Friday, May 8, 2020

Tips Pengumuman Pemenang Kompetisi “My Final Year”|Fashion Style

2020 is just around the corner!

Tapi sebelum 2019 usai, saya ingin menutup postingan terakhir tahun ini dengan pengumuman pemenang Kompetisi "My Final Year" yang diadakan sejak bulan September lalu. Sedikit pesimis kalau ada yang ingin berpartisipasi, tapi nyatanya, di akhir-akhir submission justru semakin banyak yang mengirimkan karya! Saya juga banyak membaca, mendapatkan inspirasi dan gambaran tentang negara mana saja yang ingin kalian tinggali jika diberi kesempatan 1-2 tahun. Ternyata, tiga negara terfavorit adalah Britania Raya, Jepang, dan Prancis!

To be honest, I was so baffled!!! Semua karya, baik dalam bentuk tulisan dan ilustrasi, keren-keren dan personal sekali! Saya yang tadinya akan jadi juri tunggal untuk menilai tulisan, mesti menarik seorang teman yang pandai literatur demi memutuskan siapa yang paling paling paling baik diantara yang ter-terbaik! Mumu was in charge to be the only judge of your illustrations!

Terima kasih banyak bagi yang sudah ikut berpartisipasi dan membuat karya yang mungkin cukup melelahkan. Saya betul-betul menghargai kerja keras kalian, terutama yang rela begadang dan submit di akhir-akhir waktu. Tapi sayangnya, hanya ada 2 pemenang yang masing-masing merupakan Best Writing dan Best Illustration.

...and here they are!

BEST ILLUSTRATION

Annisa Wijaya (IG/Twitter: @nisawijaya_) - Not a Dream to be Dreamed Of

Mumu said: I don't know what it says, but it looks like a lot of work went into it. Looks very professional and well done!

BEST WRITING

Klara (IG: @klaradvier) - Prancis

"Saya lahir dan dibesarkan dari keluarga Katolik. Banyak cerita Santo dan Santa alias Orang Kudus yang saya baca dan dengar. Namun yang selalu menjadi favorit saya sampai sekarang adalah kisah gadis kecil bernama Bernadette Soubirous yang juga menjadi kisah dibalik tempat ziarah kota Lourdes. Kalau diberikan kesempatan untuk tinggal di negara lain selain Indonesia, saya akan memilih Perancis. Keinginan itu sejalan dengan mimpi saya untuk menjadi seorang Au Pair.
Kalau mimpi saya menjadi seorang Au Pair di Perancis terwujud, kota pertama yang ingin saya kunjungi tentunya adalah Paris. Mungkin untuk Nin, kota ini sudah biasa saja. Namun, saya tidak akan bohong, saya juga ingin melihat langsung penampakan Menara Eiffel di kota Paris. Melihat kerlap kerlip kota Paris di malam hari. Walaupun setelah saya menggali banyak informasi tentang kota Paris, ternyata tidak seindah bayangan saya.
Namun, kota Paris bukanlah kota tujuan utama saya. Melainkan satu kota di tenggara Perancis, Annecy, yang juga menjadi kota tempat mantan Au Pair, Kak Icha Ayu. Kota yang dijuluki Venesianya Perancis ini menawarkan keindahan kota yang sungguh cantik. Berdekatan dengan danau Annecy, kota ini dikelilingi dengan kanal-kanal layaknya Venesia di Italia. Kota ini juga berdekatan dengan Swiss, sehingga dekat dengan gunung dan perbukitan.
Nah, kalau saya berkesempatan Au Pair di Perancis, saya ingin mengajak Nin ke kota ini ketimbang Paris. Saya sendiri pun tidak terlalu menyukai wisata kota yang penuh wisatawan dan segala keramaiannya. Saya lebih menyukai wisata alam dan ketenangannya. Di kota Annecy, saya tidak ingin mengajak Nin camping, karena saya pun sebetulnya bukan anak Pramuka yang mengerti bagaimana mendirikan tenda. Saya hanya ingin sekedar berjalan-jalan di sekitaran kota. Dan mengunjungi Gorges du Fier yang berjarak sekitar 10km dari kota Annecy. Gorges du Fier adalah sebuah dinding ngarai/tebing yang terbentuk oleh alam dan dipasangi jembatan setinggi 25 meter diatas sungai di bawah tebing."
Baca cerita lengkap Klara di sini !

Why Klara: First of all, she REALLY knows what she wants for 2 years in France! Meskipun tempat yang dipilih mainstream, tapi ide untuk membawa saya ke kota Annecy ketimbang Paris terdengar begitu meyakinkan! Jepp, I'd love to go to Gorges du Fier!

Selamaaaaat kepada para The Best Winners di kompetisi kali ini karena kalian berdua masing-masing akan mendapatkan paket lucu asli desain Skandinavia.

BUT! As I said earlier, saya betul-betul kebingungan menentukan siapakah yang harus jadi pemenang, hingga akhirnya saya putuskan untuk menambah daftar pemenang menjadi The Most Favorite Ones. Tiga orang yang menjadi pilihan favorit saya ini akan mendapatkan masing-masing 3 lembar kartupos bergambar cetakan Prancis, Belgia, Italia atau Denmark (randomly chosen), serta cokelat Kvikk Lunsj asli khas Norwegia.

THE MOST FAVORITE;

ILLUSTRATION

Wastuwedha Kidung (IG: @wastuwedha/Twitter: @unyilkecilusil) - Ibu Peri

Mumu said: Very interesting! I like that the whole drawing is just one line. The line is the adventure and we get to follow it on the whole journey.

WRITING

1. I Gusti Made Dwi Guna (IG: @gunamars) - Narni, Land of Dream

"Narni, disebut sebagai sebuah komune di Provinsi Terni, Umbria di Italia. Sebuah tempat yang hanya bisa saya bayangkan karena belum pernah ke sana. Narni memiliki kontur kota yang tidak sepenuhnya tua, kuno, konservatif. Saya suka melihat arsitektur kota yang berwarna tanah, ochre, khaki, dan aneka warna alam lain yang berpadu dengan hijau landscape membentang lapang. Seni arsitektur yang klasik juga adalah hal unik yang tak mungkin dilewatkan.
Terakhir sempat mengecek story Instagram kamu yang konon peserta ajang menulis ini semakin membludak, namun adakah di antara mereka yang mengajak berjualan kopi keliling? Sebab itulah yang akan kita lakukan jika suatu saat nanti kita mendaratkan kaki di negeri nan indah, tempat bermuaranya mimpi bernama Narni. Iya, saya ingin kita berjualan kopi keliling dengan mobil Piaggio APE."
Baca cerita lengkap Gusti di sini !

Why Gusti: Definisi penulis yang menulis dengan sangat baik, menawarkan keunikan ide yang otentik dan cukup personal. Tempat yang dipilih Gusti pun cenderung out of radar, tapi doi mampu membuat jalan cerita yang imajinatif!

2.  Winda Rossalia (IG: @windarossalia/Twitter: @windarossalia) - Festival dan Daftar Impian di Korea Selatan

"Sejujurnya aku tak punya pikiran menjadikan Korea Selatan sebagai tempat yang ingin dikunjungi. Alasannya karena sudah terlalu banyak orang yang pergi kesana dan menurut ku kurang seru kalau pergi ke negara yang sudah sering dikunjungi oleh banyak orang. Namun Korea Selatan bukan hanya tentang Gangnam street-nya, Namsan Tower yang ada di Seoul, pantai di Pulau Jeju, atau menikmati musim gugur di Nami Island saja. Ada banyak festival yang ingin ku datangi selam 4 musim, serta mencicipi kuliner khas Korea yang selama ini hanya bisa ku lihat di serial drama.
Di satu sisi, aku ingin sekali mengajak Kak Nin ke secondhand bookstore atau dikenal dengan nama Seoul Book Respository. Kalau tidak salah baca nih ya, Kak Nin suka baca buku dan aku pun begitu. Aku selalu ingin berlama-lama kalau sudah di toko buku ataupun di perpustakaan. Apalagi di Seoul Book Respository ini desain bangunannya sangat keren dan bikin takjub karena ini salah satu store/perpustakaan dengan bangunan yang besar dan luas."
Baca cerita lengkap Winda di sini !

Why Winda: Kamu harus baca cerita lengkap Winda yang panjang untuk memahami kegelisahan dan kekocakkannya saat menentukan negara mana yang ingin dia tinggali! Meskipun ada banyak deretan target aktifitas yang ingin ia capai selama satu tahun di Korea Selatan, tapi idenya membawa saya ke toko buku bekas ini adalah ide yang PALING saya sukai dari semua tulisan! Hei, saya sebetulnya tak hanya suka membaca, tapi juga suka menikmati dan mengamati interior yang tak biasa. Well done, you studied me so well!

Bagi yang belum menang, PLEASE don't be sad dan tetaplah terus berkarya. Saya doakan semoga kalian diberikan kesempatan untuk menapakki dan tinggal di negara terfavorit seperti halnya mimpi yang sudah kalian tulis. I am pretty sure I will run another competition in the future with more interesting giveaways and hopefully you're still interested to join!

Sekali lagi, terima kasih banyak dan selamat kepada seluruh pemenang! Kalian semua akan dihubungi dan hadiah akan dikirimkan ke alamat masing-masing. Sampai ketemu di postingan berikutnya tahun depan!!

HAPPY NEW YEAAAAR!!

Thursday, May 7, 2020

Tips Pengalaman Naik Cathay Pacific Kelas Bisnis dan Ekonomi Rute Zürich - Hong Kong - Jakarta (PP)|Fashion Style

Sudah lama saya mendengar reputasi baik Cathay Pacific yang selalu menjadi top airlines setiap tahunnya. Tak terlalu banyak kesempatan untuk mencoba maskapai asal Hong Kong ini, akhirnya di akhir tahun 2019 saya bisa mencicipi duduk di dua kelas sekaligus dalam satu rute; Ekonomi dan Bisnis.

Naik maskapai ini juga sebetulnya kebetulan karena di tanggal yang saya pilih, hanya Cathay Pacific yang harganya paling murah untuk pulang ke Indonesia. Maklum, akhir tahun, peak season. Saya memesan tiket bolak-balik seharga NOK 6700 atau sekitar €658. Harga maskapai lainnya sudah di atas angka €900, bahkan mencapai €1400 untuk kelas Ekonomi! Tak lsampai Oslo memang, karena saya harus memesan tiket lagi setelahnya.

Tapi apakah benar reputasi Cathay Pacific sebaik yang selalu diberitakan di media? Berikut review saya selama mengudara bersama Cathay Pacific!

Check-in dan bagasi

Hampir seragam dengan banyak full board airlines lainnya, Cathay Pacific tak pelit menjatah penumpang kelas Ekonomi dengan berat bagasi sampai 30 kg. Di Zürich sendiri, yang menjadi base di Eropa, penumpang bisa langsung mencetak baggage tag, menuju mesin scanner dan memindai barcode sendiri, tanpa perlu mengantri di konter check-in.

Untuk proses check-in, penumpang sudah diperbolehkan online check-in minimal 48 jam sebelum keberangkatan. Saya mengalami masalah saat online check-in ini karena proses dinyatakan gagal saat akan check-in rute Hong Kong - Jakarta. Cukup menyebalkan, dikarenakan saya memang ingin memilih kursi sendiri demi menghindari dapat kursi tengah secara random.

Karena kegagalan check-in ini, saya menghubungi pihak Cathay Pacific via help center chat mereka. Asumsi saya saat itu, mungkin saya tak bisa check-in karena bukan warga asal Eropa atau Swiss, jadi harus menunjukkan residence permit dulu di bandara. Namun petugas customer service-nya mengatakan bukan itu yang menyebabkan kegagalan, melainkan bandara Zürich menemukan ada kecurigaan di sistem mereka. Waduh!

Dua jam sebelum keberangkatan, saya mengantri di konter check-in untuk mendaftarkan bagasi dan meminta boarding pass. Saya juga komplen ke petugas konternya, kenapa proses check-in saya gagal hingga akhir. Petugas konter hanya menjelaskan bahwa rute Hong Kong - Jakarta sedang overbooking. Jadi untuk saat itu, saya hanya bisa mendapatkan boarding pass Zürich - Hong Kong, sementara penerbangan selanjutnya harus dikonfirmasi ulang ke konter yang ada di Hong Kong.

"Masih ada kursi di lorong kah?" tanya saya ke si petugas konter untuk mengecek.

"Kalau saya lihat di sini sebetulnya tidak ada. Tapi saya akan informasikan ke petugas di Hong Kong kalau kamu request kursi di lorong ya. Yang saya lihat memang kursi yang masih tersedia hanya di Premium Economy dan Business saja ini. But, don't worry, you are set! They will help you!" kata si petugas santai.

Ngomong-ngomong, bandara Zürich ini ternyata besar dan panjang sekali! Dari konter check-in menuju ke gate sampai butuh kereta dan perjalanannya cukup lama. Belum lagi mengantri di security border-nya. Untuk jaga-jaga, saya menyarankan datang maksimum 2 jam sebelum keberangkatan untuk penerbangan internasional! Apalagi kalau bawa anak-anak dan masih ingin window shopping dulu.

Di Hong Kong, saya langsung menuju konter check-in untuk mendapatkan boarding pass ke Jakarta dan sempat komplen juga mengapa saya tak bisa online check-in dan memilih kursi sendiri.

"Iya, saya lihat di sini kamu request kursi di lorong ya. Tapi sayangnya sudah tidak ada kursi di bagian lorong," kata si petugas konter.

"Tapi kan itu bukan salah saya. Saya tetap prefer kursi di bagian lorong kalau ada. Kenapa juga saya tak bisa online check-in?"

"Kamu tidak bisa online check-in karena memang pesawatnya sedang overbooking. Jadinya kami sengaja memilih meng-upgrade kursi kamu ke Premium Economy. Ini ada kursi di bagian A, dekat jendela, tapi sudah dipindahkan ke kelas Premium Economy," jelas si petugas konter sambil memberikan saya boarding pass yang kelasnya sudah di-upgrade.

Oalaaahhh....

Kenyamanan Kursi dan Kabin

Setelah laporan panjang soal proses check-in, kali ini mari membahas soal kenyaman kursi Cathay Pacific. Untuk pesawat, saya menggunakan 3 jenis pesawat berbeda untuk rute pulang pergi ini. Rute Zürich - Hong Kong, pesawat yang digunakan adalah Airbus A350-1000 dengan formasi 3-3-3 di kelas Ekonomi.

Kalau mau jujur, kursi kelas Ekonomi di Cathay Pacific ini sungguh kurang nyaman. Bantalannya sangat keras dan beberapa kursi tak bisa disandarkan! Untuk standar Ekonomi, maskapai ini malah kalah jauh dari Thai Airways , menurut saya.

Sementara untuk rute Hong Kong - Jakarta, pesawat yang digunakan adalah Boeing 777-300ER. Di rute ini, saya yang tadinya mendapatkan kursi Premium Economy, di-upgrade kembali ke kelas Bisnis! Ketahuannya saat saya iseng-iseng mengecek situs mereka untuk mengecek ulang pemesanan. Tiba-tiba saya melihat nomor kursi saya sudah diganti jadi 20K yang mana adalah kursi kelas Bisnis. Saat boarding pun, kartu boarding pass saya mengalami error lalu diganti dengan boarding pass kelas Bisnis yang baru.

Sepertinya pesawat memang sangat penuh saat itu, makanya beberapa penumpang kelas Ekonomi kecipratan rejeki di-upgrade langsung ke Bisnis untuk mengakomodir penumpang lain di kelas lainnya. Bapak-bapak di samping saya cerita kalau harusnya beliau memesan Premium Economy dari Johannesburg, tapi sampai boarding gate, boarding pass-nya langsung diganti ke kelas Bisnis.

Anyway, kalau boleh curhat, duduk di kursi Bisnis Cathay Pacific bisa jadi adalah mimpi saya sejak lama. Pernah suatu kali saya iseng membuka Instagramnya Ruben Onsu yang sekeluarga naik kelas Bisnis ke Hong Kong untuk liburan. Sepertinya sangat nyaman bisa mendapatkan fasilitas berlebih seperti itu.

Tapi karena perjalanan Hong Kong - Jakarta tak terlalu lama, hanya sekitar 4 jaman, naik kelas Bisnis sebetulnya tak terlalu worth-it. Bagi saya, kelas Bisnis menjadi sangat nyaman kalau penerbangan harus menempuh jarak panjang sampai harus tidur dan beristirahat.

Untuk kursinya sendiri, lagi-lagi saya harus katakan, biasa saja. Dibandingkan kursi Bisnis Singapore Airlines yang lebih elegan dan empuk, bantalan keras Cathay Airways seragam saja seperti kelas Ekonominya.

Saya juga kurang suka dengan LCD besarnya yang kurang solid. Buka tutup dulu layaknya jendela. Layar ini juga harusnya dikatupkan kembali saat mendarat agar tak tiba-tiba tertutup sendiri layaknya saya saat itu. Sedang asik-asik nonton di akhir episode, saat mendarat tiba-tiba si layar terkatup sendiri ke belakang. Ppppfftt!

Makanan

Untuk pilihan makanan, baik di kelas Ekonomi maupun Bisnis, saya bisa katakan biasa-biasa saja. Menu yang ditawarkan biasanya mengikuti rute pesawat, dengan campuran menu Hongkongers. Ada beberapa menu yang bahkan diulang-ulang kembali dengan presentasi makanan yang sedikit berbeda.

Rute Zürich - Hong Kong (Economy Class)

Rute Hong Kong - Jakarta (Business Class)

Kalau mau jujur, presentasi makanan di kelas Bisnis ini sebetulnya tak terlalu menarik. Yang menarik memang hanya piring porselennya yang berbeda dari kelas Ekonomi. Cara mereka menyajikan juga secara berkeliling sambil membawa makanan yang bisa langsung dipilih oleh penumpang kelas Bisnis. Di sesi ini, saya memilih Dim Sum, meskipun presentasi mie goreng sebetulnya lebih menarik.

Rute Jakarta - Hong Kong - Zürich

Di rute kepulangan ke Zürich, saya tidak menyempatkan memotret menu makanan apa saja yang disajikan saat itu. Tapi sebetulnya makanan yang tersedia juga hampir sama seperti di atas. Untuk makan malam utama dari Hongkong ke Zürich, saya lewatkan karena mata saya sudah tak kuat menahan kantuk. Padahal saat saya baca menu utamanya, lebih menggoda ketimbang rute sebelumnya.

Saat sarapan, saya lagi-lagi mengambil menu bubur yang kali ini variasinya menggunakan Beef Stroganoff. Bubur ini juga sebetulnya hanya berasa asin saja, tipikal makanan Hong Kong yang ringan di pagi hari. Tapi sejujurnya cukup menyegarkan tenggorakan karena hangat dan lumer, ketimbang omelet dan sosis.

Meskipun menunya cenderung hambar, namun saya cukup terkesan dengan sajian dessert mereka yang selalu menyajikan es krim setelah makan besar. Kita juga bisa memesan snack tambahan di sela waktu sekiranya masih kelaparan lewat awak kabin.

Fasilitas dan pelayanan di kabin

Soal fasilitas, mungkin saya lebih menyoroti daftar pilihan entertainment yang tersedia selama penerbangan. Meskipun banyak sekali film-film bermutu yang bisa kita nonton, namun saya kurang tertarik dengan isi lagu mereka yang kebanyakan jadul. Selain itu toiletnya juga kurang bersih dan cenderung messy, bahkan di kelas Bisnis sekali pun.

Lalu pelayanan, saya mungkin akan menaruh angka 6. Mengapa, karena bisa dikatakan awak kabinnya kurang responsif. Untuk mengantarkan makanan dari depan ke belakang memang biasanya harus bolak-balik dua kali untuk mengisi kembali trolley. Saya dan penumpang yang duduk di kursi agak belakang harus menunggu mungkin 15 menitan lebih sebelum makanan kami diantarkan. Padahal saat itu kami sudah lapar luar biasa. Mengapa saya tahu, karena pasangan muda yang duduk di samping saya sampai mengupas pisang bawannya demi menahan lapar.

Saat mengangkat nampan kotor pun lamanya bukan main. Padahal penumpang sudah selesai makan 20 menit yang lalu, namun awak kabin belum juga kembali mengumpulkan piring kotor.

Satu hal lagi yang saya kecewa, salah satu awak kabin bahkan menghentikan penyajian mie instan sebagai snack, sekitar 2,5 jam sebelum mendarat. Padahal 2 menit yang lalu doi baru saja mengantarkan mie instan ke salah satu penumpang. Lalu saat saya request minta mie instan, doi menolak dengan alasan, sebentar lagi sarapan akan diantarkan. Padahal saya tahu sarapan diantarkan biasanya kurang lebih satu jam sebelum mendarat. Yang membuat saya kesal, ternyata satu jam kemudian ada yang request mie instan, tapi tetap dibuatkan oleh awak kabin yang lain!

Kesimpulan:

Tak ada yang sangat istimewa dari Cathay Pacific ketimbang maskapai besar lainnya. Semuanya terkesan biasa saja, menurut saya. Jam keberangkatan pun delay dan pelayanan selama di udara juga kurang responsif.

Tips 2020: The Newest Year After Five-Year|Fashion Style

Setelah 5 tahun jadi au pair dan selalu merasa hidup dengan banyak batasan, akhirnya di tahun ini saya bebas melakukan apa yang saya mau — meskipun dengan tanggung jawab yang lebih besar pula! Beruntungnya lagi, dari bulan lalu saya masih sempat pulang ke Indonesia demi melepas penat sebelum kembali menyelesaikan studi di Norwegia.

Pulang ke Indonesia selalu menjadi terapi ketika masih punya kesempatan berkumpul bersama keluarga sekalian makan makanan khas yang tak ada kloningannya di Eropa.This is SO good! Bangun tidur dengan santai, tak ada suara teriakan anak, tak ada SMS soal daftar pekerjaan rumah tangga, serta tak ada batas sungkan karena masih tinggal di rumah orang.I am at home, literally my parents' home, Kota Palembang!

What are (gonna be) new matters in 2020 that make me this glad?

1. Tempat Tinggal

Tidak ada yang lebih bahagia dari tinggal di rumah sendiri. Bukan rumah orang tua, tapi betul-betul rumah sendiri. Tempat dimana bisa tidur nyenyak dan bangun jam berapa pun kita mau! Tempat dimana kita bisa undang banyak teman tanpa peduli dengan komentar si tuan rumah. Tempat terbaik juga dimana kita bebas melakukan apapun tanpa tatapan sinis dari si tuan rumah karena kamar berantakan.

Yes, this is a place I have always wanted! Meskipun tempat tersebut hanya berupa kamar berukuran mini dengan fasilitas berbagi, tapi setidaknya inilah tempat ternyaman berbayar yang saya punya hak atasnya! Saya juga tidak sabar memberi tahu kalian, tempat ternyaman seperti apa yang akan saya tinggali di tahun ini setelah melepaskan semua atribut mewah milik host family. (Baca di sini bagi yang ingin tahu dimana saya tinggal sekarang!)

2. Pekerjaan

Say bye to those home cleaning and babysitting jobs! Bukan, bukan saya sombong untuk menghindari pekerjaan tersebut. Tapi kalau sudah jadi au pair 5 tahun lamanya, kalian akan mengerti mengapa pekerjaan serupa tak lagi menarik dan menantang. Saya juga sudah bersumpah untuk menjauh dari tawaran babysitting yang masih berhubungan dengan anak-anak, meskipun dinilai tugasnya mudah; hanya jaga anak-anak main atau makan.

Di tahun yang baru ini, mulai mencari kerja di luar bidang yang sudah saya tekuni adalah langkah awal mengembangkan karir yang lebih profesional. Soal pekerjaan ini juga saya akan bahas selengkapnya di postingan lain, because I can't wait to tell you more what am I gonna do for living!

3. Networking

Sudah tidak lagi jadi au pair, bukan berarti saya memutus tali silaturahim dengan para au pair yang masih aktif di luar sana. Mereka semua adalah anak muda hebat yang selalu punya cerita dan berita soal dunia peraupairan. Sejak mendedikasikan weblog ini untuk menyebarkan informasi seputar au pair, saya juga sudah berkomitmen untuk terus memperbarui semua informasi tentang au pair setiap tahun.

Namun karena sudah punya banyak waktu untuk diri sendiri, diharapkan saya juga bisa memperluas jaringan dari pekerjaan paruh waktu atau magang yang mungkin nanti akan saya jalani. Sejujurnya, saya juga tak sabar keluar dan bertemu orang-orang baru lagi. I can't wait to learn more from them!

4. Resolusi

Jepp! Dari yang harus fokus investasi, cari kerja, sampai lancar bahasa Norwegia level B2 adalah beberapa target saya di awal 2020. Tahun lalu saya masih terlalu boros untuk mengeluarkan uang demi jalan-jalan yangmoderate serta sulitnya menabung demi memuaskan gaya hidup. Beruntung, belum menginjak usia 30 tahun, 30 negara sudah saya singgahi. Tahun ini tak ada lagi target negara tertentu yang harus saya kunjungi demifeed Facebook ataupun kumpulan foto keren di Instagram. Sekarang saatnya berpikir serius demi dana pensiun dan dana cadangan,because I am tired of being broke!

Target lain adalah setidaknya menyelesaikan dan fasih bahasa lokal di level B2. Di Norwegia, level B2 ini sudah dianggap cukup baik untuk melamar kerja atau mendaftar ke sekolah yang syaratnya harus bisa "godt norsk". Lagipula sejujurnya saya mulai muak memakai bahasa Inggris di percakapan sehari-hari meskipun hampir semua penduduk Norwegia mampu berbahasa Inggris dengan lancar.I am quite hard to myselfsoal bahasa Norwegia ini. Bahkan berkali-kali misuh-misuh ke Mumu , kapan kah saya bisa mengerti dan bicara secara fasih?!

Five. Atmosfir

Mungkin lebih tepatnya, the real feeling of freedom like a wild bird! Saya sadar bahwa tahun ini juga bisa lebih berat karena saya harus berdiri di kaki sendiri tanpa fasilitas dan liburan mewah setiap tahun. Tapi karena keterbatasan itulah, saya yakin bahwa hidup layaknya mahasiswa kere di luar negeri akan membawa perubahan besar di hidup saya. Hidup mandiri itu memang berat namun akan mengasah mental sekuat baja, because most of the time, life is unfair.

Meskipun nantinya masih harus mengatur waktu antara membagi jadwal kuliah, kerja paruh waktu, dan berorganisasi, tapi setidaknya saya tidak merasa berhutang budi pada siapapun hanya karena masih menumpang. I am not afraid of being kicked out dan residence permit saya dicabut hanya karena tak cocok dengan employer (layaknya host family sebagai 'bos' kita). Bayangkan kalau masih jadi au pair, mengatur waktu untuk liburan dan ketemu orang baru saja masih dirasa cukup susah. Hmmm... This freedom smells so fresh, sodara-sodara!

Walaupun katanya 2020 itu hanyalah 2019-dengan-resolusi-lawas tapi wajah yang baru, namun bagi saya, this is a new happiest year! Bagaimana dengan kalian sendiri, adakah hal baru yang ditunggu tahun ini?

Tips Berburu 'Student Job' Tanpa Lelah (Bagian 1)|Fashion Style

"It doesn't matter if you flip burgers, bricks or houses. Just don't sit on your ass all day flipping channels. Hustle." - Denzel Washington

Setelah pencarian host families tanpa lelah sejak 5 tahun ke belakang, kegiatan saya berburu pekerjaan baru memang belum terhenti sampai di situ. Ketika mendengar cerita berkuliah saya di Norwegia, salah satu om menyayangkan keputusan saya harus kuliah dengan biaya sendiri. Apalagi setelah tahu saya akan kuliah sekalian bekerja paruh waktu untuk menopang biaya hidup. Ide ini dipandangnya cukup nekad dan gila mengingat beliau dulu bisa kuliah di luar negeri juga karena bantuan beasiswa.

"Kalau ada beasiswa, ya kenapa juga harus repot-repot kerja? Sebaiknya fokus saja ke studi, daripada harus mengorbankan waktu sekalian kerja part-time," ujarnya.

Dari sana, beliau dengan pedenya menyuruh saya mencari tahu informasi beasiswa LPDP yang begitu dia banggakan tersebut — meskipun dulunya dapat beasiswa dari Pemerintah Jerman, DAAD. Katanya tak masalah apply meskipun saya sudah masuk semester dua. Jadi maksudnya on going saja begitu. Well, demi memuaskan keingintahuan beliau, saya cari saja informasi soal beasiswa tesis LPDP yang mungkin memang tersedia tahun ini. Namun untungnya, memang tak ada!

Oke, saya bukan anti beasiswa. Saya malah sebetulnya sangat ingin dapat beasiswa tiap bulan tanpa perlu repot-repot dan capek memikirkan soal biaya hidup. Kuliah dengan biaya sendiri itu super duper berat, Sodara! Tapi apa daya, saya tahu diri. Nilai IPK pas-pasan, malas minta surat rekomendasi (lagi), belum lagi saingannya bejibun. Jadi daripada berekspektasi harus bisa kuliah dengan dana beasiswa, saya tetap akan kuliah meskipun harus menopang biaya hidup dengan kerja sambilan.

Lagipula, kuliah sekalian kerja paruh waktu di luar negeri itu sebetulnya punya banyak manfaat. Selain cari uang, kesempatan lainnya adalah;

1. Memperlancar bahasa lokal

2. Menambah pengalaman dan memperluas networking

3. Mengenal lebih jauh budaya kerja setempat

4. Punya rekan kerja dan tak lagi bicara dengan tembok layaknya kesendirian au pair dulu!

Di Norwegia, pelajar asing yang mendapatkan izin tinggal bisa bekerja paruh waktu sampai 20 jam per minggu. Di sini, kerja paruh waktu disebut deltid atau 50% porsinya, mengingat kerja heltid (100%) itu sama dengan 37,5-40 jam per minggu.

Kalau ada yang tanya ke saya, apakah cari kerja paruh waktu di Norwegia itu mudah, jawabannya adalah mudah! Syaratnya, kamu mesti bisa lancar bahasa Norwegia, dan yang kedua, kamu punya orang dalam alias teman yang bisa jadi referensi utama mu ke bos di tempat kerja tersebut. Mudah kan? ;p

Tapi bagi pelajar asing, cari kerja di Norwegia tanpa kedua syarat tersebut bisa jadi malapetaka karena keterbatasan lowongan kerja. Belum lagi, 70% lowongan kerja yang tersedia di sini sebetulnya tidak diiklankan, melainkan hanya kabar dari mulut ke mulut. Jadi kalau networking kita sempit, jangan harap bisa dapat pekerjaan dengan mudah, bahkan untuk jadi cleaning lady sekali pun!

Pekerjaan yang dikira mudah semisal pelayan McDonalds atau pegawai pom bensin pun tak banyak melirik pelajar asing karena masalah bahasa. Mengapa syarat bahasa Norwegia sangat mutlak di kota-kota besar semisal Oslo atau Bergen, karena tingginya persaingan antara orang asing dan warga lokal. Jadi kalau kamu hanya terpaku di bahasa Inggris, bisa dipastikan lowongan kerja akan sangat sedikit sekali. Makanya banyak pelajar asing lebih realistis dan memilih bekerja sebagai kurir makanan (layaknya GoFood), kurir koran, petugas kebersihan, atau babysitter lepas, yang berkualifikasi tanpa perlu menguasai bahasa lokal.

Kembali ke saya pribadi, karena memang tak punya orang dalam dan networking yang luas, saya masih sedikit beruntung karena bisa bicara dan mengerti bahasa Norwegia (level A2) meskipun memang belum cukup kuat untuk bersaing di luaran. Itulah mengapa ada manfaatnya jadi pelajar setelah menyelesaikan masa au pair, karena level bahasa kita biasanya lebih baik ketimbang para pelajar asing lain yang baru saja datang ke Norwegia. Plusnya lagi, karena memahami isi konten yang ada di internet, kita bisa curi start duluan berburu pekerjaan paruh waktu di banyak situs lowongan kerja seperti Finn, Glassdoor, Nav, Indeed, Karrierestart, dan masih banyak lainnya.

Untuk jenis pekerjaan, saya tak neko-neko.I don't care as long as I could pay my bills dan latihan bicara bahasa lokal. Jadi pilihannya bisa ke pelayan restoran, penjaga toko, atau asisten butik yang setiap hari menggunakan bahasa Norwegia. Selain jenis pekerjaan tersebut, saya juga mencoba melamar ke perusahaan startup di Norwegia pada posisi magang berbayar (paid internship). Saya mesti sombong sedikit untuk hanya memilih posisi magang yang dibayar karena sekarang memang sedang butuh uang.

Getting a process takes time!

Lalu apakah dengan menguasai bahasa Norwegia stage A2 membuat kesempatan saya lebih besar? Sebetulnya tidak juga. Dari banyaknya lowongan pekerjaan paruh waktu tersebut, tak semuanyaa saya berkualifikasi dikarenakan tetap ada persyaratan yang mengharuskan menguasai bahasa Norwegia dengan sangat lancar. Jadi walaupun sudah bisa bahasa lokal sedikit-sedikit, saya juga tak mau bertaruh mengirim lamaran kerja ke beberapa tempat yang memang mewajibkan bahasa Norwegia fasih sebagai syarat mutlak. Lagipula menulis resume dan surat lamaran kerja itu sangat melelahkan, lho! Saya mesti menyesuaikan isi surat lamaran dengan jenis pekerjaan yang saya lamar.

Kembali lagi, karena saya tidak punya orang dalam atau kenalan, serta degree bahasa Norwegia masih stage dasar, cari kerja paruh waktu menjadi tantangan yang sangat berat. Jangan salah, untuk posisi yang kita kira mudah seperti pelayan restoran atau pegawai toko, saingannya bejibun terutama dari kalangan pelajar lokal itu sendiri! Meskipun kita sudah banyak pengalaman lokal dan internasional, tapi kesempatan biasanya tetap diberikan kepada para pelajar lokal yang bahkan belum punya pengalaman sama sekali.

Cari kerja dimana pun juga melelahkan karena memerlukan proses yang panjang, mulai dari kirim lamaran sampai mendapatkan jawaban. Untuk posisi magang di musim panas (summer internship), saya bahkan sudah mengirim berkas lamaran sejak September tahun lalu. Prosesnya begitu lama dan saingannya pun sangat kompetitif, mengingat posisi yang saya lamar ini juga adalah paid internship. Sedangkan untuk kerja paruh waktu, saya memang sudah rutin mengirimkan lamaran sejak akhir November lalu. Dalam satu bulan, saya bisa mengirimkan 10-20 lamaran kerja ke banyak tempat. Ada yang direspon, ada pula yang tak ada kabar sama sekali. Karena sedang sibuk ujian akhir semester dan pindahan, saya juga tak punya waktu untuk follow up semua lamaran yang sudah dikirim.

Target saya, awal tahun 2020 harus sudah dapat pekerjaan baru! Bisa jadi masalah besar kalau sampai akhir Februari saya belum dapat kerja mengingat uang saku hasil au pair kemarin pun makin menipis. Sekarang saja satu minggu belum dapat kerja dan hanya duduk manis di kosan rasanya sangat membosankan. Meskipun bisa saja sesekali kena stress ala pengangguran, tapi untungnya saya tipikal orang yang cukup oportunis dan gigih. Setiap hari saya berusaha mengecek satu per satu lowongan kerja paruh waktu di internet dan mencocokkan dengan kemampuan yang saya miliki. Satu cocok, secepatnya saya mengirimkan resume dan membuat surat lamaran kerja hari itu juga.

Resume dan surat lamaran kerja (cover letter)

Sekarang mari membahas bagaimana caranya saya melamar pekerjaan ke banyak tempat, apakah datang langsung atau mengirim aplikasi via online. Yang pertama, saya ingin membahas dulu soal syarat lamaran kerja di Norwegia. Berbeda dengan Indonesia, kirim lamaran kerja di Norwegia itu anti ribet. Yang dibutuhkan hanya dua, resume/CV dan surat lamaran kerja (cover letter). Kecuali melamar posisi magang di perusahaan besar, syarat transkrip nilai jadi dokumentasi tambahan.

Banyak pekerjaan yang diiklankan di internet bisa langsung kirim aplikasionline tanpa perlu datang mengantarkan berkas ke kantornya. Beberapa perusahaan ada yang dengan baik hati memberifeedback, ada pula yang acuh sama sekali. Jadi kalau kamu lebih rajin dari saya, kamu bisa coba follow up semua surat lamaran kerja yang sudah dikirim tanpa harus menunggu jawaban yang lama terlebih dahulu.

Untuk CV saya buat berbeda-beda berdasarkan jenis pekerjaan dan posisi yang saya lamar. Bahasa yang saya gunakan di CV semuanya menggunakan bahasa Inggris untuk jenis pekerjaan apapun. Saat melamar kerja paruh waktu, saya buat lebih personal dengan menyertakan kemampuan bahasa serta hobi. Sedangkan saat melamar posisi magang, saya lebih menonjolkan pencapaian akademik dan organisasi. Layout-nya pun sangat simpel mengikuti pola Europass, hanya hitam putih. Yang penting isinya jelas ketimbang desainnya yang terlalu menonjol.

Selanjutnya adalah menuliskan surat lamaran kerja. Di komputer, ada banyak sekali file cover letter untuk masing-masing posisi yang sudah pernah saya lamar. Meskipun isinya tak jauh beda satu dan lainnya, namun memang ada yang saya tonjolkan di tiap surat lamaran kerja. Untuk posisi pekerjaan paruh waktu, saya menulis lamaran dengan bahasa Norwegia. Saya tulis kasar terlebih dahulu, lalu Mumu membantu mengedit kembali. Sementara untuk surat lamaran berbahasa Inggris, saya proofread sendiri.

Mengapa saya menuliskan surat lamaran kerja dalam bahasa Norwegia, karena ini membuka sedikit peluang untuk dilirik oleh HRD. Setidaknya akan menimbulkan kesan bahwa meskipun nama saya totok Indonesia, namun ada niat untuk berintegrasi dengan kultur lokal. Ada banyak sekali HRD yang langsung menyingkirkan aplikasi kita sekilas hanya melihat nama yang terlalu asing, meskipun kita bisa lancar bahasa Norwegia.

Sayangnya, dari semua cara di atas, kesempatan saya mendapatkan panggilan kerja pun tak banyak, terutama di jenis pekerjaan paruh waktu berbahasa lokal. Kalau mau dinilai, surat lamaran kerja saya memang terlalu "tipikal"  dan tidak menonjol dari pelamar lainnya. Tak dipungkiri, saya juga banyak melihat contoh di internet yang jenis kontennya memang seragam. Dari sini, saya mengganti taktik untuk menuliskan ulang motivasi dan pengalaman kerja secara lebih clear serta personal dari sebelumnya. Fiiuuhh.. what a process!

Ngomong-ngomong, ini dulu yang bisa saya ceritakan di postingan kali ini. Next, saya ingin cerita soal pengalaman wawancara kerja serta pekerjaan apa yang mungkin akan mendarat ke saya di awal tahun ini!

Kalian sendiri, apakah ada pekerjaan impian yang mungkin sempat terpikir kalau punya kesempatan bisa bekerja paruh waktu di luar negeri?

Wednesday, May 6, 2020

Tips Cari Kontrakan Baru di Oslo|Fashion Style

Nasib saya di awal tahun ini sebelumnya cukup abu-abu. Setelah nihil akomodasi dan tidak punya alamat lagi per awal Desember tahun lalu, saya cukup dipusingkan kemana akan tinggal setelah kembali lagi ke Oslo. Awal Desember saya sudah harus hengkang bantu host family pindahan ke Swiss sebelum pulang ke Indonesia sampai awal Januari. Intinya, saya sudah kehilangan waktu untuk datang ke room viewing.

Di Norwegia, beberapa pemilik apartemen atau kamar biasanya mewajibkan calon penyewa datang dulu ke lokasi dan melihat langsung kamar, sebelum akhirnya memutuskan. Selain itu, biasanya dari pihak pemilik juga ingin melihat langsung si penyewa ini orangnya seperti apa. Meskipun, ada juga banyak kamar yang bisa disewakan tanpa kita perlu datang langsung tapi cukup lewat video call. Intinya, karena dari awal Desember sampai awal Januari saya tak berada di Oslo, hal ini cukup memberatkan untuk datang langsung melihat hunian.

Ngomong-ngomong, saya ingin cerita dulu tentang banyaknya istilah akomodasi di Norwegia ini. Kali ini saya hanya akan fokus ke kamar saja, bukan rumah atau apartemen, karena daftarnya akan sangat panjang. Di sini, kalau kita menyewa satu kamar di dalam apartemen yang juga dihuni oleh 2-5 orang lainnya, itu disebut hybel atau bofellesskap. Jika kita memilih kamar yang ada di student residence (studentbolig), biasanya hanya disebut rom atau kamar. Bedanya apa dengan dormitory (asrama mahasiswa)? Dormitory biasanya disewakan hanya bagi semua mahasiswa yang berkuliah di satu kampus tertentu. Sementara ‘rom’ di Norwegia ini, bisa dihuni oleh semua mahasiswa campuran dan tak harus berkuliah di satu kampus yang sama.

Dari awal Desember, saya mencari-cari kamar/hybel yang disewakan lewat Finn.no, situs paling lengkap di Norwegia untuk cari barang bekas, properti, atau lowongan pekerjaan. Kamar yang diiklankan lewat Finn.no tentunya tak terlalu banyak dan hampir semua harga sewanya di atas kemampuan saya. Padahal kamarnya super kecil, tak berperabot, serta semua fasilitas lain dibagi dengan penghuni kamar lainnya. Cari kamar ini juga sebetulnya tak mudah karena sistemnya kompetisi. Bukan berarti siapa cepat dia dapat, tapi tergantung si pemilik, seberapa tertariknya mereka dengan kita. Beberapa aplikasi saya banyak yang tak direspon atau bahkan ditolak. Jadinya memang ekstra sabar untuk cari kontrakan kamar ini.

Sempat putus asa, saya kadang berpikir untuk sewa ranjang di hostel saja sampai satu bulan. Tapi tinggal di hostel juga tak efektif karena sangat minim privasi, apalagi harus tinggal dengan 10 orang lainnya di satu kamar.

Beberapa teman di kampus menyarankan untuk daftar student housing ke situsnya SiO , organisasi welfare pelajar yang juga meliputi akomodasi mahasiswa di Oslo. Katanya harus cepat, apalagi semester baru di awal Januari akan segera dimulai dan kemungkinan banyak kamar segera terisi penuh. Tak banyak ekspektasi, saya mendaftar ke SiO dan memilih 6 jenis kamar berdasarkan isi kantong dan prioritas. Karena tak ingin repot angkut perabotan, saya juga memilih semua jenis kamar berperabot. Untuk mahasiswa asing, memang sangat disarankan untuk memilih kamar yang sudah berperabotan lengkap tanpa perlu repot beli ini itu karena masa tinggal yang cukup singkat.

Daftar tanggal 4 Desember, secara mengejutkan saya sudah dapat konfirmasi dua hari kemudian dengan email berisi offering di salah satu kamar yang saya pilih di Kringsjå Student Village. Wow! Saya kira prosesnya bisa sangat lama dan posisi saya berada di waiting list, ternyata sebaliknya.

Kamar yang ditawarkan ini ukurannya 11 sqm, berbagi fasilitas dapur dan kamar mandi dengan 6 orang lainnya, serta rentang harganya antara NOK 4000-4500. Jangka waktu tinggalnya hanya 1 semester, namun bisa diperpanjang. Termination date 2-3 bulan, tapi kamar yang sudah kita tempati ini bisa dipindahtangankan ke pelajar lainnya.

Mendengar termination date yang sedikit panjang, Mumu cukup sedih kalau harus menunggu saya sampai 3 bulan lamanya dulu baru bisa tinggal bersama.FYI, Setelah lepas dari segala batasan dan peraturan yang ada di rumahhost family selama 5 tahun, saya memang sudah berdiskusi dengan Mumu untuk menyewa apartemen bersama. Kami bahkan sudah mengecek apartemen yang akan disewa sekiranya ada yang cocok. Namun karena ada beberapa alasan,in last minute kami memutuskan untuk menunda keputusan tinggal bersama.

Setelah mengubah rencana beberapa kali, saya ujungnya mantap dengan ide ini; cari kamar sewa jangka pendek yang murah dan merasakan hidup sendiri dulu, sebelum akhirnya tinggal dengan Mumu. Untuk cari kamar jangka pendek ini saya berlabuh ke Hybel.no , yang juga mengiklankan penyewaan kamar baik jangka panjang ataupun jangka pendek. Karena bujet juga tak seberapa, cari kamar yang harganya murah meriah ternyata memang susah. Kalau pun ada yang murah, kadang juga waktu sewanya tak sesuai dengan jadwal kita.

Sampai akhirnya saya menemukan satu kamar di Nydalen Student Housing dengan harga NOK 4200 (€425/Rp 6,7 juta) per bulan sudah termasuk internet dan listrik! Kamar juga disewakan jangka pendek tanpa deposito. Untuk menyewa kamar di student housing seperti ini, kita wajib menempuh studi dulu di salah satu kampus yang dinaungi oleh SiO karena saat pindah, data diri kita akan dilaporkan ke pihak SiO sebagai dokumentasi.

…and here it is kamar sewaan di Nydalen yang sekarang saya tempati. Small , but still cozy. Hi, my new little private room!

Student housing ini letaknya tak terlalu jauh dari kampus dan hanya 15 menit naik bus dari pemberhentian terdekat. Tempatnya juga cukup nyaman, punya balkon, dan cenderung sepi. Entahlah, mungkin karena semester baru dimulai, makanya saya tak banyak melihat para mahasiswa berlalu-lalang. Yang sering saya dengar hanya suara bantingan pintu yang selalu menggema sepanjang koridor.

Ada 2 kamar mandi dan WC yang cukup luas untuk dibagi bersama 7 orang lainnya. Dapur letaknya tepat di samping kamar saya, sementara ruang cuci ada di basement. Untuk cuci baju juga saya harus lebih berhemat karena satu kali cuci harganya NOK 25 (€2,5/Rp 40 ribu) dan NOK 20 (€2/Rp 32 ribu) untuk memakai mesin pengering.

But anyway, life feels soooo good! Okelah kamarnya kecil, namun karena saya membayar untuk ini, maka saya punya hak atasnya! Bye-bye peraturan kaku, selamat tinggal juga rasa segan karena masih tinggal di rumah orang. Now I am free to do what I want!

Tips 5 Alasan Mengapa Kamu Harus Tinggal dengan Keluarga Native|Fashion Style

Salah satu hal yang membuat kamu sukses mendapatkan pengalaman berharga saat tinggal di luar negeri dan setelah melewati masa au pair, tentunya adalah host family atau keluarga asuh/angkat. Mereka yang bisa menerbangkan mu dari Indonesia menuju host countries dan memberikan kesempatan mengikuti program pertukaran budaya di negara tujuan. Mereka adalah penentu apakah nasib mu di negara tersebut bisa berakhir menggembirakan, atau justru meninggalkan trauma.

Keluarga angkat ini juga ada yang asli lokal, campuran, atau sama sekali bukan asli warga setempat. Saya pernah tinggal bersama keluarga non-native dan lebih banyak tinggal dengan keluarga native. Pandangan saya terhadap kedua tipe keluarga ini, ada yang super baik, ada juga yang super mean tergantung individualnya. Bukan dari mana mereka berasal. Yakin saja, keluarga jahat itu sebetulnya ada dimana-mana.

Hanya saja, karena tujuan utama kita jadi au pair sebetulnya pertukaran budaya, saya sangat menganjurkan pilihlah keluarga native, atau yang salah satu orang tuanya merupakan orang lokal. Mengapa, karena ada banyak hal yang bisa kamu pelajari dari keluarga native ini.

1. Pelajaran bahasa mu akan lebih terasa karena praktik nyata

Saya tahu, di luar sana sebetulnya banyak sekali au pair yang malas belajar bahasa dan merasa cukup menggunakan bahasa Inggris di rumah. Banyak juga yang merasa happy kalau ternyata host kids mereka bisa berbahasa Inggris.

Tapi, bagi kamu yang sangat bermotivasi untuk belajar bahasa asing, tinggal dengan keluarga native bisa membuat kemampuan bahasa mu meningkat drastis. Tak perlu repot-repot cari tandem belajar, host kids di rumah adalah guru sekaligus teman belajar bahasa lokal . Mungkin ada juga yang sedikit terintimidasi dengan host kids yang sudah cukup dewasa dan selalu mengernyitkan dahi memahami apa yang kita ucapkan. Namun yakinlah, hal ini malah bisa jadi semangat untuk bisa memoles bahasa lokal mu lebih baik.

Dari pengalaman saya juga, keluarga native yang punya anak kecil lebih memudahkan kita belajar bahasa karena sama-sama baru belajar mengucapkan kata per kata. Anak kecil ini juga tak mudah menghakimi kemampuan bahasa kita hanya karena salah grammar atau pelafalan.

Sewaktu tinggal di Belgia, keluarga saya juga sebetulnya bukan asli Belgia. Mereka adalah orang Maroko yang lahir dan besar di sana. Namun, karena di rumah percakapan hanya menggunakan bahasa Prancis, hal ini bisa jadi kesempatan saya yang saat itu kebetulan memang ingin belajar bahasa Prancis. Karena anaknya juga masih mini-mini, pelajaran bahasa Prancis saya lebih cepat terasah karena setiap hari terpaksa harus mengobrol dengan bahasa yang dipahami mereka.

2. Makanan yang kamu cicipi tidak selalu nasi

Who does not love rice?! Tenang saja, para bule di Eropa juga sebetulnya suka nasi, kok. Hanya saja memang frekuensi makannya jauh lebih sedikit daripada kita di Indonesia.

Tinggal dengan keluarga native membuat kamu juga bisa mencicipi kuliner lokal yang belum pernah ada resepnya di Indonesia. Dari yang tadinya benci sayuran, kamu akan terpaksa mencicipi salad segar setiap hari. Saya dulu juga awalnya benci terong dan sayuran segar lainnya. Namun karena setiap hari disajikan itu-itu lagi di meja makan, saya punya kecenderungan untuk ikut mencicipi menu yang jauh dari zona nyaman lidah selama ini.

Selain itu, sebetulnya ada banyak sekali jenis makanan yang tak harus selalu disantap dengan nasi, tapi pasta, quinoa, ataupun kentang. Hal paling menantang adalah mencoba untuk meninggalkan rasa pedas yang selalu kita rasakan selama di Indonesia. Apa-apa pakai sambal! Mungkin awalnya akan terasa hambar dan hanya terasa asin saja, namun kalau kita tinggal dengan keluarga native, lidah juga akan berlatih untuk merasakan rasa selain pedas.

Beda halnya kalau kamu tinggal dengan keluarga non-native semisal Maroko, contohnya. Makanan mereka kebanyakan berlemak dan nyaris nihil sayuran. Nasi atau couscous pun selalu memenuhi meja makan hampir setiap hari. Selain rempah masakan mereka yang hampir selaras dengan makanan Asia, saya tak terlalu banyak mencicipi rasa selain fatty dan heavy.

3. Mengenal tradisi dan kebiasaan lokal lebih jauh

Tahu kah kamu kalau di Belgia, keluarga native memulai sarapan mereka dengan yang manis-manis? Tahu kah juga bahwa saat tinggal dengan keluarga native Denmark, kamu akan menyadari bahwa rumah mereka kebanyakan didominasi warna putih dan produk berdesain asli Skandinavia. Kamu juga akan belajar memahami hal-hal yang masyarakat tersebut sering lakukan, namun terlihat aneh bagi kita.You wouldn't know this kalau tak tinggal dengan keluarga asli!

Tinggal dengan keluarga native juga seru, karena bisa sekalian mengamati manner dan kebiasaan mereka sehari-hari. Bagaimana gaya parenting di sana, hingga jenis snack seperti apa yang sangat disukai warga lokal. They will tell you more about their country, for sure! Termasuk stereotipe yang akan kamu sering kamu dengar dari banyak foreigners tentang warga lokal!

4. Merayakan Natal yang bukan lagi jadi perayaan agama

Far from Indonesia and stay with the natives akan membuat cara pandang mu berubah dalam melihat kehidupan. Di Eropa, perayaan Natal bukan hanya milik agama tertentu. Natal menjadi liburan terbesar sepanjang tahun karena saat inilah orang-orang menjauh sebentar dari hiruk pikuk kota dan berkumpul bersama keluarga di rumah.

It is OF COURSE allowed to decorate the Christmas tree regardless your real religion or nationality! Semua orang bersuka cita mendirikan pohon natal plastik atau asli, sekalian mendadani si pohon agar tampak cantik jauh sebelum perayaan Natal tiba. Lampu-lampu kerlap-kerlip dipasang di luar rumah ikut menambah euforia Natal yang syahdu. Lagu-lagu khas Natal juga semakin sering berdendang di radio sampai kamu sendiri mungkin akan hapal dan muak.

Christmas eve is soooo cozy! Beruntung kalau kamu juga bisa merasakan white Christmas.Di malam sebelum Natal (24 Desember), meja terisi penuh makanan enak, ditambah dengan cercahan lilin yang akan membuat suasana semakin nyaman. Semua anggota keluarga berbagi cerita, hingga saatnya tiba saling bertukar hadiah. Kalau yang diundang banyak, acara tukar hadiah ini bisa berlangsung sangat panjang.

Bagi saya yang mantan au pair, perayaan Natal adalah momen yang WAJIB kamu rasakan bersama host family selama masa au pair! It would be full of good food, good mood, and good experience! Satu lagi, kamu wajib tahu bahwa di Eropa, perayaan Natal di tiap negara pun punya kultur yang berbeda, lho!

Five. Beraktifitas seru layaknya masyarakat lokal

Saya merasa sangat beruntung menemukan keluarga native yang semuanya mau berusaha mengenalkan budayanya ke saya. Kapan lagi, bisa merayakan 17 Mei di Norwegia, namun bukan bersama masyarakat lokal di Oslo, namun di pulau pribadi milik host family . Kapan lagi bisa diajak lunch di tengah laut Norwegia Selatan, kalau tak naik kapal pribadi milik mereka!

Kalau kamu mendapatkan host family yang aktif, akan ada banyak kesempatan dimana kamu bisa diajak beraktifitas bersama atau sekadar diajak 'business trip ' sesekali. Saat mereka sekeluarga berski ria, bisa jadi kamu ditawari ikut main ski bersama, sampai dibelikan peralatan lengkapnya! Keluarga kamu suka menikmati makanan high standard, ada kemungkinan juga mereka akan selalu mengajak atau menawarkan voucher makan-makan fancy di luar.

Bahkan kalau pun tak rejeki diajak kemana-mana, kamu tetap bisa belajar bagaimana keluarga lokal ini menikmati waktu senggang mereka. Di Denmark, kehidupan masyarakat lokalnya cenderung membosankan. Tappiiii, ada tren mendatangi health club yang jadi kultur setempat. Seorang teman saya akhirnya ikut termotivasi untuk mendatangi tempat gymnasium setiap minggu karena mencontek aktifitas favorit keluarga angkatnya.

Tak ada salahnya memiliki preferensi ingin mendapatkan host family seperti apa. Boleh yang seiman, senegara, ataupun sebahasa. Bebas! Belum tentu juga keluarga native akan cocok dengan gaya hidup kita, atau bahkan bisa jadi lebih buruk dari keluarga imigran. Namun, kalau disuruh memilih, saya tetap akan memilih keluarga native yang saya yakini, bisa lebih banyak memberikan saya pelajaran dan pengalaman selama di negara tujuan.

Kamu sendiri, apa punya preferensi keluarga seperti apa yang ingin kamu dapatkan sekiranya punya kesempatan jadi au pair? Boleh juga membaca postingan saya tentang 10 hal yang mungkin bisa kamu hindari sebelum memilih keluarga!

Tips Negara Rekomendasi di Eropa Sesuai Tujuan Au Pair Mu|Fashion Style

Pertama kali mendengar program au pair, yang terlintas di benak saya tentu saja pengalaman pertukaran budaya antara kita dan host family di satu negara. Terkesan naif sekali memang karena ternyata ada banyak sekali motif para au pair yang sengaja datang ke Eropa. Apa itu, silakan baca di postingan ini !

Di postingan lainnya tentang negara tujuan , ada 12 negara di Eropa yang saya rekomendasikan bagi para calon au pair yang mungkin masih kebingungan ingin ke mana. Swiss menjadi daftar tambahan saya lainnya, walaupun kesempatan ke sini juga cukup kecil. Ada banyak sekali canton (distrik/kecamatan) di Swiss yang masih menutup kesempatan bagi au pair non-EU. Makanya kalau kamu tertarik dan sempat terlibat percakapan dengan satu keluarga di Swiss, pastikan bahwa keluarga ini tinggal di canton yang regulasinya memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia.

Bagi yang masih bingung juga, yuk seru-seruan mengecek daftar negara rekomendasi saya berikut ini yang bisa jadi pertimbangan kamu selanjutnya! Disclaimer dulu, bahwa apa yang saya tulis ini murni dari referensi pribadi. Soal ingin ke mana ending-nya, kembali ke preferensi masing-masing.

Cari lelaki

I am not gonna lie, but some Indonesian girls come to Europe to find a soulmate! Salah? Tidak juga, meskipun dianggap terlalu lame bagi sebagian orang karena bisa menimbulkan citra negatif ke banyak au pair Indonesia di Eropa yang niatnya tak serupa. But anyway, kalau kamu tertarik mengikuti jejak mereka mencari jodoh di Eropa, silakan lirik negara rekomendasi saya di bawah ini.

  • Cowok ganteng nan modis, tapi banyak yang takut berkomitmen; silakan ke Swedia atau Denmark.
  • Cowok outgoing, approachable, tapi terkenal "pelit" atau penuh pertimbangan dengan uang mereka, go check cowok-cowok di bagian Barat Eropa!
  • Cowok tradisional/sedikit konservatif, tapi pecinta alam dan dunia outdoor; mungkin Finlandia atau Norwegia adalah negara yang tepat.
  • Cowok misterius, sopan, dan geek; liriklah Swiss atau Finlandia.

Kamu juga bisa baca postingan saya tentang para cowok-cowok di Eropa , Skandinavia , bahkan Finlandia yang sudah pernah saya bahas sebelumnya! Enjoy the love hunting!

Cari uang

Bukan rahasia umum bahwa banyak juga anak muda Indonesia yang memang sengaja jadi au pair karena menganggap application ini sebagai alternatif karir. Jumlah uang saku bulanan yang lumayan, setidaknya bisa membantu perekonomian keluarga di Indonesia. Meskipun katanya Denmark adalah salah satu negara dengan uang saku paling besar, tapi justru negara di bawah ini yang malah saya rekomendasikan jika memang tertarik cari uang!

  • Austria - Meskipun salah satu syarat penting ke Austria kamu harus mampu melampirkan sertifikat bahasa Jerman minimal level A2, tapi dengan jam kerja hanya 18 jam per minggu, au pair mampu mengantongi uang saku hampir €450 tiap bulan (yang juga naik tiap waktu)! Belum lagi ditambah dengan libur berbayar sampai 30 hari per tahun.
  • Belgia - Semakin kesini, semakin banyak anak muda <26 tahun yang ingin memulai atau menghabiskan masa au pairnya di Belgia. Mengapa, tanpa sertifikat bahasa dan jam kerja 20 jam per minggu saja, kamu sudah bisa menghasilkan €450 per bulan tanpa potong pajak!
  • Luksemburg - Cari keluarga di Luksemburg memang tak mudah, namun uang saku mencapai €409 dengan jam kerja 25 jam per minggu, serta negara yang berada di sentral Eropa, menawarkan banyak tiket travelling murah.

Silakan baca postingan saya tentang guide au pair yang akan membawa mu ke penjelasan singkat tentang negara tujuan bagi pemegang paspor Indonesia. Mengapa saya lebih merekomendasikan negara di atas, karena dengan pocket money yang besar, biaya hidup di 3 negara tersebut sebetulnya sangat terjangkau dengan benefit lain berada di sentral Eropa.

Pure belajar bahasa yang nantinya jelas berguna

Dulunya, banyak sekali mahasiswa dari jurusan sastra atau literatur yang memanfaatkan kesempatan au pair untuk sekalian belajar bahasa asing. Kalau kamu bercita-cita ingin jadi polyglot dan tertarik menguasai banyak bahasa, silakan intip negara rekomendasi saya berikut!

  • Prancis - No wonder, ada 280 miliar orang di dunia yang memakai bahasa Prancis sehari-hari sehingga menjadikan bahasa ini nomor 6 sebagai the widest spoken language! Sekalinya menguasai bahasa ini, jalan-jalan mu ke Swiss atau Kanada akan menjadi sangat lokal.
  • Belgia - Belanda - Meskipun kedua negara ini menggunakan pengucapan dan aksen serupa tapi tak sama, namun basis keduanya sama-sama bahasa Belanda. Lancar bahasa Belanda, kamu tetap bisa menggunakannya lagi di Belgia.
  • Austria - Jerman - Tak hanya di dua negara ini, bahasa Jerman juga menyebar luas di beberapa bagian Swiss dan Belgia.
  • Swedia - Denmark - Norwegia - Walaupun tak banyak orang yang tertarik mempelajarinya, namun 3 negara ini menggunakan akar bahasa yang serumpun. Bahasa Denmark cenderung lebih sulit secara pelafalan, namun tulisannya sangat mirip dengan bahasa Norwegia. Meskipun merasa tak saling berkaitan, namun orang Swedia punya tone yang cukup seragam dengan bahasa Norwegia dan keduanya bisa saling memahami secara lisan.

Lanjut kuliah

Tak jarang kesempatan au pair bisa dimanfaatkan sebagai batu loncatan bagi anak-anak muda untuk lanjut studi di beberapa negara di Eropa. Tujuan akhir sebagai pelajar ini dipercaya bisa membuka lagi kesempatan untuk bekerja dan tinggal lebih lama. Jadi, negara mana saja yang mesti kamu lirik kalau tujuan akhir mu jadi pelajar?

  • Jerman - Saya sendiri sebetulnya kurang begitu familiar dengan banyaknya program belajar dan bekerja yang ada di Jerman. Namun yang saya tahu, ada banyak sekali mantan au pair Indonesia yang tak bingung dengan masa depan mereka karena ada banyak sekali kesempatan belajar dan bekerja di negara ini. Mulai dari Ausbildung sampai lanjut kuliah Master!
  • Belgia - Sebagai salah satu negara populer untuk melanjutkan studi, Belgia menawarkan biaya kuliah yang cukup affordable bagi pelajar asing. Selain itu, kesempatan untuk cari kerja di Belgia dan Belanda juga terbuka lebar sekiranya kamu bisa menguasai bahasa Belanda selepas lulus kuliah.
  • Norwegia - This is a country where I continue my Master's degree! Sebagai salah satu negara terbahagia di dunia dengan alam yang menakjubkan, Norwegia juga masih memberikan kesempatan bebas biaya kuliah bagi pelajar internasional. Tapi, jangan menganga dengan tingginya biaya hidup serta sulitnya cari kerja selepas lulus di sini.

Tinggal lama tapi percuma

Percaya kah kalian bahwa walaupun au pair itu berat, tapi bisa membuat ketagihan? Banyak au pair yang saya kenal memutuskan untuk menghabiskan masa au pair mereka selama 2 tahun di Denmark, lalu lanjut lagi 2 tahun di Norwegia. Alasannya simpel, agar bisa tinggal lebih lama di Eropa meskipun juga ada banyak sekali fakta tak menarik soal au pair di Skandinavia ini. Go check my post here !

Mengapa saya sampai mengatakan tinggal lama bisa percuma, karena banyak yang bisa tinggal sebagai au pair, namun tak secured lama. Selain biaya hidup yang tinggi di Norwegia, kesempatan cari kerja yang sulit, serta biaya kuliah yang tinggi di Denmark, membuat kesempatan mengganti residence permit peluangnya cukup kecil. Untuk cari jodoh pun tak mudah, karena syarat menikah di Denmark semakin dipersulit bagi pasangan campuran, serta adanya peraturan baku soal siapa yang berhak mendapatkan permit sebagai pasangan tinggal bersama (samboer).

So, kalau kamu berniat tinggal selama 4 tahun di dua negara ini, make sure kamu tidak kebingungan lagi soal masa depan. Karena sejatinya, pelajaran bahasa yang tak membekas lama pun sebetulnya tak banyak memberikan banyak benefit selepas kita kembali ke Indonesia.

Lively network

Tidak semua negara Eropa itu seragam dalam memberikan pengalaman berharga bagi anak muda. Bagi kamu yang tak ingin kehilangan momen having fun tak terbatas, networking luas, serta kesempatan belajar lebih banyak, negara di bawah ini bisa jadi adalah negara terbaik untuk menghabiskan masa au pair mu!

  • Belanda - Saya belum pernah jadi au pair di Belanda sebelumnya, namun sebagai salah satu negara terpopuler tujuan wisatawan, Belanda tentu saja adalah negara ter-hits seantero Eropa! Negara menarik yang membuat anak muda Indonesia ingin menjadi au pair dan tinggal lebih lama di sini. Satu lagi, kamu akan merasa seperti rumah karena banyaknya populasi orang Indonesia serta restoran lokal khas Indonesia yang akan terus memanjakan mu dengan cita rasa kampung halaman.
  • Jerman - Sebagai negara populer untuk melanjutkan studi, kamu tak akan pernah menemukan sesuatu yang membosankan karena tempat ini packed of young people! Jerman menawarkan kemudahan transportasi, komunikasi, serta banyak tempat seru untuk dicoba. Biaya hidup yang relatif murah juga bisa jadi pertimbangan untuk jalan-jalan serta menikmati negara dengan keramahtamahan warga lokalnya.
  • Denmark - Meskipun banyak yang mengamini bahwa Denmark adalah negara membosankan, tapi jangan salahkan food scene, design attraction, serta creative people yang akan membuat pengalaman au pair mu menyenangkan! Denmark adalah negara kaya kultur yang banyak melahirkan para arsitektur serta desainer kreatif yang tak banyak tersentuh media dunia. Kopenhagen adalah ibukota sekaligus kota paling hipster yang pernah saya kunjungi di Eropa!

The most opulent scenery

Not every young people was born for having fun. Sebagian dari mereka justru lebih memilih tempat yang tenang dengan alam luar biasa dan tak terjamah banyak orang Indonesia. Jika kamu bagian dari anak muda ini, carilah host family dari 3 rekemondasi saya berikut.

  • Norwegia - I don't have to tell you more. Saya tinggal di sini, menjelajahi negara ini dari Bodø hingga Tjøme, hingga blusukan ke hutan dan pegunungan tak terjamah banyak manusia. Everything seems so breathtaking in Norway! Jangan takut tinggal di pedesaan dan jauh dari kota besar, karena tumpukan salju saat musim dingin pun bisa jadi pengalaman menakjubkan yang tak semua orang di Belgia bisa menikmatinya setiap tahun!
  • Islandia - Far from anywhere else in Europe, but Arctic and Canada. Tak banyak orang Indonesia yang memilih negara ini sebagai tujuan au pair memang. Tapi jangan salahkan mereka yang memilih untuk menyaksikan tarian the Northern Lights (Aurora Borealis) tiap tahunnya sampai muak! Iceland is wonderful dan semakin banyak didatangi turis hanya untuk menyaksikan alam yang tak ada tandingannya dimana pun di wilayah Eropa. Sounds enticing?
  • Swiss - Pegunungan Alpen, bukit nan hijau, hingga sapi yang mengemoo menambah kesan tenang dan damai. Dari musim panas hingga musim semi, kamu bisa menikmati alam Swiss yang luar biasa baik di dalam hingga luar kota.

Where do you want to go and live in the most?? Sekarang saatnya cari host family! Jangan lupa baca tips saya di sini untuk tahu step-by-step bagi para au pair pemula dalam menemukan host family impian mereka. Good luck for your search!