Karena sedang sibuk ujian akhir semester dan pindahan, saya juga tak punya waktu untuk follow up semua lamaran yang sudah dikirim.

Target saya, awal tahun 2020 harus sudah dapat pekerjaan baru! Bisa jadi masalah besar kalau sampai akhir Februari saya belum dapat kerja mengingat uang saku hasil au pair kemarin pun makin menipis. Sekarang saja satu minggu belum dapat kerja dan hanya duduk manis di kosan rasanya sangat membosankan. Meskipun bisa saja sesekali kena stress ala pengangguran, tapi untungnya saya tipikal orang yang cukup oportunis dan gigih. Setiap hari saya berusaha mengecek satu per satu lowongan kerja paruh waktu di internet dan mencocokkan dengan kemampuan yang saya miliki. Satu cocok, secepatnya saya mengirimkan resume dan membuat surat lamaran kerja hari itu juga.

Resume dan surat lamaran kerja (cover letter)

Sekarang mari membahas bagaimana caranya saya melamar pekerjaan ke banyak tempat, apakah datang langsung atau mengirim aplikasi via online. Yang pertama, saya ingin membahas dulu soal syarat lamaran kerja di Norwegia. Berbeda dengan Indonesia, kirim lamaran kerja di Norwegia itu anti ribet. Yang dibutuhkan hanya dua, resume/CV dan surat lamaran kerja (cover letter). Kecuali melamar posisi magang di perusahaan besar, syarat transkrip nilai jadi dokumentasi tambahan.

Banyak pekerjaan yang diiklankan di internet bisa langsung kirim aplikasionline tanpa perlu datang mengantarkan berkas ke kantornya. Beberapa perusahaan ada yang dengan baik hati memberifeedback, ada pula yang acuh sama sekali. Jadi kalau kamu lebih rajin dari saya, kamu bisa coba follow up semua surat lamaran kerja yang sudah dikirim tanpa harus menunggu jawaban yang lama terlebih dahulu.

Untuk CV saya buat berbeda-beda berdasarkan jenis pekerjaan dan posisi yang saya lamar. Bahasa yang saya gunakan di CV semuanya menggunakan bahasa Inggris untuk jenis pekerjaan apapun. Saat melamar kerja paruh waktu, saya buat lebih personal dengan menyertakan kemampuan bahasa serta hobi. Sedangkan saat melamar posisi magang, saya lebih menonjolkan pencapaian akademik dan organisasi. Layout-nya pun sangat simpel mengikuti pola Europass, hanya hitam putih. Yang penting isinya jelas ketimbang desainnya yang terlalu menonjol.

Selanjutnya adalah menuliskan surat lamaran kerja. Di komputer, ada banyak sekali file cover letter untuk masing-masing posisi yang sudah pernah saya lamar. Meskipun isinya tak jauh beda satu dan lainnya, namun memang ada yang saya tonjolkan di tiap surat lamaran kerja. Untuk posisi pekerjaan paruh waktu, saya menulis lamaran dengan bahasa Norwegia. Saya tulis kasar terlebih dahulu, lalu Mumu membantu mengedit kembali. Sementara untuk surat lamaran berbahasa Inggris, saya proofread sendiri.

Mengapa saya menuliskan surat lamaran kerja dalam bahasa Norwegia, karena ini membuka sedikit peluang untuk dilirik oleh HRD. Setidaknya akan menimbulkan kesan bahwa meskipun nama saya totok Indonesia, namun ada niat untuk berintegrasi dengan kultur lokal. Ada banyak sekali HRD yang langsung menyingkirkan aplikasi kita sekilas hanya melihat nama yang terlalu asing, meskipun kita bisa lancar bahasa Norwegia.

Sayangnya, dari semua cara di atas, kesempatan saya mendapatkan panggilan kerja pun tak banyak, terutama di jenis pekerjaan paruh waktu berbahasa lokal. Kalau mau dinilai, surat lamaran kerja saya memang terlalu "tipikal"  dan tidak menonjol dari pelamar lainnya. Tak dipungkiri, saya juga banyak melihat contoh di internet yang jenis kontennya memang seragam. Dari sini, saya mengganti taktik untuk menuliskan ulang motivasi dan pengalaman kerja secara lebih clear serta personal dari sebelumnya. Fiiuuhh.. what a process!

Ngomong-ngomong, ini dulu yang bisa saya ceritakan di postingan kali ini. Next, saya ingin cerita soal pengalaman wawancara kerja serta pekerjaan apa yang mungkin akan mendarat ke saya di awal tahun ini!

Kalian sendiri, apakah ada pekerjaan impian yang mungkin sempat terpikir kalau punya kesempatan bisa bekerja paruh waktu di luar negeri?